Gambaran Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat dalam Melaksanakan Tindakan Keperawatan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan

(1)

Kode Responden :

Data Demografi Responden

Isilah biodata anda dengan memberikan tanda checklist (√) atau isilah titik - titik pada setiap kolom yang telah tersedia.

Nama : ... Jenis Kelamin : Laki – laki Perempuan Usia : ... Tahun

Tingkat Pendidikan : S1 Keperawatan D-III Keperawatan Lama Bekerja : ... Tahun

Dalam hal ini saya bersedia menjadi responden.

Medan, 2016 Responden


(2)

Kode Responden :

Berikan tanda chek list ( √ ) pada kolom dibawah ini sesuai dengan tindakan yang dilakukan

No Pilihan Pernyataan Dilakukan

Tidak Dilakukan 1

Saya mencuci tangan dengan 6 langkah benar prosedur mencuci tangan.

2

Saya mencuci tangan sebelum memberikan terapi oksigen melalui nasal kanul

3

Saya mencuci tangan sesudah memberikan terapi oksigen melalui nasal kanul

4 Saya mencuci tangan sebelum mengatur posisi berbaring 5 Saya mencuci tangan sesudah mengatur posisi berbaring 6 Saya mencuci tangan sebelum perawatan infus

7 Saya mencuci tangan sesudah perawatan infus 8 Saya mencuci tangan sebelum mengganti balutan luka 9 Saya mencuci tangan sesudah mengganti balutan luka 10 Saya mencuci tangan sebelum memberikan injeksi 11 Saya mencuci tangan sesudah memberikan injeksi 12 Saya mencuci tangan sebelum mengukur TTV 13 Saya mencuci tangan sesudah mengukur TTV 14 Saya mencuci tangan sebelum memberikan obat oral 15 Saya mencuci tangan sesudah memberikan obat oral


(3)

LEMBAR OBSERVASI

No Hari Pengamatan I Kriteria Hasil

Yang Diamati 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 001 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

2 002 X X √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

3 003 X X √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

4 004 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

5 005 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

6 006 √ X √ X √ √ √ √ √ √ √ √ √ X X Tidak Baik

7 007 X X √ X √ √ √ √ √ √ √ √ √ X X Tidak Baik

8 008 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

9 009 X X √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X √ Tidak Baik

10 010 X X √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X √ Tidak Baik

11 011 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

12 012 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

13 013 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

14 014 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

15 015 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

16 016 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

17 017 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

18 018 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

19 019 X X √ X √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Tidak Baik

20 020 X X √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

21 021 X X √ X √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Tidak Baik


(4)

24 024 √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X √ Tidak Baik

25 025 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

26 026 X X √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

27 027 X X √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

28 028 √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ √ √ X √ Tidak Baik

29 029 X X √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X √ Tidak Baik

30 030 X X √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

31 031 √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X √ X √ Tidak Baik

32 032 X X √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

33 033 √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

34 034 √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

35 035 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

36 036 X X √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

37 037 X X √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

38 038 X X √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

39 039 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

40 040 X X √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

41 041 √ √ √ X X √ √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

42 042 √ X √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X √ Tidak Baik

43 043 X X √ X X X √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

44 044 √ X √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

45 045 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

46 046 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

47 047 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Baik

48 048 √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X √ Tidak Baik

49 049 √ X √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X √ Tidak Baik


(5)

51 051 X X √ √ √ X √ √ √ √ √ X √ X √ Tidak Baik

52 052 X √ √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

53 053 √ X √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

54 054 √ √ X X √ √ √ √ √ √ X X √ √ √ Tidak Baik

55 055 √ √ X X √ √ √ √ √ √ X √ √ X √ Tidak Baik

56 056 X X √ X √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ Tidak Baik

57 057 √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X √ X √ Tidak Baik

58 058 X X √ X √ X √ √ √ X √ X √ X √ Tidak Baik

59 059 √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X √ X √ Tidak Baik

60 060 √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X √ X √ Tidak Baik

61 061 √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X √ X √ Tidak Baik

62 062 X X √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X √ Tidak Baik

63 063 √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X √ X √ Tidak Baik

64 064 √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X √ X √ Tidak Baik

65 065 √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X √ X √ Tidak Baik

66 066 √ X √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X √ Tidak Baik

67 067 X X √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X √ Tidak Baik

68 068 √ X √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X √ Tidak Baik

69 069 √ X √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ X √ Tidak Baik

70 070 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ X √ Tidak Baik

71 071 X √ √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

72 072 X √ √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

73 073 √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √ X √ √ √ Tidak Baik

74 074 X √ √ X √ X √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik

75 075 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ X √ X X Tidak Baik


(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Data Pribadi

a. Nama : Angga Wibowo Hargustra

b. Tempat/ Tanggal Lahir : Rao/ 25 September 1992 c. Jenis Kelamin : Laki-laki

d. Anak ke : 5 dari 5 bersaudara

e. Ayah : Djoharuddin

f. Ibu : Gusni

g. Agama : Islam

h. Alamat : Jorong II Pasar Rao Kec. Rao Kab. Pasaman

Riwayat Pendidikan

a. Tahun 1998-2004 : Sekolah Dasar Negeri 1 Rao

b. Tahun 2004-2007 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Rao c. Tahun 2007-2010 : Sekolah Menegah Atas Negeri 1 Rao

d. Tahun 2010-2013 : Akademi Keperawatan Kesdam I/BB Medan e. Tahun 2014-sekarang : Program Studi S1 Keperawatan USU

Medan, Februari 2016 Yang Bersangkutan


(21)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. H., (2001). Dasar-dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika.

Arikunto, S. (1995). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

_________. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC. Brooker. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.

Carpenito, L.j., 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta : Salemba Medika.

Depkes RI. (2003). Indikator Indonesia Sehat 2010. Jakarta.

________. (2007). Informasi Pengendalian Penyakit Menular dan Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Depkes RI.

________. (2009). Standar Tenaga Keperawatan Di Rumah Sakit. Direktoral Jenderal. Pelayanan Medik.

Gould, Brooker. (2003). Mikrobiologi Terapan untuk Perawat. Jakarta: EGC. Handoko, T. H.(2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.

Yogjakarta: BPFE.

Hasibuan. M. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara Jakarta: Jakarta.

Hasibuan. R. (2014). Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat di Ruangan ICU Rumah Sakit St. Elisabeth Medan. Skripsi. Fakultas Keperawatan. Sumatera Utara.

Herlambang dan Murwani. (2012). Cara Mudah Memahami Manajemen Kesehatan dan Rumah Sakit. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Jeyamohan. (2010). Angka Prevalensi Infeksi Nosokomial Pada Pasien Luka Operasi Pasca Bedah Di Bagian Bedah Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara.

Kusyadi, dkk. (2010). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC.


(22)

49

Melcher, J.A. (1995). Struktur Dan Proses Organisasi (Jilid 2). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Murray, PR., Baron, EJ., Jorgensen, JH., Landry, ML., Pfaller, MA., (2007).

Manual Clinical Microbiology, 9th Edition, American Society for

Microbiology. Washington.

Musadad, D. Anwar. 1993. Sanitasi Rumah Sakit Sebagai Investasi. Cermin Dunia Kedokteran.

Nicholls, A. & Wilson, I. (2001). Kedokteran Perioperatif: Manajemen Pasien Bedah dengan Kelainan Medis. Jakarta: Farmedia.

Notoadmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

______________. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugraheni. (2011). Infeksi Nosokomial di RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobo. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

Nurhadi, S. Sari, A.D. (2012). Upaya Pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat intensif. Banjarmasin: RSUD Ulin.

Nursanti. O. C. (2010). Gambaran Pelaksanaan Cuci Tangan oleh Perawat Sebelum dan Sesudah Melakukan Tindakan Keperawatan Pasien Rawat Inap RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Perdalin. (2010). Handout Pengendalian Infeksi Nosokomial. Jakarta.

Purnama, S. D. (2009). Hubungan Antara Pengetahuan Perawat Tentang Cuci Tangan dengan Penerapan Prosedur Cuci Tangan di Bangsal Dewasa RSUD Muntilan. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Prodi. Ilmu Keperawatan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Potter, P. A, Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Robbin. P.S. (2002). Prinsip-prinsip perilaku organisasi. Edisi kelima, Penerbit, Erlangga, Jakarta.

Schaffer. (2000). Pencegahan Infeksi dan Praktik yang Aman. Jakarta: EGC. Septiari, B. (2012). Infeksi Nosokomial. Edisi Pertama. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Siregar, Charles. (2004). Farmasi Klinik Teori, dan Penerapan. Jakarta: EGC. Sitorus, Ratna Dr. (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah


(23)

50

Suryoputri, A. D. (2011). Perbedaan Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan di RSUP dr. Kariadi. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro.

Susiati. (2008). Keterampilan Keperawatan Dasar Paket 1. Jakarta: Erlangga. Tietjen, dkk. (2004). Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan

kesehatan dengan sumber daya terbatas. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

WHO. (2009). Clean Care is Safer Care Team.Patient Safety Challenge. Geneva: World Health Organization Press.

____. (2011). Clean Care is Safer Care Team. Report on the burden of epidemic health care-assosiated infection worldwide. Geneva: World Health Organization Press.


(24)

30 BAB III

KERANGKA PENELITIAN 3.1.Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini menggambarkan bagaimana pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan 6 langkah benar prosedur cuci tangan.

Keterangan:

= yang akan diteliti

Baik

Tidak Baik Pelaksanaan cuci tangan

perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan


(25)

31

3.2.Defenisi Operasional

Tabel defenisi operasional pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan.

Variabel Defenisi operasional Alat ukur Skala Hasil Pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan Tindakan membersihkan kedua tangan yang dilakukan perawat dalam

melaksanakan tindakan keperawatan

Kuesioner Ordinal Dikatakan Baik apabila perawat melaksanakan cuci tangan dari 15 pernyataan Dikatakan Tidak Baik apabila perawat melaksanakan cuci tangan kurang dari 15 pernyataan


(26)

32 Pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan Pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan

Observasi Ordinal Dikatakan Baik apabila perawat melaksanakan cuci tangan dari 15 pernyataan Dikatakan Tidak Baik apabila perawat melaksanakan cuci tangan kurang dari 15 pernyataan


(27)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN 4.10. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan Tahun 2015.

4.11. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja sebagai perawat pelaksana di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan yang berjumlah 154 perawat.

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah proportional sampling yaitu pengambilan sampel dari tiap-tiap kelompok yang ada dalam populasi yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah anggota subjek yang ada di dalam masing-masing kelompok tersebut. Rumah sakit tingkat II putri hijau medan memiliki 11 ruang rawat inap dan masing-masing ruangan tersebut memiliki perawat yang terdiri dari :

1. Ruang I : 15 orang 2. Ruang II : 15 orang

3. Ruang III : 14 orang 4. Ruang IV : 14 orang 5. Ruang VI : 14 orang 6. Ruang VII : 14 orang


(28)

34

8. Ruang Xa : 13 orang 9. Ruang Xb : 13 orang 10. Ruang XI : 13 orang 11. Ruang XII : 15 orang

Menentukan besar sampel adalah 50%, sehingga jumlah sampel = 50/100 x 154 orang = 77 orang. Pengambilan sampel disesuaikan dengan jumlah perawat dalam tiap-tiap ruangan = 1/11 x 77 orang = 7 orang.

4.12. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan. Pemilihan Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa Rumah Sakit tersebut memiliki perawat yang relatif cukup banyak dan mudah dijangkau sehingga efisien waktu dan biaya karena dilakukan pada masa studi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015 Sampai dengan bulan Januari 2016 dan pengambilan data pada tanggal 11-18 Januari 2016. 4.13. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Program Studi Ilmu Keperawatan Ekstensi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Kepala Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan. Kemudian peneliti mendekati calon responden yang memenuhi kriteria, meminta kesediaan calon responden penelitian. Calon responden yang bersedia maka peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian, kemudian responden dipersilahkan menandatangani informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak. Kerahasiaan responden dijaga oleh


(29)

35

peneliti dengan cara tidak mencantumkan nama melainkan inisial atau member code pada masing-masing lembar kuesioner. Data yang diberikan oleh responden hanya digunakan untuk penelitian ini saja. Selama proses pengambilan data, peneliti tidak akan menyebabkan tekanan psikologis sehingga tidak menimbulkan efek bagi responden.

4.14. Instrument Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa kuesioner dan observasi. Bagian pertama instrumen penelitian berisi data demografi responden yang terdiri dari: kode responden, nama, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan lama bekerja. Bagian kedua kuesioner berisi tentang pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang terdiri dari 15 pernyataan dan bagian observasi terdiri dari tabel yang disesuikan dengan lembar kuesioner dengan menggunakan jawaban tegas yang menyediakan 2 alternatif jawaban, yaitu :

a. dilakukan, diberi tanda contreng (√), b. tidak dilakukan, diberi tanda silang (X).

Untuk mendapatkan hasil digunakan penilaian sebagai berikut : a. dikatakan baik apabila perawat melaksanakan cuci tangan dari 15

pernyataan,

b. dikatakan tidak baik apabila perawat melaksanakan cuci tangan kurang dari 15 pernyataan.

4.15. Uji Validitas dan Reliabilitas

Instrumen pada penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti sehingga perlu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas untuk mengetahui seberapa besar derajat


(30)

36

kemampuan alat ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Uji validitas menggunakan validiatas isi, uji validitas dilakukan oleh dosen yang berkompeten dibidang Keperawatan Dasar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Kuesioner dikatakan valid apabila rhitung lebih besar dari rtabel atau >0,5-1 dan kuesioner ini mendapat nilai 1.

Uji reliabilitas dilakukan di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati Medan dengan kriteria yang ditentukan oleh peneliti yaitu perawat yang bekerja di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati Medan dengan sampel sebanyak 30 orang perawat pelaksana. Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan uji KR 20. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika nilai alpha (α) lebih besar atau sama dengan 0,70 dan kuesioner ini mendapat nilai 0,80.

4.16. Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah yang diteliti maka dilakukan pengumpulan data. Alat pengumpulan data berupa kuesioner yang berbentuk pertanyaan. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada perawat di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan yang telah ditentukan untuk menjadi sampel. Sebelumnya peneliti menjelaskan kepada responden tujuan dilakukannya pengumpulan data tersebut.

Setelah responden menyetujui dan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden, peneliti memberikan waktu kepada responden untuk mengisi poin-poin pertanyaan yang terdapat pada kuesioner tersebut. Setelah diisi, kuesioner dikumpulkan kembali oleh peneliti dan diberikan kode untuk menandai responden yang selanjutnya akan dilakukan observasi.


(31)

37

Peneliti mengobservasi responden dari tiap shift dinas, responden yang dinas pagi diobservasi mulai dari resonden datang sampai siang hari. Responden yang dinas sore diobservasi sebelum pergantian shift dengan dinas malam, dan responden yang dinas malam diobservasi setelah pergantisan shift dengan dinas sore dan sebelum pergantian shift dengan dinas pagi. Mengobservasi dilakukan dengan cara mengisi lembar observasi dengan memberi tanda sesuai dengan tindakan responden. Untuk mengetahui hasil dari kuesioner dan lembar observasi dilakukan pengolahan data.

4.17. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dilakukan beberapa proses yaitu : 1. Editing

Kuesioner diserahkan oleh perawat dari masing-masing ruangan kepada peneliti, kemudian peneliti memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban sudah diisi.

2. Coding

Kuesioner dipastikan terisi dengan lengkap, kemudian penulis memberikan code disetiap item pertanyaan, mulai dari data demografi responden hingga kuesioner pelaksanaan cuci tangan perawat di ruangan.

3. Tabulating

Untuk memudahkan analisa data, pengolahan data serta pengambilan kesimpulan, data tersebut diolah berbentuk tabel frekuensi.


(32)

38

4.18. Analisa Data

Dalam penelitian ini digunakan Analisa Univariat yaitu analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisa Univariat menggunakan distribusi frekuensi dan persentasi karena data penelitian bersifat kategorik (skala nominal dan ordinal).


(33)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil

Bab ini menjelaskan uraian hasil penelitian pelaksanaan cuci tangan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan berdasarkan kuesioner dan observasi pada responden yang sudah menyetujui tindakan penelitian. Dari hasil penelitian diperoleh data distribusi sebagai berikut:

a. Data demografi

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan Dan Lama Bekerja Karakteristik Frekuensi Presentase% Jenis Kelamin

Laki – laki 11 14,3 %

Perempuan 66 85,7 %

Usia

23-30 Tahun 44 57,1 %

31-38 Tahun 24 31,2 %

39-46 Tahun 4 5,2 %

47-55 Tahun 5 6,5 %

Tingkat Pendidikan

S1 Keperawatan 17 22,1 %

D3 Keperawatan 60 77,9 %

Lama Bekerja

1-8 Tahun 47 61 %

9-16 Tahun 22 28,6 %

17-24 Tahun 3 3,9 %

25-34 Tahun 5 6,5 %

Berdasarkan data demografi perawat Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan dengan jumlah responden 77 orang mengacu pada tabel diatas didapatkan hasil bahwa responden umumnya berjenis kelamin perempuan 85,7 %. berusia dari 23 sampai 30 tahun 57,1 %, tingkat pendidikan D3 Keperawatan 77,9 %.


(34)

40

b. Pelaksanaan cuci tangan perawat berdasarkan data Kuesioner Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat No Kriteria Hasil Frekuensi Persentase %

1. Baik 45 58,4 %

2. Tidak Baik 32 41,6 %

Dari hasil perhitungan kuesioner ditemukan perawat yang melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sebanyak 58,4 %, dan perawat yang tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sebanyak 41,6 %.

c. Pelaksanaan cuci tangan perawat berdasarkan pengamatan/ observasi Tabel 5.3 Distribusi Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat Hasil

Pengamatan/ Observasi

No Kriteria Hasil Frekuensi Persentase %

1. Baik 19 24,7 %

2. Tidak baik 58 75,3 %

Dari hasil pengamatan oleh peneliti ditemukan perawat yang melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sebanyak 24,7 %, dan perawat yang tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sebanyak 75,3 %.

5.2. Pembahasan

Cuci tangan dapat diartikan sebagai tindakan perawat untuk menggosok tangan dengan sabun secara bersama ke seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan


(35)

41

ringkas sesuai dengan prosedur pelaksanaan yang benar dan dibilas dibawah air mengalir dengan menggunakan sabun anti mikroba, dan bertujuan untuk membebaskan tangan dari kuman serta mencegah kontaminasi silang, memindahkan angka maksimum kulit dari kemungkinan adanya infeksi pathogen (Kusyadi, 2010).

Berdasarkan pelaksanaan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan didapatkan hasil 75,3 % tidak melaksanakan tindakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan, berbeda dengan penelitian yang dilakukan Hasibuan (2014), didapatkan hasil 78 % perawat melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan, dan Purnama (2009), didapatkan hasil 78,8 % perawat melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan.

Pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan jika dikaitkan dengan data demografi perawat di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan, seluruh perawat berpendidikan D3 Keperawatan 77,9 %, dengan lama kerja berada pada rentang 1-8 tahun 61 % dan 9-16 tahun 28,6 %.

Menurut Handoko (2001), pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan kerja seseorang. Oleh karena pendidikan adalah langkah awal untuk melihat kemampuan seseorang. Menurut Hasibuan (2007), pendidikan merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan pekerjaan. Dengan latar belakang pula seseorang dianggap akan mampu menduduki suatu jabatan. Selain itu pendidikan juga merupakan suatu pembinaan dalam proses berkembangnya kemampuan dasar yang ada padanya.


(36)

42

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan cerminan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan berdasarkan kemampuan dasar yang ada padanya.

Pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan jika dikaitkan dengan umur perawat di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan mayoritas 54,5 % berada pada kategori umur 20-29 tahun yang berarti usia tersebut masih dapat menerima suatu bentuk aturan-aturan dari Rumah Sakit.

Menurut Robbin (2002) faktor usia pada pelaksanaan kinerja sangat erat kaitannya, alasannya adalah adanya keyakinan yang meluas bahwa pelaksanaan kinerja menurun akibat bertambahnya usia. Pekerja yang berusia tua dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru, di lain pihak ada kualitas positif pada pekerja yang berusia tua, meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu. Namun hasil ini tidak sesuai dengan Melcher (1995), bahwa usia 30-40 tahun umumnya memiliki nilai motivasi, ambisi dan kerja keras untuk mencapai kesuksesan atau prestasi. berdasarkan dengan hasil penelitian ini perawat dengan kategori umur 31-38 tahun dan lama bekerja 9-16 tahun melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sebanyak 19 responden dengan persentase 24,7 %.

Berdasarkan pada item kuesioner dan observasi pelaksanaan cuci tangan perawat didapatkan perbedaan yang tidak signifikan dimana pada item kuesioner 58,4 % perawat melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan dan 41,6 % perawat tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sedangkan pada saat peneliti melakukan


(37)

43

pengamatan ditemukan 24,7 % perawat melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan dan 75,3 % perawat tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Berdasarkan hasil-hasil tersebut dapat diuraikan bahwa perawat beranggapan telah melaksanaan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan pernyataan kuesioner, lain halnya dengan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti bahwa sebagian besar perawat tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nursanty (2010) didapatkan hasil bahwa perawat melaksanakan tindakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sebanyak 35 responden dan perawat yang tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan sebanyak 7 responden.

Hal ini menunjukkan masih kurangnya kesadaran petugas kesehatan melakukan cuci tangan sebelum memulai aktivitasnya ataupun saat perpindahan dari satu pasien ke pasien yang lain, dengan melakukan cuci tangan pasien dapat terlindung dari pathogen yang dibawa oleh petugas kesehatan (Katowa, Ngoma, Maimbolwa, 2007 dalam Suryoputri, 2011). Pentingnya cuci tangan tidak dapat dilalaikan karena agen-agen infeksi dengan mudah dan cepat ditularkan melalui tangan dan segala sesuatu yang disentuh tangan.

Mencuci tangan merupakan cara sederhana, dan paling konsisten untuk mencegah penyebaran agen-agen infeksi dari satu orang ke orang lain. Perawat sebagai petugas kesehatan yang selalu berada 24 jam di sekitar pasien harusnya dapat mengaplikasikan prosedur cuci tangan yang benar agar dapat mengeliminasi


(38)

44

mikroba yang ada pada tangan secara efektif dan mengurangi kontaminasi silang dari perawat ke pasien demi mencegah terjadinya infeksi nosokomial (Schaffer, dkk, 2000). Cuci tangan menggunakan air dan sabun dilakukan bila tangan terlihat kotor. Penggunaan alcohol handrub untuk mencuci tangan dapat digunakan bila tangan tidak terlihat kotor (WHO, 2009). Menggosok tangan dengan alkohol akan cukup jika tangan tidak tercemar, namun tangan harus dibilas seksama sebelum dan setelah menggunakan sarung tangan (Nicholls & Wilson, 2001). Mengingat aktivitas perawat yang sering kontak langsung dengan pasien, mengakibatkan tangan terlihat kotor sehingga mengharuskan perawat mencuci tangan menggunakan sabun dan air.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Musadad, et.al.(1993) ditulis dalam CDK (Cermin Dunia Kedokteran) yaitu perilaku cuci tangan oleh tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat menunjukkan bahwa sebagian besar petugas tersebut tidak melaksanakan cuci tangan. Hal ini terlihat pada waktu petugas akan memeriksa pasien, baik saat pertama kali atau pergantian dari pasien satu ke pasien lainnya. Mereka pada umumnya mencuci tangan setelah selesai melakukan pemeriksaan pasien keseluruhannya.

Perawat yang tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan dapat memicu terjadinya Infeksi nosokomial yang dikenal dengan Healthcare Associated Infections (HAIs) yang dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien. Salah satu tahap kewaspadaan standar yang efektif dalam pencegahan dan pengendalian infeksi adalah hand


(39)

45

hygiene (kebersihan tangan) karena kegagalan dalam menjaga kebersihan tangan adalah penyebab utama infeksi nosokomial dan mengakibatkan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan kesehatan (Menkes dalam Depkes RI, 2009).


(40)

46 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran pelaksanaan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan dapat ditarik kesimpulan bahwa dari hasil perhitungan kuesioner ditemukan sebagian besar perawat melaksanakan tindakan cuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan dan berdasarkan hasil pengamatan ditemukan sebagian kecil perawat melaksanaan cuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan.

6.2. Saran

Setelah melakukan penelitian tentang Gambaran Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat dalam Melaksanakan Tindakan Keperawatan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan tahun 2016 maka dibawah ini akan dipaparkan saran yang ditujukan kepada:

1. Rumah Sakit

Diharapkan setelah penelitian ini Rumah Sakit dapat lebih meningkatkan penilaian kinerja perawat dalam hal patient safety untuk mencegah dan mengendalikan infeksi nosokomial.

2. Pendidikan

Diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa bahwa pentingnya cuci tangan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan pencegahan terjadinya infeksi nasokomial.


(41)

47

3. Peneliti

Diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut sebagai bahan perbandingan dengan menggunakan desain yang berbeda dan menyempurnakan instrument yang lebih berkaitan dengan variabel yang diteliti, serta mengembangkan penelitian kepada variabel lainnya yang dapat mempengaruhi masalah cuci tangan.


(42)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuci Tangan

2.1.1.Defenisi Cuci Tangan

Menurut Depkes (2007) mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air. Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air (Tietjen, dkk, 2004). Sementara itu menurut Larson seperti yang dikutip dalam Potter & Perry (2005) mengatakan bahwa mencuci tangan adalah menggosok dengan sabun secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian dibilas di bawah air.

Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir untuk menghindari penyakit, agar kuman yang menempel pada tangan benar-benar hilang. Mencuci tangan juga mengurangi pemindahan mikroba ke pasien dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang berada pada kuku, tangan dan lengan (Schaffer, dkk, 2000).

Cuci tangan dapat diartikan sebagai tindakan perawat untuk menggosok tangan dengan sabun secara bersama ke seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas sesuai dengan prosedur pelaksanaan yang benar dan dibilas dibawah air mengalir dengan menggunakan sabun anti mikroba, dan bertujuan untuk membebaskan tangan dari kuman serta mencegah kontaminasi silang, memindahkan angka maksimum kulit dari kemungkinan adanya infeksi pathogen (Kusyadi, 2010).


(43)

7

Teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi adalah mencuci tangan (Potter & Perry, 2005). Mencuci tangan adalah prosedur kesehatan yang paling penting yang dapat dilakukan oleh semua orang untuk mencegah penyebaran kuman. Mencuci tangan adalah tindakan aktif dan singkat menggosok tangan dengan sabun dibawah air hangat yang mengalir (Depkes, 2003).

Cuci tangan adalah tindakan membersihkan kedua tangan dari mikoorganisme, debu, dan kotoran dengan cara menggosok kedua tangan dengan menggunakan air dan sabun secara bersamaan kemudian dibilas dengan air mengalir.

2.1.2.Tujuan Cuci Tangan

Menurut Tietjen (2004) tujuan cuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi mikroorganisme sementara. Tujuan dari cuci tangan adalah untuk membersihkan mikroorganisme transien sebelum berpindah ke pasien yang rentan. Infeksi silang dapat terjadi sewaktu perawat berpindah dari satu pasien ke pasien yang lain atau memegang bagian yang berbeda pada satu pasien (Gould & Brooker, 2003).

Tujuan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu. Tangan yang terkontaminasi merupakan penyebab utama perpindahan infeksi (Potter & Perry, 2005). Tujuan dilakukannya cuci tangan yaitu mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan, mencegah infeksi silang (cross infection), menjaga kondisi steril, melindungi diri dan pasien dari infeksi, dan memberikan perasaan segar dan bersih (Susiati, 2008).


(44)

8

2.1.3.Indikasi Cuci Tangan

Cuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum (Tietjien, dkk, 2004): a. memeriksa (kontak langsung) dengan pasien; dan

b. memakai sarung tangan bedah steril atau DTT sebelum pembedahan atau sarung tangan pemerikasaan untuk tindakan rutin .

Cuci tangan sebaiknya dilakukan setelah :

a. situasi tertentu dimana kedua tangan dapat terkontaminasi, seperti: memegang instrument yang kotor dan alat-alat lainnya; menyentuh selaput lendir, darah, atau duh tubuh lainnya (sekresi atau eksresi); kontak yang lama dan intensif dengan pasien,

b. melepas sarung tangan.

WHO (2009) mengindikasikan cuci tangan sebagai berikut :

a. cuci tangan dengan air dan sabun ketika terlihat kotor atau terpapar dengan darah atau cairan tubuh lainnya atau setelah menggunakan toilet, b. sebelum dan sesudah menyentuh pasien,

c. sebelum melakukan prosedur invasif dengan atau tanpa menggunakan sarung tangan,

d. setelah bersentuhan dengan kulit yang tidak intact , membrane mukosa, atau balutan luka,

e. bila berpindah dari satu bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh yang lainnya dalam satu perawatan pada pasien yang sama,

f. setelah kontak dengan peralatan medis,


(45)

9

h. sebelum pemberian medikasi atau mempersiapakan makanan cuci tangan menggunakan alcohol handrub atau cuci tangan dengan sabun anti bacterial dengan air mengalir.

2.1.4.Prinsip Cuci Tangan

Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi nosokomial dapat berkurang. Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh perawat, dokter dan seluruh orang yang terlibat dalam perawatan pasien. Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan infeksi nosokomial adalah menggunakan panduan kebersihan tangan yang benar dan mengimplementasikan secara efektif.

Hand hygiene adalah istilah yang digunakan untuk membersihkan tangan dari mikroorganisme dengan cara menggosok kedua tangan menggunakan air dan sabun antiseptic ataupun menggunakan alcohol handrub. WHO (2009) mencetuskan promosi global patient safety challenge dengan clean care is safecare, yang artinya adalah perawatan yang bersih maupun higienis adalah perawatan yang aman untuk keselamatan pasien (patient safety) dengan merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene atau kebersihan tangan untuk petugas kesehatan dengan five moments for hand hygiene atau 5 momen mencuci tangan, yaitu mencuci tangan di 5 momen krusial.

5 momen mencuci tangan adalah sebagai berikut: a. sebelum kontak dengan pasien


(46)

10

situasi seperti berjabat tangan, membantu pasien bergeser ataupun berpindah posisi, dan pemeriksaan klinis.

b. sebelum melakukan tindakan aseptic

Mencuci tangan segera sebelum tindakan aseptik dalam situasi seperti perawatan gigi dan mulut, aspirasi sekresi, pembalutan dan perawatan luka, insersi kateter, mempersiapkan makanan, dan pemberian obat.

c. setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien risiko tinggi

Mencuci tangan segera setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien yang beresiko tinggi atau setelah melepaskan sarung tangan dalam situasi seperti perawatan gigi dan mulut, aspirasi sekresi, pengambilan dan memeriksa darah, membersihkan urin, feses, dan penanganan limbah.

d. setelah kontak dengan pasien

Mencuci tangan setelah menyentuh pasien dan lingkungan sekitarnya dan ketika meninggalkan pasien dalam situasi seperti berjabat tangan, membantu pasien merubah posisi dan pemeriksaan klinik.

e. setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien

Mencuci tangan setelah menyentuh benda atau peralatan pasien di lingkungan sekitarnya dan ketika meninggalkan ruangan pasien bahkan bila tidak menyentuh pasien dalam situasi mengganti linen tempat tidur pasien dan penyetelan kecepatan perfusi.


(47)

11

2.1.5.Teknik Cuci Tangan

a. Teknik cuci tangan biasa

Teknik mencuci tangan biasa adalah membersihkan tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir atau yang disiramkan, biasanya digunakan sebelum dan sesudah melakukan tindakan yang tidak mempunyai resiko penularan penyakit. Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan biasa adalah setiap wastafel dilengkapi dengan peralatan cuci tangan sesuai standar rumah sakit (misalnya kran air bertangkai panjang untuk mengalirkan air bersih, tempat sampah injak tertutup yang dilapisi kantung sampah medis atau kantung plastik berwarna kuning untuk sampah yang terkontaminasi atau terinfeksi), alat pengering seperti tisu, lap tangan (hand towel), sarung tangan (gloves), sabun cair atau cairan pembersih tangan yang berfungsi sebagai antiseptik, lotion tangan, serta di bawah wastafel terdapat alas kaki dari bahan handuk.

b. Teknik cuci tangan aseptic

Mencuci tangan aseptik yaitu cuci tangan yang dilakukan sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik. Mencuci tangan dengan larutan disinfektan, khususnya bagi petugas yang berhubungan dengan pasien yang mempunyai penyakit menular atau sebelum melakukan tindakan bedah aseptik dengan antiseptik dan sikat steril.

c. Teknik cuci tangan steril

Teknik mencuci tangan steril adalah mencuci tangan secara steril (suci hama), khususnya bila akan membantu tindakan pembedahan atau operasi. Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan steril adalah menyediakan bak


(48)

12

cuci tangan dengan pedal kaki atau pengontrol lutut, sabun antimikrobial (non-iritasi, spektrum luas, kerja cepat), sikat scrub bedah dengan pembersih kuku dari plastik, masker kertas dan topi atau penutup kepala, handuk steril, pakaian diruang scrub dan pelindung mata, penutup sepatu (Tietjen, dkk, 2004). 2.1.6.Keuntungan Mencuci Tangan

Menurut Puruhito (1995), cuci tangan akan memberikan keuntungan yaitu dapat mengurangi infeksi nosokomial, Jumlah kuman yang terbasmi lebih banyak sehingga tangan lebih bersih dibandingkan dengan tidak mencuci tangan. Dari segi praktis, ternyata lebih murah dari pada tidak mencuci tangan sehingga tidak dapat menyebabkan infeksi nosokomial.

2.1.7.Perilaku Cuci Tangan Petugas Kesehatan

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “SOR” atau Stimulus Organisme Respon.


(49)

13

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku menurut Notoatmodjo (2003) dapat dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup (convert behavior) merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Sedangkan perilaku terbuka (overt behavior) merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Menurut teori Green dalam Notoatmodjo (2003), menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan, dimana kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavio causes) dan faktor diluar perilaku (nonbehavior causes). Selanjutnya perilakun itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya; faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya fasilitas untuk cuci tangan; dan faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.


(50)

14

Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Musadad, et.al. (1993) ditulis dalam CDK (Cermin Dunia Kedokteran) yaitu perilaku cuci tangan oleh tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat menunjukkan bahwa sebagian besar petugas tersebut tidak melaksanakan cuci tangan. Hal ini terlihat pada waktu petugas akan memeriksa pasien, baik saat pertama kali atau pergantian dari pasien satu ke pasien lainnya. Mereka pada umumnya mencuci tangan setelah selesai melakukan pemeriksaan pasien keseluruhannya. Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya Infeksi nosokomial yang dikenal dengan Healthcare Associated Infections (HAIs) yang dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien (Depkes RI, 2009).

Salah satu tahap kewaspadaan standar yang efektif dalam pencegahan dan pengendalian infeksi adalah hand hygiene (kebersihan tangan) karena kegagalan dalam menjaga kebersihan tangan adalah penyebab utama infeksi nosokomial dan mengakibatkan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan kesehatan (Menkes dalam Depkes RI, 2009).

Menjaga kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan menurut Tietjen (2004) adalah metode paling mudah, murah dan efektif dalam pencegahan infeksi nosokomial dengan strategi yang telah tersedia, yaitu:

a. menaati praktek pencegahan infeksi yang diajurkan,terutama kebersihan dan kesehatan tangan (cuci tangan) serta pemakaian sarung tangan,


(51)

15

b. memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti bermanfaat untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang kotor, diikuti dengan sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi,

c. meningkatkan keamanan dalam ruang operasi dan area beresiko tinggi lainnya di mana kecelakaan perlukaan yang sangat serius dan paparan pada agen penyebab infeksi sering terjadi.

2.2. Infeksi Nosokomial

2.2.1.Defenisi Infeksi Nosokomial

Nosokomial berasal dari bahasa yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit, dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat/ Rumah Sakit. Jadi infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien dari rumah sakit pada saat pasien menjalani proses asuhan (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan, dan juga setiap orang yang datang ke Rumah Sakit. Infeksi yang ada di pusat pelayanan kesehatan ini dapat ditularkan atau diperoleh melalui petugas kesehatan, orang sakit, pengunjung yang berstatus karier atau karena kondisi rumah sakit (Septiari, 2012).

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit karena mikroorganisme patogen yang menginfeksi pasien melalui pemberian pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2005). Infeksi nosokomial menurut Brooker (2008) adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat pasien masuk rumah sakit.


(52)

16

Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh dari rumah sakit yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien sebelum, selama dan sesudah menjalani perawatan.

2.2.2.Batasan infeksi Nosokomial

Batasan infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat oleh penderita, ketika penderita dalam proses asuhan keperawatan di Rumah Sakit. Suatu infeksi pada penderita baru bisa dinyatakan sebagai infeksi nosokomial apabila memenuhi beberapa kriteria/ batasan tertentu diantaranya:

a. pada waktu penderita mulai dirawat di Rumah Sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi nosokomial,

b. pada waktu penderita mulai dirawat di Rumah Sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut,

c. tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24 jam sejak mulai perawatan,

d. infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya,

e. bila saat mulai dirawat di Rumah Sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di Rumah Sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial (Siregar, 2004).


(53)

17

2.2.3.Tahapan Infeksi Nosokomial a. Tahap pertama

Mikroba patogen bergerak menuju ke penjamu/ penderita dengan mekanisme penyebaran (mode of transmission) terdiri dari penularan langsung, dan tidak lansung.

1) Penularan langsung

Melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, keluarga/ pengunjung, dan penderita lainnya. Kemungkinan lain berupa darah saat transfusi darah. 2) Penularan tidak langsung

a) vehicle-borne

Penyebaran/ penularan mikroba patogen melalui benda-benda mati seperti peralatan medis, bahan-bahan/ material medis, atau peralatan lainnya.

b) vector-borne

Penyebaran/ penularan mikroba patogen dengan perantara seperti serangga.

c) food-borne

Penyebaran/ penularan mikroba patogen melalui makanan, dan minuman yang disajikan penderita.

d) water-borne

Penyebaran/ penularan mikroba patogen melalui air, namun kemungkinannya kecil sekali karena air di Rumah Sakit biasanya sudah melalui uji baku.


(54)

18

e) air-borne

Penyebaran/ penularan mikroba patogen melalui udara, peluang terjadinya infeksi melalui cara ini cukup tinggi karena ruangan/ bangsal yang tertutup secara teknis kurang baik ventilasi, dan pencahayaannya. b. Tahap kedua

Upaya dari mikroba patogen menginvasi ke jaringan/ organ penjamu (pasien) dengan cara mencari akses masuk (port d’entrée) seperti adanya kerusakan/ lesi kulit atau mukosa dari rongga hidung, mulut, orifisium uretra, dan sebagainya.

1) mikroba patogen masuk ke jaringan/ organ melalui lesi kulit. Hal ini dapat terjadi sewaktu melakukan insisi bedah atau jarum suntik,

2) mikroba patogen masuk melalui kerusakan/ lesi mukosa saluran urogenital karena tindakan invasif seperti :

a) tindakan kateterisasi, sitoskopi,

b) pemeriksaan, dan tindakan ginekologi,

c) pertolongan persalinan pervaginam patologis, baik dengan bantuan instrumen medis maupun tanpa bantuan instrumen medis.

3) dengan cara inhalasi, mikroba patogen masuk melalui rongga hidung menuju saluran napas.

4) dengan cara ingesti yaitu melalui mulut masuk kedalam saluran cerna. Terjadi pada saat makan, dan minum dengan makanan, dan minuman yang terkontaminasi.


(55)

19

c. Tahap ketiga

Mikroba patogen berkembang biak (melakukan multiplikasi) disertai dengan tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun ada mengakibatkan perubahan morfologis, dan gangguan fisiologis jaringan. (Darmadi, 2008).

2.2.4.Dampak Infeksi Nosokomial

Menurut Septiari (2012) infeksi nosokomial dapat memberikan dampak sebagai berikut:

a. menyebabkan cacat fungsional, serta stress emosional, dan dapat menyebabkan cacat yang permanen serta kematian,

b. dampak tertinggi pada Negara berkembang dengan prevalensi HIV/ AIDS yang tinggi,

c. meningkatkan biaya kesehatan diberbagai Negara yang tidak mampu, dengan meningkatkan lama perawatan di Rumah Sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal, dan penggunaan pelayanan lainnya,

d. morbiditas dan mortalitas semakin tinggi, e. adanya tuntutan secara hukum,

f. penurunan citra Rumah Sakit (Septiari, 2012).

Menurut Nurhadi (2012) dampak infeksi nosokomial adalah :

a. bertambahnya stress emosional yang menurunkan kemampuan dan kualitas hidup,

b. lamanya rawat inap di Rumah Sakit sehingga bertambahnya biaya perawatan,


(56)

20

d. kebutuhan akan isolasi pasien,

e. penggunaan pemeriksaan laboratorium tambahan serta studi diagnosis lainnya, dan

f. meningkatnya jumlah kematian dirumah sakit. 2.2.5.Gejala Klinis Infeksi Nosokomial

Gejala klinis infeksi nosokomial dapat terjadi secara lokal dan sistemik (Potter & Perry, 2005). Gejala klinis lokal akan memberikan gambaran klinis sesuai dengan organ yang diserang misalnya bila organ paru yang diserang akan menimbulkan gejala seperti batuk, sesak nafas, nyeri dada, gelisah dan sebagainya. Bila organ pencernaan yang terkena maka akan menimbulkan gejala klinis seperti mual, muntah, kembung, kejang perut, dan sebagainya (Darmadi, 2008).

Gejala klinis sistemik menimbulkan gejala (symptom) yang lebih banyak dari pada gejala infeksi lokal. Biasanya menyebabkan demam, merasa lemas, malaise, nafsu makan menurun, mual, pusing, pembesaran kelenjar limfe dan sebagainya (Potter & Perry, 2005).

2.2.6.Cara Penularan Infeksi Nosokomial a. Penularan secara kontak

Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung, dan droplet. Kontak langsung terjadi apabila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya Person to person pada penularan infeksi virus hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan perantara (biasanya benda mati).


(57)

21

Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminassi peralatan medis oleh mikroorganisme.

b. Penularan Melalui Common Vehicle

Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman, dan dapat menyebabkan penyakit lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/ produk darah, cairan intravena, obat-obatan, dan sebagainya. c. Penularan melalui udara, dan inhalasi

Penularan ini terjadi apabila mikroorganisme berukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh, dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas (staphylococcus), dan tuberculosis.

d. Penularan dengan perantara vektor

Penularan ini dapat terjadi secara eksternal dan internal. Disebut penularan eksternal apabila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vector, misalnya shigella, dan salmonela oleh lalat.

Penularan secara internal apabila mikroorganisme masuk kedalam tubuh vector, dan dapat terjadi perubahan secara biologis, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologis, misalnya yersenia pestis pada ginjal (flea) (Septiari, 2012).

2.2.7.Pengendalian Infeksi Nosokomial

Dalam mengendalikan infeksi nosokomial dirumah sakit, ada tiga hal yang perlu ada dalam program pengendalian infeksi nosokomial dirumah sakit, diantaranya :


(58)

22

a. adanya sistem surveilan yang mantap, surveilan suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang sistemik, dan dilakukan terus menerus terhadap penyakit tersebut yang terjadi pada suatu populasi tertentu dengan tujuan untuk dapat melakukan pencegahan, dan pengendalian,

b. adanya peraturan yang tegas, dan jelas serta dapat dilaksanakan merupakan hal yang sangat penting adanya. Peraturan-peraturan ini merupakan standar yang harus dijalankan setelah dimengerti semua petugas,

c. adanya program pendidikan yang terus menerus bagi semua petugas rumah sakit dengan tujuan mengembalikan sikap mental yang benar dalam merawat penderita. Keberhasilan program ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan yang sempurna kepada penderita (Septiari, 2012).

2.2.8.Pencegahan Infeksi Nosokomial a. Kewaspadaan universal

Kewaspadaan universal adalah suatu pedoman yang ditetapkan oleh Centers for Disease Control (CDC) untuk mencegah penyebaran dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah dilingkungan rumah sakit maupun sarana pelayanan kesehatan lainya. Diantaranya :

1) cuci tangan, 2) sarung tangan,

3) masker, kaca mata, masker muka, 4) baju pelindung,


(59)

23

6) peralatan perawatan pasien, 7) pembersih lingkungan, 8) instrumen tajam, 9) resusitasi pasien, 10) penempatan pasien, b. Tindakan invasif

1) tindakan invasif sederhana adalah suatu tindakan memasukkan alat kesehatan ke dalam tubuh, dan menyebar ke jaringan. Contoh : suntikan, pungsi (vena, lumbal, pericardial, pleura suprapublik), bronkoskopi, angiografi, pemasangan alat (kontrasepsi, kateter intravena, kateter jantung, pipa endotrakeal, pipa nasogastrik, pacu jantung),

2) tindakan invasif operasi adalah suatu tindakan yang melakukan penyayatan pada tubuh pasien, dan dengan demikian memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan menyebar.

c. Tindakan non invasif

Tindakan non invasif adalah suatu tindakan medis dengan menggunakan alat kesehatan tanpa memasukkan ke dalam tubuh pasien yang memungkinkan masuk ke dalam jaringan. Contoh : tindakan EKG, USG, pengukuran suhu tubuh, pengukuran tekanan darah, pengukuran nadi, pemeriksaan reflek tonus treadmill test, pemasangan hotler, dan lain-lain.

d. Tindakan terhadap anak, dan neonatus

Tindakan terhadap anak/ neonatus dapat berupa tindakan invasif, tindakan non invasif, maupun tindakan operasi.


(60)

24

e. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan suatu proses dengan metode tertentu dapat memberikan hasil akhir, yaitu suatu bentuk keadaan yang tidak dapat ditunjukkan lagi adanya mikroorganisme hidup (Darmadi, 2008).

f. Desinfeksi

Desinfeksi adalah istilah umum tindakan/ upaya destruktif/ membunuh mikroba patogen (bentuk vegetatif, bukan endespora bakteri) dengan memanfaatkan bahan kimia, baik yang ada pada jaringan hidup maupun yang ada pada benda mati. (Darmadi, 2008).

2.3. Tindakan Keperawatan

2.3.1.Defenisi Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan yaitu tindakan otonomi berdasarkan pada alasan ilmiah yang dilakukan untuk keuntungan klien dalam cara yang diperkirakan yang berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan ( Bulecheck & Mc Closkey, 1995 ).

Menurut Potter & Perry (2005), Tindakan keperawatan adalah semua tindakan yang dilakukan oleh perawat, yaitu dengan melaksanakan rencana atau tujuan spesifik yang telah ditetapkan. Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Tindakan ini mempunyai beberapa tingkatan yaitu (Notoatmojo.,2007) : a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehub ungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.


(61)

25

b. Respons terpimpin (guieded response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indicator praktik tingkat dua.

c. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

d. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Cuci tangan merupakan salah satu bentuk tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan adalah semua rencana dan tujuan yang dilakukan oleh perawat yaitu dengan melaksanakan rencana dan tujuan spesifik yang telah ditetapkan (Potter & Perry, 2005). Menurut Bulechek & McCloskey cit Carpetino (1999) tindakan keperawatan adalah tindakan otonomi berdasarkan pada alasan ilmiah yang dilakukan untuk keuntungan klien dalam cara yang dipikirkan yang berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuaan.

2.3.2.Tujuan Proses Keperawatan

Menurut Asmadi (2008), proses keperawatan merupakan suatu upaya pemecahan masalah yang tujuan utamanya adalah membantu perawat menangani klien secara komprehensif dengan dilandasi alasan ilmiah, keterampilan teknis, dan keterampilan interpersonal. Penerapan proses keperawatan tidak hanya ditujukan untuk kepentingan


(62)

26

klien, tetapi juga profesi keperawatan itu sendiri.

Tujuan penerapan proses keperawatan bagi klien, antara lain: a. mempertahankan kesehatan klien,

b. mencegah sakit yang lebih parah/ penyebaran penyakit/ komplikasi akibat penyakit,

c. membantu pemulihan kondisi klien setelah sakit, d. mengembalikan fungsi maksimal tubuh,

e. membantu klien terminal meninggal dengan tenang.

Tujuan penerapan proses keperawatan bagi profesionalitas keperawatan, antara lain:

a. mempraktikkan metode pemecahan masalah dalam praktik keperawatan, b. menggunakan standar praktik keperawatan,

c. memperoleh metode yang baku, rasional, dan sistematis,

d. memperoleh hasil asuhan keperawatan dengan efektifitas yang tinggi. 2.3.3.Sifat-sifat Proses Keperawatan

Proses keperawatan memiliki beberapa sifat yang membedakannya dengan metode lain. Sifat pertama adalah dinamis, artinya setiap langkah dalam proses keperawatan dapat kita perbarui jika situasi yang kita hadapi berubah. Sifat kedua adalah siklus, artinya proses keperawatan berjalan menurut alur (siklus) tertentu : pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Sifat ketiga adalah saling ketergantungan, artinya masing-masing tahapan pada proses keperawatan saling bergantung satu sama lain. Sifat keempat adalah fleksibilitas, artinya urutan pelaksanaan proses keperawatan dapat berubah sewaktu-waktu, sesuai


(63)

27

dengan situasi dan kondisi klien (Asmadi, 2008). 2.3.4.Komponen Proses Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengumpulan data dilakukan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini dan secara komprehensif terkait aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik (Asmadi, 2008).

b. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang dilakukan perawat yang mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis klien masa lalu, dan konsultasi dengan profesional lain, yang kesemuanya dikumpulkan selama pengkajian (Potter & Perry, 2005).

c. Perencanaan

Tahap perencanaan memberikan kesempatan kepada perawat, klien, keluarga dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami klien. Perencanaan ini merupakan suatu petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan.


(64)

28

Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses keperawatan. Perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan. Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk klien, keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal (Asmadi, 2008).

d. Implementasi

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan atau diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian (Potter 7 Perry, 2005).

e. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dengan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. jika sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditujukan untuk:


(65)

29

1) melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan, 2) menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum,

3) mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai (Asmadi, 2008).


(66)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Di Indonesia, Rumah Sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik, dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap (Herlambang dan Murwani, 2012).

Rumah sakit sangat berpotensi untuk menyebarkan, dan menularkan Mikroba Patogen (Organisme berukuran kecil yang dapat menyebabkan penyakit) yang berakibat timbulnya kasus-kasus yang disebut dengan infeksi nosokomial. Angka infeksi nasokomial yang tercacat di berbagai Negara yang terjadi secara akut atau secara kronis berkisar antara 3,3% - 9,2% (Septiari, 2012).

Di dunia, pasien rawat inap di Rumah Sakit mengalami infeksi nosokomial setiap tahun sebesar 10% (1,4 juta). Penelitian yang dilakukan The National Nosocomial Infection Surveillance (NNIS) di Amerika Serikat (2007), presentase infeksi nosokomial tertinggi di unit luka bakar, diikuti dengan ICU neonatus dan ICU Pediatri (Murray, dkk, 2007).

Infeksi nosokomial meningkat dua kali lipat resiko kesakitan dan kematian. Hal ini menyebabkan 88.000 kematian tiap tahunnya di Amerika Serikat. Jenis kelamin tidak mempengaruhi resiko terkena infeksi nosokomial (wanita : pria = 1 : 1,7). Bakterimia dan infeksi bedah lebih sering terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan


(67)

2

dibandingkan anak yang lebih tua, infeksi saluran kemih lebih sering terjadi pada anak > 5 tahun dibanding anak yang lebih muda (Murray, dkk, 2007).

Di Indonesia, hasil penelitian yang dilakukan Nugraheni (2009-2011) di RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobo, menunjukkan prevalensi angka kejadian infeksi nosokomial pada semester II tahun 2009 (2,67 %), semester I dan II tahun 2010 (3,12 % dan 4,36%), serta semester I dan II tahun 2011 (9,68 % dan 19,71 %) per 1000 pasien rawat inap. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jeyamohan (2010) di RSUP Haji Adam Malik, dari 534 pasien pasca operasi diperoleh prevalensi sebanyak 5,6% pasien mengalami infeksi nosokomial luka operasi kelas bersih.

Angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan tolok ukur mutu pelayanan rumah sakit. Izin operasional sebuah rumah sakit dapat dicabut karena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial dan banyaknya pasien yang terinfeksi setiap tahun serta besarnya dampak yang ditimbulkan. Dampak dari infeksi nosokomial dapat menyebabkan cacat fungsional, stress emosional, cacat yang permanen, kematian, meningkatkan biaya kesehatan diberbagai Negara yang tidak mampu, meningkatkan lama perawatan di Rumah Sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal, morbiditas dan mortalitas semakin tinggi, adanya tuntutan secara hukum, penurunan citra Rumah Sakit, dan penggunaan pelayanan lainnya (Septiari, 2012). Bertambahnya stress emosional yang menurunkan kemampuan dan kualitas hidup, lamanya rawat inap di Rumah Sakit sehingga bertambahnya biaya perawatan, meningkatnya penggunaan obat-obatan, kebutuhan akan isolasi pasien, penggunaan pemeriksaan laboratorium


(68)

3

tambahan serta studi diagnosis lainnya, dan meningkatnya jumlah kematian di Rumah Sakit (Nurhadi, 2012).

Dampak yang ditimbulkan infeksi nosokomial terhadap lama hari dirawat di Rumah Sakit sebesar 16 juta hari (rata-rata 4 hari per infeksi). Di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, lama hari dirawat di Rumah Sakit sebesar 5-30 hari, kematian yang ditimbulkan lebih dari 100.000 kematian setiap tahun dan biaya yang harus dikeluarkan akibat infeksi nosokomial pertahun kira-kira 7 miliar di Eropa dan $ 6,5 miliar di Amerika (WHO, 2011).

Teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi adalah mencuci tangan (Potter & Perry, 2005). WHO (2009) mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan five moments for hand hygiene. Five Moments for Hand Hygiene adalah 5 momen krusial mencuci tangan pada petugas kesehatan untuk mengoptimalkan kebersihan tangan dengan mencuci tangan disaat: sebelum kontak/ bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih/ steril, setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien dan setelah melepas sarung tangan, setelah kontak/ bersentuhan dengan pasien, dan setelah kontak/ bersentuhan dengan benda dan lingkungan pasien.

Cuci tangan merupakan suatu tindakan membersihkan kedua tangan dengan menggunakan sabun kemudian dibilas dengan air mengalir yang bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Persatuan Pengendalian Infeksi Indonesia (Perdalin, 2010).


(69)

4

Pelaksanaan cuci tangan perawat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan perawat dalam pencegahan terjadinya infeksi nosokomial. Perawat memiliki andil yang sangat besar terhadap terjadinya infeksi nosokomial karena perawat berinteraksi secara langsung dengan pasien selama 24 jam (RSPI Sulianti Saroso, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan Suryoputri (2011) di RSUD dr. Kariadi Semarang, dari 279 perawat menunjukkan pelaksanaan cuci tangan perawat 24,16% (Bedah), 26,09% (Anak), 25,13% (Interna), 25,9% (HCU), 26,11% (PICU), dan 25,72% (ICU). Hasil penelitian yang dilakukan puspitasari (2012) di ruang RA, RB, ICU, CVCU RSUP HAM Medan, dari 79 orang perawat menunjukkan pelaksanaan cuci tangan perawat dengan baik 68 responden (86,1%), cukup 10 responden (12,7%), dan kurang 1 responden (1,3%).

Upaya dalam peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit sangat penting untuk mencegah terjadinya penambahan penyakit yang dialami klien selama dirawat di Rumah Sakit. Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan diharapkan untuk memperhatikan dan mengontrol resiko penularan infeksi, baik dari individu ataupun lingkungan. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan asuhan keperawatan merupakan tindakan untuk mencegah terjadinya infeksi. Dalam hal ini, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan di Rumkit TK II Putri Hijau Medan.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yang ada adalah bagaimana gambaran pelaksanaan cuci


(70)

5

tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan di Rumkit TK II Putri Hijau Medan?.

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisa bagaimana pelaksanaan cuci tangan perawat sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan di Rumkit TK II Putri Hijau Medan.

1.4. Manfaat Penelitian a. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi untuk mengidentifikasi gambaran pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan. b. Bagi Pendidikan Keperawatan

Sebagai bahan masukan pengembangan dan keterampilan yang berharga bagi peneliti, sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian dimasa mendatang. Selain itu juga menyediakan informasi mengenai gambaran pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan.

c. Bagi Penelitian Keperawatan

Dapat menambah informasi bagi penelitian keperawatan mengenai gambaran pelaksanaan cuci tangan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan sehingga memberikan ide bagi penelitian keperawatan selanjutnya.


(71)

Judul Penelitian : Gambaran Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat Dalam Melaksanakan Tindakan Keperawatan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan

Nama Mahasiswa : Angga Wibowo Hargustra

NIM : 141121005

Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2016

ABSTRAK

Pelaksanaan cuci tangan merupakan tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan sabun/ anti septik dibawah air mengalir untuk menghilangkan kotoran dari kulit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan cuci tangan perawat sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan. Penelitian menggunakan desain penelitian deskriptif. Pada penelitian ini populasinya adalah perawat di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan. Jumlah sampel 77 orang perawat dengan menggunakan teknik proportional sampling. Penelitian ini dilakukan bulan Januari 2016. Hasil penelitian menunjukkan 24,7 % perawat melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan dan 75,3 % perawat tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Saran penelitian ini adalah dengan pengetahuan yang sudah baik dan fasilitas yang memadai diharapkan perawat dapat melaksanakan cuci tangan sesuai dengan prosedur yang telah ada, sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan.


(72)

(73)

GAMBARAN PELAKSANAAN CUCI TANGAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN TINDAKAN KEPERAWATAN

DI RUMAH SAKIT TINGKAT II PUTRI HIJAU MEDAN

SKRIPSI

Oleh

ANGGA WIBOWO HARGUSTRA 141121005

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(74)

(75)

(76)

Judul Penelitian : Gambaran Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat Dalam Melaksanakan Tindakan Keperawatan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan

Nama Mahasiswa : Angga Wibowo Hargustra

NIM : 141121005

Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2016

ABSTRAK

Pelaksanaan cuci tangan merupakan tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan sabun/ anti septik dibawah air mengalir untuk menghilangkan kotoran dari kulit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan cuci tangan perawat sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan. Penelitian menggunakan desain penelitian deskriptif. Pada penelitian ini populasinya adalah perawat di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan. Jumlah sampel 77 orang perawat dengan menggunakan teknik proportional sampling. Penelitian ini dilakukan bulan Januari 2016. Hasil penelitian menunjukkan 24,7 % perawat melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan dan 75,3 % perawat tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat tidak melaksanakan cuci tangan dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Saran penelitian ini adalah dengan pengetahuan yang sudah baik dan fasilitas yang memadai diharapkan perawat dapat melaksanakan cuci tangan sesuai dengan prosedur yang telah ada, sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan.


(77)

(78)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara tahun 2016 yang berjudul “Gambaran Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat Dalam Melaksanakan Tindakan Keperawatan Dirumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan”.

Dalam penyusunan Skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Kolonel CKM dr. Sukirman, Sp.KK., M.Kes selaku Kepala Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan yang telah memberikan ijin penelitian.

3. Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I dan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Erniyati S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberi bimbingan dan arahan dalam proses pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

6. Cholina T Srg, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB selaku dosen pembimbing yang telah memberi pengetahuan, bimbingan, dorongan secara moral, masukan dan


(79)

arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Roymond H Simamora, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Penguji 1 skripsi yang telah meluangkan waktu untuk menguji hasil penelitian ini.

8. Asrizal, S.Kep., M.Kep., RN., WOC(ET)N., CHt.N selaku Penguji 2 skripsi yang telah meluangkan waktu untuk menguji hasil penelitian ini.

9. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

10. Ayahanda Djoharuddin dan Ibunda Gusni dan seluruh keluarga yang telah banyak memberikan dukungan dan motivasi dari segi moril dan materil selama penulis menjalani pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

11. Rekan-rekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara khususnya Program Ekstensi 2014 yang telah banyak memberikan masukan dalam menjalani perkuliahan ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal ini. Akhirnya penulis berharap semoga proposal ini bermanfaat bagi penulisan khususnya dan pembaca pada umumnya.

Medan, Juni 2015


(80)

viii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ... viii

DAFTAR SKEMA ... x

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah . ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.4.Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1.Cuci Tangan ... 6

2.1.1.Defenisi Cuci Tangan ... 6

2.1.2.Tujuan Cuci Tangan ... 7

2.1.3.Indikasi Cuci Tangan ... 8

2.1.4.Prinsip Cuci Tangan ... 9

2.1.5.Teknik Cuci Tangan ... 11

2.1.6.Keuntungan Mencuci Tangan ... 12

2.1.7.Perilaku Cuci Tangan petugas kesehatan ... 12

2.2.Infeksi Nosokomial ... 15

2.2.1.Defenisi Infeksi Nosokomial ... 15

2.2.2.Batasan Infeksi Nosokomial ... 16

2.2.3.Tahapan Infeksi Nosokomial ... 17

2.2.4.Dampak Infeksi Nosokomial ... 19

2.2.5.Gejala Klinis Infeksi Nosokomial ... 20

2.2.6.Cara Penularan Infeksi Nosokomial ... 20

2.2.7.Pengendalian Infeksi Nosokomial ... 21

2.2.8.Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 22

2.3.Tindakan Keperawatan ... 24

2.3.1.Defenisi Tidakan Keperawatan ... 24

2.3.2.Tujuan Proses Keperawatan ... 25

2.3.3.Sifat-sifat Proses Keperawatan ... 26

2.3.4.Komponen Proses Keperawatan ... 27

BAB III KERANGKA PENELITIAN ... 30

3.1.Kerangka Penelitian ... 30

3.2.Definisi Operasional ... 31

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 33

4.1.Desain Penelitian ... 33


(81)

4.3.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

4.4.Pertimbangan Etik Penelitian ... 34

4.5.Instrument Penelitian ... 35

4.6.Uji Validitas dan Reabilitas ... 35

4.7.Pengumpulan Data ... 36

4.8.Pengolahan Data ... 37

4.9.Analisa Data ... 38

BAB V HASIL DAN PEMBAHASANAN ... 39

5.1.Hasil ... 39

a. Data demografi ... 39

b. Pelaksanaan cuci tangan perawat berdasarkan data kuesioner ... 40

c. Pelaksanaan cuci tangan perawat berdasarkan pengamatan/ observasi ... 40

5.2.pembahasan ... 40

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 46

6.1.Kesimpulan ... 46

6.2.Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48 Lampiran


(82)

x

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 Kerangka Penelitian Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat Dalam


(83)

DAFTAR TABEL Tabel

a. Defenisi operasional pelaksanaan cuci tangan perawat dalam

melaksanakan tindakan keperawatan ... 31 b. Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden ... 39 c. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat ... 40 d. Distribusi Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat hasil Pengamatan/


(1)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara tahun 2016 yang berjudul “Gambaran Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat Dalam Melaksanakan Tindakan Keperawatan Dirumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan”.

Dalam penyusunan Skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Kolonel CKM dr. Sukirman, Sp.KK., M.Kes selaku Kepala Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan yang telah memberikan ijin penelitian.

3. Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I dan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Erniyati S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberi bimbingan dan arahan dalam proses pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

6. Cholina T Srg, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB selaku dosen pembimbing yang telah memberi pengetahuan, bimbingan, dorongan secara moral, masukan dan


(2)

vii

arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Roymond H Simamora, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Penguji 1 skripsi yang telah meluangkan waktu untuk menguji hasil penelitian ini.

8. Asrizal, S.Kep., M.Kep., RN., WOC(ET)N., CHt.N selaku Penguji 2 skripsi yang telah meluangkan waktu untuk menguji hasil penelitian ini.

9. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

10. Ayahanda Djoharuddin dan Ibunda Gusni dan seluruh keluarga yang telah banyak memberikan dukungan dan motivasi dari segi moril dan materil selama penulis menjalani pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

11. Rekan-rekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara khususnya Program Ekstensi 2014 yang telah banyak memberikan masukan dalam menjalani perkuliahan ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal ini. Akhirnya penulis berharap semoga proposal ini bermanfaat bagi penulisan khususnya dan pembaca pada umumnya.

Medan, Juni 2015


(3)

viii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ... viii

DAFTAR SKEMA ... x

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah . ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Cuci Tangan ... 6

2.1.1. Defenisi Cuci Tangan ... 6

2.1.2. Tujuan Cuci Tangan ... 7

2.1.3. Indikasi Cuci Tangan ... 8

2.1.4. Prinsip Cuci Tangan ... 9

2.1.5. Teknik Cuci Tangan ... 11

2.1.6. Keuntungan Mencuci Tangan ... 12

2.1.7. Perilaku Cuci Tangan petugas kesehatan ... 12

2.2. Infeksi Nosokomial ... 15

2.2.1. Defenisi Infeksi Nosokomial ... 15

2.2.2. Batasan Infeksi Nosokomial ... 16

2.2.3. Tahapan Infeksi Nosokomial ... 17

2.2.4. Dampak Infeksi Nosokomial ... 19

2.2.5. Gejala Klinis Infeksi Nosokomial ... 20

2.2.6. Cara Penularan Infeksi Nosokomial ... 20

2.2.7. Pengendalian Infeksi Nosokomial ... 21

2.2.8. Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 22

2.3. Tindakan Keperawatan ... 24

2.3.1. Defenisi Tidakan Keperawatan ... 24

2.3.2. Tujuan Proses Keperawatan ... 25

2.3.3. Sifat-sifat Proses Keperawatan ... 26

2.3.4. Komponen Proses Keperawatan ... 27

BAB III KERANGKA PENELITIAN ... 30

3.1. Kerangka Penelitian ... 30

3.2. Definisi Operasional ... 31

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 33

4.1. Desain Penelitian ... 33


(4)

ix

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

4.4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 34

4.5. Instrument Penelitian ... 35

4.6. Uji Validitas dan Reabilitas ... 35

4.7. Pengumpulan Data ... 36

4.8. Pengolahan Data ... 37

4.9. Analisa Data ... 38

BAB V HASIL DAN PEMBAHASANAN ... 39

5.1. Hasil ... 39

a. Data demografi ... 39

b. Pelaksanaan cuci tangan perawat berdasarkan data kuesioner ... 40

c. Pelaksanaan cuci tangan perawat berdasarkan pengamatan/ observasi ... 40

5.2. pembahasan ... 40

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 46

6.1. Kesimpulan ... 46

6.2. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48 Lampiran


(5)

x

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 Kerangka Penelitian Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat Dalam


(6)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel

a. Defenisi operasional pelaksanaan cuci tangan perawat dalam

melaksanakan tindakan keperawatan ... 31 b. Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden ... 39 c. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat ... 40 d. Distribusi Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat hasil Pengamatan/