Gambaran Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat dalam Melaksanakan Tindakan Keperawatan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia, Rumah Sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan
kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa
pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik,
rehabilitasi medik, dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan
melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap (Herlambang dan
Murwani, 2012).
Rumah sakit sangat berpotensi untuk menyebarkan, dan menularkan Mikroba
Patogen (Organisme berukuran kecil yang dapat menyebabkan penyakit) yang
berakibat timbulnya kasus-kasus yang disebut dengan infeksi nosokomial. Angka
infeksi nasokomial yang tercacat di berbagai Negara yang terjadi secara akut atau
secara kronis berkisar antara 3,3% - 9,2% (Septiari, 2012).
Di dunia, pasien rawat inap di Rumah Sakit mengalami infeksi nosokomial
setiap tahun sebesar 10% (1,4 juta). Penelitian yang dilakukan The National
Nosocomial Infection Surveillance (NNIS) di Amerika Serikat (2007), presentase
infeksi nosokomial tertinggi di unit luka bakar, diikuti dengan ICU neonatus dan ICU
Pediatri (Murray, dkk, 2007).
Infeksi nosokomial meningkat dua kali lipat resiko kesakitan dan kematian. Hal
ini menyebabkan 88.000 kematian tiap tahunnya di Amerika Serikat. Jenis kelamin

tidak mempengaruhi resiko terkena infeksi nosokomial (wanita : pria = 1 : 1,7).
Bakterimia dan infeksi bedah lebih sering terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan

1
Universitas Sumatera Utara

2

dibandingkan anak yang lebih tua, infeksi saluran kemih lebih sering terjadi pada
anak > 5 tahun dibanding anak yang lebih muda (Murray, dkk, 2007).
Di Indonesia, hasil penelitian yang dilakukan Nugraheni (2009-2011) di RSUD
Setjonegoro Kabupaten Wonosobo, menunjukkan prevalensi angka kejadian infeksi
nosokomial pada semester II tahun 2009 (2,67 %), semester I dan II tahun 2010 (3,12
% dan 4,36%), serta semester I dan II tahun 2011 (9,68 % dan 19,71 %) per 1000
pasien rawat inap. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jeyamohan (2010) di RSUP
Haji Adam Malik, dari 534 pasien pasca operasi diperoleh prevalensi sebanyak
5,6% pasien mengalami infeksi nosokomial luka operasi kelas bersih.
Angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan tolok ukur mutu
pelayanan rumah sakit. Izin operasional sebuah rumah sakit dapat dicabut
karena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial dan banyaknya pasien yang

terinfeksi setiap tahun serta besarnya dampak yang ditimbulkan. Dampak dari
infeksi nosokomial dapat menyebabkan cacat fungsional, stress emosional, cacat
yang permanen, kematian, meningkatkan biaya kesehatan diberbagai Negara
yang tidak mampu, meningkatkan lama perawatan di Rumah Sakit, pengobatan
dengan obat-obat mahal, morbiditas dan mortalitas semakin tinggi, adanya
tuntutan secara hukum, penurunan citra Rumah Sakit, dan penggunaan
pelayanan lainnya (Septiari, 2012). Bertambahnya stress emosional yang
menurunkan kemampuan dan kualitas hidup, lamanya rawat inap di Rumah
Sakit sehingga bertambahnya biaya perawatan, meningkatnya penggunaan obatobatan, kebutuhan akan isolasi pasien, penggunaan pemeriksaan laboratorium

Universitas Sumatera Utara

3

tambahan serta studi diagnosis lainnya, dan meningkatnya jumlah kematian di
Rumah Sakit (Nurhadi, 2012).
Dampak yang ditimbulkan infeksi nosokomial terhadap lama hari dirawat di
Rumah Sakit sebesar 16 juta hari (rata-rata 4 hari per infeksi). Di negara-negara
berpendapatan rendah dan menengah, lama hari dirawat di Rumah Sakit sebesar
5-30 hari, kematian yang ditimbulkan lebih dari 100.000 kematian setiap tahun

dan biaya yang harus dikeluarkan akibat infeksi nosokomial pertahun kira-kira ∙
7 miliar di Eropa dan $ 6,5 miliar di Amerika (WHO, 2011).
Teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan
penularan infeksi adalah mencuci tangan (Potter & Perry, 2005). WHO (2009)
mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu
merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan
dengan five moments for hand hygiene. Five Moments for Hand Hygiene adalah 5
momen krusial mencuci tangan pada petugas kesehatan untuk mengoptimalkan
kebersihan tangan dengan mencuci tangan disaat: sebelum kontak/ bersentuhan
dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih/ steril, setelah bersentuhan
dengan cairan tubuh pasien dan setelah melepas sarung tangan, setelah kontak/
bersentuhan dengan pasien, dan setelah kontak/ bersentuhan dengan benda dan
lingkungan pasien.
Cuci tangan merupakan suatu tindakan membersihkan kedua tangan dengan
menggunakan sabun kemudian dibilas dengan air mengalir yang bertujuan untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Persatuan Pengendalian Infeksi
Indonesia (Perdalin, 2010).

Universitas Sumatera Utara


4

Pelaksanaan cuci tangan perawat merupakan salah satu faktor yang mempunyai
pengaruh besar terhadap kesehatan perawat dalam pencegahan terjadinya infeksi
nosokomial. Perawat memiliki andil yang sangat besar terhadap terjadinya infeksi
nosokomial karena perawat berinteraksi secara langsung dengan pasien selama 24
jam (RSPI Sulianti Saroso, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan Suryoputri
(2011) di RSUD dr. Kariadi Semarang, dari 279 perawat menunjukkan pelaksanaan
cuci tangan perawat 24,16% (Bedah), 26,09% (Anak), 25,13% (Interna), 25,9%
(HCU), 26,11% (PICU), dan 25,72% (ICU). Hasil penelitian yang dilakukan
puspitasari (2012) di ruang RA, RB, ICU, CVCU RSUP HAM Medan, dari 79
orang perawat menunjukkan pelaksanaan cuci tangan perawat dengan baik 68
responden (86,1%), cukup 10 responden (12,7%), dan kurang 1 responden (1,3%).
Upaya dalam peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit sangat penting untuk
mencegah terjadinya penambahan penyakit yang dialami klien selama dirawat di
Rumah Sakit. Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan diharapkan untuk
memperhatikan dan mengontrol resiko penularan infeksi, baik dari individu ataupun
lingkungan. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan asuhan keperawatan
merupakan tindakan untuk mencegah terjadinya infeksi. Dalam hal ini, peneliti
tertarik untuk mengetahui gambaran pelaksanaan cuci tangan perawat dalam

melaksanakan tindakan keperawatan di Rumkit TK II Putri Hijau Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut, maka dapat
dirumuskan permasalahan yang ada adalah bagaimana gambaran pelaksanaan cuci

Universitas Sumatera Utara

5

tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan di Rumkit TK II Putri
Hijau Medan?.
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisa bagaimana pelaksanaan cuci tangan perawat sebelum dan sesudah
melaksanakan tindakan keperawatan di Rumkit TK II Putri Hijau Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
a.

Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi untuk mengidentifikasi gambaran
pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan.


b.

Bagi Pendidikan Keperawatan
Sebagai bahan masukan pengembangan dan keterampilan yang berharga bagi
peneliti, sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk
penelitian dimasa mendatang. Selain itu juga menyediakan informasi mengenai
gambaran pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan
keperawatan.

c.

Bagi Penelitian Keperawatan
Dapat menambah informasi bagi penelitian keperawatan mengenai gambaran
pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan
sehingga memberikan ide bagi penelitian keperawatan selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara