Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara, 28,23 %
masyarakatnya bermatapencaharian sebagai nelayan. Adapun rincian persentase
dari setiap jenis mata pencaharian di Desa Perupuk sebagai berikut :
Tabel 1 : Mata pencaharian penduduk Desa Perupuk
Mata pencaharian

Jumlah

Persentase

Petani

654

38,79 %

Nelayan


476

28,23 %

Buruh

129

7,65 %

Jasa

98

5,81%

Pedagang

97


5,75 %

Industri rumah tangga

66

3,91 %

Pegawai negeri sipil

57

3,38 %

Karyawan

23

1,36 %


Lain-lain

86

5,11 %

Jumlah

1.686

100 %

(Sumber : Profil Desa Perupuk Tahun 2015)
Pada tabel 1, dapat disimpulkan bahwa penduduk desa Perupuk,
bermatapencaharian petani lebih tinggi dibandingkan nelayan. Meskipun
demikian, kemiskinan lebih nyata tampak pada kehidupan nelayan. Kusnadi

11
Universitas Sumatera Utara


(2000) dalam Winahyu dan Santiasih, mempertegas bahwa dibandingkan dengan
sektor pertanian sekalipun, nelayan, khususnya nelayan buruh dan kecil atau
nelayan tradisional, dapat digolongkan sebagai lapisan sosial yang paling miskin.
Masyarakat petani di desa Perupuk lebih mampu dilihat dari sosial ekonomi
dibandingkan masyarakat nelayan. Keluarga petani dapat membeli barang-barang
berharga bahkan membangun rumah saat musim panen tiba dan dapat menumpuk
bahan pangan sesuai keperluan, sedangkan keluarga nelayan tradisional
pendapatannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut
Kusnadi(2005) nelayan merupakan salah satu bagian dari anggota masyarakat
yang mempunyai tingkat kesejahteraan paling rendah. Dengan kata lain,
masyarakat nelayan adalah masyarakat paling miskin dibanding anggota
masyarakat subsisten lainnya.Berdasarkan dari data penyandang kesejahteraan
sosial yang didaptakan dari Kantor Dinas Sosial Kabupaten Batu Bara , jumlah
fakir miskin yakni 280KK (16,49 %) dari 1.697 jumlah KK.
Desa Perupuk merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Batu
Bara yang masih terdapat nelayan tradisional yang tersebar di 4 Dusun, yaitu
Dusun VIII, IX, X, dan XI dari 13 Dusun.Alat tangkap yang digunakan adalah
jaring selapis atau lebih dikenal jaring udangoleh masyarakat Desa Perupuk.
Teknologi yang digunakan nelayan tradisional di Desa Perupuk masih memakai

teknologi penangkapan ikan yang sangat sederhana, adapun peralatan yang di
pakai meliputi:
1. Sampan kecil, sampan yang digunakan pada umumnya berbahan kayu
yang berukuran panjang 4-5 meter dan lebar 0,5-1 meter. Dengan tenaga
penggeraknya memakai mesin tempel dan dayung yang terbuat dari kayu.

12
Universitas Sumatera Utara

Nelayan tradisional Desa Perupuk, pergi melaut bersifat perorangan,
dikarenakan kecilnya ukuran sampan, muatan 1 - 2 orang.
2. Jaring, jaring digunakan untuk proses penangkapan ikan dilaut. Jaring
yang dipakai nelayan tersebut adalah dengan jaring Udang/ikan selapis.
Matrusubroto dalam Fajriadi (2013), bahwa hampir 90% nelayan di
Indonesia masih berskala kecil dan lebih dari 60% dari mereka hidup di bawah
garis kemiskinan, hal tersebut juga terjadi dalam kehidupan nelayan di Desa
Perupuk. Ini artinya bahwa sebagian besar nelayan masih nelayan tradisional,
karena mereka masih menggunakan perahu-perahu kecil untuk mencari ikan dan
hasil yang didapat biasanya juga untuk memenuhi kebutuhan primer sehari-hari.
Dengan permodalan yang terbatas membuat para nelayan tradisional di

desa Perupuk tidak tersentuh peralatan tangkap yang modern.Nelayan tidak
memiliki penghasilan yang tetap, penghasilan para nelayan sangat bergantung
pada hasil tangkapan ikan.Pada umumnya nelayan jaring udang pada saat angin
kencang pulang dengan tangan kosong karena tidak bisa melabuhatau menebar
jaring dan bahkan tidak bisa pergi melaut saat pasang mati (musim paceklik).
Pada saat nelayan tidak berhasil mendapatkan ikan maka mereka tidak
akan mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan bahkan
tidak jarang nelayan tradisional jaring udang di desa Perupuk pulang dengan
pendapatan dibawah 20.000 ribu perhari. Jika di kalkulasikan jumlah penghasilan
rata-rata nelayan tradisional didesa Perupuk yang menggunakan alat tangkap
jaring udang dan menggunakan sampan kecil berkisar antara Rp 15.000 – Rp
50.000 /hari.Jumlah pendapatan ini tidak sebanding dengan biaya pengeluaran
yang semakin hari harga kebutuhan pokok semakin meningkat.Untuk memenuhi

13
Universitas Sumatera Utara

kebutuhan hidup sehari-hari keluarga saja tidak mencukupi dengan jumlah
tanggungan rata-rata 3 - 8 orang.
Kondisi


kerentanan

yang

menyertai

kehidupan

nelayan

dengan

penghasilan yang tidak menentu dan tidak mampu menghadapi gejala alam yang
buruk dengan peralatan sederhana, musim paceklik pada saat-saat tertentu,
keterbatasan kemampuan teknologi penangkapan dan daya serap ikan yang
terbatas, jaringan pemasaran yang di anggap merugikan nelayan produsen, serta
organisasi-organisasi nelayan yang kurang berfungsi membuat masyarakat
nelayan masih tetap berada pada kondisi miskin secara ekonomi.
Musim merupakan masalah besar yang dihadapi nelayan setiap

bulan.Musim bagi nelayan tradisional tidak selamanya mendatangkan hasil.Dalam
satu bulan hanya 20 hari nelayan bisa melaut, selebihnya nelayan tidak melaut
dikarenakan pasang mati (musim paceklik).Selain dikarenakan irama musim,
nelayan tradisional juga tidak dapat pergi melaut saat angin kencang dan hujan,
karena peralatan tangkap yan digunakan tidak dapat mensiasati irama
musim.Dengan alat tangkap yang sederhana, wilayah operasional nelayan menjadi
terbatas, hanya di sekitar perairan pantai. Selain itu ketergantungan terhadap alam
(musim) juga sangat tinggi, sehingga tidak setiap saat nelayan bisa melaut,
terutama pada musim ombak (Haryono 2005).
Bagi para nelayan tradisional di Desa Perupuk, secara umum kehidupan
sehari-hari mereka sudah dimulai pada pagi hari.Para nelayan berangkat melaut
sekitar pukul 05.00 dan pulang pada siang hari sekitar pukul 14.00 wib.Setelah
pulang melaut, nelayan memperbaiki alat tangkap jaring yang rusak atau dikenal
dengan membubul jaringdi rumah masing-masing, hingga sore hari terkadang

14
Universitas Sumatera Utara

bahkan sampai malam hari. Dengan kondisi demikian,membuat para nelayan
jaring udang tidak memiliki waktu untuk melakukan pekerjaan yang lainnya

apabila kondisi jaring rusak.
Pada dasarnya para nelayan tradisional menggunakan jaring udang, akan
tetapi jarang sekali udangnya mereka dapatkan, dan jika didapat, hanya sedikit
dan jenis udang kecil, hal ini disebabkan faktor alam dan faktor kondisi kelayakan
jaringnya. Nelayan jaring udang hanya mendapatkan ikan-ikan kecil dari
jaringnya, terkadang hanya mendapatkan ikan 5 kg seharinya. Ikan yang mereka
dapatkan adalah ikan yang berukuran kecil dan dengan harga yang murah, seperti
ikan gulama dan belanak senilai 2.500/kg dijual dengan tokeh masing-masing .
Dengan rendahnya harga ikan dan sedikitnya jumlah ikan yang didapatkan
seharinya membuat nelayan Desa Perupuk sulit untuk bangkit dari keterpurukan
ekonomi.Rata-rata pendapatan nelayan tradisional Rp.20.000 per harinya dan
masih dibawah jumlah garis kemiskinan yang ditetapkan oleh World Bank saat ini
US$ 2 senilai Rp. 27.692.Dibandingkan dengan nelayan ikan, kepiting dan
nelayan jenis lainnya, nelayan udang yang menggunakan sampan kecil yang
paling minim penghasilannya. Rendahnya pendapatan nelayan tradisional Desa
Perupuk berdampak pada segi makanan, yang terkadang hanya makan dua kali
dalam satu hari, dan tidak sering memakan makanan yang bergizi selain ikan,
dalam seminggu mereka jarang sekali mengkonsumsi daging dan susu.
Dari segi pendidikan, nelayan Tradisional Desa Perupuk hanya tamatan
tingkatan SD. Dengan pendidikan rendah tersebut sulit bagi para nelayan untuk

mendapatkan

pekerjaan

yang

layak,

sehingga

membuat

nelayan

tetap

menggantungkan hidupnya dengan hasil laut

15
Universitas Sumatera Utara


Menurut Kusnadi (2002),ciri umum yang dapat dilihat dari kondisi
kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi dalam kehidupan masyarakat
nelayan adalah fakta-fakta yang bersifat fisik berupa kualitas pemukiman. Jenis
dinding tempat tinggal keluarga nelayan tradisional di Desa Perupuk terbuat dari
anyaman bambu, kayu dan tembok tanpa diplester, sumber air minum berasal dari
sumur/mata air tidak terlindung.Adapun saat sakit, keluarga nelayan tradisional
berobat ke PUSTU (puskesmas pembantu) dan terkadang hanya membeli obat di
Warung untuk menghemat biaya.Kemiskinan yang dialami oleh nelayan
tradisional di Desa Perupuk inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti,
dengan demikian dalam kenyataannya masyarakat tetap bertahan dengan bekerja
sebagai nelayan.Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti, bagaimana
strategi keluarga nelayan tradisional dalam memenuhi kebutuhan hidup di desa
Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dijelaskan dalam latar
belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yakni
“ Bagaimana Strategi Keluarga Nelayan dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup?”.

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui dan menginterpretasi strategi keluarga
nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidup di desa Perupuk.

16
Universitas Sumatera Utara

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian merupakan sesuatu yang diharapkan ketika sebuah
penelitian telah selesai. Adapun yang menjadi manfaat dilakukannya penelitian ini
adalah:
a. Manfaat teoritis
1. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan ilmiah dalam
mengembangkan kajian Sosiologi, terkhusus yang berkaitan dengan
matakuliah Sosiologi Maritim dan Sosiologi Ekonomi.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi,
menambah wawasan bagi pembaca, untuk mengetahui strategi
keluarga nelayan tradisional dalam memenuhi kebutuhan hidup.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Bagi masyarakat nelayan, hasil penelitian ini diharapkan dapat
membantu dalam usaha memperbaiki kesejahteraan hidup para
nelayan.
2. Bagi pemerintah Kabupaten Batu Bara, dapat dijadikan sebagai salah
satu bahan untuk mempertimbangkan pendekatan yang tepat dalam
usaha penanggulangan kemiskinan nelayan, sehingga program
program atau proyek-proyek yang ditawarkan bagi masyarakat nelayan
benar benar efektif untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan.

17
Universitas Sumatera Utara

1.5 Defenisi Konsep
Adapun konsep-konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Strategi Sosial Ekonomi
Strategi sosial ekonomi adalah suatu usaha atau cara keluarga nelayan
yang berhubungan dengan tindakan ekonomidalam memenuhi kebutuhan
hidupnya atau guna kelangsungan hidup keluarga.
2. Strategi Sosial Kelembagaan
Strategi sosial kelembagaan merupakan suatu cara atau usaha dalam
mengatasi kemiskinan dengan terlibat aktif kedalam aspek kelembagaan
yang ada di dalam masyarakat nelayan.
3. Strategi Jaringan
Strategi jaringan merupakan suatu cara untuk memudahkan keluarga
nelayan dalam memperoleh akses ke sumber daya ekonomi. Dalam hal ini
menciptakan, mengembangkan dan memelihara hubungan sosial, baik itu
melalui teman, kerabat, tetangga bahkan kenalan.
4. Keluarga Nelayan
Keluarga atau rumah tangga merupakan kesatuan sosial yang membentuk
masyarakat. Di dalam keluarga terdapat anggota-anggota keluarga, seperti
suami, istri, dan anak. Seperti halnya dengan keluarga-keluarga pada
umumnya, keluarga nelayan juga mempunyai tanggungan ekonomi untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari anggota keluarganya. Meskipun ada
pembagian pekerjaan yang berdasarkan jenis kelamin dan umur, namun,
semuanya bekerja untuk kepentingan bersama. Masing-masing anggota

18
Universitas Sumatera Utara

keluarga akan berkontribusi sesuai dengan peran, tanggungjawab dan
kemampuannya
5. Nelayan Kecil
Nelayan kecil merupakan nelayan tradisional yang mencari ikan di laut
dengan menggunakan perahu kecil dan alat tangkap yang sederhana dan
tidak banyak tersentuh oleh teknologi canggih. Wilayah perairan yang
dapat diakses oleh nelayan kecil pun tidak sejauh nelayan modern yang
menggunakan banyak teknologi canggih, nelayan kecil hanya mampu
menjangkau perairan di pinggir-pinggir pantai saja.
6. Nelayan Miskin
Nelayan miskin adalah nelayan yang tidak mampu dalam memenuhi
kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan akan sandang, pangan dan papan serta
keterbatasan dalam menjangkau pelayanan pendidikan. Kemiskinan
nelayan dapat dicirikan secara fisik dan sosial. Secara fisik kemiskinan
nelayan dicirikan oleh kondisi rumah tempat tinggal nelayan yang sangat
sederhana, yaitu berupa rumah-rumah semi permanen atau rumah-rumah
yang terbuat dari dinding anyaman bambu. Selain itu kurangnya pemilikan
perabotan rumahtangga serta tidak memiliki barang-barang berharga yang
dapat menunjukkan status sosial yang tinggi seperti perhiasan emas,
perabotan rumahtangga yang mewah, alat trasportasi, dan lain-lain.
7. Nelayan Tradisional
Nelayan tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumber daya
perikanan dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil,
dan organisasi penangkapan yang relatif sederhana. Sampan yang

19
Universitas Sumatera Utara

digunakan adalah sampan kecil yang berukuran panjang 4-5 meter dan
lebar 0,5-1 meter, alat penggerak sampan menggunakan dayung dan mesin
tempel serta menggunakan alat tangkap jaring ikan selapis/jaring udang.
Dalam kehidupan sehari-hari, nelayan tradisional lebih berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
8. Pendapatan Keluarga Nelayan
Pendapatan keluarga nelayan adalah pendapatan yang didapatkan dari
usaha perikanan ditambah pendapatan dari usaha non perikanan.
9. Musim Pasang Besar
Musim pasang besar adalah suatu keadaan yang sangat bagus untuk
nelayan pergi melaut, karena kondisi tersebut terdapat banyak ikan
dilautan, dan pada masa ini pendapatan nelayan sedikit meningkat.
10. Musim Pasang Mati
Musim pasang mati merupakan suatu keaadan yang terbalik dari musim
pasang besar. Pada masa ini nelayan tidak dapat pergi melaut dikarenakan
kondisi pasang air laut yang rendah. Musim pasang mati berlangsung
selama 10 hari dalam sebulan.
11. Cuaca ekstrim
Cuaca ekstrim merupakan suatu keadaan cuaca yang tidak bersahabat
dibanding dengan hari-hari biasanya. Biasanya pada masyarakat nelayan
yang setiap harinya bisa melaut, saat terjadi perubahan cuaca sehingga
tidak memungkinkan berangkat melaut. Seperti angin kencang, gelombang
tinggi, hujan dan sebagainya.

20
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT INALUM Terhadap Sosial Ekonomi Kelompok Nelayan Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara

1 47 156

Analisis Pekerjaan Alternatif Nelayan Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara (Studi Kasus: Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara)

0 39 74

Analisis Masalah Kemiskinan Nelayan Tradisional Di Desa Padang Panjang Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

4 53 173

BENTUK-BENTUK STRATEGI BERTAHAN HIDUP NELAYAN TRADISIONAL DALAM MENCUKUPI KEBUTUHAN KELUARGA (Study Deskriptif Nelayan Tradisional di Pantai Pulau Santen Kelurahan Karangrejo Kecamatan Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi.)

0 8 12

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

3 35 127

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 10

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 1

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 19

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 5

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 6