Pengaruh Lama Waktu Kematian Terhadap Ke

PENGARUH LAMA WAKTU KEMATIAN TERHADAP KEMAMPUAN
MOTILITAS SPERMATOZOA DUKTUS DEFERENS HEWAN COBA
POST MORTEM YANG DIPERIKSA PADA SUHU KAMAR DAN SUHU
DINGIN

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

MOHAMAD AMMAR
G2A009191

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013

LEMBAR PENGESAHAN JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KTI
PENGARUH LAMA WAKTU KEMATIAN TERHADAP
KEMAMPUAN MOTILITAS SPERMATOZOA DUKTUS

DEFERENS HEWAN COBA POST MORTEM YANG
DIPERIKSA PADA SUHU KAMAR DAN SUHU DINGIN

Disusun oleh :
MOHAMAD AMMAR
G2A009191
Telah disetujui:
Semarang, 27 Agustus 2013

Pembimbing 1 :

Pembimbing 2 :

dr. Gatot Suharto, SpF,MKes, DFM, SH
NIP.195202201986031001

Ketua Penguji :

dr. Hadi, Msi Med
NIP.197106071998021001


Penguji :

dr. Sigid Kirana Lintang Bhima, SpKF dr. Ika Pawitra Miranti,MKes,SpPA
NIP.198006302008121002
NIP.196206171990012001

ii

PENGARUH LAMA WAKTU KEMATIAN TERHADAP KEMAMPUAN
MOTILITAS SPERMATOZOA DUKTUS DEFERENS HEWAN COBA
POST MORTEM YANG DIPERIKSA PADA SUHU KAMAR DAN SUHU
DINGIN
Mohamad Ammar1 Gatot Suharto2 Hadi3

ABSTRAK

Latar Belakang Penentuan lama waktu kematian sangat penting dalam dunia
forensik. Belum ada metode yang akurat untuk menentukan lama waktu kematian.
Penelitian yang masih dikembangkan saat ini adalah dengan menggunakan

pergerakan sel, salah satunya adalah spermatozoa . Peneliti menggunakan duktus
deferens karena dindingnya relatif tebal sehingga ketahanan spermatozoa di
duktus deferens masih baik dan spermatozoa sudah matang.
Tujuan Membuktikan apakah suhu dan lama waktu kematian berpengaruh
terhadap motilitas spermatozoa duktus deferens post mortem.
Metode Tiga puluh dua duktus deferens segar yang diperoleh dari rumah
pemotongan hewan secara random ditempatkan dalam suhu kamar atau
dimasukkan dalam almari es suhu dingin. Pengambilan sampel cairan duktus
deferens dilakukan pada 6, 12, 18 dan 24jam post mortem. Pengamatan
pergerakan spermatozoa dilakukan dengan mikroskop cahaya biasa yang
ditransmisikan ke komputer. Dilakukan pengamatan sehingga 100 buah
spermatozoa untuk diketahui presentase motilitasnya kemudian dicatat dan
diperbandingkan.
Hasil Rerata presentase spermatozoa yang motil pada suhu kamar yang diambil
pada jam 6, 12, 18 dan 24 jam setelah kematian adalah (70.50+5.69),
(46.44+13.89), (12.06+16.12), (1.50+4.11) sedangkan pada suhu dingin adalah
(80.25+4.94), (67.75+4.26), (42.81+6.36), (11.56+11.35). Dengan uji Wilcoxon
didapatkan perbedaan yang signifikan pada 6 , 12, 18 dan 24 jam suhu kamar dan
dingin dengan nilai p=0,001,p=0,000,p =0,000,p=0,008 dimana pada kelompok
suhu dingin diperoleh hasil yang lebih tinggi.

Kesimpulan Pada pemeriksaan 6, 12, 18 dan 24 jam post mortem jumlah
spermatozoa motil kelompok suhu dingin lebih tinggi dibandingkan pada suhu
kamar.
Kata kunci: Motilitas spermatozoa, suhu kamar, suhu dingin, postmortem, lama
waktu kematian.
1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Staf Pengajar Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Diponegoro Semarang
3
Staf Pengajar Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Diponegoro Semarang
2

iii

INFLUENCE ON THE LENGTH TIME OF DEATH IN THE ABILITY OF
DUCTUS DEFERENS SPERMATOZOA MOTILITY EXPERIMENTAL
ANIMALS POST MORTEM MOVEMENT WERE EXAMINED AT

ROOM TEMPERATURE AND COLD TEMPERATURE
ABSTRACT
Background The length time of death plays an important role in determining the
forensic. There is no accurate method to determine the length time of death.
Research is still being developed at this time is to use the movement of cells, one
of which is the spermatozoa,especially in the lumen of ductus deferens because
their thick walls makes them still good and the spermatozoa already mature
Aim Proving whether the temperature and length of time of death affect the
ductus deferens sperm motility post mortem.
Methods Thirty two ductus deferens obtained fresh from the slaughterhouse were
randomly placed in a room temperature in a cupboard or put ice cold
temperatures. Ductus deferens fluid sampling performed at 6, 12, 18 and 24 hours
post mortem. Observations made with the movement of spermatozoa ordinary
light microscope is transmitted to the computer. Carried observation that 100
pieces of percentage motility of spermatozoa to know then recorded and
compared.
Results Mean motil spermatozoa at room temperature are taken at 6, 12, 18 and
24 hours postmortem is (70.50 + 5.69), (46.44 + 13.89), (12:06 + 16:12), (1:50 +
4:11) . The mean time the movement of spermatozoa in the cold temperatures of
samples taken at 6, 12, 18 and 24 hours postmortem is (80.25 + 4.94), (67.75 +

4:26), (42.81 + 6:36), (11:56 + 11:35). With the Wilcoxon test found a significant
difference of spermatozoa motility at 6 hours, 12 hours, 18 hours and 24 hours on
both room with a value of p = 0.001, p = 0.000, p = 0.000, p = 0.008..
Conclusion at 6, 12, 18 and 24 hours post mortem number of motile spermatozoa
in cold temperature more than number of motile spermatozoa in room
temperature.
Keywords: Spermatozoa, room temperature, cold temperature, postmortem, long
time of death

iv

1

PENDAHULUAN
Kematian manusia dapat dilihat dari dua dimensi yaitu sebagai suatu individu dan
sebagai kumpulan sel. Mati individu sendiri didefinisikan sederhana sebagai
berhentinya kehidupan secara permanen (permanent cessation of life), sedangkan
para ahli mendefinisikan sebagai berhentinya secara permanen fungsi organ-organ
vital (paru-paru, jantung dan otak) yang ditandai dengan berhentinya konsumsi
oksigen. Mati kumpulan sel terjadi setelah pasokan oksigen ke seluruh jaringan

tubuh berhenti (hipoksia) sehingga satu demi satu sel yang merupakan elemen
hidup terkecil manusia akan mengalami kematian juga. Aktivitas sel dalam tubuh
masih dapat berlanjut meskipun telah terjadi kematian individu contohnya adalah
proses mitosis sel dan juga pergerakan sel dalam tubuh. Tahap dimana aktivitas
sel masih terjadi setelah terjadinya kematian disebut dengan reaksi supravital.1
Penelitian yang masih dikembangkan saat ini adalah dengan menggunakan
pergerakan sel, salah satunya adalah spermatozoa. Spermatozoa merupakan salah
satu sel pada tubuh manusia yang berfungsi pada sistem reproduksi. Spermatozoa
memiliki ekor yang berfungsi untuk bergerak. Pergerakan pada spermatozoa
disebut dengan motilitas spermatozoa Pergerakan pada spermatozoa dapat terjadi
karena adanya adenosine trifostat (ATP) pada mitokondria. Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Shefi S mengenai postmortem sperm retrival (PSR)
disebutkan bahwa motilitas spermatozoa masih dapat

terjadi setelah 24 jam

setelah kematian klinis. Apakah penetuan lama waktu kematian dapat dilihat dari
motilitas spermatozoa, hal ini berdasarkan masih tersedianya ATP dalam tubuh
yang dapat digunakan spermatozoa untuk bergerak. Apabila sudah tidak
ditemukan gerakan pada spermatozoa menunjukan bahwa sudah tidak terdapat

ATP dalam tubuh dan menunjukan sudah terjadi kematian seluler.2-6
Idealnya penelitian ini menggunakan jenazah sebagai sampel penelitian akan
tetapi karena sulit untuk mendapatkan jenazah untuk tidak mengurangi
keilmiahan, sampel yang digunakan adalah hewan percobaan yaitu sapi sehat
karena morfologinya yang besar sehingga diharapkan dapat mempermudah
penelitian. Penggunaan duktus deferens pada penelitian ini oleh karena
strukturnya yang lebih tebal dan juga letaknya yang mudah di jangkau. Selain itu

2

pada duktus deferens mudah di dapatkan spermatozoa dan tidak terlalu banyak sel
lain yang mempengaruhi penelitian dengan mikroskop. Peneliti ingin mengetahui
kemampuan bertahan sel untuk hidup pada suhu yang berbeda. Sehingga pada
penelitian ini peneliti memberikan intervensi yaitu suhu kamar dan suhu dingin.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah lama waktu kematian
berpengaruh terhadap pergerakan motilitas spermatozoa post mortem yang
diambil dari duktus deferens hewan coba yang diperiksa pada suhu kamar dan
suhu dingin.
METODE
Ruang lingkup penelitian adalah ruang lingkup disiplin Ilmu Kedokteran Forensik

dan Medikolegal, Thanatologi forensik, Sitologi forensik. Penelitian ini dilakukan
di Laboratorium Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2013. Rancangan penelitian
yang digunakan adalah dua kelompok berpasangan dengan time series design.
Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 16 duktus deferens
hewan coba post mortem untuk setiap kelompok percobaan. Penelitian ini
dilakukan dengan 2 kelompok percobaan sehingga diperlukan 32 duktus deferens
hewan coba post mortem. Sampel yang dipilih adalah sampel yang telah
memenuhi kriteria inklusi yaitu sapi jantan sehat dan tidak ada kelainan anatomik
yang tampak.sedangkan kriteria eksklusinya adalah duktus deferens terlalu
kecil,terdapat kelainan morfologi spermatozoa dan memiliki kelainan anatomik
yang tampak. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah suhu kamar, suhu dingin,
dan lama waktu kematian. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah berhentinya
motilitas spermatozoa duktus deferens post mortem.

HASIL
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif motilitas spermatozoa motil dari 100 spermatozoa pada suhu
kamar didapatkan bahwa pada 6 jam setelah kematian rata-rata spermatozoa
masih hidup/motil sebanyak (70.50+5.69) dengan nilai maksimum adalah 82

spermatozoa dan minimum 61 spermatozoa. Pada pengamatan 12 jam post

3

mortem

diperoleh

rata-rata

spermatozoa

masih

hidup/motil

sebanyak

(46.44+13.89) dengan nilai maksimum 62 spermatozoa dan terendah 0
spermatozoa. Pada pengamatan setalah 18 jam setelah kematian rata-rata

spermatozoa masih hidup/motil sebanyak (12.06+16.12) dengan nilai maksimum
36 spermatozoa dan minimum 0 spermatozoa. Pada pengamatan setalah 24 jam
setelah kematian rata-rata spermatozoa masih hidup/motil sebanyak (1.50+4.11)
dengan nilai maksimum 13 spermatozoa dan minimum 0 spermatozoa.
Analisis deskriptif motilitas spermatozoa motil 100 spermatozoa dari 10 lapangan
pandang pada suhu dingin didapatkan bahwa pada 6 jam setelah kematian ratarata spermatozoa masih hidup/motil sebanyak (80.25+4.94)

dengan nilai

maksimum adalah 88 spermatozoa dan minimum 71 spermatozoa. Pada
pengamatan 12 jam post mortem diperoleh rata-rata spermatozoa masih
hidup/motil sebanyak (67.75+4.26) dengan nilai maksimum 61 spermatozoa dan
terendah 77 spermatozoa. Pada pengamatan setalah 18 jam setelah kematian ratarata spermatozoa masih hidup/motil sebanyak (42.81+6.36) dengan nilai
maksimum 54 spermatozoa dan minimum 29 spermatozoa. Pada pengamatan
setalah 24 jam setelah kematian rata-rata spermatozoa masih hidup/motil
sebanyak (11.56+11.35) dengan nilai maksimum 29 spermatozoa dan minimum 0
spermatozoa.
Hasil dari analisis deskriptif tersebut menunjukkan bahwa jumlah spermatozoa
motil yang disimpan dalam suhu dingin lebih banyak bila dibandingkan dengan
jumlah spermatozoa motil yang disimpan pada suhu kamar dan spermatozoa yang
disimpan pada suhu kamar lebih cepat mengalami kematian sel secara total
dibandingkan dengan spermatozoa yang disimpan pada suhu dingin.

Analisis Interferensial untuk mencari hubungan antara jumlah spermatozoa
motil yang diisolasi dari sampel yang disimpan pada suhu kamar dan suhu
dingin
Untuk mengatahui perbedaan rerata motilitas spermatozoa diantara dua kelompok
tersebut dilakukan uji wilcoxon. Dengan uji Wilcoxon pada 6 jam suhu kamar dan
6 jam suhu dingin, diperoleh nilai significancy 0,001 (p < 0,05), dengan demikian

4

dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna 6 jam suhu kamar
dan dingin.
Tabel 3 Uji statistik Wilcoxon pada 6 jam suhu kamar dan 6 jam suhu dingin
Test Statisticsb
kamar6jam dingin6jam
-3.469a

Z
Asymp. Sig. (2-

.001

tailed)

Pada 12 jam suhu kamar dan suhu dingin postmortem, diperoleh nilai significancy
0,000 (p < 0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang bermakna 12 jam suhu kamar dan dingin..
Tabel 4 Uji statistik Wilcoxon pada 12 jam suhu kamar dan 12 jam suhu dingin
Test Statisticsb
kamar12jam_trans dingin12jam

Z
Asymp. Sig. (2tailed)

-3.516a
.000

Dengan uji Wilcoxon pada 18 jam suhu kamar dan 18 jam suhu dingin, diperoleh
nilai significancy 0,000 (p < 0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang bermakna 18 jam suhu kamar dan dingin.

5

Tabel 5 Uji statistik Wilcoxon pada 18 jam suhu kamar dan suhu dingin
Test Statisticsb
kamar18jam_trans
- dingin18jam
-3.519a

Z
Asymp. Sig. (2-

.000

tailed)

Dengan uji Wilcoxon pada 24 jam suhu kamar dan 24 jam suhu dingin, diperoleh
nilai significancy 0,008 (p < 0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang bermakna 24 jam suhu kamar dan dingin.
Tabel 6 Uji statistik Wilcoxon pada 24 jam suhu kamar dan suhu dingin
Test Statisticsb
kamar24jam_trans dingin24jam_trans
Z

-2.666a

Asymp. Sig. (2tailed)

.008

PEMBAHASAN
Tujuan dari peneltian ini adalah mengetahui apakah

lama waktu kematian

berpengaruh terhadap motilitas spermatozoa duktus deferens hewan coba
postmortem yang diperiksa pada suhu kamar dan suhu dingin. Penelitian
terdahulu pernah dilakukan terhadap spermatozoa manusia tetapi hanya
menggunakan perbedaan suhu tanpa memerhatikan tingkat lama waktu kematian.
Pada penelitian terpisah juga ditemukan bahwa spermatozoa masih dapat bertahan
24-36 jam postmortem. Penelitian ini menggunakan metode time series design.

6

Setelah dilakukan penelitian ditemukan bahwa terdapat perbedaan suhu dan
tingkat waktu kematian terhadap motilitas spermatozoa duktus deferens hewan
coba postmortem. Pada suhu kamar spermatozoa dapat bergerak lebih cepat tetapi
lebih mudah berhenti, sedangkan pada suhu dingin pergerakan spermatozoa lebih
lambat tetapi dapat bergerak lebih lama. Jumlah presentase spermatozoa yang
motil pada 18 jam setelah terjadi kematian lebih sedikit dibanding pada 6 jam
kematian.7
Motilitas spermatozoa sangat bergantung terhadap lingkungan. Proses pengawetan
serta pendinginan yang cepat dapat melindungi sperma dari kerusakan akibat efek
larutan dan pembentukan kristal es yang akan merusak spermatozoa. Ketahanan
hidup spermatozoa dipengaruhi oleh temperatur dan pada umumnya dapat
bertahan lebih lama pada temperatur rendah. Taurin menyatakan bahwa sebagai
pertimbangan utama dalam penyimpanan spermatozoa yaitu terletak pada suhu
tempat penyimpanan.8
Larutan NaCL mengandung ion Na yang dapat mempertahankan daya hidup
spermatozoa. Larutan NaCL fisiologis sering digunakan sebagai bahan pengencer
semen yang memberikan sifat buffer dan mampu mempertahankan pH semen
dalam suhu ruangan serta suhu suhu rendah. Menurut Rustidja yaitu penggunana
larutan fisiologis yang mengandung NaCL pada suhu ruangan dapat
mempertahankan daya hidup spermatozoa 20-25 menit. Sehingga untuk tujuan
pengawetan, larutan NaCL merupakan bahan pengencer yang baik.9
Pada suhu dingin spermatozoa tidak mengalami metabolisme yang tinggi
sehingga keaktifan menjadi rendah dan energi menjadi tersimpan sehingga umur
spermatozoa akan lebih panjang. Keaktifan yang rendah terjadi karena kurangnya
lengan dynein pada mikrotubulus yang terjadi akibat terjadinya perubahan suhu
pada cairan intraseluler mikrotubulus.10
Motor pergerakan spermatozoa adalah bagian luar dan dalam dari lengan dynein
yang menonjol keluar pada setiap pasang mikrotubulus. Saat ATP-ase dynein
diaktifkan pada setengah bagian aksonema longitudinal, lengan dynein
mendorong jembatan pasangan mikrotubulus. Dengan pembentukan dan
pemutusan yang berulang dari jembatan dynein, maka terjadilah gerakan

7

menggeser dari pasangan mikrotubulus yang diartikan sebagai gerakan melekuk
flagella. Saat gerakan menggeser berpindah pada setengah bagian mikrotubulus
yang lain, maka akan terjadi gerakan melekuk yang berlawanan arah. Lengan
dalam dynein berfungsi sebagai inisiasi gerakan melekuk dan menjaga sudut yang
memperbanyak gerakan melekuk. Lengan luar dynein tidak esensial untuk
gerakan flagella, tetapi berfungsi untuk membangkitkan tenaga untuk mengatasi
resistensi gerakan melekuk yang kaku dan mengatur kontinuitas gerakan melekuk
serta frekuensi irama gerakan. Apabila spermatozoa mengalami penurunan lengan
dynein menyababkan kontinuitas dan frekuensi gerakan melambat.11,12
Terdapat beberapa kelemahan pada penelitian ini, diantaranya adalah kelembapan
lingkungan sangat berpengaruh terhadap terjadinya proses pembusukan pada
sampel, kemudian kemampuan peneliti untuk mengambil sampel juga
berpengaruh pada hasil yang didapatkan, selain itu pengambilan sampel secara
“milking” memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dan juga ukuran dari lumen
duktus deferens juga menjadi salah satu kendala dalam pengambilan sampel
spermatozoa.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh perbedaan
suhu dana tingkat waktu kematian terhadap motilitas sperma duktus deferens
hewab coba postmortem dengan rentang waktu yang lebih pendek (misal
dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop 2 jam sekali), jumlah sampel yang
perlu ditambah dan juga penilaian spermatozoa secara kualitatif.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Setelah penelitian dilakukan ditemukan bahwa terdapat pengaruh perbedaan suhu
dan tingkat waktu kematian terhadap kemampuan motilitas sperma duktus
deferens hewan coba post mortem. Motilitas spermatozoa duktus deferens pada
suhu dingin akan bertahan lebih lama bila dibandingkan dengan motilitas
spermatozoa pada suhu kamar. Jumlah spermatozoa duktus deferens yang dapat
bertahan hidup pada suhu dingin lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah
spermatozoa duktus deferens pada suhu kamar.

8

Pada suhu dingin spermatozoa tidak mengalami metabolisme yang tinggi
sehingga keaktifan menjadi rendah dan energi menjadi tersimpan sehingga umur
spermatozoa akan lebih panjang.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh perbedaan
suhu dan tingkat waktu kematian terhadap motilitas sperma duktus deferens
hewan coba postmortem dengan interval waktu yang lebih adekuat dan suhu yang
berbeda. Penelitian ini hanya dapat menilai secara kuantitatif, tidak bisa secara
kualitatif.
Keterbatasan dalam pengumpulan data terjadi karena kurangnya sarana seperti
mikroskop dan video converter eye piece. Pengamatan yang dilakukan selama 24
jam untuk 1 sampel juga menyebabkan faktor human error bertambah dalam
mengamati pergerakan spermatozoa dan juga menghitung 100 spermatozoa.
Pada penelitian selanjutanya dapat melakukan penilaian pergerakan dari
spermatozoa, dengan menggunakan penilaian apakah spermatozoa bergerak
secara cepat atau lambat.

UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada dr. Gatot Suharto, SpF,Mkes,DFM,SH
dan dr.Hadi, Msi,Med yang telah memberikan saran-saran dalam pembuatan
Karya Tulis Ilmiah. Tidak lupa juga kepada dr. Sigid Kirana Lintang Bhima,
SpKF selaku ketua penguji dan dr. Ika Pawitra Miranti, SpPA, Mkes selaku
penguji. Serta pihak-pihak lain yang telah membantu hingga penelitian ini dapat
terlaksana dengan baik.

9

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik, Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 2007.
2. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik, Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 2007.
3. Anonim. Lecture Notes Time of death. Scotland. Department of Forensic
Medicine,University of Dundee; 1995 [citied 2012 jan 30]
4. M R Fernandez. Effect of postmortem time on postthaw characteristics of
spermatozoa. NCBI Pubmed. 2011 [citied 2013 feb 13]. Available from
https://www.zotero.org/groups/vact/items/itemKey/IE3UD7ZV
5. Web of science.Kaabi M, Paz P, et al. Effect of epididimis handling
conditions on the quality of ram spermatozoa recovered postmortem
[internet]. 2003 [citied 2013 Feb 11]. 60[7]: 1249. Available from
http://cel.webofknowledge.com/InboundService.do?SID=N1lGbi5GH2fci
nPGmJa&product=CEL&UT=000185812400005&SrcApp=Highwire&Ini
t=Yes&action=retrieve&Func=Frame&customersID=Highwire&SrcAuth=
Highwire&IsProductCode=Yes&mode=FullRecord
6. Shefi S, Raviv G, Eisenberg M, Weissenberg R, Jalalian L, et al.
Posthumous sperm retrival: analysis of time interval to harvest
sperm.2006;21(11):2890-2893.
7. Afiati F, EM Kaiin, M Gunawan, S Said dan B Tappa. 2004a. Kualitas dan
kemampuan hidup sperma beku sapi PO setelah thawing. J. Protein 11 (2):
205‐212.
8. Moce, E., J.S. Vicente dan R. Lavara. 2003. Effects of freezing-thawing
protocols on the performance of semen from three rabbit lines after
artifiacial insemination. Theriogenology 60: 115−123.
9. Said S., E.M. Kaiin, F Afiati, M. Gunawan dan B. Tappa. 2004. Pengaruh
metode dan lama thawing terahadap kualitas semen beku sapi PO. Pusat
Penelitian Bioteknologi-LIPI

10

10. Beconi, M.T., C.R. Francia, N.G. Mora, and M.A.Affranchine. 1993.
Effect of natural antioxidants onfrozen bovine semen preservation.
Theriogenology 40 : 841-851.
11. Triwulaningsih, E., P. Situmorang, T. Sugiarti, R.G. Sianturi, dan
D.A.Kusumaningrum. 2003. Pengaruh penambahan glutathione pada
medium pengencer sperma terhadap kualitas semen cair. JITV 8(2): 91-97.
12. Nasution, A.W. dan Matondang, A.1984. Pengaruh Suhu Lingkungan
terhadap Spermatogenesis. Majalah Kedokteran Andalas Vol. 8. no. 3: 9294