Hubungan Peran Ayah dengan Penanganan Konflik Remaja Di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja (adolescence) merupakan masa transisi atau peralihan dari
masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini remaja akan mengalami berbagai
perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang mulai tampak jelas adalah
perubahan fisik, dimana tubuh akan mencapai tubuh orang dewasa. Pada periode
ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orangtua dalam
rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa (ClarkeSteward & Friedman, 1987; Ingersoll 1989 dalam Agustiani, 2009).
Masa remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang di
anggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya. Adanya perubahan di
dalam maupun di luar dirinya membuat kebutuhan remaja semakin meningkat
terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut remaja memperluas lingkungan sosialnya di luar lingkungan
keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lain
(Agustiani, 2009).
Sifat khas remaja dalam proses peralihannya yaitu mempunyai
keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung
berani menanggung resiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan
yang matang. Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi masalah tidak
tepat, mereka akan jatuh ke dalam perilaku beresiko dan akan menanggung akibat

dalam berbagai masalah (Kemenkes RI, 2015).

Universitas Sumatera Utara

Salah satu konflik remaja dalam keluarga misalnya konflik antara orangtua
dan remaja. Menurut hasil penelitian Ningsih (2012), masalah yang sering
memicu konflik adalah masalah bermain, pulang terlambat dan tidak segera
melaksanakan perintah orangtua. Perilaku anak yang melakukan kesalahan dari
satu kali akan membuat orangtua merasa marah, jengkel, kecewa dan frustasi.
Prevalensi remaja yang mengalami konflik dengan teman sebaya sebanyak
21% dan sebanyak 81% dari 141 remaja yang menjadi sampel menyatakan pernah
mengalami perselisihan dan konflik dengan teman sebaya di sekolah. Sedangkan
jumlah konflik yang dialami pelajar dalam waktu dua tahun sebanyak 59%
mengalami 1-2 kali konflik, 11% mengalami 3-4 kali konflik, dan 29%
mengalami mengalami 5 kali konflik atau lebih (Latipun, 2006).
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat pada tahun 2014
sudah menerima 2.737 kasus atau 210 kasus dengan berbagai masalah pada setiap
bulannya. Komnas Perlindungan Anak memprediksi angka dengan pelaku remaja
termasuk tawuran antar pelajar akan meningkatkan sekitar 12-18% tiap tahun.
Menurut catatan statistik kriminal (2014) persentase konflik yang di alami pelajar

pada tahun 2011 sebanyak 2,27% dari semua kasus kriminal di Indonesia, konflik
tersebut merupakan perkelahian antar pelajar. Di Sumatera Utara persentase
desa/kelurahan yang ada perkelahian antar pelajar menurut provinsi adalah 2,14%
tiap desa/kelurahan (Statistik Kriminal, 2014)
Astuti dan Puspitasari (2013) dalam penelitiannya mengutip pernyataan
Ulfah (2007) yang menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya
konflik seperti kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya orangtua sebagai figur

Universitas Sumatera Utara

teladan bagi anak . Remaja yang terlibat dalam berbagai konflik membutuhkan
bimbingan yang dapat meyakinkan dirinya untuk mampu melalui masalahnya
dengan sikap konstruktif. Mitra remaja yang paling efektif dalam membantu
remaja adalah orangtua sebagai pemegang peranan penting dalam menentukan
sikap remaja.
Ikatan ayah dan ibu dengan anak akan memberikan warna tersendiri,
umumnya ibu memerankan sosok yang memberikan perlindungan dan
keteraturan, sedangkan ayah membantu anak bereksplorasi dan menyukai
tantangan. Pada ibu, anak dapat belajar seperti kelembutan, kontrol emosi dan
kasih sayang, sedangkan pada ayah anak belajar ketegasan, sifat maskulin,

kebijaksanaan, keterampilan kinestetik dan kemampuan kognitif. Ayah juga
membantu anak bersifat tegar, kompetitif, menyukai tantangan dan senang
bereksplorasi. Jika remaja dapat diasuh oleh keduanya secara optimal, maka akan
terbentuk rasa aman anak. Permasalahan yang kemudian muncul adalah
pandangan bahwa tugas ayah hanya mencari nafkah, hal ini dapat menyebabkan
ketidakoptimalan peran ayah yang salah satunya sebagai pendidik (Astuti dan
Puspitarani, 2013).
Mengenai peran ayah pernah dilakukan survey yaitu 61% responden
menyatakan bahwa ayah sebaiknya menjadi pencari nafkah utama, 62%
responden menyatakan bahwa ayah hanya terlibat dalam rumah tangga apabila
terpaksa dan 33% responden menyatakan bahwa ayah tidak perlu meluangkan
waktu setiap hari untuk anak. Dari data tersebut menunjukkan menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

bahwa peran ayah kurang terlibat dalam mengasuh anak (Astuti dan Puspitarani,
2013).
Salah satu faktor penting yang mendukung keberhasilan remaja dalam
menyelesaikan permasalahannya adalah keluarga yang termasuk dukungan ayah
dalam menjalankan perannya. Ayah yang kurang berperan dalam melaksanakan

fungsi keayahannya akan berdampak bagi remaja sedangkan pesatnya informasi
dan beragam konflik yang dapat di alami remaja dapat menggerus nilai-nilai
moral dan karakternya (Astuti dan Puspitarani, 2013).
Di kota Medan Sumatera Utara beragam konflik remaja terjadi antara lain
geng motor dikalangan pelajar yang melakukan aksi-aksi brutal di beberapa titik
di kota Medan mulai tahun 2010 sampai tahun 2012. Beberapa pelaku geng motor
yang ditangkap oleh pihak kepolisian dan masyarakat paling banyak melibatkan
remaja yang umumnya berstatus sebagai pelajar SMA. Munculnya konflik pada
remaja seperti geng motor di kalangan pelajar di kota Medan disebabkan karena
kurang perhatian di lingkungan keluarga yang termasuk di dalamnya adalah peran
ayah (Ismail, 2012).
Hasil penelitian Sidabutar (2015) yang dilakukan pada remaja di
Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru menyatakan bahwa 93,33% dari
30 responden memilih mengabaikan larangan ayahnya untuk bermain karena
menurut responden orangtua tidak akan tahu apa yang mereka kerjakan saat
berada jauh dari rumah. Hal inilah yang berpeluang memicu salah satu konflik
pada remaja di keluarga maupun lingkungannya dan membutuhkan peran serta
orangtua yaitu ayah saat remaja berkonflik.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin melakukan penelitian
yang berjudul “Hubungan Peran Ayah dengan Penanganan Konflik Remaja Di
Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru”.
1.2 Perumusan masalah
Apakah ada hubungan peran ayah dengan penanganan konflik remaja di
Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru?
1.3 Pertanyaan penelitian
1. Bagaimanakah peran ayah bagi remaja kelurahan Kelurahan Padang Bulan
Kecamatan Kecamatan Medan Baru
2. Bagaimanakah penanganan konflik remaja kelurahan Kelurahan Padang Bulan
Kecamatan Medan Baru
3. Bagaimanakah hubungan antara peran ayah dengan penanganan konflik remaja
Kelurahan Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.
1.4 Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi hubungan antara peran ayah dengan penanganan
konflik remaja Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi peran ayah bagi remaja Kelurahan Padang Bulan Kecamatan

Medan Baru
2. Mengidentifikasi penanganan konflik remaja Kelurahan Padang Bulan
Kecamatan Medan Baru

Universitas Sumatera Utara

3. Mengetahui hubungan antara peran ayah dengan penanganan konflik remaja
Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru
1.5 Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Bagi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini sebagai informasi bagi keperawatan khususnya mata
kuliah keperawatan komunitas yaitu keluarga.
2. Bagi penelitian keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang
hubungan peran ayah dengan penanganan konflik remaja dan sebagai informasi
untuk penelitian yang berkaitan dengan keperawatan komunitas.

Universitas Sumatera Utara