T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis terhadap Potensi Masalah dalam Pengelolaan Dana Desa T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan era reformasi yang memberi tempat lebih jelas dan kuat kepada
kedaulatan rakyat, maka salah satu wilayah pembangunan dan tata pemerintahan yang
paling mendapatkan perhatian ialah wilayah dan pemerintahan desa.1 Salah satu bentuk
perhatian tersebut ialah adanya dana desa, bahkan telah juga diterbitkan pengakuannya dan
ditegaskan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa.2
Dalam bagian Penjelasan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa antara
lain dijelaskan bahwa:
Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik
Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa
“Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 “ Zelfbesturende
landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di
Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu
mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat
istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa
tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati
hak-hak asal usul daerah tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan

diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.3

1

Pernyataan ini sesungguhnya menegaskan hubungan erat antara 3 (tiga) syarat pendirian Negara
sebagaimana telah ada dalam Konvensi Montevideo 1933 tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban
Negara, yaitu adanya rakyat, wilayah dan pemerrintah. Tentu yang dimaksudkan dalam hubungan dengan
proposal skripsi ini ialah pemerintahan rakyat sebagai hakekat dari demokrasi dan bahwa dana desa bersifat
strategis terutama mengingat sebagian besar rakyat Indonesia bertempat tinggal di wilayah pedesaan
dengan tingkat kesejahteraan masih rendah.
2
Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa ini diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari
2014 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No. 7 Tahun 2014.
3
Simak bagian Penjelasan Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya pada baian
Umum, lebih khusus lagi pada bagian Dasar Pemikiran.

1


Uraian di atas memperlihatakan bahwa secara alamiah manusia telah mengatur
kehidupan bersama sebagai makhluk sosial, bahkan sebelum umat manusia kemudian
mengenal pengelompokan diri secara bersama-sama dalam suatu ikatan formal yang
disebut sebagai negara.
Selanjutnya juga dijelaskan bahwa:
Keberagaman karakteristik dan jenis Desa, atau yang disebut dengan nama lain, tidak
menjadi penghalang bagi para pendiri bangsa ( founding fathers) ini untuk menjatuhkan
pilihannya pada bentuk negara kesatuan. Meskipun disadari bahwa dalam suatu negara
kesatuan perlu terdapat homogenitas, tetapi Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap
memberikan pengakuan dan jaminan terhadap keberadaan kesatuan masyarakat hukum dan
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya.4
Penjelasan di atas menunjukkan keyakinan politik para pendiri negara – bangsa
Indonesia, tentang pentingnya penataan desa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.5
Terkait dengan uraian di atas, pada bagian Menimbang Huruf b dari UU No 6
Tahun 2014 tentang Desa, disebutkan bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik
Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan
diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat
menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan
menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.


4

Ibid.
Sebelum hadirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dalam sejarah pengaturan Desa di
Indonesia, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk
Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
5

2

Sedangkan pada Pasal 1 Angka 1 dari UU No. 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut
Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang

untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 1 Angka 8 dari UU tersebut menentukan bahwa Pembangunan Desa adalah
upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat Desa. Sedangkan tentang Keuangan Desa, disebutkan dalam Pasal 1 Angka 10
bahwa Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban Desa.
Secara faktual, kemiskinan masih menjadi persoalan yang dominan di desa.
Kesenjangan antara masyarakat desa dan kota masih terjadi di banyak sekali daerah di
Indonesia. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan potensi desa-desa di pinggiran kota,
diperlukan kebijakan yang tepat guna menjamin pembangunan yang berkelanjutan.
Sebagai informasi, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah penduduk
miskin di Indonesia mencapai 10,96 persen (27,73 juta jiwa) dengan persentase sekitar
62,65 persen penduduk miskin ada di desa (BPS, 2015). Lemahnya pembangunan di desa
ditandai dengan masih rendahnya ketersediaan pelayanan dasar dan ekonomi di desa,
misalnya minimnya ketersediaan dan aksesibiltas pelayanan kesehatan, pendidikan,
fasilitas ekonomi serta investasi terutama desa-desa di wilayah pinggiran Indonesia.
Pembangunan desa yang masih belum memadai berakibat pada kualitas SDM desa yang


3

masih rendah, kegiatan produksi desa kurang berkembang, kesempatan kerja rendah, dan
pendapatan masyarakat yang rendah.6
Untuk mengantisipasi dan mengatasi berbagai persoalan kehidupan di pedesaan
termasuk kemiskinan, maka hal ini sangat tergantung juga pada sumber daya manusia.
Misalnya, para bupati dan wali kota diharapkan mempercepat pencairan dana desa setelah
penerbitan surat keputusan bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, serta Menteri Keuangan. Kepala
daerah diimbau tidak mempersulit administrasi pencairan dana.
SKB itu berisi perintah untuk mencairkan dana desa. Tidak ada alasan lagi bagi
bupati dan wali kota untuk tidak mencairkan dana desa," ujar Direktur Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Achmad Erani
Yustika kepada Kompas.com, Rabu (16/9/2015).7
Menurut Achmad, SKB tersebut memuat penyederhanaan prosedur administrasi
pencairan dari kabupaten/kota ke desa-desa. Misalnya, kabupaten/kota tidak perlu lagi
menggunakan dokumen desa. Pencairan dapat dilakukan setelah anggaran pendapatan dan
belanja desa selesai dibuat. (Baca Tiga Menteri Teken SKB Penyaluran Dana Desa) Selain
itu, pencairan tidak perlu menunggu desa membuat rencana pembangunan jangka


Kompas – Senin, 28 September 2015 ; Josephus Primus (Editor); Mendes Marwan: Perlu Kebijakan Tepat
Kelola Transisi Perdesaan;Lihat uraian lengkapnya dalam:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/09/28/182143126/Mendes.Marwan.Perlu.Kebijakan.Tepat.
Kelola.Transisi.Perdesaan?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
Dikunjungi pada Senin 28 September 2015, pukul 19.00 WIB.
7
Kompas – Rabu, 16 September 2015 ; Abba Gabrillin (Penulis) & Laksono Hari Wiwoho; SKB Tiga
Menteri Rampung, Kepala Desa Diminta Tak Persulit Pencairan Dana Desa; Lihat uraian lengkapnya
dalam:
http://nasional.kompas.com/read/2015/09/16/11455651/SKB.Tiga.Menteri.Rampung.Kepala.Daerah.Dim
inta.Tak.Persulit.Pencairan.Dana.Desa?utm_source=news&utm_medium=bp&utm_campaign=related&
Dikunjungi pada Kamis 24 September 2015, pukul 06. 59 WIB.
6

4

menengah desa (RPJMDes). Menurut Achmad, per 11 September 2015, sebanyak 44.000
desa telah menerima pencairan dana tersebut. Adapun dari 433 kabupaten/kota yang
dipantau langsung oleh perwakilan Kemendes, baru 403 yang melaporkan kesiapan

pencairan. "Tetapi, saya optimistis, sampai akhir September, pencairan dapat dilakukan di
54.000 desa," kata Achmad.
Untuk tahun 2015 misalnya, pemerintah akan melakukan pencairan dana desa
sebesar Rp 20,7 triliun. Setiap desa dianggarkan menerima dana desa sebesar Rp 1,4 miliar.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa pemerintah menargetkan
penyaluran dana desa mencapai 80 persen pada pertengahan September ini. Untuk itu,
perlu langkah percepatan penyaluran, seperti memangkas birokrasi yang berbelit. Baik
Kemendagri, Kemendes, maupun Kemenkeu telah menyederhanakan prosedur pemberian
dana ke desa-desa.8
Sehubungan dengan urusan sumber daya manusia, Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementerian Desa) mengharapkan
Pendamping Lokal Desa (PLD) bisa menemukan solusi untuk penyerapan Dana Desa
(DD). Harapan itu mengemuka saat Kementerian Desa meluncurkan program PLD dengan
mengundang para pelaku kebijakan dari tujuh kabupaten yakni Bekasi, Bogor, Karawang,
Purwakarta, Tangerang, dan Serang. Acara yang dihadiri oleh 280 kepala desa, 35 Ketua
Badan Kerja Sama Antar Desa (BKAD), 4 Aparat Pemberdayaan Masyarakt (PMD)
Provinsi, 14 Aparat PMD Kabupaten, dan 14 Tenaga Ahli Pendamping Desa dari sejumlah
kabupaten tersebut juga membahas mengenai bebagai permasalahan mengenai
pendamping desa. Dalam kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Pembangunan dan


8

Ibid.

5

Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD), Kementerian Desa Achmad Erani Yustika,
berharap beberapa permasalahan yang terkait dengan penyaluran DD dan Alokasi Dana
Desa (ADD) dapat segera ditemukan solusinya dan proses pembangunan di desa bisa
segera terlaksana dalam siswa waktu tiga bulan kedepan. “Sebagaimana diketahui,
sebanyak Rp 16.5 triliun dana desa (setara 80 persen dari total DD Rp 20,766 triliun) untuk
tahun 2015 telah disalurkan dari pusat ke rekening kas umum daerah Kabupaten/Kota.
Namun demikian, sampai Oktober ini baru sekitar Rp 7,091 triliun yang telah dicairkan ke
rekening kas desa atau setara 45 persen dari DD yang telah ditransfer ke daerah dan setara
34 persen dari total DD,” ujar Erani, dalam sambutannya, pada acara bertema ‘Bekerja
untuk Desa Membangun Indonesia’ di Kalibata, Jakarta, Jumat (2/10/2015). 9
Untuk mengawal penyerapan dana desa, Menurut Erani, posisi pendamping desa
dirasa penting mengimplementasikan UU Desa. Khususnya, memantau realisasi anggaran
dan kegiatan yang dibiayai dari sumber dana desa (dari APBN) dan alokasi dana desa (dari
APBD), semapai dengan akhir 2015. “Oleh karena itu, pada bulan Oktober ini dilakukan

peluncuran Pendamping Lokal Desa (PLD) yang diawali dari Provinsi Gorontalo dan
Sulawesi Tenggara. Selanjutnya akan diikuti 31 provinsi lain di Indonesia sehingga total
21.000 PLD dapat dimobilisasikan dan kekurangan 5000 Pendamping Desa dapat diisi,”
ujarnya. Erani menambahkan pelaksanaan pendampingan masyarakat desa dilakukan oleh
21.000 orang Pendamping Lokal Desa (PLD). Diharapkan, para PLD telah terseleksi dan
bisa ditugaskan pada Oktober ini. “Sebagian sudah bisa dimobilisasikan ke desa-desa

Kompas – Sabtu, 03 Oktober 2015 ; Josephus Primus (Editor); Kementerian Desa Harapkan Pendamping
Lokal Desa Bisa Temukan Solusi Penyerapan Dana Desa; Kompas – Sabtu, 03 Oktober 2015; Lihat uraian
lengkapnya dalam:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/10/03/140607026/Kementerian.Desa.Harapkan.Pendampin
g.Lokal.Desa.Bisa.Temukan.Solusi.Penyerapan.Dana.Desa.
Dikunjungi pada Sabtu 03 Oktober 2015, pukul 18.38 WIB.
9

6

dengan konfigurasi 1 orang PLD mendampingi 4 desa didukung oleh dua orang
Pendamping Desa (PD) di Kecamatan. Diharapakan, di bulan Oktober ini seluruh desa di
tanah air telah didampingi oleh Pendamping Lokal Desa (PLD),” imbuhnya. Kementerian

Desa menurut Erani akan memberikan pelatihan kepada pendamping desa yang telah
dimobilisasikan tersebut. Pelatihan terrsebut, diarahkan untuk memperkuat pengetahuan
dan keterampilan. Sehingga, para pendamping tersebut mampu memfasilitasi regulasi UU
Desa ke dalam implementasi atau praktik berdesa. “Pengembangan skema pendampingan
yang memberdayakan masyarakat desa diharapkan dapat menumbuhkan partisipasi
masyarakat, sebagai roh gerakan pembangunan desa yang berkelanjutan,” tuturnya.
Fasilitasi

penyelenggaraan

pemerintahan

desa,

pembangunan

desa,

pembinaan


kemasyarakat desa, dan pemberdayaan masyarakat desa, menurut Erani perlu terus
digiatkan untuk mendorong prioritas penggunaan DD. Selain itu, visi desa membangun
perlu terus digiatkan. Erani lebih lanjut mengharapkan semoga dengan workshop dan
dialog para pelaku desa membangun, pelaku kerja sama antar desa, pelaku pendampingan
desa, aparat kabupaten-kecamatan, dapat berjabat erat, bahu-membahu bekerja untuk
membangun Indonesia.10
Persoalan kemiskinan di perdesaan, menjadi penyebab utama perpindahan
penduduk dari desa ke kota. Solusinya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi meluncurkan tiga program untuk meminimalisir angka
urbanisasi yang diperkirakan naik kisaran 65 persen pada tahun 2015. “Program unggulan
akan selalu dijadikan acuan utama dalam merumuskan kegiatan-kegiatan prioritas setiap
tahun. Program unggulan itulah yang akan menghasilkan dampak terukur bagi peningkatan

10

Ibid.

7

kemajuan dan kesejahteraan, dan kemandirian masyarakat desa” ujar Menteri Desa, PDT,
dan Transmigrasi, Marwan Jafar usai meluncurkan Indeks Desa Membangun (IDM)
pertengahan Oktober. Bersamaan dengan peluncuran IDM, Kementrian Desa juga
menggencarkan program yang dijadikan andalan atasi kemiskinan, yaitu Jaring Komunitas
Wiradesa (JKWD), Lumbung Ekonomi Desa (LED), dan Lingkar Budaya Desa (LBD).
“Urbanisasi harus ditekan angkanya, agar desa bisa berkembang dan berdaya saing secara
ekonomi” ujar Marwan.11
Program Jaring Komunitas Wiradesa, seperti dipaparkan oleh Menteri kelahiran
Pati, Jawa Tengah ini, akan diarahkan untuk mengarusutamakan penguatan kapabilitas
manusia sebagai inti pembangunan desa. Sehingga mereka menjadi subyek-berdaulat atas
pilihan-pilihan yang diambil. Sedangkan Program Lumbung Ekonomi Desa didesain untuk
mendorong muncul dan berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai
pemilik dan partisipan gerakan ekonomi di desa. “Lingkar Budaya Desa sebagai program
yang bertujuan untuk mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi warga
dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain” lanjut Marwan
Jafar. Program Unggulan tersebut, menurut Marwan, dikembangkan dengan kerangka
kerja yang didasarkan pada penegasan atas lokus pencapaian sasaran pembangunan Desa.
“Penegasan lokus dimaksudkan adalah pada 15.000 Desa yang ditetapkan berdasar Indeks
Desa Membangun. Di dalam lokus 15.000 Desa itu terdapat 1.138 Desa perbatasan, dan
kesemuanya ditujukan mencapai target sesuai sasaran dalam RPJMN 2015-2019”

Kompas – Sabtu 24 Oktober 2015 ; Tiga Program Menteri Marwan Atasi Kemiskinan Desa; Lihat uraian
lengkapnya dalam:
http://biz.kompas.com/read/2015/10/24/080128728/Tiga.Program.Menteri.Marwan.Atasi.Kemiskinan.De
sa?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
Dikunjungi pada Sabtu 24 Oktober 2015, pukul 09.53 WIB.
11

8

paparnya. Penerapan Indeks Desa Membangun (IDM) yang diluncurkan Kementerian
Desa, PDT dan Transmigrasi, untuk memberikan perspektif yang komprehensif dalam
mengatasi persoalan yang muncul di pedesaan. Sehingga dapat dijadikan rujukan dalam
menjalankan program pembangunan nasional yang dimulai dari desa. “IDM ini bertujuan
memperkuat pencapaian kinerja pemerintah, utamanya terkait pembangunan desa dan
kawasan perdesaan sebagaimana yang tertuang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019. Dengan merujuk IDM, upaya mengentaskan desa
tertinggal dan meningkatkan jumlah desa mandiri semakin terarah dan terencana” kata
Marwan Jafar.12
Dikemukakan Menteri Desa, IDM meletakkan prakarsa dan penguatan kapasitas
masyarakat sebagai basis utama dalam proses kemajuan dan pemberdayaan desa. Indeks
desa tersebut, mengedepankan pendekatan yang bertumpu kepada kekuatan sosial,
ekonomi, dan ekologi, tanpa melupakan kekuatan politik, budaya, sejarah, dan kearifan
lokal. IDM merupakan komposit dari ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi. Tiga dimensi
ini dikembangkan lebih lanjut ke dalam 22 variabel dan 52 indikator. Hasil penghitungan
IDM kemudian diklasifikasi ke dalam lima kategori desa, yakni desa sangat tertinggal
dengan rentang nilai kurang dari atau sama dengan 0,491. Kemudian, desa tertinggal
dengan rentang nilai lebih dari 0,491 hingga 0,599; Desa Berkembang dengan rentang nilai
lebih dari 0,599 hingga 0,707; Desa Maju dengan rentang nilai lebih dari 0,707 hingga
0,815; dan Desa Mandiri dengan rentang nilai lebih dari 0,815. IDM akan melakukan
afirmasi, integrasi, dan sinergi pembangunan, agar

kondisi masyarakat desa yang

sejahtera, adil, dan mandiri yang dicita-citakan akan dapat diwujudkan. “Dengan IDM ini,

12

Ibid.

9

masyarakat seharusnya ditempatkan sebagai subjek pembangunan. Bukan lagi sebagai
obyek pembangunan yang bersipat top down” ujar Marwan Jafar. “Desa akan menjadi
entitas yang berpotensi mendekatkan peran negara dalam membangun kesejahteraan,
kemakmuran dan kedaulatan bangsa baik di mata warga negaranya sendiri maupun di mata
internasional” tutup Marwan.13
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendesa
PDTT) Marwan Jafar berkomitmen akan serius memperhatikan perbatasan menjadi
kawasan baru yang tertata dan menjadikannya sebagai sebagai beranda bangsa Indonesia.
Bahkan, kawasan itu akan disulap menjadi wilayah yang punya daya saing ekonomi
masyarakat desa setempat dengan negara tetangga. “Sejak awal saya selalu tegaskan bahwa
daerah-daerah perbatasan adalah beranda depan negara, dan bukannya daerah belakang.
Saya akan semakin memprioritaskan pembangunan perbatasan di seluruh Indonesia. Desa
perbatasan jangan kalah dengan negara tetangga,” ujar Marwan Jafar di Jakarta, Senin
(21/9/2015).14
Agar rencana pembangunan kawasan perbatasan negara terlaksana, Menteri
Marwan mengatakan, sudah menandatangani memorandum of understanding (MoU)
dengan gubernur dan bupati di wilayah perbatasan Kalimantan, sebagai titik awal dari
langkah nyata. Isi MoU itu adalah pembangunan, pengembangan masyarakat, dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang diselaraskan dengan kepentingan pertahanan
dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan nota kesepahaman

13
14

Ibid.
Kompas – Senin, 21 September 2015 ; Josephus Primus (Editor); Kawasan Perbatasan Harus Menjadi

Beranda Bangsa Indonesia; Lihat uraian lengkapnya dalam:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/09/21/204021426/Kawasan.Perbatasan.Harus.Menjadi.Bera
nda.Bangsa.Indonesia
Dikunjungi pada Senin 28 September 2015, pukul 1908 WIB.

10

itu, pemerintah pusat dan daerah akan bersinergi untuk menjadikan perbatasan sebagai
bagian pertumbuhan ekonomi daerah dan juga perekonomian nasional. “Tak hanya itu,
pemerintah akan mendorong kawasan daerah perbatasan negara memanfaatkan peluang
kerja sama pembangunan regional,” ujar Menteri Marwan. “Pusat dan daerah perlu saling
membantu dan mendorong pengembangan kawasan transmigrasi perbatasan. Setiap
provinsi, kabupaten atau kota, adalah pusat pertumbuhan ekonomi yang harus
memanfaatkan potensinya,” ujar Menteri Marwan. Pembangunan kawasan perbatasan
darat di empat provinsi daerah perbatasan yaitu Provinsi Kalimantan Barat dengan
Serawak-Malaysia, Provinsi Kalimantan Timur dengan Sabah-Malaysia, Provinsi Papua
dengan Papua Niugini (PNG), dan Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste.
Dalam kebijakan mengelola wilayah perbatasan, Mendesa Marwan mengatakan,
pembangunan yang semula cenderung berorientasi inward looking, diubah menjadi
outward looking. Paradigma outward looking akan diarahkan pada pengembangan wilayah
perbatasan sebagai beranda depan negara yang berfungsi sebagai pintu gerbang semua
aktivitas, khususnya ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. “Saya akan
mendorong daerah mengembangkan keunggulan wilayahnya, karena perlu keseimbangan
antarwilayah. Jangan sampai terjadi ketimpangan antar wilayah dan tak boleh ada satu
daerah pun yang tertinggal terlalu jauh dari negara tetangga,” ujar Menteri Marwan. Dalam
penanganan kawasan perbatasan, Menteri Marwan mengatakan, perlu didukung komitmen
politik yang kuat dari semua pihak di berbagai tingkatan pemerintahan dan pada para
pemangku kepentingan, juga perencanaan yang komprehensif. “Alokasi pembiayaan yang
khusus sebagai stimulan atau perekat berbagai sumber dana yang ada,” ujarnya. “Saya
berharap agar desa atau kawasan pemukiman di wilayah perbatasan, lebih punya taraf

11

hidup yang tidak kalah dengan negara tetangga. Harus lebih maju, karena di situlah beranda
Negara Indonesia,” demikian Menteri Marwan.15
Sehubungan dengan adanya kebijakan publik tentang Dana Desa ini, Indonesia
Corruption Watch menilai proses penyaluran dana desa dari kabupaten ke desa-desa patut

diwaspadai. Patut diwaspadai adanya permintaan uang dari kabupaten kepada desa-desa
sebagai syarat pencairan dana desa. "Nah sebenarnya titik rawannya bukan cuma di desa,
tetapi juga di kabupaten. Desa kan harus memberikan pertanggungjawaban dan bukan
pengajuan ke kabupaten. Pengalaman kami memantau proses dana seperti ini, biasanya
akan ada permintaan-permintaan uang, sogokan, kalau dalam bahasa korupsi intensive
corruption. Jadi desa harus kirim uang dulu kalau uangnya dicairkan, modal-modal seperti
itu harus diwaspadai," tutur Koordinator ICW Ade Irawan di Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Atas dasar itu, menurut dia, pemerintah pusat perlu mendorong adanya keterbukaan
informasi terkait proses pencairan dana desa dari kas kabupaten. Pemerintah juga diminta
melakukan sosialisasi kepada warga agar bisa mengawasi perangkat desa dalam mengelola
dana desa yang diberikan. "Paksa desa untuk terbuka. Jadi hal-hal tersebut menjadi
prasyarat dasar," sambung Ade.16
Di samping itu, ia menilai perlunya pengubahan sistem penyaluran dana desa.
Menurut Ade, penyaluran dana desa sedianya didasarkan pada kebutuhan masing-masing
desa. Dengan demikian, alokasi dana desa untuk satu desa dengan desa lainnya bisa saja

15
16

Ibid.
Kompas – Selasa 29 September 2015 ; Icha Rastika (Penulis) & Fidel Ali (Editor); ICW: Titik Rwan

Penyalahgunaan Dana Desa Juga Ada di Kabupaten; Kompas – Selasa 29 September 2015; lihat uraian
lengkapnya dalam:
http://nasional.kompas.com/read/2015/09/29/22191881/ICW.Titik.Rawan.Penyalahgunaan.Dana.Desa.Ju
ga.Ada.di.Kabupaten
Dikunjungi pada Rabu 30 September 2015, pukul 06.30 WIB.

12

berbeda. "Bukan diblok dalam artian ya setiap desa diberi alokasi yang sama, mestinya
enggak. Tetapi desa dipaksa untuk penganggaran bareng dengan warga, berapa uang yang
dibutuhka n, itu yang diajukan, itu yang didistribusikan," papar dia. Mengenai kemampuan
perangkat desa yang belum sepenuhnya mampu mengelola dana desa dengan baik, Ade
menilai perlunya diberikan panduan kepada perangkat desa. Selain kepada perangkat desa,
pengarahan perlu disampaikan kepada warga agar bisa turut mengawasi proses pengelolaan
dana desa. Ade juga menduga pencairan dana desa bakal menimbulkan banyak masalah
pada awal-awal program ini diberlakukan. Setidaknya ada tiga alasan yang mendasari
penilaian Ade tersebut. Pertama, belum adanya tradisi demokrasi di tingkat desa. Kedua,
kemampuan teknis perangkat desa maupun warga desa dalam mengelola anggaran yang
belum mumpuni. Ketiga, masih adanya dominasi perangkat desa yang akan bertambah kuat
jika tanpa dilakukan pengawasan masyarakat. "Sehingga dia dengan mudah bisa
menyelewengkan uang desa untuk kepentingan pribadi," kata Ade. Pemerintah pusat
mengalokasikan Rp 20,7 triliun dana desa untuk 74.093 desa pada 2015. Penggunaan dana
desa telah diatur dalam Permendesa Nomor 5/2015 tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2015. Di antaranya adalah untuk diprioritaskan membangun
atau memperbaiki infrastruktur desa yang sifatnya vital dan mendesak seperti perbaikan
jalan, sarana irigasi tersier, dan infrastruktur lain yang dapat meningkatkan produktivitas
desa.17
Keuangan Desa dikelola berdasarkan praktik-praktik pemerintahan yang baik.
Asas-asas Pengelolaan Keuangan Desa sebagaimana tertuang dalam Permendagri Nomor

17

Ibid.

13

113 Tahun 2014 yaitu transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan
disiplin anggaran, dengan uraian sebagai berikut:18
1.

Transparan yaitu prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk
mengetahui dan mendapat akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan desa. Asas
yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,
jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintahan desa dengan tetap
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2.

Akuntabel yaitu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan
dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan;

3.

Partisipatif yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa yang mengikutsertakan
kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa;

4.

Tertib dan disiplin anggaran yaitu pengelolaan keuangan desa harus mengacu pada
aturan atau pedoman yang melandasinya.
Sedangkan beberapa disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam Pengelolaan

Keuangan Desa yaitu:19

BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan); “Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan
Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa”, h. 35; Lihat uraiannya dalam:
http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/sakd/files/Juklakbimkonkeudesa.pdf
Dikunjungi pada 15 April 2017, pukul 10.01 WIB.
19
Ibid, h. 35 – 36.
18

14

1.

Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang
dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan
merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja;

2.

Pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia
atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APB Desa/Perubahan APB Desa;

3.

Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan
harus dimasukan dalam APB Desa dan dilakukan melalui Rekening Kas Desa.
Selanjutnya dan lebih khusus lagi dalam Pasal 72 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2014,

tentang sumber pendapatan desa, ditegaskan khususnya dalam Huruf d, tentang “alokasi
dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota”.
Dalam kaitan dengan hal tersebut, maka salah satu pokok bahasan yang paling
penting dalam konteks studi Hukum dan Kebijakan Publik ialah isu hukum tentang Dana
Desa. Isu hukum tentang Dana Desa ini, menurut penulis, penting untuk diangkat dan dikaji
secara keilmuan, setidaknya melakukan penelitian identifikasi dan inventarisasi hukum
atas berbagai potensi atau fakta pelanggaran hukum yang terjadi, di bawah topik penulisan:
“Tinjauan Yuridis Terhadap Potensi Masalah Dalam Pengelolaan Dana Desa”.
Topik ini menarik karena belum banyak penelitian tentang hal ini pada aras atau
tingkat skripsi, dan penting adanya untuk mengingatkan dan menegaskan urusan ini dalam
hubungan dengan konsepsi yang ideal dan seharusnya dilakukan, khususnya dalam rangka
optimalisasi dana desa, seperti::
1. Kebijakan dan/atau Pelayanan Publik;
2. Good Governance; dan

15

3. Anti Korupsi.
Oleh penulis, hal ini dipandang penting karena tidak ada kebijakan publik yang
otomatis berjalan dengan baik dan benar secara hukum. Dalam kaitan dengan penelitian
ini, kebijakan publik dalam artian adanya program pemerintah dan ketentuan hukum untuk
mendayagunakan dana desa secara tepat sasaran dan bermanfaat, masih harus terus
diupayakan secara semakin serius. Terkait hal ini, salah satu masalah besar ialah potensi
tentang adanya korupsi atas dana desa. Dalam hal ini menjadi penting untuk mendalami
kemungkinan korupsi, serta bagaimana hal itu cermati dan dianalisa melalui Kebijakan
Publik, dan Good Governance.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang telah diterjemahkan
kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 sebagai perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara sebagai petunjuk pelaksanaannya telah menjadi
payung hukum buat perangkat desa dalam melakukan pengelolaan dana desa. Untuk
pengelolaan dana desa bukanlah hal yang mudah, namun memerlukan sistem yang juga
harus dibuat secara profesional. Mulai dari segi perencanaan, desa harus membentuk
musyawarah desa untuk menentukan belanja bagi dana desa pada periode ke depan.
Penatausahaannya pun harus menggunakan sistem yang telah memanfaatkan teknologi
informasi. BPKP telah mengembangkan aplikasi SIMDA DESA dalam membantu
perangkat desa melakukan penatausahaan keuangan desa yang tidak hanya bersumber dari
APBN (dana desa), tetapi juga yang berasal dari APBD prov/kab/kota. 20

BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan); “Kawal Keuangan Desa”; Warta
Pengawasan, vol. xxII/Edisi HUT ke - 70 RI 2015, h. 3, Lihat uraiannya dalam:
http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/pusat/files/Warta/2015/Final%20WP%20Edisi%20HUT%2070
%20RI%202015%20web.pdf ; Dikunjungi pada 23 Juni 2016, pukul 10.14 WIB.
20

16

Tidak hanya sistem, Sumber Daya Manusia atau perangkat penyelenggara desa pun
harus memiliki kapabilitas dalam mengelola dana tersebut. Bukan pekerjaan yang mudah
dan cepat, mempersiapkan SDM desa agar kapabel dan profesional. Hal itu memerlukan
waktu, dana, tenaga, dan komitmen semua pihak terkait. BPKP sebagai Auditor Presiden,
siap membantu meningkatkan kapabilitas Aparat Pengawasan Instansi Pemerintah (APIP)
dalam mengawal keuangan desa. APIP menjadi sangat berperan penting untuk
memberikan asurrance dan konsultansi bagi akuntabilitas dan pengelolaan keuangan desa.
APIP harus dapat melihat dimana titik kritis yang mungkin timbul dalam pengelolaan dana
desa. Dengan adanya dana desa yang tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat waktu, serta
dikelola dengan efisien, efektif, dan ekonomis, diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat
meningkat dengan cepat terutama bagi masyarakat desa dalam peningkatan
kesejahteraannya.21
Pengelolaan keuangan desa, pada dasarnya dilaksanakan untuk mewujudkan desa
sebagai suatu pemerintahan terdepan dan terdekat dengan rakyat, yang kuat, maju, mandiri,
dan demokratis, hingga mampu melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan menuju masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. Sebuah tujuan yang mulia,
semulia peran APIP untuk menjaganya agar pengelolaan keuangan desa hingga dapat
mewujudkan cita-cita tersebut. Salah satu pendekatan pengawasan yang dapat dilakukan
oleh APIP adalah dengan melihat risiko-risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan
pengelolaan dana tersebut. APIP harus memperhatikan seberapa tinggi tingkat risiko itu,
setelah itu mengaitkan dengan pengendalian intern yang ada untuk mengantisipasinya.
Semakin tinggi tingkat risikonya, maka langkah kerja pengawasan oleh APIP akan semakin

21

Ibid.

17

rinci dan banyak. Jika kita cermati proses bisnis pengelolaan keuangan desa dan
pengalaman beberapa tahun ini, kita dapat identifikasikan beberapa risiko, baik risiko
tingkat entitas pemerintah desa, maupun risiko tingkat aktivitasnya. Risiko-risiko itu dapat
dikategorikan sebagai risiko bisnis dan risiko kecurangan ( fraud).22
Dalam kaitan dengan urgensi Dana Desa dan harapan akan ketercapaian tujuannya,
maka diperlukan pengenalan terhadap aspke-aspek positif dan kemungkinan hal-hal
negatif yang ada dan bermunculan dalam kebijakan publik yang bernama alokasi Dana
Desa.

B. Pembatasan Masalah
Penelitian ini akan dilakukan secara normatif dan menyinggung beberapa contoh
kasus untuk memperlihatkan pentingnya perhatian dan kesadaran hukum terhadap
pengadaan, pengaturan dan penggunaan atas Dana Desa, terutama supaya tidak dikorupsi.
Karena itu fokus dalam penelitian dan penulisan skripsi ini dibatasi pada
pencermatan dan analisa terhadap potensi-potensi masalah dalam pengelolaan Dana Desa.

C. Rumusan Masalah
22

Ibid, h. 5.

18

Masalah-masalah hukum apa saja yang berpotensi muncul dalam pengelolaan dana desa?

D. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui, menganalisis dan menjelaskan masalah-masalah hukum yang
berpotensi muncul dalam pengelolaan dana desa.

E. Manfaat Penulisan
1. Secara teoritik untuk menambah ilmu pengetahuan tentang dana desa secara umum,
dan secara khusus tentang pengenalan atas potensi-potensi masalah pengelolaan dana
desa;
2. Secara praktis untuk menyumbangkan gagasan penanganan atas potensi-potensi
masalah hukum, yang mungkin dapat dipakai oleh pengambil kebijakan publik dan
penegak hukum.

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum. Menurut Soerjono Soekanto,
“Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode,
sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisasnya. Di samping itu juga
diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian

19

mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam
gejala yang bersangkutan.”23
Sedangkan menurut Soetandyo Wignyosoebroto, “Penelitian hukum adalah seluruh
upaya untuk mencari dan menemukan jawaban yang benar (right answer) dan/atau
jawaban yang tidak sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu permasalahan.
Untuk menjawab segala macam permasalahan hukum diperlukan hasil penelitian yang
cermat, berkerterandalan, dan sahih untuk menjelaskan dan menjawab permasalahan
yang ada.”24
2. Bahan Hukum
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas. Bahan hukum
primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, risalah, dan putusan hakim.
Dalam hal ini, yang berkaitan dengan dana desa, terutama Undang-Undang No. 6
Tahun 2014 tentang Desa dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik..
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan
dokumen yang tidak resmi. Pubkikasi tersebut terdiri atas:
1). Buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan
hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum,
2). Kamus-kamus hukum,

Soerjono Soekanto (1981), Pengantar Penelitian Hukum, Dalam: H. Zainudin Ali, “Metode Penelitian
Hukum”, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 18.
24
Ibid.
23

20

3). Jurnal-jurnal hukum,
4). Komentar-komentar atau putusan hakim
Publikasi tersebut merupakan petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum
primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia,
jurnal, surat kabar, dan sebagainya . Peter Mahmud Marzuki mengatakan
bahwa bahan hukum sekunder juga termausk data yang diperoleh lewat online.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan Hukum tersier adalah bahan hukum yang diperoleh dari bahasan non hukum,
misalnya saja buku yang membahas di luar prespektif hukum. Kadang dalam
sebuah penelitian ditemukan dalam fakta di luar hukum, dan memerlukan bahan
diluar non hukum untuk menyelesaikannya. Dalam penelitian ini, misalnya dari
perspektif hukum dan kebijakan atau pelayanan publik.
Dari pemaparan tentang bahan hukum tersebut, maka dalam penelitian ini bahan
hukum yang digunakan adalah ketiga-tiganya.
3. Jenis Pendekatan
Penelitian dan danulisan proposal yang kelak menjadi skripsi ini menggunakan
pendekatan hukum normatif.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan jalan membaca buku atau dokumen terkait baik
itu teori, hasil penelitian lain, peraturan perundang-undangan, dan membangun
keterhubungan logika hukum dengan topik skripsi ini yaitu tentang potensi masalah
pengelolaan dana desa.

21

5. Teknik Analisa Data
Menggunakan metode kualitatif, yaitu mengenal pokok persoalan hukumnya dan
membahas pemecahannya dengan menggunakan teori hukum dan kebijakan publik
yang terkait dan peraturan perundang-undangan.

G. Sistematika Penelitian dan Penulisan
Bab I PENDAHULUAN
Terbagi dalam beberapa bagian, yaitu:
1. Latar Belakang Penelitian
Berisi tentang latar belakang yang menyangkut potensi-potensi masalah dalam
pengelolaan dana desa..
2. Rumusan Masalah
Berisi tentang masalah-masalah hukum yang hendak diteliti dalam penelitian ini,
berbentuk pertanyaan penelitian.
3. Manfaat Penelitian
Menjelaskan manfaat teoritis dan manfaat praktis dari penelitian yang dilakukan
4. Tujuan Penelitian
Menjelaskan tujuan atau hasil akhir yang hendak dicapai dalam penelitian ini, untuk
menjawab rumusan masalah.
5. Metodologi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan pendekatan
teoritik dan perundang-undangan. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini
adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

22

6. Sistematika Penulisan
Uraian tentang roadmap dari penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISA
Tinjauan Pustaka berisi teori-teori, pendapat ahli hukum, kumpulan jurnal, hasil penelitan
dan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan terkait, yang menjadi dasar penelitian
tentang potensi masalah dana desa dan dapat menjadi landasan untuk memperkuat argumen
peneliti. Hasil Penelitian berisi gambaran umum tentang dana desa dan potensi
masalahnya. Analisa berisikan hubungan antara Tinjauan Pustaka yaitu aspek teori dan
peraturan perundang-undangan dengan Hasil Penelitian. Praktisnya mencermati aspek
teoritik dan ketentuan peraturan perundang-undangan, seeperti dalam Undang- Undang
No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, dan berbagai ketentuan hukum terkait tata pemerintahan. Fokusnya pada
menganalisis potensi masalah dalam pengelolaan dana desa.

BAB III PENUTUP
Berisikan kesimpulan dari penelitian yang dihasilkan dan saran dari penulis.

23

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ORANG TUA MENIKAHKAN ANAK PEREMPUANYA PADA USIA DINI ( Studi Deskriptif di Desa Tempurejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember)

12 105 72

IbM Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Menuju Desa Mandiri Energi

25 108 26

IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT (Studi Deskriptif di Desa Tiris Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo)

21 177 22