Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Strategi Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan
Strategi merupakan serangkaian cara tertentu yang berkesinambungan
untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi, strategi keluarga nelayan adalah suatu usaha
atau cara keluarga nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya atau guna
kelangsungan hidup keluarga.
Menurut Kusnadi (2000), strategi nelayan dalam menghadapi kemiskinan
dapat dilakukan melalui:
1. Peranan Anggota Keluarga Nelayan (istri dan anak). Kegiatan-kegiatan
ekonomi yang dilakukan oleh anggota rumahtangga nelayan (istri dan
anak) merupakan salah satu dari strategi adaptasi yang harus ditempuh
untuk menjaga kelangsungan hidup mereka.
2. Diversifikasi Pekerjaan
Dalam menghadapi ketidakpastian penghasilan, keluarga nelayan
dapatmelakukan kombinasi pekerjaan.
3. Jaringan Sosial
Melalui jaringan sosial, individu-individu rumahtangga akan lebih efektif
dan efisien untuk mencapai atau memperoleh akses terhadap sumberdaya
yang tersedia di lingkungannya. Jaringan sosial memberikan rasa aman

bagi rumahtangga nelayan miskin dalam menghadapi setiap kesulitan
hidup sehingga dapat mengarungi kehidupan dengan baik.Jaringan sosial

21
Universitas Sumatera Utara

secara alamiah bisa ditemukan dalam segala bentuk masyarakat dan
manifestasi dari hakikat manusia sebagai makhluk sosial.Tindakan sosialbudaya yang bersifat kreatif ini mencerminkan bahwa tekanan-tekanan
atau kesulitan-kesulitan ekonomi yang di hadapi nelayan tidak direspon
dengan sikap yang pasrah.Secara umum, bagi rumahtangga nelayan yang
pendapatan setiap harinya bergantung sepenuhnya pada penghasilan
melaut, jaringan sosial berfungsi sangat strategis dalam menjaga
kelangsungan kehidupan mereka.
4. Migrasi
Migrasi ini dilakukan ketika di daerah nelayan tertentu tidak sedang
musim ikan dan nelayan pergi untuk bergabung dengan unit penangkapan
ikan yang ada di daerah tujuan yang sedang musim ikan.Maksud migrasi
adalah untuk memperoleh penghasilan yang tinggi dan agar kebutuhan
hidup keluarga terjamin.Dalam waktu-waktu tertentu, penghasilan yang
telah diperoleh, mereka bawa pulang kampung untuk diserahkan kepada

keluarganya, tetapi kadang kala penghasilan itu dititipkan kepada temantemannya yang sedang pulang kampung. Apabila di daerahnya sendiri
telah musim ikan, atau keadaan hasil tangkapan nelayan setempat mulai
membaik, merekapun akan kembali ke kampung halaman dan mencari
ikan didaerah asalnya.

Menurut Sitorus (Ihromi 2004:241) strategi ekonomi keluarga nelayan
miskin di pedesaan dalam menghadapi kondisi kemiskinan mencakup upayaupaya alokasi sumber daya, khususnya tenaga kerja di dua sektor sekaligus, yaitu

22
Universitas Sumatera Utara

sektor-sektor produksi dan non produksi.Upaya di sektor produksi menunjuk pada
ragam

kegiatan

para

anggota


rumah

tangga

di

bidang

ekonomi

produksi.Sedangkan upaya di sektor non produksi menunjuk pada keterlibatan
para anggota rumah tangga di beragam lembaga kesejahteraan sosial dalam
masyarakat.
Edi Suhartomenyatakan strategi bertahan (coping strategis) dalam
perekonomian dilakukan dengan berbagai cara yaitu :
1. Strategi aktif
Strategi aktif yaitu strategi yang menghasilkan segala potensi untuk
melakukan aktivitas sendiri, memperpanjang jam kerja, memanfaatkan
sumber atau tanaman liar dan lingkungan sekitar dan sebagainya.
2. Strategi pasif

Strategi pasif yaitu strategi yang mengurangi pengeluaran guna memenuhi
kebutuhan. Misalnya: pengeluaran sandang, papan dan pendidikan.
3. Strategi jaringan
Strategi jaringan yaitu strategi yang mencakup dalam menjalin relasi, baik
secara formal maupun informal dengan lingkungan sosialnya dan
lingkungan kelembagaan. Misalnya: meminjam uang ke Bank, rentenir
dan sebagainya.

Strategi ekonomi keluarga miskin dapat juga dilihat sebagai gejala
sosiologi. Dalam analisis sosiologi tentang strategi ekonomi mencakup dua hal
(Dhini 2009:39), yaitu :

23
Universitas Sumatera Utara

1. Upaya keluarga miskin untuk mengatasi kondisi kemiskinan tidak terbatas
pada upaya-upaya di sektor produksi melainkan juga melalui keterlibatan
di sektor non produksi.
2. Wanita/keluarga memainkan peranan penting dalam keseluruhan upaya
mengatasi kondisi kemiskinan tersebut.


Dengan demikian keluarga atau masyarakat miskin yang secara langsung
merasakan pahitnya kemiskinan itu harus memiliki agenda dan strategi tertentu
guna mengakhiri penderitaan mereka sebagai akibat dari kemiskinan.

2.2 Tipologi Nelayan
Tipologi dapat diartikan sebagai pembagian masyarakat ke dalam
golongan-golongan menurut kriteria-kriteria tertentu. Kriteria dalam tipologi
masyarakat nelayan dapat dilihat berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu:
1. Dari segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap yang
dimiliki nelayan
Dalam sudut pandang ini, nelayan bisa dibedakan menjadi dua golongan,
yaitu golongan nelayan yang mempunyai alat-alat produksi sendiri
(pemilik alat produksi) dan golongan nelayan yang tidak mempunyai alatalat produksi sendiri (nelayan buruh), dalam hal ini nelayan buruh hanya
dapat menyumbang jasa tenaganya dalam kegiatan menangkap ikan serta
mendapatkan upah yang lebih kecil dari pada nelayan pemilik alat
produksi.
2. Dari segi skala investasi modal usahanya

24

Universitas Sumatera Utara

Nelayan yang di pandang dari sudut pandang ini dapat di golongkan
menjadi dua tipe, yaitu nelayan besar yang memberikan modal investasi
dengan jumlah yang banyak untuk kegiatan menangkap ikan dan nelayan
kecil yang hanya bisa memberikan modal investasinya dengan jumlah
yang sedikit.
3. Berdasarkan tingkat teknologi peralatan tangkap ikan
Berdasarkan teknologi peralatan tangkap ikan, nelayan dapat dibedakan
menjadi nelayan modern dan nelayan tradisional.Nelayan modern
cenderung lebih menggunakan teknologi canggih dan berpendapatan lebih
besar dibandingkan dengan nelayan tradisional, ini dikarenakan nelayan
modern wilayah produksinya dapat menjakau perairan yang lebih jauh.

Satria dalam Mugni (2006), menggolongkan nelayan menjadi 4 (empat)
tingkatan yang dilihat dari kapasitas teknologi, orientasi pasar dan karakteristik
hubungan produksi. Keempat tingkatan nelayan tersebut adalah:
1. Peasant-fisher atau nelayan tradisional yang biasanya lebih berorientasi
pada pemenuhan kebutuhan sendiri (subsisten). Umumnya nelayan
golongan ini masih menggunakan alat tangkap tradisional, seperti dayung

atau sampan tidak bermotor dan masih melibatkan anggota keluarga
sebagai tenaga kerja utama.
2. Post-peasant fisher dicirikan dengan penggunaan teknologi penangkapan
ikan yang lebih maju seperti motor tempel atau kapal motor. Penguasaan
sarana perahu motor tersebut semakin membuka peluang bagi nelayan
untuk menangkap ikan di wilayah perairan yang lebih jauh dan

25
Universitas Sumatera Utara

memperoleh surplus dari hasil tangkapannya karena mempunyai daya
tangkap lebih besar. Umunya, nelayan jenis ini masih beroperasi
diwilayah pesisir. Pada jenis ini, nelayan sudah berorientasi pasar.
Sementara itu, tenaga kerja yang digunakan sudah meluas dan tidak
bergantung pada anggota keluarga saja.
3. Commercial fisher, yaitu nelayan yang telah berorientasi pada
peningkatan keuntungan. Skala usahanya sudah besar yang dicirikan
dengan banyaknya jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dari
buruh hingga manajer. Teknologi yang digunakan pun lebih modern dan
membutuhkan keahlian tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat

tangkapnya.
4. Industrial fisher, ciri nelayan jenis ini adalah diorganisasi dengan caracara yang mirip dengan perusahaan agroindustri dinegara-negara maju,
secara relatif lebih padat modal, memberikan pendapatan yang lebih
tinggi daripada perikanan sederhana, baik untuk pemilik maupun awak
perahu, dan menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku yang
borientasi ekspor.

Menurut Mubyarto, et al, berdasarkan stratifikasi yang ada pada
masyarakat nelayan, dapat diketahui berbagai tipologi nelayan, yaitu:
1. Nelayan kaya A, yaitu ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi
ekspor.nelayan yang mempunyai kapal sehingga mempekerjakan nelayan
lain tanpa ia sendiri harus ikut bekerja.

26
Universitas Sumatera Utara

2. Nelayan kaya B, yaitu nelayan yang memiliki kapal tetapi ia sendiri masih
ikut bekerja sebagai awak kapal.
3. Nelayan sedang, yaitu nelayan yang kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi
dengan pendapatan pokoknya dari bekerja sebagai nelayan, dan memiliki

perahu tanpa mempekarjakan tenaga dari luar keluarga.
4. Nelayan miskin, yaitu nelayan yang pendapatan dari perahunya tidak
mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga harus ditambah dengan bekerja
lain baik untuk ia sendiri atau untuk isteri dan anak-anaknya.
5. Nelayan pandega atau tukang kiteng.

2.3

Kemiskinan nelayan

2.3.1

Konsep kemiskinan
Menurut Setiadi (2006), kemiskinan merupakan masalah struktural dan

multi dimensional, yang mencakup politik, sosial, ekonomi, asset dan lain-lain.
Dimensi-dimensi kemiskinan pun muncul dalam berbagai bentuk, seperti (a)
Tidak dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat miskin, sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses
pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri mereka. Akibatnya,

masyarakat miskin tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumberdaya
kunci yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan hidup mereka secara layak,
termasuk akses informasi. (b) Tidak terintegrasinya warga miskin ke dalam
institusi sosial yang ada, sehingga mereka teralinasi dari dinamika masyarakat; (c)
Rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka sampai batas yang layak dan (d) Rendahnya kepemilikan masyarakat

27
Universitas Sumatera Utara

miskin ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk asset
kualitas sumberdaya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana,
perumahan, pemukiman dan sebagainya.

2.3.2

Bentuk-Bentuk Kemiskinan
Secara garis besar, kemiskinan dikelompokkan menurut sebab dan

jenisnya. Menurut sebabnya (asal mula), kemiskinan dibagi menjadi tiga macam

yaitu:
1. Kemiskinan natural
Kemiskinan natural atau yang disebut juga dengan kemiskinan alamiah
adalah

keadaan

miskin

karena

pada

awalnya

memang

sudah

miskin.Biasanya daerah yang mengalami kemiskinan natural adalah
daerah-daerah yang terisolir, jauh dari sumber daya-sumber daya yang
ada.Sehingga perkembangan

teknologi

yang

ada

berjalan

sangat

lambat.Contoh masyarakat yang mengalami kemiskinan natural adalah
masyarakat yang tinggal di puncak-puncak gunung yang jauh dari
pemukiman warga.Sehingga sulit untuk mendapatkan bantuan.
2. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh adanya
faktor-faktor adat atau budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu
seseorang atau kelompok masyarakat sehingga membuatnya tetap melekat
pada kemiskinan. Berikut penuturan Kartasasmita mengenai kemiskinan
kultural:

28
Universitas Sumatera Utara

Kemiskinan kultural ini mengacu pada sikap hidup seseorang atau
sekelompok masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan dan
budaya dimana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak merasa
kekurangan. Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah untuk diajak
berpartisipasi

dalam

pembangunan,

tidak

mau

berusaha

untuk

memperbaiki dan merubah tingkat kehidupannya.Akibatnya pendapatan
mereka rendah menurut ukuran yang dipakai secara umum. Selain itu
kemiskinan kultural ini
terjadi karena faktor budaya seperti malas, tidak disiplin, boros, dan
lainnya.
3. Kemiskinan struktural
Sedangkan

yang dimaksud dengan kemiskinan struktural adalah

kemiskinan yang terjadi sebagai akibat ketidakberdayaan seseorang atau
kelompok masyarakat terhadap sistem atau tatanan sosial yang tidak adil
sehingga mereka tidak memiliki akses untuk mengembangkan dan
membebaskan diri dari perangkap kemiskinan.

2.3.3

Ciri Kemiskinan Nelayan
Menurut Kusnadi (2002), ciri umum yang dapat dilihat dari kondisi

kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi dalam kehidupan masyarakat
nelayan adalah fakta-fakta yang bersifat fisik berupa kualitas pemukiman.
Kampung-kampung nelayan miskin akan mudah diidentifikasi dari kondisi rumah
hunian mereka. Rumah-rumah yang sangat sederhana, berdinding anyaman
bambu, berlantai tanah berpasir, beratap daun rumbia, dan keterbatasan pemilikan

29
Universitas Sumatera Utara

perabotan rumahtangga adalah tempat tinggal para nelayan buruh atau nelayan
tradisional. Sebaliknya, rumah-rumah yang megah dengan segenap fasilitas yang
memadai akan mudah dikenali sebagai tempat tinggal pemilik perahu, pedagang
perantara atau pedagang berskala besar dan pemilik toko. Selain gambaran fisik,
kehidupan nelayan miskin dapat dilihat dari tingkat pendidikan anak-anak mereka,
pola konsumsi sehari-hari dan tingkat pendapatannya.

2.3.4

Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan Nelayan
Menurut Pangemanan dkk(2003), ada banyak penyebab terjadinya

kemiskinan pada masyarakat nelayan, seperti kurangnya akses kepada sumber
sumber modal, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar maupun rendahnya
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu dapat pula
disebabkan karena faktor-faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk
yang tinggi, rendahnya tingkat pendidikan, dan rendahnya tingkat kesehatan serta
alasan-alasan lainnya seperti kurangnya prasarana umum di wilayah pesisir,
lemahnya perencanaan spasial yang mengakibatkan tumpang tindihnya beberapa
sektor pada satu kawasan, polusi dan kerusakan lingkungan.
Menurut Kusnadi (2000), faktor-faktor yang menyebabkan semakin
terpuruknya kesejahteraan nelayan sangat kompleks, yaitu:
1. Faktor alam yang berkaitan dengan fluktuasi musim ikan. Jika musim ikan
atau ada potensi ikan yang relatif baik, perolehan pendapatan bisa lebih
terjamin, sedangkan pada saat tidak musim ikan nelayan akan menghadapi
kesulitan-kesulitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Faktor alamiah ini selalu berulang setiap tahun.

30
Universitas Sumatera Utara

2. Faktor non alam, yaitu faktor yang berkaitan dengan ketimpangan dalam
pranata bagi hasil, ketiadaan jaminan sosial awak perahu, dan jaringan
pemasaran ikan yang rawan terhadap fluktuasi harga, keterbatasan
teknologi pengolahan hasil ikan, dampak negatif modernisasi, serta
terbatasnya peluang-peluang kerja yang bisa di akses oleh keluarga
nelayan. Kondisi-kondisi aktual yang demikian dan pengaruh terhadap
kelangkaan sumberdaya akan senantiasa menghadapkan keluarga nelayan
ke dalam jebakan kekurangan.

Menurut Suyanto (2003), faktor yang menyebabkan kondisi kesejahteraan
nelayan tidak pernah beranjak membaik, yaitu :
1. Berkaitan dengan sifat hasil produksi nelayan yang sering kali rentan
waktu atau cepat busuk. Bagi nelayan tradisional yang tidak memiliki dana
dan kemampuan cukup untuk mengolah hasil tangkapan mereka, maka
satu-satunya jalan keluar untuk menyiasati kebutuhan hidup adalah
bagaimana mereka menjual secepat mungkin ikan hasil tangkapannya ke
pasar. Bagi nelayan miskin, persoalan yang paling penting adalah
bagaimana mereka bisa memperoleh uang dalam waktu cepat, meski
seringkali kemudian mereka harus rela menerima pembayaran yang
kurang memuaskan dari para tengkulak terhadap ikan hasil tangkapan
mereka. Di komunitas nelayan manapun, jarang terjadi nelayan bisa
menang dalam tawar menawar harga dengan tengkulak karena secara
struktural posisi nelayan selalu kalah akibat sifat hasil produksi mereka
yang sangat rentan waktu.

31
Universitas Sumatera Utara

2. Karena perangkap hutang, akibat irama musim ikan yang tidak menentu
dan kondisi perairan yang overfishing, maka sering terjadi keluarga
nelayan miskin kemudian harus menjual sebagian atau bahkan semua asset
produksi yang mereka miliki untuk menutupi hutang dan kebutuhan hidup
sehari-hari yang tak kunjung usai.

2.4

Indikator Kemiskinan
Menurut suryawati (2005) menyatakan ada beberapa metode dalam

pengukuran tingkat kemiskinan yang dikembangkan di Indonesia yaitu:
1. Biro Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah
rupiah konsumsi berupa makanan yaitu kurang dari 2100 kalori per orang
per hari. Disamping itu secara ekonomi, BPS menetapkan penghasilan
Rp.131.256,/bulan

di

pedesaan(sitaskin,bandung.go.id/2015/10/31).

Adapun kriteria miskin menurut standar BPS :
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah
tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/
sungai/ air hujan.

32
Universitas Sumatera Utara

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/
minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas
lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan
dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat
SD/ tamat SD.
14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal
Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas, ternak,
kapal motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga
miskin(skpd.batam

kota.go.id/sosial/persyaratan/perizinan

diakses

pada tanggal 20 maret 2016)).
2. Sajogyo, tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah pengeluaran rumah
tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per
orang pertahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan.
Daerah pedesaan:
1. Miskin : bila pengeluaran keluarga lebih kecil 360 kg nilai tukar beras
per orang per tahun

33
Universitas Sumatera Utara

2. Miskin sekali : bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari 240 kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
3. Paling miskin : bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari 180 kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
3. Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan
seseorang kurang dari US$ 1 per hari untuk kemiskinan absolut dan US$ 2
per hari untuk kemiskinan menengah. Adapun indikator kemiskinan
menurut Bank Dunia:
1. Kepemilikan tanah dan modal yang terbatas.
2. Terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan pembangunan yang
bias kota.
3. Perbedaan kesempatan diantara anggota masyarakat.
4. Perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi.
5. Rendahnya produktivitas.
6. Budaya hidup yang jelek.
7. Tata pemerintahan yang buruk.
8. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan.
Sumber(republika.co.id.nurafni.com diakses pada tanggal 20 maret
2016)

34
Universitas Sumatera Utara

2.5

Teori Jaringan Sosial
Menurut Lawang (Damsar 2009) jaringan dimengerti sebagai :
1. Ada ikatan antar simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan dengan
media (hubungan sosial). Hubungan sosial ini diikat dengan kepercayaan.
Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah
pihak.
2. Ada kerja antar simpul (orang atau kelompok) yang melalui media
hubungan sosial menjadi satu kerjasama, bukan kerja bersama-sama.
3. Seperti halnya sebuah jaring (yang tidak putus) kerja yang terjalin antar
simpul itu pasti kuat menahan beban bersama, dan malah dapat
“menangkap ikan” lebih banyak.
4. Dalam kerja jaring itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat berdiri sendiri.
Malah kalau satu simpul saja putus , maka keseluruhan jaring itu tidak bisa
berfungsi lagi, sampai simpul itu diperbaiki. Semua simpul menjadi satu
kesatuan dan ikatan yang kuat. Dalam hal ini, analogi tidak seluruhnya
tepat terutama kalau orang yang membentuk jaring itu hanya dua saja.
5. Media (benang atau kawat) dan simpul tidak dapat dipisahkan atau antara
orang-orang dan hubungannya tidak dapat dipisahkan.
6. Ikatan atau pengikat (simpul) adalah norma yang mengatur dan menjaga
bagaimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan.

Granovetter (Ritzer 2014) menjelaskan bahwa ikatan yang lemah dapat
menjadi sangat penting.Contoh ikatan lemah antara dua aktor dapat membantu
sebagai jembatan antara dua kelompok yang kuat ikatan internalnya. Tanpa

35
Universitas Sumatera Utara

adanya ikatan yang lemah seperti itu, kedua kelompok mungkin akan terisolasi
secara total. Isolasi ini selanjutnya dapat menyebabkan sistem sosial semakin
terfragmentasi. Seseorang tanpa ikatan lemah akan merasa dirinya terisolasi
tentang apa yang terjadi di kelompok lain maupun dalam masyarakat lebih luas.
Karena itu ikatan yang lemah mencegah isolasi dan memungkinkan individu
mengintegrasikan dirinya dengan lebih baik ke dalam masyarakat yang lebih luas.
Meski Granovetter menekankan pentingnya ikatan yang lemah, ia segera
menjelaskan bahwa “ikatan yang kuat pun mempunyai nilai atau manfaat” (1983 :
209; lihat Bian, 1997). Misalnya, orang yang mempunyai ikatan kuat memiliki
motivasi lebih besar untuk saling membantu dan lebih cepat untuk saling memberi
bantuan.

2.5

Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian terdahulu yang relevansi dengan

penelitian yang berjudul

“Strategi Keluarga Nelayan Dalam Mengatasi Kemiskinan di Desa Perupuk
Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara” diantaranya adalah:
1. Widodo

(2013)

dalam

jurnal

yang

berjudul

“Starategi

Nafkah

Berkelanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir”,
menunjukkan hasil penelitian bahwa kehidupan ekonomi dan sosial
nelayan di Desa Kwanyar Barat, Kecamatan Kwanyar, Kabupaten
Bangkalan yang hanya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dengan
pendapatan tidak menentu dan hasil tangkapannya hanya bergantung pada
kondisi alam (laut). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
tentang penyebab kemiskinan, strategi nafkah yang dijalankan oleh rumah

36
Universitas Sumatera Utara

tangga miskin nelayan serta menyusun strategi nafkah berkelanjutan
berdasarkan kondisi yang ada di masyarakat. Hasil penelitian ini telah
menunujukkan rendahnya akses terhadap modal, terutama modal finansial
yang menjadi penyebab kemisikinan. Akses yang terbatas terhadap modal
finansial sehingga menyebabkan nelayan tidak mampu mengakses modal
fisik berupa teknologi penangkapan yang lebih modern. Kondisi ini
semakin diperparah dengan adanya konflik perebutan sumber daya dengan
nelayan dari daerah lain. Strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah
tangga nelayan miskin terdiri atas strategi ekonomi dan strategi sosial.
Strategi ekonomi dilakukan dengan cara melakukan pola nafkah ganda,
pemanfaatan tenaga kerja rumah tangga, dan migrasi, sedangkan strategi
sosial dilakukan dengan memanfaatkan ikatan kekerabatan yang ada.
Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat ditarik persamaan dan
perbedaan dengan penelitian yang yang telah penulis lakukan, yaitu pada
fokus penelitiannya. Penelitian yang telah dilakukan penulis dan yang
telah dilakukan oleh Widodo yaitu sama-sama mengenai strategi adaptasi
nelayan. Perbedaannya adalah jika penelitian yang dilakukan oleh penulis
berfokus pada strategi keluarga nelayan dalam memenuhi kebutuhan
hidup, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widodo berfokus pada
Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin yang Ada di Perairan Laut dan
Pesisir.
2. Kedua, Helmi (2012) dalam jurnal yang berjudul “Strategi Adaptasi
Nelayan Terhadap Perubahan Ekologis” menunjukkan hasil penelitian
bahwa perubahan ekologis di kawasan ini diakibatkan oleh berbagai

37
Universitas Sumatera Utara

bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir yang cenderung eksploitatif.
Bentuk perubahan ekologis dilihat dari kerusakan mangrove dan terumbu
karang. Strategi adaptasi yang diterapkan oleh rumah tangga nelayan
berbeda-beda dan tidak hanya terbatas pada

satu jenis adaptasi saja.

Rumah tangga nelayan mengkombinasikan berbagai macam pilihan
adaptasi sesuai sumber daya yang dimilikinya. Pilihan-pilihan adaptasi
yang dilakukan oleh nelayan antara lain: menganekaragamkan sumber
pendapatan, memanfaatkan hubungan sosial, memobilisasi anggota rumah
tangga, melakukan penganekaragaman alat tangkap, dan melakukan
perubahan daerah penangkapan serta melakukan strategi lainnya, yakni
berupa penebangan hutan mangrove sacara ilegal dan mengandalkan
bantuan-bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan penelitian tersebut
maka dapat ditarik persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang yang
telah penulis lakukan, yaitu pada fokus penelitiannya. Penelitian yang
telah dilakukan penulis dan yang telah dilakukan oleh Helmi yaitu samasama mengenai strategi adaptasi nelayan. Perbedaannya adalah jika
penelitian yang dilakukan oleh penulis berfokus pada strategi keluarga
nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Helmi mengenai Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap
Perubahan Ekologis.
3. Abdul Mugni, mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat Fakultas Pertanian Institut pertanian Bogor pada tahun 2006,
dalam Skripsi yang berjudul “Strategi Rumahtangga Nelayan dalam
Mengatasi

Kemiskinan

(Studi

Kasus

Nelayan

Desa

Limbangan,

38
Universitas Sumatera Utara

Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat). Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada analisis kesetaraan jender
masih adanya ketimpangan jender yang mewarnai pola kerja masyarakat
nelayan setempat yakni adanya beban kerja, dimana istri memiliki peran
ganda yaitu sebagai penanggung jawab dalam urusan rumah tangga dan
juga membantu suami sebagai pencari nafkah. Persepsi jender yang paling
banyak dianut oleh suami dan istri dalam keluarga nelayan pada
masyarakat tersebut adalah istri dan suami menyadari bahwa perbedaan
jenis kelamin tidak harus dipertentangkan dalam menghidupi keluarga,
tetapi justru bersifat saling mendukung dan melengkapi. Metode yang
digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Abdul Mugni tersebut
adalah metode survey yang bersifat deskriptif. Perbedaan dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada fokus kajiannya,
dalam penelitian sebelumnya memfokuskan pada pandangan atau persepsi
jender mengenai pengelolaan rumahtangga nelayan yang melibatkan
seorang istri. Sedangkan dalam penelitian peneliti, lebih menfokuskan
bagaimana kehidupan keluarga nelayan tradisional serta bagaimana caracara mempertahankan hidup keluarga nelayan tradisional di Desa Perupuk
Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara dengan menggunakan
metode penelitian kualitatif.

39
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT INALUM Terhadap Sosial Ekonomi Kelompok Nelayan Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara

1 47 156

Analisis Pekerjaan Alternatif Nelayan Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara (Studi Kasus: Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara)

0 39 74

Analisis Masalah Kemiskinan Nelayan Tradisional Di Desa Padang Panjang Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

4 53 173

BENTUK-BENTUK STRATEGI BERTAHAN HIDUP NELAYAN TRADISIONAL DALAM MENCUKUPI KEBUTUHAN KELUARGA (Study Deskriptif Nelayan Tradisional di Pantai Pulau Santen Kelurahan Karangrejo Kecamatan Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi.)

0 8 12

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

3 35 127

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 10

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 1

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 1 10

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 5

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

0 0 6