Penyesuaian pernikahan dengan pasangan dan makna pernikahan pada perempuan yang dijodohkan.

(1)

PENYESUAIAN PERNIKAHAN DENGAN PASANGAN DAN MAKNA PERNIKAHAN PADA PEREMPUAN YANG DIJODOHKAN

Omega Nilam Bahana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran penyesuaian pernikahan dengan pasangan dan makna pernikahan pada perempuan yang melalui proses perjodohan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis fenomenologi interpretif. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana penyesuaian pernikahan yang dilakukan dan makna pernikahan yang dimaknai. Informan dalam penelitian ini adalah 3 orang perempuan yang telah menikah melalui proses perjodohan. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara semi terstruktur terhadap informan penelitian. Validitas penelitian didapatkan dengan melakukan member checking. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyesuaian pernikahan yang dilakukan adalah melalui komunikasi kepada pasangan. Sedangkan makna pernikahan bagi informan adalah : 1) Pernikahan dimaknai sebagai sumber kebahagiaan dalam menjalani kehidupan, 2) Pernikahan dimaknai sebagai solusi atas permasalahan yang dialami untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, dan 3) Pernikahan dimaknai sebagai pemenuhan takdir Tuhan.


(2)

ii

THE MARITAL ADJUSTMENT WITH SPOUSE AND MEANING OF MARRIAGE TO WOMAN IN ARRANGED MARRIAGE

Omega Nilam Bahana

ABSTRACT

This research was aimed to know the describe of marital adjustment with spouse and the meaning of marriage to women through the arranged marriage. This research used Qualitative method with interpretative phenomenological analysis. The question of this research was how is the marital adjustment and the meaning of marriage by the woman in arranged marriage. The informant of this research was three women who did the arrange marriage. Data of this research were collected by semi-structured interview to the informants. The validity was obtained by member checking. The results showed the marital adjustment was done by the communication with the spouse. Meanwhile, the meaning of marriage toward the informants were: 1) the source of happiness in life, 2) The solution of all the problems they have been through to get the better life,

and 3) fulfillment of God’s fate.


(3)

PENYESUAIAN PERNIKAHAN DENGAN PASANGAN

DAN MAKNA PERNIKAHAN PADA PEREMPUAN

YANG DIJODOHKAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Omega Nilam Bahana 119114011

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

PEI\TYESUAIAN PERNIKAHAN DENGAIT PASAI\TGAN DAI{ MAKNA PERNIKAHAN PADA PEREMPUAN YANG DIJODOHKAI\

Disusun oleh: OmegaNilam Bahana

1 191 1401 1


(5)

PEIYYESUAIAN PERI{IKAIIAN DENGAI\ PASANGANI DANI MAKNA PERIYIKAHAN PADA PEREMPUAI\I YAI\G DIJODOHKAN

Dipersiapkan dan ditulis oleh Omega Nilam Bahana

1 191 1401 I

9 Oktober 2015

Nama Penguji Penguji Penguji 3:

'l

g

No1l 2015

ilt

Telah dipertanggungiawabkan di depan Panitia Penguji

Fakultas Psikologi

Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. syarat.


(6)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Karena Allah telah berfirman: „

Aku sekali-kali tidak akan

membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan

meninggalkan engkau.‟”

Ibrani 13 : 5

“Karena aku yakin dan percaya, maka aku bisa melewatinya”

-

M -

“When I know that thing that I feel in my heart that I‟ve

always wanted to do, I just go for it.

-

Unknown

Dipersembahkan untuk diriku,

Dan kalian yang mendoakan dan membantuku.


(7)

HALAMAN PER}TYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak menggunakan karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ihniah.

Yogyakarta, 19 November 2015


(8)

vi

PENYESUAIAN PERNIKAHAN DENGAN PASANGAN DAN MAKNA PERNIKAHAN PADA PEREMPUAN YANG DIJODOHKAN

Omega Nilam Bahana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran penyesuaian pernikahan dengan pasangan dan makna pernikahan pada perempuan yang melalui proses perjodohan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis fenomenologi interpretif. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana penyesuaian pernikahan yang dilakukan dan makna pernikahan yang dimaknai. Informan dalam penelitian ini adalah 3 orang perempuan yang telah menikah melalui proses perjodohan. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara semi terstruktur terhadap informan penelitian. Validitas penelitian didapatkan dengan melakukan member checking. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyesuaian pernikahan yang dilakukan adalah melalui komunikasi kepada pasangan. Sedangkan makna pernikahan bagi informan adalah : 1) Pernikahan dimaknai sebagai sumber kebahagiaan dalam menjalani kehidupan, 2) Pernikahan dimaknai sebagai solusi atas permasalahan yang dialami untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, dan 3) Pernikahan dimaknai sebagai pemenuhan takdir Tuhan.


(9)

vii

THE MARITAL ADJUSTMENT WITH SPOUSE AND MEANING OF MARRIAGE TO WOMAN IN ARRANGED MARRIAGE

Omega Nilam Bahana

ABSTRACT

This research was aimed to know the describe of marital adjustment with spouse and the meaning of marriage to women through the arranged marriage. This research used Qualitative method with interpretative phenomenological analysis. The question of this research was how is the marital adjustment and the meaning of marriage by the woman in arranged marriage. The informant of this research was three women who did the arrange marriage. Data of this research were collected by semi-structured interview to the informants. The validity was obtained by member checking. The results showed the marital adjustment was done by the communication with the spouse. Meanwhile, the meaning of marriage toward the informants were: 1) the source of happiness in life, 2) The solution of all the problems they have been through to get the better life,

and 3) fulfillment of God’s fate.


(10)

HALAMATI PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangm di bawah ini saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Omega Nilam Bahana

NIM

: 119114011

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

"PEIIYESUAIAN PER}IIKAHAN DENGAI\ PASANGAN DAN MAKNA PERNIKAHAII PADA PEREMPUAN YANG DIJODOHKAII'

Beserta perangkat yang diperlukan Oila

ada).

'

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lainnya untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin kepada saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencamtumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benamya.

Yogyakarta 19 November 2A15


(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang melimpah serta Anugerahnya, penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi melalui tulisan ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis berharap, melalui tulisan ini dapat memberikan gambaran serta pengetahuan yang baru mengenai penyesuaian pernikahan dan makna pernikahan pada perempuan yang dijodohkan. Harapan lain adalah tulisan ini dapat bermanfaat bagi peneliti berikutnya serta kepada psikolog dalam memberikan konseling keluarga dan pernikahan.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang memberi dukungan, bimbingan, dan bantuan dalam bentuk materi maupun nonmateri sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih peneliti ucapkan kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang Maha Kasih. Aku yakin dan percaya bahwa Engkau tidak akan pernah meninggalkanku.

2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

4. Bapak Prof. Dr. Supratiknya, selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas saran mengenai rencana studi.


(12)

x

5. Ibu Dr. Tjipto Susana, selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas pertanyaan-pertanyaan yang mengasah kemampuan berpikir serta masukan-masukan yang diberikan. Siap melanjutkan!

6. Bapak dan Ibu Bambang yang hebat, orangtuaku. Tanpa doa, kesabaran, pengorbanan, cinta kasih, kebahagiaan, segalanya yang kalian berikan, aku bukan siapa-siapa dan aku tidak akan bisa melakukan apapun. Terima kasih.

7. Untuk Dosen Fakultas Psikologi dan karyawan. Terima kasih kalian memberikan pengetahuan yang lebih mengenai dunia psikologi yang luas dan mempermudah saya dalam menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

8. Untuk narasumber saya. Terima kasih atas waktu serta cerita kehidupan. Tanpa kebersediaannya untuk menjadi partisipan, tulisan ini tidak akan terlaksana.

9. Untuk sahabat Psikologi yang terkasih Novia Paulien, Arsita Ayu K., Yunika Ayu A., Vc. Veni S., MT. Ghea K., Benvenutus Sri W. Pasca P. P., Yoverdi Prayugo. Kalian itu semangatku, alasan dibalik tawaku. Berjuang bersama itu lebih berarti. You’re the best!!!

10.Untuk sahabat-sahabat yang mengajak untuk segera lulus, Maria, Icha, Sriniyati S.E., Rosi W. S.H., dan yang lainnya. And now I can tell you this, I’m free, let’s go out!


(13)

xi

11.Terakhir untuk pihak-pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terima kasih telah mengenal dan menjadi bagian dari pengalaman hidupku.

Akhirnya, penulis juga menyadari keterbatasan penulis dalam menyusun tulisan ini, maka dari itu penulis terbuka dengan atas kritik dan saran yang membangun. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan membantu orang lain. Tuhan memberkati kita semua.

Yogyakarta, September 2015


(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat Teoretis ... 9


(15)

xiii

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Pernikahan 1. Definisi Pernikahan ...11

2. Tujuan Pernikahan ... 12

3. Kebutuhan dalam Pernikahan ... 12

B. Penyesuaian Pernikahan 1. Definisi Penyesuaian Pernikahan ………..13

2. Masalah Penyesuaian Pernikahan ……….14

3. Kriteria Keberhasilan Penyesuaian Pernikahan ………16

4. Faktor Penyebab Masalah dalam Penyesuaian Pernikahan ..18

C. Makna Pernikahan ………...19

D. Perempuan yang Dijodohkan 1. Perempuan …………...21

2. Gambaran Perempuan Jawa ………..21

3. Perjodohan ……….22

E. Penyesuaian Pernikahan Dengan Pasangan dan Makna Pernikahan pada Perempuan yang Dijodohkan...23

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25

A. Jenis Penelitian ...25

B. Fokus Penelitian ... 25


(16)

xiv

D. Prosedur Pengambilan Data ... 28

E. Subjek Penelitian ... 28

F. Analisis Data ... 29

G. Kredibilitas Penelitian ... 29

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Profil Informan ...…………...31

1. Informan 1 …... 31

2. Informan 2 ...32

3. Informan 3 ...32

B. Pelaksanaan Penelitian ... 33

C. Hasil Penelitian ……….34

1. Informan M ………... 34

a. Proses Perjodohan ... 34

b. Penyesuaian dengan Pasangan ... 35

c. Makna Pernikahan ... 36

2. Informan W ………... 39

a. Proses Perjodohan ... 39

b. Penyesuaian dengan Pasangan ... 40

c. Makna Pernikahan ...41

3. Informan S ………... 42

a. Proses Perjodohan ... 42


(17)

xv

c. Makna Pernikahan ... 43

D. Pembahasan ...45

1. Proses Perjodohan ………... 45

2. Penyesuaian dengan Pasangan ………... 46

3. Makna Pernikahan ………... 50

4. Gambaran Perempuan Jawa ………...52

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Keterbatasan Penelitian ………54

C. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(18)

xvi

DAFTAR TABEL


(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara informan 1 Lampiran 2 : Transkrip verbatim Informan 1

Lampiran 3 : Surat Keterangan Keabsahan Hasil Wawancara 1 Lampiran 4 : Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara informan 2 Lampiran 5 : Transkrip verbatim informan 2

Lampiran 6 : Surat Keterangan Keabsahan Hasil Wawancara 2 Lampiran 7 : Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara informan 3 Lampiran 8 : Transkrip verbatim informan 3


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya, setiap individu memiliki keinginan untuk melaksanakan pernikahan dan membangun sebuah keluarga bersama dengan pasangannya. Pernikahan itu sendiri merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi sepasang suami istri secara resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984). Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Di Indonesia, batasan umur seseorang diperbolehkan untuk melakukan pernikahan apabila pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Selain itu, suatu pernikahan juga dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum agamanya dan kepercayaannya (Undang-undang Republik Indonsesia).

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan bahwa dalam pernikahan terdapat ikatan lahir dan batin dari pasangan yang menikah Ikatan lahir adalah merupakan ikatan yang menampak, ikatan formal sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. Sebagai bentuk ikatan yang menampak adalah adanya informasi kepada masyarakat, salah satunya dengan diadakannya pesta pernikahan. Sedangkan ikatan batin adalah ikatan yang tidak nampak


(21)

secara langsung yaitu merupakan ikatan psikologis. Dimana dalam ikatan ini, suami istri harus saling mencintai satu dengan yang lain, tidak adanya paksaan dalam perkawinan. Kedua ikatan tersebut dituntut dalam suatu perkawinan. Bila tidak ada salah satu, maka akan menimbulkan persoalan dalam kehidupan pasangan tersebut dan biasanya tidak bertahan lama sehingga perceraian sering terjadi (Hatings, 1972).

Orangtua seringkali merasa cemas ketika anak perempuan yang menginjak usia tertentu dan belum juga menikah. Di Indonesia, menjadi single akan sulit untuk diterima di komunitas dan kegiatan serta perayaan di dalam keluarga (Situmorang, 2005). Perjodohan masih menjadi solusi pernikahan yang masih dilakukan di beberapa daerah atau pada suku tertentu di Indonesia. Dimasa sekarang sudah ada emansipasi dimana perempuan berhak untuk mengambil keputusan dalam hidupnya salah satunya adalah untuk memilih pasangan hidup. Namun, orangtua akan tetap berusaha untuk ikut campur dalam mencarikan dan menjodohkan anak dengan calon pasangan yang menjadi pilihan. Pada kenyataannya, dalam kehidupan sosial masyarakat, peraturan yang kompleks menjadi dasar dalam mengatur suatu proses pemilihan pasangan. Yuwana (1990), menjelaskan bahwa dalam setiap pernikahan akan terjalin hubungan dari kedua jaringan keluarga yang akan menikah sehingga dalam suatu perjodohan keluargalah yang mengambil peran kuat. Secara tidak langsung, keluargalah yang mengambil alih dalam proses pemilihan pasangan yang pada akhirnya menuju ke sebuah pernikahan itu sendiri.


(22)

Pada saat ini perjodohan sudah tidak banyak dilakukan, namun perjodohan di dalam kehidupan masyarakat masih menjadi suatu fenomena yang perlu diperhatikan. Di Indonesia, di beberapa daerah, masyarakat masih kental dalam melakukan pemilihan pasangan atau perjodohan. Salah satunya adalah masyarakat Madura. Pada umumnya, perkawinan di Madura dilakukan dengan cara dijodohkan. Hal ini dikarenakan masyarakat Madura sangat memegang teguh tradisi yang telah diturunkan. Hal tersebut didasarkan atas budaya kepatuhan kepada kiai yang merupakan simbol agama yang kemudian menjadikan masyarakat tetap melakukan tradisi yang sudah ada (Hamdani, 2013). Selain masyarakat Madura, tradisi perjodohan masih dilakukan oleh masyarakat Batak Karo yang disebut Perjodohan Antar Impal. Sedangkan masyarakat suku Using Banyuwangi juga masih melakukan tradisi perjodohan yang biasa disebut dengan Gredoan (Budianto, 2008).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), kata perjodohan berasal dari kata jodoh, yang merupakan kata sifat, dan memiliki arti orang yang cocok menjadi pasangan suami dan istri. Perjodohan (arranged marriages) adalah suatu pernikahan yang diatur oleh orangtua, atau kerabat dekat untuk sang pasangan, dan biasanya dilakukan pada wanita (Zaidi & Shurayadi, 2002). Perempuan cenderung akan mengikuti pasangannya dan besarnya tanggung jawab tidak sebesar pada laki-laki. Orangtua yang cenderung menjodohkan anaknya memiliki alasan serta tujuan tertentu. Alasan dan tujuan keterlibatan orangtua dalam perjodohan adalah untuk memperkuat jaringan sosial dan bisnis, meningkatkan posisi di masyarakat,


(23)

dan menegakkan tradisi budaya (Lundberg & Pollak, 1996). Motif lain adalah anak yang dijodohkan akan menjadi sumber daya ketika orangtua memasuki usia lansia. Perjodohan itu sendiri memiliki dampak tertentu. Hal tersebut dikarenakan banyaknya kasus perjodohan yang terjadi dapat menguntungkan tetapi juga dapat merugikan bagi pasangan yang dijodohkan.

Masa dewasa menganggap pernikahan sebagai salah satu proses kehidupan yang penting. Pada masa ini individu mengambil keputusan besar untuk menikah dan menjalani sisa kehidupan bersama pasangan dengan tujuan mencapai kebahagiaan hidup. Dijelaskan bahwa individu yang memiliki pernikahan yang bahagia umumnya hidup lebih lama, dan lebih sehat (Santrock, 2011). Individu mendambakan pernikahan yang berhasil, tak terkecuali bagi pasangan yang menikah melalui proses perjodohan. Diperlukan usaha yang lebih dalam mencapai keberhasilan tersebut. Salah satu hal yang penting dilakukan adalah adanya perubahan sikap perilaku demi tercapainya tujuan pernikahan itu. Perubahan sikap tersebut merupakan salah satu bentuk dari penyesuaian diri dalam pernikahan terhadap pasangan. Individu dewasa melihat pernikahan secara lebih realistis dalam menghadapi berbagai macam persoalan pernikahan. Oleh karenanya menyesuaikan diri dalam kehidupaan pernikahan sangatlah penting.

Disebutkan bahwa dalam pernikahan dituntut adanya ikatan lahir dan batin. Ikatan lahir adalah ikatan formal sesuai peraturan sedangkan ikatan batin merupakan ikatan psikologis dimana pasangan menikah harus saling mencintai. Dalam pernikahan yang dijodohkan dimungkinkan bahwa


(24)

pasangan belum saling mengenal satu sama lain bahkan belum adanya rasa saling mencintai. Banyak hal yang belum diketahui dari pasangannya, sehingga diperlukan usaha yang lebih untuk mengenal pasangan dibandingkan dengan pasangan menikah yang terlebih dulu sudah mengenal.

Pasangan yang menikah akan mengalami penyesuaian pernikahan di dalam kehidupan pernikahan. Terdapat empat pokok penyesuaian dalam perkawinan, namun yang utama dan yang terpenting adalah penyesuaian terhadap pasangan. Hubungan interpersonal memainkan peran penting dalam kehidupan pernikahan. Selain itu, hubungan interpersonal jauh lebih sulit untuk disesuaikan dikarenakan berbagai macam faktor yang tidak biasa timbul dalam kehidupan individual. Hurlock (1990) menjelaskan bahwa semakin banyak pengalaman dalam hubungan interpersonal antara pria dan wanita yang diperoleh pada masa lalu, makin besar pengertian wawasan sosial yang telah mereka kembangkan, dan semakin besar kemauan mereka untuk dapat bekerja sama serta semakin baik dalam menyesuaikan diri satu sama lain dalam pernikahan.

Pasangan yang menikah melalui proses perjodohan memiliki penyesuaian pernikahan yang berbeda dengan pasangan yang tidak dijodohkan. Hal ini berdasarkan penelitian sebelumnya dimana terdapat perbedaan penyesuaian pernikahan antara pasangan yang dijodohkan dengan yang tidak dijodohkan (Dewanti, 2012). Penyesuaian pernikahan atau perkawinan adalah keterampilan sosial yang diperlukan bagi pasangan untuk meraih kebahagiaan atau kepuasan perkawinan (Spanier dalam Miranda,


(25)

1995). Sama dengan pengertian yang di kemukakan oleh Atwater dan Duffy (1999), bahwa hal yang penting dalam meraih kebahagiaan yaitu fleksibilitas dan keinginan untuk berubah yang biasa disebut dengan penyesuaian pernikahan (marital adjustment). Ketika individu menikah maka individu

tersebut bukan ‘menikahi keluarga pasangan’ melainkan, setelah menikah

individu menjadi bagian dari sebuah keluarga yang baru. Bagi sebagian orang, menyesuaikan diri pada perubahan pola hidup merupakan hal yang sulit. Seringkali individu akan lebih sering mengalami gangguan emosional (Hurlock, 1953). Hurlock (1953) menyatakan bahwa keberhasilan sebuah pernikahan adalah keberhasilan pasangan dalam mewujudkan penyesuaian diri. Pernikahan melalui perjodohan memungkinkan penyesuaian terhadap pasangan dilakukan pada saat pasangan sudah menikah. Sesuai dengan penjelasam sebelumnya, hal tersebut menjadi dasar dalam penelitian ini. Selain itu, dalam penelitian ini dapat diketahui gambaran makna pernikahan yang dimiliki oleh perempuan yang dijodohkan berdasarkan dari pengalaman kehidupan pernikahan bersama dengan pasangan.

Terdapat berbagai macam makna pernikahan dilihat dari berbagai sudut pandang agama yang dimaknai oleh para pemuka agama. Roman Catholic Christianity melihat tujuan dari pernikahan untuk bersikap baik kepada pasangan sebaik dalam pemberian penghasilan dan dalam mendidik anak. Hubungan antara suami dan istri merupakan simbol dari cinta Tuhan kepada gereja (Carmody & Carmody, 1993; Lienemann,2004). Protestan Christianity melihat tujuan utama dari pernikahan adalah cinta dan


(26)

persahabatan antara suami dan istri, sedangkan penghasilan merupakan tujuan yang berikutnya (Yates, 1985). Islam melihat tujuan pernikahan sebagai pemenuhan kebutuhan individu dan kelompok (Ibsen al Faruqi, 1985). Lalu, bagaimana dengan perempuan yang dijodohkan memaknai pernikahannya?

Perempuan yang melaksanakan pernikahan melalui proses perjodohan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pernikahan, dibandingkan dengan perempuan yang menikah dengan pasangan atas pilihannya sendiri. Seseorang menikah memiliki berbagai macam tujuan seperti: cinta, kebutuhan fisik, persahabatan, keinginan memiliki keturunan, keinginan untuk lari dari situasi yang tidak bahagia (Bernard, 1984). Diasumsikan bahwa ketika seseorang dijodohkan maka tujuan pernikahan akan berbeda dengan tujuan pernikahan pada umumnya. Dalam penelitian Timmer dan Orbuch (2001) disebutkan bahwa ketika pasangan menikah, makna pernikahan yang dipahami individu dipengaruhi oleh keseluruhan pengalaman sosial. Perempuan yang dijodohkan, melaksanakan sebuah pernikahan atas dasar tuntutan sosial sehingga dimungkinkan bahwa makna pernikahan yang dipahami akan berbeda.

Penelitian sebelumnya, banyak berbicara mengenai makna pernikahan melalui perspektif agama dan dilakukan pada subjek pemuka agama. Selain itu, penelitian lain juga meneliti makna pernikahan yang dilakukan terhadap subjek yang belum menikah dengan tujuan agar dapat memprediksi kemungkinan yang terjadi pada kehidupan pernikahan yang akan dijalani. Berbeda dari penelitian sebelumnya dimana makna pernikahan dipahami


(27)

secara multifaceted (Hall, 2006) dan melalui perspektif kepercayaan tertentu (Yarhouse, 2007), penelitian ini dilakukan pada subjek perempuan yang sudah menikah dan mengalami pernikahan dengan proses perjodohan. Selain itu, kekhasan lain dari penelitian ini adalah makna pernikahan dilihat berdasarkan dari pengalaman subjek dalam penyesuaiannya terhadap pasangan. Diharapkan dengan melihat makna pernikahan dari perempuan yang dijodohkan akan menggambarkan dan menambahkan ragam makna pernikahan yang berbeda.

Hal penting lainnya dalam kehidupan pernikahan adalah tercapainya kualitas pernikahan yang baik. Sebagian orang beranggapan bahwa pernikahan melalui perjodohan tidak dapat bertahan lama. Namun, Blood (1967) dalam Determinants of Marital Quality in an Arranged Marriage Society menjelaskan bahwa pernikahan melalui perjodohan pada awalnya memiliki tingkat kualitas pernikahan yang rendah, namun akan meningkat seiring dengan lamanya waktu pernikahan dibandingkan dengan pernikahan atas pilihan sendiri, dimana kualitas pernikahan tinggi pada awalnya namun menjadi rendah seiring lamanya waktu pernikahan. Hal ini yang mendukung bahwa pernikahan melalui proses perjodohan bukan sebagai penghalang pasangan suami istri dalam mendapatkan kualitas pernikahan yang baik serta dalam mencapai tujuan pernikahan itu sendiri.


(28)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran penyesuaian pernikahan terhadap pasangan pada perempuan yang dijodohkan?

2. Bagaimana gambaran makna pernikahan pada perempuan yang dijodohkan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran penyesuaian pernikahan dan makna pernikahan pada perempuan yang dijodohkan pada kehidupan pernikahannya.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan di bidang psikologi keluarga dan perkawinan mengenai penyesuaian pernikahan dan makna pernikahan.

b. Dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya mengenai penyesuaian pernikahan dan pemaknaan individu terhadap pernikahan.


(29)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi subjek penelitian

Dapat dijadikan sebagai media dalam mengevaluasi kehidupan pernikahan yang dijalani.

b. Bagi psikolog dan konselor

Dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam melakukan proses konseling keluarga dan perkawinan.

c. Bagi masyarakat luas

Dapat dijadikan sebagai bahan informasi mengenai penyesuaian pernikahan dan pemaknaan pernikahan pada perempuan yang mengalami proses perjodohan.


(30)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pernikahan

1. Definisi Pernikahan

Herning dalam Soewondo (2001) mengatakan bahwa pernikahan adalah suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan yang kurang lebih permanen, ditentukan oleh kebudayaan dengan tujuan mendapatkan kebahagiaan. Menurut Ensiklopedia Indonesia, perkawinan sama dengan nikah. Purwadarmitra dalam Walgito (2000) menjelaskan bahwa pernikahan merupakan perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri. Hornby dalam Walgito (2000), perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami istri. Di dalam pasal 1 UU no 1-1974 dikatakan bahwa :

“Perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Wiken (2002) dalam skripsinya menyebutkan bahwa terdapat dua jenis pernikahan yaitu pernikahan atas dasar cinta dan pernikahan yang diatur oleh kerabat atau orang tua yang disebut perjodohan.


(31)

2. Tujuan Pernikahan

Tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Di samping tujuan tersebut, suatu pernikahan bersifat kekal yaitu pernikahan itu sendiri harus diyakini untuk dilakukan sekali seumur hidup. Bernard (1984) menjelaskan bahwa seseorang menikah memiliki berbagai macam tujuan seperti: cinta, kebutuhan fisik, persahabatan, keinginan memiliki keturunan, keinginan untuk lari dari situasi yang tidak bahagia. Pada umumnya, secara keseluruhan seseorang menikah bertujuan untuk memiliki sebuah keluarga (Reaves, 1994).

3. Kebutuhan dalam Pernikahan

Dalam pernikahan, terdapat suatu tujuan dimana pasangan memutuskan menikah untuk memenuhi kebutuhan individu. Walgito (2000) menjelaskan beberapa kebutuhan-kebutuhan manusia dalam pernikahan yaitu sebagai berikut :

a. Kebutuhan yang bersifat fisiologis, yaitu kebutuhan seksual.

b. Kebutuhan yang bersifat psikologis, yaitu mendapatkan perlindungan, kasih sayang, rasa aman, dihargai dari pasangan. c. Kebutuhan yang bersifat sosial, yaitu manusia membutuhkan


(32)

d. Kebutuhan yang bersifat religi, yaitu adanya dorongan karena adanya kepercayaan sesuai dengan agama ataupun kepercayaan yang dianut.

B. Penyesuaian Pernikahan

1. Definisi Penyesuaian Pernikahan

Penyesuaian pernikahan akan terus dilakukan dalam kehidupan pernikahan. Terlebih dimasa awal pada tahun pertama dan kedua pernikahan sangat diperlukan penyesuaian antara suami dan istri. Menurut Spanier dalam Miranda (1995), penyesuaian pernikahan adalah keterampilan sosial yang diperlukan bagi pasangan yang meraih kebahagiaan atau kepuasan pernikahan. Sedangkan menurut Lasswel dan Lasswel (1987), penyesuaian pernikahan bearti pasangan suami istri belajar untuk mengakomodasi kebutuhan, keinginan, dan harapan untuk tercapainya kebahagiaan dalam hubungan.

Hurlock (1991) menyatakan bahwa penyesuaian perkawinan merupakan proses adaptasi pasangan suami istri untuk dapat mencegah dan menyelesaikan konflik melalui proses penyesuaian diri. Penyesuaian pernikahan merupakan salah satu bentuk penyesuaian diri yang penting dalam kehidupan pernikahan. Hurlock (1953) menyatakan bahwa kebahagiaan atau ketidakbahagiaan pernikahan tergantung pada tingkat penyesuaian yang dilakukan pasangan suami-istri.


(33)

Dapat disimpulkan bahwa penyesuaian perkawinan merupakan proses penyesuaian diri yang dilakukan oleh pasangan suami istri untuk dapat mencegah dan menyelesaikan konflik demi tercapainya kebahagiaan hubungan.

2. Masalah penyesuaian pernikahan

Terdapat banyak masalah penyesuaian diri dalam pernikahan. Hurlock (1990) menyebutkan dari sekian banyak masalah, terdapat empat pokok permasalahan yang paling umum dan penting bagi kebahagiaan pernikahan, yaitu penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian dengan keluarga dari pihak masing-masing pasangan.

a. Penyesuaian dengan pasangan

Masalah penyesuaian pernikahan yang pokok dan dialami oleh pasangan menikah adalah penyesuaian dengan pasangan. Hubungan interpersonal memainkan peran penting dalam kehidupan pernikahan. Hubungan interpersonal jauh lebih sulit untuk disesuaikan dikarenakan adanya faktor yang timbul dari dalam kehidupan individu. Dalam penyesuaian perkawinan yang baik haruslah adanya kesanggupan dan kemauan pasangan suami istri untuk berhubungan dengan mesra dan saling memberi dan menerima cinta (menunjukkan afeksi). Selain saling menunjukkan afeksi satu sama lain, kemampuan dan kemauan untuk saling berkomunikasi juga sangatlah penting.


(34)

Dengan saling berkomunikasi dapat menghindari banyak kesalahpahaman yang menyulitkan penyesuaian perkawinan.

b. Penyesuaian seksual

Penyesuaian seksual berkaitan dengan kepuasan dari pernikahan itu sendiri. Penyesuaian yang tidak mencapai kesepakatan yang memuaskan menjadi penyebab dari suatu pertengkaran dan ketidakbahagiaan pernikahan. Penyesuaian seksual bagi perempuan cenderung lebih sulit dalam mencapai kepuasan dikarenakan perempuan cenderung menutupi dan menekan gejolak seksualnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian seksual adalah perilaku terhadap seks, pengalaman seks masa lalu, dorongan seksual, pengalaman seks marital awal, sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi, dan efek vasektomi.

c. Penyesuaian keuangan

Uang dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penyesuaian diri orang dewasa terhadap pernikahan. Adanya masalah yang timbul akibat dari skema bahwa laki-laki yang mencari nafkah sedangkan perempuan lebih mengurusi rumah tangga.

d. Penyesuaian dengan keluarga dari pihak masing-masing pasangan Masalah hubungan dengan keluarga pihak pasangan akan menjadi serius selama tahun-tahun awal pernikahan dan merupakan penyebab utama perceraian. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dengan pihak keluarga pasangan adalah stereotype tradisional,


(35)

keinginan untuk mandiri, keluargaisme, mobilitas sosial, anggota keluarga berusia lanjut, dan bantuan keuangan untuk keluarga pasangan.

Dari keempat permasalahan yang dialami, hal yang utama dan yang dihadapi pertama kali setelah menikah adalah penyesuaian terhadap pasangan. Kemampuan dalam menghadapi perbedaan dengan pasangan menjadi dasar dalam kehidupan pernikahan selanjutnya, sehingga ketika dihadapkan dengan masalah, dapat bersama dengan pasangan untuk melewatinya. Kemampuan komunikasi yang baik menyumbang kemudahan dalam menyesuaikan diri dengan pasangan.

3. Kriteria keberhasilan penyesuaian pernikahan

Hurlock (1990) menjelaskan kriteria-kriteria yang digunakan dalam menilai tingkat keberhasilan penyesuaian pernikahan seseorang. Kriteria-kriteria tersebut yaitu:

a. Kebahagiaan suami istri

Pasangan yang bahagia memperoleh kebahagiaan berasal dari keberhasilan melakukan peran masing-masing. Adanya cinta membuat mereka dapat melakukan penyesuaian seksual dan menerima peran sebagai orangtua.

b. Hubungan yang baik antara orangtua dan anak

Adanya hubungan yang baik antara orangtua dan anak menjadi gambaran keberhasilan dari penyesuaian pernikahan. Apabila


(36)

hubungan yang dimiliki buruk menyebabkan terjadinya suatu konflik dan membuat penyesuaian menjadi sulit.

c. Penyesuaian yang baik pada anak

Memiliki anak yang mampu dalam menyesuaikan diri pada lingkungan sosial menjadi bukti keberhasilan orangtua dalam penyesuaian pernikahannya dan perannya sebagai orangtua.

d. Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat Perbedaan pendapat yang terjadi akan berakhir dengan tiga kemungkinan, adanya ketegangan tanpa pemecahan, salah satu mengalah, atau masing-masing mencoba saling mengerti pandangan dan pendapat orang lain. Kemungkinan pertama dan kedua hanya dapat mengurangi ketegangan, sedangan kemungkinan yang ketiga yang dapat menimbulkan kepuasan dalam penyesuaian pernikahan.

e. Kebersamaan

Adanya waktu untuk bersama dan menjalin hubungan yang baik merupakan bukti bahwa penyesuaian perkawinan berhasil.

f. Penyesuaian keuangan yang baik

Masalah keuangan merupakan salah satu sumber konflik dalam keluarga. Berapapun besarnya pendapatan, kemampuan dalam mengatur pendapatan sangatlah diperlukan supaya terhindar dari kesulitan keuangan.


(37)

Adanya hubungan baik dengan keluarga dari pihak pasangan yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya ketegangan hubungan.

4. Faktor penyebab masalah dalam penyesuaian perkawinan

Hurlock (1990) menjelaskan beberapa faktor-faktor kesulitan dalam penyesuaian pernikahan, kondisi tersebut adalah :

a. Persiapan yang terbatas untuk pernikahan

Kebanyakan pasangan masih kurang dalam pengetahuannya mengenai kehidupan pernikahan seperti mengasuh anak, dan manajemen uang. b. Peran dalam pernikahan

Adanya kecenderungan perubahan peran dalam pernikahandan konsep yang dimiliki oleh pasangan mengenai peran suami-istri dalam rumah tangga membuat penyesuaian pernikahan menjadi lebih sulit.

c. Kawin muda

Menikah muda dan menjadi orangtua di usia muda membuat seseorang memiliki sedikit kesempatan dalam menambah pengetahuan dan pengalaman dari lingkungan. Hal ini membuat seseorang menjadi iri terhadap orang lain yang memiliki kesempatan yang lebih baik yang kemudian membuat penyesuaian pernikahan menjadi sulit.


(38)

Seseorang yang berada pada lingkungan yang kurang mendukung perkembangannya cenderung memiliki konsep yang tidak realistis tentang makna pernikahan.

e. Pernikahan campur

Pasangan suami-istri yang memiliki latar belakang keluarga yang berbeda memiliki kesulitan dalam penyesuaian pernikahan.

f. Pacaran yang dipersingkat

Pacaran dalam waktu yang singkat membuat pasangan memiliki sedikit waktu dalam mencoba untuk memecahkan berbagai persoalan sebelum dilangsungkan pernikahan.

g. Konsep pernikahanyang romantis

Harapan yang berlebihan mengenai kehidupan pernikahan yang romantis di masa remaja dapat membawa kekecewaan dan menambah kesulitan dalam penyesuaian pernikahan.

h. Kurangnya identitas

Ketika individu dikenal lingkungan dengan identitas yang diberikan oleh oleh orang lain, dapat membuat individu tersebut kehilangan identitas diri.

C. Makna Pernikahan

Makna pernikahan merupakan bagian dari struktur kognitif yang membuat seseorang memahami dan mengevaluasi hubungan pernikahan (Susan & Orbuch, 2001). Bruner (1990) mengungkapkan bahwa diri dan


(39)

kehidupan yang kita bangun merupakan hasil dari proses konstruksi makna, dimana sudah tertanam dalam budaya makna. Pemaknaan membebaskan individu untuk lebih memaknai dan memahami peristiwa masa lalu dan lebih mudah untuk memprediksi peristiwa yang akan datang. Proses pemaknaan melibatkan beberapa komponen aktivitas seperti: kemampuan kognitif dalam mengingat, menganalisis, pikiran seseorang, dan membangun cabang aktivitas seperti reaksi afeksi dan ekspektasi perilaku. Gergen and Gergen (1987) mengungkapkan bahwa makna pernikahan merupakan sebuah narasi atau kenyataan psikologis yang mungkin berhubungan dengan tujuan yang lebih objektif, atau realitas sejarah. Sehingga makna pernikahan merupakan bagian dari struktur kognitif yang membebaskan individu untuk memahami dan mengevaluasi hubungan pernikahan.

Makna pernikahan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, termasuk makna pasangan dan interpretasi mengenai pernikahan. Melalui interaksi, individu membangun suatu makna mengenai kejadian-kejadian, objek-objek, dan mengenai seseorang di dalam lingkungan sosialnya. Ketika pasangan menikah, individu dalam memaknai makna mengenai pernikahan lebih ditentukan oleh keseluruhan pengalaman sosial, bahasa dan budaya kepercayaan umum mengenai pernikahan dibandingkan dengan interaksi dengan pasangan. (Susan & Orbuch, 2001)


(40)

D. Perempuan yang Dijodohkan 1. Perempuan

Perempuan atau wanita dibedakan secara fisik dari laki-laki melalui jenis kelamin yang melekat. Kartono (Ekawati & Wulandari, 2011) menyebutkan bahwa perempuan lebih tertarik pada masalah-masalah kehidupan yang praktis konkrit, sedangkan laki-laki lebih tertarik pada segi-segi yang abstrak. Perempuan dalam fungsi sosial lebih sering memaknai suatu peristiwa dibandingkan dengan laki-laki.

2. Gambaran Perempuan Jawa

Dalam budaya Jawa, perempuan digambarkan sebagai individu dengan perilaku dan sikap yang halus. Menurut Handayani dan Novianto (2004), perempuan Jawa identik dengan kultur Jawa, seperti bertutur kata halusm tenang, kalem, tidak suka konflik, mementingkan harmoni, menjunjung tinggi nilai keluarga, mampu mengerti dan memahami orang lain, sopan, pengendalian diri tinggi atau terkontrol, daya tahan untuk menderita tinggi, memegang peranan secara ekonomi dan setia atau loyalitas tinggi.

Hal tersebut berkaitan dengan sikap hidup orang Jawa dalam Jong (1976), yaitu rila, narima, dan sabar. Rila merupakan langkah pertama ke arah hidup sempurna dimana seseorang harus belajar menyerahkan segala milik, kemampuan, dan hasil kerjanya dengan segala keikhlasan hati. Nerima artinya, merasa puas dengan nasibnya, tidak memberontak,


(41)

menerima dengan rasa terima kasih. Sikap hidup yang ketiga adalah sabar dimana sering dijumpai bersama-sama dengan kedua istilah tadi dan memang merupakan akibatnya. Hanya orang yang menjalankan rila dan narima yang akan menjadi sabar. Seorang yang dengan rela hati menyerahkan diri dan yang menerima dengan senang hati sudah bersikap sabar.

3. Perjodohan

Perjodohan (arranged marriage) adalah suatu pernikahan yang diatur oleh orang tua, atau kerabat dekat untuk sang pasangan, dan biasanya dilakukan pada wanita (Zaidi & Shuraydi, 2002). Zaidi (1999) menjelaskan bahwa terdapat tiga metode dalam pernikahan yang diatur atau perjodohan, yaitu:

a. Tipe direncanakan (planned type)

Pada tipe ini orangtua merencanakan keseluruhan proses dan mempertimbangkan variabel dari segi keluarga dan komunitas. Dalam tipe ini individu yang dijodohkan memiliki interaksi yang rendah dan hanya melihat profil gambar atau bahkan tidak pernah bertemu dengan calon pasangan sampai pada hari pernikahan. Dalam beberapa kasus, pasangan yang dijodohkan mungkin belum pernah bertemu (Hampton, 2010).


(42)

b. Tipe delegasi (delegation type)

Pada tipe ini anak ikut ambil bagian dalam pemilihan pasangan. Calon anak yang akan menikah, terlebih pada laki-laki, mengajukan syarat pada orangtuanya mengenai tipe calon pasangan yang mereka inginkan. Kemudian orangtua akan berusaha untuk mencari pasangan sesuai dengan keinginan anak.

c. Joint Venture

Pada tipe ini baik orangtua dan anak secara aktif berpartisipasi dalam proses pemilihan. Cornack, Shah, dan Kurian dalam Zaidi (1999) menyebutkan bahwa latar belakang keluarga, status ekonomi, karakteristik umum, reputasi keluarga, nilai dari mahar, dan efek terhadap aliansi merupakan faktor yang menjadi pertimbangkan dalam pemilihan pasangan hingga pada keputusan final yang dibuat.

E. Penyesuaian Pernikahan Dengan Pasangan dan Makna Pernikahan pada Perempuan yang Dijodohkan

Pada umumnya perempuan yang menikah mendambakan suatu pernikahan yang bahagia. Individu akan berusaha untuk menghindari konflik dan melakukan suatu usaha dalam mempertahankan pernikahannya. Keberhasilan suatu pernikahan merupakan hasil dari penyesuaian pernikahan yang baik. Individu yang menikah pasti akan melakukan suatu penyesuaian pernikahan di masa awal tahun pernikahan. Perubahan pola dan bentuk keluarga membuat individu berusaha untuk melakukan berbagai perilaku


(43)

untuk menyesuaikan diri dengan kondisi pernikahan. Perempuan yang dijodohkan memiliki penyesuaian yang berbeda dengan perempuan yang tidak dijodohkan. Perempuan yang dijodohkan melakukan penyesuaian terhadap pasangan setelah menikah dikarenakan minimnya masa pengenalan terhadap pasangan sebelum menikah.

Setiap individu memaknai pernikahannya secara berbeda. Perempuan yang dijodohkan pasti akan mengalami kesulitan dan diperlukan usaha yang lebih dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan pernikahan. Tidaklah mudah untuk memutuskan menikah dengan seseorang yang dipilihkan oleh orang lain. Namun, individu akan tetap menaruh harapan terhadap pernikahan yang akan dijalani. Bagaimana individu memahami tentang arti dari pernikahan yang dijalani, alasan memutuskan pernikahan, dan menjalin hubungan dengan pasangan menjadi dasar dalam individu memaknai pernikahannya.


(44)

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Metode kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena terkait dengan apa yang dialami oleh subjek penelitian (Moleong, dalam Herdiansyah, 2010). Penelitian kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami suatu central phenomenon, suatu proses atau kejadian, atau suatu fenomena. (Creswell, 1998).

Metode kualitatif dipilih karena peneliti ingin melihat secara lebih mendalam proses penyesuaian dan makna pernikahan yang dipahami oleh subjek. Hasil dari penelitian hadir dalam konteks yang berbeda sehingga metode kuantitatif tidak dapat melihat perbedaan penyesuaian pernikahan dan makna pernikahan dari beberapa subjek.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada bagaimana penyesuaian pernikahan perempuan yang dijodohkan. Selain itu, berdasarkan pengalaman tersebut akan dilihat makna pernikahan yang dipahami oleh perempuan yang mengalami proses perjodohan dalam hidup pernikahannya.


(45)

Penyesuaian pernikahan terhadap pasangan merupakan suatu usaha yang dilakukan dalam menyesuaikan diri terhadap pasangan atas perbedaan yang muncul sehingga dapat menghindari konflik dalam kehidupan pernikahan.

b. Makna pernikahan

Makna pernikahan merupakan bagian dari struktur kognitif yang membuat seseorang memahami dan mengevaluasi hubungan pernikahan (Susan & Orbuch, 2001). Makna pernikahan didapat dari pengalaman pernikahan secara langsung dan melalui interaksi sosial. Individu mencoba berpikir untuk berusaha menyadari apa yang dialami dan apa yang dirasakan sebagai bentuk evaluasi diri terhadap perilaku dan tujuan yang ingin dicapai dalam pernikahan.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode wawancara semi-terstruktur (Creswell, 2012). Wawancara adalah alat pengumpulan informasi dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan (Margono, 2003). Penelitian ini akan membantu peneliti untuk mendapatkan informasi serta dapat secara fleksibel mengembangkan pertanyaan sesuai dengan respon yang diberikan subjek penelitian. Akan tetapi, peneliti tetap membuat daftar pertanyaan sebagai panduan dalam proses wawancara.

Berikut adalah panduan pertanyaan dalam wawancara semi terstruktur yang telah dilakukan :


(46)

Tabel 1

Panduan pertanyaan dalam wawancara No Tujuan Pertanyaan Pertanyaan 1. Mengetahui pemahaman

mengenai definisi dan tujuan pernikahan.

a. Menurut anda apa yang dimaksud dengan pernikahan?

b. Menurut anda apa yang menjadi tujuan dari pernikahan?

2. Mengetahui

permasalahan yang dihadapi setelah menikah.

a. Bagaimana proses anda bertemu dan hingga memutuskan untuk menikah dengan pasangan? b. Bisakah anda menceritakan

kehidupan sehari-hari pernikahan anda?

c. Selama menjalani kerhidupan pernikahan, apa permasalahan atau kesuliatan yang dihadapi dengan pasangan?

3. Mengetahui gambaran penyesuaian pernikahan.

a. Apa upaya yang anda lakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut?

4. Mengetahui gambaran makna pernikahan.

a. Bagaimana perasaan anda selama menjalani pernikahan dengan pasangan?

b. Bagaimana anda melihat kehidupan pernikahan yang sudah dijalani?

c. Setelah menjalani pernikahan, makna apa yang diperoleh dari pernikahan?


(47)

D. Prosedur Pengambilan Data

Proses pengumpulan data melalui wawancara terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

1. Mencari subjek yang sesuai dengan tujuan dari penelitian.

2. Memberikan informed concern dan membangun rapport. Hal ini untuk melindungsi subjek serta memberikan gambaran dan menjelaskan tujuan dari penelitian yang dilakukan.

3. Menentukan waktu yang sesuai dan disepakati oleh subjek.

4. Peneliti menyusun panduan daftar pertanyaan yang bersifat semi-terstruktur.

5. Melaksanakan proses wawancara terhadap subjek.

E. Subjek Penelitian

Di dalam pemilihan subjek, subjek difokuskan pada perempuan yang mengalami proses perjodohan dalam hidup pernikahannya. Pemilihan subjek perempuan dikarenakan perempuan lebih mudah dalam mengekspresikan perasaan daripada laki-laki (Santrock, 2002). Berikut merupakan kriteria subjek penelitian, yaitu:

1. Perempuan yang sudah menikah melalui proses perjodohan.

2. Perempuan yang berusia 16 tahun ke atas, sesuai dengan Undang-undang Pernikahan mengenai usia perempuan yang diperbolehkan untuk menikah.


(48)

F. Analisis Data

Analisis data menggunakan analisis fenomenologi interpretatif yang bertujuan untuk mengeksplorasi secara lebih terperinci bagaimana para partisipan memaknai dunia personal dan dunia sosial mereka (Smith, 2008). Metode analisis data dilakukan melalui langkah berikut, yaitu:

1. Menentukan unit makna dari setiap baris verbatim pada jawaban dari informan.

2. Menentukan tema-tema sentral dari unit makna dimana tema sentral merupakan sebuah refleksi dari peneliti.

3. Menggabungkan tema-tema sentral yang memiliki tema sama atau yang saling berhubungan menjadi satu kategori yang disebut tema umum.

4. Hasil dari kategori tersebut diolah dan diambil kesimpulan umum.

G. Kredibilitas Penelitian

Dalam mencapai kredibilitas penelitian, pertama-tama peneliti memeriksa kembali transkrip-transkrip rekaman wawancara untuk memastikan tidak adanya kesalahan-kesalahan ataupun kurangnya data. Jika ada data yang kurang, peneliti kembali kepada informan untuk menanyakan kembali dan memastikan kembali data yang diperlukan (Creswell, 2009).

Cara yang dilakukan oleh peneliti untuk mencapai validitas penelitian yaitu dengan member check (Creswell, 1998). Member check dilakukan dengan melakukan kroscek verbatim kepada informan. Hal ini bertujuan agar


(49)

data wawancara yang diperoleh peneliti merupakan data yang benar-benar mewakili jawaban sebenarnya dari para informan.


(50)

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Informan

Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan tiga orang perempuan yang menikah melalui proses perjodohan sebagai informan. Berikut ini adalah profil dari informan dalam penelitian ini :

1. Informan M

Informan pertama adalah seorang perempuan berusia 28 tahun dengan inisial M. Informan M memiliki latar pendidikan D3 di bidang akuntansi. Saat ini, informan bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan swasta di Klaten. Baik informan dan pasangan beragama Kristen. Informan M menikah dengan pasangannya yang sekarang berusia 30 tahun pada tahun 2013 dan telah dikaruniani satu orang anak laki-laki berusia 1 tahun.

Informan terlebih dahulu sudah mengenal pasangan yang merupakan teman lama. Kemudian, orangtua informan secara tidak sengaja mempertemukan kembali dengan calon pasangan. Tidak membutuhkan waktu lama dalam mengenal calon pasangan. Kurang lebih dua minggu proses pengenalan kemudian informan dan calon pasangan memutuskan untuk menikah.


(51)

2. Informan W

Informan kedua adalah seorang perempuan berusia 31 tahun dengan inisial W. Informan W memiliki latar pendidikan SMP. Informan berasal dari Wedi, Klaten. Saat ini informan bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tinggal di Tangerang mengikuti pasangan. Informan W menikah dengan pasangannya yang sekarang berusia 32 tahun pada bulan Februari 2015. Awalnya informan W beragama Islam, kemudian setelah memutuskan untuk menikah informan berpindah agama menjadi Katolik.

Sebelum menikah, informan W tinggal bersama dengan kakak perempuannya. Informan sudah menjadi yatim piatu sejak ia remaja. Dikarenakan umur yang sudah menginjak 30 tahun, kerabat informan mencoba mengenalkannya kepada calon pasangan. Antara kerabat dan orangtua calon pasangan terjalin suatu kesepakatan yang disetujui oleh kedua calon pasangan. Lama informan dalam mengenal pasangan adalah kurang dari 6 bulan hingga akhirnya informan bersedia menikah dengan calon pasangan. Informan juga bersedia untuk berpindah agama mengikuti calon pasangannya.

3. Informan S

Informan ketiga adalah seorang perempuan berusia 38 tahun dengan inisial S. Informan S memiliki latar pendidikan SD. Informan berasal dari Tegalrejo, Gunungkidul, Yogyakarta. Informan menganut agama Islam. Informan W menikah dengan pasangan pada tahun 2003


(52)

dan telah dikaruniani 2 orang anak. Pasangan informan bekerja sebagai pedagang di Jakarta sedangkan informan tinggal di Tegalrejo bersama dengan kedua anaknya. Informan merupakan ibu rumah tangga yang kesehariannya mengurus rumah dan merawat anak.

Informan mengenal calon pasangan saat mengikuti pengajian di lingkungan tempat tinggalnya. Calon pasangan merupakan tetangga informan dan sudah saling mengenal. Oleh kedua orangtua calon pasangan, memutuskan untuk menjodohkan keduanya. Hingga akhirnya diadakan suatu lamaran dan kemudian diikuti dengan pelaksanaan upacara pernikahan.

B. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data dilakukan secara bertahap pada masing-masing informan. Pada tahapan awal dilakukan pada tanggal 12 Juni 2015 sampai dengan 25 Juni 2015 untuk ketiga informan. Pada tahapan pertama meliputi wawancara tak terstruktur untuk menggali data demografi informan. Pada tahapan ini, data yang diperoleh meliputi nama, tempat tinggal, latar belakang pendidikan, latar belakang keluarga, keadaan lingkungan tempat tinggal dan informasi mengenai keseharaian dari informan.

Pengambilan data berikutnya dilanjutkan pada tanggal 04 Juli 2015 sampai dengan 07 Agustus 2015. Pada tahapan ini merupakan pengambilan data dengan melakukan wawancara semi-terstruktur untuk menggali pengalaman hidup, perasaan, dan pemikiran informan berkaitan dengan


(53)

pengalaman informan menikah dengan calon pasangan melalui proses perjodohan. Selama proses pengambilan data, peneliti menggunakan alat perekam suara untuk membantu peneliti mengolah data verbatim dan alat tulis untuk mencatat hal-hal penting.

C. Hasil Penelitian 1. Informan M

a. Proses Perjodohan

Informan M mengalami proses perjodohan melalui orangtua (Ibu). Sebelumnya, informan sudah pernah menjalani hubungan dengan seseorang atas pilihan sendiri. Namun, informan selalu gagal dalam menjalin hubungan. Kemudian informan menceritakan apa yang dialami kepada orangtua yang kemudian orangtua berusaha memberi solusi atas permasalahan yang dialami. Kemudian ibu informan mengenalkan kepada calon pasangan yang ternyata merupakan teman lama. Informan tidak melalui proses pacaran tetapi melalui masa pengenalan kurang lebih 2 minggu.

“Dalam satu titik saya merasa jenuh dengan suatu hubungan. Karena memulai hubungan akhirnya selalu gagal.” (M, 9-13)

“Saya cerita ibu saya, udah bosen, trus ibu kenalin dengan mr

itu. Dari cuma kenal trus deket, dapet kepercayaan… kalo ibu


(54)

saya. Makanya saya kasih kepercayaan ke ibu saya untuk memilihkan.” (M, 18-27)

“Awalnya ragu tapi akhirnya mendengar ijab qabul yang diucapkan suami saya trus saya menyerahkan hidup saya kepada suami.” (M, 38-43)

Pada awalnya informan merasa ragu terhadap perjodohan tetapi informan memberikan kepercayaan lebih terhadap orangtua untuk memilihkan calon pasangan. Informan beranggapan bahwa orangtua akan memilihkan calon pasangan yang baik. Kegagalan dalam menjalani hubungan sebelumnya merupakan dorongan informan dalam menerima perjodohan. Dengan mencoba mengenal calon pasangan melalui perjodohan, informan memiliki harapan untuk mendapatkan kepastian hubungan yang akan dijalani.

“Dapet kepastian, karena setiap dalam hubungan, saya tidak mendapat kepastian dari pasangan saya sebelumnya. Yah, makanya saya percayakan kepada ibu saya.” (M, 58-63)

“Karena saya percaya sama ibu saya, karena yang dikenalkan sama ibu saya pasti sudah ditimbang bibit bebet dan bobotnya.” (M, 70-74)

b. Penyesuaian dengan pasangan

Penyesuaian dengan pasangan ditunjukkan melalui proses komunikasi. Informan menjalin hubungan komunikasi yang baik


(55)

sehingga dalam kehidupan sehari-hari informan dengan pasangan dapat saling mengerti kebutuhan dari masing-masing pribadi. Selain itu, perbedaan dan hal-hal yang kurang disukai juga dikomunikasikan kepada pasangan. Hal tersebut sebagai upaya dalam menerima perbedaan yang dimiliki dari masing-masing pribadi. Hubungan saling melengkapi secara emosi juga ditunjukkan ketika sedang menghadapi permasalahan atau konflik rumah tangga. Masing-masing pribadi menunjukkan sikap dewasa dengan mencoba introspeksi diri untuk mencoba memperbaiki diri.

“Saya butuh apa ngomong, dia butuh apa ngomong.” (M, 222-223)

“Ya dikomunikasain aja. Jadi dalam komunikasi kan jadi bisa instrospeksi diri, lebih enak. jadi lebih mengenal gitu.” (M, 227-231)

c. Makna Pernikahan

Informan M memaknai pernikahan yang ia jalani sebagai pernikahan yang berharga dan bahagia. Pernikahan berharga dikarenakan ia memiliki pasangan yang menyayanginya dan telah dikaruniani anak. Ia merasa beruntung memiliki pasangan yang baik dan bersyukur atas pernikahan yang sedang dijalani dapat bertahan hingga saat ini.


(56)

“Gimana ya, pernikahan menjadi hal yang berharga bagi saya. Awalnya yang saya pandang sebelah mata sebelumnya, sekarang luar biasa, punya suami yang sayang sama saya, punya anak, punya keluarga.” (M, 247-254)

“Saya merasa beruntung, suami pengertian, saya masih boleh berkarir, saya boleh keluar sama teman-teman saya. Ngasih kepercayaan ke saya.” (M, 169-173)

“Saya bersyukur, seneng, karena ga semua pernikahan yang dijodohkan yang bakal gagal. Ya contohnya saya sampai saat ini masih bertahan. Seiring berjalan waktu saya sudah cinta sama dia.” (M, 236-243)

Ia menganggap pernikahan adalah sebagai gabungan dari dua orang untuk saling melengkapi dan mengimbangi secara emosional. Hal tersebut ia dapat dari pasangannya, dimana pasangannya melengkapi dalam segi emosional. Pasangannya mampu dalam menghadapi sifat dirinya yang cenderung emosional. Sebaliknya sifat pasangan yang kalem dapat menetralkan ketika dirinya sedang emosi. Begitu pula dirinya terhadap suaminya sehingga tercipta hubungan yang saling melengkapi dan mengimbangi.

“Ya pernikahan itu gabungan dari dua orang untuk saling mengisi, saling mengimbangi secara emosi.” (M, 137-140)


(57)

“Saya orangnya yang menggebu-gebu, suami saya yang kalem, dia menetralkan. Kalo pas dia yang emosi ya saya yang menenangkan. Jadi saling melengkapi.” (M, 181-187)

Kebahagiaan pernikahan ia dapat dari kehidupan pernikahan yang ia jalani bersama pasangan dan anak. Dalam kesehariannya ia mendapat dukungan emosional dari pasangan dan menjalani relasi romantis bersama pasangan. Pasangan memberikan perhatian melalui hal sederhana yang membuatnya terharu. Selain itu, sifat pasangan yang pengertian dan memberikan kepercayaan membuatnya merasa beruntung. Sesuai dengan tujuan pernikahan dimana pernikahan adalah untuk membangun keluarga dan bertanggung jawab terhadap keluarga. Dalam kehidupan pernikahannya ia berusaha mewujudkan tujuan dari pernikahannya bersama dengan pasangan.

“Kebahagiaan. Saya dapet suami yang pengertian, trus punya anak. Ya bahagia mbak, bisa menjalani kehidupan bareng

mereka, syukur.” (M, 259-264)

“Tapi dia lakuin hal-hal kecil yang bikin saya terharu. Pulang kantor bawain saya jus, trus pas hujan bawain saya payung.” (M, 163-168)

“Seiring berjalan waktu saya sudah cinta sama dia.” (M, 241 -243)


(58)

“Membangun sebuah keluarga yang baru, bertanggung jawab

atas keluarga sendiri, punya anak gimana bisa merawat anak.” (M, 143-147)

2. Informan W

a. Proses Perjodohan

Informan W mengalami proses perjodohan melalui kerabat dan orangtua calon pasangan. Sebelumnya, informan mengalami pengalaman tidak menyenangkan saat menjalani hubungan dengan pasangan pilihannya sendiri. Akhirnya informan memutuskan untuk tidak menjalin hubungan dengan orang lain hingga akhirnya informan dipertemukan dengan calon pasangan. Dengan pertimbangan sifat dari calon pasangan dan pandangan baik terhadap perjodohan, informan menerima perjodohan dan menjalin hubungan singkat dengan calon pasangan kemudian memutuskan untuk menikah. Informan beranggapan bahwa calon yang dipilihkan orangtua pastilah baik dan belum tentu dapat menemukan pasangan yang baik dengan usaha sendiri. Dengan menerima perjodohan dan menikah, informan berharap dapat memiliki kehidupan yang lebih baik, yang jauh dari masalah.

“Awal ketemu, ngene yo, tangga kenal karo bapak ibune trus bapak kene cerita, anakku pengen nduwe bojo trus tangga kene kenalke aku, kowe gelem ra, trus ak yo jawabe yo kenalan sek,


(59)

mengko lebih lanjut kan jalanin sek. Yo gur ngono trus kenalan.” (W, 5-15)

“Yo yen ak, kabeh uwong kan punya masa lalu. pikirku wes wegah pacaran. Ak nonton mas s wi bener-bener tanggung jawab isoh nampa aku apa anane lan mas s juga wes cerita.” (W, 39-47)

“Aku menanamkan nang atiku dewe bahwa daripada aku golek dewe malah salah uwong. Iki malah uwong sek dikenalke wong tuwa mungkin lebih baik dan ngebimbing.” (W, 122-125)

“Yo dapet kehidupan yang lebih baik. (W, 153-154) Jauh dari masalah.” (W, 157)

b. Penyesuaian dengan pasangan

Dalam penyesuaian dengan pasangan, informan mencoba untuk terbuka terhadap pasangan begitu pula sebaliknya. Melalui komunikasi langsung informan mencoba memahami apa yang disukai dan yang tidak disukai dari pasangan. Informan dan pasangan berusaha saling mengkomunikasikan perbedaan pendapat sehingga mengurangi kesalahpahaman dalam rumah tangga. Dalam hal komunikasi, informan dan pasangan saling berdiskusi ketika menghadapi permasalahan. Ketika menghadapi konflik, informan dan pasangan memberikan waktu untuk mereka introspeksi diri. Selain itu, perilaku mengalah terhadap pasangan juga menjadi solusi terhadap konflik yang sedang dialami.


(60)

“Lewat komunikasi, yo wes suwe suwe yo ngerti apa sek disenengi dek e, apa sek ora disenengi dek e.” (W, 57-61)

“Penyelesaiane yo wes dirembug meneh, kan pas meneng ya awak dewe sih intropeksi dewe yo salah siji kudu ngalah.” (W, 91-95)

“Pas dek e meneng ak lagi berusaha njelaske, umpama sek dadi masalah ceritaku yo aku jelaske nganti dek e ngerti. Yo wis rukun meneh.” (W, 108-114)

c. Makna pernikahan

Informan W memaknai pernikahan yang ia jalani sebagai anugerah. Sebelum menjalani pernikahan, ia memiliki harapan pernikahan adalah untuk dapat memiliki kehidupan yang lebih baik. Hal tersebut ia dapat dari pernikahan yang ia jalani saat ini dimana ia dapat menjalani kehidupan yang mapan dan dapat menentukan tujuan hidupnya untuk membahagiakan keluarga kecilnya. Ia merasa bahagia terhadap pernikahan yang ia jalani, selain karena dapat menjalani kehidupan yang lebih baik, ia juga menjalani relasi romantis bersama pasangan. Pernikahan dipandang sebagai pernikahan yang serius dan sekali untuk seumur hidup. Ia tidak ingin dalam menjalani kehidupan pernikahan yang berujung kegagalan. Sehingga ia memiliki harapan pernikahan yang ia jalani saat ini untuk memiliki keturunan,


(61)

membangun sebuah rumah, dan hidup berkecukupan bersama pasangan.

“Yo dapet kehidupan yang lebih baik.” (W, 153-154)

“Yo anugrah, lebih mapan, aku punya tujuan. Kemarin-kemarin tujuanku masih ngambang, sekarang punya suami jadi punya tujuan.” (W, 259-265)

“Iya, saiki lebih subur. Haha… aku seneng, aku karo bojoku urip dewe, mandiri.” (W, 212-215)

“Aku wes seneng. Ngangeni juga nek pisah. Dek e juga

kangen.“ (W, 281-283)

“Pernikahan, aku pengen pernikahan sekali nikah seumur hidup. Aku ga mau buat main-main.” (W, 221-224)

3. Informan S

a. Proses Perjodohan

Sebelumnya informan S sudah terlebih dahulu mengenal pasangan saat mengikuti pelajaran mengaji. Kemudian oleh orangtua dijodohkan dan dinikahkan. Informan menerima perjodohan karena sudah terlebih dahulu mengenal pasangan.


(62)

“Awal tahun pernikahan, tunangan dulu. Tunangan terus menikah.” (S, 50-52)

b. Penyesuaian dengan pasangan

Dalam penyesuaian dengan pasangan, informan S berusaha memahami apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pasangan. Informan berusaha menanyakan secara langsung apa yang dibutuhkan oleh pasangan. Melalui komunikasi, informan memahami kekurangan dan kelebihan dari pasangan sehingga informan dapat mengerti pasangan begitu pula sebaliknya. Informan juga menjalin hubungan yang saling menghormati dan menyayangi sehingga mengurangi permasalahan dan konflik dalam rumah tangga.

“Saling mengerti, umpamanya kekurangannya suami saya begini, saya harus mengerti begini. Kalau kekurangan saya begini ya suami saya harus mengerti saya begini.” (S, 95-130)

“Ga pernah. Kan saling mengerti. Dalam rumah tangga kalau saling mengerti kan ga pernah ada masalah.” (S, 87-91)

c. Makna pernikahan

Informan S memaknai pernikahan yang ia jalani sebagai pernikahan yang bahagia. kebahagiaan ia peroleh dari pasangan dan kedua anaknya. Ia berpandangan bahwa pernikahan adalah sakral


(63)

dimana jodoh merupakan takdir Tuhan. Ia merasa berjodoh dengan pasangan sehingga ia merasa pernikahan yang dijalani merupakan pemenuhan takdir dari Tuhan. Sesuai dengan tujuan pernikahan yaitu untuk memenuhi takdir Tuhan. Ia menjalani pernikahan bersama dengan pasangan dan berusaha untuk saling menerima, menghormati, dan menyayangi satu sama lain. Ia merasa bahagia dengan pernikahan yang ia jalani. Selain itu, hubungan saling sayang menyayangi dengan pasangan membuat dirinya merasa bangga memiliki pasangan yang baik. Baginya pernikahan yang ia jalani saat ini merupakan pernikahan yang sudah sesuai dengan hukum Islam dimana menjalani pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

“Bahagia yang sakinah, mawaddah, warahmah.” (S, 217-218)

“Ya bahagia yang seperti ini, dikaruniani anak. Udah bangga dikaruniani anak dua.” (S, 121-124)

“Pernikahan itu, emh pernikahan itu sakral.” (S, 15)

“Nggih ya kabeh uwong kan wonten jodohe dewe-dewe. Pun ditakdirke kalih Gusti Allah wonten jodohe niki kalih niki, kedah berjodoh.” (S, 18-24)

“Ya itu saling menghormati, saling sayang menyayangi.” (S, 189-191)


(64)

D. Pembahasan

1. Proses perjodohan

Dilihat dari pengalaman proses perjodohan yang dialami ketiga informan, ketiga informan mengalami perjodohan dengan tipe Joint Venture. Zaidi (1999) menjelaskan bahwa tipe Joint Venture merupakan salah satu metode perjodohan dimana baik orangtua dan anak secara aktif berpartisipasi dalam proses pemilihan pasangan. Orangtua atau kerabat mempertimbangkan faktor-faktor tertentu dalam mencari calon pasangan. Namun, keputusan dalam menerima pasangan untuk melakukan pernikahan tetap dilakukan oleh calon pasangan yang bersangkutan.

Keterlibatan orangtua dalam pemilihan pasangan dialami oleh Informan M dan informan S, sedangkan pemilihan pasangan terhadap informan W dilakukan oleh kerabat dekat dan orangtua calon pasangan. Baik ketiga informan memiliki respon yang baik terhadap perjodohan dan mau menerima dikarenakan terdapat pandangan bahwa pasangan yang dipilihkan oleh orangtua pasti merupakan calon pasangan yang baik. Cornack, Shah, dan Kurian (dalam Zaidi, 1999) menyebutkan bahwa latar belakang keluarga, status ekonomi, dan karakteristik umum menjadi beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan pasangan. Faktor-faktor ini yang menjadi dasar orangtua dalam memilihkan calon pasangan.

Berdasarkan cerita pengalaman dari para informan, diketahui bahwa dorongan dalam menerima perjodohan adalah berdasarkan dari


(65)

pengalaman masa lalu dimana informan gagal dalam menjalin hubungan dengan orang lain atas pilihan sendiri. Informan M dan informan W mengalami pengalaman kegagalan dalam menjalani hubungan bahkan mengalami penipuan yang dilakukan oleh pasangan. Akibat dari kegagalan hubungan yang dialami, informan M berusaha untuk mendapatkan kepastian hubungan dari orang lain melalui perjodohan. Sedangkan informan W berprinsip untuk tidak melakukan proses pacaran terhadap pasangan pilihan sendiri sehingga, informan W menerima pasangan yang telah dipilihkan dengan harapan dapat memiliki kehidupan yang lebih baik. Kegagalan hubungan dengan pasangan pilihan sendiri yang dialami di masa lalu menjadi dorongan informan untuk menerima perjodohan. Dorongan tersebut didukung dengan pandangan baik mengenai calon pasangan yang dipilihkan oleh orangtua dan kemungkinan tinggi dalam hal dukungan baik dari pihak keluarga.

2. Penyesuaian pernikahan terhadap pasangan

Penyesuaian pernikahan merupakan proses penyesuaian diri yang dilakukan oleh pasangan suami-istri untuk dapat mencegah dan menyelesaikan konflik dalam rumah tangga demi tercapainya kebahagiaan hubungan. Hal tersebut dialami oleh ketiga subjek, dimana dalam menjalani kehidupan rumah tangga dari masa awal pernikahan hingga saat sudah memiliki anak secara terus menerus berusaha


(66)

menyesuaikan diri. Masalah penyesuaian diri yang paling nampak dalam pasangan yang dijodohkan adalah penyesuaian dengan pasangan.

Ketiga informan menunjukkan penyesuaian dengan pasangan melalui bentuk komunikasi dengan pasangan dan bentuk hubungan romantis terhadap pasangan. Informan M mengkomunikasikan kebutuhan dan keinginan kepada pasangan. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lasswel dan Lasswel (1987) dimana penyesuaian perkawinan merupakan bentuk pembelajaran suami-istri dalam mengakomodasikan kebutuhan, keinginan, dan harapan utnuk tercapainya kebahagiaan dalam hubungan. Selain itu, informan mengkomunikasikan hal yang tidak disukai dari pasangan dengan tujuan untuk dapat menerima perbedaan yang dimiliki dari pasangan. Begitu pula dengan perilaku pasangan yang juga mau mengkomunikasikan kebutuhan terhadap diri informan. Di sisi lain, hubungan romantis ditunjukkan melalui perilaku sehari-hari dalam memberikan perhatian terhadap pasangan. Secara tidak langsung hal tersebut merupakan bentuk afeksi yang ditunjukkan kepada pasangan yang membuat diri informan merasa diperhatikan dan dicintai oleh pasangan.

Bentuk penyesuaian dengan pasangan yang dialami informan W sedikit berbeda dengan informan M dimana bentuk komunikasi yang terjadi merupakan salah satu solusi dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dalam kehidupan pernikahan. Hurlock (1991) menyatakan bahwa penyesuaian perkawinan merupakan proses adaptasi pasangan suami-istri


(67)

untuk dapat mencegah dan menyelesaikan konflik. Informan W mengkomunikasikan perbedaan pendapat dalam tujuan untuk memberi penjelasan terhadap pasangan mengenai kesalahpahaman yang terjadi. Komunikasi yang dilakukan merupakan media untuk berdiskusi dengan pasangan untuk menemukan solusi serta menjadi bagian dari introspeksi diri ketika menghadapi konflik dengan pasangan. Selain itu, informan W berusaha untuk terbuka terhadap pasangan mengenai perasaan yang dirasakan. Hubungan romantis juga ditunjukkan melalui perilaku dalam menunjukkan bentuk perhatian dan adanya keinginan untuk selalu bersama.

Informan M dan informan W merupakan pasangan dengan usia pernikahan yang tergolong pada usia pernikahan di tahun-tahun awal. Tahun-tahun awal masa pernikahan merupakan masa yang paling rawan dikarenakan minimnya pengalaman bersama. Menurut Clinebell & Clinebell (2005), periode awal pernikahan merupakan masa penyesuaian diri, dan krisi muncul saat pertama kali memasuki jenjang pernikahan. Pasangan suami istri harus banyak belajar tentang pasangan masing-masing dan diri sendiri yang muali dihadapkan dengan berbagai masalah. Walaupun masa awal pernikahan merupakan masa bahagia karena memulai hubungan keluarga yang baru, pasangan tetap dituntut untuk saling memahami, memberi, dan menerima. Sehingga dibutuhkan penyesuaian yang lebih dibandingkan dengan pasangan yang sudah menikah dalam jangka waktu lama.


(68)

Bentuk penyesuaian dengan pasangan yang dialami informan S dalam bentuk komunikasi lebih bersifat toleransi terhadap pasangan. Dalam usahanya menyesuaikan diri dengan pasangan, informan berusaha untuk mengerti, memahami, dan menerima diri pasangan. Informan S berusaha untuk mengerti kekurangan dan kelebihan yang dimiliki pasangan. Pengetahuan yang dimiliki mengenai pasangan menjadikan informan S untuk menerima diri pasangan apa adanya. Informan berusaha menghormati apa yang ada pada diri pasangan, begitu pula sebaliknya dimana pasangan juga menghormati apa yang ada pada diri informan. Hal inilah yang membuat informan merasa bahwa kehidupan pernikahan yang dialami sudah mencapai kebahagiaan dan kepuasaan pernikahan. Tidak ada hubungan saling menuntut dalam kehidupan pernikahan. Melainkan, hubungan pernikahan yang didasari dari saling sayang menyayangi.

Sesuai dengan penyesuaian dengan pasangan yang telah disampaikan oleh Hurlock (1990) bahwa, penyesuaian dengan pasangan merupakan masalah pertama dan umum yang dialami oleh pasangan menikah. Dalam penyesuaian perkawinan yang baik haruslah adanya kesanggupan dan kemauan suami-istri untuk berhubungan dengan mesra dan saling memberi dan menerima cinta. Adanya kemampuan komunikasi yang baik, pasangan suami-istri dapat terhindar dari banyak kesalahpahaman yang terjadi dalam kehidupan pernikahan.


(1)

37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77

Jadi menikah karna jodoh?

(Nggih.)

Trus, mbak bertemu

dengan suaminya

prosesnya seperti apa ya?

Ketemu, ya ketemu. Sama-sama ngaji.

Trus, memutuskan untuk menikah, di awal tahun pernikahan seperti apa?

Awal tahun pernikahan, tunangan dulu.

Tunangan terus menikah.

Kemudian habis

menikah, mbak kan

belum mengenal

banget, trus seperti apa itu mbak?

Kan sebelum menikah kan, udah tunangan. Pas tunangan kan udah saling mengerti apa kekurangan. Yang

lakinya apa

kekurangannya. Sukanya apa.

Mbak tahunya

kekurangan dan

kesukaannya dari mana?

Ya bertanya.

Ada ga mbak,

perbedaan sebelum dan sesudah menikah?

Ada, perbedaannya ya…

dulunya belum punya anak, ya sekarang sudah punya anak.

Bertemu saat mengikuti kegiatan mengaji.

Bertunangan kemudian menikah.

Mengenal pasangan saat bertunangan. Hubungan saling mengerti dengan pasangan.

Bertanya kepada pasangan tentang kekurangan dan kesukaannya.

Perbedaan sebelum dan sesudah menikah yaitu adanya anak.

Bertemu saat mengikuti kegiatan mengaji.

Bertunangan

kemudian menikah.

Mengenal pasangan sebelum menikah. Hubungan saling mengerti dengan pasangan.

Proses komunikasi dengan pasangan.

Perubahan bentuk keluarga setelah menikah.


(2)

78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119

Dulunya sayangnya cuman sama istrinya, sekarang sayang sama anaknya juga.

Saling sayang menyayangi.

Trus selama menikah ada ga masalah yang muncul?

Ga pernah. Kan saling mengerti. Dalam rumah tangga kalau saling mengerti kan ga pernah ada masalah.

Nah, caranya untuk saling mengerti itu seperti apa?

Saling mengerti, umpamanya

kekurangannya suami saya begini, saya harus mengerti begini.

Kalau kekurangan saya begini ya suami saya harus mengerti saya begini.

Begitu, apa itu diterapkan oleh suami mbak?

Ya.

Selama ini dengan cara saling mengerti, apakah permasalahannya bisa berkurang?

Bisa.

Selama menjalani

pernikahan ini,

perasaan mbak gimana ya mbak?

Ya bahagia.

Bahagia, ada contohnya mbak kebahagiaan

Hubungan saling menyayangi.

Tidak adanya masalah dalam rumah tangga karena saling mngerti atau memahami.

Saling mengerti kekurangan dari pasangan.

Perasaan bahagia dalam menjalani pernikahan.

Hubungan saling menyayangi.

Tidak ada masalah pernikahan.

Saling mngerti kekurangan dari pasangan.

Pernikahan yang bahagia.


(3)

120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158

seperti apa?

Ya bahagia yang seperti ini, dikaruniani anak. Udah bangga dikaruniani anak dua.

Melihat pernikahan yang sudah dijalani,

harapan kedepan

seperti apa ya mbak?

Harapan kedepan saya cuman bisa nyekolahin kedua anak saya. Nyenengin anak-anak.

Yang terakhir ya mbak, menurut mbak makna pernikahan apa ya mbak?

Kebahagiaan.

Jadi makna pernikahan bagi mbak adalah kebahagiaan?

Iya.

Apa perbedaan sifat dari suami mbak sebelum menikah dan sesudah menikah?

Ga ada.

Kalo sikap, perilaku suami?

Ga ada. Perilakunya sama saja. Dulu ya begini sekarang begini.

Maksudnya gimana mbak?

Ya dulu sayang sekarang juga masih sayang.

Mbak tahu suami mbak sayang, bagaimana

suami mbak

Bahagia karena dikaruniani dua orang anak.

Harapan pernikahan adalah untuk menyekolahkan dan membahagiakan anak-anak.

Pernikahan bermakna sebagai pernikahan yang bahagia.

Tidak ada perbedaan sikap pasangan.

Tidak ada perubahan perilaku pasangan.

Rasa sayang dari pasangan tidak berubah.

Anak adalah sumber kebahagiaan

pernikahan.

Harapan pernikahan adalah untuk menyekolahkan dan membahagiakan anak.

Pernikahan yang bahagia.

Tidak ada perubahan sikap dari pasangan

Tidak ada perubahan perilaku dari pasangan.

Pasangan masih menyayangi.


(4)

159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200

menunjukkan rasa sayang itu?

Ya itu kan karna dia suami saya. Jadi ya tahu.

Suami mbak

menunjukkan rasa sayang, giman perasaan mbak?

Ya bangga, bahagia.

Trus setelah menikah ada kesulitan mbak?

Ga ada.

Trus bagaimana

dengan suami mbak, apakah ada merasa kesulitan?

Engga.

Mbak taunya ga ada kesulitan?

Ya dianya biasa-biasa saja. Ga ngomong sama saya.

Kemarin mbak bilang

mbak ga ada

permasalahan karena saling mengerti, nah adakah contoh dalam kehidupan sehari-hari, saling mengerti yang bagaimana?

Ya itu saling menghormati, saling sayang menyayangi.

Saling menghormati

bagaimana mbak

dalam pernikahan mbak?

Ya… itu kan rahasia

keluarga, masa diomongin.

Oh iya mbak, ga usah

diomongin. Mbak

Perasaan bangga dan bahagia karena disayang pasangan. Tidak ada kesulitan dalam pernikahan.

Kehidupan pernikahan

yang saling

menghormati dan menyayangi.

Perasaan bangga dan bahagia terhadap pasangan.

Tidak ada kesulitan dalam pernikahan.

Pernikahan yang saling menghormati dan menyayangi.


(5)

201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227

merasa bahagia dengan suami mbak?

Ya bahagia.

Bahagia yang seperti apa?

Kehidupan yang menuju sakinah, mawaddah, warahmah.

Setelah menjalani pernikahan, makna apa yang diperoleh dari pernikahan mbak?

Itu kemarin sudah ditanyakan.

Ya untuk memperjelas saja mbak.

Bahagia yang sakinah, mawaddah, warahmah.

Sakinah, mawaddah,

warahmah, bisa

dijelasin ga mbak?

Sakinah itu bahagia yang saling mengerti, saling menyayangi.

Udah mbak itu aja.

Oh iya mbak, kalau gitu terimakasih mbak.

Bahagia terhadap pasangan.

Kebahagiaan

pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

Pernikahan bermakna sebagai pernikahan yang bahagia yang sakinah, mawaddah, warahmah.

Bahagia terhadap pasangan.

Pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

Pernikahan bermakna kebahagiaan yang sakinah, mawaddah, warahmah.


(6)

Surat Keterangan Keabsahan Hasil W'awancara

Sa1.a 1'ang ber-tanda targan diban ah rni :

Inisial : t

Menvatakan telah diu,au'ancarai sebagai suniek penelitian oleh mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogvakafla l'ang bemama.

Nama

: Omega Nilam Bahana

NIM

:119114011

Dengan surat keterangan rnl sa\ a menuvatakan bahu,a data rvawancara vang diperoleh peneliti adalah benar-benar -jau'aban vang sava berikan selama proses \\,a\'vancara. Sala sebagai inlbrman penelitian menjamin keabsahan hasil rl att ancara ini.

Yograkarra,

q

l!l!:i

2q!!