Pantang Larang Masyarakat Melayu Di Kecamatan Siantan: Suatu Kajian Folklor

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Yang Relevan
Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan
studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan untuk menghindari
terjadinya duplikasi (Nazir, 2014:79). Alasan penulis melakukan studi kepustakaan
adalah sebagai bahan referensi, teori, dan konsep yang berhubungan dengan tulisan
penulis. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam penyelesaian permasalahan
dalam penulisan.
Penulis menjadikan Skripsi Valentina Simalango (2010): Hata Tongka Pada
Masyarakat Batak Toba: Kajian Folklor, sebagai bahan perbandingan. Didalam
skripsi tersebut Valentina Simalango membagi jenis-jenis Hata Tongka (Pantang
Larang) ke dalam beberapa jenis pantang larang, dan mencari fungsi-fungsi Hata
Tongka dalam masyarakat Batak Toba. Valentina Simalango menemukan 115
pantang larang yang terdapat dalam masyarakat Batak Toba di Desa Gorat
Pallombuan. Setiap pantang larang tidak tertumpu pada satu aspek saja, akan tetapi
terbagi kedalam beberapa aspek yang mempunyai tujuan dan maksud yang berbeda
seperti pantang larang yang berisi nilai-nilai pengajaran etika, sopan santun,
pemeliharaan lingkungan, pemeliharaan kesehatan, serta pemeliharaan hutan.
Pantang larang berfungsi sebagai media dalam menyampaikan ajaran moral, sebagai
hiburan dan tanda larangan, sebagai media pengajaran sopan santun, upaya dalam

pemeliharaan lingkungan, sebagai alat pendidikan anak-anak dan remaja, serta

21
Universitas Sumatera Utara

sebagai cerminan peradaban masyarakat yang tinggi dalam menjunjung adat dan
tradisi masyarakat Batak Toba.
Selain Skripsi Valentina Simalango, penulis juga menjadikan tulisan Ani Haji
Omar yang berjudul:Pantang Larang Dalam Kalangan Orang Melayu: Analisis Dari
Perspektif Teori SPB4K, sebagai referensi tambahan yang mengkaji tentang PL dari
perspektif teori SPB4K. Dalam tulisan tersebut beliau memfokuskan kajiannya pada
PL dalam masyarakat Melayu Tradisonal yaitu pantang larang terhadap ibu hamil,
larangan kepada bapak, PL kepada bayi dan anak-anak, PL kepada anak dara, dan PL
memelihara etika dan kesopanan. Dari beberapa kategori pantang larang tersebut
dikaji melalui 4 aspek yaitu pemikiran luhur, pemikiran lahir, pemikiran logika, dan
pemikiran lateral.
Jurnal yang ditulis Stepanus, Ahadi Sulissusiawan, Sesilia Seli yang berjudul:
Pantang Larang Masyarakat Dayak Sungkung Kecamatan Siding Kabupaten
Bengkayang: Suatu Kajian Sosiolinguistik. Didalam jurnal ini Stepanus, dkk
membuat pendeskripsian makna, fungsi, klasifikasian, dan kedudukan PL dalam

masyarakat Dayak Sungkung. Dalam masyarakat Dayak Sungkung, PL dijadikan
sebagai penuntun hidup dan pedoman dalam melakukan suatu perbuatan.
Adapun kajian penulis berjudul : Pantang Larang Masyarakat Melayu di
Kecamatan Siantan: Suatu Kajian Folklor. Di dalam tulisan ini penulis mencoba
untuk mengklasifikasikan pantang larang yang terdapat di Kecamatan Siantan, dan
memaparkan makna yang terkandung di dalam PL tersebut. Pantang larang dibuat
pasti ada sebab-sebab tertentu yang melatarbelakanginya.
Kajian yang penulis lakukan hampir mirip dengan kajian yang ditulis oleh
Stefanus dan kawan-kawan. Namun, di dalam kajian penulis hanya membahas

22
Universitas Sumatera Utara

klasifikasi

dan

makna

yang


terkandung

saja.

Kemudian

cara

penulis

mengklasifkasikan PL itu sendiri berbeda konsep dengan yang dilakukan oleh
Stefanus dan kawan-kawan. Pada dasarnya semua studi pustaka yang penulis
paparkan di atas memang mengkaji tentang PL. Akan tetapi, penulis melihat PL dari
sudut pandang yang berbeda dengan kajian penelitian yang sudah ada sebelumnya.
2.2 Penduduk dan Letak Geografis Kecamatan Siantan
Kabupaten Kepulauan Anambas adalah sebuah kabupaten di Provinsi
Kepulauan Riau. Dengan ibu kotanya Tarempa. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2008. Kabupaten Kepulauan Anambas merupakan
pemekaran dari Kabupaten Natuna. Kabupaten Kepulauan Anambas berasal dari

sebagian wilayah Kabupaten Natuna yang terdiri atas cakupan wilayah : Kecamatan
Siantan, Kecamatan Palmatak, Kecamatan Siantan Timur, Kecamatan

Siantan

Tengah, Kecamatan Siantan Selatan, Kecamatan Jemaja Timur, dan Kecamatan
Jemaja 3. Dari ketujuh kecamatan yang terdapat di kabupaten kepulauan Anambas,
penulis memilih tempat penelitian di kecamatan Siantan. Berikut sekilas gambaran
masyarakat Melayu di kecamatan Siantan.
1. Geografi
a. Letak
Kecamatan Siantan terletak diantara :
-

040 60” Lintang Utara

-

1050 60” Bujur Timur
b. Batas-Batas

Batas-batas Kecamatan Siantan :

3

Diakses dari http://id.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kepulauan_Anambas, pada tanggal 09
November 2015 jam 00.53 WIB

23
Universitas Sumatera Utara

1. Utara : Kecamatan Palamatak
2. Selatan : Kecamatan Siantan Selatan
3. Barat : Laut Cina Selatan
4. Timur : Kecamatan Siantan Timur
c. Geologi
Wilayah Kecamatan Siantan salah satu bagian dari gugusan kepulauan
Anambas yang dikellngi oleh laut Cina Selatan yang berbatasan langsung dengan
beberapa Negara tetangga.luas wilayah Kecamatan Siantan + 45.39 Km .dengan
kondisi wilayah yang cendrung basah mengakibatkan curah hujan pertahunnya tinggi
yakni 686.4 milimeter dengan temperature berkisar 24.10 -30.90. Kecamatan Siantan

adalah Ibu Kota Kabupaeten Kepulauan Anambas yang bernama Tarempa. Luas
wilayah Siantan setelah adanya pemekaran desa tahun 2011 sampai sekarang belum
ada kesepakatan antar desa mengenai batas-batas antar desa di Kabupaten Kepulauan
Anambas yang saat ini dalam tahap penyelesaian oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Kepulauan Anambas. Sejak terjadinya Pemekaran Desa tahun 2011 Kelurahan
Tarempa pecah menjadi Kelurahan Tarempa, Desa Tarempa Timur, Desa Pesisir
Timur, Desa Tarempa Selatan Sedangkan Desa Tarempa Barat pecah menjadi Desa
Tarempa Barat, Desa Tarempa Barat Daya dan Desa Sri Tanjung.
2. Pemerintah
Kota Tarempa yang terletak dalam wilayah Kecamatan Siantan merupakan
ibukota Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai pusat pemerintahan kabupaten
sekaligus juga merupakan pusat perdagangan dan jasa dikawasan ini menjadikan
kecamatan ini sebagai salah satu konsentrasi domisili penduduk di Kabupaten

24
Universitas Sumatera Utara

Kepulauan Anambas. Kecamatan Siantan Terdiri dari 1 Kelurahan dan 6 desa pada
tahun 2012 , terdiri dari 12 dusun, 70 RT dan 26 RW.
3. Penduduk

Dari hasil registrasi Kantor Kecamatan Siantan Tahun 2012 diperoleh informasi
bahwa jumlah penduduk Kecamatan Siantan tercatat sebanyak 10.194 jiwa yang
terdiri dari 5.146 laki-laki dan 5.048 perempuan. Rasio jenis kelamin (sex ration)
sebesar 108, yang berarti diantara 108 jiwa laki-laki terdapat 100 jiwa perempuan.
Jumlah rumah tangga penduduk adalah 3.336 rumah tangga,berarti rata-rata per
rumah tangga terdiri dari 3.81 jiwa penduduk (sumber: badan pusat statistic
kabupaten kepulauan Anambas).

25
Universitas Sumatera Utara

Peta kecamatan Siantan (Sumber: kantor Camat Siantan)

26
Universitas Sumatera Utara

Peta kabupaten kepulauan Anambas

2.3 Landasan Teori
2.3.1 Teori Folklor


Kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Menurut Alan
Dundes (dalam Danandjaja, 1982:1) folk adalah sekelompok orang yang memiliki
ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan. Sehingga dapat dibedakan dari
kelompok-kelompok lainnya. Lore yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan
secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan
gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

27
Universitas Sumatera Utara

Jadi, folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan
diwariskan secara turun-temurun, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik
dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk gerak isyarat atau alat pembantu
pengingat.
Folklor mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan.
2. Folklor bersifat tradisional
3. Folklor ada dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda.
4. Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang

lagi.
5. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola.
6. Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif.
7. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai
dengan logika umum.
8. Folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu.
9. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga sering kali
kelihatannya kasar ataupun terlalu sopan.
Menurut Jan Harold Brunvand 4, folklor digolongkan kedalam tiga kelompok
besar berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor
bukan lisan. Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan.
Bentuk folklor yang termasuk kedalam kelompok besar ini antara lain: bahasa rakyat,
ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, puisi rakyat, cerita prosa rakyat, dan
nyanyian rakyat.
4

Seorang ahli folklor Amerika Serikat

28
Universitas Sumatera Utara


Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran
unsur lisan dan unsur bukan lisan. Bentuk-bentuk folklor ini adalah kepercayaan
rakyat, permainan rakyat, teater, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, dan pesta rakyat.
Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun
cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi
dua subkelompok, yaitu material dan bukan material. Material terdiri atas: arsitektur
rakyat, kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, masakan dan
minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Bukan material terdiri atas: gerak
isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat, dan musik rakyat.
Salah satu bagian dari folklor sebagian lisan adalah kepercayaan rakyat.
Kepercayaan rakyat atau disebut juga takhyul menyangkut kepercayaan dan praktek
(kebiasaan) yang diwariskan melalui media tutur kata. Tutur kata ini dijelaskan
dengan syarat-syarat, yang terdiri dari tanda-tanda atau sebab-sebab dan diperkirakan
akan menimbulkan adanya akibat.
Takhyul dapat terbentuk berdasarkan hubungan sebab akibat menurut
hubungan asosiasi dan berdasarkan perbuatan manusia yang dilakukan dengan
sengaja yang menyebabkan suatu akibat.
Wayland D. Hand (dalam Danandjaja, 1982:154) menggolongkan takhyul
kedalam empat golongan besar yaitu takhyul disekitar lingkaran hidup manusia,

takhyul mengenai alam gaib, takhyul mengenai terciptanya alam semesta dan dunia,
dan jenis takhyul lainnya.
Di dalam takhyul disekitar lingkungan hidup manusia, Hand membaginya
kedalam tujuh kategori:
1. Lahir, masa bayi, dan kanak-kanak

29
Universitas Sumatera Utara

2. Tubuh manusia, dan obat-obatan rakyat
3. Rumah, dan pekerjaan rumah tangga
4. Mata pencaharian, dan hubungan social
5. Perjalanan dan perhubungan
6. Cinta, pacaran, dan menikah
7. Kematian dan adat pemakaman.
Kepercayaan sekitar lingkaran hidup manusia merupakan semua kepercayaan
rakyat yang mengenai sekitaran kelahiran (masa hamil), kelahiran sampai seorang
anak menjadi dewasa.
2.3.2 Interpretasi Semiotik
Folklor adalah bagian wujud ekspresi budaya, sebagai karya budaya folklor
banyak menyimpan tanda. Tanda tanda folklor tersebut menyiratkan makna, baik
makna tersirat maupun makna tersurat (Endaswara, 2009:156-157).
Makna tersirat adalah makna kata yang bisa dipahami dengan cara yang tidak
langsung, makna ini dapat dipahami setelah benar-benar membacanya. Makna
tersurat adalah makna kata yang mudah dipahami karena makna tersebut sudah ada
didalam sebuah tulisan, yang tidak diperlukan penafsiran 5.
Didalam memahami makna yang terkandung di dalam PL, perlu diungkapkan
makna tersirat (makna terdalam) dan makna tersurat (makna tekstual). Pengertian
makna tersirat di dalam PL adalah makna yang diperoleh dari pemaknaan secara
mendalam terhadap teks PL, yaitu pemaknaan atau pemahaman yang mengatakan

5

Haris Nur Hamid, 2015. Perbedaan Arti Kata Tersirat dan Tersurat Berserta Contohnya. Diakses
darihttp://www.blogsejutaumat.com/205/07/perbedaan-arti-kata-tersirat-dan-tersuratcontohnya.html?m=1 pada tanggal 23/03/2016 pukul 23.57 WIB

30
Universitas Sumatera Utara

bahwa PL yang disampaikan oleh para pengguna tidak hanya sekadar menakutnakuti, tetapi dibalik kata yang cenderung ‘menakuti’ tersebut ada maksud dan
tujuan yang ingin disampaikan. Sedangkan pengertian makna tersurat dalam PL
adalah makna yang terkandung dalam PL yang dimaknai oleh masyarakat sebagai
sebuah larangan yang hanya menakut-nakuti (akibat dari larangan) (Stefanus, dkk,
2014:10)

31
Universitas Sumatera Utara