Pantang Larang Masyarakat Melayu Di Kecamatan Siantan: Suatu Kajian Folklor

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan masyarakat yang multietnis. Diperkirakan lebih dari 1000
etnis atau subetnis yang mencorakkan keindahan budaya Indonesia dibawah naungan
satu kesatuan yang disebut masyarakat Indonesia. Beberapa kelompok etnis tersebut
antara lain etnis Jawa, Sunda, Melayu, Madura, Batak, Minangkabau, Betawi, Bugis,
Banten, Banjar, Bali, Makasar, Sambas, Sumbawa, dan lain-lain. Dari sekian banyak
etnis atau subetnis masyarakat Indonesia, terdapat sebelas etnis yang merupakan
etnis terbesar, kesebelas etnis terbesar tersebut yaitu etnis Jawa, etnis Sunda, etnis
Melayu, etnis Madura, etnis Batak, etnis Minangkabau, etnis Betawi, etnis Bugis,
etnis Banten, etnis Banjar, dan etnis Bali (Suryadinata dkk., 2003:6).
Etnis Melayu merupakan etnis terbesar ketiga di Indonesia setelah etnis Jawa dan
etnis Sunda. Etnis Melayu memiliki beberapa subetnis diantaranya subetnis Melayu
Riau, subetnis Melayu Jambi, Melayu Palembang, Melayu Musi Sekayu, Melayu
Bangka, Melayu Pontianak, Melayu Enim, Melayu Pegagan, Melayu Belitung,
Melayu Semendo, Melayu Pasemah, dan Melayu Bengkulu (Suryadinata dkk.,
2003:41-42)
Dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, ada 14 provinsi yang dominan
penduduknya etnis Melayu, ke- 14 etnis Melayu tersebut mendiami daerah Sumatera
Selatan, Riau, Jambi, Bangka-Belitung, Sumatera Utara, Kalimantan Barat,

Lampung, Jakarta, Bengkulu, Banten, Sumatera Barat, Bali, Yogyakarta, dan Jawa

13
Universitas Sumatera Utara

Tengah. Ke-14 provinsi yang penduduknya etnis Melayu tersebut sebagian besar
berada di Pulau Sumatera (Suryadinata dkk., 2003:43).
Dalam perkembangannya etnis Melayu Riau terpecah menjadi dua bagian yaitu
etnis Melayu Riau Daratan (Melayu Riau) dan etnis Melayu Riau Lautan (Melayu
Kepulauan Riau).
Penduduk Kepulauan Riau secara mayoritas merupakan suku Melayu dan
sebagian kecil lainnya suku Jawa, Tionghoa, Minangkabau, Batak, Bugis, dan
Banjar. Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2002 tanggal 24 Desember 2002. Provinsi Kepulauan Riau terdiri atas tujuh
kabupaten/kota, yaitu kota Batam, kota Tanjung Pinang, Kabupaten Karimun,
Kabupaten Lingga, Kabupaten Bintan, Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kapulauan
Anambas 1.
Kecamatan Siantan merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten
Kepulauan Anambas. Masyarakat Melayu yang mendiami kecamatan Siantan
mempunyai budaya yang khas sebagai identitas yang dimiliki oleh masyarakat

Melayu Siantan. Dari segi budaya, budaya yang terdapat di kecamatan Siantan
tidaklah berbeda dengan kecamatan lain yang sama-sama berada dalam satu gugusan
kabupaten kepulauan Anambas. Namun, dari segi bahasa, bahasa yang terdapat di
kecamatan Siantan berbeda dialek dengan 6 kecamatan lainnya. Kecamatan Siantan
terdiri atas tujuh desa, yaitu Desa Kelurahan Tarempa, Desa Tarempa barat, Desa Sri
Tanjung, Desa Tarempa Barat Daya, Desa Tarempa Selatan, Desa Tarempa Timur,

1

Diakses dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/daftar_kabupaten_dan_kota_di_kepulauan_riau, pada
tanggal 18 Oktober 2015 pukul 17.58 WIB

14
Universitas Sumatera Utara

dan Desa Pesisir. Masyarakat Melayu Siantan menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi
sebagai sistem yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai tradisi tersebut
juga dapat ditemukan didalam sistem kepercayaan rakyat suatu masyarakat.
Kepercayaan rakyat atau sering disebut juga dengan takhyul. Takhyul
menyangkut kepercayaan yang diwariskan melalui media tutur kata. Tutur kata ini

dijelaskan dengan syarat-syarat, yang terdiri atas tanda-tanda atau sebab-sebab yang
diperkirakan akan menimbulkan adanya akibat.
Menurut Dundes dalam Danandjaja, 1982:155, Takhyul adalah ungkapan
tradisional yang dari atas satu atau lebih syarat, dan satu atau lebih akibat. Beberapa
dari syarat tersebut bersifat tanda, sedangkan syarat lainnya bersifat sebab. Salah satu
contoh kepercayaan rakyat adalah pantang larang.
Pantang larang terdiri atas dua kata “ pantang dan larang”. Pantang berarti tabu,
larangan, terlarang, sedangkan larang adalah mencegah agar sesuatu tidak
dilaksanakan, memerintah untuk meninggalkan (Daryanto, 1997:465).
Pantang larang adalah salah satu warisan budaya masyarakat Melayu Tradisional
yang amat tinggi nilainya. Didalamnya terkandung ungkapan yang merupakan
khazanah bangsa yang dibina dari pengalaman hidup yang lalu hingga sampai kepada
masyarakat kini. Pantang larang orang Melayu Tradisional merupakan kepercayaan
masyarakat Melayu zaman lampau berkaitan dengan adat dan budaya warisan nenek
moyang. Kebanyakan pantang larang diturunkan secara lisan secara turun-temurun
(Omar, 2014:77).

15
Universitas Sumatera Utara


Pantang larang ialah pantangan dan larangan bagi setiap orang untuk melakukan
sesuatu karena dapat menimbulkan hal-hal yang tidak baik bukan saja terhadap
dirinya sendiri, tetapi dapat pula merembet orang lain (Effendy, 1990:37).
Pantang larang merupakan khazanah kebudayaan yang memiliki keunikan
dan kekhasan tersendiri. Hal inilah yang membuat pantang larang disatu daerah
dengan daerah lain atau antara satu suku dengan suku lain memiliki perbedaan
atau keunikan tersendiri, pantang larang sebagai salah satu produk kebudayaan yang
melekat dengan masyarakat. Hampir disemua daerah atau suku memiliki pantangan
dan larangan. Begitu juga dengan pantang larang yang terdapat di kecamatan
Siantan, (Stefanus, dkk,: 2)
Masyarakat Melayu di kecamatan Siantan masih menggunakan pantang larang
sebagai suatu tunjuk ajar yang ditanamkan orangtua kepada anak-anaknya. Sebagai
tunjuk ajar misalnya diajarkan kepada pasangan yang akan menikah, wanita yang
sedang hamil, wanita yang melahirkan, mendidik anak diwaktu kecil, dan mendidik
anak sampai mereka usia remaja. Selain itu terdapat juga pantang larang ketika
berada di laut maupun di hutan. Namun dengan perkembangan zaman yang semakin
canggih, kedudukan pantang larang di dalam masyarakat telah mengalami
pergeseran, hanya sebagian kecil dari masyarakat Siantan yang masih mengetahui
dan mengamalkan pantang larang tersebut. Pada umumnya generasi sekarang sudah
tidak lagi menyakini pantang larang tersebut, lebih menonjolkan logika berpikir,

sehingga mereka menganggap pantang larang ini sebagai suatu hal yang dianggap
kuno dan tidak perlu lagi.
Pada dasarnya pantang larang dibuat pada masyarakat Melayu Siantan Kabupaten
Kepulauan Anambas bertujuan untuk memberikan kebaikan bagi orang-orang yang

16
Universitas Sumatera Utara

diberi pantang. Pantang larang ini pula bertujuan untuk mendidik masyarakat
menjadi masyarakat yang menjunjung tinggi nilai sopan santun 2.
Pantang larang bertujuan mendidik masyarakat agar dapat menerapkan nilai baik
yang diamalkan dalam kehidupan. Unsur pengajaran dilakukan secara tersurat
maupun tersirat yang diterapkan dalam pantang larang masyarakat Melayu. Pantang
larang merupakan disiplin lisan yang diamalkan oleh masyarakat Melayu tradisional.
Pada masa sekarang sebagian masyarakat Melayu masih mengamalkan pantang
larang. Namun, pada kenyataannya pantang larang tersebut sudah mulai terkikis
ditelan zaman. Orang tua terdahulu selalu mengingatkan anak cucunya supaya tidak
melanggar pantang larang. Melanggar pantang larang dianggap tidak mendengar
nasihat orang tua. Pantang larang ini ditujukan kepada semua peringkat masyarakat
termasuklah wanita yang hamil, bayi, kanak-kanak, kaum perempuan, juga kaum

lelaki, pantang larang dalam hutan, dan pantang larang dilaut (Omar, 2014:78).
Pantang larang juga bertujuan untuk menghindarkan manusia dari mendapatkan
sakit ataupun musibah. Pantang larang dalam masyarakat Melayu terbentuk akibat
kepercayaan terhadap kekuatan jahat. Oleh sebab itu, masyarakat Melayu
mempercayai apabila pantang larang tersebut dilanggar maka akan mendatangkan
musibah (Deraman dan Mohamad, 1995:5)
Pantang larang dapat dijadikan sebagai media pendidikan yang ajarkan oleh
orang-orangtua kepada anak-anak mereka. Pantang larang sendiri merupakan tradisi
orang tua terdahulu yang paling ampuh digunakan di dalam pengajaran. Pengajaran
diberikan dalam pantangan-pantangan dan petuah-petuah. Hal ini tergambar dalam
petuah Melayu:
2

Mukti, Basri. 78 Tahun. Kecamatan Siantan, Kabupaten Kepualuan Anambas, Provinsi Kepulauan
Riau. Wawancara pada Tanggal 29 Agustus 2015

17
Universitas Sumatera Utara

Kalau hendak tahu adat di rumah

Adat di rumah mengandung hikmah
Banyak tunjuk dengan ajarnya
Banyak petuah dengan amanah
Banyak pula pantang larangnya
(Effendy 1994:490)
Penulis menjadikan tulisan Stefanus dkk, sebagai acuan dalam menyelesaikan
skripsi ini. Tulisan tersebut memberikan kontribusi kepada penulis dalam
memberikan makna dari setiap pantang larang yang ada. Kemudian didalam
membuat klasifikasi penulis berpedoman kepada klasifikasi yang diajarkan oleh
Wayland D. Hand, beliau membuat 7 klasifikasi kepercayaan rakyat. Dari tujuh
klasifikasi yang beliau buat, ada beberapa klasifikasi yang tidak dijumpai pada
masyarakat Melayu di kecamatan Siantan. Diantaranya klasifikasi tentang pantang
larang terhadap obat-obatan, pantang larang dalam mendirikan rumah, pantang
larang tentang perhubungan, pantang larang tentang cinta, pacaran , kematian, dan
pantang larang tentang adat pemakam (Danandjaja, 1982:155-156).
Adapun teori yang penulis gunakan dalam kajian ini adalah teori folklor. Folklor
adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turuntemurun diantara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang
berbeda, baik dari bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat
pembantu pengingat. Folklor terbagi atas tiga bentuk besar yakni folklor lisan,
folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan (Danandjaja, 1982:22).

Alasan penulis membuat kajian ini adalah pantang larang sudah mulai hilang
ditelan zaman. Dilihat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin berkembang pesat dan canggih secara tidak langgung mempengaruhi pola
pikir, gaya hidup dan cara komunikasi individu serta kelompok tertentu. Masyarakat

18
Universitas Sumatera Utara

sudah mulai tidak mempercayai lagi dengan adanya pantang larang, masyarakat telah
banyak menganggapnya sebagai sesuatu yang bersifat takhyul dan sesuatu yang tidak
benar-benar terjadi. Oleh sebab itu agar pantang larang ini tidak hilang dalam
perkembangan zaman, perlu didokumentasikan dalam bentuk tertulis, sehingga pada
genarasi mendatang bisa mengetahui pantangan ini melalui buku yang mereka baca.
pantang larang di Kecamatan Siantan belum pernah ada yang mengkaji, serta sebagai
sarana pelestarian budaya.
Menurut penulis kajian yang penulis kaji ini penting, penting bagi masyarakat
luar untuk mengetahui aturan-aturan yang harus di pahami ketika hendak mendatangi
wilayah di kecamatan Siantan, agar tidak salah langkah dan melanggar pantangan
yang ada. Kemudian kajian ini bisa juga dijadikan sebagai alat dalam
pendokumentasian pantang larang di kecamatan Siantan yang sudah mulai hilang,

agar generasi-generasi yang akan datang tetap mengetahui dan tidak kehilangan
warisan budaya Melayu tersebut. Pentingnya kajian ini bagi penulis sebagai sarana
dalam memahami lebih dalam nilai-nilai luhur yang diajarkan di dalam pantang
larang serta agar dapat mempertahankan warisan budaya sebagai cerminan akal budi
pemiliknya. Di dalam kajian ini penulis ada membuat pantang larang dengan
singkatan PL.
Inilah alasan penulis memilih judul Skripsi : Pantang Larang Masyarakat
Melayu di Kecamatan Siantan: Suatu Kajian Folklor.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis membuat beberapa rumusan
masalah di dalam penelitian ini sebagai berikut:

19
Universitas Sumatera Utara

1. Bagaimana pengklasifikasian pantang larang dalam masyarakat Melayu
Siantan.
2. Makna apa saja yang disampaikan melalui pantang larang.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Membuat pengklasifikasian pantang larang dalam masyarakat Melayu
Siantan.
2. Menjelaskan makna apa saja yang disampaikan melalui pantang larang.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber atau rujukan bagi penelitian
lanjutan dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk kajian yang
lebih lanjut khususnya dalam bidang bahasa Melayu Siantan.
3. Sebagai upaya dalam pelestarian budaya tersebut yang sudah mulai terkikis
zaman.

20
Universitas Sumatera Utara