Implementasi Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Dan Simple Additive Weighting (SAW) Dalam Pemilihan Operator Seluler Terbaik

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Sistem Pendukung Keputusan

2.1.1.Konsep Dasar Sistem Pendukung Keputusan

Konsep Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support Systems=DSS) pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an oleh Michael Scott Morton, yang selanjutnya dikenal dengan istilah “Management Decision Systems” (Sprague, 1982). Konsep Sistem Pendukung Keputusan merupakan sebuah sistem interaktif berbasis komputer yang membantu pembuat keputusan memanfaatkan data dan model untuk menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat tidak terstruktur dan semi terstruktur. Sistem Pendukung Keputusan dirancang untuk menunjang seluruh tahapan pembuatan keputusan, yang dimulai dari tahap mengindentifikasi masalah, memilih data yang relevan, menentukan pendekatan yang digunakan dalam proses pembuatan keputusan, sampai pada kegiatan mengevaluasi pemilihan alternatif (Daihani, 2001).

Sistem pendukung keputusan juga merupakan suatu sistem interaktif yang mendukung keputusan dalam proses pengambilan keputusan melalui alternatif-alternatif yang di peroleh dari hasil pengolahan data, informasi dan rancangan model. Dimana Model merupakan karakteristik utama dari sistem pendukung keputusan yang merupakan suatu bentuk representasi yang disederhanakan atau abstraksi dari sebuah realita (Turban dan Aronson,1998).


(2)

2.1.2 Definisi Sistem Pendukung Keputusan

Definisi mengenai sistem pendukung keputusan yang ideal adalah :

a. SPK adalah sebuah sistem berbasis komputer dengan antarmuka antara mesin/komputer dan pengguna.

b. SPK ditujukan untuk membantu pembuat keputusan dalam menyelesaikan suatu masalah dalam berbagai level manajemen dan bukan untuk mengganti posisi manusia sebagai pembuat keputusan.

c. SPK mampu memberi alternatif solusi bagi masalah semi/tidak terstruktur baik bagi perseorangan atau kelompok dan dalam berbagai macam proses dan gaya pengambilan keputusan.

d. SPK menggunakan data, basis data dan analisa model-model keputusan. e. SPK bersifat adaptif, efektif, interaktif, easy to use dan fleksibel.

f. SPK menyediakan akses terhadap berbagai macam format dan tipe sumber data (data source).

2.1.3Komputer dan Keputusan

Terdapat beberapa alasan untuk menggunakan aplikasi komputer dalam proses pembuatan keputusan yaitu (Turban & Aronson, 1998) :

1. Kecepatan perhitungan

2. Keterbatasan manusia dalam proses pengambilan keputusan

3. Kemudahan melakukan koordinasi dan komunikasi dalam kelompok kerja 4. Pengurangan biaya dan menghemat waktu

5. Peningkatan produktifitas kerja

6. Peningkatan kualitas pengambilan keputusan lewat simulasi komputer

2.1.4Proses Pengambilan Keputusan

Menurut Sprague, R.H.Jr. menggambarkan proses pengambilan keputusan. Proses ini terdiri atas empat fase, yaitu:


(3)

1. Tahap penelusuran (Intelligence)

Merupakan tahap pendefenisian masalah serta identifikasi informasi yang di butuhkan yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi serta keputusan yang akan diambil. 2. Perancangan (Desain)

Merupakan tahap analisa alam kaitan mencari atau merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah. Setelah permasalahan di rumuskan dengan baik, maka tahap berikutnya adalah merancang atau membangun model pemecahan masalahnya dan menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah.

3. Pemilihan (Selection)

Dengan mengacu pada rumusan tujuan serta hasil yang diharapkan selanjutnya manajemen memilih alternatif solusi yang di perkirakan paling sesuai. Pemilihan alternatif ini akan mudah dilakukan kalau hasil yang di inginkan terukur atau memiliki nilai kuantitas tertentu, sebaliknya apabila hasil yang di harapkan tidak terukur secara kuantitatif, pemilihan alternatif sangat sukar dilakukan.

4.Implementasi (Implementation)

Merupakan tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah di ambil. Pada tahapini perlu disusun serangkaian tindakan yang terencana, sehingga hasil keputusan dapat di pantau dan disesuaikan apabila diperlukan perbaikan-perbaikan.


(4)

Keempat langkah tersebut dapat dilihat pada gambar.2 di bawah ini .

Sistem informasi manajemen/ Pengolahan data elektronik

Ilmu manajemen/operation research

Gambar 2.1. Proses Pengambilan Keputusan

2.1.5 Karakteristik dan kapabilitas kunci dari Sistem pendukung keputusan

Karakteristik dan kapabilitas kunci dari sistem pendukung keputusan tersebut membolehkan para pengambil keputusan untuk membuat keputusan yang lebih baik dan lebih konsisten pada satu cara yang dibatasi waktu (Turban, 2005).

1. Dukungan untuk pengambil keputusan, terutama pada situasi semiterstruktur dan tak terstruktur, dengan menyertakan penilaian manusia dan informasi terkomputerisasi.

2. Dukungan untuk semua level manajerial, dari eksekutif puncak sampai manajer lini.

3. Dukungan untuk individu dan kelompok.

4. Dukungan untuk keputusan independen dan atau sekuensial. Keputusan dapat dibuat satu kali atau berulang kali.

5. Dukungan di semua fase proses pengambil keputusan: intelegensi, desain, pilihan dan implementasi.

6. Dukungan di berbagai proses dan gaya pengambil keputusan. 7. Adaptifitas sepanjang waktu.

8. Kemudahan terhadap sistem (user friendly) .

9. Peningkatan terhadap keefektifan pemgambil keputusan (akurasi, timeless, kualitas) ketimbang pada efisiensinya (biaya pengambilan keputusan).

Intelligence

Penelusuran lingkup masalah

Design

Perancangan penyelesaian masalah

Choice

Pemilihan tindakan Implementation Pelaksanaan tindakan


(5)

10.Kontrol penuh oleh pengambil keputusan terhadap semua langkah proses pengambilkan keputusan dalam memecahkan masalah.

11.Pengguna akhir dapat mengembangkan dan memodifikasi sendiri sistem sederhana.

12.Biasanya model-model digunakan untuk menganalisis situasi pengambil keputusan.

13.Akses disediakan untuk berbagai sumber data, format, dan tipe.

14.Dapat dilakukan sebagai alat standalone yang digunakan oleh seorang pengambil keputusan pada satu lokasi atau didistribusikan di satu organisasi keseluruhan.

Gambar 2.2 Karakteristik dan kapabilitas kunci dari Sistem Pendukung Keputusan Masalah Semiterstruktur dan tidak terstruktur Mendukung manajer disemua level Mendukung individu dan kelompok Keputusan yang saling tergantung atau sekuensial Mendukung inteligensi desain, pilihan, implementasi Mendukung berbagai proses dan gaya keputusan Dapat diadaptasi dan fleksibel Kemudahan pengguna (User friendly) Keefektifan bukan efisiensi Manusia mengontrol mesin Kemudahan pengembangan Pemodelan dan analisis Akses data Standalone, intergrasi web SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 10 12 13 14


(6)

2.2 Metode Analytic Hierarcy Process (AHP)

Metode AHP yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty tahun 1970 an ialah metode yang dapat memecahkan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur, dimana kriteria yang diambil cukup banyak, struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian persepsi pembuat keputusan serta ketidakpastian tersedianya data statistik yang akurat (Sandy Kosasi,2002). Adakalanya timbul masalah keputusan yang sulit untuk diukur secara kuantitatif dan perlu diputuskan secepatnya dan sering disertai dengan variasi yang beragam dan rumit sehingga data tersebut tidak mungkin dapat dicatat secara numerik karena kualitatif saja yang dapat di ukur yaitu berdasarkan pada persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi.

2.2.1 Prinsip-Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process (AHP) Dalam AHP ada beberapa prinsip penting yaitu :

1. Decomposition (Penyusunan Hirarki)

Memecahkan masalah yang utuh menjadi unsur-unsurnya kebentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur saling berhubungan. Struktur decomposition adalahtujuan keputusan (goal), kriteria-kriteria, dan alternatif-alternatif seperti gambar 3.

Gambar 2.3 Hirarki 3 level AHP

2. Comparative Judgement (Penilaian perbandingan berpasangan)

Menentukan Operator Seluler Terbaik

Kriteria 1

Alternatif n Kriteria 2

Alternatif 3

Kriteria 3 Kriteria n


(7)

Penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari penggunaan metode AHP, karena AHP akan berpengaruh terhadap penentuan prioritas elemen-elemen yang dibandingkan.

Tabel 2.1. Skala Urutan Kepentingan

Intensitas Kepentingan

Definisi

1 Kedua elemen sama pentingnya

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting dari pada elemen yang lainnya 7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting dari pada elemen yang lainnya 9 Satu elemen mutlak penting dari pada elemen yang lainnya

2,4,6,8 Nilai – nilai antara 2 nilai pertimbangan yang berdekatan

Kebalikan Jika aktifitas i mendapat satu angka dibanding aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikkannya dibanding dengan i.

3. Synthesis of Priority (Penentuan Prioritas)

Menggunakan eigen vector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan.

4. Logical Consistency

Mengagresikan seluruh eigen vector yang diperoleh dari berbagai tigkatan hirarki dan selanjutnya di peroleh suatu vector composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.


(8)

Pada dasarnya terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode AHP, antara lain (Suryadi & Ramadhani 1998):

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang di inginkan

2. Membuat struktur hirarki yang di awali dengan tujuan umum dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan konstribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

Tabel 2.2. Matrix Perbandingan Berpasangan

C A1 A2 A3 A4 A5

A1 1

A2 1

A3 1

A4 1

A5 1

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh nilai judgement seluruhnya yaitu sebanyak n x [ (�−1) ]

2 buah dengan n adalah banyaknya

elemen yang dibandingkan.

5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.

6. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan.

Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.


(9)

8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10% (persen) atau 0,1 maka penilaian data harus di perbaiki.

Tabel 2.3. Random Index

Ukuran Matriks Nilai RI

1,2 0,00

3 0,58

4 0,90

5 1,12

6 1,24

7 1,32

8 1,41

9 1,45

10 1,49

11 1,51

12 1,48

13 1,56

14 1,57

15 1,59

Jika CR< 0,1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsistensi. Jika CR> 0,1, maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten, sehingga pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun alternatif harus diulang.

2.2.3 Kelebihan Metode AHP

Adapun yang menjadi kelebihan dengan menggunakan Metode AHP adalah (Suryadi & Ramdhani, 1998):

1. Struktur yang berbentuk hirarki sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai pada sub-sub kriteria yang paling dalam.

2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambilan keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahan keluaran analisis sensitifitas

pembuat keputusan.

Selain itu metode AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yan multi-objektif dan multi-kriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari


(10)

Mulai

Mendefinisikan Masalah

Membuat struktur hirarki

Membuat matriks perbandingan untuk memperoleh judgement n x [(n-1)/2] buah

Hitung nilai eigen

Konsistensi nilai matriks

Seluruh tingkat hirarki di proses

Hitung vector eigen tiap matriks perbandingan berpasangan

Konsistensi hirarki <10 %

Total Nilai

Selesai Tidak

Tidak

Tidak

Ya Ya

Ya


(11)

2.3 Metode Simple Additive Weighting (SAW)

Metode Simple Additive Weighting (SAW) merupakan salah satu metode untuk penyelesaian masalah multi-attribute decision making (Kusumadewi, 2006). Metode SAW sering juga dikenal istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut. Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Metode SAW mengenal adanya 2 (dua) atribut yaitu kriteria keuntungan (benefit) dan kriteria biaya (cost). Perbedaan mendasar dari kedua kriteria ini adalah dalam pemilihan kriteria ketika mengambil keputusan.

Jika j adalah atribut keuntungan (benefit) :

��� =��� ������

Jika j adalah atribut biaya (cost) :

��� =��� � �� ��

Keterangan :

rij = nilai rating kinerja ternormalisasi

xij = nilai atribut yang dimiliki dari setiap kriteria

max xij = nilai terbesar dari setiap kriteria

min xij = nilai terkecil dari setiap kriteria

benefit = jika nilai terbesar adalah terbaik cost = jika nilai terkecil adalah terbaik

dimana rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut

Cj;i=1,2,...,m dan j=1,2,...,n. Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) di berikan


(12)

�� = � ����� �

�=1

Keterangan :

Vi = ranking untuk setiap alternatif

wj = bobot ranking

rij = rating kinerja ternormalisasi

Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih.

2.3.1. Langkah-Langkah dalam Metode SAW

Langkah-langkah perhitungan dengan metode SAW adalah sebagai berikut:

1. Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan, yaitu disimbolkan dengan C.

2. Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria.

3. Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria (C), kemudian melakukan normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut (atribut keuntungan ataupun atribut biaya) sehingga di peroleh matriks ternormalisasi disimbolkan dengan R.

4. Hasil akhir di peroleh dari proses perankingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks ternormalisasi R dengan vektor bobot sehingga di peroleh nilai terbesar yang di pilih sebagai alternatif terbaik disimbolkan (Ai) sebagai


(13)

Mulai

Mendefenisikan masalah

Pembobotan Alternatif tiap kriteria

Pembobotan kriteria

Normalisasi

Perankingan

Selesai

Gambar 2.5. Flowchart Metode SAW

2.3.2 Kelebihan Metode Simple Additive Weighting (SAW)

Kelebihan dari model Simple Additive Weighting (SAW) dibandingkan dengan model pengambilan keputusan yang lain terletak pada kemampuannya untuk melakukan penilaian secara lebih tepat karena di dasarkan pada nilai kriteria dan bobot preferensi yang sudah ditentukan, selain itu SAW juga dapat menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang ada karena adanya proses perankingan setelah menentukan nilai bobot untuk setiap atribut.

2.4 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sistem pendukung keputusan yang relevan dengan penelitian yang diangkat dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:


(14)

1. Nur Rochmah Dyah P.A* (2009), mengembangkan Sistem Pendukung Keputusan Perencanaan Strategis Kinerja Instansi Pemerintah menggunakan Metode AHP (Studi kasus di DEPERINDAG). Penentuan perencanaan-perencanaan pada DEPENRINDAG masih menggunakan sistem manual yang dilakukan oleh pihak pimpinan, sehingga menghambat kinerja instansi tersebut dalam menentukan keputusan mengenai keputusan-keputusan perencanaan strategis. Perencanaan strategis yang ditentukan oleh pimpinan dipengaruhi oleh faktor internal dan juga eksternal. Keputusan yang dibahas tidak terlepas dari analisis faktor internal dan eksternal yang meliputi faktor-faktor SWOT yaitu Strength (kekuatan), Weakness (Kelemahan), Oportunity (Peluang) dan Threat (Hambatan). Sebab suatu pengambil keputusan yang baik akan sangat menentukan kualitas serta kredibilitas suatu informasi. Dari penelitian ini dihasilkan aplikasi sistem Pendukung Keputusan Perencanaan strategic kinerja Instansi Pemerintah berdasar pada pengukuran pencapaian sasaran skala prioritas dapat membantu bagian perencanaan strategis dalam instansi tersebut untuk menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam perencanaan strategis. Hasil perhitungan menggunakan metode AHP diperoleh skala prioritas strategi yaitu memanfaatkan anggaran dan belum adanya lembaga stadarisasi nasional sebagai ranking pertama sehingga dari hasil ini dapat dilakukan perencanaan strategis yang lebih baik lagi.

2. Youllia Indrawaty,dkk (2011), dalam penelitiannya yangmenggunakan Metode SAW, dalampenentuan sertifikasi guru. Proses sertifikasi guru menggunakan metode SAW dilakukan dengan cara menyeleksi guru berdasarkan kinerja portofolio serta dilakukan perankingan untuk mengetahui nilai tertinggi sampai terendah untuk mengetahui yang berhak menerima sertifikasi guru berdasarkan kuota yang ada. Metode yang dipakai sebelumnya adalah dengan mengumpulkan portofolio peserta sertifikasi guru dengan penilaian berdasarkan rubrik penilaian dan apabila banyak orang yang mendaftar menjadi peserta portofolio bisa di bayangkan dokumen dan bukti fisik yang terkumpul didalam sepuluh komponen portofolio tersebut dinilai oleh petugas sertifikasi dari dinas pendidikan. Dalam penelitian ini hanya terdapat 10 kriteria sebagai pertimbangan keputusan sertifikasi guru dan 2 guru yang


(15)

mengikuti sertifikasi guru yaitu ana dan bana. Setelah melakukan proses perhitungan menggunakan metode SAW, hasil yang didapat adalah guru bana yang akan mendapatkan sertifikasi guru berdasarkan 1 kuota yang ada.

3. Fajar Nugraha,dkk (2012), dalam penelitiannya yang menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW), dalam pengadaan aset melalui lelang baik yang dilakukan secara konvensional membutuhkan suatu pendukung keputusan dalam memilih pemenang tender. Sistem pendukung keputusan yang masih berjalan selama ini sebatas mencatat peserta lelang dan berkas-berkas yang dipersyarakatkan sehingga pengambil keputusan masih harus bekerja dalam memilih dan menentukan pemenang. Oleh karena sistem yang berjalan masih demikian sehingga cara tersebut masih sering menimbulkan permasalahan seperti munculnya sanggahan dari peserta lelang yang tidak puas dengan hasil keputusan pemenang lelang. Dan karena banyaknya peserta yang mengikuti sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk mengavaluasi seluruh dokumen yang dipersyaratkan dan dokumen penawaran. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh fajar nugraha,dkk adalah untuk membangun sebuah Sistem Pendukung Keputusan dengan menerapkan Metode Simple Additive Weigthing (SAW) yang berfungsi sebagai alat bantu bagi institusi perguruan tinggi dalam pengambilan keputusan pada proses manajemen aset. Dari proses perhitungan menggunakan Metode SAW, Nilai terbesar diperoleh pada V1(nilai preferensi = 2.873) sehingga alternatif A1(Peserta Lelang1) adalah rekomendasi alternatif yang terpilih sebagai alternatif terbaik.


(1)

Mulai

Mendefinisikan Masalah

Membuat struktur hirarki

Membuat matriks perbandingan untuk memperoleh judgement n x [(n-1)/2] buah

Hitung nilai eigen

Konsistensi nilai matriks

Seluruh tingkat hirarki di proses

Hitung vector eigen tiap matriks perbandingan berpasangan

Konsistensi hirarki <10 %

Total Nilai

Selesai

Tidak

Tidak

Tidak

Ya Ya

Ya


(2)

Metode Simple Additive Weighting (SAW) merupakan salah satu metode untuk penyelesaian masalah multi-attribute decision making (Kusumadewi, 2006). Metode SAW sering juga dikenal istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut. Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Metode SAW mengenal adanya 2 (dua) atribut yaitu kriteria

keuntungan (benefit) dan kriteria biaya (cost). Perbedaan mendasar dari kedua kriteria ini adalah dalam pemilihan kriteria ketika mengambil keputusan.

Jika j adalah atribut keuntungan (benefit) :

��� =��� ����

��

Jika j adalah atribut biaya (cost) :

��� =��� � ��

��

Keterangan :

rij = nilai rating kinerja ternormalisasi

xij = nilai atribut yang dimiliki dari setiap kriteria max xij = nilai terbesar dari setiap kriteria

min xij = nilai terkecil dari setiap kriteria benefit = jika nilai terbesar adalah terbaik cost = jika nilai terkecil adalah terbaik

dimana rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj;i=1,2,...,m dan j=1,2,...,n. Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) di berikan sebagai berikut:


(3)

�� = � ����� �

�=1

Keterangan :

Vi = ranking untuk setiap alternatif wj = bobot ranking

rij = rating kinerja ternormalisasi

Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih.

2.3.1. Langkah-Langkah dalam Metode SAW

Langkah-langkah perhitungan dengan metode SAW adalah sebagai berikut:

1. Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan, yaitu disimbolkan dengan C.

2. Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria.

3. Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria (C), kemudian melakukan normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut (atribut keuntungan ataupun atribut biaya) sehingga di peroleh matriks ternormalisasi disimbolkan dengan R.

4. Hasil akhir di peroleh dari proses perankingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks ternormalisasi R dengan vektor bobot sehingga di peroleh nilai terbesar yang di pilih sebagai alternatif terbaik disimbolkan (Ai) sebagai solusi.


(4)

Mendefenisikan masalah

Pembobotan Alternatif tiap kriteria

Pembobotan kriteria

Normalisasi

Perankingan

Selesai

Gambar 2.5. Flowchart Metode SAW

2.3.2 Kelebihan Metode Simple Additive Weighting (SAW)

Kelebihan dari model Simple Additive Weighting (SAW) dibandingkan dengan model pengambilan keputusan yang lain terletak pada kemampuannya untuk melakukan penilaian secara lebih tepat karena di dasarkan pada nilai kriteria dan bobot preferensi yang sudah ditentukan, selain itu SAW juga dapat menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang ada karena adanya proses perankingan setelah menentukan nilai bobot untuk setiap atribut.

2.4 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sistem pendukung keputusan yang relevan dengan penelitian yang diangkat dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:


(5)

1. Nur Rochmah Dyah P.A* (2009), mengembangkan Sistem Pendukung Keputusan Perencanaan Strategis Kinerja Instansi Pemerintah menggunakan Metode AHP (Studi kasus di DEPERINDAG). Penentuan perencanaan-perencanaan pada DEPENRINDAG masih menggunakan sistem manual yang dilakukan oleh pihak pimpinan, sehingga menghambat kinerja instansi tersebut dalam menentukan keputusan mengenai keputusan-keputusan perencanaan strategis. Perencanaan strategis yang ditentukan oleh pimpinan dipengaruhi oleh faktor internal dan juga eksternal. Keputusan yang dibahas tidak terlepas dari analisis faktor internal dan eksternal yang meliputi faktor-faktor SWOT yaitu Strength (kekuatan), Weakness (Kelemahan), Oportunity (Peluang) dan Threat (Hambatan). Sebab suatu pengambil keputusan yang baik akan sangat menentukan kualitas serta kredibilitas suatu informasi. Dari penelitian ini dihasilkan aplikasi sistem Pendukung Keputusan Perencanaan strategic kinerja Instansi Pemerintah berdasar pada pengukuran pencapaian sasaran skala prioritas dapat membantu bagian perencanaan strategis dalam instansi tersebut untuk menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam perencanaan strategis. Hasil perhitungan menggunakan metode AHP diperoleh skala prioritas strategi yaitu memanfaatkan anggaran dan belum adanya lembaga stadarisasi nasional sebagai ranking pertama sehingga dari hasil ini dapat dilakukan perencanaan strategis yang lebih baik lagi.

2. Youllia Indrawaty,dkk (2011), dalam penelitiannya yangmenggunakan Metode SAW, dalampenentuan sertifikasi guru. Proses sertifikasi guru menggunakan metode SAW dilakukan dengan cara menyeleksi guru berdasarkan kinerja portofolio serta dilakukan perankingan untuk mengetahui nilai tertinggi sampai terendah untuk mengetahui yang berhak menerima sertifikasi guru berdasarkan kuota yang ada. Metode yang dipakai sebelumnya adalah dengan mengumpulkan portofolio peserta sertifikasi guru dengan penilaian berdasarkan rubrik penilaian dan apabila banyak orang yang mendaftar menjadi peserta portofolio bisa di bayangkan dokumen dan bukti fisik yang terkumpul didalam sepuluh komponen portofolio tersebut dinilai oleh petugas sertifikasi dari dinas pendidikan. Dalam penelitian ini hanya terdapat 10 kriteria sebagai pertimbangan keputusan sertifikasi guru dan 2 guru yang


(6)

perhitungan menggunakan metode SAW, hasil yang didapat adalah guru bana yang akan mendapatkan sertifikasi guru berdasarkan 1 kuota yang ada.

3. Fajar Nugraha,dkk (2012), dalam penelitiannya yang menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW), dalam pengadaan aset melalui lelang baik yang dilakukan secara konvensional membutuhkan suatu pendukung keputusan dalam memilih pemenang tender. Sistem pendukung keputusan yang masih berjalan selama ini sebatas mencatat peserta lelang dan berkas-berkas yang dipersyarakatkan sehingga pengambil keputusan masih harus bekerja dalam memilih dan menentukan pemenang. Oleh karena sistem yang berjalan masih demikian sehingga cara tersebut masih sering menimbulkan permasalahan seperti munculnya sanggahan dari peserta lelang yang tidak puas dengan hasil keputusan pemenang lelang. Dan karena banyaknya peserta yang mengikuti sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk mengavaluasi seluruh dokumen yang dipersyaratkan dan dokumen penawaran. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh fajar nugraha,dkk adalah untuk membangun sebuah Sistem Pendukung Keputusan dengan menerapkan Metode Simple Additive Weigthing (SAW) yang berfungsi sebagai alat bantu bagi institusi perguruan tinggi dalam pengambilan keputusan pada proses manajemen aset. Dari proses perhitungan menggunakan Metode SAW, Nilai terbesar diperoleh pada V1(nilai preferensi = 2.873) sehingga alternatif A1(Peserta Lelang1) adalah rekomendasi alternatif yang terpilih sebagai alternatif terbaik.