Total Productive Maintenance TPM Bukan S

Total Productive Maintenance (TPM): Bukan Sekedar Perbaikan Mesin
Oleh: Vincent Gaspersz
ASQ CMQ/OE, CQE, CQA, CSSBB
IQF SSMBB
APICS CFPIM
RABQSA QMS-A
Lean Six Sigma Master Black Belt

Total Productive Maintenance (TPM) tidak sama seperti departemen maintenance yang
dikenal selama ini, yaitu hanya melakukan perbaikan mesin karena rusak (breakdown
maintenance). TPM adalah pilar utama untuk membangun Lean Six Sigma. Jika waktu
mesin untuk beroperasi (machine uptime) tidak dapat diprediksi dan jika kapabilitas
proses rendah, maka kita tidak mampu memenuhi permintaan pelanggan yang
berfluktuasi dan fleksibel. Pemikiran TPM bukan pada perbaikan mesin, tetapi
pencegahan kerusakan mesin/peralatan untuk meningkatkan umur mesinmesin/peralatan-peralatan. Berdasarkan alasan ini, maka banyak orang lebih suka
menyebut TPM sebagai: "Total Productive Manufacturing" apabila diterapkan dalam
industri manufaktur atau "Total Process Management" apabila diterapkan dalam industri
jasa.
Memikirkan tentang produktivitas dari fasilitas peralatan dan mesin, seperti kita
memikirkan tentang mobil kita, di mana mobil itu siap jalan ketika kita
membutuhkannya, tetapi mobil itu tidak perlu berjalan sepanjang waktu agar menjadi

produktif. Menggunakan konsep ini agar dapat berfungsi secara baik, maka mesin-mesin
harus siap bilamana kita membutuhkannya untuk aktivitas produksi, dan mereka
harus dapat dimatikan (shut down) sedemikian rupa agar menjadi siap di waktu berikut.
Mesin-mesin tidak perlu beroperasi 24 jam per hari, 7 hari per minggu, agar mesin-mesin
itu dianggap produktif.
Dengan demikian TPM merupakan suatu proses untuk memaksimumkan produktivitas
dari peralatan dan mesin sepanjang masa pakai dari peralatan dan mesin itu. Sasaran dari
TPM yaitu memaksimumkan Overall Equipment Effectiveness (OEE) agar menurunkan
downtime yang tidak terencana (unplanned equipment downtime), sehingga
meningkatkan kapasitas peralatan itu dan menurunkan biaya. Menciptakan suatu
lingkungan kerja di mana upaya-upaya peningkatan terus-menerus dalam
hal: productivity, quality, cost, delivery, safety, dan morale (PQCSDM), melalui
partisipasi aktif dari semua karyawan dan manajemen, merupakan langkah
menuju TPM. Perusahaan-perusahaan Lean Six Sigma yang menerapkan
strategi
untuk
identifikasi
dan
eliminasi
pemborosan

(waste),
sering
menemukan bahwa downtime peralatan yang tidak terjadual (unscheduled
equipment downtime) semula tersembunyi dalam proses menjadi muncul
sebagai akar penyebab masalah-masalah dalam productivity, quality, cost, delivery,
safety, dan morale (PQCSDM).
Usaha-usaha

untuk

menerapkan

program

5S

atau

6S


dan

Kaizen

Blitz,

merupakan langkah awal yang baik untuk membangun TPM menuju perusahaan
Lean-Sigma (Lean-Sigma Enterprise System). Pengukuran Overall Equipment
Effectiveness atau OEE akan memberitahukan kita tentang bagaimana TPM sedang
berlangsung, bukan hanya sekedar mengukur waktu mesin beroperasi (equipment uptime)
dan hasil produksi (throughput). Dalam TPM, operator mesin HARUS menyadari bahwa
perawatan mesin adalah TUGAS UTAMA mereka, BUKAN melepaskan tanggung jawab
kepada bagian maintenance. TPM berkaitan dengan pemberdayaan karyawan (employees
empowerment) untuk ikut bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, sehingga operator
mesin dapat diibaratkan seperti sopir mobil yang HARUS bertanggung jawab dalam hal
perawatan mesin sehari-hari, misal: menjaga kebersihan mesin, memeriksa dan mengisi
atau memberi minyak pelumas, dll. KERJA SAMA TEAM merupakan inti keberhasilan
dalam TPM. Bahkan terdapat akronim TEAMS yang berkaitan dengan TPM, yaitu:

T = Training and skill development

E = Early equipment management/maintenance prevention design
A = Autonomous maintenance
M = Maintenance process improvement
S = Systematic equipment improvement
TPM lebih terkait langsung dengan bagian produksi, sedangkan bagian maintenance
berfungsi sebagai pendukung. Sasaran kualitas zero defects membutuhkan kapabilitas
proses yang sangat tinggi, bersama dengan error proofing atau POKAYOKE (anti
kesalahan), memungkinkan kita untuk melakukan reduksi atau eliminasi inspeksi yang
tentu saja akan menurunkan biaya produk secara terus-menerus. Apabila variasi proses
mampu direduksi maka akan meningkatkan kapabilitas proses, dalam hal
ini bagian operasi dan maintenance HARUS terlibat aktif untuk mencegah
penurunan indeks kapabilitas proses sehingga mampu memaksimumkan OEE.
Beberapa manfaat dari implementasi sistem TPM adalah:
Reduksi dalam unplanned downtime
Meningkatkan kapasitas produksi
Meningkatkan produktivitas mesin-mesin dan peralatan
Reduksi biaya-biaya perawatan (maintenance costs) dan memperpanjang umur atau masa
pakai peralatan
Operator-operator mesin terlibat aktif dalam memaksimumkan kinerja peralatan
Menetapkan Rencana Perawatan (Maintenance Plan), termasuk perawatan

preventif (preventive maintenance) dan perawatan prediktif (predictive maintenance)
Meningkatkan kualitas produk
Meningkatkan Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Catatan: definisi tentang perawatan preventif (preventive maintenance) adalah perawatan
yang dilakukan pada interval yang ditentukan oleh waktu (misal: setiap bulan) atau
berdasarkan pemakaian mesin (misal: setiap produksi 1000 unit). Sedangkan perawatan
prediktif (predictive maintenance) adalah perawatan yang dilakukan pada peralatan

berdasarkan signal atau teknik diagnostik yang mengindikasikan kemunduran atau
penurunan kinerja dari peralatan itu.
Delapan Pilar Membangun TPM
Terdapat delapan pilar untuk membangun TPM, yaitu:
PILLAR 1 - 5S
PILLAR 2 - JISHU HOZEN ( Autonomous maintenance )
PILLAR 3 - KAIZEN or KAIZEN BLITZ
PILLAR 4 - PLANNED MAINTENANCE
PILLAR 5 - QUALITY MAINTENANCE
PILLAR 6 - TRAINING
PILLAR 7 - OFFICE TPM
PILLAR 8 - SAFETY, HEALTH AND ENVIRONMENT

Berdasarkan uraian di atas, maka struktur organisasi TPM yang tepat
adalah TPM merupakan tanggung jawab langsung dari manajer pabrik
(plant manager) dan ada "Office TPM" yang memproses kegiatan-kegiatan
administrasi tentang TPM. Di bawah plant manager akan dibantu oleh
manajer-manajer yang bertanggung jawab terhadap: (1) Quality Maintenance, (2) 5S, (3)
Early Equipment Maintenance, (4) Autonomous Maintenance, (5) Safety, Health and
Environment (SHE), (6) Planned Maintenance, (7) Training People Development, dan (8)
Individual Improvement. Melihat luasnya lingkup TPM beserta perannya yang amat
penting dalam sistem manufakturing, maka banyak perusahaan Lean Six
Sigma yang mengubah akronim TPM dari Total Productive Maintenance
menjadi Total Productive Manufacturing!
Tahap-tahap Implementasi TPM
Tujuan utama dari implementasi TPM (Total Productive Maintenance) adalah untuk
memaksimumkan OEE (Overall Equipment Effectiveness).
Overall Equiment Effectiveness (OEE) = Availability x Performance x Quality
Catatan:
Availability = Operating Time / Planned Production Time;
Performance = (Standard Cycle Time x Total Pieces) / Operating Time;
Quality = First-Pass Yield (%) = FPY Pieces / Total Pieces
Availability, performance, dan quality dari perusahaan-perusahaan kelas dunia berturutturut adalah: 90%, 95%, dan 99,9% sehingga OEE = 0,90 x 0,95 x 0,999 = 0,854

(85,4%). Perusahaan-perusahaan lokal memiliki OEE jauh di bawah angka ini.
APICS Dictionary (2005) mendefinisikan TPM sebagai pemeliharaan preventif ditambah
usaha-usaha terus-menerus untuk menyesuaikan, memodifikasi, dan membersihkan

peralatan agar meningkatkan fleksibilitas, reduksi penanganan material, dan
mempromosikan aliran kontinu. Itu merupakan operator-oriented maintenance dengan
keterlibatan dari semua karyawan yang berkualifikasi dalam semua aktivitas
pemeliharaan (maintenance activities).
Patut dicatat bahwa aktivitas pemeliharaan mesin-mesin dan peralatan tidak hanya
terdapat dalam industri manufaktur, oleh karena itu TPM dapat diterapkan dalam
berbagai bidang, seperti: pemeliharaan bus, kapal, pesawat dalam industri jasa
transportasi, pemeliharaan mesin-mesin ATM (Automatic Teller Machines) dalam
industri jasa perbankan, pemeliharaan mesin-mesin pembangkit listrik, pemeliharaan
peralatan-peralatan dalam industri konstruksi, pemeliharaan gedung, pemeliharaan
komputer-komputer, dll. Dengan demikian yang perlu diperhatikan adalah bagaimana
konsep-konsep TPM itu dapat diimplementasikan secara efektif dan efisien di semua
bidang, apakah dalam industri manufaktur, jasa, atau lainnya. Bagaimanapun, tulisan ini
akan mengambil contoh penerapan TPM dalam industri manufaktur, sedangkan
penerapan dalam industri jasa dan lainnya agar menyesuaikan.
Dalam Artikel TPM—Seri 1 telah diungkapkan tentang penilaian kesiapan untuk

implementasi TPM. Jika hasil penilaian menunjukkan bahwa manajemen dan karyawan
telah SIAP untuk menerapkan TPM, maka langkah-langkah implementasi TPM berikut
dapat diikuti.
Pada dasarnya dikenal empat tahap introduksi TPM ke dalam suatu organisasi
(manufaktur, jasa, dll), sebagai berikut.
A.
B.
C.
D.

Tahap Persiapan
Tahap Introduksi
Tahap Implementasi
Tahap Institusionalisasi

A. Tahap Persiapan
Terdapat lima langkah dalam tahap persiapan, yaitu:
Langkah 1. Pengumuman resmi oleh manajemen kepada semua karyawan tentang TPM
yang disebarkan ke seluruh organisasi. Pembuatan TPM Activity Board (semacam papan
pengumuman khusus TPM) untuk menempelkan berbagai informasi yang berkaitan

dengan TPM, mempublikasikan dalam “company newsletter”, dll dapat dilakukan dalam
langkah ini. Manajemen senior harus memiliki komitmen dan kesadaran sejak awal
terhadap TPM.
Langkah 2. Pendidikan awal dan propaganda tentang TPM. Pelatihan intensif
dilaksanakan berdasarkan kebutuhan. Membawa orang-orang untuk mengunjungi
organisasi (semacam plant tour) yang telah berhasil menerapkan TPM merupakan hal
yang penting dalam langkah ini.

Langkah 3. Menetapkan Komite TPM yang melibatkan wakil-wakil dari semua
departemen. Komite TPM merupakan bentuk organisasi resmi dalam
perusahaan/organisasi, yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan TPM dan terdiri
dari pimpinan atau manajer-manajer senior, bukan sekedar komite-komitean yang terdiri
dari orang bawahan yang tidak memiliki wewenang melakukan perubahan organisasi!
Wakil-wakil dari semua departemen (manajer senior) perlu terlibat dalam komite TPM,
karena TPM berkaitan dengan “improvement, autonomous maintenance, quality
maintenance, etc., sebagai bagian integral yang tidak terpisahkan dalam organisasi.
Sekali Komite TPM telah terbentuk, maka semua hal-hal strategik dan operasional yang
berkaitan dengan “improvement, autonomous maintenance, quality maintenance, etc”
telah menjadi tanggung jawab resmi dari komite TPM ini. Komite TPM HARUS
memperoleh pelatihan intensif yang berkaitan dengan praktek-praktek manajemen TPM

kelas dunia!
Langkah 4. Menetapkan Sistem (Mekanisme) Kerja dan Target TPM. Penetapan
mekanisme kerja dan target yang harus dicapai dlakukan dalam langkah 4 ini.
Seyogianya setiap organisasi melakukan “benchmark” terhadap organisasi kelas dunia.
OEE dari perusahaan kelas dunia berada di atas 85%.
Langkah 5. Menetapkan Master Plan (Rencana Induk) untuk Institusionalisasi TPM.
Rencana Induk TPM seyogianya merupakan bagian tidak terpisahkan dari Master
Improvement Story perusahaan atau organisasi. Institusionalisasi TPM seharusnya
menjadi target untuk menciptakan kultur organisasi, mencapai PM (Preventive
Maintenance) Award dan mencapai OEE kelas dunia!

B. Tahap Introduksi
Setelah tahap persiapan selesai, maka kita melangkah ke tahap introduksi. Dalam tahap
ini manajemen organisasi dan seluruh karyawan dapat melakukan semacam upacara
seremonial untuk memperkenalkan secara resmi bahwa TPM telah diadopsi oleh
organisasi dan telah menjadi program resmi dari organisasi. Undangan kepada pemasok
material, demikian pula pelanggan utama juga dilakukan dalam tahap ini, untuk
menunjukkan komitmen perusahaan terhadap TPM. Upacara introduksi TPM ini sering
disebut sebagai: “TPM kick-off”.


C. Tahap Implementasi
Membangun TPM adalah serupa dengan membangun gedung yang membutuhkan
pilar-pilar utama yang kokoh. Terdapat delapan pilar utama TPM yang HARUS dibangun
secara bertahap dan berjadual waktu yang ditetapkan. Manajemen Senior, Komite TPM,
semua manajer, supervisor, dan karyawan bertanggung jawab untuk membangun TPM.
Komite TPM bertanggung jawab menyusun rencana strategik dan memberikan
pengarahan kepada semua manajemen dan karyawan. Ke delapan pilar utama yang harus
dibangun itu adalah:

PILLAR 1 - 5S
PILLAR 2 - JISHU HOZEN ( Autonomous maintenance )
PILLAR 3 - KAIZEN or KAIZEN BLITZ
PILLAR 4 - PLANNED MAINTENANCE
PILLAR 5 - QUALITY MAINTENANCE
PILLAR 6 – TRAINING
PILLAR 7 - OFFICE TPM
PILLAR 8 - SAFETY, HEALTH AND ENVIRONMENT
D. Tahap Institusionalisasi
Setelah membangun delapan pilar di atas, yang waktunya bisa berkisar 18 – 24
bulan, maka organisasi akan mencapai tahap kematangan dalam implementasi TPM. Pada
tahap ini manajemen senior dan Komite TPM dapat mengikutsertakan organisasi itu
untuk memperoleh Preventive Maintenance (PM) Award. Salah satu organisasi yang
memberikan PM Award ini adalah: Japan Institute of Plant Maintenance. Misi utama dari
institusi ini adalah: “We contribute to the creation of beautiful environment and a healthy
society, guiding enterprises along the path to better manufacturing, with a constant focus
on the creation of true value”. Informasi singkat tentang institusi JIPM adalah:
“Established in 1969 - Corporate membership:1,200 - Non-profit organization - Service
to factory/plant management, plant engineers, maintenance managers - Develop &
promoting total productive maintenance (TPM) - TPM Originator since 1971”.
JIPM Office:
-

Address: 3-1-38, Shiba-koen, Minato-ku, Tokyo 1050011 JAPAN

-

Telephone: +81 33433 0351

-

Fax: +81 33433 8665

JIPM TPM Award: Bukti Kematangan Implementasi TPM
Implementasi TPM yang benar melalui delapan pilar utama yang dikemukakan dalam
artikel TPM—Seri 2 akan membawa kepada kematangan organisasi dalam TPM. Untuk
membuktikan hal itu, maka organisasi dapat mengirimkan aplikasi untuk memperoleh
TPM Award dari Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM). Salah satu impian dari
perusahaan-perusahaan (pabrik-pabrik) kelas dunia adalah memperoleh penghargaan
paling bergengsi dalam JIPM - TPM Award.
Sebagai misal, Nissan, Tochigi Plant, telah berhasil dalam implementasi TPM selama
masa 3 tahun, sebagai berikut: “Manufacturing cars, 7000 employees; No of cars passing
QC first time, no rework increased by 70%; No of breakdowns reduced by 80%; Overall
equipment efficiency (OEE) increased by 30%; Comment from Company - “we cannot
management our Plant without TPM”

TPM Award tidak semata-mata dinilai berdasarkan kinerja TPM, tetapi berkaitan dengan
hal-hal yang dicapai melalui proses implementasi TPM. Dengan demikian pendekatan
implementasi TPM yang BENAR juga memperoleh bobot penilaian yang tinggi.
Kategori implementasi TPM yang dievaluasi, adalah:
TPM policies and objectives
TPM organization and management
Individual improvement
Autonomous maintenance
Planned maintenance
Quality maintenance
Product and equipment development and control
Training and development
Administration and supervision
Safety, sanitation, and environmental control and
TPM effectiveness assessment
Dari berbagai kategori yang dinilai itu, lalu ditetapkan pemenang JIPM – TPM Awards
dalam beberapa kategori berikut (nomor 1 adalah yang paling tinggi hanya diberikan
kepada satu pemenang):
1.Award for World-Class TPM Achievement
2.Special Award for TPM Achievement
3.Award for Excellence in Consistent TPM Commitment-First Category
4.Award for TPM Excellence-First Category
5.Award for Excellence in Consistent TPM Commitment-Second Category
6.Award for TPM Excellence-Second Category
Setiap tahun, JIPM memberikan TPM Awards kepada pabrik-pabrik yang telah
mencapai hasil-hasil yang sangat memuaskan dalam TPM. Komite TPM Awards terdiri
dari professors dan JIPM experts, memilih pemenang untuk memperoleh JIPM – TPM
Awards (The Nakajima Prize) berdasarkan penilaian awal, penilaian terhadap dokumendokumen dan penilaian akhir di lokasi pabrik di mana TPM itu diterapkan (Preliminary
Assessment, Document Assessment and the Final (On-site) Assessment). Proses ini dapat
berlangsung sepanjang tahun sesuai jadual yang ditetapkan oleh JIPM. Sebagai misal,
jadual untuk tahun 2006, adalah:
2006 TPM Award Schedule
-Application Deadline: January 20th, 2006
-Preliminary Assessment Period: April 3rd – June 30th, 2006
-Final Assessment Period: October 2nd, 2006 – January 12th, 2007
-Awards Winner will be announced End of January, 2007
-TPM Award Ceremony: March 15th and 16th, 2007
Setiap tahun JIPM memberikan TPM Awards kepada sekitar 100an pabrik dari berbagai

negara di dunia, sehingga TPM Awards dapat dikatakan sebagai telah mendunia. PT
Unilever Indonesia Tbk Rungkut Factory pernah tercatat memenangkan The "Award for
Excellence in Consistent TPM Commitment - First Category" (lihat Kategori TPM
Award No. 3 di atas) pada tahun 1999, Special Award for TPM Achievement (lihat
Kategori TPM Award No. 2) pada tahun 2001. Demikian pula PT. Unilever Indonesia
Tbk. Wall's Ice Cream Cikarang Factory pada tahun yang sama (1999) pernah
memenangkan The “Award for TPM Excellence-First Category” (Kategori TPM Award
No. 4 di atas).
Dengan demikian implementasi TPM di Indonesia, setidaknya implementasi TPM pada
PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Factory maupun Cikarang Factory, telah memenuhi
praktek-praktek manajemen TPM kelas dunia. Daftar berikut menunjukkan informasi
pemenang JIPM TPM Awards yang diketahui oleh penulis.
Daftar Pemenang JIPM – TPM Awards dari Indonesia:
Tahun 1999:
The “Award for Excellence in Consistent TPM Commitment-First Category”
PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Factory (Indonesia)
Tahun 1999:
The “Award for TPM Excellence-First Category”
PT. Unilever Indonesia Tbk. Wall's Ice Cream Cikarang Factory (Indonesia)
Tahun 2001:
Special Award for TPM Achievement
Unilever/PT Unilever Indonesia,Tbk Rungkut Factory-Surabaya (Indonesia)
Contoh Komitmen Manajemen Puncak
Berikut ini dikutip pengalaman dari perusahaan yang menunjukkan bukti komitmen dari
manajemen puncak sehingga telah memenangkan JIPM – TPM Awards.
Pabrik Kondom Chennai di India
Pabrik Chennai merupakan pabrik kondom terbesar dan menjadi pemimpin pasar di dunia
yang memproduksi sekitar 1,5 milyar unit kondom per tahun dari berbagai ukuran untuk
memenuhi permintaan global. Managing Director dari perusahaan ini adalah: Mr. J
Srinivasan.
Untuk membuktikan komitmennya terhadap TPM, Mr. Srinivasan
memutuskan turun langsung ke lantai pabrik dan membersihkan sendiri satu mesin.
Dengan belepotan oli dan kotoran lainnya, Mr. Srinivasan melakukan “Red Tagging”
terhadap 124 abnormalities pada mesin itu. Setelah melakukan koreksi terhadap
penyimpangan-penyimpangan itu, mesin “Srinivasan” mampu mencapai tingkat optimal
dan tidak pernah lagi terjadi kerusakan. Mesin yang dibersihkan oleh Managing Director
ini selanjutnya dikenal sebagai: Mesin “Model Srinivasan” yang HARUS diikuti oleh
semua mesin “Model Manajer Lainnya”. Tampak komitmen “bukan sekedar kata-kata”,

tetapi ditunjukkan melalui tindakan implementasi TPM. Peningkatan dramatik dalam
implementasi TPM ini telah membawa perusahaan Chennai memperoleh: the award for
TPM Excellence-Second Category from JIPM, pada tahun 2003 (lihat kategori TPM
Award No. 6 di atas). Mr. Srinivasan menetapkan target untuk memperoleh the Award
for World-Class TPM Achievement (Kategori Award No. 1) pada tahun 2008.
Tata Iron and Steel Company Ltd.
Empat unit pabrik dari Tata Iron and Steel Company Limited telah ditetapkan sebagai
pemenang the 'TPM Excellence Award—First Category (lihat Kategori Award No. 4 di
atas)” pada tahun 2004 oleh Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM). Perusahaan ini
menyatakan sebagai perusahaan baja pertama di India yang memperoleh JIPM TPM
Excellence Award. Tujuan utama dari penyebarluasan TPM dalam Tata Steel adalah:
untuk mencapai status: “Zero Accident”, “Zero Breakdown”, “Zero Customer
Complaint” and “Zero Defect”. Keterlibatan dari top management sampai karyawan
disebutkan sebagai keberhasilan Tata Steel Group memperoleh TPM Awards dari JIPM.
Perusahaan ABB (www.abb.us) mengadopsi konsep TPM dan mengubahnya menjadi
Total Plant Reliability (TPR) menggunakan pendekatan Balanced Scorecard, sebagai
berikut:
TPR – Balanced Scorecard pada ABB:
Perspektif Finansial:
Maintenance $ sebagai persentase dari biaya total, Maintenance $ per unit produk yang
diproduksi, Budget compliance
Perspektif Customer/Partner:
OEE, Equipment run rate, equipment uptime, quality performance
Perspektif Proses Internal:
Backlog level, % planned work, PM accomplishment
Perspektif Learning and Growth:
Maintenance Training hours as % of total, % multi-skilling, number of innovations
applied
KESIMPULAN:
Dari rangkaian tulisan tentang TPM yang dikemukakan dapat ditarik beberapa
kesimpulan berikut:

TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) ADALAH:
*) Strategi peningkatan peralatan lingkup organisasi, BUKAN sekedar suatu program
peningkatan pemeliharaan (maintenance improvement program)!
*) Strategi peningkatan peralatan berbasis data yang berfokus pada “specific business
case for improvement”, BUKAN sekedar suatu program yang asal diimplementasikan!
*) Fokus sistematik pada menghilangkan “the major equipment-related losses”, BUKAN
sekedar program membersihkan dan mengecat mesin-mesin!
*) Strategi yang membutuhkan keterlibatan dari setiap orang yang berkontribusi terhadap
masalah (engineers, procurement, maintenance, operations, quality, storeroom,
vendrs/manufacturers, trainers, management, etc), BUKAN sekedar melibakan operator
dalam “autonomous maintenance”!
*) Penggunaan sistematik dari alat-alat TPM untuk menghilangkan masalah-masalah
spesifik, BUKAN sekedar implementasi alat-alat statistika di tempat kerja dengan
harapan bahwa masalah akan hilang sendiri!
*) Pendekatan yang melatih dan menanamkan tanggung jawab untuk “operations and
maintenance” yang benar, BUKAN sekedar melaksanakan “TPM Training” yang diikuti
oleh semua orang!
*) Bagian utama (major portion) dari Lean System baik untuk manufaktur maupun
service sehingga disebut juga “Lean Maintenance” yang berfungsi menghilangkan
pemborosan karena “major equipment lossess (problems)”, BUKAN sekedar program
baru yang diperkenalkan oleh konsultan!
*) Strategi yang menjamin bahwa semua peralatan penting adalah handal (reliable)
melalui berfokus ada peningkatan overall equipment effectiveness (OEE), BUKAN
sekedar “maintenance program” yang diterapkan pada semua peralaan penting!
*) Perubahan kultur (evolusi) yang dipimpin oleh manajemen puncak dengan ekspektasi
bisnis yang sangat jelas, BUKAN sekedar dipimpin oleh bagian maintenance atau
karyawan , atau supervisors yang tidak memahami arah dan strategi organisasi!
*) “The only proven work culture” yang mempromosikan dan memelihara tujuan
simultan: keandalan peralatan, meningkatkan kualitas, pada biaya rendah (TPM adalah
SATU-SATUNYA yang telah terbukti meningkatkan keandalan mesin-mesin, kualitas,
DAN Reduksi Biaya!), BUKAN sekedar satu dari banyak pilihan (tidak ada pilihan lain
selain TPM) untuk tujuan simultan: meningkakan keandalan mesin, kualitas, dan reduksi
biaya!
*) Pendekatan yang menampung semua “proven maintenance and reliability tools”,
seperti: Preventive Maintenance, Predictive Maintenance, Reliability-Centered

Maintenance, Production & Schedulling, Computerized Maintenance Management
System, dll, BUKAN sekedar alat-alat atau teknik-teknik (techniques and tools)!
SARAN:
Penulis menyarankan kepada manajemen perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk
mengadopsi konsep-konsep dan filosofi TPM untuk dijadikan sebagai landasan
manajemen menuju perusahaan kelas dunia. Konsep TPM ini dapat dimulai dari:
Training, 5S, Kaizen, Autonomous maintenance, Planned maintenance, Quality
maintenance, Safety-Health-Environment (SHE), yang dikoordinasikan melalui Office
TPM (semacam sekretariat TPM) di bawah tanggung jawab langsung manajemen senior
(Vice President of Operation, Direktur Produksi, atau Plant Manager), untuk selanjutnya
disebarluaskan ke seluruh perusahaan, sehingga mungkin akan berkembang menjadi:
TPM = Total Productive Manufacturing, Total Process Management, Total Performance
Management, Total Program Management, Total Productivity Management, atau nama
lain yang dapat diciptakan sendiri oleh manajemen perusahaan tersebut. Sebagai misal,
perusahaan ABB (www.abb.us) mengadopsi konsep TPM dan mengubahnya menjadi
Total Plant Reliability (TPR) menggunakan pendekatan Balanced Scorecard!
Sebagai langkah awal untuk membiasakan praktek-praktek yang benar, maka CHECK
process berikut dapat diterapkan!
The CHECK process serves as a guideline to make sure the basics are addressed
consistently across all shifts.

Correct
Verify that all shifts are using correct work practices:
Are Operators fully trained on all shifts? Was the training
verified to be effective?
Are there Visual Work Instructions available at the job station
that outline the critical components of the operation?
Do the Operators know the acceptance standards?
Are the specified tools, sequences, and methods being employed?

Housekeeping
Verify clean and orderly workstations:
Is the workstation well-lighted?
Confirm that there are no safety hazards or awkward ergonomics.
If the operator has to struggle to perform the operation, it will not
be done consistently.

Equipment
Verify that all Equipment and Tooling is in proper working order and calibrated:
Is there a documented Preventitive Maintenance (PM) program,
and are the PM checks being completed per the schedule?
If the output of a machine is charted, what does the chart
indicate?

Contain
Verify that a process is in place to ensure that defects are not passed to the next step in
the process:
Is there a means to identify defects?
Is there a means to stop production or otherwise correct a defect
before passing it on?

Keep Doing It!
Make the CHECK process part of the daily routine:
Continually verify the operation every shift using the CHECK
process. CONSISTENT ATTENTION IS THE KEY TO
SUCCESS.

Catatan:
Artikel ini boleh dikutip dan disebarluaskan kepada siapa saja sepanjang menyebutkan
sumbernya!
Artikel Lain tentang Lean Six Sigma: Strategi Dramatik Reduksi Biaya dan Pemborosan,
dari penulis dapat didownload gratis dari:
http://id.wikibooks.org/wiki/Berkas:LEANSIXSIGMA_VG.pdf
Juga bahan pelajaran untuk ujian IQF Six Sigma Black Belt/Master Black Belt atau dapat
dijadikan sebagai bahan belajar (bahan ajar) Statistika di perguruan tinggi dapat
didownload secara gratis dari:
http://id.wikibooks.org/wiki/Berkas:SSBBExamStudyGuide.pdf

Referensi:
Vincent Gaspersz (Gramedia, 2007—Sedang dalam proses penerbitan). Organizational
Excellence: Model Strategik Menuju World Class Enterprise Management.
Memperkenalkan Cara-Cara Implementasi Teknik Manajemen Kelas Dunia:
• Balanced Scorecard
• Customer Service Excellence
• Customer Relationship Management
• 5S/6S, Kaizen Blitz, Lean, Six Sigma
• Lean Six Sigma for Manufacturing and Service
• Lean Six Sigma SCOR (Supply Chain Operations Reference)
• Integration of Blue Ocean Strategy and
• Design for Lean Six Sigma
• Implementation of Integrated Performance Management System in World Class
Manufacturing and Service Companies





Untuk Menghasilkan CASH:
Customer Loyalty
Always Improving Value Innovation
Strategically Managed
Hard Knowledge-Based Performance Management System

***) Vincent Gaspersz, adalah Guru Besar (Professor) dalam bidang Operations and
Total Quality Management pada Program Pascasarjana MM Universitas Trisakti,
Jakarta (SK Mendiknas RI No. 38044/A2.III.1/KP/2002). Ia Memperoleh pendidikan
dalam bidang Magister Sains (S2) Statistika Terapan, IPB, 1985; Doktor Teknik
Sistem dan Manajemen Industri, ITB, 1991 (IPK = 4.0), dan Doctor of Science in
Management of Engineering and Technology, Southern California University for
Professional Studies (GPA = 4.0). Ia Memperoleh sertifikat CPIM (1996) dan
CFPIM (1998) dari APICS dan telah mempertahankan gelar CFPIM sampai April
2008. Ia adalah Senior Member of the ASQ (American Society for Quality) sejak
1994 dan Member of APICS sejak 1995. Selama 2006, Ia memperoleh empat gelar
profesional dari ASQ: Certified Six Sigma Black Belt (CSSBB), Certified Quality
Engineer (CQE), Certified Quality Auditor (CQA), dan Certified Manager of
Quality/Organizational Excellence (CMQ/OE). Pada Agustus 2005, Ia memperoleh
IQF (International Quality Federation) Six Sigma Master Black Belt by Exam—
SSMBB. Ia juga terdaftar sebagai RAB (Registration Accreditation Board) Quality
System Auditor, USA. Ia pernah bekerja pada Salim Group of Companies
(Indonesia), Gajah Tunggal Group of Companies (Indonesia), dan Garibaldi
Industries (Canada). Ketika di Canada ia terlibat sebagai Board Member of British
Columbia Exporters mewakili Garibaldi Industries, Inc. Saat ini ia sedang diminta
bantuannya untuk menangani beberapa proyek implementasi Design for Lean Six
Sigma (DFLSS) dan Lean Six Sigma dalam skala Corporate pada beberapa industri
besar di Indonesia. Ia juga telah membantu manajer-manajer Indonesia untuk
memperoleh gelar profesional dari APICS (CPIM) dan ASQ (CMQ/OE, CQE, CQA,
CSSBB). Ia telah mempublikasikan 33 (tiga puluh tiga) buku teks dan puluhan

artikel/paper. Ia memperoleh penghargaan sebagai Penulis Terbaik dari Menteri
Pendidikan
dan
Kebudayaan
RI
pada
tahun
1994.
Kontak:
vincentgaspersz@yahoo.com

Center for Lean Six Sigma
Quality Management
Sustaining Member of the American Society for Quality No.: 1124262
Prof. Dr. Vincent Gaspersz, CMQ/OE, CQE, CQA, CSSBB/MBB, CFPIM
Lean Six Sigma Master Black Belt
International Member of ASQ and APICS
Baranangsiang Indah A2 No. 9 Bogor 16143

Telefax: 0251-332933
H.P. 0813-1940-6433
E-mail: vincentgaspersz@yahoo.com ,
vingas@indo.net.id

Training, Consulting and implementing:
• Lean Six Sigma Management System (5S, Kaizen Blitz, Value Stream
Process Mapping, Lean Six Sigma Supply Chain Management, Lean Six
Sigma Manufacturing/Service, TPM, Design For Lean Six Sigma, etc)
• SCOR (Supply Chain Operations Reference) Version 8.0
• ISO 9001:2000, MBNQA, Balanced Scorecard, Blue Ocean Strategy
• Integrated Performance Management System (Organizational
Excellence)
• Customer Service Excellence
• Total Quality Leadership and Strategic Planning
• Total Productivity and Quality Improvement
• Statistical Process Control/FMEA
• Design of Experiments and Process Optimization
• Production Planning and Inventory Control (PPIC)
• ASQ Certified Quality Engineer (CQE), Certified Manager of
Quality/Organizational Excellence (CMQ/OE), Certified Quality Auditor,
Certified Six Sigma Green Belt (CSSGB), Certified Six Sigma Black Belt
(CSSBB)

• IQF Six Sigma Green Belt, Black Belt, Master Black Belt (SSGB/BB/MBB)
• APICS Certified in Production and Inventory Management (CPIM)
• Tailor-Made (Customized Programs)