Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016 Chapter III VI

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1.

Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan deskriptif

komparatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mempelajari fenomena yang terjadi
pada dua objek atau lebih kemudian membandingkan fenomena-fenomena tersebut
berdasarkan deskripsi data yang mendalam (Arikunto, 2011).

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Rantang
Kecamatan Medan Petisah. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah:
1.

Hasil survey menunjukkan masih ditemukannya bayi pada Puskesmas ini dengan
status gizi kurang.


2.

Adanya perbedaan pendapat ibu tentang status gizi dan kecukupan gizi bayi yang
memberikan MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan.

3.

Pemberian MP-ASI untuk bayi usia 6-12 bulan di wilayah ini juga beragam
yakni MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan.

4.

Belum pernah diadakan penelitian tentang status gizi dan angka kecukupan gizi
pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan didaerah ini.

32
Universitas Sumatera Utara

33


3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2016 sampai Juli 2016.
Tahapan dilaksanakan mulai survei, pembuatan proposal penelitian dan penelitian
sampai ujian komprehensif.

3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi usia 6-12 bulan yang telah
mendapat MP-ASI, adapun jumlah bayi yang terdapat di Wilayah Kerja Puskesmas
Rantang Tahun 2016 adalah sebanyak 270 bayi. Dimana sebanyak 59 bayi mendapat
MP-ASI lokal, sebanyak 33 bayi mendapat MP-ASI pabrikan dan sebanyak 178 bayi
mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan.
3.3.2. Sampel
Adapun metode pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan
teknik purposive sampling. Jumlah sampel untuk bayi yang mendapat MP-ASI lokal
sebanyak 59 bayi dan jumlah sampel untuk yang mendapat MP-ASI pabrikan
sebanyak 33 bayi. Adapun alasan pengambilan sampel tersebut adalah karena
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan peneliti baik dari segi waktu dan jumlah
sampel dalam penelitian.


Universitas Sumatera Utara

34

3.4. Metode pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi atas:
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diantaranya adalah data ibu yang memiliki
bayi umur 6-12 bulan, data bayi diantaranya nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin
dan data antropometri bayi yakni berat badan (BB), panjang badan (PB), serta data
konsumsi.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan maupun dokumen-dokumen
resmi dari Puskesmas Rantang, khususnya tentang jumlah bayi usia 6-12 bulan.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1 Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah:
1. MP-ASI lokal adalah makanan pendamping ASI yang diberikan oleh ibu
kepada bayinya sesudah berumur 6 bulan dan diolah sendiri oleh ibu dengan

menggunakan bahan pangan yang ada di wilayah setempat.
2. MP-ASI pabrikan adalah makanan pendamping ASI yang diberikan oleh ibu
kepada bayi sesudah bayi berumur 6 bulan yang diproduksi oleh pabrik.

Universitas Sumatera Utara

35

3.5.2 Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah:
1. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu yang dilihat berdasarkan indeks BB/U, PB/U, BB/PB.
2. Kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang
diperlukan tubuh untuk hidup sehat yang diukur dengan metode Food Recall
24 jam yang disesuaikan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75
Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi Bagi Bangsa Indonesia.
Aspek Pengukuran
Untuk setiap pengukuran variabel, baik variabel independen dan variabel
dependen dalam penelitian ini di jabarkan sebagai berikut:
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi

yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Wilayah Puskesmas
Rantang
No

1.
2.

Variabel
Variabel
Independen
MP-ASI
Lokal
MP-ASI
Pabrikan
Variabel
Dependen

Alat / Cara
Ukur


Wawancara
Wawancara

Hasil Ukur

Skala Ukur

1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak

Ordinal
Ordinal

Universitas Sumatera Utara

36

3.


Status Gizi

Menimbang BB/U:
Berat Badan 1. BB Sangat Kurang Z 2 SD

Ordinal

Tabel 3.1 (Lanjutan)
Mengukur
Panjang
Badan (PB)

4.

Kecukupan
Gizi

Wawancara


PB/U
1. Sangat Pendek Z 100%

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

3.7. Metode Pengukuran
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan untuk mendapatkan informasi
tentang:
1.

MP-ASI Lokal diukur dengan menggunakan food recall yaitu, membuat
skoring dengan 2 kategori yaitu apabila responden menjawab Ya maka
dikategorikan memberikan MP-ASI lokal dan Tidak maka dikategorikan
tidak memberikan MP-ASI lokal.


2.

MP-ASI Pabrikan diukur dengan menggunakan food recall yaitu,

Universitas Sumatera Utara

37

membuat skoring dengan 2 kategori yaitu apabila responden menjawab
Ya maka dikategorikan memberikan MP-ASI pabrikan dan Tidak maka
dikategorikan tidak memberikan MP-ASI pabrikan.
3.

Status Gizi diukur dengan menggunakan indeks BB/U, PB/U dan BB/PB.
Untuk mengetahui berat badan dapat diukur dengan menggunakan
timbangan berat badan. Untuk mengetahui panjang badan dapat diukur
dengan alat pengukur panjang bayi.

4.


Kecukupan Gizi diukur dengan menggunakan kuesioner“Food Recall
1x24 jam”. Kemudian membuat scoring dengan 2 kategori apabila hasil
perhitungan dari food recall sesuai kecukupan gizi bayi berdasarkan umur
maka kecukupan gizi terpenuhi. Namun apabila hasil perhitungan dari
food recall tidak sesuai dengan kecukupan gizi bayi berdasarkan umur
maka kecukupan gizinya tidak terpenuhi. Dalam penentuan angka
kecukupan gizi bayi mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi
Bangsa Indonesia.

3.8. Metode Analisis Data
Analisis univariat yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal
variabel-variabel penelitian baik variabel dependen maupun independen dalam
bentuk distribusi frekuensi. Analisis bivariat dilakukan dengan mengunakan “uji T”
pada tingkat kemaknaan 95%, untuk mengetahui perbedaan rata-rata dua sampel yang

Universitas Sumatera Utara

38


saling bebas (Independent Sample T-Test). Dalam penelitian ini untuk melihat
perbedaan antara status gizi dan kecukupan gizi bayi yang mendapat MP-ASI lokal
dan MP-ASI pabrikan.

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Rantang adalah salah satu Puskesmas yang terdapat di Kecamatan
Medan Petisah kota Medan. Puskesmas Rantang terletak di Jalan Rantang No. 37
Kelurahan Sei Putih Tengah Kecamatan Medan Petisah. Luas Bangunan Puskesmas
Rantang adalah 8,7 m2 dan luas tanah 3078 m2. Adapun batas-batas wilayah kerja
Puskesmas Rantang yakni:
Sebelah Barat

: Kelurahan Sei Kambing B

Sebelah Utara

: Kelurahan Medan Barat

Sebelah Timur

: Kelurahan Sei Putih Timur II

Sebelah Selatan

: Kelurahan Babura

Puskesmas Rantang terdiri dari dua Kelurahan yakni Kelurahan Sei Putih
Tengah dan Kelurahan Sei Putih Timur II dengan jumlah penduduk sebanyak 27.100
jiwa. Dengan distribusi penduduk laki-laki sebanyak 13.678 jiwa dan perempuan
13.422 jiwa. Jumlah Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Rantang sebanyak 14
Posyandu. Jumlah balita sebanyak 1297 balita dan bayi usia 6-11 bulan sebanyak 270
bayi.

38
Universitas Sumatera Utara

39

4.2. Karakteristik Bayi
Jumlah bayi dalam penelitian ini berjumlah 92 bayi terdiri dari 59 bayi dengan
menggunakan MP-ASI lokal dan 33 bayi menggunakan MP-ASI pabrikan.
Karakteristik bayi pada penelitian ini disajikan dalam tabel 4.1 dibawah ini:
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Bayi di Puskesmas Rantang
Jenis Kelamin

n

%

Laki-Laki

39

42,39

Perempuan

53

57,61

Jumlah

92

100,0

Berdasarkan tabel di atas menurut jenis kelamin diperoleh bayi dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 39 bayi (42,39) dan perempuan sebanyak sebanyak 53
bayi (57,61%).

4.3 Analisis Univariat
Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi variabel bebas
yakni jenis MP-ASI serta variabel terikat adalah kecukupan gizi dan status gizi.
Tabel 4.2. Distribusi Umur Bayi Berdasarkan Jenis Makanan Pendamping ASI
untuk Bayi di Puskesmas Rantang
Jenis MP-ASI
Umur bayi
6 – 7 bulan
8 – 10 bulan
11 – 12 bulan
Total

Lokal
n
20
30
9
59

Pabrikan
%
33,90
50,85
15,25
100,0

n
11
18
4
33

%
33,33
54,54
12,12
100,0

Universitas Sumatera Utara

40

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas terlihat bahwa jumlah bayi yang mendapat MPASI lokal umur 6-7 bulan sebanyak 20 bayi (33,90%), umur 8-10 bulan sebanyak 30
bayi (50,85%) dan umur 11-12 bulan sebanyak 9 bayi (15,25%). Sedangkan untuk
bayi yang mendapat MP-ASI pabrikan diperoleh bayi umur 6-7 bulan sebanyak 11
bayi (33,33%), umur 8-10 bulan sebanyak 18 bayi (54,54%) dan umur 11-12 bulan
sebanyak 4 bayi (12,12%).
Tabel 4.3. Distribusi Umur Bayi Berdasarkan Jenis Pangan Makanan
Pendamping ASI untuk Bayi di Puskesmas Rantang
Umur
6-7 bulan

8-10 bulan

11-12 bulan

Jenis Pangan
Bubur bayi (tepung beras )
Bubur bayi pabrikan (beras merah + biskuit)
Bubur bayi pabrikan (beras merah)
Nasi Tim (beras, wortel, bayam)
Nasi Tim pabrikan (beras merah, ayam,
wortel, brokoli)
Nasi Tim (beras, ayam, wortel)
Nasi Tim (beras, wortel)
Nasi Tim pabrikan (beras merah, ayam,
wortel, brokoli)
Total

n
20
9
2
30
18

%
21,74
9,78
2,17
32,61
19,57

8
1
4

8,69
1,09
4,35

92

100,0

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas terlihat bahwa jumlah bayi yang mendapat MPASI lokal dengan usia 6-7 bulan sebanyak 20 bayi (21,74%) jenis pangannya bubur
bayi, dengan bahan pangan tepung beras, bayi usia 8-10 bulan sebanyak 30 bayi
(32,61%) jenis pangannya nasi tim (beras, wortel, bayam) dan bayi usia 11-12 bulan
sebanyak 8 bayi (8,69%) dengan jenis pangan nasi tim (beras, ayam, wortel) dan
sebanyak 1 bayi (1,03%) dengan jenis pangan nasi tim (beras dan wortel). Seluruh
bayi yang mendapat MP-ASI lokal masih mendapat ASI. Sedangkan untuk bayi yang

Universitas Sumatera Utara

41

mendapat MP-ASI pabrikan bayi usia 6-7 bulan sebanyak 9 bayi (9,78%) dengan
jenis pangan bubur bayi (beras merah + biskuit) dan sebanyak 2 bayi (2,17%), bayi
usia 8-10 bulan sebanyak 18 bayi (19,57%) dengan jenis pangan nasi tim (beras
merah, ayam, wortel, brokoli) dan bayi usia 11-12 bulan sebanyak 4 bayi (4,35%)
dengan jenis pangan nasi tim (beras merah, ayam, wortel, brokoli). Bayi yang
mendapat MP-ASI pabrikan semuanya mendapat susu formula dan tidak lagi
diberikan ASI.
Tabel 4.4. Distribusi Kecukupan Energi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal
dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang
Jenis MP-ASI
Lokal
Pabrikan

n
59
33

Rata-Rata Energi
(Kkal)
1031,02
1787,55

Kecukupan energi
135,1%
217,9 %

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas terlihat bahwa bayi yang mendapat MP-ASI
lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang, kecukupan energi bayinya
melebihi dari kecukupan energi yang dianjurkan. Energi pada bayi yang mendapat
MP-ASI local dengan rata-rata kecukupan energinya sebesar 1031,02 Kkal dan
diperoleh tingkat kecukupannya 135,1% dan energi pada MP-ASI pabrikan diperoleh
rata-rata kecukupannya 1787,55 Kkal dengan tingkat kecukupan energi 217,9%.
Adapun standart angka kecukupan zat gizi energi untuk bayi usia 6-12 bulan sebesar
725 kkal menurut PP Menteri Kesehatan No. 75 tahun 2013. Hasil perhitungan food
recall menunjukkan pemberian MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan jauh melebihi
angka kecukupan gizi yang sudah ditentukan.

Universitas Sumatera Utara

42

Tabel 4.5. Distribusi Kecukupan Protein Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal
dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang
Rata-rata Protein

Jenis MP-ASI

n

Lokal

59

30,47

155,6 %

Pabrikan

33

34,54

172,2 %

(gr)

Kecukupan Protein

Berdasarkan Tabel 4.5. di atas terlihat bahwa bayi yang mendapat MP-ASI
lokal dan MP-ASI pabrikan di Puskesmas Rantang, kecukupan protein bayinya lebih
dari angka kecukupan protein yang dianjurkan. Adapun kecukupan protein pada bayi
yang mendapat MP-ASI lokal dengan rata-rata 30,47 gr dengan tingkat kecukupan
protein sebesar 155,6% dan kecukupan protein pada MP-ASI pabrikan dengan ratarata 34,54 gr dengan tingkat kecukupan sebesar 172,2%.
Adapun standart untuk kecukupan protein yang ditetapkan yakni sebesar 18
gram pada bayi usia 6-12 bulan. Hasil food recall menunjukkan bahwa protein pada
MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan jauh lebih besar dari angka kecukupan yang
sudah ditentukan.
Tabel 4.6. Distribusi Status Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Berdasarkan
Indeks Berat Badan per Umur (BB/U) di Puskesmas Rantang

Umur
Kurang

Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U
Lokal
Pabrikan
Baik
Lebih
Kurang
Baik

Lebih

Universitas Sumatera Utara

43

6-7 bulan
8-10 bulan
11-12 bulan
Jumlah

n
1
1
1
3

%
1,69
1,69
1,69
5,08

n
16
25
8
49

%
27,12
42,37
13,56
83,05

n
3
4
0
7

%
5,08
6,78
0
11,86

n
0
0
0
0

%
0
0
0
0

n
10
14
4
28

%
33,31
42,42
12,12
84,84

n
%
1 3,03
4 12,12
0
0
5 15,15

Berdasarkan tabel 4.6. adapun status gizi bayi yang mendapat MP-ASI lokal
berdasarkan indeks berat badan per umur (BB/U) diperoleh yakni gizi kurang pada
bayi umur 6-7 bulan sebanyak 1 bayi (1,69%), bayi umur 8-10 bulan sebanyak 1 bayi
(1,69%) dan bayi umur 11-12 bulan sebanyak 1 bayi (1,69%). Status gizi baik pada
bayi umur 6-7 bulan sebanyak 16 bayi (27,12%), bayi umur 8-10 bulan sebanyak 25
bayi (42,37%) dan bayi umur 11-12 bulan sebanyak 8 bayi (13,56%). Dan status gizi
lebih pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 3 bayi (5,08%), bayi umur 8-10 bulan
sebanyak 4 bayi (6,78%). Untuk status gizi bayi yang mendapat MP-ASI Pabrikan
berdasarkan indeks berat badan per umur (BB/U) diperoleh yakni status gizi baik
pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 10 bayi (33,31%), bayi umur 8-10 bulan
sebanyak 14 bayi (42,42%) dan bayi umur 11-12 bulan sebanyak 4 bayi (12,12%).
Dan status gizi lebih pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 1 bayi (3,03%), bayi umur
8-10 bulan sebanyak 4 bayi (12,12%).
Tabel 4.7. Distribusi Status Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Berdasarkan
Indeks Panjang Badan per Umur (PB/U) di Puskesmas Rantang

Umur
6-7 bulan
8-10 bulan
11-12 bulan

Pendek
n
%
0
0
0
0
0
0

Status Gizi Berdasarkan Indeks PB/U
Lokal
Pabrikan
Normal
Tinggi
Pendek
Normal
n
% n
% n %
n
%
20 33,89 0
0 0
0 11 33,33
28 47,45 2
3,39 0
0 18 54,54
7 11,86 2
3,39 0
0
3
9,09

Tinggi
n
%
0
0
0
0
1
3,03

Universitas Sumatera Utara

44

Jumlah

0

0

55 93,22

4

6,78

0

0

32

96,97

1

3,03

Berdasarkan tabel 4.7. adapun status gizi bayi yang mendapat MP-ASI lokal
berdasarkan indeks panjang badan per umur (PB/U) diperoleh yakni bayi dengan
status gizi normal pada umur 6-7 bulan sebanyak 20 bayi (33,89%), bayi umur 8-10
bulan sebanyak 28 bayi (47,45%) dan bayi umur 11-12 bulan sebanyak 7 bayi
(11,86%). Bayi dengan kategori tinggi umur 8-10 bulan sebanyak 2 bayi (3,39%) dan
bayi umur 11-12 bulan sebanyak 2 bayi (3,39%). Status gizi bayi yang mendapat MPASI pabrikan berdasarkan indeks panjang badan per umur (PB/U) diperoleh yakni
bayi dengan status gizi normal pada umur 6-7 bulan sebanyak 11 bayi (33,33%), bayi
umur 8-10 bulan sebanyak 18 bayi (54,54%) dan bayi umur 11-12 bulan sebanyak 3
bayi (9,09%). Bayi dengan kategori tinggi umur 11-12 bulan sebanyak 1 bayi
(3,03%).
Tabel 4.8. Distribusi Status Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Berdasarkan
Indeks Berat Badan per Panjang Badan (BB/PB) di Puskesmas Rantang
Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/PB
Lokal

Umur
Kurus
n

%

Pabrikan

Normal

Gemuk

Kurus

Normal

n

%

n

%

n

%

n

Gemuk

% n

%

6-7 bulan

0

0 17 28,81

3

5,08

0

0

9

27,27

2

6,06

8-10 bulan

5

8,47 25 42,37

0

0

0

0

16

48,48

2

6,06

11-12 bulan

1

1,69

8 13,56

0

0

0

0

4

12,12

0

0

Jumlah

6

10,17 50 84,75

3

5,08

0

0

29

87,88

4

12,12

Universitas Sumatera Utara

45

Berdasarkan tabel 4.8. adapun status gizi bayi yang mendapat MP-ASI lokal
berdasarkan indeks berat badan per panjang badan (BB/PB) diperoleh yakni kurus
pada bayi umur 8-10 bulan sebanyak 5 bayi (8,47%) dan bayi umur 11-12 bulan
sebanyak 1 bayi (1,69%). Status gizi normal pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 17
bayi (28,81%), bayi umur 8-10 bulan sebanyak 25 bayi (42,37%) dan bayi umur 1112 bulan sebanyak 8 bayi (13,56%). Dan status gizi gemuk pada bayi umur 6-7 bulan
sebanyak 3 bayi (5,08%). Status gizi bayi yang mendapat MP-ASI pabrikan
berdasarkan indeks berat badan per panjang badan (BB/PB) diperoleh yakni gizi
normal pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 9 bayi (27,27%), bayi umur 8-10 bulan
sebanyak 16 bayi (48,48%) dan bayi umur 11-12 bulan sebanyak 4 bayi (12,12%).
Dan status gizi gemuk pada bayi umur 6-7 bulan sebanyak 2 bayi (6,06%) dan bayi
umur 8-10 bulan sebanyak 2 bayi (6,06).

4.4. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan mengunakan “uji T” pada tingkat
kemaknaan 95%, untuk mengetahui perbedaan rata-rata dua sampel yang saling bebas
(Independent Sample T-Test). Hasil analisis dapat diamati pada tabel berikut ini:
Tabel 4.9. Hasil Hitung Uji T Untuk Kecukupan Energi Bayi Usia 6-12 Bulan
yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang
Rata-rata Energi

Jenis MP-ASI

n

MP-ASI Lokal

59

1031,02

212.4

MP-ASI Pabrikan

33

1787,55

94.0

(Kkal)

SD

p-value

0,000

Universitas Sumatera Utara

46

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa kecukupan gizi untuk energi pada
bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan pada taraf tingkat
kepercayaan 95 % diperoleh p=0,000 artinya bahwa ada perbedaan kecukupan gizi
energi untuk bayi yang mendapakan MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan.

Tabel 4.10. Hasil Hitung Uji T Untuk Kecukupan Protein Bayi Usia 6-12 Bulan
yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang
Rata-rata Protein

Jenis MP-ASI

n

MP-ASI Lokal

59

30,47

15,8

MP-ASI Pabrikan

33

34,54

3,3

(gr)

SD

p-value

0,140

Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa kecukupan gizi untuk protein
pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan pada taraf tingkat
kepercayaan 95 % diperoleh p=0,140 artinya bahwa tidak ada perbedaan kecukupan
gizi protein untuk bayi yang mendapakan MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan.
Tabel 4.11. Hasi Hitung Uji T Untuk Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan Menurut
Indeks Berat Badan per Umur (BB/U) yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MPASI Pabrikan di Puskesmas Rantang
Jenis MP-ASI

n

Z-Score

SD

p-value

MP-ASI Lokal

59

-0,03

1,275

0,058

Universitas Sumatera Utara

47

MP-ASI Pabrikan

33

0,48

1,177

Berdasarkan tabel 4.11. menunjukkan bahwa status gizi berdasarkan BB/U
pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan pada taraf tingkat
kepercayaan 95 % diperoleh p=0,058 artinya bahwa tidak ada perbedaan status gizi
berdasarkan BB/U untuk bayi yang mendapakan MP-ASI lokal dan MP-ASI
Pabrikan. Rata-rata status gizi berdasarkan indeks BB/U untuk MP-ASI lokal dan
MP-ASI pabrikan adalah baik.

Tabel 4.12. Hasi Hitung Uji T Untuk Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan Menurut
Panjang Badan per Umur (PB/U) yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI
Pabrikan di Puskesmas Rantang
Jenis MP-ASI

n

Z-Score

SD

MP-ASI Lokal

59

0,46

1,149

MP-ASI Pabrikan

33

0,82

1,078

p-value
0,145

Berdasarkan tabel 4.12. menunjukkan bahwa status gizi berdasarkan PB/U
pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan adalah normal dan
pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,145 artinya bahwa tidak ada
perbedaan status gizi berdasarkan PB/U untuk bayi yang mendapakan MP-ASI lokal
dan MP-ASI Pabrikan.
Tabel 4.13. Hasi Hitung Uji T Untuk Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan Menurut
Berat Badan Per Panjang Badan (BB/PB) yang Mendapat MP-ASI Lokal dan
MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang

Universitas Sumatera Utara

48

Jenis MP-ASI

n

Z-Score

SD

MP-ASI Lokal

59

-0,64

1,49

MP-ASI Pabrikan

33

-0,02

1,56

p-value
0,063

Berdasarkan tabel 4.13. menunjukkan bahwa status gizi berdasarkan BB/PB
pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan adalah normal dan
pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,063 artinya bahwa tidak ada
perbedaan status gizi berdasarkan BB/PB untuk bayi yang mendapatkan MP-ASI
lokal dan MP-ASI Pabrikan.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
PEMBAHASAN

5.1. Kecukupan Energi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI
Pabrikan di Puskesmas Rantang
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Rantang diperoleh
sebanyak 59 ibu memberikan MP-ASI lokal untuk bayinya dan sebanyak 33 ibu
memberikan MP-ASI pabrikan. Adapun kecukupan energi pada bayi yang mendapat
MP-ASI lokal diperoleh rata-rata kecukupannya adalah 1031,02 Kkal dan pada MPASI pabrikan kecukupan energinya rata-rata 1787,55 Kkal. Hasil uji T menunjukkan
bahwa kecukupan energi pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI
pabrikan pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,000, artinya bahwa ada
perbedaan kecukupan energi untuk bayi yang mendapatkan MP-ASI lokal dan MPASI Pabrikan. Dari hasil perhitungan food recall yang diberikan kepada ibu yang
memiliki bayi menunjukkan bahwa jumlah energi per saji MP-ASI jauh lebih tinggi
pada MP-ASI pabrikan dari pada MP-ASI lokal.
Makanan pendamping ASI yang baik adalah makanan yang mengandung
sejumlah kalori atau energi (karbohidrat, protein dan lemak), vitamin, mineral dan
serat untuk pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan dan
harga yang terjangkau. Makanan harus bersih dan aman terhindar dari pencemaran
mikroorganisme dan logam, serta tidak kedaluarsa.
Karbohidrat diperlukan sebagai sumber energi yang paling murah, untuk
mencukupi kebutuhan energi, dianjurkan sekitar 60-70% energy total berasal dari

48
Universitas Sumatera Utara

49

karbohidrat. Pada ASI dan sebagian besar susu formula bayi, 40-50% kandungan
kalorinya berasal dari karbohidrat terutama laktosa (Krisnatuti, 2000).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI (2013), adapun angka
kecukupan gizi yang dianjurkan untuk bayi usia 0-6 bulan energi sebesar 550, untuk
bayi usia 7-11 bulan kecukupan energi sebesar 725 kkal. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa besar jumlah energi baik untuk kelompok bayi yang mendapat
MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan melebihi dari angka kecukupan yang sudah
ditentukan. Pada kelompok MP-ASI pabrikan jumlah energi lebih tinggi daripada
MP-ASI lokal. Menurut peneliti adapun penyebab lebih tinggi kandungan energi pada
MP-ASI pabrikan adalah karena pada MP-ASI pabrikan sudah mengalami fortifikasi
zat gizi tertentu untuk membantu ibu memenuhi kebutuhan zat gizi bayi. Dalam
pengolahan MP-ASI pabrikan juga teknik pengolahan bahan makanan yang menjadi
bahan utama yakni dilakukan dengan teknik penepungan (milling) yaitu pengolahan
bahan makanan dengan cara dihaluskan menjadi tepung atau bubuk, sehingga unsur
zat gizinya tidak banyak hilang seperti dalam proses pemasakan MP-ASI lokal.
Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Rantang menunjukkan bahwa
kebanyakan dari ibu memberikan MP-ASI bagi bayinya adalah MP-ASI lokal, salah
satu alasan mereka adalah faktor biaya yang jauh lebih murah dan pemilihan bahan
makanan yang menurut mereka jauh lebih aman dan berkualitas sesuai dengan
kebutuhan bayi. Sedangkan pada ibu yang memilih MP-ASI pabrikan alasan dalam
pemilihan MP-ASI pabrikan adalah lebih praktis dan mudah apa lagi jika sibuk. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Renata (2009), pemberian MP-ASI pada bayi

Universitas Sumatera Utara

50

dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, dimana 30,4% ibu memberikan MPASI pabrikan karena sibuk. Dan untuk MP-ASI lokal dipilih karena buatan sendiri
lebih berkualitas, sehat dan higenis (37,5%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Zaidah (2010), yang
menghubungkan antara pemberian MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan dalam
penanggulangan kurang gizi pada balita. Ternyata hasil uji diperoleh bahwa MP-ASI
Pabrikan efektif digunakan dalam meningkatkan berat badan anak balita. MP-ASI
Pabrikan adalah salah satu program pemerintah sebagai bentuk intervensi yang
efektiv dalam mengatasi masalah kekurangan gizi akut di masyarakat. Hasil
penelitian, menunjukkan bahwa ada peningkatan perubahan berat badan anak balita
sebelum dan sesudah diberikan MP-ASI Pabrikan.
Kandungan zat gizi dalam MP-ASI, baik MP-ASI lokal maupun MP-ASI
pabrikan secara umum zat gizi tersebut akan mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Gizi makro dan gizi mikro berpengaruh terhadap maturitas otak dan pembentukan
jaringan-jaringan tubuh dan untuk tumbuh kembang. Apabila asupan MP-ASI tidak
adekuat maka akan berpengaruh pada perkembangan otak anak, sehingga nantinya
akan mempengaruhi perkembangan anak.
Menurut Sudirman (2009) ada hubungan budaya dengan pemilihan makanan,
sehingga ada beberapa hal utama yang perlu diperhatikan terkait pengaruh budaya
antara lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak dan produksi
pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak yang percaya dan taat
terhadap pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi

Universitas Sumatera Utara

51

makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah juga disebabkan oleh
adanya penyakit, terutama infeksi saluran pencernaan.
Menurut peneliti ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu dalam
pemberian MP-ASI yakni tingkat sosial ekonomi, pekerjaan orang tua, tingkat
pendidikan orang tua dan faktor lingkungan. Energi dan protein diperlukan dalam
pertumbuhan dan pertahanan jaringan dari kerusakan. Dan sangat berguna dalam
proses tumbuh kembang bayi yang sedang belajar berjalan. Di sisi lain menunjukkan
adanya faktor-faktor kultural atau budaya yang menyangkut aspek sosial, ekonomi,
politik, dan proses budaya yang mempengaruhi jenis pangan apa yang diproduksi
atau dipilih seseorang atau masyarakat untuk dikonsumsi.

5.2. Kecukupan Protein Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI
Pabrikan di Puskesmas Rantang
Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Rantang diperoleh sebanyak 59
ibu memberikan MP-ASI lokal untuk bayinya dan sebanyak 33 ibu memberikan MPASI pabrikan. Adapun kecukupan protein pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal
diperoleh rata-rata kecukupannya adalah 30,47 gr dan pada MP-ASI pabrikan
kecukupan proteinnya rata-rata 34,54. Hasil uji T menunjukkan bahwa kecukupan
protein pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan pada taraf
tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,140 artinya bahwa tidak ada perbedaan
kecukupan gizi protein untuk bayi yang mendapatkan MP-ASI lokal dan MP-ASI
Pabrikan. Dari hasil perhitungan food recall yang diberikan kepada ibu yang

Universitas Sumatera Utara

52

memiliki bayi menunjukkan bahwa jumlah zat gizi protein pada MP-ASI lokal dan
pabrikan jauh lebih tinggi dari standart yang sudah ditentukan
Menurut peneliti adapun penyebab jumlah kecukupan protein pada MP-ASI
pabrikan dan MP-ASI lokal tidak berbeda karena pada makanan pendamping bayi
masih sangat sederhana variasinya, hal ini disesuaikan dengan umur, jenis bahan
pangan dan kebutuhan dari bayi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI (2013), adapun angka kecukupan
gizi protein yang dianjurkan untuk bayi usia 7-11 bulan kecukupan protein sebesar 18
gr. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besar jumlah protein baik untuk kelompok
bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan melebihi dari angka
kecukupan yang sudah ditentukan. Pada kelompok MP-ASI pabrikan jumlah protein
lebih tinggi daripada MP-ASI lokal.
Menurut Noer (2012), hasil penelitiannya tentang daya terima dan kandungan
zat gizi biscuit bayi sebagai makanan pendamping ASI dengan substitusi tepung labu
kuning dan tepung ikan patin menunjukkan bahwa MP-ASI bubuk instan yang di
substitusi tepung ikan patin dan tepung labu kuning memiliki kandungan protein yang
tinggi. Hasil penelitian Prawitasari (2012), menunjukkan adapun penyebab yang lain
sehingga MP-ASI lokal memiliki kandungan protein lebih rendah adalah karena
kurangnya pengetahuan ibu dalam proses pengolahan makanan bayi diantaranya
menyiapkan makanan bayi harus dengan mengikuti cara yang bersih dan hygiene,
melakukan metode masak yang baik diantaranya pengukusan lebih baik baik dari

Universitas Sumatera Utara

53

perebusan dan penyaringan lebih baik dari penggorengan supaya unsur zat gizi dalam
bahan pangan tidak banyak yang hilang.

5.3. Status Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di
Puskesmas Rantang Berdasarkan Indeks Status Gizi Berat Badan per
Umur (BB/U)
Hasil penelitian menunjukkan status gizi pada bayi berdasarkan indeks BB/U
untuk bayi yang mendapat MP-ASI lokal diperoleh gizi kurang sebanyak 6,3%, dan
gizi baik 83,05% dan gizi lebih 11,86%. Sedangkan untuk bayi yang mendapat MPASI pabrikan diperoleh gizi lebih sebanyak 15,15% dan gizi baik sebanyak 84,84%.
Hasil uji T menunjukkan bahwa status gizi berdasarkan indeks BB/U pada bayi yang
mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan pada taraf tingkat kepercayaan 95 %
diperoleh p=0,058 artinya bahwa tidak ada perbedaan status gizi untuk bayi yang
mendapatkan MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan. Rata-rata status gizi bayi
berdasarkan indeks BB/U baik yang mendapat MP-ASI lokal dan pabrikan diperoleh
status gizinya normal.
Pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal ditemukan bayi mengalami gizi
kurang dan gizi lebih, sedangkan pada MP-ASI pabrikan tidak ditemukan bayi yang
status gizi kurang namun justru mengalami gizi lebih. Salah satu hal yang
mempengaruhi status gizi bayi adalah pemilihan jenis MP-ASI, faktor ini sangat
berpengaruh terhadap status gizi bayi. Selain jenis MP-ASI menurut asumsi peneliti
pengetahuan ibu juga sangat mempengaruhi status gizi bayi dimana apabila
pengetahuan ibu baik maka ibu akan lebih baik dalam memilih bahan makanan dan

Universitas Sumatera Utara

54

dalam mengolah bahan makanan bayi tersebut. Status gizi kurang juga bisa terjadi
pada bayi bisa disebabkan oleh proses pengolahan bahan makanan yang salah mulai
dari proses pembersihan, pemotongan dan pemasakan yang menyebabkan hilangnya
zat gizi. Gizi lebih bisa terjadi karena adanya pemahaman ibu bahwa semakin kuat
anak makan maka anak akan semakin sehat. Pada masyarakat masih adanya
pemahaman bahwa anak dengan status gizi lebih itu adalah anak sehat.
Status gizi bayi juga dipengaruhi oleh faktor yang lain yakni pola asuh ibu,
karena hasil pengamatan ditempat penelitian pola asuh bayi juga sebahagian
diserahkan kepada anak yang lebih besar yang berakibat terhadap seringnya anak
tersebut mengalami penyakit infeksi. Kurangnya perhatian dan pengasuhan anak yang
kurang baik serta didukung oleh kondisi lingkungan yang tidak bersih menyebabkan
bayi terkena penyakit infeksi hal ini juga sangat mempengaruhi status gizi bayi.
Hasil penelitian Kristianto (2013), menunjukkan bahwa faktor pengetahuan
ibu mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu
dini. Pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik meliputi
pendidikan, pekerjaan, keadaan ekonomi. Sedangkan faktor intrinsik meliputi umur,
kemampuan, dan kehendak atau kemauan. Berdasarkan hasil penelitian wahyuni
(2009), terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan status gizi
balita di desa Ngemplek Kecamatan Karangpandan Karanganyar.
Menurut Syafiq (2012), penyebab langsung dari gizi kurang adalah
ketidakcukupan intake zat gizi dan infeksi namun faktor penyebabnya sangat
kompleks, yaitu faktor pribadi, sosial, budaya, psikologi, ekonomi, politik dan

Universitas Sumatera Utara

55

pendidikan. Apabila pengaruh faktor ini tidak berubh dan terus berlangsung maka
risiko terjadinya malnutrisi akan lebih besar. Bila situasi ini berjalan dalam waktu
yang lama dan berat hal ini dapat berakibat kematian.
Hal ini sesuai dengan penelitian Elvi (2007), menunjukkan bahwa ibu yang
pendidikannya tinggi maka pengetahuannya dalam pemilihan bahan makanan serta
pola asuh pada bayinya jauh lebih baik dari ibu yang pendidikannya rendah. Status
gizi BB/TB dan BB/U menunjukkan status gizi bayi pada saat ini dalam keadaan
normal. Begitu juga dengan status gizi berdasarkan TB/U yang mengindikasikan
bahwa status gizi bayi pada masa lampau.
Penelitian yang dilakukan Novia (2009) yang menghubungkan pemberian
MP-ASI dengan status gizi anak di Desa Ngimboh, Gresik menunjukkan bahwa yang
sangat mempengaruhi status gizi balita adalah frekuensi pemberian makan MP-ASI.
Sedangkan menurut Irma (2010), dalam penelitiannya tentang hubungan jenis asupan
MP-ASI dominan dengan status gizi anak usia 6-24 bulan menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang bermakna antara jenis asupan makanan pendamping ASI
dominan dengan status gizi anak usia 6-24 bulan di puskesmas sibela.
Menurut peneliti, selain dari jenis MP-ASI yang diberikan kepada bayi yang
mempengaruhi status gizi bayi, faktor pendidikan ibu juga sangat mempengaruhi
status gizi bayi terutama dari cara pengolahan, pemilihan dan tingkat kebersihan dari
pengelola makanan pendamping bayi beserta peralatan yang digunakan. Dan perilaku
pemberian MP-ASI dini harus dikurangi, karena dari hasil pengamatan di tempat
penelitian pemberian MP-ASI dini masih tinggi karena hal ini akan mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

56

status gizi bayi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi yang baik lebih
banyak diperoleh dari bayi yang mendapat MP-ASI pabrikan hal ini disebabkan
karena MP-ASI pabrikan sudah diolah dengan pemilihan bahan pangan yang baik dan
dalam proses pengolahannya selalu memperhatikan kandungan zat gizi agar jangan
sampai terbuang. Dengan adanya juga fortifikasi bahan pangan pada MP-ASI
Pabrikan sehingga kecukupan gizi untuk bayi terpenuhi.

5.4. Status Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di
Puskesmas Rantang Berdasarkan Indeks status gizi Panjang Badan per
Umur (PB/U)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi pada bayi berdasarkan indeks
PB/U untuk bayi yang mendapat MP-ASI lokal diperoleh status gizi normal sebanyak
93,22% dan bayi dengan kategori tinggi sebanyak 6,78%. Sedangkan untuk bayi yang
mendapat MP-ASI pabrikan diperoleh bayi dengan status gizi kategori tinggi
sebanyak 3,03% dan bayi dengan status gizi normal sebanyak 96,97%. Berdasarkan
hasil uji T menunjukkan status gizi pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan MPASI pabrikan pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh p=0,145 artinya bahwa
tidak ada perbedaan status gizi untuk bayi yang mendapatkan MP-ASI lokal dan MPASI Pabrikan berdasarkan indeks PB/U. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
status gizi bayi berdasarkan indeks PB/U baik pada MP-ASI lokal dan MP-ASI
pabrikan rata-rata status gizinya adalah normal.
Hasil penelitian Ritasari (2009), menunjukkan bahwa pemberian MP-ASI
dalam jumlah cukup merupakan salah satu faktor tercapainya status gizi anak yang

Universitas Sumatera Utara

57

baik. Menurut Almatsier (2013), status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan
antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh
(nutrient output) akan zat gizi tersebut. Dengan kata lain keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Sementara kebutuhan zat gizi
ditentukan oleh banyak faktor antara lain: tingkat metabolisme basal, tingkat
pertumbuhan, aktivitas fisik, dan faktor yang bersifat relatif yaitu: gangguan
pencernaan (ingestion), perbedaan daya serap (absorption), tingkat penggunaan
(utilization), dan perbedaan pengeluaran dan penghancuran (excretion and
destruction) dari zat gizi tersebut dalam tubuh.
Hasil penelitian Septiana (2010), menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara pola pemberian MP-ASI dengan status gizi balita. Konsumsi makanan yang
tidak tepat akan berdampak pada status gizinya, artinya pemberian energi dan protein
yang kurang dari kebutuhan dalam jangka waktu yang lama akan menghambat
pertumbuhan, bahkan mengurangi cadangan energi dan protein sebagai sumber energi
dalam tubuh, sehingga terjadinya keadaan gizi kurang maupun buruk.

5.5. Status Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di
Puskesmas Rantang Berdasarkan Indeks status gizi Berat Badan per
Panjang Badan (BB/PB)
Hasil penelitian menunjukkan adapun status gizi pada bayi berdasarkan
indeks BB/PB untuk bayi yang mendapat MP-ASI lokal diperoleh bayi gemuk
sebanyak 5,08%, bayi dengan status gizi kurus sebanyak 10,17% dan status gizi
normal sebanyak 84,75%. Sedangkan untuk bayi yang mendapat MP-ASI pabrikan

Universitas Sumatera Utara

58

diperoleh status gizi bayi yang gemuk sebanyak 12,12% dan status gizi normal
sebanyak 87,88%.
Berdasarkan hasil uji T menunjukkan status gizi pada bayi yang mendapat
MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan pada taraf tingkat kepercayaan 95 % diperoleh
p=0,063 artinya bahwa tidak ada perbedaan status gizi untuk indeks BB/PB pada bayi
yang mendapatkan MP-ASI lokal dan MP-ASI Pabrikan. Rata-rata status gizi
berdasarkan indeks BB/PB terlihat bahwa status gizi bayi baik yang mendapat MPASI lokal dan MP-ASI pabrikan diperoleh rata-rata normal.
Menurut peneliti pada bayi yang mendapat MP-ASI lokal ditemukan adanya
bayi yang kurus, hal ini bukan karena MP-ASI yang diberikan kepada bayi yang tidak
tercukupi gizinya namun, terkadang ibu rumah tangga tidak terlalu memperhatikan
pemilihan bahan makanannya sehingga kadar gizi yang diberikan kepada bayinya
tidak terukur secara jelas. Hasil penelitian juga diperoleh bayi yang gemuk baik yang
mendapat MP-ASI lokal dan pabrikan, hal ini bisa disebabkan oleh karena pada bayi
usia 6-12 bulan dalam pemberian MP-ASI ibu kurang memperhatikan kecukupan dan
takaran energi dan protein sesuai umurnya, selama bayi masih mau menerima
makanan ibu tetap memberikan yang mengakibatkan bayi menjadi kegemukan.
Hal ini akan mempengaruhi perkembangan anak karena ketidaksesuaian
antara asupan gizi dan kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh anak. Sedangkan faktor
yang lain bisa mempengaruhi status gizi bayi, menurut peneliti yang juga ikut
mempengaruhi adalah tingkat sosial ekonomi, pekerjaan orang tua dan tingkat
pendidikan orang tua termasuk faktor yang turut berpengaruh.

Universitas Sumatera Utara

59

Hasil penelitian Wargiana (2013), menunjukkan bahwa ada hubungan antara
pemberian MP-ASI dini dengan status gizi bayi umur 0-6 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Rowotengah, Jember. Bahwa bayi yang terlalu dini mendapat MP-ASI
dapat meningkatkan angka kematian bayi, mengganggu sistem pencernaan pada bayi,
dan menyebabkan terjadinya kurang gizi pada bayi. Menurut Soetjiningsih (2011),
insidensi obesitas pada masa anak berhubungan kuat dengan variabel keluarga,
termasuk obesitas orang tua, status sosio ekonomi yang lebih tinggi, bertambahnya
pendidikan orang tua, ukuran keluarga kecil dan pola inaktivitas keluarga. Bila orang
tuanya obesitas maka anaknya mempunyai risiko 40% menjadi obesitas, sedangkan
bila kedua orang tuanya obesitas maka risiko menjadi 80%.
Penelitian Waryana (2010), status gizi sangat terkait dengan faktor sosial
ekonomi, dalam hal ini adalah tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan
keluarga. Semakin tinggi pendidikan dan pengetahuan terdapat kemungkinan semakin
baik tingkat ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak dan keluarga serta
semakin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada.

Universitas Sumatera Utara

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Hasil penelitian analisa status gizi dan angka kecukupan gizi pada bayi yang
mendapat MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan
Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016 bahwa,
1. Terdapat perbedaan kecukupan gizi energi untuk bayi yang mendapatkan MP-ASI
lokal dan MP-ASI Pabrikan. Untuk kecukupan protein diperoleh bahwa tidak ada
perbedaan kecukupan protein pada MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan.
2. Tidak terdapat perbedaan status gizi untuk bayi yang mendapatkan MP-ASI lokal
dan MP-ASI Pabrikan. Status gizi bayi baik pada indeks BB/U, PB/U dan BB/PB
untuk bayi yang mendapat MP-ASI lokal dan pabrikan menunjukkan rata-rata
status gizi bayi dalam keadaan baik.

6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka, diharapkan petugas kesehatan
meningkatkan upaya penyuluhan kesehatan tentang MP-ASI bagi ibu yang memiliki
bayi. Ibu sebagai orang yang berperan langsung dalam pemberian MP-ASI harus
mampu memilih bahan makanan yang baik untuk bayinya, dan harus memperhatikan
keanekaragaman bahan makanan yang digunakan guna pemenuhan kecukupan gizi

60
Universitas Sumatera Utara

61

pada bayi. Dalam pemberian MP-ASI harus disesuaikan umur dengan kebutuhan bayi
supaya jangan terjadi gangguan dalam proses tumbuh kembang bayi.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) terhadap Status Gizi pada Bayi 6-12 Bulan di Kecamatan Medan Amplas

16 130 108

Status Gizi Bayi Ditinjau Dari Pemberian Asi Eksklusif, Pemberian MP-Asi Dan kelengkapan Imunisasi Di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2008

1 43 77

Gambaran Pola Pemberian Asi Dan Mp Asi, Status Gizi Dan Gangguan Saluran Pencernaan Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Desa Sungai Pauh Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa Tahun 2016 Chapter III VI

0 0 40

Perbedaan Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan yang Diberi ASI Eksklusif dan Tidak Diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016 Chapter III VI

0 0 39

Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016

0 0 20

Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016

0 1 2

Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016

0 0 7

Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016

0 0 24

Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016

0 0 3

Analisa Status Gizi dan Kecukupan Gizi Bayi yang Mendapat MP-ASI Lokal dan MP-ASI Pabrikan di Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2016

0 0 13