Pengaruh Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT INALUM Terhadap Sosial Ekonomi Kelompok Nelayan Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara

(1)

PENGARUH PELAKSANAAN PROGRAM TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN PT INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM TERHADAP SOSIAL EKONOMI KELOMPOK NELAYAN DESA GAMBUS LAUT KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATU

BARA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Sosial

Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial

Disusun Oleh:

NIM : 060902055

MUHAMMAD ANWAR MUNTHE

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Muhammad Anwar Munthe

Nim : 060902055

ABSTRAK

Pengaruh Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT INALUM Terhadap Sosial Ekonomi Kelompok Nelayan Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara. Skripsi ini Terdiri Dari 6 BAB, 128 Halaman, dan 41 Tabel.

Masyarakat Indonesia khususnya Sumatera Utara masih bergelut dengan kemiskinan, seperti yang dicatat oleh Bank Dunia bahwa jumlah kemiskinan di Indonesia mencapai 108,78, sementara di Sumut menurut catatan Dinas Kesos Sumut 1.480.877 jiwa belum lagi PMKS di Sumut yang mencapai 2.458.803 jiwa. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan besarnya jumlah investasi asing di Indonesia. di Sumatera Utara misalnya, pada triwulan I tahun 2010 saja ada empat proyek dengan nilai investasi USD- 47,365 juta. Periode yang sama pada 2009, BPMP mengeluarkan 50 Surat Pemberitahuan (SP) baru untuk 50 proyek PMA dengan nilai USD-396,73 juta. Berarti bahwa investasi yang besar belum berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat. Mengingat kondisi ini, perusahaan memiliki tanggungjawab terhadap peningatan sosial ekonomi masyarakat dengan menyelenggarakan CSR yang profesional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui program CSR PT INALUM dan pengaruhnya terhadap sosial ekonomi kelompok nelayan Desa Gambus Laut.

Metode penelitian menggunakan tipe eksplanasi yang menguji hubungan antar dua variabel yang dihipotesiskan. Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yaitu di Departemen Humas PT INALUM dan Kelompok Nelayan di Desa Gambus Laut yang berjumlah 34 orang. Teknik pengumpulan data melalui angket kepada nelayan, observasi dan wawancara langsung kepada IPR, nelayan dan instansi lain yang bisa memperkuat data penelitian ini. Sedangkan Metode analisis yang digunakan adalah Deskriptif, datanya ditabulasikan kedalam tabel frekuensi selanjutnya dianalisa, dan metode statistik yang mengolah data kuantitatif melalui uji t.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa Program CSR PT INALUM dilakukan dengan mengadopsi pola campuran, yaitu antara pola keterlibatan langsung dan kemitraan. PT INALUM tidak menetapkan besaran TSP berdasarkan persentase dari keuntungan. Telah terjadi peningkatan penghasilan beberapa orang nelayan, berdasarkan uji t dengan dk = 33, dengan nilai kritis 0,05 = 2,03452 dan 0,01 = 2,73328 dan nilai t -4,6447, sehingga Ha diterima. Selain itu telah terjadi pengurangan biaya operasional nelayan, berdasarkan uji t dengan nilai 3,8938, sehingga Ha diterima. Walupun Ha diterima, namun nelayan menganggap rumpon yang dibangun tidak proporsional dengan jumlah nelayan dan panjang garis pantai. Selain itu proses pemberdayaan mengabaikan faktor internal yang menghambat nelayan berkembang yaitu “boros’ tidak berorientasi masa depan Sehingga kemampuan berobat, sekolah, pemukiman, sandang masih buruk.


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Muhammad Anwar Munthe

NIM : 050902018

Departemen : Ilmu Kesejahteraan Sosial

Judul : Pengaruh Pelaksanaan Program Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT Indonesia Asahan AluminiumKehadiran Terhadap Sosial Ekonomi Masayarakat Kelompok Nelayan Desa Gmabus Laut Kecamatan Lima Puluh Kabupaten

Medan, Nopember 2010 PEMBIMBING

(Drs. Matias Siagian, M.Si) NIP : 132 086 735

KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

(Drs. Matias Siagian, M.Si) NIP : 132 054 339

DEKAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP : 131 251 010


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan nikmatnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW karena perjuangan Beliau kita berada dalam alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Tanggungjawab sosial Perusahaan (TSP) bukanlah hal baru lagi di dunia usaha, banyak perusahaan-perusahan yang telah melaksanakan TSP baik itu bermotif sebagai bagian dari etika bisnis, motif ekonomis maupun motif hukum. Dalam undang-undang perseroan terbatas maupun penanaman modal asing TSP belum secara jelas dan terperinci mengatur bagaimana tatacara TSP, maupun besaran angaran yang digunakan untuk masyarakat. Di dalam undang-undang tersebut hanya menjelaskan bahwa perusahaan berkewajiban melakukan tanggungjawab sosial dan lingkungan. Hanya di dalam undang-undang tentang BUMN dan PP tentang BUMN yang menjelaskan lebih terperinci tentang TSP.

Walaupun sampai saat ini pemerintah belum pernah menghukum perusahaan yang tidak atau belum melaksanakan TSP, namun secara umum perusahaan yang menggantungkan perusahaanya kepada masyarakat tetap melaksanakan TSP dengan motif ekonomis. Semakin timbulnya kesadaran masyarakat terhadap TSP yang merupakan bagian hak masyarakat membuat perusahaan semakin terbuka dan sering mengimplementasikan program-program TSP untuk masyarakat.


(5)

Banyak pendekatan atau model-model yang diterapkan korporasi dalam menjalankan TSP yang baik, seperti keterlibatan langsung, bermitra dengan pihak lain, membuat yayasan sampai pada berkonsorsium dengan perusahaan lain. Model-model tersebut tidak lain adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sosial ekonomi dan lingkungan. Selain daripada memakai model tertentu, korporasi juga menggunakan pendekatan community development (pengembangan komunitas) sebagai pendekatan yang memegang prinsip bottom-up.

Pembahasan tentang TSP dibahas dalam skripsi ini melalui penelitian dengan judul “pengaruh TSP terhadap Sosial Ekonomi Kelompok Nelayan Desa Gambus Laut, Kec. Lima Puluh Kab. Batu Bara”. Penelitian ini akan menjawab bagaimana kontribusi perusahaan melalui TSP dapat berdampak secara sosial dan ekonomi khsusnya nelayan Desa Gambus Laut.

Pada kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Almarhum ayahku Effendi Munthe, bagiku kau adalah ayah yang terbaik yang pernah ada dan tak akan pernah tergantikan. Kau telah mengajarkan banyak hal tentang kehidupan ini, tentang pengorbanan, semangat, perjuangan dan kasih sayang. Kepada ibuku Roslaini, semangatmu bak matahari yang tak pernah padam, memberi kehidupan bagi semua yang disinarinya. Kau tak pernah lelah dan mengeluh, walaupun kami sering berkeluh kesah kepadamu, kau sangat tegar melebihi tegarnya karang di lautan, tak


(6)

berhenti berdiri dan berjalan memberikan makna hidup kepada anakmu. Rasanya aku tak kuasa menahan air mata ini ketika menuliskan kalimat-kalimat ini. Ingin ku dekap engkau dengan hangat dan menangis bersamamu dan mengatakan aku mencintaimu dahulu saat ini dan selamanya.

2. Terima kasih buat keluargaku, bah Iwan, bah Udin, bah Rahmat, Kak Yani, adik-adikku yana dan yanti. Bagiku kalian adalah “rumah kasih sayang”. Aku merasa bahagia, aman, nyaman jika berkumpul bersama kalian. Bagiku keluarga adalah kekuatan.

3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fisip Usu dan Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA., selaku mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si., selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing dan memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Husni Thamrin, S.Sos., MSP selaku Sekretaris Jurusan beserta para Dosen-dosen dan staf Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial lainnya yang terlibat dan membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Manajer IPR Bapak Ir. Subagio Ibnu, dan Bapak Setiabudi Maslim, Bapak Misbah, Abdul Majid, Pak Pohan, Pak Basyaruddin, Bang


(7)

Arfan, Bang Ali, Bang Julian Feisal Buk Neng, Pak Edi. Terimakasih kepada SOW, Bang Wawan, Bang Candra, Pak Rusmiadi. Bukan hanya memberikan saya izin penelitian di INALUM, tetapi bagiku menemukan rumah baru, karena ada kehangatan dan kebersamaan yang kurasakan di sana.

7. Kelompok nelayan Desa Gambus Laut atas partisipasinya dalam penelitian saya ini. Terimakasih Kepada Bapak Azizi selaku pendamping saya dalam penelitian.

8. Kepada teman-teman saya stambuk 2006, Maykel, Hammat, pandu, Nora, Dewi-dewi, Roji, Alim, Mita, Irene, Feny, Lerry, Nobel, Ando, Tati, Uel, Ivan, Dear, Edo, Ananta, Joko, dan teman-teman 06 lainnya. Kepada kawan-kawan stambuk 2007, Asep, Frans, nova dan lain-lain, juga kepada adek-adek 2008 khusunya anak-anak CLL, lanjutkan terus perjuangan kalian.

9. Terimakasih kepada seluruh staf-staf PD I, II dan III, juga kepada Bapak Satpam dan Tukang Parkir.

10. Terimakasih buat kawan-kawan AK 273 Bang Ivan senior AK 273, Bang Johan, Bang Nofri, Bang Fahmi, Yayang, Imburo, Agung, Tety, Rijal, Adi. Sejuta kenangan yang tak bisa kulupakan selama bersama kalian, canda tawa suka dan duka melebur jadi satu menjadi kenangan manis yang mengisi detik demi detik waktu dalam hidupku. Juga terimaksih buat Bapak dan Ibuk Kos.

11. Pembina Pemkas, Abanganda Ismail Choir SHI, Kawan-kawan Pemkas, Akhyar Tanjung, Dewi, Zemah, suhai, ifit, Alam, Awal,


(8)

Adi, Arda, Andi, Tuti dan kawan-kawan lainnya. Tetap semangat dan tetap beraksi dan bekerja untuk Desa tercinta demi mengejar ketertinggalan dan berkontribusi dalam pembangunan.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita.

Medan, Nopember 2010 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... . xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tangungjawab Sosial Perusahaan ... 11


(10)

2.1.2 Sejarah Tanggungjawab Sosial Perusahaan ... 13

2.1.3 Produk Hukum yang Mengatur TSP ... 15

2.1.4 Stakeholder Perusahaan ... 17

2.1.5 Motif-motif Tanggungjawab Sosial Perusahaan... 18

2.1.6 Model-model TSP ... 22

2.1.7 Hubungan TSP dengan Pengembangan Masyarakat ... 23

2.1.8 Evaluasi Tanggungjawab Sosial Perusahaan ... 25

2.2 Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial ... 28

2.2.1 Defenisi Kesejahteraan Sosial ... 29

2.2.2 Pekerjaan Sosial ... 30

2.2.3 Pengembangan Masyarakat ... 32

2.3 Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan ... 42

2.3.1 Kemiskinan Nelayan ... 45

2.4 Kerangka Pemikiran ... 47

2.5 Hipotesis ... 51

2.6 Defenisi Konsep... 51


(11)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian ... 57

3.2 Lokasi Penelitian ... 57

3.3 Populasi Penelitian ... 57

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 58

3.5 Teknik Analisis Data... 59

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gambus Laut ... 61

4.2 Pemerintah ... 62

4.3 Keadaan Penduduk... 63

4.3.1 Jumlah Penduduk ... 64

4.3.2 Mata Pencaharian ... 66

4.3.3 Keadaan Perumahan ... 69

4.3.4 Sarana dan Prasarana ... 70

4.4 PT Indonesia Asahan Aluminium ... 71

4.4.1 Visi dan Misi PT INALUM ... 72


(12)

4.4.3 Perbandingan Saham dan Tenaga Kerja ... 73

4.4.4 Fasilitas-fasilitas Pabrik ... 74

4.4.5 Manfaat PT INALUM ... 75

4.4.6 Struktur Organisasi Perusahaan ... 75

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT INALUM... 81

5.1.1 Kebijakan TSP PT INALUM ... 82

5.1.2 Administrasi TSP PT INALUM ... 86

5.2 Distribusi Identitas Responden ... 88

5.2.1 Usia ... 88

5.2.2 Pendidikan ... 89

5.2.3 Etnis ... 90

5.2.4 Status Kependudukan. ... 91

5.2.5 Lamanya menjadi Nelayan. ... 93

5.3 Distribusi Tingkat Proses Perencanaan Program ... 93

5.3.1 Ketersediaan Kelompok ... 93


(13)

5.3.3 Proses Perencanaan Program ... 94

5.3.4 Undangan Nelayan Perencanaan Program ... 95

5.3.5 Kehadiran Nelayan ... 95

5.3.6 Ada tidaknyaHal-hal Penting yang Belum dibahas ... 96

5.3.7 Kesesuaian Program Yang Direncanakan Dengan Masalah Nelayan ... 98

5.3.8 Kesesuaian Proporsi Bantuan dengan Jumlah Membutuhkan ... 98

5.4 Distribusi Tingkat Proses Pelaksanaan Program ... 99

5.4.1 Fasilitator Program TSP PT INALUM ... 99

5.4.2 Asal Fasilitator ... 99

5.4.3 Kemampuan Fasilitator ...100

5.4.4 Keterlibatan Nelayan dalam Pelakasanaan Program ... 101

5.4.5 Kesesuaian Aktivitas-aktivitas yang dilakukan Dengan Rencana yang Telah Disusun ... 102


(14)

Gambus Laut ... 102

5.5 Distribusi Dampak Sosial Ekonomi ... 103

5.5.1 Pendapatan ... 103

5.5.2 Pendidikan ... 110

5.5.3 Perumahan ... 111

5.5.4 Pepemilikan Teknologi... 113

5.5.5 Pangan ... 115

5.5.6 Sandang ... 118

5.5.7 Kesehatan ... 12

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 123

6.2 Saran-saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 128


(15)

DAFTAR TABEL

TABEL JUDUL

HALAMAN

3.1 Populasi Penelitian... 58

4.1 Jumlah Penduduk Menurut Usia... 64

4.2 Jumlah Penduduk Menurut Agama... 65

4.3 Jumlah Penduduk Menurut Suku... 66

4.4 Jumlah Ternak dan Unggas... 67

4.5 Jumlah Bermata Pencaharian di Sektor Informal... 69

4.6 Bangunan Pemukiman Menurut Kualitas... 70

4.7 Sarana dan Prasarana... 71

4.8 Jumla Perbandingan Saham... 74

4.9 Jumlah Karyawan... 74

5.1 Wawancara dengan IPR Bapak Arfan Harahap Seksi CSR tentang Kebijakan CSR... 83


(16)

Andministrasi CSR... 87

5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 88

5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendididkan.... 89

5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Etnis... 90

5.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya

Menjadi Nelayan... 92

5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Proses

Perencanaan Program... 94

5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kehadiran... 96

5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Ada Tidak Hal

yang Penting Namun Tidak dibahas dalam Rapat

Perencanaan... 97

5.10 Distribusi Responden Berdasakan Kesesuaian

Proporsi Bantuan dengan Jumlah yang

Membutuhkan... 98

5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan

Fasilitator Dalam


(17)

5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat

Keterlibatan Nelyan Dalam Pelaksanaan

Program... 101

5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Nelayan

Menangkap Ikan dalam Seminggu Sebelum dan

sesudah Program... 104

5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Jumalah Biaya

Operasional Yang dikeluarkan Nelayan Setiap Kali

Menangkap Ikan... 107

5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan Nelayan

Perbulan... 107

5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Ada Tidaknya

Pekerjaan Mereka Di Luar Nelayan... 108

5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Besaran Jumlah

Penghasilan yang diperoleh Setiap Bulan Di Luar

Nelayan... 109

5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Penyediaan


(18)

5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Tipe Bangunan

Rumah... 112

5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan

Teknologi di Rumah... 113

5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan

Alat Transportasi... 114

5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Status Kepemilikan

Alat Tangkap Ikan... 114

5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Pangan di

Rumah... 115

5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Baik Tidaknya

Pemenuhan Pangan Bagi Keluarga... 116

5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Sulit Tidaknya

Penyediaan Dana untuk Keperlua Pangan... 117

5.26.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan

dalam Membeli Pakaian sehari hari... 118

5.26.2 Pakaian Resmi... 119


(19)

5.27 Distribusi Responden Berdasarkan Sulit Tidaknya

Penyediaan Dana untuk Keperluan Sandang... 120

5.28 Distribusi Responden Berdasarkan

Tempat Berobat... 121

5.29 Distribusi Responden Berdasarkan Sulit Tidaknya


(20)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Muhammad Anwar Munthe

Nim : 060902055

ABSTRAK

Pengaruh Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT INALUM Terhadap Sosial Ekonomi Kelompok Nelayan Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara. Skripsi ini Terdiri Dari 6 BAB, 128 Halaman, dan 41 Tabel.

Masyarakat Indonesia khususnya Sumatera Utara masih bergelut dengan kemiskinan, seperti yang dicatat oleh Bank Dunia bahwa jumlah kemiskinan di Indonesia mencapai 108,78, sementara di Sumut menurut catatan Dinas Kesos Sumut 1.480.877 jiwa belum lagi PMKS di Sumut yang mencapai 2.458.803 jiwa. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan besarnya jumlah investasi asing di Indonesia. di Sumatera Utara misalnya, pada triwulan I tahun 2010 saja ada empat proyek dengan nilai investasi USD- 47,365 juta. Periode yang sama pada 2009, BPMP mengeluarkan 50 Surat Pemberitahuan (SP) baru untuk 50 proyek PMA dengan nilai USD-396,73 juta. Berarti bahwa investasi yang besar belum berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat. Mengingat kondisi ini, perusahaan memiliki tanggungjawab terhadap peningatan sosial ekonomi masyarakat dengan menyelenggarakan CSR yang profesional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui program CSR PT INALUM dan pengaruhnya terhadap sosial ekonomi kelompok nelayan Desa Gambus Laut.

Metode penelitian menggunakan tipe eksplanasi yang menguji hubungan antar dua variabel yang dihipotesiskan. Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yaitu di Departemen Humas PT INALUM dan Kelompok Nelayan di Desa Gambus Laut yang berjumlah 34 orang. Teknik pengumpulan data melalui angket kepada nelayan, observasi dan wawancara langsung kepada IPR, nelayan dan instansi lain yang bisa memperkuat data penelitian ini. Sedangkan Metode analisis yang digunakan adalah Deskriptif, datanya ditabulasikan kedalam tabel frekuensi selanjutnya dianalisa, dan metode statistik yang mengolah data kuantitatif melalui uji t.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa Program CSR PT INALUM dilakukan dengan mengadopsi pola campuran, yaitu antara pola keterlibatan langsung dan kemitraan. PT INALUM tidak menetapkan besaran TSP berdasarkan persentase dari keuntungan. Telah terjadi peningkatan penghasilan beberapa orang nelayan, berdasarkan uji t dengan dk = 33, dengan nilai kritis 0,05 = 2,03452 dan 0,01 = 2,73328 dan nilai t -4,6447, sehingga Ha diterima. Selain itu telah terjadi pengurangan biaya operasional nelayan, berdasarkan uji t dengan nilai 3,8938, sehingga Ha diterima. Walupun Ha diterima, namun nelayan menganggap rumpon yang dibangun tidak proporsional dengan jumlah nelayan dan panjang garis pantai. Selain itu proses pemberdayaan mengabaikan faktor internal yang menghambat nelayan berkembang yaitu “boros’ tidak berorientasi masa depan Sehingga kemampuan berobat, sekolah, pemukiman, sandang masih buruk.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kemiskinan adalah masalah yang tidak ada habisnya untuk dibahas, apalagi Indonesia penduduk terpadat ke empat dunia masih menyimpan persoalan-persoalan kemiskinan. Bank Dunia 2008 memperhitungkan bahwa 108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Kalangan tersebut hidup hanya kurang dari 2 dollar AS atau sekitar Rp. 19.000, per hari. Badan Pusat Statistik (BPS), dengan perhitungan yang agak berbeda dari Bank Dunia, mengumumkan angka kemiskinan di Indonesia ‘hanya’ sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Angka tersebut diperoleh berdasarkan ukuran garis kemiskinan ditetapkan sebesar 1,55 dollar AS.

Dilihat dari keseluruhan penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan dan wilayah pesisir, Sebagian besar (63,47 persen) penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan. Data statistik menunjukan bahwa upah riil harian yang diterima seorang buruh tani (termasuk buruh nelayan) hanya sebesar Rp. 30.449,- per hari. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan upah nominal harian seorang buruh bangunan biasa (tukang bukan mandor) Rp. 48.301,- per hari. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat ada keterkaitan erat antara kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir (Naila, 2009).


(22)

Rendahnya penghasilan nelayan menjadi faktor masih tingginya angka kemiskinan nelayan. Sekitar 16,2 juta nelayan di Indonesia atau sekitar 44 persen dari jumlah nelayan yang mencapai 37 juta jiwa hidup dibawah ambang kemiskinan. Tidak mengherankan lagi jika kesejahteraan nelayan justru sangat minim dan identik dengan kemiskinan (Pemkab Purbalingga, 2009).

Kemiskinan masih menjadi masalah nasional yang serius, begitu juga dengan Sumatera Utara tercatat pada tahun 2009 jumlah kemiskinan di Sumatera Utara 1.480.877 jiwa. Belum lagi penyandang masalah sosial lainnya seperti rumah tidak layak huni 157.505 buah, dan anak jermal 1.184, dan keluarga rentan 88.542. Dinas Kesejahteraan dan Sosial Sumatera Utara mencatat pada tahun 2009 jumlah penyandang masalah sosial sebesar 2.458.803 (Dinas Kesos Sumut 2009).

Seharusnya Sumatera Utara salah satu propinsi yang terletak di bagian barat Indonesia dengan potensi laut yang cukup strategis dan memiliki dua kawasan pantai sekaligus yakni Pantai Barat dengan panjang 763.47 Km dan Pantai Timur dengan panjang 545 Km bebas dari masalah kemiskinan. Tetapi sangat ironis, berdasarkan pendataan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut, jumlah nelayan 231.000 dengan angka kemiskinan mencapai 138.000 atau sekitar 60 persen (Antara sumut, 2009).

Sementara jumlah nelayan di Kabupaten Batu Bara tahun 2008 adalah 15.538 orang yang terdiri dari 10.989 orang nelayan penuh, 3.128 orang nelayan sambilan utama dan 1.421 orang nelayan sambilan tambahan. Jumlah rumah tangga budidaya perikanan darat ada sebanyak 709 rumah tangga, terdiri dari 553 rumah tangga petambak dan 156 rumah tangga budidaya kolam.


(23)

Sedangkan produksi ikan Produksi ikan laut di Batu Bara pada tahun 2008 sebesar 17.800 ton, produksi ikan darat sebesar 401 ton. Produksi terbesar dihasilkan oleh Kecamatan Tanjung Tiram yaitu sebesar 10.866 ton disusul Medang Deras dengan produksi sebesar 7.111 ton. (BPS Kabupaten Asahan, 2009).

Kabupaten Batu Bara tidak jauh berbeda dengan kondisi pada umumnya. Masyarakat Kabupaten Batu Bara masih bergelut dengan kemiskinan dan kekurangan terutama masyarakat yang nelayan yang tinggal dikawasan pesisir. Kabupaten Batu Bara berada di wilayah Pantai Timur Sumatera yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan juga Malaysia dan Singapura. Terdiri dari 7 kecamatan, yaitu: Kecamatan Air Putih, Sei Suka, Medang Deras, Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Sei Balai, Kecamatan Talawi dan Kecamatan Tanjung Tiram dan mempunyai garis pantain sepanjang ± 72 Km dengan luas laut ± 539,30 Km2. Populasi penduduk Kabupaten Batu Bara tercatat pada tahun 2008 adalah 370.371 jiwa yang lebih 31 % tinggal di kawasan pesisir dengan mata pencaharian sebagai nelayan kecil yang beroperasi di wilayah tangkap di bawah 4 mil dari gars pantai (Dinas Kelautan dan Perikanan Batu Bara, 2009).

Berdasarkan hasil prapenelitian melalui observasi menunjukkan bahwa kemiskinan dan kondisi kualitas hidup masyarakat jauh dari baik, seperti rumah yang tidak layak huni, sanitasi dan air bersih yang buruk adalah kondisi pemukiman nelayan nelayan yang berada di Desa Kuala Indah, Kuala Tanjung, Medang Deras Desa Gambus Laut. Tanggungjawab sosial PT INALUM juga tiap tahun membangun sarana air bersih untuk masyarakat, misalnya pada


(24)

tahun 2009 PT INALUM membangun 5 saranan air bersih di lokasi yang berbeda. Tidak jarang juga proposal dari kepala desa memohon kepada PT INALUM untuk membantu warganya yang memiliki rumah tidak layak huni.

Begitu juga dengan kehidupan masyarakat yang mempunyai mata pencarian di bidang kelautan dan perikanan khususnya nelayan Kabupaten Batu Bara masih jauh dari kondisi yang baik. Hal ini akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, lemahnya permodalan nelayan, serta karakteristik sosial budaya nelayan yang masih belum kondusif untuk kemajuan usaha. Hal ini dipercepat pula dengan rusaknya kawasan ekosistem mangrove dan karang pesisir Kabupaten Bara. Selain dari pada itu, masih banyaknya pelanggaran di wilayah penangkapan ikan (Zonasi) oleh nelayan-nelayan besar (kapal Motor >5 GT) yang beroperasi di wilayah kurang dari 4 mil. Selain menurunkan produktifitas nelayan-nelayan kecil, untuk jangka panjang hal tersebut dapat merusak sumber daya alam yang ada di sekitar perairan Kabupaten Batu Bara.

Persoalan-persoalan seperti masalah kemiskinan, seharusnya dapat diatasi dengan meningkatkan peran serta perusahaan dalam menguatkan perekonomian masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui TSP. Apalagi jumlah investasi asing di Indonesia sangat besar, bahkan perusahaan-perusahaan besar dan multi nasional dikelola dan dikuasai oleh investor asing. Tingginya nilai investasi dan menjamurnya perusahaan asing di Indonesia tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat.

Di Sumatera Utara misalnya berdasarkan data Badan Penanaman Modal dan Promosi (BPMP) Sumut, realisasi investasi Penanaman Modal Asing


(25)

(PMA) pada triwulan I tahun 2010 ada empat proyek dengan nilai investasi USD- 47,365 juta. Periode yang sama pada 2009, BPMP mengeluarkan 50 Surat Peberitahuan (SP) baru untuk 50 proyek PMA dengan nilai USD-396,73 juta, sedangkan PMDN diterbitkan 22 SP untuk 22 proyek dengan nilai Rp7,12 miliar (Pemko Medan, 2010).

Perusahaan memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, maka perusahaan memiliki kewajiban untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui TSP. Oleh sebab itu TSP dituntut profesioanal dan sifatnya pemberdayaan. TSP jangan dijadikan sebagai ajang charity (amal) perusahaan yang justru dapat menimbulkan persoal-persoalan baru seperti ketergantungan masyarakat kepada perusahaan.

Sebagai bagian dari masalah sosial, kemiskinan tentu saja menjadi bagian dari tanggungjawab pemerintah, LSM, maupun korporasi untuk bersama-sama mengatasi masalah tesebut. Misalnya saja korporasi bisa mengatasi masalah tersebut melalui penerimaan masyarakat setempat sebagai tenaga kerja, maupun melakukan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (TSP) yang profesional. Tentu saja melalui peranan yang dimiliki oleh korporasi membuat masyarakat menanggapinya dengan bermacam-macam terhadap perusahaan yang melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan. Menurut hasil Survey "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden di 23


(26)

negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, TSP akan paling berperan, sedangkan bagi 40% citra perusahaan dan brand image yang akan paling mempengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan, strategi perusahaan, atau manajemen. Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan TSP adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut (wikipedia, 2010).

Kondisi itu membuat perusahaan-perusahaan dengan gencar melakukan TSP dengan baik, bahkan tidak jarang perusahaan menggabungkan antara TSP dengan promosi perusahaan. Harapan korporasi tentu saja agar produk yang dihasilkan dibeli oleh konsumen dan menjadi citra positif bagi perusahaan itu serta mampu menghindari sanksi sosial yang dibuat oleh masyarakat.

PT INALUM adalah salah satu perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Batu Bara dan memiliki berkontribusi dalam meningkatkan kualitas hidup para nelayan khususnya kelompok nelayan Desa Gambus Laut. PT INALUM melalui tanggungjawab sosial perusahaan memberikan bantuan pembuatan rumpon (terumbu karang Buatan), pelatihan cara membuat dan menjaga rumpon dan studi banding ke daerah lain yang telah berhasil menerapkan rumpon untuk meningkatkan hasil tangkapan nelayan dan meningkatkan pendapatan nelayan.


(27)

Pada tahun 15 Juni 2009 PT INALUM, kelompok nelayan Desa Gambus Luat, Kecamatan Lima Puluh, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batu Bara, mengadakan koordinasi rencana program bantuan rumpond kepada kelompok nelayan dengan hasil sebagai berikut:

1. Pelatihan tentang rumpon dan hal-hal terkait dilaksanakan pada tanggal 6 Agustus 2009.

2. Instruktur, materi dan peralatan pengajaran dalam pelatihan tersebut disediakan dan menjadi tanggungjawab dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batu Bara.

3. Studi banding ke Kabupaten Serdang Bedagai (atau tempat lainnya) dilaksanakan pada tanggal 9 Agustus 2009.

4. Pembuatan rumpon dilakukan oleh PT INALUM, Kelompok Nelayan dan Dinas Kelautan dan Perikanan pada tanggal 22 Juli – 13 Agustus 2009

5. Pelaksanaan studi banding tersebut dikoordinir oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Batu Bara.

6. Perusahaan akan menyediakan bantuan peralatan belajar, tempat dan konsumsi bagi kelompok nelayan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batu Bara

7. Pemasangan rumpon di laut dilakukan pada tanggal 19 – 20 Agustus 2009. (Sumber: Humas PT INALUM 2009).

Apa yang dilakukan PT INALUM dalam meningkatkan sosial ekonomi kelompok nelayan Desa Gambus Laut tentu saja perlu dikaji lebih lanjut melalui penelitian untuk melihat dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat


(28)

Desa Gambus Laut Khusunya kelompok nelayannya. Apalagi program ini sudah hampir dua tahun selesai sehingga sangat perlu untuk mengungkap fakta-fakta dan manfaat dari program ini terhadap kesejahteraan nelayan Desa Gambus Laut.

Selain untuk mengetahui dampaknya, penelitian ini sangat penting untuk menambah kajian-kajian penelitian tentang masyarakat pesisir. Karena penelitian secara kuantitatif tentang masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir masih sangat terbatas (langka), jika dibandingkan dengan masyarakat petani atau masyarakat perkotaan. Kajian masyarakat nelayan ini memiliki nilai yang sangat berarti untuk kepentingan pembangunan manusia karena masyarakat nelayan merupakan masyarakat yang paling miskin, dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainya (Wiyata, 2003: 92).

Semakin dituntutnya perusahaan berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat, secara tidak langsung memaksa perusahaan untuk menerapkan TSP dengan tepat, benar dan sifatnya pemberdayaan. Sebab keberhasilan sebuah perusahaan dalam menerapkan TSP bukan diukur dari jumlah yang telah disalurkan, namun diukur dari seberapa besar manfaat dan pengaruh TSP terhadap sosial ekonomi dan kualitas hidup masyarakat.

Berdasarkan informasi dan peristiwa tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut masalah tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul: “Pengaruh Pelaksanaan Program Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT Indonesia Asahan Aluminium Terhadap Sosial Ekonomi


(29)

Kelompok Nelayan Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka yang menjadi permasalahan adalah: “Bagaimana pengaruh pelaksanaan program tanggungjawab sosial perusahaan PT Indonesia Asahan Aluminium terhadap sosial ekonomi kelompok nelayan Desa Gambus Laut”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut:

“Untuk mengetahui tanggungjawab sosial perusahaan PT INALUM dan pengaruhnya terhadap sosial ekonomi kelompok nelayan Desa Gambus Laut”

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1) Secara pribadi, untuk menerapakan ilmu-ilmu yang diperoleh sebagai

mahasiswa Depertemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU serta menambah wawasan keilmuan dan pengalaman bagi penulis

2) Memberikan kontribusi keilmuan tentang pengetahuan dan tentang pengaruh tanggungjawab sosial perusahaan terhadap sosial ekonomi masyarakat,


(30)

3) Sebagai sarana perbaikan model-model tanggungjawab sosial PT INALUM dan mungkin juga dapat diterapkan oleh perusahan-perusahan lain.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Berisi tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisa data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN


(31)

Berisikan gambaran umum mengenai lokasi, di mana peneliti melakukan penelitian

BAB V : ANALISA DATA

Berisi tentang uraian data yang diperoleh dari penelitian, beserta dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Implementasi Tanggungjawab Sosial Perusahaan (TSP) sudah banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia baik perusahaan kecil sampai pada perusahaan multinasional. TSP sudah menjadi suatu kebutuhan dan sebagai tanggungjawab perusahaan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun kualitas hidup dan lingkungan. TSP bukan hanya terfokus kepada karyawan atau interen perusahaan tetapi juga masyarakat yang berada di sekitar perusahaan.

Dalam prakteknya dibebarapa perusahaan, TSP tidak hanya dilakukan pada masyarakat yang berada di lokasi perusahaan beroperasi, namun juga dilakukan pada masyarakat yang sangat jauh dari lokasi perusahaan. Hal


(32)

tersebut karena perusahaan menyesuaikan jenis perusahaan mereka terhadap target TSP, sehingga TSP juga identik dengan promosi atau dengan kata lain korporasi menggabungkan antara promosi dan TSP. Oleh karena itu, korporasi melakukan TSP bisa di daerah mana saja tanpa harus di sekitar perusahaan beroperasi.

Kajian tentang tanggungjawab sosial perusahaan ini akan mengantarkan kita pada pemahaman bagaimana defenisi TSP, sejarah, motif-motif TSP, stakeholder perusahaan sampai pada pengembangan masyarakat dalam tanggungjawab sosial perusahaan. Sebagai upaya untuk memberikan gambaran tentang bagaimana perusahaan melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan secara teoritis.

2.1.1 Defenisi Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Saat ini belum ada defenisi tunggal Tanggungjawab Sosial Perusahaan (TSP) atau yang lebih akrab dalam bahasa inggris yang disebut dengan Corporate Social Responsibity (CSR), ada banyak versi yang mendefenisikan tanggungjawab sosial perusahaan (Wibisono, 2007 : 7). Berikut ini beberapa defenisi tanggungjawab sosial perusahaan:

Menurut The World Business Concil For Sustainable Development (WBCSD) Tanggungjawab Sosial Perusahaan adalah komitment bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.

Versi World Bank, tanggungjawab sosial perusahaan adalah komitmen dunia usaha untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan bekerja sama dengan tenaga kerja perusahaan dan organisasi representasinya, dengan masyarakat lokal dan masyarakat dalam lingkup yang lebih luas, untuk memperbaiki kualitas hidup, dengan cara menggantungkan kedua belah pihak baik untuk dunia usaha maupun untuk pembangunan.


(33)

Menurut European Commission tanggungjawab sosial perusahaan adalah sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan.

CSR Asia mendefenisikan tangungjawab sosial perusahaan adalah komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.

Ambadar mendefenisikan tanggungjawab sosial perusahaan adalah sebuah konsep manajemen yang menggunakan tripple bottom line yaitu keseimbangan antara mencetak keuntungan, harus seiring dan berjalan selaras dengan fungsi-fungsi sosial dan pemeliharaan lingkungan hidup demi terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan (Ambadar, 2008 : 33).

Dengan demikian dari beberapa defenisi di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

1. Tanggungjawab sosial perusahaan merupakan sebuah komitmen perusahaan.

2. Komitmen perusahaan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan.

3. Untuk mewujudkannya, perusahaan bisa bekerjasama dengan organisasi yang dianggap representatif, dengan karyawan, dan masyarakat lokal yang sifatnya berkelanjutan.

2.1.2 Sejarah Singkat Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Tanggungjawab sosial perusahaan atau lebih akrab didengar dengan singkatan TSP dalam sejarah moderen dikenal sejak Howard R. Bowen menerbitkan bukunya berjudul “Social Responsibility of The Bisnessman”. Buku yang diterbitkan di Amerika Serikat itu terlaris di kalangan dunia usaha


(34)

pada era 1950-1960. Pengakuan publik terhadap prinsip-prinsip tanggungjawab sosial yang ia kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai bapak TSP. Sejak itu sudah banyak referensi ilmiah lain yang diterbitkan di berbagai negara mengacu pada prinsip-prinsip tanggungjawab sosial dunia usaha kepada masyarakat yang telah dijabarkan dalam buku Bowen. Ide dasar yang dikemukakan Bowen adalah mengenai kewajiban perusahaan menjalankan usahanya sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan itu beroperasi. Ia menggunakan istilah sejalan dalam konteks itu demi meyakinkan dunia usaha tentang perlunya mereka memiliki visi yang melampaui urusan kerja finansial perusahaa.

Sejak tahun 1971 literatur yang dikenalkan berisi diskursus bahwa dunia usaha memiliki multiplisitas kepentingan termasuk stakeholders, suplier, karyawan, komunitas lokal dan masyarakat suatu suatu bangsa keseluruhan. Dari konsep ini kemudian berkembang apa yang dikenal dengan stakeholders theory, yaitu sebuah yang mengatakan bahwa tanggungjawab korporasi sebetulnya melampaui kepentingan berbagai kelompok yang hanya berfikir tentang urusan finansial, tanggungjawab tersebut berkaitan erat dengan masyarakat secara keseluruhan yang menentukan hidup matinya suatu perusahaan. Dalam dekade ini pula coommite for economic development (CED) menerbitkan panduan berjudul “Social Responsibility of Business Corporation”.

Dalam dekade 1980 berbagai lembaga riset mulai melakukan penelitian tentang manfaat TSP bagi perusahaan yang melakukan tanggungjawab


(35)

sosialnya, sampai di sinipun TSP masih kabur dan sulit diseragamkan. Pakar ekonomi pembangunan Amerika bernama Thomas Jones adalah tokoh yang banya menulis tentang TSP di berbagai media massa sejak 1980 dan pemikirannya kemudian menjadi acuan di berbagai negara. Intinya adalah ada korelasi positif antara peran perusahaan dalam merealisasikan TSP tersebut. Dekade 1990 adalah periode dimana TSP mendapat pengembangan makna dan jangkauan (Untung, 2008).

Dalam konteks Indonesia, sebenarnya tidak diketahui secara pasti kapan TSP mulai masuk di Indonesia, namun seiring dengan semakin majunya teknologi dan perkembangan dunia bisnis, maka konsep TSP ini pun begitu marak di Indonesia. TSP di Indonesia saat ini banyak mendapatkan perhatian dari banyak lapisan masyarakat maupun pemerintah. Dari pemerintah misalnya tak kurang dari kementrian Sosial, Kementrian Koperasi dan UMKM, Kementrian BUMN, Kementrian Lingkungan Hidup telah dengan tegas menggunakan parameter kepedulian perusahaan terhadap masyarakat, sebagai salah satu kriteria penilaiannya (Ambadar, 2008 : 33).

2.1.3 Produk Hukum yang Mengatur Tanggungjawab Sosial Perusahaan Undang-undang tentang Perseroan Terbatas mewajibkan perseroan menganggarkan dana pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan. Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan, modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan


(36)

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Ketentuan tersebut dengan tegas menyatakan bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum.

Di dalam Pasal 74 ayat (1) dalam Undang-undang yang sama menyatakan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan segala sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan. Ayat (2) berbunyi tanggungjawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

Ayat (3) menyatakan bahwa perseroan yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimanan Pasal 1 dikenakan sanksi sesuai ketentuan peratuaran perudang-undangan. Ayat (4) menyatakan, bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tanggungjawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah. Saat ini sebagaimana disebutkan dalam ayat 4 pasal 74 UU PT Nomor 40 Tahun 2007, Pemerintah masih belum menerbitkan Peraturan Pemerintah.

Peraturan lain yang menyentuh TSP adalah UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan.” Meskipun UU ini telah mengatur sanksi-sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau usaha perseorangan yang mengabaikan TSP (Pasal 34), UU ini baru mampu menjangkau investor asing dan belum mengatur secara tegas perihal TSP bagi perusahaan nasional.


(37)

Jika dicermati, peraturan tentang TSP yang relatif lebih terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudiaan dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan TSP. Seperti kita ketahui, TSP milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

Dalam UU BUMN dinyatakan bahwa selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah juga memberikan bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan masyarakat. Selanjutnya, Peraturan Menteri Negara BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL berasal dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar 2 persen yang dapat digunakan untuk program kemitraan ataupun bina lingkungan. Peraturan ini juga menegaskan bahwa pihak-pihak yang berhak mendapat pinjaman adalah pengusaha beraset bersih maksimal Rp 200 juta atau beromset paling banyak Rp 1 miliar per tahun.

2.1.4 Stakeholder Perusahaan

Secara umum stakeholders diartikan sebagai pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang berkepentingan. Rhenald Kasali menyatakan bahwa yang dimaksud dengan para pihak adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun di luar perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan perusahaan. Stakeholders bisa berarti pula setiap orang yang mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan. Ibarat sebuah jagad yang


(38)

dikelilingi panet-planet, maka perusahaan juga dikelilingi dengan stakeholder (Wibisono, 2006 : 90).

Rhenald Kasali juga membagi stakeholder menjadi sebagai berikut : 1. Stakeholders internal dan stakeholders eksternal.

Stakeholders internal adalah stakeholder yang berada dalam lingkungan organisasi. Sedangkan stakeholders eksternal adalah stakeholder yang berada di luar lingkungan organisasi.

2. Stakeholders primer (paling penting), stakeholders sekunder (kurang penting) dan stakeholder marjinal (stakeholders diabaikan).

3. Stakeholders tradisional dan stakeholders masa depan

Karyawan dan konsumen dapat disebut dengan stakeholders tradisional. Sedangkan stakeholders masa depan adalah stakeholders pada masa yang akan datang memberikan pengaruhnya pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti dan konsumen potensial.

4. Propents, opponents dan uncommitted.

Di antara stakeholders ada kelompok yang memihak organisasi (Proponents), menentang organisasi (opponents), dan ada yang tidak peduli (uncommitted). Organisasi perlu mengenal stakeholders yang berbeda-beda ini. Agar dengan jernih dapat melihat permasalahan, menyusun rencana dan stategi untuk melakukan tindakan yang proporsional.

5. Silent majority dan vocal minority.

Dilihat dari aktifitas stakeholders dalam melakukan komplain atau mendukung perusahaan, tentu ada yang menyatakan penantangan atau


(39)

dukungannya secara vokal (aktif) namun ada pula yang menyatakan secara silent (pasif) (Wibisono, 2006 : 90-93).

2.1.5 Motif-motif Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Pratley (1997 : 105) menyatakan bahwa “seseorang tidak hanya bertanggungjawab terhadap rencana dan tindakannya, untuk suatu tingkatan tertentu ia dapat dianggap bertanggungjawab untuk kejadian berikutnya dan kerugian serta kerusakan yang diakibatkannya”

Berangkat dari pemikiran Pratley bahwa sebenarnya siapapun wajib bertanggungjawab setiap apa yang dia lakukan. Begitu pula dengan korporasi pasti memiliki tanggungjawab sosial yang besar kepada masyarakat sebagai bagian dari etika bisnis. Walaupun demikian, perusahaan memiliki motivasi tersendiri dan berbeda-beda dalam mengimplementasikan tanggungjawab sosial perusahaannya.

Ernawan memandang pemikiran yang mendasari TSP yang sering dianggap sebagai inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (kepada pemegang saham atau stakeholder) tapi kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas, karena perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh keuntungan tanpa bantuan pihak lain (Ernawan, 2007 : 110).

Sejalan dengan itu, Saidi dan Abidin juga berpendapat bahwa perusahaan tidak boleh hanya memikirkan keuntungan finansial bagi perusahaannya saja. Melainkan pula harus memiliki kepekaan dan kepedulian


(40)

terhadap publik, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan. Sebab masyarakat adalah sumber dari segala sumber daya yang dimiliki dan direproduksi oleh perusahaan (Suharto, 2007 : 101).

Walaupun demikian, pemikiran yang mendasari tentang TSP masih sangat beragam, misalnya perusahaan hanya menganggap TSP bersifat sukarela, sehingga paradigma yang dimiliki oleh korporasi juga beragam. Menurut Wibisono beragamnya cara perusahaan memandang TSP akibat absennya regulasi dan produk hukum yang mengikat dan ditambah lagi lemahnya penegakan hukum juga turut andil pada beragamnya motivasi korporasi dalam memperaktekkan TSP (Wibisono, 2007 : 73)

Wibisono menambahkan (2007 : 73-77) bahwa setidaknya ada tiga cara perusahaan memandang TSP atau alasan perusahaan menerapkan TSP. Pertama, sekedar basa-basi dan keterpaksaan. Artinya TSP dipraktekkan lebih karena faktor eksternal (external driven). Faktor eksternal yang dimaksut adalah bahwa pemenuhan tanggungjawab lebih karena keterpaksaan akibat tuntutan ketimbang kesukarelaan. Berikutnya karena reputation driven, motivasi pelaksanaan TSP adalah mendongkrak citra perusahaan.

Kedua, sebagai upaya memenuhi kewajiban (complience), tanggungjawab sosial perusahaan diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksanya. Ketiga, bukan lagi sekedar compliance tapi beyond compliance atau compliance plus. Tanggungjawab sosial perusahaan diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driver). Perusahaan telah menyadari bahwa tanggungjawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan


(41)

profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga sebagai tanggungjawab sosial dan lingkungan. Dasar pemikirannya, menggantungkan semata-mata pada kesehatan finansial tidak akan menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan. Dengan demikian TSP tidak lagi sekedar aktifitas tempelan yang terpaksa bisa dikorbankan demi mencapai efisiensi, namun TSP merupakan nyawa korporasi, TSP disikapi secara strategis dengan melakukan alignment antara inisiatif TSP dengan strategi korporasi

Archi B. Carrol juga sependapat bahwa perusahaan tidak hanya bertanggungjawab secara ekonomis, melainkan pula tanggungjawab legal, etis dan filantropis.

1. Taggungjawab ekonomis. Kata kuncinya adalah make a profit. Laba adalah fondasi perusahaan.

2. Tanggungjawab Legal. Kata kuncinya adalah obey the law. Perusahaan harus taat hukum

3. Tanggungjawab etis. Perusahaan memiliki kewajibab untuk menjalankan praktek bisnis yang baik, benar, adil dan fair. Kata kunciya adalah be ethical.

4. Tanggungjawab filantropis. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup semua. Be a good citizen (Suharto, 2007 : 102).

Sangat perlunya perusahaan terlibat secara sosial selain daripada pendapat para ahli di atas, Keraf juga menyebutkan beberapa alasan perlunya keterlibatan sosial perusahaan:

1. Kebutuhan dan harapan masyarakat semakin berubah, masyarakat semakin kritis dan peka terhadap produk yang akan dibelinya, sehingga


(42)

perusahaan tidak bisa memusatkan perhatiannya untuk mendatangkan keuntungan.

2. Terbatasnya sumber daya alam, bisnis diharapkan untuk tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam yang terbatas, namun harus memelihara dan menggunakan sumber daya secara bijak

3. Lingkungan sosial yang lebih baik, lingkungan sosial akan mendukung keberhasilan bisnis untuk waktu yang panjang, semakin baik lingkungan sosial dengan sendirinya akan ikut memperbaiki iklim bisnis yang ada.

4. Pertimbangan tanggungjawab dan kekuasaan, kekuasaan yang terlalu besar jika tidak diimbangi dan dikontrol dengan tanggungjawab sosial akan menyebabkan bisnis menjadi kekuatan yang merusak masyarakat. 5. Keuntungan jangka panjang, dengan tanggungjawab dan keterlibatan

sosial tercipta suatu citra positif dimata masyarakat, karena terciptanya iklim sosial politik yang kondusif bagi kelangsungan bisnis perusahaan tersebut (Ernawan, 2007 : 114-115).

Berbagai macam alasan dan motivasi perusahan dalam mengimplementasikan tanggungjawab sosial perusahaan, namun masyarakat sudah menunggu nilai guna manfaat dan pengaruh kegiatan itu bagi sosial ekonomi mereka. Apa pun itu alasannya perusahaan harus serius dan profesional, karena jika tidak dana yang digelontorkan puluhan juta atau bahkan milyaran rupiah bagi masyarakat yang ada hanya pemborosan tanpa hasil yang diharapakan oleh masyarakat dan perusahaan.


(43)

2.1.6 Model-model Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Menurut Saidi dan Abidin sedikitnya ada empat model atau pola TSP yang umum diterapkan di Indonesia.

1. Keterlibatan langsung. Perusahaan menjalankan program TSP secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosialnya atau menyerahkan langsung sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat pulic relation.

2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan yayasan sendiri dibawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupakan adobsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan.

3. Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan TSP melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam meaksanakan kegiatan sosialnya.

4. Mendukung atau bergabung dalam konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial terentu (Suharto 2007 : 106-108).


(44)

2.1.7 Hubungan Tanggungjawab Sosial Perusahaan dengan Pengembangan Masyarakat

Seperti yang telah jelaskan di atas tentang TSP, bahwa perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interakasi stakeholder berdasarkan prinsip kemitraaan. Meskipun demikian, sesungguhnya memiliki pendekatan yang relatif berbeda, beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dengan tanggungjawab sosial perusahaan ini antara lain investasi sosial perusahaan (corporate social investment/investing), pemberian perusahaan (corporate giving), kedermawanan perusahaan (Corporate Philantropy), relasi kemasyarakatan perusahaan (corporate communty relation), dan pengembangan masyarakat (community development) (Suharto 2007 : 103).

Keseluruhan hal tersebut merupakan bagian dari aktivitas-ativitas TSP yang sering dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Walaupun tanggungjawab sosial perusahaan cukup identik dengan pendekatan karitatif seperti kedermawanan perusahaan, pemberian perusahaan, namun dewasa ini semakin banyak perusahaan yang kurang menyukai pendekatan tersebut, karena tidak mampu meningkatkan keberdayaan atau kapasitas masyarakat lokal. Pendekatan community development kemudian semakin banyak diterapkan karena lebih mendekati konsep pemberdayaan (empowerment) dan sustainable development. Prinsip-prinsip good corporate governance, seperti fairness, transparency, accountability, dan responsibility kemudian menjadi pijakan untuk mengukur keberhasilan program TSP.


(45)

Maka tidak heran jika yang sangat menonjol dari praktek TSP di Indonesia adalah penekanan pada aspek pengembangan masyarakat (communty development). Meskipun TSP bukan semata-mata merupakan community development, ini memang sangat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat kita yang masih bergelut dengan kemiskinan.

Menurut Soetomo (2006 : 118-119). ada hal-hal yang menjadi pertimbangan community development dianggap sebagai sarana yang tepat untuk melaksanakan aktifitas TSP. Pertama, sesuai dengan karakteristiknya melalui program community development dapat dikembangkan dan dimanfaatkan unsur modal sosial baik yang dimiliki dunia usaha maupun masyarakat. Dengan melaksanakan community development, dunia usaha dapat membangun citra sehingga selanjutnya dapat berdampak pada perluasan jaringan dan peningkatan trust. Sementara itu community development dapat dikembangkan dan dimanfaatkan unsur solidaritas sosial, kesadaran kolektif, mutual trust dan resiprocal dalam masyarakat untuk mendorong tindakan bersama guna meningkatkan kondisi kehidupan ekonomi, sosial, dan kultural masyarakat.

Kedua, melalui community development dapat diharapkan adanya hubungan yang sinergis antar kekuatan dunia usaha melalui berbagai bentuk bantuannya dengan potensi yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh korporasi melalui TSP bukan semata-mata bantuan yang bersifat karitatif, melainkan bagian dari usaha untuk mengembangkan kapasitas masyarakat.


(46)

Ketiga, aktifitas bersama antara korporasi dengan masyarakat, terutama masyarakat lokal melalui community development dapat difungsikan sebagai sarana membangun jalinan komunikasi. Apabila media komunikasi sudah terlembagakan, berbagai persoalan dalam hubungan dunia usaha dengan masyarakat dapat dibicarakan melalui proses dialog yang elegan dan dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak.

2.1.8 Evaluasi Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Evaluasi adalah sebuah upaya untuk menilai kembali suatu tingkat keberhasilan dan pencapaian, serta hambatan-hambatan yang timbul baik ketika program sedang dilaksanakan dan setelah dilaksanakan. Tentunya dalam mengukur atau menilai keberhasilan (evaluasi) dari implementasi tanggungjawab sosial perusahaan harus menggunakan standar indikator yang telah diakui. Menurut Indonesian Business lingk (IBL) ada lima pilar utama dalam melakukan aktivitas TSP yang sering dijadikan indikator oleh yakni:

1. Building human capital

Berkaitan dengan internal perusahaan juga dituntut melakukan pemberdayaan masyarakat

2. Stengtenng ekonomics (penguatan ekonomi)

Perusahaan harus memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar agar terjadi pemerataan kesejahteraan

3. Assecing social cession (menjaga keharmonisan sosial) 4. Encouregin good governance


(47)

Perusahaan dalam menjalankan bisnisnya mengacu kepada good coorporate governance

5. Protecting the environment (perlindungan lingkungan)

Mengharuskan perusahaan untuk menjaga lingkungan sekitar (Rahman, 2009)

Sementara Siagian dan Agus (2010 : 120-122) menawarkan beberapa aspek yang menjadi rincian dalam mengevaluasi implementasi TSP yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat kebijakan perusahaan, meliputi aspek:

a. Model implementasi program TSP yang diterapkan

b. Konsekuensi penerapan model implementasi program TSP yang dipilih.

2. Tingkat Administrasi perusahaan, meliputi aspek:

a. Kejujuran perusahaan dalam audit keuangan, termasuk keuntungan perusahaan

b. Tingkat persentase keuntungan perusahaan yang disediakan sebagai sumber anggaran bagi implementasi program TSP. c. Ketepatan waktu audit keuangan perusahaan.

d. Ketepatan waktu pembekalan anggaran yang diperuntukkan bagi implementasi program TSP.

3. Tingkat proses perencanaan program, meliputi aspek:

a. Model pelaksanaan program sebagai suatu social intervention, apakah cenderung sektoral atakah menerapkan pendekatan komunitas?


(48)

b. Teknik perencanaan yang diterapkan.

c. Model pelaksanaan needs and problem assessment sehingga dapat dipahami bagaimana pelaku program memosisikan masyarakat sebagai kelompok sasar.

d. Kesesuaian antara progaram yang direncanakan dengan masalah yang dihadapi dan kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi. 4. Tingkat proses pelaksanaan program, meliputi aspek:

a. Ada tidaknya pelaku program yang berfungsi sebagai fasilitator dan sejauh efektifitas pelaksanaan fungsi tersebut.

b. Posisi masyarakat sebagai kelompok sasar dalam proses pelaksanaan progaram.

c. Kesesuaian aktivitas-aktivitas yang dilakuakan sebagai wujud pelakasnaan program denan aktivitas-aktivitas yang telah direncanakaan sebelumnya.

d. Metode pelaksanaan program, seperti penerapan prinsip dan metode pekerjaan sosial.

e. Progress persentase keterlibatan pelaku program dan masyarakat sebagai kelompok sasar.

5. Tingkat luaran progaram, meliputi aspek:

a. Perubahan tingkat kesejahteraan sosial masyarakat yang menjadi kelompok sasar menurut perspektif kelompok sasar itu sendiri. b. Perubahan tingkat kesejahteraan sosisal masyarakat yang

menjadi kelompok sasar menurut perspektif ilmiah (menurut item-item yang dikenal sebagai indikator kesejahteraan sosial)


(49)

c. Perubahan tingkat kesejahteraan sosial masyarakat yang menjadi kelompok sasar menurut perspektif BPS dan Bappenas.

d. Kemungkinan kesinambungan implementasi program di masa mendatang.

e. Tingkat kemandirian dan tingkat ketergantugan kelompok sasar terhadap pelaku progaram dalam rangka kesinambungan program di masa mendatang

f. Persepsi dan respon masyarakat terhadap implementasi program (tingkat pengetahuan, tingkat pemahaman, tingkat persetujuan, tingkat partisipasi, dan tingkat kepuasan atas hasil yang dicapai atau dampak yang nyata terjadi.)

2.2 Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial

Kesejahteraan merupakan dambaan setiap orang, namun tidak semua orang bisa merasakan hal itu. Untuk mewujudkannya dia harus bersaing dengan individu-individu, kelompok-kelompok maupun masyarakat lainnya. Persaingan dan kompetisi ini terjadi karena terbatasnya sumber daya alam untuk memenuhi keinginan manusia, disisi lain keinginan manusian tidak terbatas, maka tidak heran jika dalam prakteknya banyak kelompok masyarakat yang tidak menerima atau mendapatkan sumberdaya tersebut. Sebagai akibatnya banyak individu maupun kelompok masyarakat mengalami kekurangan dan kemiskinan.

Banyak pendekatan mengatasi permasalahan tersebut, seperti melalui pendekatan pembangunan kesejahteraan sosial dan mengintensifkan


(50)

peranan-peranan pekerja sosial dan lembaga pelayanan sosial untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang timbul sebagai akibat dari terbatasnya sumber daya dan tidak terbatasnya keinginan manusia.

2.2.1 Defenisi Kesejahteraan Sosial

Ada beberapa defenisi yang dikembangkan dalam upaya menggambarkan kesejahteraan sosial yaitu sebagai berikut:

Menurut Adi kesejahteraan sosial adalah ilmu terapan yang mengkaji dan mengembangkan kerangka pemikiran serta metodologi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup (kondisi) masyarakat antara lain melalui pengelolaan masalah sosial; pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, dan pemaksimalan kesempatan anggota masyarakat untuk berkembang (Adi, 2008 : 48).

Wilensky dan Lebeaux kesejahteraan sosial adalah Sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang memuaskan. Maksudnya agar tercipta hubungan-hubungan personal dan sosial yang memberi kesempatan kepada individu-individu pengembangan kemampuan-kemampuan mereka seluas-luasnya dan meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat (Suud, 2006 : 7).

Sementara menurut Fridlander Kesejahteraan sosial adalah Kesejahteraan sosial adalah sistem yang akan terorganisir dari usaha-usaha dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standat hidup dan kesehatan yang memuaskan serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemapuannya secara penuh untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat. (Muhidin, 1984 : 2)

Dari defenisi-defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan:

1. Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu dan sistem yang terorganisir yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.


(51)

2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera.

3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara; meningkatkan kemampuan individu, kelompok-kelompok dan masyarakat dalam memecahkan masalahnya sehingga dapat berfungsi sosial sebagaimana mestinya. Di dalam Undang-undang tentang Kesejahteraan Sosial no 11 tahun 2009 menyatakan bahwa Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

2.2.2 Pekerjaan Sosial

Pekerjaan sosial adalah profesi kemanusian yang terlibat langsung pada klien, baik individu, kelompok maupun masyarakat. Oleh sebab itu masalah sosial menjadi domain pekerjaan sosial. Namun sebelum kita membahas bagaimana peranan pekerjaan sosial dalam mengatasi masalah sosial, terlebih dahulu kita simak bagaiamana defenisi pekerjaan sosal menurut para ahli.

Menurut Zastrow pekerjaan sosial adalah aktifitas profesional, yang ditujukan untuk menolong orang, baik individu, kelompok, organisasi maupun masyarakat, dalam rangka meningkatkan atau memperbaiki kemampuan berfungsi sosial mereka dan menciptakan kondisi/lingkungan sosial yang memungkinkan orang tersebut mencapai tujuan hidupnya (Susantyo, 2008 :2).

Walter A. Friedlander mengemukakan bahwa pekerjaan sosial adalah suatu pelayanan sosial yang di dasarkan pada ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu individu-individu, baik secara perseorangan maupun dalam hubungannya dengan kelompok untuk mencapai kepuasan dan ketidaktergantungan secara pribadi maupun sosial (Muhidin,1992 :7).


(52)

Menurut defenisi di atas, terdapat lima unsur utamam dalam pekerjaan sosial, yaitu sebagai sebagai berikut: 1) pekerjaan sosial sebagai kegiatan profesional, 2) kegiatannya ditujukan untuk memberikan pertolongan, 3) klien yang ditolong adalah individu, kelompok dan masyarakat, 4) intervensi pertolongan pekerjaan sosial diarahkan pada peningkatan dan atau perbaikan kemampuan berfungsi sosial klien dan mewujudkan lingkungan yang mampu memberikan kesempatan, pelayanan, dan sumber, 5) tujuan pekerjaan sosial adalah menciptakan individu, kelompok, dan masyarakat yang mampu mencapai tujuan hidupnya.

Berdasarkan uraian di atas maka karakteristik pekerjaan sosial, sebagai berikut:

1. konsep pertolongan dalam pekerjaan sosial adalah menolong orang agar mampu menolong dirinya sendiri (to help people to help themselves), artinya:

a. kegiatan pertolongan pekerjaan sosial diarahkan kepada kepentingan klien, bukan untuk kepentingan pekerja sosial yang bersangkutan.

b. Dalam melakukan kegiatannya tersebut, pekerja sosial senantiasa bekerja sama dengan klien (working with client) yang memungkinkan adanya partisipasi aktif klien, sehingga pada akhirnya klien tersebut mandiri.

2. Pekerjaan sosial menggunakan pendekatan dualistik, yakni bahwa intervensinya diarahkan kepada orang dan juga lingkungannya. Ketika


(53)

seseorang mengalami permasalahan, maka pendekatan pekerjaan sosial adalah:

a. Kepada orang (klien), pekerja sosial berupaya untuk melakukan peningkatan kemampuan dan kemamuan klien yang mencakup aspek intelektual, sosial emosional, spiritual dan fisik yang memungkinkan klien dapat berfungsi sosial dengan baik.

b. Kepada lingkungan, pekerja sosial berupaya untuk menciptkan kondisi-kondisi yang memungkinkan klien dapat mengembangkan keberfungsian sosialnya.

3. Praktek pekerjaan sosial mengarah pada tiga tingkatan intervensi, yakni:

a. Praktek mikro, yaitu kegiatan pekerjaan sosial yang diarahkan untuk menangani permasalahan yang dialami individu-individu dan keluarga.

b. Praktek meso, yaitu kegiatan pekerjaan sosial yang diarahkan terhadap kelompok.

c. Praktek makro, yaitu kegiatan pekerjaan sosial yang diarahkan terhadap organisasi dan masyarakat untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang diinginkan.

4. Ilmu pekerjaan sosial merupakan ecletic sciences, yaitu merupakan ilmu yang dalam proses pembentukannya mengambil atau mengadaptasi bagian-bagian/konsep-konsep yang relevan dari berbagai disiplin ilmu lain seperti sosiologi, psikologi, psikiatri dan lain-lain. (Susantyo, 2008 : 3-5)


(54)

2.2.3 Pengembangan Masyarakat

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat menjadi fokus dalam pekerjaan sosial yang juga disebut dengan community development (pengembangan masyarakat) atau praktek makro. Secara umum inilah yang membedakan profesi kemanusiaan lainnya dengan profesi pekerjan sosial. Seperti yang diutarakan Netting, Kettner, dan Mc Murty bahwa hanya sedikit profesi yang memfokuskan pada keberfungsian klien dalam konteks organisasi, masyarakat, dan kebijakan, salah satunya adalah pekerjaan sosial (Suharto, 2006 : 113).

Pengembangan masyarakat memiliki defenisi yang beragam di setiap negara. Misalnya Hayden menyajikan sejumlah defenisi yang berbeda yang berlaku dalam berbagai negara. Ia menyajikan defenisi community development berlaku di Inggris dan Amerika Serikat, kanada, india, Rhodesia dan juga defenisi yang digunakan Perserikatan Bangsa Bangsa. Sebagai contoh defenisi CD menurut PBB adalah suatu proses yang merupakan usaha masyarakat sendiri yang diintegrasikan dengan otoritas pemerintah guna memperbaiki kondisi sosial ekonomi dan kultural komunitas, mengintegrasikan komunitas kedalam kehidupan nasional dan mendorong kontribusi komunitas yang lebih optimal bagi kemajuan nasional (Soetomo 2006 : 79)

Seperti yang diutarakan Hayden di atas bahwa pengembangan masyarakat memilki defenisi tersendiri bagi negara-negara yang telah atau sedang menerapkannya dalam setiap program kebijakan sosial. Di Indonesia menurut Adi dalam arti sempit (mikro) istilah pengembangan masyarakat


(55)

sering dipadankan dengan pembangunan masyarakat desa dengan mempertimbangkan desa dan kelurahan berada pada tingkatan yang setara sehingga pengembangan masyarakat (desa) kemudian menjadi setara dengan konsep “pengembangan masyarakat lokal” (locality development) (Adi, 2008 : 223).

Glen melihat setidaknya (dalam Adi 2008 : 224-226) ada tiga unsur dasar yang menjadi ciri khas pendekatan CD, yaitu:

1. Tujuan dari pendekatan ini adalah memampukan masyarakat untuk Mendefenisikan dan memenuhi kebutuhan mereka.

Terkait dengan unsur yang pertama tersebut, menurut Glen adalah mengembangkan kemandirian dan pada dasarnya memantapkan rasa kebersamaan sebagai komunitas berdasarkan basis “ketetanggaan” (neighbouthood), meskipun bukan secara eksklusif. Menurut Susantyo (2008 : 46-47) tujuan khusus dari pengembangan masyarakat itu sendiri adalah:

a. Memperoleh data dan fakta yang cukup sebagai dasar untuk perencanaan dan tindakan yang sehat.

b. Memulai mengembangkan dan merubah program-program dan yang lebih baik antara sumber-sumber dan kebutuhan.

c. Meningkatkan standar pekerjaan sosial untuk meningkatkan efektifitas kerja dari lembaga-lembaga.

d. Meningkatkan dan memberikan fasilitas interelasi dan meningkatkan koordinasi antar oragnisasi, kelompok, dan individu-individu yang terlibat dalam program-program dan usaha kesejahteraan sosial


(56)

e. Mengembangkan pengertian umum daripada masalah-masalah kebutuhan kesejahteraan sosial, tujuan-tujuan, program dan metode-metode pekerjaan sosial.

f. Mengembangkan dukungan dan partisipasi masyarakat dalam aktivitas kesejahteraan sosial

2. Proses pelaksanaanya melibatkan kreativitas dan kerja sama masyarakat ataupun kelompok-kelompok dalam masyarakat tersebut. Terkait dengan elemen yang kedua ini, Glen memprasyaratkan adanya kerja sama dan kreativitas sebagai dasar proses pengembangan masyarakat yang baik. Pandangan yang melihat komunitas sebagai kelompok masyarakat-yang secara potensial-kreatif dan kooperatif merefleksikan idealisme sosial yang positif terhadap upaya-upaya kolaboratif dan pembentukan identitas komunitas.

Berkaitan dengan kerjasama dalam pembangunan masyarakat, perencanaan bisa dilakukan oleh partisipasi masyarakat sendiri, instansi pemerintah, LSM, perusahaan, maupun pekerja sosial atau siapapun yang memiliki perhatian terhadap pengembangan masyarakat. Kerjasama itu bisa diawali dari identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat, sampai pada penyusunan program, pelaksanaan program dan evaluasi program. Tentunya keberhasilan dari program pengembangan masyarakat tanpa partisipasi dan kontrol masyarakat belum bisa dianggap sebagai pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, oleh sebab itu dengan melihat kreatifitas dan potensi masyarakat dengan cermat dan baik akan menjadi langkah awal menuju keberhasilan program yang dijalankan.


(57)

3. Praktisi yang menggunakan model intervensi ini (lebih banyak) menggunakan pendekatan masyarakat yang bersifat Non-direktif.

Pendekatan nondirektif berarti seorang pekerja sosial masyarakat (community worker), tidak meletakkan dirinya sebagai penentu keputusan baik atau buruknya bagi suatu masyarakat. Maka Community worker lebih baik bersifat menggali potensi masyarakat, masyarakat diberikan kesempatan untuk membuat anaslis dan mengambil keputusan yang berguna bagi mereka sendiri, serta memberikan kesempatan penuh dalam penentuan cara-cara untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan (Adi 2008 : 229).

2.2.3.1 Partsipasi Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat

Partisipasi masyarakat adalah adanya keikutsertaan ataupun keterlibatan masyarakat dalam proses mengidentifikasi masalah, pengidentifikasian potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan alternatif solusi penanganan masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan juga keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi (Adi, 2008 : 110).

Selain partisipasi memandang masyarakat sebagai subjek perubahan, Adisasmita juga memandang partisipasi dapat pula digunakan atau diterapakan sebagai strategi kebijakan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan, hal itu dimaksudkan sebagai upaya atau tindakan dalam perumusan dan implementasi berbagai program pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat terlaksana secara reliable, acceptable, dan workable (Adisasmita, 2006 : 131-132).


(58)

Tidak heran jika literatur yang berhubungan pengembangan atau pemberdayaan masyarakat, penulis selalu turut membahas partisipasi masyarakat. Seperti Pendapat Glen di atas yang manyatakan bahwa pengembangan masyarakat harus mengutamakan pendekatan nondirektif, ini berarti bahwa partisipasi masyarakat sangat menentukan dalam pengembangan masyarakat ini. Sebagai salah satu unsur yang terpenting dalam CD, maka pembahasan berikut ini akan menjelaskan apa itu partisipasi, bagaimanakah partisipasi masyarakat itu? Dan mengapa harus partisipasi masyarakat sangat penting dalam CD.

Masyarakat adalah target perubahan, ini berarti bahwa masyarakat adalah objek yang menyandang masalah-masalah sosial. Oleh sebab itu tanpa adanya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam mengatasi masalah mereka sendiri yang ada program hanya akan menjadi berupa bantuan sosial saja yang dapat menimbulkan ketergantungan masyarakat dari pihak luar.

Mikelsen (dalam Soetomo, 2006 : 447-448) ada beberapa pertimbangan rasional yang mendasari strategi pengembangan partisipasi masyarakat yaitu. Secara normatif asumsi yang mendasarinya adalah bahwa masyarakat lokal harus memperoleh proyek dan program pembangunan yang mereka tentukan sendiri. Asumsi normatif ini di dasari oleh asumsi deduktif bahwa masyarakat lokal yang paling tahu apa yang menjadi masalah kebutuhannya, dan mereka memiliki hak dan kemampuan untuk menyatakan pikiran dan kehendaknya tadi.

Asumsi normatif dan dediktif tersebut kemudian dapat dilanjutkan dengan pengembangan asumsi teoritik yang menjelaskan hubungan sebab


(59)

akibat. Beberapa asumsi yang dikembangkan Mikkelsen lebih lanjut akan diuraikan sebagai berikut ini. Pertama tujuan pembangunan dapat dicapai secara harmonis dan konflik antar kelompok-kelompok masyarakat dapat diredam melalui pola demokrasi setempat. Kedua, pembangunan menjadi positif apabila ada partisipasi masyarakat. Asumsi ini menempatkan partisipasi masyarakat sebagai sarana sekaligus tujuan dari proses pembangunan. Ketiga, pemberdayaan masyarakat mutlak perlu mendapat partisipasinya, karena pemerintah tidak akan mengeluarkan biaya untuk program pembangunan yang ditetapkan masyarakat, kecuali masyarakat itu sendiri mempunyai kemampuan untuk memaksa pemerintahnya. Keempat, kurangnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan berarti penolakan secara internal di kalangan anggota masyarakat itu sendiri, dan secara eksternal terhadap pemerintah dan pelaksana programnya.

Ife dan Frank menyatakan bahwa partisipasi adalah konsep sentral, dan prinsip dasar dari pengembangan masyarakat, karena di antara banyak hal, partisipasi terkait erat dengan HAM. Jika HAM lebih sekadar peryataan dalam deklarasi, yaitu jika partisipasi berakibat membangun secara aktif kultur HAM sehingga menjamin berjalannya proses-proses dalam pengembangan masyarakat secara partisipatif adalah suatu kontribusi yang sangat signifikan bagi pembangunan kultur HAM (Ife dan Frank, 2008 : 295).

Pandangan Mikkelsen dan Ife dan Frank tersebut menunjukkan kepada kita bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah hak masyarakat. Selain merupakan hak masyarakat, bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan turut membawa dampak demokrasi dalam suatu wilayah yang


(60)

telah tumbuh sampai pada ruang lingkup yang kecil. Dengan demikian pembangunan melibatkan masyarakat dalam pembangunan berarti telah menghargai sebagai hak masyarakat dan hak-hak berdemokrasi serta membantu masyarakat dalam proses belajar dan program pembangunan akan dapat bekelanjutan.

Sesuai dengan prinsip community development itu sendiri, intervensi yang diberikan perlu diusahakan untuk tidak menimbulkan ketergantungan, tetapi justru mendorong terjadinya kesinambungan. Intervensi yang dikatakan menimbulkan ketergantungan apabila masyarakat yang tadinya statis menjadi tergerak untuk melakukan perubahan dan pembaruan setelah memperoleh intervensi dari luar, tetapi kemudian kembali menjadi statis setelah intervensi dihentikan dan baru terjadi aktivitas pembaruan lagi apabila memperoleh intervensi yang baru. Sebaliknya, intervensi yang dikatakan dapat menumbuhkan kesinambungan apabila masyarakat tadinya statis menjadi bergerak untuk melakukan perubahan dan pembaruan tetap berlangsung meskipun intervensi dihentikan. Oleh sebab itu, pendekatan partisipatif dalam pengembangan masyarakat mutlak dilakukan untuk menggali potensi dan menganalisis masalah serta mengatasi masalah secara bersama-sama oleh masyarakat dengan kemampuan dan keinginan masyarakat.

2.2.3.2 Tahapan Intervensi Pengembangan Masyarakat

Adi (2008 : 244-258) menilai setidaknya ada enam tahapan pengembangan masyarakat yang mencakup yaitu:


(61)

1. Tahapan persiapan. Tahapan persiapan di dalamnya terdapat tahap-tahap yaitu a) persiapan petugas, dan persiapan lapangan. Persiapan petugas dalam hal ini tenaga community worker. Sementara itu persiapan lapangan, petugas community worker melakukan studi kelayakan terhadap daerah atau wilayah yang akan dijadikan sasaran. 2. Tahap Assessment. Proses ini dilakukan dengan mengidentifikasi

masalah (kebutuhan yang dirasakan) atau pun kebutuhan yang diekspresikan dan juga sumber daya yang dimiliki komunitas sasaran. Pada tahap ini partisipasi dan peranan masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengidentifikasi masalah mereka.

3. Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan. Pada tahap ini pelaku perubahan secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah mereka hadapi dan bagaimana mengatasinya. 4. Tahap pemformulasikan rencana aksi. Pada tahap ini pelaku perubahan

membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan guna mengatasi permasalahan yang ada.

5. Tahap pelaksanaan (implementasi) program atau kegiatan. Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling krusial (penting) dalam proses pengembangan masyarakat, karena sesuatu yang direncanakan dengan baik akan dapat melenceng dalam pelaksanaan di lapangan bila tidak ada kerja sama antara pelaku perubahan dan warga masyarakat.


(1)

4. Kepada PT INALUM dalam melaksanakan program CSR proporsinya harus sebanding dengan komunitas yang dibantu agar masyarakat dapat menggunakannya semakasimal mungkin.

5. Dalam melakukan proses pemberdayaan sebaiknya fasilitator jangan hanya terfokus kepada masalah-masalah eksternal, tetapi harus memperhatikan masalah-masalah internal yang menghambat nelayan tidak berdaya.

6. Fasilitator juga harus berupaya menanamkan investasi sosial (social

Investment) dan peningkatan kemampuan klien yang mencakup

intelektual, sosial emosinal yang memungkinkan nelayan dapat berfungsi sosial dengan baik.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan

Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta:

Rajawali Pers

Adisasmita, Rahrdjo. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta: Graha Ilmu

Ambadar, Jackie. 2008. Corporate Social Responsibility dalam Praktik di

Indonesia.Jakarta: Gramedia

Antara Sumut, 2009. Nelayan di Sumatera Utara. http://www.antarasumut.com/tag/nelayan/ (Diakses tanggal 9 Februari 2010 Pukul 09.30)

BPS Kabupaten Asahan. 2009. Kabupaten Batu Bara Dalam Angka (Katalog BPS: 1102001.1219 / 1403.1219)

Dinas Kelautan dan Perikanan Batu Bara. 2009. Proposal Program Pembangunan Rumpon

Dinas Kesejahteraan Sosial Sumut. 2010. Data PMKS Sumatera Utara

Ernawan, Erni R. 2007. Business Ethics: Menuntun Anda secara komprehensif

memahami konsep serta faktor-faktor terkait beberapa contoh praktis.

Bandung: Alfabeta

Faisal, Sanapiah. 2008. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers


(3)

Ife, Jim dan Frank Tesoriero. 2008. Community Development: Alternatif

Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Koentjoroningrat. 1990. Teori Antropologi. Jakarta: UI-Press

Kusnadi. 2004. Polemik Kemiskinan Nelayan: Mengatasi Kemiskinan Nelayan

Bagai Menegakkan Benang Basah. Bantul: Sinar Grafika

Naila, Najmu. 2009. Kemiskinan Struktural Masyarakat Nelayan. http://mhs.blog.ui.ac.id/najmu.laila/archives/16 (Diakses tanggal 9 Februari 2010 Pukul 09.30)

Muhidin, Syarif. 1992. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: STKS-Press

Pratley, Peter. 1997. The Essence of Business Ethics. Yogyakarta: Andi

Pemkab Purbalingga. 2009. 44 Persen Nelayan di Indonesia Hidup di bawah

Ambang Kemiskinan.

http://www.purbalinggakab.go.id/index.php?option=com_content&task =view&id=1112&Itemid=183 (Diakses tanggal 9 Februari 2010 Pukul 09.30)

Pemko Medan. 2010. Sumut Diminati Investor Asing. http://www.pemkomedan.go.id/news_detail.php?id=9032 (Diakses Tanggal 22 Juni 2010, Pukul: 10.00 WIB)

Rahman, Reza. 2009. Corporate Social Responsibility Antara Teori dan

Kenyataan. Yogakarta: mediaPress

Sherraden, Mikhael. 2006. Aset Untuk Orang Miskin: Perspektif Baru

Pengentasan Kemiskinan. Jakarta: Rajawali Pers

Siagian, Matias dan Agus Suriadi. 2010. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

CSR Perspektif Pekerjaan Sosial. Medan: FISIP-USU Press

Soekanto, Soerdjono. 1989. Teori Sosiologi. Jakarta: Ghalia Indonesia

Soehartono, Irawan. 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya

Soetomo. 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian

Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial.


(4)

__________ 2007. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat

Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Bandung: Refika Aditama

Suryabrata, Sumadi. 2003 (edisi 2). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers

Susantyo, Badrun. 2008. Community Development dalam Praktik Pekerjaan

Sosial. Bandung: STKS Press

Susanto, Astrid. 1984. Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Bina Cipta

Sutawi dan David Hermawan. 2004. Polemik Kemiskinan Nelayan: Mengurai

Benang Kusut Kemiskinan (Penyunting: Kusnadi). Bantul: Pustaka

Jogja Mandiri

Suud, Mohammad. 2006. 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Prestasi Pustaka

Untung, Hendrik Budi 2008. Corporate Social Responsilbility. Jakarta: Sinar Grafika

Wibisono. 2007. Memebedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social

Responsibility. Surabaya: Media Grapka

Wikipedia. 2010. Alasan Terkait Bisnis untuk CSR. http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan#Pelap oran_dan_pemeriksaan (Diakses tanggal 9 Februari 2010 Pukul 09.30) Wiyata, A. Latief. 2004. Polemik Kemiskinan Nelayan: Perangkap

Mismetodologis dalam Memahami Masyarakat Jawa Timur


(5)

Lampiran 6: Hasil Uji t untuk Kemampuan Membeli Pakaian

Σ D = -2 ΣD² = 2n = 34

Σ D t =

( n ) ΣD² - (ΣD)² n - 1

-2

. t= ( 34) 2 – (-2)² 34-1

-2

t= 68 – 4 33

-2

t= 64 33

t = -2

1,9393


(6)

t = -2 1,3926

t = -1,4362

Sekarang akan diuji signifikansi nilai t dengan menunjuk tabel nilai kritis (Critical Value for t) sebagai berikut:

5. dk = N-1 = 34-1 = 33

6. Nilai kritis untuk t dalam dk = 33 pada level konfiden (atau α) 0,05 = 2,03452 dan 0,01 = 2,73328, maka hasil t sebesar -1,4362 < 2,03452 atau -1,4362 < 2,73328 sehingga tidak mengalami perobahan α 0,05 dan α 0,01. Maka Ho diterima dan Ha di tolak.


Dokumen yang terkait

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

3 35 127

Korelasi Penambangan Galian C dengan Sosial Ekonomi Masyarakat dan lingkungan di Desa Mangkai , Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara

0 0 15

Korelasi Penambangan Galian C dengan Sosial Ekonomi Masyarakat dan lingkungan di Desa Mangkai , Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara

0 0 2

Korelasi Penambangan Galian C dengan Sosial Ekonomi Masyarakat dan lingkungan di Desa Mangkai , Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara

0 0 6

Korelasi Penambangan Galian C dengan Sosial Ekonomi Masyarakat dan lingkungan di Desa Mangkai , Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara

0 0 21

Korelasi Penambangan Galian C dengan Sosial Ekonomi Masyarakat dan lingkungan di Desa Mangkai , Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara

0 0 3

Korelasi Penambangan Galian C dengan Sosial Ekonomi Masyarakat dan lingkungan di Desa Mangkai , Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara

0 0 13

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 10

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 1

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 1 10