Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel

tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa,
2012). Menurut Sediaoetama (2010), status gizi adalah keadaan tubuh yang
merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh
dan utilisasinya. Menurut Arisman (2010), status gizi dapat ditentukan dengan cara
penilaian langsung atau tidak langsung, meliputi pemeriksaan antropometri,
pemeriksaan klinis, pemeriksaan biokimia dan survey asupan makanan.
Sedangkan menurut Almatsier (2011), status gizi adalah keadaan tubuh
sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi
dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.
Bila tubuh memperoleh cukup zat gizi dan digunakan secara efesien maka akan
tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan
otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
Menurut Notoatmodjo (2012), kelompok umur yang rentan terhadap penyakitpenyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh sebab itu,

indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui
status gizi balita.

8
Universitas Sumatera Utara

9

2.1.1. Penilaian Status Gizi
Menurut (Supariasa, 2012), pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi
dua yaitu secara langsung dan tidak langsung.
1. Penilaian status gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian
yaitu : antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Secara umum antropometri artinya
ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2012).
2. Penilaian status gizi secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

a.

Survei konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

b.

Statistik vital merupakan pengukuran dengan menganalisis data beberapa
statistik kesehatan seperti angka kematian bedasarkan umur, angka kesakitan dan
kematian akibat penyebab tertentu.

c.

Faktor ekologi digunakan untuk mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan
masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan
lingkungan budaya.

Universitas Sumatera Utara

10


2.1.2. Penilaian Status Gizi Bedasarkan Antropometri
Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah
antropometri gizi.Antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan
atas dan tebal lemak di bawah kulit. Keunggulan antropometri antara lain alat yang
digunakan mudah didapatkan dan digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulangulang dengan mudah dan objektif, biaya relatif murah, hasilnya mudah disimpulkan,
dan secara ilmiah diakui keberadaannya (Supariasa, 2012).
a. Parameter Antropometri
Arisman (2010) menyatakan bahwa antropometri sebagai indikator status gizi
dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran
tunggal dari tubuh manusia, antara lain:
1. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan
umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran
tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai
dengan penentuan umur yang tepat.
2. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling

sering digunakan pada bayi baru lahir (neonates). Pada masa bayi-balita, berat badan

Universitas Sumatera Utara

11

dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi.Berat
badan merupakan pilihan utama karena parameter yang paling baik, mudah dipakai,
mudah dimengerti, memberikan gambaran status gizi sekarang. Alat yang dapat
memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan dianjurkan untuk digunakan dalam
penimbangan anak balita adalah dacin.
3. Tinggi badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu
dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat.Disamping itu tinggi
badan merupakan ukuran kedua terpenting. Pengukuran tinggi badan untuk anak
balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukuran tinggi mikrotoa.
b. Indeks Antropometri
Adapun indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan
menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan
menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Supariasa, 2012).

1. Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa
tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak,
misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan merupakan parameter
antopometri yang sangat labil.(Supariasa, 2012).
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan
antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang

Universitas Sumatera Utara

12

mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2
kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih
lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks
berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi.
Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih
menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Arisman, 2010).
Kelebihan indeks BB/U antara lain lebih mudah dan lebih cepat dimengerti

oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, sangat
sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, dan dapat mendeteksi kegemukan.
Kelemahan indeks BB/U adalah dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang
keliru bila terdapat edema maupun acites, memerlukan data umur yang akurat,
terutama untuk anak dibawah usia 5 tahun, sering terjadi kesalahan pengukuran,
seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan (Supariasa,
2012).
2. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang
relatif lama (Supariasa, 2002).

Universitas Sumatera Utara

13

Kelebihan indeks TB/U adalah baik untuk menilai status gizi masa lampau

dan ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah dibawa. Kekurangan
indeks TB/U adalah tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun,
pengukuran relatif lebih sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga
diperlukan dua orang untuk melakukannya (Supariasa, 2012).
3. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi
badan dan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang
independent terhadap umur. Keuntungan Indeks BB/TB adalah tidak memerlukan
data umur, dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus).
Kelemahan Indeks BB/TB adalah tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak
tersebut pendek, cukup tinggi badan, atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya.
Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran
panjang/tinggi badan pada kelompok balita. Dengan metode ini membutuhkan dua
macam alat ukur, pengukuran relatif lebih lama. Membutuhkan dua orang untuk
melakukannya. Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran,
terutama bila dilakukan oleh kelompok non-profesional.
2.1.3. Klasifikasi Status Gizi
Menurut Soekirman


(2000), adapun

klasifikasi status gizi dibedakan

menjadi:

Universitas Sumatera Utara

14

1. Status Gizi Baik
Status gizi baik adalah suatu keadaan dimana asupan zat gizi sesuai
penggunaan untuk aktivitas tubuh. Refleksi yang diberikan adalah keselarasan antara
pertumbuhan berat badan dan umurnya.
2. Status Gizi lebih
Status gizi lebih adalah suatu keadaan karena kelebihan konsumsi pangan.
Keadaaan ini berkaitan dengan kelebihan energi yang dikonsumsi dalam hidangan
yang dikonsumsi relative terhadap kebutuhan penggunaannya atau energy
expenditure.
3. Status gizi kurang dan Status gizi buruk

Status gizi kurang dan status gizi buruk terjadi karena tubuh kekurangan satu
atau beberapa zat gizi yang diperlukan. Beberapa hal yang menyebabkan tubuh
kekurangan zat gizi adalah karena makanan yang dikonsumsi kurang atau mutunya
rendah atau bahkan keduanya. Selain itu zat gizi yang dikonsumsi gagal untuk diserap
dan dipergunakan oleh tubuh.
2.2. Kecukupan Gizi Bayi
Kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang
diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut
kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisilogis tertentu seperti kehamilan dan
menyusui (Persagi, 2015).

Universitas Sumatera Utara

15

Menurut Sunita Almatsier (2011), zat gizi adalah ikatan kimia yang
diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi,
membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan. Zatzat makanan yang diperlukan tubuh dapat dikelompokkan menjadi 5 yaitu :
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
Menurut Arisman (2010), adapun zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi yang

dapat mendukung pertumbuhan bayi yang sehat diantaranya:
1.Energi
Konsumsi energi sebanyak 115 Kkal per kg berat badan (sekitar 95-145
Kkal/kg) untuk kebutuhan bayi pada bulan pertama kehidupannya. Dari jumlah energi
yang dikonsumsi bayi, 50% digunakan untuk energi basal (energi yang dibutuhkan
untuk bekerjanya organ-organ di dalam tubuh, peredaran darah dan sebagainya).25%
untuk aktivitasnya, 25% lainnya untuk pertumbuhan badan yang berkisar antara 5
sampai 7 gr per hari. Untuk umur 6 bulan energi yang dibutuhkan turun menjadi 95
Kkal/kg berat badan.
2. Protein
Terdiri dari unsur C, H, O dan N, dan kadang – kadang S dan P, diperoleh
melalui tumbuh-tumbuhan (protein nabati) dan melalui hewan (protein hewani)
berfungsi membangun sel – sel yang telah rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti
enzim dan hormon serta membentuk zat anti energi. Kebutuhan akan protein selama
periode pertumbuhan tulang rangka dan otot yang cepat pada masa bayi relatif tinggi.
konsumsi sebanyak 2,2 gr protein bernilai gizi tinggi per kg berat badan per hari

Universitas Sumatera Utara

16


menghasilkan retensi nitrogen sekitar 45%, jumlah ini cukup untuk pertumbuhan bayi
yang normal.
3. Lemak
ASI memasok sekitar 40-50% energi sebagai lemak (3-4 gr/100 cc). lemak
minimal harus menyediakan 30% energi, yang dibutuhkan bukan saja untuk
mencukupi kebutuhan energi tetapi juga memudahkan penyerapan asam lemak
esensial, vitamin yang terlarut dalam lemak, kalsium serta mineral lain dan juga
untuk menyeimbangkan diet agar zat gizi yang lain tidak terpakai sebagai sumber
energi.
4. Vitamin Larut Lemak
Jumlah vitamin A yang dibutuhkan bayi sebanyak 75

RE per hari.

Konsumsi vitamin D pada bayi akan meningkat pada waktu terjadinya klasifikasi
tulang dan gigi yang cepat. Konsumsi vitamin D dianjurkan 400 IU/hari. Kebutuhan
vitamin E pada bayi sebanyak 2-4 mg TE (Tocopherol Equivelent) per hari. Untuk
vitamin K, defisiensi vitamin K dapat terjadi pada beberapa hari pertama kehidupan.
5. Vitamin Larut Air
Vitamin yang larut dalam air,meliputi vitamin B dan C, kebutuhan bayi akan
vitamin ini dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu. Bayi harus memperoleh
0,5 mg ribovlavin per 1000 Kkal energi yang dikonsumsi untuk memelihara
kejenuhan jaringan. Sedangkan untuk vitamin C, bayi memperoleh dari ASI.

Universitas Sumatera Utara

17

6. Mineral
ASI mengandung 280 mg kalsium per liter, yang berarti dapat mensuplai
sekitar 210 mg kalsium per hari. Mineral mempunyai fungsi sebagai pembentuk
berbagai jaringantubuh, tulang, hormon, dan enzim, sebagai zat pengatur berbagai
proses metabolisme, keseimbangan cairan tubuh, proses pembekuandarah. Zat besi
atau Fe berfungsi sebagai komponen sitokrom yang penting dalam pernafasan dan
sebagai komponen dalam hemoglobin yang penting dalam mengikat oksigen dalam
sel darah merah.
Di bawah ini adalah angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan pada bayi
dan balita (per orang per hari). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.75
Tahun 2013.
Tabel 2.1. Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) Rata-Rata Per Hari
Golongan
Umur
0 – 6 bulan
7 –11 bulan
1 – 3 tahun
4 – 6 tahun

Berat
Badan
(Kg)
6
9
13
19

Tinggi
Badan
(cm)
61
71
91
112

Energi
(Kkal)

Protein
(g)

550
725
1125
1600

12
18
26
35

Karbo
hidrat
(g)
58
82
155
220

Serat
(g)

Air
(ml)

Lemak
(g)

0
10
16
22

800
1200
1500

34
36
44
62

2.2.1. Penilaian Konsumsi Makanan
Menurut Supariasa (2012), adapun tujuan survey makanan adalah untuk
mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan
zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang

Universitas Sumatera Utara

18

berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Adapun metode pengukuran
konsumsi makanan untuk individu adalah:
1. Metode Food Recall 24 jam
Metode ini dilakukan dengan menanyakan jenis dan jumlah bahan makanan
yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dimulai sejak ia bangun pagi
kemarin sampai ia istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu
saat diawawancarai mundur kebelakang 24 jam penuh.
2. Metode Estimasi Food Record
Metode ini digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Responden
diminta mencatat semua yang ia makan dan minum setiap kali sebelum makan.
Menimbang dalam ukuran berat pada periode tertentu, termasuk cara persiapan dan
pengelolaan makanan. Metode ini dapat memberikan informasi konsumsi yang
mendekati sebenarnya tentang jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi oleh
individu.
3. Metode Penimbangan makanan (Food Weighing)
Responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan
responden yang dikonsumsi selama 1 hari. Penimbangan makanan ini biasanya
berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan, dana penelitian dan tenaga yang
tersedia. Apabila terdapat sisa makanan maka itu juga perlu ditimbang untuk
mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang dikonsumsi.

Universitas Sumatera Utara

19

4. Metode Dietary History
Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola konsumsi
berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama (bisa 1 minggu, 1 bulan atau
1 tahun). Metode ini terdiri dari 3 komponen yaitu wawancara, frekuensi jumlah
bahan makanan dan pencatatan konsumsi.
5. Metode Frekuensi Makanan (Food Frekuency)
Metode ini untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah
bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu. Meliputi hari, minggu,
bulan atau tahun. Sehingga diperoleh gambaran pola konsumsi makanan secara
kualitatif. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan dan
frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu.
Konsumsi makanan merupakan faktor utama yang berperan terhadap status
gizi seseorang. Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah banyaknya zat-zat minimal
yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi yang adekuat.AKG
yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk masing-masing
kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, kondisi khusus (hamil dan
menyusui) dan aktivitas fisik (Almatsier, 2011).

2.3. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Universitas Sumatera Utara

20

Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang
telah berusia 6 bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi.
Pemberian makanan pendamping dilakukan secara berangsur untuk mengembangkan
kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima bermacam-macam
makanan dengan berbagai tekstur dan rasa (Sulistijani, 2009).
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang
mengandung gizi yang diberikan kepada bayi dan anak untuk memenuhi gizinya.
MP-ASI diberikan mulai umur 4 bulan sampai 24 bulan. WHO menganjurkan ASI
eksklusif 6 bulan. Semakin meningkat usia bayi /anak , kebutuhan akan zat gizi
semakin bertambah karena tumbuh kembang, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang
memenuhi kebutuhan

gizi. MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke

makanan keluarga (Maryunani, 2010).
MP-ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi. Makanan ini harus menjadi
pelengkap dan dapat memenuhai kebutuhan bayi. Hal ini menunjukkan bahwa MPASI berguna untuk menutupi kekurangan zat gizi yang terkandung dalam ASI.
Dengan demikian, cukup jelas peranan makanan tambahan bukan sebagai
pendamping ASI tetapi juga untuk melengkapi atau mendampingi ASI (Sulistijani,
2004).
MP-ASI adalah makanan bayi yang diberikan disamping ASI, dengan tekstur
dan kepadatan sesuai kemampuan cerna bayi. WHO dan sebagian besar organisasi
kesehatan merekomendasikan pemberian MP-ASI pada usia sekitar 6 bulan (Dian,
2013).

Universitas Sumatera Utara

21

2.3.1. Tujuan Pemberian MP-ASI
Pada usia 6 bulan atau lebih ASI saja sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan
nutrisi bayi, usia pasti pemberian MP-ASIyang tepat bisa bervariasi antar bayi dan
bergantung pada perkembangan individual sistem metabolik dan neuromotorik anak
tapi lebih disarankan sesudah berumur 6 bulan atau lebih.
Tujuan pemberian MP-ASI diantaranya :
a.

Memenuhi kebutuhan zat gizinya yang meningkat untuk pertumbuhan dan
aktivitasnya.

b.

Mendidik anak untuk membina selera dan kebiasaan makan yang sehat.

c.

Melatih pencernaan bayi agar mampu mencerna makanan yang lebih padat
daripada

susu.

Membiasakan

bayi

mengkosumsi

makanan

sehari-hari

menggunakan sendok (Sulistijani, 2009).
Menurut Maryunani (2011), tujuan pemberian MP-ASI adalah :
1.

Melengkapi zat gizi bayi yang sudah berkurang.

2.

Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan
dengan berbagai rasa dan bentuk.

3.

Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.

4.

Mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi tinggi.

2.3.2. Jenis MP-ASI

Universitas Sumatera Utara

22

Menurut Maryunani (2011), bahwa jenis MP-ASI dibagi 2 golongan yaitu:
1. Berdasarkan pengolahannya yaitu:

a.

Hasil pengolahan pabrik (MP-ASI pabrikan)

b.

Hasil pengolahan rumah tangga (MP-ASI lokal)

Menurut Depkes RI, (2006), Sebaiknya pemberian MP-ASI berasal dari bahan
lokal jika memungkinkan. Ada dua jenis MP-ASI yakni:
a. Makanan Pendamping ASI Lokal
Adapun keuntungan dalam pemberian MP-ASI adalah meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan ibu dalam membuat MP-ASI, memiliki kendali penuh
atas apa yang akan dimakan anak, membantu dalam hal pengenalan bahan makanan,
menanamkan kebiasaan makanan sehat sejak dini, makanana buatan sendiri jauh lebih
variatif, makanan buatan sendiri lebih bergizi dan bebas dari bahan-bahan aditif, lebih
murah dan mudah, makanan buatan sendiri jauh lebih lezat dari makanan instan.
Namun kelemahan MP-ASI lokal adalah lebih sulit dalam menentukan
kebutuhan nutrisi yang sesuai dalam penyajian, waktu penyajian yang lebih lama,
harus lebih cermat dalam hal kebersihan dan cara memasak bahan makanan.
b. Makanan Pendamping ASI Pabrikan
Makanan Pendamping ASI pabrikan sering dikenal dengan MP-ASI
komersial. MP-ASI komersial dibuat pabrik untuk makanan anak dibawah 3 tahun.
Keuntungan MP-ASI pabrikan diantaranya cepat dan mudah disajikan, bersih dan
aman (jika belum kedalwarsa dan masih utuh dalam kemasan), umunya disukai bayi,

Universitas Sumatera Utara

23

beberapa makanan komersial mengandung cukup energi dan zat gizi yang telah
disesuaikan dengan kebutuhan anak. Kelemahan MP-ASI pabrikan diantaranya
harganya relative mahal, banyak makanan komersial dibuat untuk bayi 4 bulan,
padahal usia ini terlalu dini dan dapat menganggu produksi ASI dan kerugian lain.
Relatif berbahaya jika disajikan dengan air dingin, bila air terkontaminasi.makanan
bayi komersial terkadang tidak ada dipasaran.
Menurut Krisnatuti, dkk, (2008), ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pembuatan makanan bayi diantaranya,
1. Formula
Formula harus dibuat berdasarkan angka kecukupan gizi bayi dan balita,
bahan baku yang di izinkan, kriteria zat gizi protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan
mineral.
2. Tehnologi proses
Mampu mengolah makanan dengan tingkat kehilangan gizi seminimal
mungkin, mampu menghilangkan faktor anti gizi yang dapat mengganggu
penyerapan zat gizi oleh usus, mampu meningkatkan ketersediaan mineral khususnya
Fe, mampu memperbaiki penerimaan produk karena pati tergelatinase, mampu
mengawetkan makanan sehingga tahan lama dan mudah di distribusikan.
3. Higiene
Makanan pendamping ASI harus bebas dari mikroorganisme pathogen, bebas
dari kontaminasi hasil pencemaran mikroba penghasil racun dan alergi, bebas racun,

Universitas Sumatera Utara

24

harus dikemas tertutup sehingga terjamin sanitasinya dan disimpan ditempat yang
terlindung.

4. Pengemas
Pengemas harus terbuat dari bahan yang kuat dan tidak beracun, tidak
mempengaruhi mutu inderawi produk dan mampu melindungi mutu produk dalam
waktu tertentu.
5. Label
Persyaratan label makanan bayi harus mengikuti codex standart, dengan
informasi yang jelas, tidak menyesatkan konsumen, komposisi bahan-bahan
tercantum dalam kemasan, nilai gizi produk, dan petunjuk penyajian.
2. Berdasarkan teksturnya:
a. Makanan lumat untuk umur 6-8 bulan
Makanan lumat adalah semua makanan yang dimasak dan disajikan secara lumat,
yang diberikan kepada bayi sebagai

peralihan dari ASI ke makanan padat.

Contoh makanan lumat: Bubur tepung, bubur beras (encer), nasi atau pisang yang
dilumatkan, lauk pauk yang dilumatkan atau sayur yang dilumatkan.
b. Makanan lembik untuk umur 9-11 bulan
Makanan lembik adalah peralihan dari makanan lumat ke makanan keluarga.
Contoh: bubur beras (padat), nasi lembek disertai lauk pauk seperti tempe, tahu,
beserta sayuran.

Universitas Sumatera Utara

25

c. Makanan keluarga untuk umur di atas 12 bulan ke atas
Makanan keluarga adalah makanan yang dikonsumsi oleh anggota keluarga yang
terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah.

2.3.3. Syarat Membuat MP-ASI
Syarat membuat MP-ASI menurut Maryunani tahun 2010 yaitu:
1. Bahan makanan mudah diperoleh
2. Mudah diolah
3. Harga terjangkau
4. Dapat diterima sasaran dengan baik
5. Kandungan zat gizi memenuhi zat gizi sasaran
6. Jenis MP-ASI disesuaikan dengan umur sasaran
7. Bebas dari kuman penyakit, pengawet, pewarna dan racun
8. Memenuhi nilai sosial, ekonomi, budaya dan agama.
2.3.4. Kandungan Gizi MP-ASI
Menurut Yuliarti (2010), kandungan gizi adalah jumlah zat gizi, terutama
energi dan protein yang harus ada di dalam MP-ASI lokal setiap hari. Kebutuhan gizi
bayi usia 6-12 bulan adalah 650 kalori dan 16 gram protein. Kebutuhan gizi dalam
ASI untuk bayi usia 6-12 bulan adalah 400 kalori dan 10 gram protein sehingga
kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah 250 kalori dan 6 gram protein.
Kebutuhan gizi anak usia 12-24 bulan adalah sekitar 850 kalori dan 20 grm
protein. Kebutuhan gizi dalam ASI untuk anak usia 12-24 bulan adalah sekitar 350

Universitas Sumatera Utara

26

kalori dan 8 gram protein sehingga kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah
sekitar 500 kalori dan 12 gram protein.
2.3.5. Hal yang Harus Diperhatikan pada Pemberian MP-ASI
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian MP-ASI menurut Maryunani (2010):
1.

Perhatikan kebersihan alat makanan

2.

Membuat makanan secukupnya

3.

Berikan makanan sebaik-baiknya

4.

Buat variasi makanan

5.

Ajak makan bersama anggota keluarga lain

6.

Jangan memberi makanan dekat dengan waktu makan

7.

Hindari makanan berlemak menyebabkan rasa kenyang yang lama.

8.

Jika ASI tidak ada maka diberi Pengganti Air Susu Ibu (PASI)

2.3.6. Masalah dalam MP-ASI
Menurut Dian (2013), ada beberapa gangguan yang akan dialami bayi
apabila pemberian MP-ASI diberikan terlalu dini diantaranya adalah:
a.

Bayi lebih sering menderita diare. Hal ini disebabkan cara menyiapkan makanan
yng kurang juga karenna pembentukan zat anti oleh usus bayi yang belum
sempurna.

b.

Bayi mudah alergi terhadap zat makanan tertentu. Keadaan ini akibat usus bayi
yang masih permeabel, sehingga mudah dilalui oleh protein asing.

c.

Terjadi malnutrisi atau gangguan pertumbuhan anak. Bila makanan yang
diberikan kurang bergizi dapat mengakibatkan anak menderita KEP (Kurang

Universitas Sumatera Utara

27

Energi Protein) dan dapat terjadi sugar baby atau obesitas bila makanan yang
diberikan mengandung kalori yang terlalu tinggi.
d.

Produksi ASI menurun, karena bayi yang sudah kenyang dengan MP-ASI tadi,
maka frekuensi menyusu menjadi lebih jarang, akibatnya dapat menurunkan
produksi ASI .

e.

Tingginya solute load dari MP-ASI yang diberikan, sehingga dapat menimbulkan
hiperosmolaritas yang meningkatkan beban ginjal.

2.3.7. Resiko Pemberian MP-ASI Dini (sebelum usia 6 Bulan)
Menurut Romahdona (2015), terdapat beberapa resiko akibat pemberian MPASI Dini pada bayi diantaranya adalah:
a.

Menyulitkan ibu mempertahankan produksi ASI. Semakin banyak makanan yang
masuk, semakin sedikit ASI yang diinginkan bayi. Porsi ASI berkurang karena
tergantikan oleh makanan.

b.

Berkurangnya porsi ASI karena tergantikan oleh makanan juga dapat
penyebabkan kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi dengan baik. ASI mencukupi
100% kebutuhan bayi yang berusia kurang dari 6 bulan, sedangkan asupan
makanan tidak bisa menggantikan nutrisi ASI. Akibatnya, bayi tidak
mendapatkan zat-zat imunitas dari ASI secara optimal, lebih rentan sakit,
terutama batuk.

c.

Meningkatkan anemia defesiensi zat besi. Bayi yang lahir cukup bulan dan
mendapatkan ASI Ekslusif selama 6 bulan akan terjaga kadar Hb dan kandungan
zat besi dalam tubuhnya.

Universitas Sumatera Utara

28

d.

Menyulitkan bayi mulai makan. Resiko tesedak makan lebih besar pada bayi
sebelum usia 6 bulan karena keterampilan menerima makanan dengan lidah dan
menelannya belum berkembang. Bayi yang mulai makan pada usia yang tepat
dapat lebih mudah belajar makan, misalnya memindahkan makanan dalam mulut
menggunakan lidah atau menelan.

e.

Meningkatkan kemungkinan alergi makanan. Sejak dilahirkan sampai usia 6
bulan, saluran pencernaan bayi masih terbuka. Ada jarak anatara sel dalam usus
yang kecil yang memungkinkan makromolekul untuk masuk termasuk protein
kompleks dan patogen. Bayi dengan ASI Ekslusif, saluran pencernaan yang
„‟terbuka‟‟ ini baik

karena memungkinkan zat-zat antibodi dari ASI masuk

secara langsung ke aliran darah. Protein dari makanan yang masuk dianggap oleh
tubuh sebagai benda asing dan sering menyebabkan reaksi alergi.
f.

Pada bayi usia 4-6 bulan, antibodi dari ASI akan melapisi imunitas pasif
menurunkan kemungkinan bayi sakit dan secara sempurna, bayi mulai
memproduksi antibodi sendiripada usia 6 bulan. Umumnya saat itu, saluran
pencernaan sudah tertutup.

g.

Terganggu saluran pencernaan. Makanan sulit dicerna oleh sistem pencernaan
yang belum matang sehingga beresiko membuat bayi kembung, mual, konstipasi
dan lain-lain. Selain itu sistem pencernaan bayi belum dapat mencerna protein
dengan sempurna. Enzim amilase untuk mencerna lemak juga masih-juga sangat
rendah. Enzim untuk mencerna karbohidratseperti maltase, isomaltase, sukra
sebelum mencapai kadar yang cukup sampai usia 7 bulan.

Universitas Sumatera Utara

29

h.

Kegemukan. ASI ekslusif selama 6 bulan dapat mencegah kenaikan BB drastis
yang merupakan langka awal terjadinya obesitas.

i.

Lactational amenorrhea (metode KB alami karena menyusui) menjadi tidak
efektif sejak bayi mendapatkan asupan makanan selain ASI.

2.4. Landasan Teori
Akar masalah dari kurang gizi adalah karena adanya krisis ekonomi, politik
dan sosial yang mana hal tersebut akan berdampak pada pengambilan kebijakan oleh
pemerintah dan kemampuan masyarakat yang rendah akibat tidak stabilnya keadaan
negara. Hal ini akan berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan yang tidak memadai,
penyakit infeksi, pola asuh, konsumsi makanan yang kurang, dan lain-lain yang pada
akhirnya berdampak pada kematian. Seperti yang terdapat dalam bagan Unicef, 1998
faktor penyebab gizi kurang. Berdasarkan landasan teori diatas maka kerangka teori
dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

30

Gambar 2.1.Kerangka Teori Faktor-faktor Penyebab Kurang Gizi
Sumber: Bagan UNICEF 1998 “faktor-faktor penyebab kurang gizi” dalam
Soekirman, 2000.

Universitas Sumatera Utara

31

2.5. Kerangka Konsep
Berdasarkan deskripsi landasan teori yang telah dibuat pada bab sebelumnya,
maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Lokal

MP-ASI

Kecukupan gizi bayi

Status Gizi

Pabrikan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi pada
Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan

2.6. Hipotesis
Ada perbedaan status gizi dan kecukupan gizi bayi yang mendapat MP-ASI
lokal dan MP-ASI pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota
Medan Tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas

16 130 108

Status Gizi Bayi Ditinjau Dari Pemberian Asi Eksklusif, Pemberian MP-Asi Dan kelengkapan Imunisasi Di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2008

1 43 77

Pengaruh Riwayat Pemberian ASI, MP-ASI dan Status Gizi terhadap Perkembangan Balita

0 4 49

Perbedaan Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan yang Diberi ASI Eksklusif dan Tidak Diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016

0 0 17

Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016

0 0 20

Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016

0 1 2

Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016

0 0 7

Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016 Chapter III VI

0 0 32

Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016

0 0 3

Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016

0 0 13