Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

(1)

LAMPIRAN GAMBAR


(2)

Gambar 2 : Rumah nelayan tradisional (sampan dayung/pak Syamsuddin)


(3)

Gambar 4 : Saat wawancara dengan Bapak Syamsuddin beserta isterinya


(4)

Gambar 6 : Wawancara dengan pak Mansyur beserta isterinya


(5)

Gambar 8 : Wawancara dengan Bapak M. Salam serta Isteri, rumah yang terlihat di gambar merupakan bantuan dari anaknya.


(6)

Gambar 10 : Jaring ikan selapis/jaring udang yang akan diperbaiki setelah pulang melaut


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Basri, Yuwar Zainul. 2007. Bunga Rampai Pembangunan “Ekonomi Pesisir”. Jakarta : Universitas Trisakti.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Public, Dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Ekaningdyah, Astrid. 2005. Jurnal Peran Wanita Dalam Peningkatan Pendapatan Keluarga Nelayan Di Desa Tasikagung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang Jawa Tengah.

Fajriadi.Abubakar Hamzah dkk.2013. Jurnal Analisis Probabilitas Kemiskinan Nelayan di Kota Banda Aceh.Volume 1, No. 1.

Fauzi, Oesman. 2015. Tesis Analisis Kemiskinan Nelayan Tradisional di

Gampong Kuala Bugak Kecamatan Pereulak Kota Kabupaten Aceh Timur.Medan : Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.


(8)

Ginting, Lucas Ginta. 2015. Skripsi Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Miskin. Medan: Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

Manurung, Rudi Fantoni. Jurnal skripsi Kondisi Nelayan Di Kecamatan Sei Tualang Raso Kota Tanjungbalai.

Helmi, Alfian, Arif Satria. Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Ekologis.Makara, Sosial Humaniora, Vol. 16, No. 1, Juli 2012: 68-78.

Ihromi, T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Kusnadi, (2000).Nelayan : Strategi Adaptasi Dan Jaringan Sosial. Bandung: Humaniora Utama Press.

Kusnadi. 2004. Polemik kemiskinan nelayan. Bantul : Pustaka Jogja Mandiri.

Mubyarto et al. 1984.Nelayan dan Kemiskinan.Jakarta : Rajawali Pers.

Mulyadi S. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Nasution, M.Arif, R. Hamdani Harahap dkk. 2008. Metodelogi Penelitian. Medan: Fisip USU Press.


(9)

Nasution, M. Arif, Badaruddin dkk. 2005. Isu-isu kelautan dari kemiskinan hinggabajak laut. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Putri, Sarwendah. 2015. Skripsi Strategi Adaptasi Sosial Ekonomi Nelayan Tradisional Dalam Menghadapi Masa Paceklik. Medan: Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Rasyid, Abdul. Jurnal Gambaran Keadaan Keluarga Nelayan Di Desa Ujung Labuang,Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang.

Ritzer, George. 2014. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Soelaeman, Munandar. 2006. Ilmu Sosial Dasar : Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama.

Sudarso. 2008. Jurnal Ekonomi Tekanan Kemiskinan Stuktural Komunitas Nelayan Tradisional di Perkotaan.Universitas Airlangga Surabaya.

Surya, Alwin. 2009. Jurnal Studi Deskriptif Potret dan Kehidupan Keluarga Nelayan Tradisional Medan Labuhan.


(10)

Suryawaty, Chriswardani. (2005). Jurnal Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional, Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro. Semarang. Jawa Tengah.

Suyanto, Bagong. (2003). Upaya Menyejahterakan Nelayan Di Jatim Meningkatkan Produktivitas Atau Diversifikasi

Widodo, Slamet. (2013). Strategi Nafkah Berkelanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir, Makara Sosial Humaniora, Vol. 15, No . 1.

Wirartha, I Made. 2006. Metodelogi Penelitian Sosial Ekonomi.Yogyakarta : C.V ANDI OFFSET.

Zuldensi. Jurnal Kiat dan Upaya Nelayan Tradisional dalam Memenuhi

Kebutuhan Hidup pada Musim Paceklik hal 189-200 dalam “Prosiding

Seminar Hasil Program Pengembangan Diri 2006 (Bidang Ilmu Sosiologi) : Forum HEDS, BKS PTN Wilayah Barat.

Sumber Internet :

2015, pukul 20.00 WIB.

20.00 WIB.


(11)

Wib.http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/161590-kriteria-orang-miskin-indonesia- versi-bps diakses pada tanggal 1 februari 2016, pukul 13.00 Wib.

Skpd.batam.go.id.sosial/persyaratan/perizinan diakses pada tanggal 17 maret 2016, pukul 21.00 Wib.

tanggal 10 April 2016, pukul 07.00 Wib (Suyanto, Bagong. 2003. Upaya Menyejahterakan Nelayan di Jatim Meningkatkan Produktivitas atau diversifikasi?)

08.00 Wib (Sumber Daya Manusia Masyarakat Nelayan).


(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian kualitatif yang berusaha menggambarkan usaha-usaha masyarakat nelayan dalam mengatasi kemiskinan melalui metode studi kasus. Pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan penelitian yang menghasilkan berupa data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dan apa yang diamati serta untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian.

Jenis penelitian menggunakan pendekatan kualitatif karena analisis data yang dilakukan tidak untuk menerima atau menolak hipotesis melainkan berupa deskripsi atas gejala-gejala yang diamati, yang tidak selalu harus berbentuk angka-angka atau koefisien antarvariabel (Wirartha).

3.2 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara.Desa perupuk terdiri dari 13 Dusun, namun yang menjadi lokasi penelitian tepatnya di Dusun VIII, IX, X dan XI.Alasan peneliti memilih lokasi ini dengan secara sengaja, dikarenakan di Dusun tersebut tempat bermukimnya nelayan dan masih terdapat Nelayan Tradisional yang memakai sampan-sampan kecil dengan alat tangkap tradisional seperti jaring udang dan bersifat perorangan.


(13)

3.3Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subyek penelitian. Salah satu ciri dan karakteristik dari penelitian sosial adalah menggunakan apa yang disebut dengan “unit of analisys”. Ada dua jumlah unit yang lazim digunakan pada penelitian sosial yaitu, individu, kelompok dan sosial.Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah Keluarga Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang yang diwawancarai, dimintai informasi oleh pewawancara.Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu penelitian (Bungin 2007:111).Penarikan informan secara purposive sampling. Karakteristiknya adalah :

1. Nelayan yang memakai peralatan tradisional seperti sampan kecil yang menggunakan dayung dan mesin tempel serta memakai alat tangkap jaring ikan selapis.

2. Keluarga nelayan tradisional yang sudah mempunyai tanggungan (anak). 3. Adanya hubungan sosial yang terjalin dengan baik, baik itu antara sesama

anggota keluarga, dan dengan individu lain di daerah sekitar yang bermanfaat sebagai salah satu langkah untuk mensiasati kesulitan ekonomi pada masa-masa tertentu.


(14)

3.4Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data atau informasi dalam penelitian di lapangan, maka diperlukan adanya alat pengumpulan data.Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan-permasalahan yang bersangkutan. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah menggunakan teknik pengumpulan data primer dan data sekunder :

3.4.1 Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah peneliti melakukan kegiatan langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap Informan. Adapun teknik pengumpulan data ini dilakukakan dengan cara :

1. Observasi

Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan.Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindera mata serta dibantu dengan pancaindera lainnya (Bungin 2007:118).Dengan menggunakan metode observasi ini peneliti dapat melihat keseharian kehidupan keluarga nelayan dan strategi-strategi yang dilakukan keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan.Observasi bertujuan untuk mencocokkan pengamatan dengan hasil wawancara, dan selain itu juga dapat mengungkap kenyataan yang ada yang tidak terdapat dalam wawancara.


(15)

2. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Bungin 2007:111). Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap informan yang berstatus sebagai nelayan tradisional.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian.Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini melalui penelitian studi kepustakaan yang diperlukan untuk mendukung data, diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian ilmiah, dokumen, jurnal, skripsi, dan foto yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5 Interpretasi data

Interpretasi data atau penafsiran data merupakan suatu kegiatan menggabungkan antara hasil analisis dengan permasalahan penelitian untuk menemukan makna yang ada dalam permasalahan.Interpretasi data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia yang didapat melalui observasi, wawancara, dan juga dokumentasi. Setelah itu kemudian data akan dipelajari dan ditelaah kembali menggunakan teori yang digunakan dan di interpretasikan secara kualitatif untuk menganalisis permasalahan tersebut.


(16)

Interpretasi data dimulai dengan seluruh data-data yang telah diperoleh dalam penelitian ini baik melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan catatadilapangan akan diinterpretasikan berdasarkan dukungan teori dalam kajian pustaka, kemudian data tersebut akan diatur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu. Disini peneliti akan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dan sebagainya, selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah secara seksama agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik dan sampai pada akhirnya menjadikan laporan penelitian.

3.6 Jadwal Kegiatan

Tabel 2 : Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan

Bulan Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Pra Proposal √

2. ACC Judul √

3. Penyusunan Proposal Penelitian √ √ √ 4. Seminar Proposal Penelitian √

5. Penelitian Lapangan √

6. Pengumpulan dan Analisis Data √ √ √

7. Bimbingan Skripsi √ √ √

8. Penulisan Laporan Akhir √ √ √


(17)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1 Sejarah dan Dinamika Perkembangan Desa Perupuk

Desa Perupuk merupakan salah satu Desa yang terdapat di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara yang sudah berdiri sejak tahun 1400. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang tokoh masyarakat (Bapak Syahbuddin/62 tahun) yang merupakan penduduk asli Desa Perupuk, terkait sejarah Desa disebutkan bahwa dulunya datanglah orang dari Pagaruyung Sumatera Barat 1 keluarga sebanyak 5 (lima) orang, 5 (Lima) orang inilah yang pertama membuka hutan untuk dijadikan pemukiman(kampung), diwaktu itu kelima orang tersebut gotong royong membuka hutan, hutan tersebut ditumbuhi sejenis pohon pupuk yang sangat lebat dan berantai, pada siang harinya ditebas (dibersihkan), keesokan harinya pohon pupuk tersebut kembali seperti biasa, sudah beberapa hari dikerjakan tetap kembali seperti biasa. Pada akhirnya salah satu dari 5 orang tersebut bermimpi agar memotong seekor ayam dan dimakan bersama-sama di sebuah tanah lapang. Jadi terpikirlah satu diantara ke-5 dari Keluarga tersebut untuk memberikan nama kampung Perupuk, jika hal ini berhasil maka dijadikan (dinobatkan) nama kampung tersebut Kampung Perupuk, setelah diniatkan oleh salah satu dari Keluarga tersebut maka hutan itu dapatlah dibersihkan. Mulai saat itu Desa Perupuk dikepalai oleh keturunan dari 5(lima) orang pembuka Desa Perupuk sampai 7 keturunan. Setelah habis 7 keturunan dapat digantikan oleh warga lainnya.


(18)

Sejak Desa ini berdiri menjadi Desa Perupuk terdapat 10 Kepala Desa yang pernah menjabat di Desa ini.Sedangkan Kepala Desa selanjutnya yang menjabat sampai saat ini merupakan Kepala Desa yang ke 11 memimpin Desa.

Awalnya Desa Guntung yang ada di sebelah Timur dan desa Kuala tanjung yang terletak di sebelah Barat merupakan Desa Perupuk, seiring dengan perkembangan waktu dua desa tersebut melakukan pemekaran.Dengan dipersempitnya Desa Perupuk, sampai saat ini banyak mengalami kemajuan.

Desa Perupuk saat ini dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang bernama Bapak Syarkawi yang telah menjabat selama 2 tahun dan sekretaris Desa yang bernama Muhammad Hendra Adha S.H. Desa ini memiliki 13 Dusun yang masing-masing Dusun dipimpin oleh seorang kepala Dusun. Balai Desa saat ini memiliki anggota sebanyak 3 perangkat Desa, 1 Kepala Urusan Pemerintahan yang bernama Elyus Fauziati, 1 Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat bernama Eva Meutia, dan 1 Kepala Urusan Umum yang bernama Siti Suratna dan 12 kepala Dusun. Dusun I kepala lingkungannya bernama Alfian, Dusun II dipimpin oleh Khairuddin, Dusun III dipimpin oleh Syamsul Bahri, Dusun IV dipimpin oleh Hassanuddin, Desa V dipimpin oleh Ruspan, Dusun VI dipimpin oleh Swalis, Dusun VII dipimpin oleh Harunsyah, Dusun VIII dipimpin oleh Khoiri,Dusun IX dipimpin oleh Abu Bakar, Dusun X dipimpin oleh Marwan, Dusun XI dipimpin oleh Khoirul Usman, Dusun XII dipimpin oleh Muhammad Yusuf, Dusun XIII dipimpin oleh Sabri S. Adapun struktur pemerintahan Desa Perupuk sebagai berikut:


(19)

Bagan 1:

STRUKTUR PEMERINTAHAN DESA PERUPUK KEC. LIMA PULUH, KAB. BATU BARA

4.1.2 Keadaan Geografis Desa dan Lingkungan Alam

Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara memiliki wilayah yang terdiri dari 13 Dusun yaitu Dusun I terdiri dari 213 KK (799 jiwa), Dusun II terdiri dari 160 KK (540 jiwa), Dusun III terdiri dari 144 KK (618 jiwa), Dusun IV terdiri 220 KK (1.167 jiwa), Dusun V terdiri dari 132 KK (548 jiwa), Dusun VI terdiri dari 91 KK (351 jiwa), Dusun VII terdiri dari 57 KK (207 jiwa),

Kepala desa

Sekdes

Staf

Kaur.kesra Kaur.umum

Kadus.V Kadus VI Kadus VII Kadus VIII Kadus.IV

Kadus.III Kadus.II

Kadus.I

Kaur.pem

Kadus.XI Kadus.XII Kadus.XIII Kadus.X


(20)

Dusun VIII terdiri dari 127 KK (483 jiwa), Dusun IX terdiri dari 179 KK (782 jiwa), Dusun X terdiri dari 82 KK (314 jiwa), Dusun XI terdiri dari 61 KK (255 jiwa), Dusun XII terdiri dari 91 KK (409 jiwa), Dusun XIII terdiri dari 140 KK (586 jiwa).

Secara geografis Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh berada di ketinggian 14 m dpl. Suhu rata-rata harian 27 - 30ºC, curah hujan 2000/3000 mm, dan jumlah bulan hujan sebanyak 5 bulan, memiliki jarak tempuh dari pusat kota Medan ± 175 km dan kelurahan ini memiliki wilayah seluas ± 1.235 ha, yang terdiri dari:

Tanah sawah Irigasi : 510ha Tanah sawah Tadah Hujan : 18ha

Permukiman : 95ha

Kebun Kelapa/K. Sawit : 520ha

Kebun Palawija : 5ha

Tanah Hutan Lindung : 20ha

Tanah lainnya : 60 ha

Sedangkan batas wilayahnya adalah :

Sebelah Utara berbatasan dengan : Selat Malaka Sebelah Selatan berbatasan dengan : Desa Bulan-bulan Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Gambus Laut Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Guntung


(21)

4.1.3 Gambaran Penduduk Desa Perupuk

4.1.3.1Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Lingkungan Tempat Tinggal

Jumlah penduduk di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara adalah 7.059 jiwa, terdiri dari laki-laki berjumlah 3.499jiwa dan perempuan berjumlah 3.560 jiwa. Jumlah kepala keluarga (KK) yaitu 1.697 KK. Dari seluruh jumlah penduduk yang tinggal di Desa ini terbagi ke dalam 13 Dusun yang masing-masing Dusun terdiri dari 799 jiwa di Dusun I dipimpin oleh Alfian, Dusun II 540 jiwa dipimpin oleh Khairuddin, Dusun III 618 jiwa dipimpin oleh Syamsul Bahri, Dusun IV 1.167 jiwa dipimpin oleh Hassanuddin, Dusun V 548 jiwa dipimpin oleh Ruspan, Dusun VI 351 jiwa dipimpin oleh Swalis, Dusun VII 207 jiwa dipimpin oleh Harunsyah, Dusun VIII 483 jiwa dipimpin oleh Khoiri, Dusun IX 782 jiwa dipimpin oleh Abu Bakar, Dusun X 314 jiwa dipimpin oleh Marwan, Dusun XI 255 jiwa dipimpin oleh Khoirul Usman, Dusun XII 409 jiwa dipimpin oleh Muhammad Yusuf, Dusun XIII 586 jiwa dipimpin oleh Sabri S.Seluruh penduduk di desa ini adalah warga Negara Indonesia atau penduduk pribumi. Secara terperinci dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 3 :Berdasarkan Jenis Kelamin dan Lingkungan Tempat Tinggal

No. Dusun

Jumlah KK

Jumlah Laki-laki

Jumlah Perempuan

Total

F % F % F %


(22)

2. II 160 220 40,74 320 59,25 540 100

3. III 144 299 48,38 319 51,61 618 100

4. IV 220 586 50,21 581 49,78 1.167 100

5. V 132 275 50,18 273 46,74 548 100

6. VI 91 163 46,43 188 53,56 351 100

7. VII 57 106 51,20 101 48,79 207 100

8. VIII 127 254 52,58 229 47,41 483 100

9. IX 179 390 49,87 392 50,12 782 100

10. X 82 160 50,95 154 49,04 314 100

11. XI 61 134 59,55 121 47,45 255 100

12. XII 91 206 50,36 203 49,63 409 100

13 XIII 140 302 51,53 284 48,46 586 100

Total 1.697 3.499 49,56 3.560 50,43 7.059 100

Sumber: Profil Desa Perupuk 2015

Dari tabel 3 dapat kita peroleh gambaran bahwa dari 1.697 KK, jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari jumlah penduduk laki-laki yaitu 3.560 Jiwa (50,43 %), Sedangkan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 3.499 Jiwa (49,56 %). Dari 13 Dusun yang ada di Desa Perupuk, Dusun IV dengan kepala Dusun Bapak Hassanuddin merupakan salah satu


(23)

lingkungan yang penduduknya lebih banyak dibandingkan dengan lingkungan lainnya.Dusun ini terdiri dari 220 KK dengan jumlah penduduk 1.167 jiwa.

4.1.3.3Penduduk Berdasarkan Agama

Ditinjau dari sudut agama, masyarakat di Desa Perupuk termasuk kategori masyarakat yang mendekati homogen. Hal ini dikarenakan Mayoritas masyarakat Perupuk beragama Islam. Selain itu perkembangan agama berkembang berdasarkan turunan dari orang tua ke anak dan ke cucu. Hal inilah membuat agama Islam mendominasi agama di Desa Perupuk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini:

Tabel 4 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah Persentase

1. Islam 7.056 99,95 %

2. Kristen P 3 0,04 %

Jumlah 7.059 100 %

Sumber : Profil Desa Perupuk 2015

Bersadarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa agama yang paling banyak dianut masyarakat di Desa ini adalah agama islam dengan jumlah 99,95 % atau 7.056 jiwa. Agama ini sebagai agama mayoritas yang paling banyak dianut masyarakat dikarenakan penduduk yang tinggal di Desa ini mayoritas suku Melayu. Dan kita ketahui bahwa Etnis Melayu sudah pasti beragama islam. Sedangkan agama Kristen Protestan hanya 0,04 % atau 3 jiwa.


(24)

4.1.3.4 Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu sarana untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dalam berpikir, baik itu secara formal maupun informal.Dengan bekal pendidikan yang dimiliki, seseorang diharapkan dapat berdiri sendiri dalam menunjang kehidupannya di kemudian hari. Bila ditinjau dari segi pendidikannya, penduduk Desa Perupuk cukup bervariasi tingkatannya, sebagaimana terlihat dalam tabel 4 berikut ini:

Tabel 5 :Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase

1. Belum Sekolah 900 12,74

2. Taman Kanak-Kanak 430 6,09

3. Tidak Tamat SD 1.492 21,13

4. SD 1.820 25,78

5. SMP 985 13,95

6. SMA 850 12,04

7. Diploma 250 3,54

8. Sarjana 238 3,37

9. Pendidikan Keterampilan 94 1,33

Jumlah 7.059 100 %

Sumber : Profil Desa Perupuk 2015

Berdasarkan tabel 5 tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Desa Perupuk dapat dikatakan tergolong rendah, dimana tingkat pendidikan penduduknya lebih banyak yang tamatan SD yang berjumlah 1.820


(25)

jiwa (25,78 %) dan jumlah penduduk yang tidak tamat SD sebanyak 1.492 jiwa (21,13 %). Akan tetapi ada penduduk yang memeiliki pendidikan terakhir seperti SMP, SMA, Diploma bahkan Sarjana.

4.1.3.5 Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Mata pencaharian merupakan sumber dasar dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Penduduk Desa Perupuk memiliki berbagai sumber mata pencaharian, antara lain ada yang berprofesi sebagai Petani, Nelayan, Jasa, Industri Rumah Tangga, Pedagang dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 6 :Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

No. Jenis Pekerjaan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. Petani 654 38,79

2. Nelayan 476 28,23

3. Jasa 98 5,81

4. Industri Rumah Tangga 66 3,91

5. Pedagang 97 5,75

6. Pegawai Negeri Sipil 57 3,38

7. Karyawan 23 1,36

8. Buruh 129 7,65

9. Lain-lain/tidak tetap 86 5,11

Jumlah 1.686 100 %


(26)

Dilihat dari sumber mata pencaharian penduduk, pekerjaan penduduk Desa Perupuk yang paling banyak adalah petani yaitu 654 jiwa (38,79%), hal ini dikarenakan di Desa Perupuk merupakan Desa yang mempunyai tanah yang subur dan cocok digunakan untuk menanam padi dan cabai. Selain terletak daerah persawahan, Desa Perupuk juga berada di daerah pinggiran pantai, yang membuat masyarakat juga bergantung dari hasil laut. Masyarakat Desa Perupuk bekerja sebagai nelayan sebanyak 476 jiwa (28,23%). Berprofesi sebagai buruh 129 jiwa (7,65%), jasa sebanyak 98 jiwa (5,81%), sedangkan pedagang 97 jiwa (5,75%). Hal ini dikarenakan Desa Perupuk jauh dari perkotaan yang tidak memungkinkan untuk belanja kebutuhan sehari-hari ke kota setiap minggunya. Dan masyarakat yang bekerja lainnya/tidak tetap sebanyak 86 jiwa (5,11%). Pekerjaan lainnya misalnya saja bekerja serabutan, yang artinya masyarakat tersebut tidak memiliki pekerjaan untuk dikelola sendiri, hanya mencari masyarakat lain yang membutuhkan tenaganya untuk mendapatkan pekerjaan. Sementara masyarakat yang bekerja di industri rumah tangga 66 jiwa (3,91%), selain itu ada juga yang bekerja sebagai Pegawai negeri sipil 57 jiwa (3,38%), dan yang terkecil adalah yang bekerja sebagai karyawan yaitu sebesar 23 jiwa (1,36%).

Berdasarkan data yang didapatkan dari Kantor Dinas Sosial Kabupaten Batu Bara yaitu Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) tahun 2016, bahwa masyarakat Desa Perupuk tergolong fakir miskin sebanyak 280 KK (16,49 %) dari 1.697 KK, yang bersumber dari semua jenis pekerjaan tidak terkecuali nelayan.Kemiskinan seseorang juga dilatar belakangi oleh jenis pekerjaan.Pekerjaan sebagai indikator status ekonomi mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi perekonomian keluarga.


(27)

4.1.4 Sarana dan Prasarana Desa 4.1.4.1Sarana Kesehatan

Pemenuhan kebutuhan kesehatan di Desa Perupuk dilengkapi oleh beberapa prasarana kesehatan.Adapun sarana kesehatan yang terdapat di Desa ini sebanyak 8 unit seperti PUSTU (puskesmas pembantu) dan posyandu yang semuanya diharapkan dapat menunjang dan mendukung kesehatan masyarakat. Untuk lebih terperinci dapat dilihat pada tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 7 :Sarana Kesehatan yang ada di Desa Perupuk

No Sarana Kesehatan Jumlah

1. Puskesmas Pembantu 1 unit

2. Posyandu 7 unit

Total 8 unit

Sumber: Profil Desa Perupuk 2015

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa sarana kesehatan yang terdapat di kelurahan ini terdiri dari dua sarana kesehatan diantaranya Puskesmas Pembantu ada 1 unit, dan Posyandu 7 unit.

4.1.4.2Sarana Pendidikan

Dalam kehidupan dunia pendidikan sangatlah penting karena pendidikan sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga dalam setiap Desa sangat dibutuhkan adanya sarana pendidikan berupa lembaga-lembaga pendidikan. Adapun sarana-sarana pendidikan yang ada di Desa Perupuk adalah Pendidikan Anak Usia Dini, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Madrasah


(28)

Ibtida’iyah, Sekolah Menengah Pertama, dan Madrasah Tsanawiyah Al-Wasliyah yang berstatus negeri dan swasta seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 8 : Sarana Pendidikan yang ada di Desa Perupuk No Sarana Pendidikan Negeri Swasta Jumlah

1. PAUD - 7 7

2. TK 2 2

3. SD 4 4

4. MIB 6 6

5. SMP 1 1

6. MTS AL-WASLIYAH 1 1

Jumlah 5 16 21

Sumber: Profil Desa Perupuk 2015

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah sarana pendidikan yang terdapat di Desa Perupuk berjumlah 21 unit. Dimana sarana pendidikan negeri sebanyak 5 unit dengan rincian tingkat SD 4 unit dan tingkat SMP 1 unit, sarana pendidikan milik swasta terdapat 16 unit dengan rincian tingkat PAUD 7 unit, TK ada 2 unit, tingkat MIB 6 unit, dan tingkat MTS ada 1 unit. Berdasarkan jumlah sarana pendidikan yang terdapat di Desa ini belum maksimal dalam menunjang pendidikan masyarakat dikarenakan belum adanya sekolah tingkat SMA.

4.1.4.3 SaranaIbadah

Dalam kehidupan beragama, sarana peribadahan sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan rohaniah serta memudahkan masyarakat dalam


(29)

melaksanakan ibadah, Desa Perupuk memiliki sarana peribadahan berupa rumah ibadah. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 9 :Sarana Ibadah yang ada di Desa Perupuk

No Sarana Ibadah Jumlah

1. Mushollah 11 unit

2. Mesjid 5 unit

Total 16 unit

Sumber: Profil Desa Perupuk 2015

Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa jumlah sarana peribadatan yang terdapat di Desa Perupuk terdiri dari 11 unit Mushollah, dan 5 unit Mesjid. Di Desa ini tidak terdapat rumah ibadat untuk agama lain, karena pada dasarnya masyarakatnya 99,95 % beragama islam.

4.1.4.4 Sarana Komunikasi

Hiburan yang dapat memberi kesenangan hidup di desa Perupuk ini adalah dengan adanya pesawat televisi.TV merupakan sumber informasi utama dan sarana hiburan bagi seluruh keluarga. Baragam siaran dapat di tangkap oleh TV, seperti Global TV, SCTV, RCTI, INDOSIAR, MNC TV, TV One, dan Trans 7. Untuk ANTV, Trans TV dan Metro TV dapat dilihat tapi agak buram atau biasanya dibilang bersemut. Siaran yang paling digemari adalah sinetron, dan siaran berita.Selain televisi penduduk juga menggunakan radio sebagai sarana komunikasi.Siaran yang paling digemari adalah musik pop dan dangdut saat ibu-ibu rumah tangga dan para remaja yang sedang melakukan rumahnya.Di desa Perupuk sudah masuk alat komunikasi pesawat telepon. Akan tetapi warga di sini


(30)

tidak banyak yang menggunakannya, hanya kantor pemerintah saja yang menggunakannya. Warga lebih memilih menggunakan handphone dari pada memasang pesawat telepon, karena warga merasa lebih hemat dan simpel. Handphone tidak lagi menjadi barang mewah disini akan tetapi sudah menjadi kebutuhan pokok untuk sarana komunikasi.

4.1.4.5 Sarana Rekreasi dan Hiburan

Desa Perupuk yang terletak di pesisir, menjadikan desa ini memiliki banyak tempat rekreasi, yaitu rekreasi tepi pantai.Terdapat beberapa tempat rekreasi tepi pantai yang dapat menjadi pilihan untuk wisatawan.Beberapa pantai itu yaitu, Pantai Datuk, Pantai Sejarah, Pantai Bunga, dan Pantai Laut.Pantai Datuk yang terletak tidak jauh dari desa Perupuk merupakan pantai berpasir putih dan memiliki pemandangan yang indah serta angin yang sejuk menenangkan hati.Di pantai ini juga terdapat kolam renang air tawar yang dibuat untuk menambah kesenangan pengunjung.Pantai Sejarah yang memiliki pemandangan kelaut lepas sungguh indah. Fasilitas yang ada di Pantai Sejarah tidak terlalu banyak, tidak seperti di Pantai Datuk, akan tetapi tetap saja pengunjung tidak pernah sepi di sini terutama pada hari sabtu dan minggu. Ada juga Pantai Bunga, dan Pantai Laut.Untuk mencapai Pantai Laut kita harus menggunakan sampan, pasir putih dan pemandangan yang indah, tidak banyak yang datang ke pantai ini karena untuk pergi kesana harus menggunakan sampan.


(31)

4.1.4.6 Sarana Transportasi

Desa Perupuk terletak jauh dari jalan besar, atau biasanya disebut jalan lintas Kuala Tanjung.Untuk dapat mencapai desa ini dari jalan besar menaiki becak motor, karena angkutan umum tidak ada yang masuk kedalam desa, tarifnya sekitar Rp.25.000-30.000. Rata-rata warga desa Perupuk memiliki sepeda motor sebagai sarana transportasi mereka untuk keluar desa atau hanya sekedar belanja ke pajak. Sepeda juga merupakan transportasi penduduk untuk pergi kerumah saudara terdekat yang masih satu dusun.Dari Medan dapat ditempuh dengan menggunakan bus umum dari terminal terpadu Amplas. Bus yang mempunyai trayek langsung ke desa Perupuk adalah bus CV Sartika. Lama perjalanan dari kota medan sekitar 4 jam dengan tarif Rp. 30.000.

4.1.5 Keadaan Flora dan Fauna

Jenis tumbuhan yang terdapat di desa Perupuk cukup beragam walaupun desa ini terletak di daerah pesisir pantai. Tumbuhan yang terdapat di daerah ini antara lain: kelapa, kelapa sawit, rumbia, pohon bakau (mangrove), dan nipah. Beberapa jenis tumbuhan palawija juga dapat timbuh di desa ini antara lain: padi, cabai, dan kacang-kacangan.

Hewan yang terdapat di desa Perupuk merupakan hewan yang ada di daerah persawahan seperti ular dan tikus, termasuk juga burung-burung yang berterbangan.Dan ada juga hewan peliharaan penduduk seperti kambing, lembu, itik dan ayam.Hewan peliharaan ini selain untuk dikonsumsi sendiri juga dijual sebagai penambah penghasilan rumahtangga. Jenis hewan peliharaan lain yang tidak untuk dikonsumsi adalah ikan lele, kucing dan burung perkutut.


(32)

4.1.6 Hubungan Sosial dan Organisasi Sosial

Hubungan sosial antar tetangga di desa ini sangat baik. Hal ini terlihat saat berkumpul di warung saat belanja, maka ibu-ibu akan bercerita dan bercanda tertawa dengan ibu-ibu yang lain. Setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah maka ibu-ibu akan kumpul di satu rumah. Begitu pula saat diadakannya wirit yang dilakukan setiap seminggu sekali disalah satu rumah warga maka warga akan datang membantu. Pada saat acara pesta seperti pernikahan atau sunatan juga begitu, biasanya disebut rewang, yaitu kegiatan masak memasak yang dilakukan warga disalah satu rumah yang ingin membuat acara.Sama seperti ibu-ibu, bapak juga memiliki kebiasaan wirit setiap minggu dirumah warga, wirit bapak-bapak dilakukan saat malam.Bapak-bapak-bapak biasanya pada malam hari berkumpul dimesjid setelah melakukan sholat Isya.Berbincang-bincang tentang pekerjaan, tentang penghasilan mereka dan terkadang juga membahas soal kondisi politik negara.

4.2 Profil Informan

1. Informan Pertama

Nama : Ishak

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 50 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SD

Penghasilan keluarga/bulan : Rp. 850.000,- Pengeluaran / bulan : Rp. 850.000,-


(33)

Jumlah tanggungan : 5 orang

Alat melaut : Sampan dayung dan Jaring Kepemilikan alat : Milik sendiri

Dusun : IX

Bapak Ishak adalah seorang nelayan tradisional yang berasal dari Dusun IX.Beliau berumur 50 tahun dan sudah menjadi seorang nelayan sejak belum menikah hingga sekarang ±30 tahun.Orang tua Bapak Ishak dahulunya juga seorang nelayan.Bapak Ishak memiliki seorang isteri yang bernama Yusmi yang sekarang berumur 41 tahun.Ibu Yusmi sendiri lahir pada tahun 1975.Pendidikan terakhir pak Ishak hanyalah SD dan ibu Yusmi adalah tamatan SMP. Beliau memiliki total 6 (enam) anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dan memiliki 4 (empat) orang anak yang masih menjadi tanggungannya yang terdiri dari 1 (satu) orang anak perempuan dan 3 (tiga) orang anak laki-laki. Anak yang pertama bernama Hanafi dan telah berumur 23 tahun.Hanafi sendiri berpendidikan terakhir SMP dan saat ini bekerja di Malaysia menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Sedangkan anak pak Ishak yang kedua bernama Aminah berumur 21 tahun, yang ketiga bernama Zulkifli yang berumur 18 tahun, dan Rizki syahmi anak Pak Ishak yang keempat masih berumur 2 tahun.

Peralatan yang digunakan pak Ishak dalam melaut berupa sampan kecil menggunakan dayung yang terbuat dari kayu, dan alat tangkap yang digunakan adalah jaring udang.Nelayan kecil seperti pak Ishak hanya beroperasi disekitar pinggir pantai. Penghasilan pak Ishak sendiri sebagai nelayan tradisional berkisar Rp.15.000; - 30.000;- perhari. Untuk biaya


(34)

makan saja terkadang melebihi pendapatan yang didapat perharinya, belum lagi biaya listrik yang berkisar Rp.40.000,- perbulannya. Dengan keaadan serba kekurangan, isteri serta anaknya tidak tinggal diam. Isteri pak ishak bekerja sebagai tukang jahit dan anaknya bekerja di luar negeri demi menambah penghasilan keluarga.

2. Informan Ke Dua

Nama : Muhammad Salam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 40 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SD

Penghasilan keluarga/bulan : Rp. 700.000,- Pengeluaran / bulan : Rp. 700.000,- Jumlah tanggungan : 5 orang

Alat melaut : Sampan Dayung dan Jaring Kepemilikan alat : Milik sendiri

Dusun : IX

Bapak M. Salam merupakan warga Dusun IX yang sudah cukup lama tinggal di Desa Perupuk, sebelumnya Pak M. Salam merupakan warga Dusun XI.Beliau tinggal di Dusun IX sejak tahun 2004.Bapak M. Salam telah berumur 40 tahun dan sudah 24 tahun bekerja sebagai nelayan.Beliau memiliki seorang isteri yang bernama Ibu Aisyah yang sekarang berumur 35 tahun. Bapak M. Salam dan juga isterinya berpendidikan terakhir SD. Dari


(35)

hasil pernikahannya Bapak M.Salam memiliki 4 (empat) orang anak 2 (dua) laki-laki dan 2 (dua) perempuan. Anak yang pertama bernama Suhaimi telah berumur 18 tahun dan anak yang kedua bernama Sumiyanti 17 tahun. Keduanya sama-sama tamatan SMP dan sekarang bekerja di Rumah Makan (RM) di Kota Medan. Anak beliau yang ketiga bernama fatimah dan sekarang berumur 11 tahun dan anak Bapak M. Salam yang terakhir bernama Edo Syahputra dan masih berumur 8 tahun. Anak kedua dan ketiga dari pasangan Bapak M. Salam dan Ibu Aisyah ini sedang mengenyam pendidikan di bangku SD. Bapak M. Salam mengatakan bahwa rumah dan kendaraan yang ditumpanginya sekarang adalah milik anaknya. Walaupun anak Bapak Salam belum ada yang menikah, tetapi anak pertama dan kedua Bapak ini mengirimkan uang dengan orang tuanya untuk membangun rumah dan membeli kendaraan sepeda motor seadanya agar orang tuanya dapat berpergian dengan mudah.

Bapak M. Salam mengatakan bahwa orang tuanya dahulu juga bekerja sebagai nelayan, dan sehingga pekerjaan nelayan menurun kepada Bapak M. Salam. Alasan Bapak M. Salam masih bertahan menjadi nelayan tradisional dikarenakan tidak ada modal untuk mengganti peralatan melaut yang lebih modern. Beliau juga mengatakan Selain modal, dikarenakan juga tidak ada kerja lain, apalagi hanya tamatan SD susah untuk mendapatkan pekerjaan.

Jika cuaca bagus dan saat ikan banyak dilaut penghasilan Bapak M. Salam bisa mencapai Rp. 50.000,- satu harinya, akan tetapi tidak jarang Bapak M. Salam berpenghasilan dibawah Rp. 20.000,- dan terkadang tidak ada sama sekali dikarenakan cuaca yang tidak bagus.Penghasilan yang selalu


(36)

mengalami ketidakpastian ini, membuat anak serta istri dari pak M. Salam juga terlibat dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

3. Informan Ke Tiga

Nama : Johan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 55

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SD

Penghasilan keluarga/bulan : Rp. 850.000,- Pengeluaran / bulan : Rp. 850.000,- Jumlah tanggungan : 4 orang

Alat melaut : Mesin Tempel dan Jaring Kepemilikan alat : Milik Tokeh

Dusun : X1

Bapak Johan merupakan warga asli Desa Perupuk yang merupakan seorang nelayan tradisional yang sudah berumur 55 tahun.Beliau menjadi nelayan ±30 tahun. Ibu Supiah adalah istri beliau, Ibu Supiah dan Bapak Johan sama-sama tidak menamatkan pendidikannya di SD. Dari pasangan ini memiliki anak 7 orang, tetapi yang menjadi tanggungan sekarang 4 orang. Anak Bapak Johan sudah berkeluarga semua, akan tetapi anak dari urutan keempat dari pasangan Bapak Johan dengan Ibu Supiah ini sudah berpisah dengan suaminya. Anak yang keempat ini bernama Wardiah (30 tahun) dan mempunyai 2 (dua) orang anak 1 (satu) laki-laki dan 1 (satu) perempuan.


(37)

Perempuan yang bernama Mahyuni ( 17 tahun) yang sedang mengenyam pendidikan di SMA, sedangkan laki-laki bernama Rizal (11 tahun) masih duduk di bangku SD. Anak, isteri beserta cucu itulah yang menjadi tanggungan Bapak Johan sekarang.

Orang tua Bapak Johan dahulunya adalah seorang pedagang, akan tetapi pekerjaan itu tidak dapat dilanjutkan oleh pak Johan dikarenakan tidak adanya modal, hingga akhirnya diputuskan oleh pak Johan untuk menjadi seorang nelayan. Pak johan mengatakan bahwa tidak ada kerja lain yang dapat dikerjakannya selain melautakan tetapi pak johan juga terkadang membuat atap dari daun nipah apabila ada pesanan orang, jika tidak ada pesanan maka keluarga pak johan hanya bergantung dari hasil laut. Keluarga pak Johan tidak memiliki modal maupun keterampilan yang dapat dikembangkan.

Bapak Johan tidak memiliki sampan maupun alat tangkap jaring, yang dipakai oleh Pak Johan hingga sekarang ini adalah milik tokeh.Tokeh memberikan pinjaman sampan dan jaring kepada Pak johan, tanpa meminta bayaran.Akan tetapi ikan yang didapat dari hasil melaut harus dijual kepada tokeh tersebut, dan sampan beserta jaring tersebut hanya bisa dipakai selagi masih berhubungan jual beli ikan dengan tokeh itu.

Rumah pak Johan terbuat dari papan, beratapkan daun rumbia.Tanah yang ditempati oleh rumah beliau masih status menumpang dan kamar mandinya tidak terdapat didalam rumah.Sumur dibuat sekitar 15 meter dari rumah dan berdindingkan daun kelapa. Dirumah pak Johan tidak terdapat meteran


(38)

listrik, beliau mengambil aliran listrik dari tetangga yang dibayar Rp. 40.000,- perbulannya.

4. Informan Ke Empat

Nama : Ridwan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 43

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SD

Penghasilan keluarga/bulan : Rp. 900.000,- Pengeluaran / bulan : Rp. 900.000,-

Jumlah tanggungan : 4 orang

Alat melaut : Mesin Tempel dan Jaring Kepemilikan alat : Milik Sendiri

Dusun : IX

Bapak Ridwan merupakan salah satu warga Dusun IX di Desa Perupuk.Beliau bekerja sebagai nelayan tradisional ±24 tahun dan sudah menikah dengan isterinya yang bernama Ibu Sahara 20 tahun yang lalu. Pak Ridwan pendidikan terakhirnya adalah SMA sedangkan Ibu Sahara hanya tamatan SD. Dari pasangan ini mempunyai anak 3 (tiga) orang dimana terdapat 2 (dua) anak perempuan dan 1 (satu) laki-laki yang semuanya masih menjadi tanggungan pak Ridwan. Anaknya yang mash bersekolah sebanyak 2 (dua) orang. Jadi total tanggungan pak Ridwan adalah 4 orang yaitu isteri dan ketiga anaknya yang semuanya masih berada di dalam satu rumah. Anak


(39)

pak Ridwan yang pertama perempuan bernama Musdalifah dan sekarang telah berumur 18 tahun dan baru saja lulus dari SMA. Musdalifah ingin melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi akan tetapi orang tuanya tidak sanggup untuk membiayainya. Untuk saat ini anak pak Ridwan yang pertama ini belum bekerja dan masih pengangguran.Anak pak Ridwan yang kedua juga seorang perempuan yang bernama Ariani yang sekarang berumur 15 tahun dan saat ini masih bersekolah di kelas 1 (satu) SMA. Sedangkan anak pak Ridwan yang terakhir adalah laki-laki yang sekarang berumur 11 tahun dan masih duduk di kelas 5 (lima) SD.

Saat tiba musim cari kerang, isteri dari pak Ridwan yaitu ibu Sahara pergi kelaut untuk mencari kerang.Pergi pagi pulang sore dan terkadang pergi sore pulang di subuh hari.Ibu Sahara ikut bekerja menambah penghasilan dikarenakan jika mengharapkan dari hasil laut maka anak-anak tidak dapat sekolah. Maka dari itu Ibu sahara ikut berjuang banting tulang demi kelangsungan hidup keluarga. Akan tetapi mencari kerang bersifat musiman. Dalam 1 (satu) bulan hanya 15 hari Ibu sahara melaut, selebihnya Ibu sahara hanya mengurus rumah tangga.

5. Informan Ke Lima

Nama : Muhammad Tarmizi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 46

Agama : Islam


(40)

Penghasilan keluarga/bulan : Rp. 850.000,- Pengeluaran / bulan : Rp. 850.000,- Jumlah tanggunga : 4 orang

Alat tangkap : Sampan dayung dan Jaring Kepemilikan alat : Milik Sendiri

Dusun : XIII

Bapak M. Tarmizi yang biasanya dipanggil sehari-hari mizi ini seorang nelayan tradisional menggunakan sampan kecil ukuran panjang 4-5 meter dan lebar 0,5-1 meter. Sampan dijalankan dengan dayung yang terbuat dari kayu dan alat tangkap yang digunakan adalah jaring udang.Nelayan kecil seperti pak Tarmizi ini hanya bisa beroperasi di sekitar pinggir pantai dikarenakan tidak dapat melawan gelombang laut yang tinggi dengan dayung.

Pak Mizi saat ini berumur 46 tahun dan bekerja sebagai nelayan ±20 tahun.Beliau mempunyai seorang isteri yang bernama Sumini dan sekarang telah berumur 45 tahun.Pendidikan terakhir pak Mizi adalah SMA sedangkan isterinya hanya tamatan SD. Jumlah anak dari pasangan Bapak Mizi dan Ibu Sumini 4 orang.Anak yang pertama yaitu perempuan bernama Fitriani (22 tahun) tamat SMP dan sekarang sudah berkeluarga.Anak yang kedua laki-laki bernama Ardiansyah (20 tahun) tamat SD dan sekarang tinggal bersama orangtuanya.Sedangkan anak kedua dan ketiga masih mengenyam pendidikan di SD.

Didalam memenuhi kebutuhan sehari-hari pak Mizi juga dibantu oleh isteri dan anak laki-lakinya. Ibu Sumini saat tiba musim panen cabai, beliau


(41)

ikut memanen cabai milik orang lain dengan upah Rp. 50.000,- perharinya, saat habis musim panen cabai isteri dari pak Mizi hanya mengurus rumaha tangga. Sedangkan anak laki-lakinya yang bernama Ardi ikut berjualan es keliling dengan saudaranya.

6. Informan Ke Enam

Nama : Syamsudin

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 50 tahun

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : Tidak sekolah

Penghasilan keluarga/bulan : Rp. 700.000,- Pengeluaran / bulan : Rp. 700.000,- Jumlah tanggungan : 3 orang

Alat tangkap : Sampan dayung dan Jaring Kepemilikan alat : Milik sendiri

Dusun : X

Bapak Syamsudin seorang laki-laki yang berumur 50 tahun dan sudah bekerja sebagai nelayan dari sejak lajang hingga menikah ±30 tahun.Beliau mempunyai seorang isteri yang bernama Mariana yang sekarang berumur 48 tahun.Bapak Syamsudin dan ibu Mariana sama-sama tidak pernah mengenyam sekolah.Sudah 15 tahun Bapak Syamsuddin dan Ibu Mariana menikah sampai saat belum dikaruniai anak.Tangungan Bapak Syamsudin sebanyak 3 orang yaitu isteri, adik dari isteri yang bernama Satiana, dan anak


(42)

dari Satiana.Saat ini Satiana beserta anaknya menumpang di rumah Bapak Syamsudin karena belum mempunyai rumah.Sedangkan suami dari satiana bekerja di Malaysia sebagai TKI.Satiana berumur 30 tahun dan mengenyam pendidikan terakhir di SD sedangkan anaknya masih berumur 4 tahun.

Dalam kesehariannya Bapak Syamsudin hanya bekerja sebagai nelayan tradisional, mengayuh sampan dengan dayung yang terbuat dari kayu.Lokasi untuk menangkap ikan hanya di sekitar pinggir pantai saja dikarenakan alat tangkap yang digunakan tidak dapat mensiasati irama musim.Jika saat angin kencang, maka Bapak Syamsudin terpaksa tidak jadi pergi melaut dan harus kembali pulang kerumah.

Tanah yang ditempati oleh rumah Bapak Syamsudin saat ini masih status menumpang milik keluarga. Sumber listrik berasal dari aliran listrik tetangga dan harus dibayar perbulannya Rp. 40.000,-. Penghasilan dari hasil melaut menurut Bapak Syamsudin selalu pas-pasan dan bahkan tidak mencukupi untuk keperluan sehari-hari, dan terpaksa harus menghutang ke warung untuk memenuhi keperluan dapur.Dalam kesehariannya adik ipar dari pak syamsuddin tersebut juga terkadang membantu biaya untuk belanja kebutuhan sehari-hari.

7. Informan Ke Tujuh

Nama : Rozali

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 62 tahun


(43)

Pendidikan terakhir : SD

Penghasilan keluarga/bulan : Rp. 900.000,- Pegeluaran / bulan : Rp. 900.000,- Jumlah tanggungan : 3 orang

Alat tangkap : Mesin Tempel dan Jaring Kepemilikan alat : Milik Tokeh

Dusun : X

Bapak Rozali merupakan warga yang tinggal di Dusun X dan sudah menikah dengan ibu Sahara.Pak Rozali saat ini sudah berumur 62 tahun sedangkan Ibu Sahara berumur 50 tahun. Sepasang suami isteri ini mengenyam pendidikan terakhir di SD. Dari pasangan Ibu Sahara dan Bapak Rozali mempunyai anak 4 orang, akan tetapi yang menjadi tanggungan sekarang sebanyak 3 orang. Walaupun Bapak Rozali hanya seorang nelayan tradisional tetapi beliau mampu menyekolahkan anaknya semua dengan sedaya upaya beliau. Beliau mempunyai anak 3 (tiga) perempuan dan 1 (satu) laki-laki. Anak yang pertama dan kedua sudah berkeluarga dan tinggal di rumahnya masing-masing.Anak yang pertama bernama Erliza dan anak yang kedua bernama Eriana.Sedangkan anak yang ketiga dan keempat masih menjadi tanggungan Bapak Rozali.Anak yang ketiga bernama melita dan anak yang keempat bernama Riyon.Dari keempat anak dari beliau 3 (tiga) diantaranya sudah tamat SMA, sedangkan anak yang terakhir masih duduk dibangku SMA kelas 2(dua).

Sampan dan jaring yang dipakai oleh Bapak Rozali sehari-hari adalah milik tokeh, beliau diberi kepercayaan oleh tokeh untuk membawa


(44)

pekarangan tersebut selagi masih bekerja dengannya. Sampan yang diberikan berukuran kecil sama dengan ukuran sampan dayung, hanya saja sampan tersebut sudah menggunakan mesin bermerek kubota.

Penghasilan keluarga Bapak Johan diperkirakan sekitar 40.000; perhari, dan pengeluarannya sekitar 40.000; perhari.Jadi dari penghasilan yang minim tersebut membuat keluarga Bapak Rozali tidak pernah menabung untuk keperluan masa mendatang. Apalagi penghasilan nelayan sangat sulit untuk dipastikan, terkadang ada dan bahkan tidak ada sama sekali. Jika penghasilan tidak cukup untuk keperluan dapur maka beliau terpaksa menghutang ke warung.

Tempat tinggal yang ditempati oleh keluarga Bapak Johan adalah milik sendiri akan tetapi tanah yang ditempati milik dari saudara beliau. Rumah beliau berlantai dan berdindingkan papan, beratapkan daun rumbia dan sumurnya berada diluar rumah berjarak sekitar 20 meter dari rumah.Kehidupan ekonomi keluarga masih sangat jauh dari kata sejahtera.

8. Informan Ke Delapan

Nama : Jamhur

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 40 tahun

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SD

Penghasilan keluarga/bulan : Rp. 750.000,- Pengeluaran / bulan : Rp. 750.000,-


(45)

Jumlah tanggungan : 4 orang

Alat tangkap : Sampan Dayung dan Jaring Kepemilikan alat : Milik Sendiri

Dusun : XI

Bapak Jamhur adalah seorang nelayan pinggiran atau nelayan kecil yang hanya beroperasi di sekitar pinggir pantai.Beliau memiliki sampan dan jaring sendiri.Akan tetapi jaring milik pak Jamhur sudah banyak rusak, dan sudah selayaknya diganti.Dengan penghasilan yang serba pas-pasan, Bapak Jamhur belum dapat mengganti jaring yang baru. Ada kalanya seorang nelayan tradisional sama sekali tidak mendapatkan penghasilan dikarenakan irama musim.

Bapak Jamhur mempunyai seorang istrri bernama Ibu Herliza.Pasangan suami isteri ini mengenyam pendidikan terakhir di SD. Bapak Jamhur sekarang telah berumur 40 tahun sedangkan Ibu Herliza berumur 35 tahun.Dari pasangan ini dikarunia 3 orang anak.Ketiga anak beserta isteri merupakan tanggungan pak Jamhur.Anak yang pertama laki-laki bernama Indra dan sudah berusia 20 tahun.Indra hanya menamatkan sekolah di tingkat SD dan sekarang bekerja menjadi seorang nelayan.Indra hanya melaut saat tiba musim kerang.Anak kedua pak Jamhur seorang perempuan yang bernama Ayu yang sekarang sudah berumur 18 tahun.Ayu telah menamatkan sekolahnya sampai tingkat SMP.Anak yang paling kecil dari pasangan pak Jamhur dan Ibu Aisyah sekarang ini telah berumur 12 tahun dan masih mengenyam pendidikan di SD.


(46)

Keadaan ekonomi keluarga pak Jamhur sangat memprihatinkan.Ini terlihat dari kondisi rumah yang dihuni beliau sekarang ini.Rumah pak Jamhur berlantaikan papan, berdindingkan anyaman bambu dan beratapkan daun nipah.Rumah beliau tidak terdapat kamar mandi, dan hal ini membuat keluarga pak Jamhur harus mengangkat air dari sumur bor milik pemerintah yang terdapat 50 meter dari rumah untuk keperluan sehari-hari.

9. Informan Ke Sembilan

Nama : Mansyur

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 52 tahun

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SD Penghasilan keluarga/bulan: Rp. 900.000,- Pengeluaran / bulan : Rp. 850.000,- Jumlah tanggungan : 2 orang

Alat tangkap : Mesin Tempel dan Jaring Kepemilikan alat : Milik Sendiri

Dusun : VIII

Bekerja sebagai nelayan sudah dilakukan pak Mansyur dari sejak lajang hingga saat sekarang ini yang sudah ± 32 tahun. Awalnya pak Mansyur dahulunya ikut melaut dengan orang tuanya, tetapi hingga saat ini pekerjaan itu tidak bisa dilepaskan oleh pak Mansyur, karena disebabkan pendidikan yang rendah dan kurangnya modal, sehingga tidak dapat mencari


(47)

pekerjaan tetap lainnya. Jadi pekerjaan nelayan merupakan pekerjaan turunan dari orang tua pak Mansyur.Saudara laki-laki dari pak Mansyur semuanya bekerja sebagai nelayan tradisional. Hanya saja pak Mansyur yang dahulunya mendayung sampan pergi melaut, akan tetapi sekarang sudah mengalami perubahan dengan memakai mesin tempel.

Pak Mansyur memiliki 6 (enam) orang anak, akan tetapi yang menjadi tanggungan beliau sekarang hanya 2 (dua) orang, yaitu anak yang ke-enam dan isterinya. Ke-lima anaknya sudah bekeluarga, dan tinggal dirumahnya masing-masing.Dari ke-enam anak pak Burhan hanya 1 orang yang pernah mengenyam pendidikan tingkat SMA yaitu anak yang ke-5. Rumah yang ditempati oleh keluarga pak Burhan sekarang ini adalah milik sendiri, akan tetapi tanah yang ditempatinya milik orang lain, pak Burhan hanya menumpang dengan si pemilik tanah. Bagi keluarga pak Mansyur, untuk makan, lauk dan sayur tidak perlu dicemaskan, yang paling mencemaskan bagi mereka apabila tidak mempunyai beras.Kalau sudah ada nasi mereka sangat sudah bersyukur, lauk pauk mereka makan seadanya saja, jika ada ikan yang dibawak dari laut, itulah yang mereka makan.Jika sedang tidak melaut, ikan yang diasinkan itulah lauk mereka makan.Selain bekerja sebagai nelayan, pak Mansyur mempunyai pekerjaan tambahan dengan bertani padi.Saat mereka mempunyai banyak rezeki, keluarga pak Burhan berusaha untuk bisa menanam padi, hal ini dilakukan agar bisa menutupi kekurangan ekonomi saat terjadi musim paceklik dan penghasilan yang tidak pasti.


(48)

10.Informan Ke Sepuluh

Nama : Edi Surianto

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 56 tahun

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SD

Penghasilan keluarga/bulan : Rp. 850.000,- Pengeluaran / bulan : Rp. 850.000,- Jumlah tanggungan : 4 orang

Alat tangkap : Sampan Dayung dan Jaring Kepemilikan alat : Milik Sendiri

Dusun : VIII

Bapak Edi Surianto yang biasa dipanggil pak Sedi adalah warga Dusun VIII Desa Perupuk.Bapak Edi saat ini sudah berusia 56 tahun dan sudah bekeja sebagai nelayan selama ± 40 tahun.Dilihat dari segi umur dan kondisi fisik, pak Sedi sudah tidak pantas untuk bekerja sebagai nelayan.Jika dibandingkan dengan seorang pegawai, seusia pak Sedi seharusnya sudah menginjak pensiun. Akan tetapi tidak dengan pak Sedi, pak Sedi harus menghidupi sebanyak 4 orang yang terdiri dari isteri, anak, dan 2 orang cucu.

Ekonomi keluarga pak Sedi banyak dibantu oleh anaknya.Anaknya yang berada di Pekan Baru terkadang mengirimkan uang untuk orang tuanya, walaupun sudah berkeluarga.Pak Sedi juga diberi modal oleh anaknya untuk bertani dengan memakai lahan milik anaknya.Saat panen tiba, sangat sedikit keuntungan yang didapat oleh pak Sedi, karena pada dasarnya sawahnya


(49)

berukuran kecil.Akan tetapi pak Sedi tidak perlu cemas untuk membeli beras, karena sudah disisihkan dari hasil panen untuk persediaan selama 2 bulan.

11.Informan ke sebelas

Nama : Burhan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 45 tahun

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SD Penghasilan keluarga/bulan: Rp. 900.000,- Pengeluaran / bulan : Rp. 850.000,- Jumlah tanggungan : 2 orang

Alat tangkap : Sampan Dayung dan Jaring Kepemilikan alat : Milik Sendiri

Dusun : XI

Bapak Burhan adalah seorang nelayan tradisional yang sudah bekerja sebagai nelayan ± 36 tahun.Pak Burhan melaut menggunakan dayung yang terbuat dari kayu sebagai penggerak sampan dan menggunakan jaring udang/ikan sebagai alat tangkap.Lokasi yang dapat ditempuh oleh nelayan tradisional seperti pak Burhan ini hanya dapat menjangkau perairan pinggir pantai.

Pak Burhan saat ini sudah berusia 45 tahun, dan mempunyai seorang isteri yang bernama Jarauni yang sudah berumur 48 tahun.Pak Burhan lebih muda


(50)

3 tahun dibandingkan umur isterinya. Dari pasangan ini, mereka mempunyai 4 orang anak, akan tetapi yang menjadi tanggungan pak Burhan saat ini hanya 2 orang yaitu anak ke-tiga dan isterinya. Anak pertama dan kedua sudah bekeluarga dan mempunyai anak, sedangkan anak yang terakhir saat ini duduk dikelas 1 SMK dan statusnya disekolahkan oleh adik kandung dari pak Burhan dan tinggal bersamanya.Dari keempat anak pak Burhan hanya anak yang terakhir yang dapat mengenyam pendidikan sampai tingkat SMK, sedangkan yang lainnya hanya tamatan SD. Hal ini dikarenakan ketidakmampuan pak Burhan menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang yang lebih tinggi.

Bekerja sebagai nelayan sudah dilakoni oleh pak Burhan dari semenjak lajang, hingga saat ini masih menjadi nelayan.Dengan tamatan SD dan tidak adanya modal sulit bagi pak Burhan untuk mencari pekerjaan tetap lainnya, sehingga membuat beliau harus tetap memaksakan diri bekerja di laut.Akan tetapi selain bekerja tetap sebagai nelayan, pak Burhan juga mempunyai sawah yang ditanami padi.Tanah sawah yang ditanami padi tersebut adalah tanah saudaranya. Bertani bagi keluarga pak Burhan bukan sebagai usaha dagang melainkan sebagai sebagai suatu cara hidup agar tetap bertahan. Dengan bertani keluarga pak Burhan tidak perlu mencemaskan biaya untuk membeli beras saat musim paceklik maupun pada saat tidak bisa melaut.

Konsep nelayan tradisional untuk para nelayan yang ada di Desa Perupuk yaitu merupakan nelayan tradisional yang menggunakan sampan berukuran kecil yang panjangnya 4 - 5 meter dan lebarnya 0,5 - 1 meter muatan 1 - 2 orang,


(51)

menggunakan dayung maupun mesin tempel sebagai alat penggerak sampan serta menggunakan alat tangkap jaring dan hanya dapat beroperasi di sekitar pinggir pantai. Sampan yang digunakan oleh para nelayan tradisional ini merupakan milik sendiri dan terdapat juga milik tokeh.Hal ini senada dengan penelitian Sudarso (2008) dalam jurnalnya yang berjudul “Tekanan kemiskinan struktural komunitas nelayan tradisional di perkotaan”, salah satu ciri dari usaha nelayan tradisional adalah teknologi penangkapan yang bersifat sederhana dengan ukuran perahu yang kecil, daya jelajah terbatas, daya muat perahu sedikit, daya jangkau alat tangkap terbatas dan perahu dilajukan dengan layar, dayung atau mesin ber PK kecil.

Nelayan tradisional yang ada di Desa Perupuk ini merupakan nelayan tradisional yang sudah turun temurun dari generasi ke generasi. Sebagai nelayan, mereka harus meninggalan rumah pada saat penduduk yang bukan nelayan sedang menikmati istirahatnya.Mereka harus berada di laut pada subuh hingga siang dan sore hari, sementara mereka yang bukan nelayan dapat berteduh dari teriknya panas matahari.Belum lagi adanya badai yang datang secara tiba-tiba, jaring yang tersangkut karang, serta tidak jarang terguyur air hujan yang lebat, sehingga mereka selalu merasakan kedinginan, kepanasan dan kewaspadaan ketika berada di laut.Sore hari, ketika mereka sudah berada ditengah-tengah keluraganya dengan keadaan lelah, para nelayan harus membubul (memperbaiki) jaring yang telah rusak.Dengan demikian, dapat dipahami begitu besar kerja keras para nelayan untuk mencari nafkah keluarganya.Namun kerja keras tersebut belum tentu dapat membuahkan hasil yang memuaskan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan baik, karena begitu banyak faktor penyebabnya.Salah satu faktor


(52)

penyebab yaitu keterbatasan alat tangkap yang mereka gunakan yang menjadikan faktor penyebab melemahnya pendapatan nelayan tradisional.

Kehidupan ekonomi dari sebagian besar nelayan tradisional yang ada di Desa Perupuk ini dapat dikatakan berada di posisi menengah ke bawah.Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan primer dan sekunder mereka, misalnya keadaan rumah, perabot rumah tangga, pendidikan anak dan sebagainya.Tidak terpenuhinya kebutuhan ekonomi nelayan tradisional ini secara tidak memadai dikarenakan begitu banyak masalah dan persoalan yang mereka hadapi dalam menjalankan rutinitas pekerjaan mereka, cuaca ekstrim merupakan kendala yang paling tidak bisa dihindari oleh para nelayan.Dalam kondisi cuaca stabil saja belum tentu mereka mendapatkan hasil tangkapan ikan yang banyak apalagi saat terjadi cuaca ekstrim yang sudah jelas membuat nelayan ini harus pulang melaut, karena selain membuat hasil tangkap mereka menurun, juga dapat membahayakan keselamatan nelayan. Hal ini senada dengan penelitian Aldwin (2009: 198) menyimpulkan bahwa deraan hidup yang datang bertubi-tubi sepanjang karier sebagai nelayan, boleh diasumsikan sebagai gelombang yang mempermainkan perahu di tengah laut. Perahu itu bahkan seperti sabut kecil, tidak berdaya, terhempas terhayun oleh gelombang dan hanya pasrah dengan kemurahan hati gelombang laut. Jika gelombang reda maka nelayan akan bisa menarik selama beberapa waktu. Namun tetap saja mereka harus lebih keras berjuang, sama seperti saat mereka berjuang menghadapi gelombang laut. Penghasilan yang diperoleh saat merapat ke dermaga untuk menjual hasil laut yang diperoleh, seakan tidak sebanding dengan perjuangan hidup yang mereka alami selama melaut.Perairan laut yang tenang diiringi riak, tiba-tiba dapat mengubah dirinya


(53)

menjadi gelombang yang siap mempermainkan perahu nelayan tradisional.Jika keadaan sudah seperti ini, para nelayan harus berupaya kuat untuk selamat.

Di Desa Perupuk perubahan cuaca yang sering terjadi dan dialami oleh para nelayan tradisional biasanya seperti gelombang tinggi, angin kencang, hujan dan sebagainya.Cuaca ekstrim ini dapat terjadi kapan saja, terkadang datang pada saat nelayan belum pergi melaut dan akhirnya mereka menunda keberangkatan melautnya dan bahkan tidak jadi melaut, ada kalanya cuaca ekstrim tersebut datang ketika para nelayan masih berada di lautan yang membuat mereka sulit untuk kembali ke daratan.Bagi nelayan tradisional yang masih menggunakan dayung sebagai penggerak sampan, tampak sangat menyedihkan saat mereka harus melawan arus gelombang yang tinggi serta angin kencang, sehingga mereka harus pulang ke daratan secepatnya.

Mungkin tidak banyak yang mengetahui bagaimana perjuangan nelayan menghadapi gelombang laut sewaktu mereka melaut. Sejumlah orang, tokeh ikan yang sangat dekat dengan proses kerja nelayan, mungkin tidak merasa perlu mengetahui hal ini. Bagi nelayan, penghasilan yang lebih, boleh jadi jauh lebih menarik dibincangkan dari pada memikirkan perjuangan dan nasib yang mereka alami di darat dan di laut.Aspek kesehatan dan keselamatan kerja juga tak luput diperhatikan.Padahal saat ini, kedua aspek itu menjadi prioritas perhatian banyak pihak. Namun bagi nelayan, laut laksana denyut nafasnya, sumber kehidupan yang akan mewarnai perolehan kesejahteran dari dan anggota keluarganya. Hal yang mereka lakukan adalah melintas gelombang merajut masa depan.


(54)

4.3 Proses Kerja Nelayan Tradisional

Kegiatan keseharian para nelayan tradisional yang ada di Desa Perupuk ini yaitu bekerja sebagai nelayan.Ada nelayan yang memiliki sampan dan alat tangkap sendiri yang sudah pasti pendapatan nelayan kategori ini bersih tanpa ada pembagian untuk tokeh nelayan. Nelayan yang menggunakkan sampan dayung di Desa Perupuk semuanya memiliki alat tangkap milik sendiri, akan tetapi nelayan yang menggunakan sampan yang menggunakan mesin tempel sebagai penggerak sampan ada milik sendiri dan dan ada juga milik tokeh. Walaupun bagi nelayan yang menggunakan sampan milik tokeh, nelayan tersebut tidak ada pembagian hasil dengan tokeh.Kesepakatan yang telah dibuat oleh tokeh dengan nelayan yang menggunakan sampannnya adalah harus menjual ikan dengannya dan boleh memakai sampan dan alat tangkap selagi bekerja dengannya. Seperti yang diungkapkan oleh pak Rozali:

“Itulah enaknya kami, sampan samo jaring dikasih pinjam samo tokeh, tak ado yang namonyo potong-potong gaji, hanyo saja ikan yang didapat harus dijual samo tokeh itu, dan pekarangan tu dapat dipakai selagi bekojosamo dengannyo”.(Sumber : Wawancara 20 Juni 2016)

Hal yang senada juga diungkapkan oleh pak Johan, beliau mengatakan:

“Waah, kalau uwak tak punyo sampan sendiri, uwak memakai sampan punyo tokeh, sampannyo tak diboya(dibayar) tetapi dipinjamkan, tak ado istilah-istilah untuk potong gaji, yang penting jual ajolah ikan samo dio(tokeh)”.(Sumber : Wawancara 19 Juni 2016)

Setiap nelayan di Desa Perupuk walaupun memiliki alat tangkap serta sampan sendiri tetap menjual ikannya dengan tokeh langganannya terlebih lagi nelayan yang menggunakan sampan milik tokeh.Hal ini dikarenakan tidak adanya akses bagi nelayan tradisional untuk menjual ke pasar, dan tidak adanya waktu untuk menjual bebas dengan masyarakat lainnya.Seperti yang diungkapkan oleh


(55)

pak Ishak yang merupakan seorang nelayan yang memiliki alat tangkap sendiri yaitu :

“Ikan yang didapat terpaksa dijual ke tokeh langganan lah, mano bisa bapak menjual langsung ke pajak, balek dari laut ajo potang (sore), sedangkan awak butuh duit secopat mungkin untuk belanjo dapur”.(Sumber : Wawancara 17 Juli 2016)

Ikan yang didapatkan oleh nelayan tradisional di Desa Perupuk dibayar oleh tokeh kepada nelayan dengan harga yang berbeda tipis dengan harga jual di TPI (tempat pelelangan ikan).Ikan yang dibeli oleh tokeh dengan nelayan dengan harga Rp. 5.000;-/kg dan dijual kembali oleh tokeh ikan dengan harga Rp. 7.000,-kg di TPI maupun di Pasar.

Kegiatan para nelayan tradisional di Desa Perupuk berangkat melaut dimulai dari jam 05.00 ataupun selesai sholat shubuh dan pulang antara waktu siang hingga sore hari dan itu juga tergantung pada kondisi cuaca di laut dan tergantung pada pendapatan. Seperti yang diungkapkan oleh pak Ridwan sebagai berikut :

“Pogi kelaut subuh hari sekitar jam 5 pagi kalau baleknyo kadang sekitar jam-jam duo lah, tergantung cuaca lah”.(Sumber : Wawancara 15 Juli 2016)

Hal senada juga diungkapkan oleh pak Mansyur, beliau mengatakan :

“Kalau pogi kelaut habis sembayang shubuh la, kalau baleknyo tergantung cuaca samo pasang air laut lah, tapi lebih sering balek sekitar jam-jam duo gitulah.”(Sumber : Wawancara 24 Juli 2016)

Pulang dari melaut, nelayan tradisional memperbaiki alat tangkapnya berupa jaring, jika kondisi jaring banyak yang rusak maka para nelayan harus


(56)

mengerjakan sampai sore hari dan terkadang hingga malam hari, dikarenakan besoknya harus dibawa kembali ke laut.

4.4 Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan

Pekerjaan sebagai nelayan memiliki penghasilan yang tidak pasti, hal ini disebabkan karena perubahan cuaca bisa terjadi kapan saja.Lain lagi halnya dengan datangnya musim pasang mati (paceklik) yang terjadi di setiap bulannya. Dalam satu bulan musim pasang mati (paceklik) terjadi selama 10 hari dan total dapat melaut selama 20 hari jika kondisi cuaca stabil. Pendapatan seorang nelayan dalam tiap kali melaut tidak dapat dipastikan hal ini bergantung dengan alam, baik buruknya cuaca pada saat mereka melaut.

Untuk tiap pergi melaut, nelayan tradisional ini hanya mendapatkan penghasilan yang pas-pasan, terkadang kurang, dan terkadang sedikit meningkat dan sangat jarang para nelayan tradisional mendapat penghasilan yang besar dalam sekali melautnya. Bukan hanya biaya untuk makan saja yang harus dikeluarkan keluarga nelayan, akan tetapi biaya pendidikan anak-anaknya, biaya kesehatan dan biaya-biaya yang lainnya yang harus mereka penuhi setiap harinya. Hal ini membuat para isteri dan anak mereka tidak tinggal diam, mereka ikut membantu kepala keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh pak Ridwan, beliau mengatakan bahwa :

“Kalau kelaut ne dek kadang ado kadang tak ado begaji, kadang ado dapat gaji lobih, tekadang kosong terus.Kalau dihitung-hitung tak cukuplah untuk kebutuhan sehari-hari, apolagi biaya untuk anak-anak sekolah, untuk memenuhinya isteri bapak banyak jugo ikut membantu”.(Sumber : Wawancara 17 Juli 2016)


(57)

Hal senada juga diungkapkan oleh ibu Yusmi isteri dari pak Ishak, mengatakan bahwa :

“Waah, kalau penghasilan dari laut pas-pas untuk makan sehari ajolah, itupun kadang kurang, kalau untuk biaya anak, biaya listrik tau pandai ibuklah, kadang kalau banyak jahitan lumayan jugolah untuk menutupi kekurangan tu”.(Sumber : Wawancara 14 Juli 2016)

Kehidupan keluarga nelayan selalu dilanda ketidakpastian. Adapun kriteria kemiskinan menurut standar BPS (Biro Pusat Statistik) yaitu sebanyak 14 indikator, jika minimal 9 indikator terpenuhi maka suatu rumah tangga miskin. Kemiskinan pada keluarga nelayan tradisional di Desa Perupuk dapat dilihat dari:

1. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari kayu/papan. Rumah para nelayan tradisional ini lantainya terbuat dari papan pohon kelapa dan sudah tampak lapuk, mereka belum sanggup membangun rumah yang baru. Jika lantainya ada yang rusak mereka hanya sanggup menggantinya satu persatu. Rumah mereka sudah terlihat condong, tetapi mereka tidak mengkhawatirkan hal tersebut bagi mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari lebih penting. Hal ini diungkapkan oleh pak Syamsuddin, yang mengatakan bahwa :

“Rumah lapuk ne jugolah kami tunggu, ondak buat rumah batu duit kami bolum ado, dapat makan sehari-hari ajo udah syukur kali”.(Sumber : Wawancara 22 Juni 2016)

2. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah, tembok tanpa diplester. Selain berlantaikan papan, rumah para nelayan ini berdindingkan tepas(anyaman bambu) dan papan dari pohon kelapa. Jika mereka tidak mampu untuk membeli papan, maka mereka hanya membeli


(58)

tepas untuk mengganti dinding rumah mereka, untuk membeli batu bata dan semen saat ini mereka belum mampu.

3. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. Dari beberapa informan, seperti pak Rozali, pak Johan, pak syamsudin, dan pak Tarmizi tidak memiliki WC di dalam rumah sementara kamar mandi mereka merupakan sumur galian yang terpisah dari rumah atau tepatnya berada di belakang rumah namun tidak menyatu dengan rumah dan hanya berdindinkan daun kelapa.

4. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan meteran listrik. Listrik merupakan hal mendasar yang sangat dibutuhkan setiap rumah tangga tidak terkecuali bagi keluarga nelayan. Di setiap rumah-rumah nelayan tradisional semuanya sudah menggunakan listrik, tetapi tidak memiliki meteran listrik sendiri. Alasan mereka menggunakan listrik karena jika tidak maka mereka juga harus membeli minyak tanah untuk lampu dinding yang harganya lebih mahal dibanding uang yang dibayar untuk pembayaran biaya listrik perbulannya dengan yang punya meteran, Untuk memiliki meteran listrik sendiri sulit bagi mereka. Biaya awal untuk mendapatkan meteran tersebut sangat besar bagi mereka. Dengan demikian, para keluarga nelayan hanya mampu mencangkok (mengambil) aliran listrik tetangga yang dibayar tiap bulannya dengan biaya sekitar Rp. 40.000,- perbulannya. Seperti yang diungkapkan oleh pak Johan yaitu :


(59)

“Kalau listrik kami mencangkok nak samo tetanggo, jadi kami bayar perbulan ajolah samo dio, untuk masuk meteran sendiri tak ado duit”.(Sumber : Wawancara 19 Juli 2016)

5. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. Bagi masyarakat di Desa Perupuk, sumber air minum mereka dapatkan dari sumur wakaf yang sudah digunakan sejak lama. Sumur yang ada di rumah masing-masing tidak dapat untuk diminum, karena tidak terjamin kebersihannya. Sumur wakaf ini terletak di tengah-tengah desa, jadi bagi mereka yang mau mengambil air minum tersebut harus menggunakan sepeda maupun sepeda motor.

6. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. Dalam hal memasak, para isteri nelayan sudah menggunakan kompor gas yang telah diberikan oleh pemerintah. Selain menggunakan kompor gas, mereka juga menggunakan kayu bakar untuk memasak. Ini dilakukan agar dapat menghemat dalam pembelian gas sedangkan kayu bakar dapat mereka dapatkan dengan mudah.

7. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam dalam satu kali seminggu. Dari hasil wawancara dengan semua informan, mereka hanya mengkonsumsi daging dua kali dalam setahun, yaitu pada saat membantai (memotong hewan) saat mendekati puasa dan pada saat Qurban pada idul adha. Dengan harga daging yang melambung tinggi akan sulit untuk dijangkau


(60)

bagi nelayan tradisional sehingga mereka hanya dapat membelinya pada hari-hari besar islam seperti yang disebutkan diatas. Seperti yang diungkapan oleh pak Mansyur yaitu :

“Waah, bisa dikatakan makan daging hampir setahun sekali lah, pas waktu membantai tu lah, udah gitu pas motong rayo haji itupun kami dikasih-kasih samo orang yang berqurban”.(Sumber : Wawancara 24 Juli 2016)

8. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. Bagi keluarga nelayan tradisional yang terdiri dari isteri dan suami hanya dapat membeli pakaian satu kali dalam setahun, dan terkadang bahkan tidak ada sama sekali. Akan tetapi, saat lebaran mereka akan membelikan baju untuk anak-anaknya walaupun saat itu tidak memiliki uang, dengan sedaya upaya akan mereka usahakan walaupun itu berhutang. Selain baju lebaran, mereka juga harus membeli baju sekolah anak-anaknya pada saat masuk sekolah. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Sahara isteri dari pak M. Salam bahwa :

“Kalau beli baju bisa dibilang setahun sekali lah, kadang pun terus tak ado boli baju dalam setahun tu, kecuali untuk anak waktu lebaran, kalau untuk anak walaupun tak ado duit biasonyo kami angsuran samo orang tukang jual baju”. (Sumber : Wawancara 21 Juli 2016)

9. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat SD/tamat SD. Dari hasil wawancara dengan semua informan, yang merupakan kepala keluarga dari keluarga nelayan, hanya dua diantaranya yang pernah mengenyam pendidikan SMA yaitu pak Tarmizi dan pak


(61)

Ridwan. Selebihnya hanya tamatan SD dan bahkan ada yang tidak pernah sama sekali mengenyam pendidikan seperti pak Syamsudin dan pak Nasrun.

Gambar 1 : Rumah nelayan tradisional

Lemahnya perekonomian nelayan tradisional berdampak pula pada pendidikan anak-anaknya, mereka hanya mampu menyekolahkan anaknya hingga tingkat SMP, dan ada juga yang sampai ke jenjang pendidikan SMA namun hanya sebagian kecil saja.Bukan hanya pendidikan, tetapi dalam segi makanan keluarga nelayan juga jauh dari kata seimbang.Selain itu, dengan kemiskinan yang melanda keluarga nelayan ini, mereka juga tidak mampu untuk membeli sebidang tanah yang ditempati oleh rumah yang saat ini mereka huni. Seperti pak Johan, pak Mansyur, pak Ishak, pak Syamsudin , dan pak Rozali yang saat ini masih status masih menumpang tanah milik orang lain maupun milik keluarga untuk mendirikan rumah mereka.


(62)

4.5 Strategi Keluarga Nelayan Tradisional Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup

Pekerjaan sebagai nelayan bagi masyarakat pesisir pantai sangat ditentukan dengan baik buruknya kondisi cuaca.Hal ini juga terkait dengan teknologi yang digunakan oleh nelayan dalam aktivitas melaut.Sebagaimana biasanya yang sering terjadi di laut yaitu keadaan cuaca yang selalu berubah-ubah, sering terjadi perubahan cuaca yang ekstrim dan adanya musim pasang mati (paceklik) yang terjadi di setiap bulannya.Dengan seiring terjadinya irama musim ini bagi nelayan tradisional sangat sulit untuk menempuh lautan.Berbeda halnya dengan nelayan yang menggunakan peralatan canggih, mereka dapat berpindah-pindah dalam menangkap ikan saat terjadi perubahan cuaca.

Sebagai nelayan tradisional mereka memiliki berbagai strategi ataupun mata pencaharian tambahan lain selain menjadi seorang nelayan tradisional. Strategi tersebut mereka lakukan semata-mata sebagai tambahan ataupun peningkatan pendapatan dari mata pencaharian pokok mereka sebelumnya.Adapun berbagai upaya atau strategi yang dilakukan oleh nelayan tradisional di desa Perupuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu terdiri dari strategi ekonomi, strategi sosial kelembagaan dan strategi jaringan.


(63)

4.5.1 Strategi Ekonomi

4.5.1.1 Pendapatan Saat Pasang Besar (Ikan Banyak) dan Pasang Mati (Paceklik)

Pendapatan dapat juga dikatakan sebagai jumlah penerimaan yang diperoleh suatu keluarga yang bersumber dari pekerjaan pokok termasuk juga pekerjaan tambahan.Pendapatan berkaitan erat dengan jenis pekerjaan seseorang, karena pendapatan adalah merupakan imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan seseorang, jadi dapat dinyatakan bahwa pekerjaan maupun kegiatan untuk memperoleh pendapatan dan biasanya imbalan yang diberikan berupa barang dan uang.Pendapatan seseorang dilatar belakangi oleh jenis pekerjaan.Pendapatan sebagai indikator status ekonomi mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi perekonomian keluarga.

Masyarakat nelayan di Desa Perupuk mengenal dua musim dilaut, musim pasang besar dan pasang mati.Musim banyak ikan atau lebih dikenal dengan pasang besaroleh masyarakat Desa Perupuk merupakan suatu musim terdapat banyak ikan dilautan dan pasang air laut tinggi yang berlangsung selama 20 hari dalam sebulan.Dengan demikian pasang besar sangat ditungu-tunggu oleh nelayan.Saat tiba pasang besar penghasilan nelayan sedikit meningkat, terkecuali saat angin kencang, hujan dan badai karena perubahan cuaca dapat terjadi kapan saja. Penghasilan nelayan tradisional disaat pasang besar terkadang mencapai Rp.50.000,- perharinya, namun bukan berarti perharinya selalu mendapat penghasilan yang lebih, sering juga mereka mendapatkan penghasilan dibawah Rp. 50.000,- dan bahkan tidak ada sama sekali.


(64)

Lain lagi halnya dengan pasang mati, pasang mati merupakan musim dimana para nelayan tradisional tidak dapat melaut dengan kondisi pasang air laut yang rendah.Musim pasang mati berlangsung sekitar 10 hari dalam sebulan, selama masa itu para nelayan tradisional harus berhenti melaut.Musim pasang mati merupakan masa-masa sulit yang dihadapi oleh keluarga nelayan tradisional. Seperti yang diungkapkan oleh pak Rozali yaitu :

“Kalau lagi pasang bosa (besar), kadang begaji jugo 50.000,- sampai 60.000,- tapi tak selalu, kadang bisa jadi kosong terus. Kalau udah tibo maso pasang mati poailah (cuti) kelaut, kalau pasang mati kami makan apo adonyo ajolah.(Sumber : Wawancara 20 Juli 2016)

Tidak ada ukuran yang pasti untuk mengukur pendapatan nelayan, hanya saja dapat dirata-ratakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang nelayan sampan dayung yaitu pak Ishak mengatakan bahwa:

“Wah susah la nak untuk menghitungnyo, kadang ado kadang-kadang tak ado, kadang-kadang bejoki Rp. 30.000;- kadang-kadang Rp. 15.000;- dan terkadang ado Rp. 5.000;- ajo, tak tontu la nak”.(Sumber : Wawancara 14 Juli 2015)

Sementara itu, pendapatan nelayan tradisional yang menggunakan mesin tempel tidak berbeda jauh dengan nelayan sampan dayung.Nelayan yang menggunakan mesin tempel pendapatan yang didapatkan dalam 1 (satu) hari melaut rata-rata berkisar Rp. 30.000; - 50.000 perhari.Hal ini sangat bergantung pada keadaan cuaca. Keadaan ini dipertegas oleh pak Ridwan, berdasarkan hasil wawancara dengan beliau, pak Ridwan mengatakan :

“Hampir samanya dek gaji nelayan macam kami ini dengan nelayan sampan dayung, kadang dapat Rp. 30.000;- terkadang dapat lebih, kalau cuaca tidak bagus kadang kosong gajinya, dapat sehari untuk makan sehari la dek, kalau gak cukup ya ngutang-ngutang la dek.(Sumber : Wawancara 15 Juli 2016)


(65)

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan tersebut maka dapat dipahami untuk pendapatan nelayan itu tidak dapat diprediksikan jumlahnya walaupun itu saat pasang besar.Berbeda halnya dengan pekerja bulanan yang gajinya sudah ditentukan. Dengan kondisi demikian, keluarga nelayan tradisional tidak tinggal diam, mereka melakukan berbagai strategi guna memenuhi kebutuhan pada saat penghasilan saat pasang besar yang terkadang tidak mencukupi dan pada saat pasang mati yang hadir di setiap bulan dengan cara melibatkan anggota keluarga dan bertani.

1. Melibatkan Anggota Keluarga (Isteri Dan Anak)

Keluarga nelayan tradisional berusaha mengoptimalkan peran tenaga kerja anggota keluarga dalam berusaha mengatasi masalah kemiskinan.Peran anggota keluarga sangat membantu para nelayan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.Dari semua informan yang ditemui peneliti, hampir semua para nelayan dibantu oleh isteri maupun anak-anaknya untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidup mereka. Seperti yang diungkapkan ibu Aisyah isteri dari pak M. Salam yang bekerja menganyam tikar (membuat anyaman), beliau mengatakan:

“Kalau lagi ado pandan, menganyam tikar la dek, pandannyo kami boli dari orang lain, kami gak punya pokok pandan sendiri. Harga pandannya untuk 1 tikar Rp. 6.000;- 1 tikar palingan harganya Rp. 25.000; - 30.000;- gitulah dek, untuk 1 tikar siapnya seminggu. Murahnya dek harganya tapi kayak mana lagi gak ada kerjaan lain, nanti kalau udah terjual lumayan jugolah bisa nambah belanjo dapur”.(Sumber : Wawancara 15 Juli 2016)


(66)

Hal senada juga diungkapkan oleh buk Sahara, isteri dari pak Irwan yang ikut bekerja menambah penghasilan keluarga dengan mencari kerang di laut:

“Kalau lagi musim korang dek, akak pogi cari korang kelaut.Tapi taulah musim korang ne tidak selalu, jadi kalau tak musim korang akak dirumah ajolah.Akak cari korang siang malam dek tergantung pasang air lah. Kalau mengharap suami ajo tak cukulah dek, anak-anak awak(saya) ondak sekolah jugo.(Sumber : Wawancara 17 Juli 2016)

Hal ini juga dialami beberapa masyarakat nelayan lainnya, mereka mendayagunakan anggota keluarga mereka untuk membantu perekonomian keluarga. Seperti yang dikatakan salah satu informan, ibu Yusmi isteri dari pak Ishak yaitu :

“Kojo ibuk selain ibu rumah tangga, menjahit baju lah nak, kadang ado jugolah orang mintak jahitkan baju baru ataupun merombak baju, hasil dari itulah nak tambah-tambahkan untuk belanjo sehari-hari, kalau nunggu hasil laut ajo tak cukuplah nak, kadang ado kadang tak ado”.(Sumber : Wawancara 17 Juli 2016)

Selain isteri, anak juga ikut membantu memenuhi kebutuhan keluarga, seperti salah satu dari informan anak dari pak M. Salam :

“Rumah kami ni dek, anak kami yang punyo, ibo atinyo (sedih hatinya) nengok kami dirumah gubuk, jadi merantaulah dio ke Medan, itulah hasil dio kojo tu dikirimnyo kekampung buat rumah ni, bilo masonyo nanti tak taulah kami, mana tau diambiknyo lagi. Lumayan jugolah dek kalau dio udah merantau tak pala lah kami mengganti baju rayo nyo lagi dio sendirilah membolinyo”.(Sumber : Wawancara 15 Juli 2016)

Hal yang senada diungkapkan oleh pak Jamhur :

“Kalau apak ne, anak lah yang banyak membantu, rumah ne anak apak yang buatkan, meteran listrik dio yang masukkan, kalau diharap dari hasil laut nak tak kan bisa la buat rumah, dulu ajo sebolum anak apak merantau dirumah kami ne pakai pelito (lampu dinding), anak apak sekarang merantau di Malaysia kojo di


(67)

Rumah Makan, kalau kami besakitan(sakit) dirumah ne mintak tolong kirimkan duit samo diolah”. (Sumber : Wawancara 18 Juli 2016)

Isteri dan anak sangat berperan penting dalam meringankan perekonomian keluarga.Peran istri dan anak disini sangat berguna membantu kepala keluarga dalam membantu perekonomian keluarga. Apalagi hasil tangkapan seorang nelayan tersebut tidak menentu kadang selagi banyak tangkapan ikannya maka akan mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah, tetapi jika sedang mendapatkan ikan sedikit maka nelayan akan mendapatkan tangkapan ikan yang sedikit pula dan kadang-kadang nelayan tidak ada mendapatkan hasil tangkapan ikan sama sekali. Penghasilan keluarga yang didapatkan dari penghasilan utama ditambah penghasilan tambahan yang melibatkan anak beserta isteri sekitar Rp. 700.000 sampai Rp. 900.000,- perbulannya.

2. Bertani

Kehidupan sebagai petani tidak berbeda dengan kehidupan penduduk lain. Mereka mempunyai tujuan hidup dan cara agar dapat mempertahankannya. Untuk itu mereka berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya baik primer maupun sekunder.Dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka berpikir sangat sederhana, dengan kesederhanaan teknologinya (cangkul dan bajak) sekurang-kurangnya mereka bertani untuk makan. Pekerjaan sebagai petani dianggap sebagai suatu cara hidup dan bukanlah sebagai usaha dagang. Ini berarti bahwa kehidupan sebagai petani merupakan


(1)

9. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada sahabat kecil penulis yaitu Nurainun SE dan Nurjannah yang telah banyak membantu penulis dengan tenaga, ide dan dukungan dengan tidak kenal lelah demi penyelesaian skripsi penulis. Terima kasih untuk kalian, semoga persahabatan ini kekal sampai kapanpun.

10. Terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis Nurainun, Rici wulandari s.sos dan Mei Wulandari yang selalu memberikan motivasi, semangat dan menghibur penulis dan terima kasih sudah menemani penulis dalam menjalankan hari-hari perkuliahan. Terima kasih telah menjadikan penulis sebagai bagian dari kalian. Persahabatan yang dimulai dari awal masa kuliah , hingga sekarang ini dan semoga persahabatan ini tidak usang dimakan waktu walaupun kelak akan berjauh-jauhan.

11. Dan tak lupa pula buat sahabat penulis Estina Aritonang yang selalu menemani dan mendengarkan penulis dalam menyelesaikan skripsi, dan buat Sri Saputri dan Verawaty, penulis ucapkan terima kasih yang sudah menemani penulis dalam menjalani masa perkuliahan.Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan untuk teman-teman baik penulis Wanti Nurjadidah S.sos, Zultia Syahfitri, Rahmadina Pasaribu S.sos, Zamri Mardian S,sos, Ridho Kurnia Adillah, Lia Agustina, Sri Taqwa Ananda, Ade Pebriani Rambe, Fastawa, Dea Soraya Sembiring, dan Martika Sari Jambak yang selalu membantu dan mensupport penulis dalam penulisan skripsi.

12. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman Sosiologi Fisip USU, khususnya teman-teman angkatan 2012 yang tidak bisa penulis


(2)

sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan dan segala dukungannya selama menuntut ilmu dan menjalani masa perkuliahan di Departemen Sosiologi Fisip USU.

13. Untuk masyarakat Desa Perupuk Khususnya para nelayan tradisional penulis ucapkan ribuan terima kasih. Terima kasih atas waktu dan ketersediaan untuk diwawancarai. Terima kasih untuk Pemerintahan Desa Perupuk dan Kantor Dinas Sosial Kabupaten Batu Bara atas informasi yang diberikan kepada penulis.

14. Terima kasih juga untuk pihak lain-lain yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan penulis satu persatu

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha secara maksimal, namun penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, kesalahan, keterbatasan, baik dari sistematikapenulisan, materi, ataupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik dan saran sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan penulisan skripsi ini.Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 18September 2016 Penulis

NIM. 120901015 Intan Aminah


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

ABSTRAK...ii

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR TABEL...v

DAFTAR GAMBAR...vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang...1

1.2.Rumusan Masalah...6

1.3.Tujuan Penelitian...7

1.4.Manfaat Penelitian...7

1.5.Definisi Konsep... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Strategi Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan ...12

2.2.Tipologi Nelayan...15

2.3.Kemiskinan Nelayan...18

2.4.Indikator Kemiskinan...23

2.5.PenelitianTerdahulu yang Relevan...25

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian...29


(4)

3.3. Unit Analisis dan Informan...30

3.4. Teknik Pengumpulan Data...31

3.5. Interpretasi Data...32

3.6. Jadwal Penelitian...34

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian...35

4.1.1. Sejarah dan Dinamika Perkembangan Desa Perupuk...35

4.1.2. Keadaan Geografis Desa dan Lingkungan Alam...37

4.1.3. Gambaran Penduduk Desa Perupuk...39

4.1.4. Sarana dan Prasarana Desa...45

4.1.5. Keadaan Flora dan Fauna...49

4.1.6. Hubungan Sosial dan Organisasi Sosial...50

4.2.Profil Informan...51

4.3.Proses Kerja Nelayan tradisional...74

4.4.Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan...76

4.5.Strategi Keluarga Nelayan dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup...82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan...104

5.2. Saran...106

DAFTAR PUSTAKA...108


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Mata Pencaharian Penduduk Desa Perupuk...1

Tabel 2 Jadwal Kegiatan Penelitian...34

Tabel 3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Lingkungan Tempat Tinggal ...39

Tabel 4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama...41

Tabel 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan...42

Tabel 6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan...43

Tabel 7 Sarana Kesehatan...45

Tabel 8 Sarana Pendidikan...46

Tabel 9 Sarana Ibadah...47


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Peta Desa Perupuk

Gambar 2 : Rumah nelayan tradisional (sampan dayung / pak Syamsuddin)

Gambar 3 : Rumah nelayan tradisional (mesin tempel / pak Johan)

Gambar 4 : Wawancara dengan pak Syamsuddin dan Isterinya

Gambar 5 : Wawancara dengan pak Rozali

Gambar 6 : Wawancara dengan pak Mansyur dan Isterinya

Gambar 7 : Wawancara dengan pak Johan serta Isteri

Gambar 8 : Wawancara dengan Bapak M. Salam serta Isteri, rumah yang

terlihat di gambar merupakan bantuan dari anaknya.

Gambar 9 : Nelayan yang menggunakan dayung sebagai penggerak sampan

Gambar 10 : Jaring ikan selapis/jaring udang yang akan diperbaiki setelah

pulang melaut


Dokumen yang terkait

Pengaruh Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT INALUM Terhadap Sosial Ekonomi Kelompok Nelayan Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara

1 47 156

Analisis Pekerjaan Alternatif Nelayan Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara (Studi Kasus: Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara)

0 39 74

Analisis Masalah Kemiskinan Nelayan Tradisional Di Desa Padang Panjang Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

4 53 173

BENTUK-BENTUK STRATEGI BERTAHAN HIDUP NELAYAN TRADISIONAL DALAM MENCUKUPI KEBUTUHAN KELUARGA (Study Deskriptif Nelayan Tradisional di Pantai Pulau Santen Kelurahan Karangrejo Kecamatan Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi.)

0 8 12

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 10

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 1

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 1 10

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 19

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 5

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 6