Penerapan Pembukaan Rahasia Nasabah Bank Oleh OJK Dalam Hal Pemeriksaan Perpajakan Melalui Aplikasi Elektronik Berdasarkan POJK No.25 POJK.03 2015

BAB II
PENGATURAN TENTANG PEMBUKAAN RAHASIA BANK MENURUT
UNDANG-UNDANG PERBANKAN
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Pembukaan Rahasia Bank
1. Defenisi Rahasia Bank
Rahasia Bank atau Banking Secrecy di kenal di negara maupun di dunia ini
yang mempunyai lembaga keuangan bank. Rahasia bank tidak ada bedanya
dengan rahasia yang harus di pegang teguh oleh para profesiaonal seperti
pengacara yang wajib merahasiakan hal-hal yang menyangkut penyakit pasiennya.
Bahkan kalau rahasia di maksud tidak di pegang teguh dan dibocorkan kepada
pihak lain, maka atas tindakan tersebut dapat dikenakan sanksi, baik perdata
maupun pidana.13
Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan
mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Pengertian rahasia bank
berdasarkan pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang
perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 10 tahun
1998 (UU Perbankan) ini memberikan rumusan bahwa hal-hal yang wajib
disimpan oleh bank adalah rahasia dari nasabah penyimpan (penabung) dan tidak
lagi termasuk pinjaman (kredit) dari nasabah. Namun percantuman perkataan
“segala sesuatu” masih menunjukan keluasan rahasia dari nasabah penyimpan
yang wajib dijaga (disimpan) oleh bank. Rahasia bank di Indonesia mempunyai


13

Huala adolf, Hukum Perdagangan Internasional (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), hlm 41.

16

Universitas Sumatera Utara

pengecualian, sehingga terdapat kemungkinan untuk dapat membuka rahasia
bank.14
2. Ruang Lingkup Pembukaan Rahasia Bank
Kepercayaan masyarakat sangat mendukung eksistensi suatu bank, oleh
karena itu, bank sangat berkepentingan menjaga agar kadar kepercayaan
masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dana, maupun yang telah
atau menggunakan jasa-jasa bank lainnya terpelihara dengan baik mengingat bank
merupakan bagian dari sistem keuangan dan pembayaran dimana kesehatan dari
sistem-sistem tersebut sangat besar artinya bagi masyarakat.
Untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat

terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya adalah “dapat
tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dana dan atau
menggunakan jasa-jasa lainnya dari bank tersebut untuk tidak mengungkapkan
keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta keadaan lain dari nasabah yang
bersangkutan kepada pihak lain”.15
Kerahasiaan bank sangat penting untuk melindungi kepentingan nasabah
secara individual sehingga melahirkan ketentuan ketentuan hukum yang mengatur
mengenai kerhasiaan bank. Pengertian rahasia bank adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut
kelaziman dunia perbankan tidak boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak
masyarakat. Hubungan ini menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank,
14

Sunawan, Rahasia Bank Dalam Kaitannya Dengan Kejahatan Perbankan,
http://bhocet85.wordpress.com/2009/04/01/rahasia-bank-dalam-kaitannya-dengan-kejahatanperbankan/, diakses pada tanggal 6 juni 2017.
15
Sutan Remy Sjahdeni, “Rahasia Bank dan Berbagai Masalah Disekitarnya” (Jurnal
Hukum Bisnis, 1999), hlm 5.

17


Universitas Sumatera Utara

adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan
dengan keuangan, dan hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank
karena kegiatan usahanya.16
Mengenai kemungkinaan penerobosan kerahasiaan bank dapat dilakukan,
yaitu karena adanya suatu kepentingan umum berupa kepentingan:17
1. Perpajakan
2. Pemeriksaan di pengadilan
3. Kepentingan kelancaran dan keamanan usaha bank.
Bank sebagai subjek pajak mempunyai kewajiban yang sama dengan subjek
pajak lainnya, Oleh karena itu dalam pemeriksaan wajib pajak bank, data yang
berhubungan dengan penghasilan bank maupun yang berkaitan penghasilan,
dengan sendirinya tunduk pada ketentuan.18
Ruang lingkup rahasia bank dimuat dalam beberapa pasal dalam Undangundang No.10 tahun 1998 diantaranya dalam pasal 1 ayat 28 juga ditegaskan
bahwa rahasia bank tersebut menyangkut keterangan mengenai nasabah dan
simpanannya. Selain itu dalam pasal 40 juga dinyatakan dengan tegas bahwa yang
tergolong dalam rahasia bank adalah keterangan mengenai nasabah penyimpanan
dan simpanannya. Dari kata nasabah penyimpanan dapat disimpulkan bahwa

maksud dari pembuat Undang-undang adalah mengenai identitas nasabah
penyimpan.

16

Adiastopo Joko Purnomo, (Pimpinan Tim Kantor Bank Indonesia Solo), Penyimpanan
Dana Yang Wajib Dirahasiakan, dikutip http://suaramerdeka.com/1996/penyimpanan-dana-yangwajib-dirahasiakan/, diakses pada tanggal 29 juli 2017, pukul 22.46 wib
17
Muhamad Djumhana, op.cit, hlm.148
18
Indonesia, Undang-undang No.6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan.

18

Universitas Sumatera Utara

Berbeda dengan pasal 40 Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang
perbankan ruang lingkup rahasia bank yaitu tentang keadaan keuangan dan hal-hal
lain dari nasabahnya. Pada penjelasan pasal 40 tersebut dinyatakan bahwa

masyarakat

hanya

akan

mempercayakan

uangnya

kepada

bank

atau

memanfaatkan jasa bank (termasuk jasa bank berupa kredit) apabila dari bank ada
jaminan bahwa pengatahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan
nasabah (termasuk kredit yang diperolehnya) tidak akan disalahgunakan.19
B. Penerapan Pembukaan Rahasia Bank

1. Hal Yang Wajib Dirahasiakan
Dalam menentukan hal-hal (informasi) yang termasuk rahasia bank tidaklah
mudah dan sampai saat ini belum ada satu keseragaman mengenai hal-hal
(informasi) apa saja yang dikategorikan sebagai salah satu yang masuk kategori
yang untuk dirahasiakan oleh bank dari informasi dan data-data seorang nasabah.
Penentuan ini perlu untuk dapat dilindungi oleh hukum kerahasiaan. Hukum
kerahasiaan

berkaitan

dengan

perlindungan

rahasia-rahasia,

baik

yang


menyangkut perdagangan, rahasia yang sifatnya pribadi atau mengenai
pemerintahan. Rahasia bank adalah salah satu bagian yang dilindungi oleh hukum
kerahasiaan.
Menyangkut rahasia bank terkait pula pihak-pihak yang berhubungan
dengan bank tersebut baiksecara langsung maupun tidak langsung. Pihak yang
secara langsung yaitu mereka yang bekerja atau mempunyai hubungan erat
dengan bank dengan bank seperti anggota komisaris. Adapun pihak yang secara

19

Sutan Remy Syahdeni, op.cit.,hlm.6

19

Universitas Sumatera Utara

tidak langsung yaitu mereka yang mempunyai keterkaitan dengan kegiatan bank
seperti konsultan hukumnya, akuntan publiknya dan pihak jasa penilai
(appraisal), mereka semua terkait pada rahasia jabatannya.
Rahasia jabatan adalah menyangkut informasi yang diterima seseorang dari

pihak lain dalam rangka hubungan profesinya. Rahasia jabatan yang berhubungan
dengan perbankan, seperti yang telah disebutkan diatas yaitu konsultan hukum,
akuntan publik, dan pihak jasa penilai (appraisal). Mereka diwajibkan untuk
memegang rahasia pihak yang berhubungan dengannya (klien). Tetapi ketatnya
rahasia tersebut sering pula dipakai diluar jalur hukum seperti untuk menutupi
kejahatan kliennya.
Penentuan hal-hal yang termasuk kategori rahasia bank harus berpijak
pada:20
a.

Kelaziman operasional perbankan
Operasional perbankan yang utama adalah menghimpun dana masyarakat
serta memberikan kredit. Operasi tersebut sudah lazim bank mengadakan
pencatatan-pencatatan data-data, dan informasi jalannya usaha yang
dilakukan serta dalam hubungannya dengan nasabahnya. Keadaan keuangan
nasabah yang tercatat padanya, ialah keadaan mengenai keuangan yang
tercatat pada bank yang meliputi segala simpanannya yang tercantum dalam
semua pos pasiva, dan segala pos aktiva yang merupakan pemberian kredit
dalan berbagai macam bentuk kepada yang bersangkutan. Hal-hal lain yang
harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan,


20

Muhamad Djumhan, Op cit, hlm 121

20

Universitas Sumatera Utara

ialah segala keterangan orang, dan badan yang diketahui oleh bank karena
kegiatan usahanya, yaitu meliputi : pemberian pelayanan, dan jasa dalam
lalu lintas uang, baik dalam maupu luar negeri, pendiskontoan, dan jual beli
surat berharga,dan pemberian kredit.
b.

Apakah pembocoran/pembukaan informasi akan merugikan pemilik
informasi (nasabah) atau menguntungkan pihak lain, namun selalu ada
pertanyaan tentang informasi seperti apa yang akan menimbulkan akibat
kerugian itu. Meskipun agak kabur, kriteria ini jelas menunjuk kalangan
perbankanlah sebagai sumber keputusan utama untuk menentukan informasi

manakah yang harus diperlakukan sebagai hal yang konfidensial.

c.

Pihak pemilik informasi (nasabah) harus yakin secara wajar bahwa
informasi itu benar-benar belum diketahui masyarakat luas.
Dari hal-hal yang dikemukakan diatas maka sekarang dapat ditarik sebuah

kesimpulan bahwa informasi yang dapat dirahasiakan tidak harus merupakan hal
yang sangan khusus.
2. Pengecualiannya
Pengecualian dalam hal rahasia bank ini tercantum dalam pasal 40 ayat (1)
Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, yang menyebut bahwa
bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana diatur dalam pasal 41, pasal 41A,
pasal 42, pasal 43, pasal 44, dan pasal 44A.

21

Universitas Sumatera Utara


Kata „kecuali‟ diartikan sebagaimana pembatasan terhadap berlakunya
rahasia bank. Mengenai keterangan yang disebut dalam pasal-pasal tadi bank
boleh tidak merahasiakan (boleh mengungkapkannya). 21
Keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya itu boleh di
ungkapkan dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Untuk kepentingan perpajakan (pasal 41)
Mengenai pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan ini diatur
dalam ketentuan pasal 41 ayat (1) undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang
menentukan bahwa “untuk kepentingan perpajakan, pimpinan bank indonesia atas
permintaan Menteri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada
bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta
surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpanan tertentu kepada
pejabat pajak”.22
b. Untuk penyelesaian piutang bank
Dalam pasal 41 A Undang-undang No.10 Tahun 1998 disebutkan bahwa
untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan urussan
piutang dan lelang negara / panitia urusan piutang negara, pimpinan Bank
Indonesia memberikan izin kepada pejabat badan urusan piutang negara untuk
memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. Izin
tersebut diberikan:23

21

Abdulkadir Muhammad dan Rida Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hlm 79
22
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana,2005), hlm 115.
23
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2001), hlm 157.

22

Universitas Sumatera Utara

1) Atas permintaan tertulis dari kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara
(BUPLN) / ketua PUPN dengan menyebutkan:
a) Nama dan jabatan pejabat BUPLN/ PUPN yang meminta keterangan;
b) Nama nasabah debitor yang bersangkutan yang diperlukan keterangan,
dan
c) Alasan diperlukannya keterangan dari nasabah debitor tersebut.
2) Izin tersebut dengan sendirinya :
a) Diberikan secara tertulis;
b) Menyebutkan nama dan jabatan pejabat BUPLN/PUPN yang meminta
keterangan;
c) Menyebutkan nama nasbah debitor yang akan dimintai keterangan
berkaitan dengan utang bank yang diserahkan kepada BUPLN/PUPN; dan
d) Mencantumkan keperluan keterangan tersebut dikaitkan dengan urusan
penyelesaian piutang bank.
c. Untuk kepentingan peradilan pidana (pasal 42)
Pemeriksaan di pengadilan negeri meliputi perkara pidana dan perkara
perdata ketentuan yang berhubungan dengan pembukaan rahasia bank dalam
hukum acara pidana diatur pada pasal 170 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana, yaitu:24
“mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
meyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi
keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada
mereka.”
“hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan
tersebut.”
24

Muhammad Djumhana. Op Cit. Hlm 152

23

Universitas Sumatera Utara

Kalangan perbankan diakui oleh peraturan perundang-undangan nomor 7
tahun 1992 tentang pokok-pokok perbankan, diwajibkan untuk menyimpan
rahasia. Tanpa izin tertulis dari Menteri keuangan, mereka tidak boleh membuka
yang menyangkut rahasia bank. Demikian bila tidak izin maka mereka dapat
mengajukan untuk dibebaskan dari kewajiban untuk menjadi saksi suatu perkara.
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri keuangan dapat
memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan
dari bank tentang keadaan keuangan tersangka / terdakwa pada bank. Izin
sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis
dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung atau Ketua Mahkamah
Agung, permintaan sebagaimana dimaksud diatas harus menyebutkan nama dan
jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka / terdakwa, sebab-sebab
keterangan diperlukan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan
keterangan-keterangan yang diperlukan.25
d. Untuk Kepentingan Pemeriksaan Peradilan Perdata (pasal 43)
Pasal 43 Undang-undang perbankan menyatakan, dalam perkara perdata
antara bank dengan nasabahnya, direksi bank dapat menginformasikan kepada
pengadilan didepan hakim tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan
dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.26
Penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa informasi mengenai keadaan
keuangan nasabah yang bersangkutan dapat diberikan oleh bank kepada
25

Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm 59.
Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di
Indonesia(Simpanan, Jasa dan Kredit),(Jakarta: Ghalia Indonesia,2006), hlm 106.
26

24

Universitas Sumatera Utara

pengadilan tanpa izin menteri. Pasal ini tidak diubah oleh Undang-undang Nomor
10 Tahun 1998, maka penjelasannya perlu disesuaikan oleh Pimpinan Bank
Indonesia sebagai pemberi izin bukan lagi menteri.27
Ketentuan ini merupakan landasan hukum dan alasan dapat dibukanya atau
diterobosnya ketentuan rahasia bank untuk kepentingan penyelesaian perkara
perdata antara bank dan nasabahnya di pengedilan, oleh karena itu direksi dari
bank yang bersangkutan dapat memberikan keterangan mengenai keadaan
keuangan dari nasabah tersebut.28
e. Untuk Kepentingan Tukar-Menukar Informasi Antar Bank (Pasal 44)
Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabah kepada
bank lain dalam rangka tukar menukar informasi antar bank. Tukar menukar
informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan
kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui
keadaan status dari suatu bank lain. Bank dapat menilai tingkat resiko yang
dihadapi, sebelum melakukan sesuatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank
lain. Ketentuan mengenai tukar manukar informasi tersebut diatur lebih lanjut
oleh bank Indonesia, yang antara lain mengatur mengenai tata cara penyampaian
dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat
dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredityang diterima
nasabah, agunan, dan masuk tidaknya debitur yang bersangkutan dalam daftar
kredit macet.29 Informasi antar bank tersebut antara lain berupa:

27

Muhumad Djumhana, Op Cit, hlm 152
Hermansyah, Op Cit. Hlm 116
29
Marulak Pardede I, Op Cit. Hlm 59
28

25

Universitas Sumatera Utara

1) Informasi bank, untuk mengetahui keadaan dan status bank dalam rangka
melakukan kerja sama atau transaksi dengan bank;
2) Informasi kredit untuk mengetahui status dan keadaan debitor bank guna
mencegah penyimpangan pengelolaan perkrditan;
3) Informasi pasar uang, untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi
likuiditas pasar.
Sebelumnya Bank Indonesia telah mengatur ketentuan tata cara tukarmenukar informasi antar bank sebagai mana dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 27/6/UPB masing-masing tanggal 25 januari 1995, disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan tukar-menukar informasi antar bank adalah
permintaan pemberian informasi mengenai keadaan kredit yang diberikan bank
kepada debitor tertentu dan keadaan serta status untuk bank.
Informasi antara bank ini hanya dapat dilakukan oleh anggota direksi atau
pejabat yang memperoleh penunjukan sebagaimana diatur oleh ketentuan internal
masing-masing bank. Ada dua bentuk permintaan informasi antar bank, yaitu:30
1) Permintaan informasi kepada bank lain
Bank dapat meminta informasi kepada bank lain mengenai keadaan debitor
tertentu secara tertulis dari direksi bank dengan menyebutkan secara jelas tujun
penggunaan informasi yang diminta.
Permintaan informasi mengenai keadaan kredit dapat dilakukan oleh :
a. Bank umum kepada bank umum.
b. BPR kepada BPR.

30

Rachmadi Usman, Op Cit, hlm 162

26

Universitas Sumatera Utara

Bank yang dimintai informasi wajib memberikan informasi secara tertulis
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Unutk nasabah yang masih tercatat
sebagai debitor aktif (nasabah aktif) cukup dengan menegaskan bahwa nasabah
yang dimaksud adalah debitor bank yang bersangkutan. Sedangkan untuk nasabah
yang tidak lagi tercatat sebagai debitor aktif (nasabah tidak aktif) informasinya
dapat meliputi :
a. Data debitor,
b. Data pengurus;
c. Data agunan;
d. Data jumlah fasilitas kredit yang diberikan ;
e. Dan keadaan kolektibilitas terakhir.
Informasi yang diterima oleh bank peminta, bersifat rahasia dan wajib
digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan sebagaimana disebutkan dalam surat
permintaan

informasi.

Bank

yang

melanggar

akan

dikenakan

sanksi

administratifyang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank.
2) Permintaan informasi melalui Bank Indonesia
Bank dapat meminta informasi mengenai nasabah debitor kepada bank
Indonesia atau keadaan dan status suatu bank melalui bank Indonesia secara
tertulis dengan menyebut secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta.
Informasi mengenai bank yang dapat diberikan oleh bank Indonasi tersebut
meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Nomor dan tanggal akta pendirian dan izin usaha;
Status/jenis usaha;
Tempat kedudukan;
Susunan pengurus;
Permodalan;
Neraca yang telah di umumkan;
Pengikutsertaan dalam kliring; dan
Jumlah kantor bank

27

Universitas Sumatera Utara

Bank yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi administratif yang
dapat menurunkan tingkat kesehatan bank.
f. Untuk kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah (pasal 44 ayat 1)
Pemberian keterangan atas persetujuan nasabah penyimpan untuk
kepentingan pihak lian sebagaimana disebutkan dalam pasal 44 A ayat (1)
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 bahwa atas permintaan persetujuan, atau
kuasa dari nasabah penyimpan yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk
oleh nasabah penyimpan tersebut.
Berdasarkan ketentuan pasal 44 A ayat (1) tersebut bank wajib memberikan
keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpanan kepada pihak yang
ditunjuknya, asalkan ada permintaan, atau persetujuan, atau kuasa tertulis dari
nasabah penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada penasahat hukum yang
menangani perkara nasabah penyimpan.
g. Untuk kepentingan penyelesaian kewarisan (pasal 44 A ayat 2)
Apabila nasabah penyimpanan telah meninggal dunia, maka ahli waris yang
sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan
mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.31 Pengecualian ini disebutkan
dalam pasal 44 A ayat (2) yang merupakan ketentuan baru yang ditambahkan
dalam undang-undang perbankan yang diubah.
Sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, pengecualian
rahasia bank juga diatur dalam peraturan Gubernur Bank Indonesia Nomor:

31

Y. Sri Susilo, dkk, Bank & Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000),

hlm 38.

28

Universitas Sumatera Utara

2/19/PBI/2000 tentang persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin
tertulis membuka rahasia bank. Lahirnya peraturan Gubernur Bank Indonesia ini
dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa rahasia bank yang diperlukan sebagai
salah

satu

faktor

untuk

menunjang

kepercayaan

nasabah

penyimpan,

dimungkinkan dibuka untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank,
kepentingan peradilan dalam perkara pidana, dalam perkara perdata antara bank
dengan nasabahnya, dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, atas
permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah, dan permintaan ahli waris yang
sah dari nasabah yang telah meninggal dunia.32
Selain pengecualian-pengecualian yang telah di uraikan diatas, maka
Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) juga diberikan kewenangan dalam membuka
rahasia bank. Kewenangan tersebut didasarkan pada Surat Mahkamah Agung No.
KMA/694/R.45/XII/2004

perihal

pertimbangan

hukum

atas

pelaksanaan

kewenangan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) terkait dengan ketentuan
rahasia bank yang ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia tanggal 2 desember 2004. Surat Keputusan Mahkamah Agung RI
tersebut diterbitkan sebagai jawaban atas Surat Gubernur Bank Indonesia No.
6/2/GBI/DHk/Rahasia, tanggal 8 agustus 2004 yang meminta pertimbangan
hukum dari Mahkamah Agung untuk menjawab persoalan kewenangan Komisi
Pemberantas Korupsi dalam pembukaan rahasia bank.33

32

Andrian Sutedi, Hukum Perbankan (Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Marger, Likuidasi
dan Kepailitan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hlm 9
33
Hermansyah, Op cit, hlm 118

29

Universitas Sumatera Utara

Pemberian kewenangan untuk menerobos rahasia bank kepada Komisi
Pemberantas Korupsi (KPK) adalah suatu terobosan hukum yang tepat dalam
upaya mencegah dan menindak tindak pidana dibidang perbankan.34
C. Pengaturan

Mengenai

Rahasia

Bank

Menurut

Undang-undang

Perbankan
Terdapat beberapa ketentuan yang menjadi dasar hukum sebagai landasan
bagi rahasia bank agar dapat berlaku secara yuridis formal. Adapun yang
merupakan dasar hukum berlakunya rahasia bank adalah pasal 40 sampai dengan
pasal 45 Undang-undang Perbankan, yaitu sebagai berikut35:
Pasal 40
(1)Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41,
pasal 41 A, pasal 42, pasal 43,pasal 44,dan pasal 44 A.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut berlaku juga
bagi pihak terfaliasi.
Pasal ini menjelaskan bahwa apabila nasabah penyimpan yang sekaligus
juga sebagai nasabah debitur, bank wajib merahasiakan keterangan tentang
nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan, walaupun demikian,
pemberian data dan informasi kepada pihak lain dimungkinkan yaitu berdasarkan
pasal 41, pasal 41 A, pasal 43, pasal 44.
Pasal 41
(1)Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas
permintaan Menteri Keuangan berwenang untuk mengeluarkan perintah
tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan
bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah
penyimpan tertentu kepda pejabat pajak.

34

Ibid, hlm 119
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modren (buku kesatu), (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2003), hlm 89
35

30

Universitas Sumatera Utara

(2)Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), haruslah
menyebutkan nama pejabat pajak, dan nama nasabah wajib pajak yang
dikehendaki keterangannya.
Pasal ini menjelakan bahwa dalam hal kepentingan perpajakan, bank dapat
menginformasikan keterangan-keterangan dan bukti-bukti tertulis atas permintaan
Menteri Keungan Melalui Pimpinan Bank Indonesia, dan pengecualian ini
merupakan paksaan hukum demi kepentingan umum.
Pasal 41 A
(1)Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara,
Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada Pejabat Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk
memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah Debitur.
(2)Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas
permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara/ Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.
(3)Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan
nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur yang
bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan.
Pasal ini menjelaskan bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang
diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan
Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin secara tertulis kepada
Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang/Panitia Urusan Piutan Negara untuk
memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur.
Pasal 42
(1)Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank
Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk
memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau
terdakwa pada bank.
(2)Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut diberikan secara
tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik
Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.
(3)Permintaan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus
menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim sepanjang

31

Universitas Sumatera Utara

permintaan tersebut telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (3).
Pasal 42 A
Pasal ini mengatur bahwa bank wajib memberikan keterangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 41, pasal 41 A, dan Pasal 42.
Pasal 43
Dalam perkara perdata antara dengan nasabahnya, direksi bank yang
bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan
keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang
relevan dengan perkara tersebut.
Pasal ini menjelaskan bahwa dalam hal perkara perdata antara bank dengan
nasabahnya, maka bank dapat memberikan informasi keuangan nasabah yang
dalam perkara tersebut serta keterangan lain yang bersangkutan dengan perkara
tersebut tanpa perlu izin dari menteri.
Pasal 44
(1)Dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank, direksi bank dapat
memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai tukar-menukar informasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.

Pasal ini menjelaskan bahwa dalam rangka tukar-menukar informasi antar
bank, maka direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya
kepada bank lain dengan tujuan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan
usaha bank, antara lain guna mencegah terjadinya kredit rangkap serta untuk
mengetahui keadaan dan status dari suatu bank.
Pasal 44 A
(1)Atas permintaan, persetujuan,atau kuasa dari nasabah penyimpan yang
dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai
simpanan Nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada
pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut.
(2)Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang
sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh
keterangan mengenai simpanan nasabah pennyimpan tersebut.

32

Universitas Sumatera Utara

Pasal ini merupakan ketentuan yang baru ditambahkan dalam Undangundang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengatur mengenai
penyelesaian kewarisan. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah
penyimpan, maka bank diperbolehkan /dapat memberikan informasi mengenai
keadaan keuangan nasabah penyimpan tersebut apabila ia meninggal dunia kepada
ali warisnya.
Pasal 45
Pihak yang merasakan dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bankbank sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, pasal 42, pasal 43, dan pasal
44 tersebut diatas, berhak untuk menegtahui isi keterangan tersebut dan
dapat memita pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang
diberikan.
Pasal ini menjelaskan bahwa apabila permintaan pembetulan oleh pihak yang
merasa dirugikan akibat keterangan yang diberikan oleh bank, maka masalah
tersebut dapat diajukan oleh pihak yang bersangkutan ke pengadilan yang
berwenang.
Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang
No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang telah disahkan dan di undangkan pada
tanggal 10 november 1998, dalam kerangka perbaikan dan pengukuhan
perekonomian nasional walaupun Undang-undang No.10 Tahun 1998 hanya
merupakan revisi, bukan mengganti keseluruhan pasal-pasal Undang-undang
Perbankan lama, namun dilihat dari pokok-pokok ketentuannya, perubahan
mencakup penyehatan secara menyeluruh sistem perbankan, tidak hanya
penyehatan bank secara individual.

33

Universitas Sumatera Utara

Salah satu perubahan yang terdapat dalam Undang-undang No.10 Tahun
1998 tentang perbankan adalah ketentuan mengenai rahasia bank. Dilihat dari
paragraf ke-8 penjelasan umum, perubahan ketentuan mengenai rahasia bank
dihubungan dengan upaya peningkatan fungsi kontrol sosial terhadap lembaga
perbankan. Inti perubahan rahasia bank menurut Undang-undang No.10 Tahun
1998 tentang perbankan, bila di bandingkan dengan ketentuan yang lama adalah
perlunya peninjauan ulang pada sifat ketentuan rahasia bank yang selamat ini
sangat kaku dan tertutup. Jadi walaupun rahasia bank merupakan salah satu unsur
yang harus dimiliki oleh setiap bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat
yang meneglola dana masyarakat, namun Undang-undang No.10 Tahun 1998
tentang perbankan menetapkan untuk tidak merahasiakan seluruh aspek yang di
tata usahakan oleh bank.
D. Perlindungan Data Pribadi Nasabah
Bank sentral sebagai pelaksana otoritas moneter berperan sekali dalam
rangka perlindungan nasabah (masyarakat). Menyangkut perlindungan konsumen
(nasabah) ini kita dapat menggunakan penerapan hukum pidana, maupun hukum
perdata bahkan dimungkinkan pula melalui hukum administrasi negara. 36
Beberapa mekanisme yang dipergunakan dalam rangka perlindungan
nasabah bank adalah sebagai berikut:37
1. Pembuatan peraturan baru
Lewat pembuatan peraturan baru di bidang perbankan atau merevisi
peraturan yang sudah ada merupakan salah satu cara untuk memberikan
36
37

Muhamad Djumhana, Op cit, hlm 30.
Munir Fuady I, Op cit, hlm 104.

34

Universitas Sumatera Utara

perlindungan kepada nasabah suatu bank. Banyak peraturan yang secara langsung
maupun tidak langsung yang bertujuan melindungi nasabah, akan tetapi lebih
banyak lagi diperlukan seperti itu dari apa yang terdapat dewasa ini.
2. Pelaksanaan peraturan yang ada
Salah satu cara lain untuk memberikan perlindungan kepada nasabah adlah
dengan melaksanakan peraturanyang ada di bidang perbankan serat lebih ketat
oleh pihak otoritas moneter, khususnya peraturan yang bertujuan melindungi
nasabah sehingga dapat dijamin law enforcement yang baik. Peraturan perbankan
tersebut harus ditegakkan secara objektif tanpa melihat siapa direktur, komisaris
atau pemegang saham dari bank yang bersangkutan.
3. Perlindungan nasabah deposan lewat lembaga asuransi deposito
Perlindungan nasabah, khususnya nasabah deposan melalui lembaga
asuransi deposito yang adil dan predictable ternyata dapat juga membawa hasil
yang positif.
4. Memperketat perizinan bank
Memperketat pemberian izin untuk suatu pendirian bank baru adalah salah
satu cara agar bank tersebut kuat dan qualified sehingga dapat mamberikan
keamanan bagi nasabahnya.
Undang-undang perbankan menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi
apabila suatu bank akan didirikan berupa persyaratan dalam hal-hal sebagai
berikut:
a. Susunan organisasi
b. Pemodalan
c. Kepemilikan
d. Keahlian dibidang perbankan dan

35

Universitas Sumatera Utara

e. Kelayakan rencana kerja.
5. Memperketat pengaturan dibidang kegiatan bank
Ketentuan-ketentuan yang menyangkut dengan kegiatan bank banyak juga
yang secara langsung atau tidak langsung bertujuan untuk melindungi pihak
nasabah. Pengaturan-pengaturan tersebut khususnya yang menyangkut kegiatan
bank, mengatur tentang hal-hal sebgai berikut:38
a. Ketentuan mengenai permodalan, ketentuan ini antara lain mengenai
kecukupan modal atau yang disebut juga dengan Capital Adequate Ratio (CAR)
yang diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(ATMR).
b. Ketentuan mengenai menajemen, yang dalam hal merupakan penilaian
kualitatif mengenai menjemen terhadap manjemen pemodalan, manajemen
kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan menejemen
likuiditas.
c. Ketentuan mengenai kualitas aktiva produktif, yang dalam hal ini diukur
tingkat kemampuan pengembaliannys dengan kategori lancar, kurang lancar,
diragukan den macet.
d. Ketentuan mangenai likuiditas, dalam hal ini seringkali dilakukan pengukuran
lewat Cash Ratio atau Minimum Reserve requitment, Juga harus menghindari
adanya kesulitan likuiditas yang biasanya terjadi karena adanya tindakan yang
disebut Mismatch.

38

Ibid, hlm 105

36

Universitas Sumatera Utara

e. Ketentuan mengenai rentabilitas, dalam hal ini sering diukur dengan cara
penilaian kuantatif melalui rasio perbandingan laba selama 12 (dua belas) bulan
terakhir terhadap volume usaa dalam periode yang sama (return on assets atau
ROA), dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional dalam
periode I(satu) tahun.
f. Ketentuan mengenai solvabilitas.
g. Ketentuan mengenai kesehatan bank, dalam hal ini sering dipergunakan
sebagai ukuran adalah:
1) Capital, assets quality, management quality, eamings, dan liquidity
(Camel);
2) Posisi Devisa Netto (Net Oen Position) dengan tujun untuk menghidari
resiko nilai tukar (Exchange rate risk);
3) Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau yang sering pula
disebut dengan Legal Lending Limit (3L) atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah, dalam hal ini Undang-undang Perbankan Nomor 10
tahun 1998 Memberikan kewenangan kepada bank central untuk
menetapkan BMPK tersebut. Khusus untuk nasabah tertentu maka bank
indonesia dapat juga menetapkan BMPK, nasabah-nasabah tertentu
tersebut adalah :
a) Pemegang saham 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal setor;
b) Anggota dewan komisaris;
c) Anggota direksi;

37

Universitas Sumatera Utara

d) Keluarga pemegang saham (sampai derajat kedua lurus atau kesamping),
dewan komisaris dan direksi;
e) Pejabat bank lainnya;
f) Perusahaan dimana di dalamnya ada kepentingan pemegang saham,
komisaris, direksi, pejabat bank lainnya dan anggota keluarga dari
pemegang saham, direktur dan komisaris.
6.

Memperketat pengawasan bank
Dalam rangka meminimalkan resiko yang ada dalam bisnis bank, maka

pihak otoritas, khususnya Bank Indonesia (juga dalam hal tertentu Menteri
Keuangan) harus melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan terhadap bankbank yang ada, baik terhadap bank-bank pemerintah maupun terhadap bnk swasta.
Penekanan pada usaha penjagaan dalam rangka perlindungan nasabah ini
dengan cara terjaganya kesehatan bank agar tidak bangkrut, membawa kosekuensi
kewajiban indonesia untuk lebih efektif lagi dalam hal pembinaan dan pengawas
bank. Sebagai lembaga pengawas perbankan di Indonesia, maka bank Indonesia
mempunyai peran yang besar sekali dalam usaha melindungi, dan menjamin agar
nasabah tidak mengalami kerugin akibat tindakn bank yang salah. Bank Indonesia
wajib lebih efektif lagi melakukan tugas, dan kewenangannya unutk mengawasi
pelaksanaan peraturan perundang-undangan oleh seluruh bank yang beroperasi di
Indonesia. Pengawasan yang efektif dan baik adalah merupakan langkah preventif
dalam membendung, atau setidak-tidaknya mengurangi kasus kerugian nasabah
karena tindakan bank, atau lembaga keuangan lainny yang melawan hukum .39

39

Muhamad Djumhana, Op cit, hlm 30.

38

Universitas Sumatera Utara

Hanya saja perlu diperhatikan disini bahwa sebagai pengawas, bank
Indonesia tidak dapat mencampuri secara langsung urusan intern dari bank yang
diawasinya itu. Pengendalian bank tersebut tetap menjadi kewenangan pengurus
bank tersebut, karena itu harus jelas batas-batas dari ikut campur tangan bank
Indonesia sehingga tidak mengambil porsi kewenangan dari pengurus bank
tersebut.40
Tujuan diwajibkannya prinsip kehati-hatian (Prudental principle) oleh
bank-bank pada umumnya adalah untuk melindungi nasabah bank yang
menyimpan dananya pada bank yang bersangkutan.41
Upaya perlindungan yang diberikan oleh undang-undang perbankan
terhadap dan masyarakat merupakan penegasan bahwa sekalipun uang yang
disimpan oleh nasabah penyimpan dana telah menjadi milik bank sejak disetorkan
dan selama penyimpanan bank. Tetapi bank tidak mempunyai kebebasan mutlak
untuk menggunakan uang itu.42
Bank hanya boleh menggunakan uang itu untuk tujuan dan dengan cara
yang dapat menjamin kepastian bahwa bank itu nantinya akan mampu membayar
kembali masyarakat yang disimpan kepadanya apabila ditagih oleh para
penyimpannya. Mangingat hal yang demikian, maka hubungan bank dengan
nasabah penyimpan dana adalah hubungan kontraktual antara debitur dan kreditur
yang dilandasi atas azas kehati-hatian.

40

Munir Fuady I, Op cit, hlm 107.
Marulak Pardede II, Op cit, Hlm 21.
42
Ronny Sautma Hotma Bako, Op cit, hlm 51
41

39

Universitas Sumatera Utara