Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Pematangsiantar Tahun 2010-2015 (Pada Sektor Kesehatan)

BAB II
KERANGKA TEORI

Teori dapat dikatakan sebagai unsur penelitian yang paling besar perannya
dalam penelitian. Teori memberikan landasan dan titik tolak kepada peneliti
dalam mencoba menerangkan dan menelaah masalah atau fenomena yang terjadi
sehingga menjadi lebih sistematis. Menurut Kerlinger dalam Efendi (2012:35)
mendefenisikan teori sebagai serangkaian asumsi, konsep, konstruk, defenisi dan
proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
mengkonstruksikan hubungan antar konsep dan proposisi dengan menggunakan
asumsi dan logika tertentu.
Menurut Erlina (2011:33) kerangka teori adalah suatu model yang
menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting
yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka teori akan
menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian, yaitu antara
variabel bebas dan variabel terikat.
Menurut Hasan (2002:47) Landasan teori merupakan bagian dari
penelitian yang memuat teori-teori yang berasal dari studi kepustakaan yang
berfungsi sebagai kerangka teori dalam menyelesaikan penelitian. Landasan teori
ini, sering disebut juga sebagai kerangka teori atau tinjauan pustaka.
Dengan demikian, dalam kerangka teori ini dikemukakan atau diberikan

penjelasan mengenai variabel-variabel yang diteliti, melalui pendefenisian dan
uraian yang lengkap serta mendalam sehingga dapat membantu memberikan

11
Universitas Sumatera Utara

referensi dalam penelitian. Dalam penelitian ini, adapun kerangka teori yang
digunakan adalah sebagai berikut:
2.1 Pembangunan
Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan
orang yang lain. Todaro dalam Arifin (2008:40) mendefenisikan pembangunan
sebagai suatu proses multidemensial yang meliputi perubahan-perubahan struktur
sosial, sikap masyarakat, lembaga-lembaga nasional, sekaligus peningkatan
pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan.
Dengan demikian pembangunan dapat dipahami sebagai suatu proses yang
berdimensi jamak yang berarti bukan hanya terfokus kepada kegiatan-kegiatan
ekonomi saja melainkan mencakup kegiatan non ekonomi juga.
Berdasarkan defenisi di atas Todaro dalam Arifin (2008:40-41)
memberikan beberapa implikasi bahwa:
1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income, tetapi juga

pemerataan.
2. pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan seperti
peningkatan:
a.

Life Sustenance : Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.

b.

Self-Esteem : Kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang
memiliki harga diri, bernilai dan tidak diisap orang lain.

c.

Freedom From Servitude : Kemampuan untuk melakukan berbagai
pilihan dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain.

12
Universitas Sumatera Utara


Menurut Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan
sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang
berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan
pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation
building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian
yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang
lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Kemudian Bryant dan White dalam Arifin (2008:41-42) mencoba
menegaskan bahwa pembangunan mengandung implikasi yaitu:
1. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia,
baik individu maupun kelompok.
2. Pembangunan

berarti

mendorong

tumbuhnya

kebersamaan


dan

pemerataan sistem nilai dan kesejahteraan.
3. Pembangunan

berarti

menaruh

kepercayaan

kepada

masyrakat

membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada
padanya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesepakatan yang
sama, kebebasan memilih, dan kekuasaan untuk memutuskan.
4. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun

secara mandiri.
5. Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang satu
terhadap

yang

lain

dengan

menciptakan

hubungan

saling

menguntungkan dan saling menghormati.

13
Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan pengertian pembangunan menurut para ahli di atas, dapat
dikatakan bahwa pembangunan merupakan suatu proses yang berdimensi
jamak yakni berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, dan politik, serta
dilakukan secara sadar melalui proses yang disusun terencana menuju
perubahan ke arah yang dianggap lebih baik.
Kemudian mengenai ukuran keberhasilan pembangunan, Fatah dalam
Safi’i (2009:29) menyatakan bahwa pengukuran keberhasilan pembangunan
harus melewati dua tahap, yaitu tahapan identifikasi target pembangunan dan
tahapan agregasi karakteristik target pembangunan. Tahapan indentifikasi
target pembangunan diperlukan agar dapat menentukan secara jelas siapa yang
akan menikmati hasil pembangunan dan bagaimana upaya-upaya yang dapat
dilakukan agar hasil pembangunan tersebut benar-benar dinikati oleh mereka
yang berhak. Pada tahapan agregasi karakteristik target pembangunan
diperlukan untuk menjaga agar ketika skala kegiatan pembangunan diperluas,
target yang dituju tetap memenuhi karakteristik dan kriteria yang ditetapkan
pada tahapan indentifikasi.
Di Indonesia, beberapa jenis ukuran keberhasilan pembangunan yang
banyak digunakan dalam masyarakat adalah: (Safi’i 2009:27)
1.


Berdasarkan pendapatan dan nilai produksi, seperti Produk Domestik
Bruto (PDB) pertumbuhan ekonomi, dan pendapatan per kapita,
distribusi pendapatan.

2.

Berdasarkan

investasi,

seperti

tingkat

investasi,

jumlah

PMA


(Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam

14
Universitas Sumatera Utara

Negeri), dan Jumlah FDI (Foreign Direct Invesment), yaitu investasi
langsung oleh pihak asing.
3.

Berdasarkan kemiskinan dan pengentasannya, seperti jumlah penduduk
miskin, tingkat kecukupan pangan (2100 kilokalori intake), tingkat
kecukupan 52 jenis komoditaspangan, tingkat pemenguhan kebutuhan
dasar sembilan bahan pokok (BPN), Proverty Gap dan Severity Index,
serta metode RAO (16 kg beras dikali 1,25 kemudian dibagi dengan
rata-rata rasio pangan terhadap pengeluaran total).

4.

Berdasarkan keadaan sosial dan kelestarian lingkungan, seperti tingkat

pendidikan (untuk berbagai level dan kombinasinya), tingkat kesehatan
(meliputi kesehatan ibu dan anak dan akses kepada fasilitas hidup yang
sehat), tingkat dan kualitas lingkungan (meliputi tingkat pencemaran
berbagai aspek, tingkat kerusakan hutan, tingkat degrasasi lahan, dan
seterusnya).

2.2 Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan dapat berarti hal yang berbeda bagi orang yang
berbeda. Menurut Moetkijat menyebutkan delapan perumusan tentang arti
perencanaan. Empat diantarnya dikutip dalam Robinson (2006:4), yakni:
1.

Perencanaan adalah hal memilih dan menghubungkan fakta-fakta
serta hal membuat dan menggunakan dugaan-dugaan mengenai masa
yang akan datang dalam hal menggambarkan dan merumuskan

15
Universitas Sumatera Utara

kegiatan-kegiatan yang diusulkan, yang dianggap perlu untuk

mencapai hasil-hasil yang diinginkan.
2.

Perencanaan adalah suatu usaha untuk membuat suatu rencana
tindakan, artinya menentukan apa yang dilakukan, siapa yang
melakukan, dan dimana hal itu dilakukan.

3.

Perencanaan adalah penentuan suatu arah tindakan untuk mencapai
suatu hasil yang diinginkan.

4.

Perencanaan adalah suatu penentuan sebelumnya dari tujuan-tujuan
yang diiginkan dan bagaimana tujuan tersebut harus dicapai.

Kemudian Conyers dan Hills dalam Arsyad (2002:19) mendefenisikan
perencanaan sebagai suatu proses yang bersinambung yang mencakup keputusankeputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sember daya untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu dimasa yang akan datang.

Berdasarkan defenisi tersebut, Arsyad (2002:19-20) berpendapat terdapat
empat elemen dasar dalam perencanaan, yakni:
1. Merencanakan berarti memilih
2. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya
3. Perencanaan merupakan alat mencapai tujuan
4. Perencanaan untuk masa depan
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat dikatakan bahwa perencanaan
adalah proses penetapan tujuan dan perumusan langkah-langkah dengan
memperhatikan dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia sebagai usaha
mempermudah tercapainya tujuan.

16
Universitas Sumatera Utara

Kemudia menurut Sitanggang (1999:65-73) di dalam suatu proses
perencanaan terdapat empat unsur pokok, yakni sebagai berikut:
1. Tujuan, adalah suatu (objek) yang ingin dicapai baik yang bersifat benda
yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang menjadi landasan dan
arah dari semua langkah dan kegiatan organisasi. Tujuan merupakan titik
tolak dari semua proses perencanaan, maka harus diformulasikan dengan
bahasa yang jelas dan mudah dimengerti. Oleh sebeb itu menentukan
tujuan tidak dilakukan secara mendadak tetapi ditentukan melalui tiga
tahap analisis, yakni sebagai berikut:
a. Bermula dari adanya keinginan yang hendak dicapai, kemudian
dipertimbangkan secara berulang-ulang dengan memperhitungkan
harga, waktu, resiko, dan lain-lain.
b. Gagasan tersebut kemudian diletakkan sebagai tujuan yang
sesungguhnya, tetapi baru bersifat hipotesis yang harus dibuktikan
kelaikannya melalui analisis harga, waktu, ataupun teknologi.
c. Formulasi tujuan, setelah keinginan dibuktikan kebenarannya
melalui analisis, tugas selanjutnya adalah memformulasikan tujuan
dan bagian-bagian pokok tujuan serta persyaratannya dengan cara
sederhana dan mudah dimengerti orang lain.
2. Data dan Informasi, data adalah keterangan atau informasi mengenai
seseuatu yang di dalam perencanaan dianggap sebagai dasar untuk
melakukan pertimbangan dalam menentukan tujuan dan kebijakan. Data
tidak hanya perlu untuk menyusun perencanaan tetapi juga pada tingkat

17
Universitas Sumatera Utara

pengendalian, penyesuaian perecanaan, dan evaluasi. Data tersebut
dipisah-pisah dan dianalisis sesuai dengan keperluannya.
3. Analisis, adalah suatu kegiatan mempelajari objek atau masalah melalui
pemikiran yang logis, meliputi keadaan dan unsur-unsurnya, tatanan dan
keterkaitan baik yang bersifat nyata maupin tidak nyata, bersifat internal
mapun eksternal, teknis dan non teknis, vertikal dan horisontal.
4. Kebijaksanaan, adalah ketentuan konsepsional yang bersifat menyeluruh
mengenai cara dan langkah-langkah yang akan dilakukan memecahkan
permasalahan atau upaya untuk mencapai tujuan. Kebijakan belum
merupakan suatu patokan yang siap untuk dilaksanakan, tetapi lebih
bersifat sebagai rambu-rambu pembatas mengenai arah dan syarat-syarat
yang tidak dapat dilanggar. Dengan demikian kebijakan meliputi:
a. Menentukan batas-batas objek atau tujuan
b. Menentukan persyaratan mengenai cara yang dapat digunakan
c. Memberikan ketentuan tentang hubungan keseimbangan anatara
tujuan dan sasaran dengan sistem yang dipakai.
d. Menentukan arah dan motivasi
e. Menentukan langkah-langkah prioritas
Sementara menutut Tjokroamidjojo dalam Arifin (2008:70), menyatakan
bahwa unsur-unsur pokok yang menjadi komponen perencanaan, yaitu :
a. Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan, yang
sering pula disebut tujuan, arah dan prioritas pembangunan.

18
Universitas Sumatera Utara

b. Adanya kerangka rencana yang menunjukkan hubungan variabelvariabel pembangunan dan implikasinya
c. Perkiraan sumber-sumber pembangunan terutama pembiayaan
d. Adanya

kebijaksanaan

yang

konsisten

dan

serasi,

seperti

kebijaksanaan fiskal, moneter, anggaran, harga, sektoral dan
pembangunan daerah
e. Adanya program investasi yang dilakukan secara sektoral

T. Hani Handoko dalam Arifin (2008:59) mengemukakan dua alasan dasar
perlunya perencanaan, yakni:
1.

Perencanaan dilakukan untuk mencapai “protective benefits” yang
dihasilkan dari pengurangan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam
pembuatan keputusan.

2.

Perencanaan dilakukan untuk mencapai “positive benefits” dalam
bentuk meningkatnya sukses pencapaian tujuan organisasi.
Dalam perencanaa pembangunan, suatu perencanaan sangat dibutuhkan

untuk menyesuaikan tujuan dari pembangunan dengan ketersedian dari
berbagai sumber daya dan unsur-unsur terkait lainnya yang diperlukan.
Perencanaan pembangunan merupakan tahap awal dalam suatu kegitan
pembangunan yang digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam melakukan
kegiatan

pembangunan.

Widodo

(2006:9-10)

memberikan

alasan

diperlukannya perencanaan dan proses pembangunan, yakni:

19
Universitas Sumatera Utara

1. Perkembangan

teknologi

dan

ilmu

pengetahuan

menyebabkan

perubahan yang sangat cepat di dalam masyarakat. Cepatnya perubahan
yang dialami oleh masyarakat ini memiliki dampak tersembunyi yang
bisa sangat merusak tatanan yang dimiliki oleh masyarakat.
2. Perencanaan merupakan tahap yang penting apabila dilihat dari dampak
pembangunan yang akan muncul setelah proses tersebut selesai.
Dampak buruk dari sebuah prose pembangunan seringkali menjadi
sesuatu hal yang sulit untuk diperbaiki mengingat proses tersebut telah
melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaannya.
3. Proses pembangunan yang dilakukan tentu saja memiliki keterbatasan
waktu pelaksanaan, biaya serta ruang lingkup pelaksanaannya. Tanpa
adanya perencanaan pembangunan yang akurat, pembangunan mungkin
dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama meskipun sebenarnya
pelaksanaannya dapat diselesaikan dalam waktu singkat.
Menurut Arthur W. Lewis dalam Sjafrizal (2009:15) perencanaan
pembangunan merupakan tahap awal dalam proses pembangunan, dengan
demikian perencanaan pembangunan menjadi pedoman dan dasar dalam
pelaksanaan pembangunan. Kemudian M. L Jhingan dalam Sjafrizal (2009:16)
memberikan defenisi yang lebih konkrit tentang perencanaan pembangunan
yakni merupakan pengendalian danpengaturan perekonomian dengan sengaja
oleh suatu penguasa (pemerintah) pusat untuk mencapai suatu sasaran dan
tujuan tertentu di dalam jangka waktu tertentu pula.”

20
Universitas Sumatera Utara

Tjokrowinoto dalam Arifin (2008:106) memberikan makna perencanaan
pembangunan sebagai konsep yang menyangkut dua aspek yaitu:
1. Sebagai suatu proses perumusan rencana pembangunan, berkaitan dengan
aktivitas bagaimana sebuah perencanaan pembangunan disusun, kapan dan
siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyusunan perencanaan
tersebut.
2. Sebagai substansi rencana pembangunan itu sendiri, berkaitan dengan isi
dari rencanan pembangunan yang telah disusun.
Sedangkan menurut Riyadi & Deddy Supriady B. (2005:7) mengartikan
perencanaan pembangunan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif
atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang
akan

digunakan

sebagai

bahan

untuk

melaksanakan

suatu

rangkaian

kegiatan/aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun
nonfisik (mental spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik.
Tjokroamidjojo dalam Arifin (2008:67-68) mengatakan yang menjadi ciriciri atau indikator sebuah perencanaan pembangunan secara umum yaitu:
1.

Merupakan suatu

usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk

mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap (steady social
economic growth). Hal ini dicerminkan dalam usaha peningkatan
produksi nasional, berupa tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang
positif.
2.

Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan
pendapatan per kapita. Ciri ini adalah kelanjutan dari ciri yang

21
Universitas Sumatera Utara

pertama. Laju pertumbuhan ekonomi yang positif, yaitu setelah
dikurangi dengan laju pertumbuhan penduduk menunjukkan pula
kenaikan pendapatan perkapita.
3.

Usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi. Hal ini
disebabkan

oleh

karena

pada

umumnya

negara-negara

baru

berkembang struktur ekonominya lebih cenderung ke arah agraris,
dan

hal

ini

menyebabkan

terdapatnya

kelemahan-kelemahan

konjungtural. Oleh karena itu diusahakan lebih adanya keseimbangan
dalam

struktur

ekonomi,

lebih

adanya

keseimbangan

antara

sumbangan sektor agraria terhadap produksi nasional dengan
sumbangan-sumbangan sektor lain terutama industri terhadap
produksi nasional.
4.

Usaha perluasan kesempatan kerja. Selain untuk menanggulangi
adanya pengangguran, hal ini juga bertujuan untuk menampung
masuknya golongan usia kerja baru dalam kehidupan ekonomi.

5.

Usaha pemerataan pembangunan (distributive justice). Pemerataan ini
ditujukan kepada pemerataan pendapatan antara golongan-golongan
dalam masyarakat dan pemerataan pembangunan antara daerah-daerah
dalam negara. Hal yang penting lainnya dalam pembangunan adalah
adanya upaya menumbuhkan rasa keadilan dalam bentuk keadilan
sosial (social justice).

6.

Usaha pembinaan lembaga-lemabaga ekonomi masyarakat yang lebih
menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan

22
Universitas Sumatera Utara

7.

Usaha untuk mengupayakan kemampuan membangun secara bertahap
lebih didasarkan kepada kemampuan nasional (dalam artian tidak
terlalu menggantungkan terhadap pinjaman luar negeri)

8.

Usaha secara keberlanjutan dalam menjaga stabilitas ekonomi.

Selanjutnya Widodo (2006:13) menyebutkan ciri yang melekat dalam
perencanaan pembangunan adalah:
1. Perencanaan yang berisi upaya untuk mencapai perkembangan ekonomi
yang kuat yang akan tercermin dalam pertumbuhan ekonomi yang
positif.
2. Berisi upaya untuk meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat.
3. Berupaya untuk melakukan perubahan struktur perekonomian
4. Bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat.
5. Terjadinya pemerataan pembangunan (distributive justice).
Sesuai dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 dalam Sjafrizal
(2009:21), Adapun yang menjadi tujuan dan fungsi pokok perencanaan
pembangunan adalah:
1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan.
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar daerah,
waktu dan fungsi pemerintah, baik pusat maupun daerah.
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan.
4. Mengoptimalkan

partisipasi

masyarakat

dalam

perencanaan

pembangunan.

23
Universitas Sumatera Utara

5. Menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif,
dan adil.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa perencanaan pembangunan
merupakan tahapan awal dalam kegiatan pembangunan, yang berarti dijadikan
sebagai pedoman dalam melaksanakan pembangunan. Dalam hubungannya
dengan daerah yang merupakan wilayah pembangunan muncul konsep
perencanaan pembangunan daerah.
Dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencanana Pembangunan
Daerah dikatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses
penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku
kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang
ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan
wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Riyandi dan Supriyadi, perencanaan pembangunan daerah adalah
suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan
perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas
masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah atau daerah tertentu,
dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber yang ada, dan
harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetapi berpegang
pada azas prioritas. Kemudian Wrihatnolo dan Nugroho dalam Arifin (2008:107),
menyatakan

bahwa

secara

umum

perencanaan

pembangunan

daerah

didefeinisikan sebagai proses dan mekanisme untuk merumuskan rencana jangka

24
Universitas Sumatera Utara

panjang, menengah, dan pendek di daerah yang dikaitkan pada kondisi, aspirasi,
dan potensi daerah dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam rangka
menunjang pembangunan nasional.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dikatakan perencanaan
pembangunan daerah merupakan suatu usaha yang dilakukan dalam rangka
menuju kearah perkembangan yang lebih baik dengan menggunakan dan
memanfaatkan sumberdaya yang tersedia, dibatasi dalam lingkungan wilayah/
daerah dan jangka waktu tertentu.
Untuk menghindari permasalahan-permasalahan yang mungkin muncul dalam
perencanaan pembangunan, ada beberapa aspek yang perlu mendapatkan
perhatian

agar

perencanaan

pembangunan

dapat

menghasilkan

rencana

pembangunan yang baik serta dapat diimplementasikan di lapangan. Menurut
Ryadi dan Supryadi yang diktutip dalam Arifin (2008:110-115), Adapun aspekaspek tersebut, antara lain :
1. Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan perlu diperhatikan secara serius oleh setiap
perenacana pembangunan. Hal ini penting karena lingkungan
memiliki dampak yang sangat besar terhadap berhasil-tidaknya
program pembangunan. Pembangunan yang kurang memperhatikan
masalah lingkungan akan memiliki nilai relevansi yang rendah
terhadap perubahan, terutama yang terkait dengan masalah-masalah
kemasyarakatan

sebagai

ornamen

penting

dalam

proses

pembangunan.

25
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan ruang lingkupnya, aspek lingkungan dapat terbagi
menjadi

pertama, lingkungan

dua bagian,

internal,

yakni

lingkungan yang berada di dalam “populasi’ dimana dalam
perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan; kedua, lingkungan
eksternal, yakni lingkungan yang berada diluar “populasi” tetapi
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap tingkat keberhasilan
suatu program pembangunan. Aspek-aspek lingkungan ini dapat
meliputi bidang-bidang sosial, ekonomi, budaya, politik.
2. Aspek Potensi Dan Masalah
Potensi dan masalah merupakan dua hal yang sangat penting dan
perlu diketahui oleh setiap perencana dalam upaya menyusun
perencanaan pembangunan daerah. Potensi dan masalah merupakan
fakta yang ada dilapangan dan sangat berpengaruh terhadap proses
pembangunan, bahkan hal tersebut menjadi suatu pijakan awal
dalam proses penyusunan perencanaan.
3. Aspek Institusi Perencana
Institusi

perencana

adalah

organisasi

pemerintah

yang

bertanggungjawab melakukan perencanaan pembangunan daerah.
Karena pembangunan pada dasarnya merupakan tugas pemerintah
dalam

rangka

memenuhi

kewajiban-kewajibannya

kepada

masyarakat, maka hal ini perlu dilaksanakan mulai dari
perencanaan hingga evaluasinya.

Dalam konteks perencanan

pembangunan daerah, organisasi/institusi perencana hendaknya

26
Universitas Sumatera Utara

dikoordinasikan oleh suatu instansi tersendiri. Hal ini penting
karena perencanaan pembangunan daerah merupakan pekerjaan
yang sangat kompleks dilihat dari segi permasalahan maupun
kebutuhan, sehingga diperlukan satu institusi yang bertanggung
jawab untuk melaksanakannya/ mengkoordinasikannya.
Institusi perencana harus benar-benar berperan sebagai pelaksana
fungsi manajemen dalam bidang perencanaan dan bertanggung
jawab secara penuh atas hasilnya sebagai wujud pengejewantahan
dari pelaksanaan manajemen pembangunan. Institusi perencana
harus

mampu

mengkoordinasikan

proses

perencanaan

pembangunan daerah secara intensif dan menyeluruh, serta
senantiasa

melakukan

kajian-kajian/analisis

dalam

rangka

mengevaluasi hasil-hasil perencanaan yang telah dirumuskan.
Dalam hal ini institusi perencana tidak hanya bertindak sebagai
‘penampung’ berbagai usulan/rencana dari institusi teknis lainnya,
melainkan harus mampu bertindak sebagai “motor” penggerak
yang dapat mengakomodir, menganalisis, menjabarkan berbagai
permasalahan dan kepentingan-kepentingan yang berbeda menuju
suatu konsensus bersama dalam wujud hasil rumusan hasil
perencanaan pembangunan daerah. oleh karena itulah pemahaman
tentang kerangka institusi perencana menjadi sangat penting.
4. Aspek Ruang Dan Waktu

27
Universitas Sumatera Utara

Perencanaan pembangunan daerah merupakan salah satu tahapan
dalam proses pembangunan daerah. Oleh karena itu, sebagai suatu
tahapan tentunya ia akan terikat oleh suatu dimensi yang disebut
dengan dimensi ruang dan waktu. Ini berati bahwa perencanaan
pembangunan daerah sebagai suatu tahapan dalam proses
pembangunan

memiliki

keterkaitan

dengan

tahapan-tahapan

berikutnya bahkan dapat menjadi landasan awal bagi pelaksanaan
tahapan berikutnya.
Aspek ruang dan waktu harus jelas menggambarkan suatu
kebutuhan dalam timing yang tepat tentang kapan perencanaan
pembangunan daerah mulai disusun, kapan mulai diberlakukan,
untuk berapa lama masa pemberlakuannya, serta kapan dilakukan
evaluasi atau perencanaan ulang (replanning).
5. Aspek Legalisasi Kebijakan
Dalam perencanaan pembangunan daerah, masalah legalisasi
kebijaksanaan memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya
dibandingkan dengan aspek-aspek lainnya. Aspek ini menjadi
penting ketika hasil perencanaan pembangunan daerah dipandang
sebagai suatu keputusan dari suatu kebijakan yang harus
dilaksanakan. Pelanggaran terhadap hasil suatu perencanaan dapat
dipandang

sebagai

tindakan

penyelewengan

yang

dapat

mengakibatkan implikasi hukum terhadap para pelanggarnya.
Dengan adanya legalisasi kebijakan terhadap hasil perencanaan

28
Universitas Sumatera Utara

pembangunan daerah, implementasinya harus sesuai dengan
batasan-batasan

yang

telah

ditetapkan

dalam

perencanaan

tersendiri. Hal ini penting untuk menghindari atau meminimalkan
ekses yang timbul sebagai dampak sebagai suatu proses
pembangunan.
Selanjutnya menurut Blakely dalam Widodo (2006:49-50), ada enam
tahapan dalam perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang meliputi:
1. Pengumpulan dan analisis data.
2. Pemilihan strategi pembangunan daerah.
3. Pemilihan proyek-proyek pembangunan.
4. Pembuatan rencana tindakan.
5. Penentuan perincian proyek.
6. Persiapan perencanaan secara keseluruhan dan implementasi.

Tabel 2.1
Proses Perencanaan Pembangunan Daerah
Tahap
I

II

III

Tugas
Pengumpulan dan Analisis data:
a. Penentuan basis ekonomi
b. Analisis struktur tenaga kerja
c. Evaluasi kebutuhan tenaga kerja
d. Analisis peluang dan kendala pembangunan
e. Analisis kepastian kelembagaan
Pemilihan strategi pembangunan daerah:
a. Penentuan tujuan dan kriteria
b. Penentuan kemungkinan-kemugkinan tindakan
c. Penyusunan target strategi
Pemilihan proyek-proyek pembangunan:
a. Identifikasi proyek potensial
b. Penilaian kelayakan proyek

29
Universitas Sumatera Utara

IV

Pembuatan rencana tindakan:
a. Prapenilain hasil proyek
b. Pengembangan input proyek
c. Penentuan alternatif sumber pembiayaan
d. Indentifikasi struktur proyek
V
Penentuan perincian proyek:
a. Pelaksanaan studi kelayakan secara terperinci
b. Penyiapan rencana bisnis (Business Plan)
c. Pengembangan, pengawasan, dan penilaian program
VI
Persiapan perencanaan secara keseluruhan dan implementasi:
a. Persiapan jadwal implementasi rencana proyek
b. Penyusunan rencana program pembangunan secara
keseluruhan
c. Targeting dan marketing aset-aset masyrakatat
d. Pemasaran kebutuha keuangan
Sumber: Blakely dalam Kuncoro (2009:54)
Selanjutnya (Arsyad 1999, Kunarjo 1992, Munir 2002) dalam Widodo
(2006:42-45) mengelompokkan beberapa macam perencanaan pembangunan
daerah, yaitu:
1. Berdasarkan jangka waktu:
a. Perencanaan

jangka

panjang

(persfektif),

yakni

biasanya

mempunyai rentang waktu antara 10-25 tahun.
b. Perencanaan jangka menegah, yakni berkaitan dengan tujuan yang
hendak di capai dalam jangka menengah, biasanya mempunyai
rentang waktu 4-6 tahun.
c. Perencanaan jangka pendek, yakni mempunyai rentang waktu satu
tahun, perencanaan ini sering disebut juga perencanaan operasional
tahunan.
2. Berdasarkan alokasi sumber daya:

30
Universitas Sumatera Utara

a. Perencanaan keuangan, yaitu merupakan teknik perencanaan yang
berkaitan

dengan

pengalokasian

dana

(uang).

Keuangan

merupakan kunci pokok implementasi perencanaan ekonomi.
b. Perencanaan

fisik,

yaitu

usaha untuk

menjabarkan

usaha

pembangunan melaui pengalokasian faktor-faktor produksi dan
hasil

produksi

sehingga

memaksimalkan

pendapatan

dan

pekerjaan.
3. Berdasarkan arus informasi:
a. Perencanaan sentralistik (top-down), yakni keseluruhan proses
perencanaan suatu negara berada di bawah badan perencana pusat.
Badan perencana pusat mengendalikan setiap aspek pembangunan,
menetapkan harga semua produk dan upah tenaga kerja.
b. Perencanaan desentralistik (bottom-up), yakni mengacu pada prose
pelaksanaan rencana dari bawah. Rencana pada dasarnya
dirumuskan oleh badan perencana pusat setelah berkoordinasi dan
berkonsultasi dengan berbagai unit administrasi negara, dengan
memperhatikan secara cermat rencana daerah. rencana pada tingkat
daerah memperhatikan potensi dan kondisi daerah serta aspirasi
masyarakat.
4. Berdasarkan tingkat keluwesan:
a. Perencanaan indikatif, yakni perencanaan yang bersifat luwes,
pemerintah memberikan ransangan dan pedoman kepada sektor
swasta.

31
Universitas Sumatera Utara

b. Perencanaan imperatif, yakni semua kegiatan dan sumber daya
ekonomi berjalan menurut komando negara. Adanya pengawasan
menyeluruh oleh negara terhadap faktor produksi.
5. Berdasarkan sistem ekonomi:
a. Perencanaan dalam kapitalisme, yakni tidak difokuskan pda
perencanaan yang terpusat, alat-alat produksi bisa dimiliki secara
pribadi, harga ditentukan oleh kekuatan pasar.
b. Perencanaan dalam sosialisme, yakni direncanakan pada rencana
yang terpusat, dalam arti ada peguasa atau badan perencana yang
terpusat yang merumuskan rencana secara keseluruhan.
c. Perencanaan dalam ekonomi campuran, yakni sistem perencanaan
yang membagi sektor perekonomian ke sektor pemerintah dan
sektor swasta.
6. Berdasarkan sifat perencana
a. Perencanaan dengan komando, yakni perencanaan yang menuntut
adanya libralisme. Pada sistem ini pemerintah pusat merencanakan,
mengatur, dan memerintahkan pelaksanaan rencana sesuai dengan
sasaran dan prioritas yang telah ditetapkan sebelumnya.
b. Perencanaan dengan ransangan, yakni sistem perencanaan yang
demokratis. Sistem ini dilakukan dengan cara memanipulasi pasar.
Ada kebebasan berusaha, kebebasan berkonsumsi, dan kebebasan
berproduksi.
7. Berdasarkan dimensi pendekatan:

32
Universitas Sumatera Utara

a. Perencanaan

makro,

didefenisikan

sebagai

perencanaan

pembagunan nasional dalam skala makro.
b. Perencanaan

sektoral,

yakni

merupakan

perencanaan

yang

dilakukan dengan pendekatan berdasarkan sektor. Sektor adalah
kumpulan dari kegiatan atau program yang mempunyai persamaan
ciri-ciri serta tujuan.
c. Perencanaan regional, yakni perencanaan yang menitikberatkan
pada aspek lokasi dimana kegiatan dilakukan.
d. Perencanaan mikro, didefenisikan sebagai perencanaan skala rinci
dalam perencanaan tahunan yang merupakan penjabaran rencanarencana sektoral maupun regional ke dalam susunan proyek dan
kegiatan-kegiatan dengan berbagai dokumen perencanaan dan
pelanggarannya.

2.3 Kebijakan Publik
Kebijakan publik bukan merupakan kebijakan mengenai kelompok atau
orang tertentu, melainkan kebijakan publik lebih mengarah kepada penyelesaian
masalah-masalah rill yang terj adi di tengah masyarakat. Menurut Woll (dalam
Tangkilisan, 2003:2) dikatakan bahwa kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas
pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung
ataupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi tingkat kehidupan
masyarakat.

kemudian

Amir

Santoso

(dalam

Kusumanegara,

2010:3)

menggolongkan pengertian kebijakan publik dalam dua konsentrasi, yaitu:

33
Universitas Sumatera Utara

1.

Pengertian yang terkonsentrasi pada tindakan pemerintah, misalnya
dikemukakan oleh:
a. Rs. Parker, kebijakan publik adalah suatu tujuan tertentu atau
serangkaian prinsip atau tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah pada periode tertentu dalam hubungannya dengan
suatu subjek ataupun tanggapan terhadap krisis
b. Thomas R. Dye, kebijakan publik adalah apapun pilihan
pemerintah untuk melakukan tindakan atau tidak melakukan
tindakan.
c. Edward dan Sharkansky, kebijakan publik adalah apa yang
dikatakan dan dilakukan pemerintah, mencakup tujuan-tujuan,
maksud program pemerintah, pelaksana niat, dan peraturan

2.

Pengertian yang terkonsentrasi pada implementasi dan dampak kebijakan,
misalnya dikemukakan oleh:
a. Nakamura dan Smalwood, kebijakan publik adalah serangkaian
instruksi dari pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan
yang menjelaskan tujuan-tujuan dan cara-cara mencapai tujuan
itu.
b. Wildavsky, kebijakan publik merupakan suatu hipotesis yang
mengandung kondisi-kondisi awal dari aktivitas pemerintah
dan akibat-akibat yang bisa diramalkan.
Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai kebijakan publik yang

disebutkan para ahli tersebut maka dapat dikatakan bahwa kebijakan publik

34
Universitas Sumatera Utara

adalah instrumen yang digunakan oleh pemerintah yang ditujukan untuk
mengatasi dan memecahkan masalah-masalah publik baik secara langsung
ataupun melalui lembaga-lembaga yang mempengaruhi masyarakat.
Selanjutnya Charles O. Jones (dalam Tangkilisan, 2003:2) menyebutkan
bahwa kebijakan terdiri dari beberapa komponen, antara lain:
1. Goal atau tujuan yang diinginkan
2. Plans atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai
tujuan
3. Program, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan
4. Decision atau keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan
tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program
5. Efek, yaitu akibat-akibat dari program (baik disengaja maupun tidak,
primer atau sekunder)
Adapun proses kebijkan publik yang dikemukakan oleh James Anderson
dalam Subarsono (2005:12) adalah:
1.

Formulasi masalah (problem formulation): Apa masalahnya? Apa yang
membuat hal tersebut menjadi masalah? Bagaimana masalah tersebut
dapat masuk dalam agenda pemerintah?

2.

Formulasi kebijakan (Formulation): Bagaimana mengembangkan pilihanpilihan atau alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut?
Siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan?

3.

Penentuan kebijakan (Adoption): Bagaimana alternatif ditetapkan?
Persyaratan atau kriteria apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan

35
Universitas Sumatera Utara

melaksanakan

kebijakan?

Bagaimana

proses

atau

strategi

untuk

melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan?
4.

Implementasi (Implementation): Siapa yang terlibat dalam implementasi
kenijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan?

5.

Evaluasi (Evaliation): Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak
kebijakan diukur? Apa konsekuensi adanya evaluasi kebijakan? Adakah
tuntutan untuk melakukan perubahan atau pembatalan?

2.4 Evaluasi Kebijakan Publik
Evaluasi dilakukan karena tidak semua program dari kebijakan yang
dibuat berhasil dicapai, sering terjadi kegagalan-kegagalan dalam mencapai
maksud dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dunn (1999:29)
mengatakan bahwa evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai
seberapa jauh masalah telah terselesaikan, tetapi juga menyumbang pada
klarifikasi dan kritik tehadap nilai-nilai yang medasari kebijakan. Jones dalam
Tangkilisan (2003:25) mengemukakan bahwa evaluasi suatu kebijakan publik
berarti dilakukan peninjauan ulang untuk mendapatkan perbaikan dari dampak
yang tidak diinginkan.
Menurut Dunn (1999:608) secara umum istilah evaluasi dapat disamakan
dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating), dan penilaian
(assesment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan
dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan
dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Kemudia

36
Universitas Sumatera Utara

Subarsono (2005:119) memberikan pengertian evaluasi secara singkat yaitu
kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan.
Berdasarkan pendapat beberapa para ahli tersebut maka dapat dikatakan
bahwa evaluasi kebijakan adalah kegiatan menilai implementasi suatu kebijakan,
menilai sejauhmana tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai dan manfaat dari
kebijakan.
.

Dalamm Putra (2003:95) mengatakan bahwa fungsi dari evaluasi

kebijakan publik pada dasarnya ada tiga pokok:
1. Memberikan informasi yang valid tentang kinerja kebijakan. Pada fungsi
ini, evaluasi kebijakan publik akan lebih banyak meneliti pada aspek
instrumental dari kebijkan publik yang ada, ia akan melakukan evaluasi
atas penampilan atau kinerja dari proses berjalannya orgsn kebijakan
publik yang dievaluasi.
2. Untuk menilai kepantasan tujuan atau target dengan masalah yang
dihadapi. Pada fungsi ini, evaluasi kebijakan publik akan lebih
memfokuskan diri pada substansi dari kebijakan publik yang ada. Di mana
telah disadari bahwa sebuah kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk
menyelesaikan masalah publik tertentu, maka pada fungsi ini evaluasi
kebijakan akan menilai apakah tujuan yang ditetapkan kebijakan publik
tersebut benar-benar mampu menyelesaikan masalah yang ada.
3. Memberikan sumbangan pada kebijakan lain terutama dari segi
metodologinya. Pada fungsi ini, evaluasi kebijakn publik akan lebih
diupayakan untuk menghasilkan rekomendasi dari penilaian yang

37
Universitas Sumatera Utara

dilakukannya atas kebijakan yang dievaluasi. Hasil-hasil evaluasi itu
diupayakan pula agar dapat dijadikan bahan belajar bagi para pelaku
kebijakan publik yang lain, baik kebijakan lanjutan maupun kebijakan
lainnya.
Sementara Dunn (1999:609-610) mengatakan bahwa evaluasi memainkan
sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan. Pertama, evaluasi memberi
informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu
seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesepakatan telah dapat dicapai melalui
tindakan publik. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik
terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Ketiga, evalauasi
memberikan sumabangan pada metode-metode analisis kebijakan lainnya,
termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.
Selanjutnya Subarsono (2005:120-121) menyatakan bahwa evaluasi memiliki
beberapa tujuan, yakni:
1.

Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat
diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.

2.

Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat
diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.

3.

Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan
evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau
output dari suatu kebijakan.

38
Universitas Sumatera Utara

4.

Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi
ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik positif maupun
negatif.

5.

Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga betujuan
untuk

mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mugkin

terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan
pencapaian target.
6.

Sebagai bahan masukan (input)

untuk kebijakan yang akan datang.

Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses
kebijakan ke dpan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.
Dalam evaluasi kebijakan publik terdapat beberapa pendekatan, menurut
Dunn (1999:611-619) mengatakan setidaknya ada tiga pendekatan yang
digunakan dalam evaluasi, diantaranya: evaluasi semu, evaluasi formal, dan
evaluasi keputusan teoritik.
1. Evaluasi semu
Evaluasi semu adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode
deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya
mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang
manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok,
atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi yang digunakan adalah
bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang terbukti
sendiri (self ecident) atau tidak kontroversial. (Dunn:1999:613)
2. Evaluasi formal

39
Universitas Sumatera Utara

Evaluasi formal merupakan pendekatan yang menggunakan metode
deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan cepat dipercaya
mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hasil tersebut atas
dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh
pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi utama dari
evaluasi formal adalah bahwa tujuan dan target diumumkan secra formal
adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai kebijakan
program.(Dunn, 1999:613)
3. Evaluasi keputusan teoritis
Evaluasi keputusan teoritis adalah pendekatan yang menggunakan metodemetode dekriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggung
jawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit
dinilai oleh berbagai macam pelaku publik. (Dunn 1999:619)

Tabel 2.2
Pendekatan Dalam Evaluasi
Pendekatan

Tujuan

Asumsi

Evaluasi Semu

Menggunakan
metode
deskriptif
untuk menghasilkan
informasi yang valid
tentang
hasil
kebijakan

Ukuran manfaat
atau
nilai
terbukti dengan
sendirinya atau
tidak
kontroversial

Evaluasi Formal

Menggunakan
metode
deskriptif
untuk menghasilkan
informasi
yang
terpercaya dan valid

Tujuan
dan
sasaran
dari
pengambilan
kebijakan dan
administrator

Bentuk-bentuk
Utama
Ekperimentasi
sosial
Akuntansi sistem
sosial
Pemeriksaan sosial
Sintesis riset dan
praktik
Evaluasi
perkembangan
Evaluasi
eksperimental
Evaluasi
proses

40
Universitas Sumatera Utara

mengenai
hasil
kebijakan
secara
formal diumumkan
sebagai
tujuan
program kebijakan

Evaluasi
Keputusan
Teoritik

Menggunakan
metode deskriptif
untuk menghasilkan
informasi yang
terpercaya dan valid
mengenai hasil
kebijakan yang
secara eksplisit
diinginkan oleh
berbagai pelaku
kebijakan

yang
secara
resmi
diumumkan
merupakan
ukuran
yang
tepat
dari
manfaat
atau
nilai
Tujuan
dan
sasaran
dari
berbagai pelaku
yang
diumumkan
secara formal
ataupun diamdiam
merupakan
ukuran
yang
tepat
dari
manfaat
atau
nilai

retrosfektif
Evaluasi
retrosfektif

hasil

Penilaian tentang
dapat
tidaknya
dievaluasi
Analisis
utilitas
multiatribut

Sumber: Dunn, 1999:612
Selanjutnya, perlu dikembangkan beberapa kriteria atau indikator untuk
dapat melihat sekaligus menilai keberhasilan dan kegagalan suatu kebijakan yang
telah dilaksanakan. Dunn (1999:610) menyebutkan beberapa kriteria evaluasi,
antara lain:
1. Efektivitas
Dunn (1999:429) mengatakan bahwa efektivitas berkaitan dengan
apakah suatu alternatif mencapi hasil (akibat) yang diharapkan, atau
mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Efektivitas merupakan
unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan
di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif
apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan.

41
Universitas Sumatera Utara

Kriteria efektivitas menjawab pertanyaan “apakah hasil yang
diinginkan telah tercapai?”
2. Efisiensi
Dunn (1999:430) mengatakan bahwa efisiensi berkenaan dengan
jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas
tetentu. Efisiensi berhubungan dengan penggunaan sumberdaya secara
optimal untuk mecapai tujuan-tujuan tertentu. Suatu kebijakan
dikatakan efisien apabila biaya atau usaha yang dikeluarkan untuk
mencapi suatu sasaran tidak lebih besar dari sasaran yang dicapai atau
dapat dikatakan tidak terjadi pemborosan. Kriteria efisiensi menjawab
pertanyaan “seberapa banyak usaha yang diperlukan untuk mencapai
hasil yang diinginkan?”
3. Kecukupan
Dunn (1999:430) mengatakan bahwa kecukupan berkenaan dengan
seberapa jauh tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan nilai, atau
kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah. Kriteria kecukupan
menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan
hasil yang diharapkan. Kriteria kecukupan menjawab pertanyaan
“seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan
masalah?”
4. Perataan
Dunn (1999:434) mengatakan bahwa kebijakan yang berorientasi pada
perataan adalah kebijakan yang akibatnya (misalnya, unit pelayanan

42
Universitas Sumatera Utara

atau manfaat moneter) atau usaha (misalnya, biaya moneter) secara
adil disidtribusikan. Kebijakan yang dirancang untuk mendistribusikan
pendapatan, kesempatan pendidikan, atau pelayanan publik kadangkadang direkomendasikan atas dasar kriteria kesamaan. Kriteria
perataan

menjawab

pertanyaan

“apakah

biaya

dan

manfaat

didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok yang
berbeda?”
5. Responsivitas
Dunn (1999:437) menagatan bahwa responsivitas berkenaan dengan
seberapa jauh

suatu

kebijakan

dapat

memuaskan

kebutuhan,

preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Kriteri
responsivitas

menjawab

pertanyaan

“apakah

hasil

kebijakan

memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok
tertentu?”
6. Ketepatan
Dunn (1999:438) mengatakan ketepatan merujuk pada nilai dan harga
dari tujuan program dan kepada kuatnya asumsi yang melandasi
tujuan-tujuan tersebut. kriteria ketepatan menjawab pertanyaan
“apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau
bernilai?”
2.5 Rencana Pembanguna Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah merupakan penjabaran
dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah. Rencana Pembangunan

43
Universitas Sumatera Utara

Jangka Menengah Daerah memiliki periode selama lima tahun dan memuat visi,
misi, dan program kepala daerah, arah kebijakan keuangan daerah, strategi
pembangunan daerah, kebijakan umum, program SKPD dan lintas SKPD,
program kewilayahan, serta rencana kerja dalam kerangka regulasi yang bersifat
indikatif. Sesuai dengan amanat Undang-Undang N0.25 Tahun 2004 Tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional setiap kepala daerah dan wakil
kepala daerah wajib membuat, menyusun, menetapkan, dan melaksanakan
dokumen RPJMD. Melalui pelaksanaan RPJMD akan terlihat sejauh mana
kredibilitas kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih selama masa
jabatannya.
Adapun sistematika penulisan di dalam dokumen RPJMD sesuai dengan
Peraturan Menteri dalam Negeri No 54 Tahun 2010 tentang pelaksanaan Peratutan
Pemerintah No. 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,
Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah:
1.

Bab I Pendahuluan.

2.

Bab II Gambaran Umum Kondisi Daerah.

3.

Bab III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah Serta Kerangka
Pendanaan.

4.

Bab IV Analisis Isu-isu Strategis.

5.

Bab V Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran.

6.

Bab VI Strategi dan Arah Kebijakan.

7.

Bab VII Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Daerah.

44
Universitas Sumatera Utara

8.

Bab VIII Indikasi Rencana Program Prioritas yang disertai Kebutuhan
Pendanaan.

9.

Bab IX Penetapan Indikator Kinerja Daerah.

2.6 Defenisi Konsep
Dalam penelitian sosial, konsep memiliki peran yang sangat penting.
Menurut Efendi (2012:22), konsep adalah abstratksi mengenai suatu fenomena
yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian,
keadaan, kelompok, atau individu tertentu. Adapun defenisi konsep yang
digunkan dalam penelitian ini adalah:
1. Pembangunan adalah suatu proses dilakukan secara sadar dan disusun
secara terencana menuju kepada keadaan yang lebih baik, berdimensi
jamak yakni berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, dan politik.
2. Perencanaan Pembangunan Daerah adalah penyusunan tahapantahapan

kegiatan,

melibatkan

masyarakat,

memanfaatkan

dan

mengalokasikan sumber daya yang tersedia guna meningkatkan
kesejahteraan dalam suatu lingkup wilayah atau daerah dan dalan
jangka waktu tertentu.
3. Evaluasi Kebijakan Publik adalah kegiatan peninjauan ulang, penilaian
terhadap kebijakan publik mengenai manfaat suatu kebijakan dan
sejauhmana tujuan telah tercapai sekaligus berisi tentang kritik dan
saran guna perbaikan-perbaikan. Evaluasi kebijakan publik yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah evaluasi pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah Kota Pematangsiantar Tahun 2010-2015 dengan

45
Universitas Sumatera Utara

memperhatikan variabel yang dikemukakan oleh William N. Dunn,
yaitu:
a. Efektivitas
b. Efisiensi
c. Kecukupan
d. Perataan
e. Responsivitas
f. Ketepatan

2.7 Defenisi Operasional
Adapun defenisi operasional yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
adalah:
1. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran
yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun
program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti
yang telah ditentukan. Kriteria efektivitas menjawab pertanyaan “apakah
hasil yang diinginkan telah tercapai?”
2. Efisiensi, yakni Efisiensi berhubungan dengan penggunaan sumberdaya
secara optimal untuk mecapai tujuan-tujuan tertentu. Suatu kebijakan
dikatakan efisien apabila biaya atau usaha yang dikeluarkan untuk
mencapi suatu sasaran tidak lebih besar dari sasaran yang dicapai atau
dapat dikatakan tidak terjadi pemborosan. Kriteria efisiensi menjawab

46
Universitas Sumatera Utara

pertanyaan “seberapa banyak usaha yang diperlukan untuk mencapai
hasil yang diinginkan?”
3. Kecukupan, yakni berkaitan dengan apakah hasil dari suatu kebijakan
dirasakan oleh stakeholder.
4. Perataan, yakni berkaitan dengan apakah hasil dari suatu kebijakan dapat
didistribusikan secara merata, bukan hanya kepada indvidu atau kelompok
tertentu saja.
5. Responsivitas, yakni berkaitan dengan apakah hasil dari suatu kebijakan
dapat dirasakan oleh kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat
secara khusus.
6. Ketepatan, yakni berkaitan dengan apakah tujuan dari kebijakan yang telah
disusun benar-benar berguna dan bernilai.

47
Universitas Sumatera Utara