Pengolahan Limbah Cair Rumah Potong Hewan (RPH) Menggunakan Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) Chapter III V

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian laboratorium (Laboratory Experiment) yang
menggunakan metode analisis kuantitatif yaitu dengan melakukan perhitungan efisiensi
penyisihan bahan pencemar ditinjau dari parameter COD, TSS dan pH yang terkandung
dalam limbah cair Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD RPH) Medan
menggunakan reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) pada fase start-up
dengan Hydraulic Retention Time (HRT) selama 9 jam. Pada penelitian ini juga
dilakukan pengukuran pada produksi biogas per hari.
Tahapan awal yang dilakukan adalah pengujian kandungan bahan pencemar pada
limbah cair RPH untuk mendapatkan konsentrasi COD, TSS dan pH inlet. Selanjutnya
limbah diolah menggunakan reaktor UASB dan dilakukan pengujian kandungan bahan
pencemar yang berasal dari efluen untuk mendapatkan konsentrasi COD, TSS dan pH
outlet. Kemudian dilakukan analisa data untuk mendapatkan efisiensi penyisihan COD,
TSS serta nilai pH.
Tahapan penelitian dimulai dari penyusunan latar belakang, studi literatur, penyusunan
metode penelitian, pengambilan data primer, analisa data untuk mendapatkan efisiensi
penyisihan bahan pencemar yang terkandung dalam limbah cair RPH ditinjau dari
COD, TSS dan pH. Untuk lebih jelasnya mengenai tahapan penelitian dapat dilihat pada
Gambar 3.1 yaitu diagram alir penelitian.


Universitas Sumatera Utara

Studi Literatur

Pembuatan Reaktor UASB

Proses Seeding

Pengujian Kualitas Limbah
Cair Sebelum Pengolahan
(pH, COD dan TSS)

 Konsentrasi limbah cair 50%
dengan HRT 9 jam
 Konsentrasi limbah cair 75%
dengan HRT 9 jam
 Konsentrasi limbah cair 100%
dengan HRT 9 jam


Pengukuran Produksi
Biogas

Pengujian Kualitas
Limbah Cair Setelah
Pengolahan
(pH, COD dan TSS)

Analisa

Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

III-2

Universitas Sumatera Utara

3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian laboratorium dilakukan di kawasan Universitas Sumatera Utara sementara
pengambilan bahan penelitian dilakukan di PD RPH Medan dan serta pengujian sampel

yang dilakukan di BTKL Medan. Adapun lokasi-lokasi yang digunakan sebagai tempat
penelitian adalah sebagai berikut:
a. PUSLIT SDAL Universitas Sumatera Utara merupakan tempat perakitan reaktor
UASB.
b. Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD RPH) Medan merupakan tempat
pengambilan bahan penelitian yaitu lumpur dan limbah cair RPH.
c. Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Medan merupakan tempat pengujian
kandungan bahan pencemar limbah cair RPH (parameter COD dan TSS) sebelum
dan setelah pengolahan.
d. Laboratorium Hidrolika, Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara merupakan
tempat operasional reaktor UASB serta pengujian nilai pH dan pengukuran produksi
biogas.
3.3 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama ± 6 bulan yang dilaksanakan pada bulan November
2016 sampai dengan April 2017. Pelaksanaan penelitian dimulai dari studi literatur pada
bulan November sampai akhir operasional reaktor dengan konsentrasi limbah cair
100% pada bulan April.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Variabel bebas (Independent variable) meliputi:

Pengolahan limbah cair RPH pada tahapan konsentrasi limbah cair 50%, 75% dan
100% dengan HRT 9 jam. Pemilihan HRT 9 jam dilakukan karena keterbatasan alat
yaitu pompa peristaltik. Pompa peristaltik yang digunakan pada penelitian hanya
mampu mengalirkan debit lebih besar dari 0,63 L/jam, maka peneliti memilih HRT
selama 9 jam dalam penelitian.

III-3

Universitas Sumatera Utara

2. Variabel Terikat (Dependent variable) meliputi:
Kandungan pH, COD dan TSS didalam limbah cair RPH sebelum dan setelah
pengolahan serta jumlah produksi biogas per hari.
3.5 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi:
a.

Data primer
Pengumpulan data primer yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
pengujian kandungan bahan pencemar pada inlet dan outlet reaktor yang ditinjau

dari parameter COD, TSS dan pH serta pengukuran produksi biogas. Pengumpulan
data primer dilakukan selama 33 hari operasional reaktor.

b.

Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi literatur pustaka.
Tabel 3.1 Alat dan Bahan
Alat

a.

Bahan

Alat Reaktor :

a. Lumpur dari kolam anaerob RPH

- Reaktor UASB skala laboratorium
- Pompa peristaltik

b.

b. Limbah Cair RPH

DC 12 V

Alat bantu :
- pH meter
- Dua buah ember ukuran 20L : digunakan
sebagai tangki inlet dan outlet
- Jerigen ukuran 20 L : digunakan untuk
wadah pengambilan limbah cair dari PD
RPH Medan
- Corong : digunakan sebagai alat bantu
pengambilan limbah cair
- Beaker

glass

:


digunakan

untuk

pengukuran produksi biogas

III-4

Universitas Sumatera Utara

3.6 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian diantaranya adalah alat reaktor dan alat bantu.
Rangkuman alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 3.1.
3.7 Langkah Penelitian
3.7.1 Tahap Persiapan
Tahapan awal persiapan dari penelitian ini adalah perakitan reaktor UASB dengan
langkah sebagai berikut:
a. Persiapan Alat

Alat yang diperlukan untuk merangkai reaktor UASB adalah:
1.

1 buah pipa PVC diameter 3” panjang 125 cm

2.

3 buah pipa PVC diameter 2” panjang 5 cm

3.

1 buah reducer 3 x 2

4.

1 buah tee 2”

5.

1 buah dop pipa 3”


6.

2 buah dop pipa 2”

7.

8 buah stop kran ¼”

8.

Penyangga

b. Perakitan Reaktor
Reaktor dirakit dengan menggunakan pipa PVC diameter 3”, tinggi 125 cm dan volume
5,8 L. Sampling ports dibuat sebanyak 4 buah pada ketinggian 30, 60, 90 dan 120 cm.
Tangki inlet dan outlet yang digunakan berupa ember dengan volume 20 L. Sistem gas
liquid solid separator (GLSS) dibuat menggunakan reducer. Pengumpul biogas yang
digunakan berupa plastik bening ukuran 1 kg untuk kemudian diukur volume biogas
yang terbentuk. Desain reaktor dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan rancangan reaktor dapat

dilihat pada Gambar 3.2.
3.7.2 Pengambilan Lumpur dan Proses Seeding
Pengambilan lumpur dilakukan dengan cara mengeruk kolam anaerob sampai
mendapatkan lumpur yang berwarna hitam. Lumpur yang didapatkan kemudian

III-5

Universitas Sumatera Utara

dimasukkan kedalam sebuah wadah dan ditutup dengan plastik, selanjutnya dibawa ke
lokasi penelitian. Setelah sampai dilokasi penelitian, batu kerikil yang terdapat didalam
lumpur dipisahkan agar tidak menyumbat aliran limbah yang diumpankan. Kemudian
lumpur diinokulasikan ke dalam reaktor sebanyak 20% dari volume reaktor seperti yang
dinyatakan oleh Ying, T. Y et al. (2004).
Proses seeding dilakukan didalam reaktor dengan cara mengalirkan limbah cair kedalam
reaktor yang telah berisi inokulum lumpur, selanjutnya limbah cair di resirkulasi secara
continue didalam reaktor sampai terbentuk biogas. Resirkulasi limbah cair bertujuan
untuk pemerataan substrat didalam reaktor.
Tabel 3.2 Desain Reaktor
Desain


Keterangan

Diameter (d)

7,62 cm

Tinggi (t)

1,25 m

Luas Penampang Reaktor (A)

π d²/4
= 0,0045 m2

Volume (V)

Axt
= 5,66 L

HRT
Debit (Q)

9 jam
V / HRT
= 0,63 L/jam

Kecepatan Upflow (Vup)

Q/A
= 0,053 m/jam

Konsentrasi limbah cair 50%

OLR = 0,64 kg COD/m³.hari

Konsentrasi limbah cair 75%

OLR = 1,01 kg COD/m³.hari

Konsentrasi limbah cair 100%

OLR = 2,95 kg COD/m³.hari

III-6

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.2 Rancangan Reaktor UASB : 1. Tangki inlet, 2. Pompa
peristaltik, 3. Tangki outlet, 4. Outlet biogas, 5. Pengumpul biogas, 6.
Sampling ports, 7. Tangki outlet, 8. Pipa PVC diameter 3” tinggi 125 cm,
9. Sistem GLSS

III-7

Universitas Sumatera Utara

3.7.3 Pengambilan Limbah Cair RPH
Limbah cair diambil dari kolam anaerob RPH setiap hari pada jam 08:00 dan
dimasukkan ke dalam jerigen berukuran 20 L dengan menggunakan corong. Jerigen
diisi sesuai dengan kebutuhan limbah per 26 jam. Penentuan kebutuhan limbah cair per
26 jam dilakukan agar tangki inlet belum kosong ketika limbah baru akan dimasukkan.
Limbah yang diambil kemudian dibawa ke lokasi penelitian dan dimasukkan ke tangki
inlet setiap hari pada jam 10:00. Berikut perhitungan kebutuhan limbah cair untuk setiap
tahap:


Konsentrasi limbah 50%
Kebutuhan limbah

= � � � � 50%

= 0,63



���

= 8,19 L


Konsentrasi limbah 75%
Kebutuhan limbah

= � � � � 75%

= 0,63



���

= 12,3 L


� 26��� � 50%

� 26��� � 75%

Konsentrasi limbah 100%
Kebutuhan limbah

= � � � � 100%

= 0,63



���

= 16,4 L

� 26��� � 100%

Setelah proses seeding berhasil yang ditandai dengan terbentuknya biogas, limbah cair
mulai dialirkan secara continue dengan tahapan konsentrasi 50%, 75% dan 100%.
Berikut cara pembuatan umpan dengan konsentrasi masing-masing:


Konsentrasi limbah 50%
-

Limbah yang diambil dari PD RPH Medan dimasukkan kedalam tangki inlet
sebanyak 8,19 L



Sebanyak 8,19 L air suling ditambahkan kedalam tangki inlet

Konsentrasi limbah 75%
-

Limbah dimasukkan kedalam tangki inlet sebanyak 12,3 L

III-8

Universitas Sumatera Utara



Air suling ditambahkan kedalam tangki inlet sebanyak 4 L

Konsentrasi limbah 100%
-

Limbah dimasukkan ke dalam tangki inlet sebanyak 16,4 L

Konsentrasi limbah cair dinaikkan ke tahap selanjutnya setelah efisiensi penyisihan
COD mencapai stabil selama 3 hari berturut-turut.
3.7.4 Pengukuran Volume Biogas
Biogas yang keluar dari outlet biogas ditampung dalam plastik bening ukuran 1 kg dan
diukur volumenya dengan cara sebagai berikut:


Plastik bening yang telah menampung biogas diikat dengan karet agar gas tidak
keluar dari plastik.



Air ditampung dalam suatu wadah yang berdiameter lebih besar dari plastik sampai
penuh.



Plastik yang berisi biogas dimasukkan kedalam wadah berisi air sampai tenggelam.



Jumlah air yang keluar dari wadah diukur volumenya dengan beaker glass dan
hasilnya merupakan jumlah biogas yang terbentuk.

3.7.5 Pengambilan Sampel
Sampel yang diuji pada penelitian ini berasal dari tangki inlet dan outlet reaktor.
Pengambilan sampel inlet dilakukan 3 hari sekali sedangkan sampel outlet setiap hari.
Sampel diambil dari tangki inlet dengan menggunakan sebuah wadah dan dimasukkan
ke dalam botol dengan volume 600 ml. Sedangkan sampel outlet ditampung langsung
dari selang efluen ke dalam botol dengan ukuran yang sama. Kemudian botol ditutup
dan dimasukkan ke dalam plastik selanjutnya dibawa ke lokasi pengujian sampel.
Sedangkan pengukuran pH dilakukan langsung di lokasi penelitian.
3.7.6 Pengujian Sampel
Pada penelitian ini pengujian sampel yang meliputi parameter COD dan TSS dilakukan
oleh pihak ketiga yaitu Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Medan. Metode
pengujian sampel yang dilakukan adalah sebagai berikut:

III-9

Universitas Sumatera Utara

a. Uji COD secara Spektrofotometri
Peralatan:
1. Spektrofotometer NOVA 60
2. COD reaktor
Bahan:
1. Reagent COD A
2. Reagent COD B
Prosedur Analisa:
1. Dicampurkan 3 mL reagent COD A dan 2,3 mL reagent COD B kedalam tabung
reaksi (kuvet). Dibiarkan bercampur sempurna
2. Ditambahkan 3 mL sampel kedalam kuvet
3. Kuvet dipanaskan di COD reaktor selama 2 jam pada suhu 140ᴼC
4. Setelah 2 jam, kuvet dikeluarkan dan dibiarkan sampai mencapai suhu kamar
5. Kuvet ditempatkan kedalam ruang sel, dibaca konsentrasi COD yang terbaca dilayar
Spektrofotometer NOVA 60
6. Dicatat hasil COD yang diperoleh

Gambar 3.3 Spektrofotometer NOVA 60
b. Uji TSS secara Spektrofotometri
Peralatan:
1. Beaker glass 250 mL
2. Botol aquadest
3. Tisu
4. Spatula
III-10

Universitas Sumatera Utara

5. Stop watch
6. Magnetic stirrer
7. Hot plate
8. Kuvet 20 mm
9. Spektrofotometer NOVA 60
Bahan:
1. Sampel
2. Aquadest
Prosedur:
1. Tekan tombol power pada alat spektrofotometer NOVA 60
2. Dipilih kode program 182 lalu enter, layar spektrofotometer NOVA akan
menunjukkan mg/L SUSPENDED SOLID
3. Dimasukkan 50 mL sampel kedalam beaker glass 250 mL
4. Dimasukkan magnetic stirrer di atas hot plate dengan kecepatan tinggi selama 2
menit
5. Dipindahkan sampel kedalam kuvet 20 mm
6. Dimasukkan kuvet yang berisi sampel kedalam ruang alat Spektrofotometer NOVA
60, lalu tekan enter
7. Dibaca konsentrasi TSS yang terbaca dilayar Spektrofotometer NOVA 60
8. Dicatat hasil TSS yang diperoleh
c. Uji nilai pH
Pengujian nilai pH pada penelitian ini dilakukan setiap hari selama 33 hari operasional
reaktor. Pengujian ini dilakukan langsung pada tangki inlet dan outlet menggunakan pH
meter dengan cara sebagai berikut:
- Penutup probe dibuka kemudian dimasukkan ke dalam air suling
- Probe dimasukkan ke dalam tangki inlet atau outlet
- Angka pada layar merupakan pH larutan

III-11

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.4 pH meter
3.7.7 Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisa dengan teknik sebagai berikut:
1. Analisa Efisiensi
Datayang didapatkan pada penelitian ini diantaranya adalah konesentrasi COD, TSS dan
pH influen, konsentrasi COD, TSS dan pH efluen, serta jumlah produksi biogas. Hasil
akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang akan menunjukkan proses degradasi
bahan pencemar serta volume biogas pada fase start-up. Analisa efisiensi dilakukan
untuk mengetahui kinerja reaktor dalam mengolah limbah cair RPH yang dilihat dari
penurunan konsentrasi COD dan TSS. Penurunan tersebut dihitung dengan
membandingkan konsentrasi COD dan TSS pada influen dan efluen yang akan
dinyatakan dalam persen (%) sebagai berikut:
�=

�1−�2
�1

Dimana:

� 100%

(3.1)

E = Efisiensi
C1 = Konsentrasi COD atau TSS sebelum pengolahan
C2 = Konsentrasi COD atau TSS setelah pengolahan

III-12

Universitas Sumatera Utara

Nilai pH, volume biogas serta efisiensi penyisihan COD dan TSS selama tahap
konsentrasi limbah 50%, 75% dan 100% akan dimuat dalam tabel dan diplot dalam
grafik.
2. Uji Regresi Linear
Uji regresi linear pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan X terhadap
Y sehingga akan didapatkan regresi Y atas X selanjutnya dilakukan pengujian koefisien
regresi dan ditentukan koefisien korelasi.
Dengan :

X = Konsentrasi TSS
Y = Konsentrasi COD

Pada analisis regresi terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel bebas dan variabel tak
bebas. Veriabel bebas dinyatakan dengan X dan variabel tak bebas dinyatakan dengan
Y. Bentuk umum regresi linier paling sederhana adalah (Damanhuri, 1995):
=�+

(3.2)

Dimana:
a

= Intersepsi Yc bila X = 0

b

= Slope garis regresi, menyatakan kenaikan atau penurunan Yc untuk setiap
perubahan satu unit X

X

= Nilai variabel bebas

Yc = Nilai variabel tak bebas yang dihitung dari persamaan regresi
Koefisien regresi a dan b dapat dihitung dengan persamaan (Damanhuri, 1995):
�=
b=


[



� 2 − �


2

− �



(3.3)

2]

− �

� 2 − � 2]

(3.4)

Dimana:

n = Jumlah pasang observasi
Koefisien korelasi R2 atau dikenal sebagai koefisien determinasi adalah ukuran
banyaknya total variasi variabel Y yang dapat dijelaskan dengan persamaan regresi
yang berpasangan dengan variabel X, atau (Damanhuri, 1995):
2

=

� �

+
[�

2









2



2

(3.5)

III-13

Universitas Sumatera Utara

Dimana:
Ym = rerata dari variabel Y = ΣY/n
Xm = rerata dari variabel X = ΣX/n
Untuk mengetahui tingkat hubungan korelasi antara variabel X dan Y dapat dilihat pada
Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi
Interval Koefisien

Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199

Sangat rendah

0,20 – 0,399

Rendah

0,40 – 0,599

Sedang

0,60 – 0,799

Kuat

0,80 – 1,000

Sangat Kuat

Sumber : Sugiyono dalam Karjono dan Rony (2011)

III-14

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sumber serta Karakteristik Limbah Cair PD RPH Medan
Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Medan selain memproduksi daging yang
telah dibersihkan setiap harinya juga menghasilkan produk sampingan berupa limbah.
PD RPH Medan memiliki ruang pemotongan serta kandang hewan sebelum dipotong.
Sebelum disembelih hewan-hewan dikandangkan dan diberi makan selama ± satu
minggu. Setelah satu minggu hewan akan dibawa ke ruang pemotongan dan dipotong.
Limbah yang berasal dari ruang pemotongan berupa darah, isi rumen, serpihan daging
dan lemak serta air cucian daging yang telah dipotong.
Tabel 4.1 Karakteristik Limbah Cair PD RPH Kota Medan
Parameter

Rata-rata

COD
Konsentrasi Limbah 100%

1100 mg/l

Konsentrasi Limbah 75%

379,85 mg/l

Konsentrasi Limbah 50%

240 mg/l

TSS
Konsentrasi Limbah 100%

500 mg/l

Konsentrasi Limbah 75%

249 mg/l

Konsentrasi Limbah 50%

179,67 mg/l

pH

6,7

Peneliti mengambil limbah cair yang berasal dari pemotongan sapi untuk digunakan
sebagai bahan penelitian dengan rata-rata jumlah pemotongan sapi adalah 15 ekor/hari
(PD RPH Medan, 2017). Limbah cair rumah potong hewan mengandung kadar protein
yang tinggi karena sebagian besar komposisinya adalah darah. Selain protein limbah
cairnya juga mengandung lemak yang berasal dari serpihan daging dan lemak sisa
pemotongan. Kandungan protein dan lemak pada limbah cair ini merupakan bahan

Universitas Sumatera Utara

organik yang dapat mencemari lingkungan dan biasa disebut sebagai bahan pencemar
yang dinyatakan dalam COD dan TSS. Adapun karakteristik kandungan bahan
pencemar dalam limbah cair yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
4.2 Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) Skala Laboratorium
4.2.1 Desain Reaktor
Sistem UASB pertama kali dikenalkan pada akhir tahun 1970 dan dikembangkan oleh
Lettinga, van Velsen, de Zeeuw dan Hobma (1979) (Rittman, 2001). Pada sistem
UASB, influen masuk melalui bagian bawah reaktor dan mengalir keatas melewati bed
lumpur. Elemen penting dari desain reaktor UASB adalah sistem distribusi influen, gassolid separator serta sistem keluaran efluen (Metcalf dan Eddy, 2003).
Reaktor UASB skala laboratorium pada penelitian ini mengikuti desain reaktor yang
dibuat oleh Vankatesh (2013). Reaktor terbuat dari pipa bahan PVC berdiameter 3”
dengan tinggi 125 cm serta volume 5,8 L. Terdapat sampling ports sebanyak 4 buah
pada ketinggian 30, 60, 90 dan 120 cm. Tangki inlet dan outlet yang digunakan berupa
ember volume 20 L. Sistem gas-liquid-solid separator (GLSS) dibuat dengan
menggunakan reducer. Reaktor juga dilengkapi dengan penampung gas yang
menggunakan plastik bening ukuran 1 kg. Desain reaktor pada penelitian ini telah
dimuat pada bab sebelumnya. Selain volume, HRT, debit dan kecepatan upflow,
parameter penting lain adalah nilai Organic Loading Rate (OLR). Perhitungan nilai
OLR pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2
4.2.2 Proses Seeding
Proses seeding pada reaktor biologis secara umum bertujuan untuk menumbuhkan
bakteri yang akan digunakan untuk menguraikan bahan organik didalam limbah. Pada
penilitian ini seeding dilakukan didalam reaktor dengan cara memasukkan lumpur dari
kolam anaerob PD RPH sebanyak 20% dari volume reaktor (Ying. et al, 2004),
kemudian umpan dialirkan kedalam reaktor dan diresirkulasi sampai terbentuk biogas
yang merupakan indikator aktivitas bakteri. Resirkulasi limbah bertujuan untuk
pemerataan substrat didalam reaktor. Proses seeding pada penelitian ini berlangsung
selama ± 2 minggu.

IV-2

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 Perhitungan Nilai OLR
OLR (kg COD/m3hari)

Tahap
Konsentrasi limbah 50%

OLR =
=






0,01512 �3/ℎ���
0,00566 �3

� 0,24 ��/�3

= 0,64 kg COD/m3hari
Konsentrasi limbah 75%

OLR =
=






0,01512 �3/ℎ���
0,00566 �3

� 0,38 ��/�3

= 1,01 kg COD/m3hari
Konsentrasi limbah 100%

OLR =
=






0,01512 �3/ℎ���
0,00566 �3

� 1,1 ��/�3

= 2,95 kg COD/m3hari
4.2.3 Konsentrasi pH

pH merupakan istilah yang digunakan secara universal untuk menggambarkan intensitas
kondisi asam atau basa suatu larutan. Pengukuran pH dilakukan untuk menggambarkan
konsentrasi ion hidrogen, atau lebih tepatnya aktivitas ion hidrogen. Dalam pengolahan
air limbah yang menggunakan proses biologis, pH harus di kontrol dalam rentang yang
sesuai untuk mikroorganisme yang terlibat didalamnya (Sawyer, 2003).
Gambar 4.1 menunjukkan nilai pH inlet dan outlet selama 33 hari operasional reaktor.
Pengujian pH inlet dilakukan pada tangki inlet dan berkisar antara 6,6-6,9. Rentang
nilai ini cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti yang dinyatakan oleh
Rittman (2001), pH yang dibutuhkan untuk proses anaerob berkisar antara 6,6-7,6.
Sehingga limbah yang digunakan pada penelitian ini tidak memerlukan soda ash
sebagai penetral pH. Sementara nilai pH pada tangki outlet meningkat secara konsisten
seiring berjalannya proses didalam reaktor. Pada konsentrasi limbah 50% nilai pH outlet
berkisar antara 7-7,2 sedangkan pada konsentrasi limbah 75% berkisar antara 7,2-7,3

IV-3

Universitas Sumatera Utara

dan konsentrasi limbah 100% berkisar antara 7,3-7,5. Hasil menunjukkan bahwa nilai
pH cenderung meningkat dari awal sampai akhir operasional reaktor. Hal ini
mengindikasikan lingkungan yang baik didalam reaktor seperti yang dinyatakan Bal. et
al dalam Sivarajan. et al (2010) rentang nilai pH optimal untuk keberlangsungan proses
acidogenic dan methanogenic didalam reaktor adalah 6,6-7,6. Rentang nilai pH outlet
dari awal sampai operasional reaktor berada pada rentang nilai pH optimal untuk
keberlangsungan proses acidogenic dan methanogenic. Dari hasil diatas dapat
disimpulkan bahwa bakteri acidogen dan methanogen dapat bekerja secara seimbang
didalam reaktor.
pH

konsentrasi
limbah 50%

7.6

konsentrasi
limbah 75%

konsentrasi
limbah 100%

7.4
7.2
7
6.8

Inlet

6.6

Outlet

6.4
6.2
6
1

3

5

7

9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33

Hari Ke-

Gambar 4.1 Grafik pH pada Inlet dan Outlet
Proses pengubahan senyawa organik kompleks menjadi metana dimulai dari hidrolisis
senyawa organik kompleks (seperti karbohidrat, protein, dan lemak) menjadi senyawa
organik sederhana (seperti karbohidrat, asam amino dan asam-asam lemak) oleh bakteri
hidrolisis. Karbohidrat dan asam sederhana kemudian digunakan oleh bakteri acidogen
untuk memperoleh energi dan tumbuh sehingga menghasilkan asam organik dan
hidrogen. Sebagian asam organik dioksidasi oleh bakteri fermentasi lainnya dan
menghasilkan hidrogen dan asam asetat yang kemudian digunakan oleh bakteri
methanogen sebagai substrat untuk menghasilkan metana (Rittman, 2001). Proses ini
memerlukan lingkungan pH yang baik karena bakteri methanogen tidak dapat bekerja
secara optimal pada lingkungan pH yang asam (Soeprijanto. dkk, 2009).

IV-4

Universitas Sumatera Utara

4.2.4 Konsentrasi COD
Pengujian Chemical Oxygen Demand (COD) banyak digunakan sebagai alat untuk
mengukur kandungan bahan organik dalam limbah domestik maupun industri. Uji COD
dapat digunakan pada pengukuran jumlah total oksigen limbah yang dibutuhkan untuk
proses oksidasi menjadi karbon dioksida dan air. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa
semua senyawa organik, dengan beberapa pengecualian, dapat dioksidasi oleh zat
pengoksidasi kuat dalam kondisi asam. Selama penentuan nilai COD, bahan organik
didalam sampel diubah menjadi karbon dioksida dan air (Sawyer, et al. 2003).
Pengumpulan data konsentrasi COD pada inlet dan outlet mulai dilakukan pada hari ke9. Gambar 4.2 menunjukkan jumlah penyisihan COD pada tahap konsentrasi limbah
75% dan 100%. Pengukuran konsentrasi COD inlet dilakukan setiap 3 hari, kemudian
hasilnya dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai inlet yang sama. Pada tahap
konsentrasi limbah 75% jumlah penyisihan bahan organik masih naik turun dan
cenderung tidak stabil. Hal ini terlihat dari penyisihan COD yang cenderung rendah
pada awal tahap yaitu hari-12 hingga hari ke-14 cenderung tinggi dan pada hari ke-17
kembali rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pada awal tahap aklimatisasi akan
mengakibatkan

shock loading sehingga aktivitas mikroorganisme menurun.

Mikroorganisme harus beradaptasi lagi dengan konsentrasi bahan organik yang lebih
tinggi. Degradasi COD kembali meningkat pada hari ke-20, menurut Kristaufan (2010)
hal ini disebabkan karena mikroorganisme cukup beradaptasi dengan konsentrasi
substrat dalam periode waktu tertentu sehingga jumlah penyisihan COD cenderung
meningkat dan mencapai stabil. Sedangkan pada tahap konsentrasi limbah 100%
penyisihan bahan organik cenderung naik dari hari ke-24 sampai hari ke-27 dan
menurun pada hari ke-28 kemudian kembali naik pada hari ke-29. Dapat dilihat pada
grafik bahwa jumlah penyisihan bahan organik pada tahap ini lebih stabil bila
dibandingkan dengan tahap konsentrasi limbah 75%. Penyisihan COD yang tidak stabil
dapat disebabkan karena pengukuran pada inlet tidak dilakukan setiap hari, sehingga
besar kandungan COD inlet per hari tidak diketahui. Kandungan bahan organik pada
limbah RPH mungkin saja fluktuatif bila dilakukan pengujian setiap hari. Pengukuran
yang dilakukan setiap 3 hari dan hasil yang dirata-ratakan menyebabkan fluktuasi bahan

IV-5

Universitas Sumatera Utara

organik pada tangki inlet tidak terlihat, sehingga dapat menyebabkan perolehan data
penyisihan COD yang tidak stabil.
COD (mg/L)

10

konsentrasi
limbah 100%

konsentrasi
limbah 75%

500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
13

16

19

22

25

28

31

33

Hari Ke-

Gambar 4.2 Jumlah Penyisihan COD pada Tahap Konsentrasi Limbah 75% dan 100%
Jumlah penyisihan COD tertinggi pada tahap konsentrasi limbah 75% mencapai 222
mg/L sedangkan pada tahap konsentrasi limbah 100% mencapai 442 mg/L. Hasil ini
menunjukkan jumlah penyisihan COD pada tahap konsentrasi limbah 100% lebih tinggi
bila dibandingkan dengan tahap konsentrasi limbah 75%. Dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi limbah maka penyisihan COD juga semakin besar. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Soeprijanto. dkk (2009) yang menyatakan
meningkatnya konsentrasi bahan organik pada limbah yang diumpankan menyebabkan
peningkatan pada laju pertumbuhan mikroorganisme sehingga banyak bahan organik
yang dapat didegradasi. Tingginya kandungan bahan organik pada tahap konsentrasi
limbah 100% meningkatkan laju pertumbuhan mikroorganisme sehingga jumlah
penyisihan COD menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahap konsentrasi
limbah 75%.
Gambar 4.3 menunjukkan profil efisiensi penyisihan COD selama 33 hari operasional
reaktor. Efisiensi penyisihan COD pada tahap konsentrasi limbah 50% stabil pada hari
ke-10 dengan nilai efisiensi mencapai 50%. Selanjutnya konsentrasi limbah
ditingkatkan menjadi 75%. Pada tahap ini terjadi penurunan efisiensi penyisihan pada
hari ke-12 dan meningkat pada hari ke-14 kemudian kembali menurun pada hari ke-17
dan cenderung naik dari hari ke-18 sampai 20. Efisiensi penyisihan stabil pada hari ke-

IV-6

Universitas Sumatera Utara

21 dengan nilai efisiensi mencapai 36%. Kemudian konsentrasi limbah dinaikkan
menjadi 100%. Efisiensi penyisihan COD menurun pada hari ke-23 dan meningkat dari
hari ke-24 sampai 27 namun kembali menurun pda hari ke-28 dan cenderung meningkat
dari hari ke-29 sampai 31. Efisiensi penyisihan COD tahap ini stabil pada hari ke-32
dengan nilai efisiensi mencapai 40%. Efisiensi penyisihan COD tertinggi mencapai
58,4% terjadi pada tahap konsentrasi limbah 75%.
Efisiensi

konsentrasi
limbah 100%

konsentrasi
limbah 75%

70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
10

13

16

19

22

25

28

31

33

Hari Ke-

Gambar 4.3 Grafik Efisiensi Penyisihan COD
Hasil diatas menunjukkan bahwa pada saat konsentrasi limbah dinaikkan, terjadi
penurunan efisiensi penyisihan COD untuk sesaat. Penurunan efisiensi terjadi seiring
dengan peningkatan nilai OLR dari 0,64 sampai 2,95 kg COD/m³.hari. Penurunan
efisiensi penyisihan ini sesuai dengan penelitian Nayono (2005) yang menggunakan
reaktor UASB untuk mengolah limbah industri gula. Terjadi penurunan efisiensi
penyisihan pada reaktor dari 88% menjadi 64% ketika OLR ditingkatkan dari 1.1 g
COD/l.hari menjadi 2.7 g COD/l.hari. Penelitian Chaisri (2006) yang menggunakan
reaktor UASB untuk mengolah limbah kelapa sawit memperoleh efisiensi penyisihan
COD lebih dari 80% dengan nilai OLR 1,1-7,5 g COD/l/hari dan menurun menjadi 60%
saat nilai OLR dinaikkan dari 7,5 sampai 10 g COD/l/hari. Hal ini disebabkan karena
setiap tahap memiliki konsentrasi substrat yang berbeda yang menyebabkan shock
loading pada sistem dan berakibat pada menurunnya aktivitas mikroorganisme . Setelah
penurunan beberapa saat, efisiensi penyisihan kembali naik kemudian mencapai stabil.
Efisiensi penyisihan COD yang fluktuatif mungkin dapat disebabkan karena pada
penelitian ini efisiensi penyisihan dikatakan stabil ketika nilainya sama selama 3 hari

IV-7

Universitas Sumatera Utara

berturut-turut. Waktu 3 hari mungkin belum cukup untuk menentukan efisiensi
penyisihan telah mencapai stabil, diperlukan waktu yang lebih lama untuk menentukan
stabilnya efisiensi penyisihan.
Hasil penelitian Fang and Chui dalam Fang. et al (1995) menyatakan bahwa efisiensi
penyisihan COD sangat bergantung pada Organic Loading Rate (OLR). OLR akan
meningkat dengan meningkatnya konsentrasi COD didalam limbah atau dengan
mengurangi Hydraulic Retention Time (HRT). Peningkatan OLR secara bertahap
diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas bakteri metanogen serta
keberlangsungan efisiensi reaktor.
4.2.5 Konsentrasi TSS
Definisi Total Suspended Solid (TSS) adalah padatan yang tersisa sebagai residu setelah
penguapan dan pengeringan pada suhu 103 sampai 105ᴼC. Prinsipnya adalah semua
bahan akan menguap pada suhu tersebut dan akan hilang selama proses penguapan dan
pengeringan. Residu yang tersisa atau tidak menguap menunjukkan padatan yang
terdapat dalam sampel (Sawyer, 2003). Pengukuran konsentrasi TSS inlet dilakukan
setiap 3 hari, kemudian hasilnya dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai inlet yang
sama.
Gambar 4.4 menunjukkan jumlah penyisihan TSS pada tahap konsentrasi limbah 75%
dan 100%. Jumlah penyisihan TSS pada tahap konsentrasi limbah 75% cenderung
meningkat dari hari ke-14 sampai 17 namun menurun pada hari ke-18 dan kembali
meningkat pada hari ke-19. Jumlah penyisihan TSS yang tidak stabil disebabkan karena
meningkatnya konsentrasi substrat didalam umpan sehingga mengganggu sludge bed
dan menyebabkan biosolid ikut terbawa bersama efluen (Lew, 2004 dalam Himawan,
2012). Sedangkan pada tahap konsentrasi limbah 100% jumlah penyisihan TSS
cenderung meningkat dari hari ke-24 sampai 27 namun menurun pada hari ke 28 dan
cenderung meningkat dari hari ke-29 sampai 33. Jumlah penyisihan TSS pada tahap ini
cenderung lebih stabil bila dibandingkan dengan tahap konsentrasi limbah 75%. Jumlah
penyisihan TSS tertinggi pada tahap konsentrasi limbah 75% mencapai 213 mg/L
sedangkan tahap konsentrasi limbah 100% mencapai 405 mg/L.

IV-8

Universitas Sumatera Utara

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah degradasi TSS pada tahap
konsentrasi limbah 100% lebih tinggi daripada tahap konsentrasi limbah 75%. Nilai
OLR pada tahap aklimatisasi 100% 2,95 kg COD/m³.hari sedangkan pada tahap
aklimatisasi 75% hanya 1,01 kg COD/m³.hari. Perbedaan nilai OLR menunjukkan
konsentrasi substrat didalam umpan. Menurut Yazid. dkk (2012) hasil tersebut dapat
dikaitkan dengan ketersediaan substrat sebagai bahan makanan bagi bakteri cukup
terpenuhi, sehingga terjadi peningkatan pada metabolisme bakteri dan berdampak pada
proses degradasi limbah yang lebih baik.
TSS (mg/L)

konsentrasi
limbah 75%

450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
10

13

16

19

konsentrasi
limbah 100%

22

25

28

31

33

Hari Ke-

Gambar 4.4 Jumlah Penyisihan TSS pada Tahap Konsentrasi Limbah 75% dan 100%
Gambar 4.5 menunjukkan profil efisiensi penyisihan TSS selama 33 hari operasional
reaktor. Efisiensi penyisihan mencapai 65% pada akhir tahap konsentrasi limbah 50%.
Kemudian konsentrasi limbah ditingkatkan menjadi 75%. Efisiensi penyisihan pada
tahap ini cenderung fluktuatif karena terjadi beberapa kali penurunan efisiensi yaitu
pada hari ke-13, 16 dan 18. Hal ini terjadi karena bed lumpur masih beradaptasi dengan
konsentrasi substrat yang lebih tinggi sehingga beberapa padatan tidak dapat
mengendap dan ikut keluar bersama efluen. Pada akhir tahap konsentrasi limbah 75%
efisiensi penyisihan mencapai 77,9%. Sedangkan efisiensi penyisihan TSS pada tahap
konsentrasi limbah 100% cenderung meningkat dari hari ke-24 sampai 27 namun turun
pada hari ke-28 dan kembali meningkat pada hari ke-29 sampai 33. Efisiensi penyisihan
TSS pada akhir tahap ini mencapai 81%. Sedangkan efisiensi penyisihan TSS maksimal
mencapai 85,5% terjadi pada tahap konsentrasi limbah 75%. Terjadi penurunan efisiensi
penyisihan TSS dari 77,9% menjadi 43,6% ketika OLR ditingkatkan dari 1,01 menjadi

IV-9

Universitas Sumatera Utara

2,95 kg COD/m³.hari. Penelitian ini sesuai dengan hasil de Barros. et al ( 2016) yang
menyatakan bahwa efisiensi penyisihan TSS menurun dari 64% menjadi 38% dengan
meningkatnya OLR dari 0,2 menjadi 7,5 g COD/L.hari. Penurunan efisiensi ini terjadi
karena peningkatan konsentrasi substrat pada umpan sehingga mengakibatkan wash out
lumpur didalam reaktor.
Efisiensi

konsentrasi
limbah 75%

90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
10

13

16

19

konsentrasi
limbah 100%

22

25

28

31

33

Hari Ke-

Gambar 4.5 Grafik Efisiensi Penyisihan TSS
Pencapaian nilai efisiensi penyisihan TSS didukung oleh berbagai faktor antara lain
HRT dan kecepatan upflow yang cukup untuk memberikan waktu kontak antara umpan
dengan lumpur sehingga senyawa organik yang didalam umpan dapat terdegradasi.
Seperti yang dinyatakan Lu. et al (2015) bahwa HRT dan kecepatan upflow berperan
penting dalam menangkap padatan tersuspensi. Kecepatan upflow yang tidak terlalu
tinggi memberikan waktu bagi biosolid untuk mengendap sehingga tidak ikut keluar
bersama efluen. HRT yang sesuai dan kecepatan upflow yang memadai akan
memberikan waktu kontak yang cukup antara lumpur dan limbah, memisahkan
biomassa dari gas dan meningkatkan efisiensi penyisihan bahan organik (Haandel dan
Lettinga dalam Rizvi. et al. 2014). Efisiensi penyisihan yang baik juga dapat disebabkan
oleh turbulensi yang kecil di bed lumpur karena nilai OLR awal yang rendah sehingga
meningkatkan daya saring atau kapasitas tangkap lumpur (Malim. 2013). Menurut Ali.
et al (2007) dalam Himawan (2012) penurunan pada kecepatan upflow memiliki dua
efek yang berlawanan dalam kinerja reaktor UASB, yaitu dapat meningkatkan waktu
kontak antara biomassa dan substrat sehingga menyebabkan penyisihan bahan organik

IV-10

Universitas Sumatera Utara

yang lebih baik. Namun di sisi lain dapat mengurangi pencampuran dalam reaktor yang
akan mengganggu kontak antara substrat dan biomassa.
4.2.6 Korelasi antara Konsentrasi TSS dan COD
Gambar 4.6 memperlihatkan perbandingan antara jumlah COD dengan TSS
terdegradasi. Dapat dilihat dari grafik jumlah TSS terdegradasi lebih fluktuatif namun
hampir sama dengan jumlah COD terdegradasi. Jumlah COD terdegradasi menurun
pada hari ke-18 dan meningkat pada hari ke-27 kemudian menurun pada hari ke-28 dan
kembali meningkat pada hari ke-30. Begitu juga dengan jumlah TSS terdegradasi yang
menurun pada hari ke-18 dan meningkat pada hari ke-27 kemudian menurun pada hari
ke-28 dan kembali meningkat pada hari ke-30. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah TSS
terdegradasi meningkat saat jumlah COD terdegradasi juga meningkat dan akan
menurun saat jumlah COD terdegradasi menurun. Begitu pula dengan efisiensi
penyisihan TSS yang mengikuti fluktuasi efisiensi penyisihan COD dan dapat dillihat
pada gambar 4.7. Kedua grafik ini menunjukkan bahwa penyisihan TSS dan COD
saling berhubungan. Ketika terjadi shock loading saat konsentrasi limbah ditingkatkan,
maka kinerja reaktor tidak hanya terganggu dalam menyisihkan COD namun juga TSS.
mg/L

konsentrasi
limbah 75%

500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

konsentrasi
limbah 100%

Jumlah COD
Terdegradasi
Jumlah TSS
terdegradasi

13

19

25

31 33

Hari Ke-

Gambar 4.6 Perbandingan Antara Jumlah COD dengan TSS Terdegradasi
Untuk melihat hubungan antara konsentrasi TSS dengan konsentrasi COD maka
dilakukan uji regresi linear. Data yang digunakan untuk melihat korelasi antara
konsentrasi TSS dengan COD dapat dilihat pada Tabel 4.3.

IV-11

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.3 Data Konsentrasi TSS dan COD Efluen
Hari Ke-

Kosentrasi TSS (mg/L)

Konsentrasi COD (mg/L)

9

82,8

116

10

72,67

119

11

66,5

120

12

79

233

13

94

247

14

55

158

15

57

165

16

82

218

17

60

307

18

138

300

19

62

291

20

36

244,1

21

40

245

22

55

243

23

282

899

24

249

786,5

25

175

766,7

26

160

716,1

27

165

687,5

28

272,5

845,9

29

199

794,2

30

151,5

731,5

31

140

665,5

32

125

658

33

95

660

IV-12

Universitas Sumatera Utara

Dari data pada tabel 4.3 dilakukan uji regresi linear, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.4 Hasil Korelasi Antara Konsentrasi TSS dan COD
R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

0.870a

0.757

0.747

140.261677

a = Predictors : (Constant), Konsentrasi COD
Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh hasil bahwa nilai korelasi (R) sebesar 0,870 dan nilai
koefisien determinasi (R²) sebesar 0,757 . Nilai koefisien determinasi menyatakan
konsentrasi TSS mempengaruhi konsentrasi COD sebesar R² = 0,757 atau 75,7%
konsentrasi COD dipengaruhi oleh konsentrasi TSS. Hasil tersebut dapat disebabkan
karena konsentrasi TSS pada sampel terhitung sebagai konsentrasi COD saat pengujian
konsentrasi COD. Hal ini terjadi karena pada saat pengambilan sampel untuk pengujian
COD tidak dilakukan penyaringan terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan
padatan tersuspensi didalam sampel sehingga konsentrasi TSS juga terhitung sebagai
konsentrasi COD yang menyebabkan konsentrasi COD sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi TSS.
Berdasarkan Tabel 3.3 yaitu pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap nilai R,
maka hubungan antara konsentrasi TSS dan konsentrasi COD adalah sangat kuat. Nilai
R pada kategori sangat kuat adalah 0,80-1,000 dan nilai R pada Tabel 4.4 adalah 0,870.
Tabel 4.5 Hasil Uji Regresi Linear antara Konsentrasi TSS dan COD
Coefficientsa
Model
1

a.

B

Std. Error

(Constant)

45.378

55.252

Konsentrasi COD

3.368

0.397

Dependent Variable: Konsentrasi TSS

IV-13

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan output diatas, diperoleh nilai koefisien regresi a = 45,378 dan nilai
koefisien regresi b = 3,368, sehingga persamaan regresinya dapat ditulis sebagai
berikut:
Y = 45,378 + 3,368x
Keterangan:

Y = Konsentrasi COD (mg/L)
X = Konsentrasi TSS (mg/L)

Lebih jelasnya hasil regresi antara konsentrasi TSS dan konsentrasi COD dapat
dilihat pada Gambar 4.8.

1200

COD mg/L

1000
800
600

Observed

400

Linear

200
0
0

100

200

300

TSS mg/L

Gambar 4.7 Kurva Regresi Konsentrasi TSS dan COD
Pada Gambar 4.7 terdapat garis linear yang terbentuk dari persamaan Y= 3,368x +
45,378. Garis ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi COD seiring
dengan peningkatan konsentrasi TSS. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa
konsentrasi COD sangat dipengaruhi oleh konsentrasi TSS sehingga saat konsentrasi
TSS efluen meningkat maka terjadi peningkatan pada konsentrasi COD efluen.
4.2.7 Produksi Biogas
Pengumpulan data produksi biogas mulai dilakukan pada hari ke-12 karena terdapat
kendala selama penelitian. Pada awal penelitian siatem pengukuran biogas direncanakan
dengan menggunakan tekanan pada air. Aliran gas dimasukkan kedalam sebuah botol
vakum yang berisi air. Jumlah air yang keluar dari botol merupakan jumlah produksi
gas. Namun sistem pengukuran tersebut tidak berhasil diterapkan pada penelitian ini.
IV-14

Universitas Sumatera Utara

Biogas berhasil diukur pada hari ke-12 dengan menampungnya dalam sebuah plastik
bening, kemudian plastik diikat dan dicelupkan kedalam sebuah wadah berisi air.
Jumlah air yang keluar dari wadah merupakan jumlah produksi biogas.
Gambar 4.8 menunjukkan profil produksi biogas selama tahap konsentrasi limbah 75%
dan 100%. Dapat dilihat pada gambar bahwa produksi biogas cenderung stabil dari saat
konsentrasi limbah 75% sampai konsentrasi limbah 100%. Proses anaerob melibatkan
dua bakteri pereaksi utama yang mempengaruhi proses degradasi bahan organik yaitu
asidogenik dan methanogenik. Pada tahap pertama asidogenik, bahan organik kompeks
diuraikan menjadi Volatile Fatty Acids (VFA) kemudian dimetabolisme menjadi metana
oleh bakteri methanogenik (Soeprijanto. dkk, 2009). Hasil penelitian ini menunjukkan
proses pengubahan senyawa organik kompleks menjadi metana berlangsung dengan
baik didalam reaktor. Peningkatan pada konsentrasi bahan organik limbah tidak
merusak keseimbangan antara proses asidogenik dan metanogenik didalam sistem.
konsentrasi
limbah 75%

ml
300

konsentrasi
limbah 100%

250
200
150
100
50
0
13

16

19

22

25

28

31

33

Hari Ke-

Gambar 4.8 Grafik Produksi Biogas
Gambar 4.9 menunjukkan perbandingan jumlah COD terdegradasi dengan produksi
biogas. Pada tahap konsentrasi limbah 100% produksi biogas maksimum mencapai 270
ml/hari dengan jumlah konsentrasi COD yang tersisih 442 mg/L. Sedangkan pada tahap
konsentrasi limbah 75% produksi biogas maksimum hanya mencapai 240 ml/hari
dengan jumlah COD yang tersisih 221 mg/L.

IV-15

Universitas Sumatera Utara

500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

konsentrasi
limbah 75%

konsentrasi
limbah 100%

Jumlah COD
Terdegradasi (mg/L)
Jumlah Produksi
Biogas (ml)

16

22

28

Hari Ke-

Gambar 4.9 Perbandingan Jumlah COD Terdegradasi dengan Produksi Biogas
Untuk melihat hubungan antara konsentrasi COD terdegradasi dengan jumlah produksi
biogas maka dilakukan uji regresi linear. Data yang digunakan untuk melihat korelasi
antara konsentrasi COD terdegradasi dengan produksi biogas dapat dilihat pada tabel
4.6.

IV-16

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.6 Data Konsentrasi COD Terdegradasi dan Produksi Biogas
Hari
Ke-

Konsentrasi COD Terdegradasi
(mg/L)

Produksi Biogas
(mL)

12

147

190

13

133

190

14

222

240

15

215

235

16

162

200

17

73

145

18

80

150

19

89

170

20

136

180

21

135

180

22

137

180

23

201

150

24

313

200

25

333

220

26

384

250

27

412

260

28

254

210

29

306

240

30

368

255

31

434

270

32

442

270

33

440

270

Dari data pada Tabel 4.6 dilakukan uji regresi linear, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.7 Hasil Korelasi antara Konsentrasi COD Terdegradasi dan Produksi Biogas
R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

0.898a

0.808

0.798

18.6148913

a = Predictors : (Constant), Produksi Biogas

IV-17

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.8 Hasil Uji Regresi Linear Konsentrasi COD Terdegradasi dan Produksi Biogas
Coefficientsa
Model
1

(Constant)
Konsentrasi COD

B

Std. Error

139.483

8.802

0.292

0.032

a. Dependent Variable: Konsentrasi COD Terdegradasi
Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh hasil nilai korelasi (R) sebesar 0,898 dan nilai
koefisien determinasi (R2) sebesar 0,808. Nilai koefisien determinasi menyatakan
konsentrasi COD terdegradasi mempengaruhi jumlah produksi biogas sebesar R2 =
0,808 atau 80,8% jumlah produksi biogas dipengaruhi oleh konsentrasi COD
terdegradasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi bahan organik yang di
degradasi maka semakin tinggi pula produksi biogasnya. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Lo. et al dalam Cronin (1998) yang menggunakan reaktor HUASB
untuk mengolah limbah molase pada suhu 35ᴼC. Produksi metana mencapai 0,36 l
CH4/l/hari dengan OLR 2,3 g COD/l/hari dan 0,91 l CH4/l/hari ketika OLR 5,8 g
COD/l/hari. dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa meningkatnya OLR
mengakibatkan peningkatan pada produksi biogas.
Dilihat dari Tabel 3.3 yaitu pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap nilai R,
maka hubungan antara konsentrasi COD terdegradasi dengan produksi biogas adalah
sangat kuat. Nilai R pada kategori sangat kuat adalah 0,80-1,000 dan nilai R pada Tabel
4.7 adalah 0,898.
Berdasarkan output pada Tabel 4.8, diperoleh nilai koefisien regresi a = 139,4 dan nilai
koefisien regresi b = 0,292, sehingga persamaan regresinya dapat ditulis sebagai
berikut:
Y = 0,292x + 139,4
Keterangan : Y = Produksi Biogas (mL)
X = Konsentrasi COD terdegradasi (mg/L)
Untuk lebih jelasnya hasil regresi antara konsentrasi COD terdegradasi dengan produksi
biogas dapat dilihat pada Gambar 4.10.

IV-18

Universitas Sumatera Utara

300

Biogas mL

250
200
150

Observed

100
50
0
0

100

200

300

400

500

COD mg/L

Gambar 4.10 Kurva Regresi Konsentrasi COD Terdegradasi dan Produksi Biogas
Pada gambar 4.10 terdapat garis linear yang terbentuk dari persamaan Y = 0,292x +
139,4. Garis ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produksi biogas seiring
dengan peningkatan konsentrasi COD terdegradasi. Seperti yang telah dijelaskan diatas
bahwa jumlah produksi biogas sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan organik
terdegradasi sehingga saat terjadi peningkatan pada degradasi COD maka jumlah
produksi biogas akan meningkat pula.
Gambar 4.11 menunjukkan grafik konsentrasi pH inlet dan outlet, jumlah penyisihan
COD, jumlah penyisihan TSS serta produksi biogas pada tahap (a) 50%; (b) 75% dan
(c) 100%. Data hasil uji konsentrasi pH, COD dan TSS serta jumlah produksi biogas
dapat dilihat pada Lampiran I.

IV-19

Universitas Sumatera Utara

7.3
7.2
7.1
7
6.9
6.8
6.7
6.6

140
120
100
80
60
40
20
0
0

2
pHin

4
pHout

6
8
CODremoved (mg/L)

10
12
TSSremoved (mg/L)

(a)
300

7.4
7.3
7.2
7.1
7
6.9
6.8
6.7
6.6
6.5

250
200
150
100
50
0
11

13

pHin

pHout

15

17

CODremoved (mg/L)

19

21

TSSremoved (mg/L)

23
Biogas (mL/h)

(b)
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

7.6
7.5
7.4
7.3
7.2
7.1
7
6.9
6.8
6.7
6.6
6.5
22

24
pHin

pHout

26

28

CODremoved (mg/L)

30

32

TSSremoved (mg/L)

34
Biogas (mL/h)

(c)
Gambar 4.11 Grafik Konsentrasi pH, Jumlah Penyisihan COD, Jumlah Penyisihan TSS
serta Produksi Biogas pada Tahap: (a) 50% (b) 75% dan (c) 100%

IV-20

Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan pengamatan lapangan, penelitian laboratorium serta analisa, maka
didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Kandungan bahan pencemar dalam limbah cair PD RPH Medan yang ditinjau dari
parameter COD, TSS serta pH masing-masing adalah 1100 mg/L; 500 mg/L; 6,7.
2. Kinerja reaktor UASB pada tahap konsentrasi limbah cair 50% dengan HRT 9 jam
berjalan dengan baik yang dibuktikan dengan berkurangnya konsentrasi bahan
pencemar pada outlet. Efisiensi penyisihan yang diperoleh pada akhir tahap ini
adalah COD = 50% dan TSS = 65%. pH outlet pada tahap ini berkisar antara 7-7,2.
Efisiensi penyisihan bahan pencemar pada tahap konsentrasi limbah 75% mampu
memperoleh penyisihan COD maksimal sebesar 58,4% dan TSS mencapai 85,5%.
Sedangkan pada akhir tahap ini efisiensi COD mencapai 36% sedangkan TSS 77,9%.
Rentang pH outlet pada tahap ini berkisar antara 7,1-7,3. Kinerja reaktor UASB pada
tahap konsentrasi limbah 100% mampu memperoleh penyisihan COD maksimal
40,2% dan TSS sebesar 81%. Sedangkan pH outlet berkisar antara7,2-7,5.
3. Produksi biogas maksimal pada tahap konsentrasi limbah 75% mencapai 240 ml
sedangkan pada tahap konsentrasi limbah 100% mencapai 270 ml.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas dapat disarankan beberapa hal,
yaitu:
1. Pengambilan sampel pada tangki inlet perlu dilakukan setiap hari untuk mengetahui
kandungan bahan pencemar harian sehingga mendapatkan data efisiensi penyisihan
yang lebih jelas.
2. Pengambilan lumpur perlu dilakukan secara anaerob dengan menggunakan selang
dan disimpan dalam wadah yang vakum untuk menjaga bakteri anaerob masih dalam
kondisi yang baik saat akan digunakan.

Universitas Sumatera Utara

3. Perlu dilakukan pengusiran oksigen (O2) dari sistem secara rutin dengan
menggunakan nitrogen untuk menjaga sistem agar tetap berlangsung secara anaerob.
4. Perlu dilakukan pengujian nilai TSS pada tiap titik sampling ports untuk mengetahui
distribusi suspended solid didalam reaktor.
5. Pelaksanaan penelitian lanjutan mengenai reaktor UASB dapat secara maksimal
menurunkan kandungan bahan organik seperti COD dan TSS dalam limbah cair RPH.

V-2

Universitas Sumatera Utara