Gender dalam perspektif HTI cabang Surabaya.
GENDER DALAM PERSPEKTIF HIZBUT TAHRIR
INDONESIA CABANG SURABAYA
Skripsi:
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh :
SITI YAROTUN NAIMAH
NIM: E02213044
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan studi tentang “Gender Dalam Perspektif Hizbut
Tahrir Indonesia Cabang Surabaya”. Masalah pokok yang ingin diketahui dalam
penelitian ini adalah pandangan Hizbut Tahrir Indonesia terhadap kesetaraan
gender dan keterlibatan perempuan Hizbut Tahrir Indonesia dalam proses
pengambilan kebijakan dan gerakan.
Dalam menjawab dua permasalahan di atas, peneliti menggunakan metode
kualitatif. Metode kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
persepsi, motivasi, dan tindakan. Dimana data-data dikumpulkan dengan teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Dari penggunaan metode tersebut didapat dua kesimpulan tentang dua
permasalahan pokok yang diangkat peneliti dalam skripsi ini. Hizbut Tahrir
Indonesia menganggap bahwa ide mengenai keadilan dan kesetaraan gender
diusung dari faham liberal. Ide yang tidak terlahir dari Islam adalah ide-ide kafir,
maka ide tersebut tidak patut untuk diterapkan. Dalam organisasi perempuan tidak
terlibat dalam mengambil kebijakan. Namun, perempuan sangat berpengaruh
dalam perkembangan Hizbut Tahrir di Indonesia, terutama dalam bidang
perempuan, keluarga, dan generasi. Pada dasarnya, peran antara laki-laki dan
perempuan sama-sama berdakwah menyampaikan kepada umat tentang Islam,
dengan aturan administrasi yang sama, namun dengan subjek yang berbeda.
Kata kunci: Kesetaraan Gender, Peran Perempuan.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .........................................................v
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................x
BAB I :
PENDAHULUAN ...........................................................................1
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Latar Belakan Masalah .............................................................1
Rumusan Masalah ....................................................................5
Tujuan Penelitian .......................................................................6
Manfaat Penelitian .....................................................................6
Penelitian Yang Terdahulu ........................................................7
Metode Penelitian ......................................................................8
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................................8
2. Sumber Data ......................................................................9
3. Metode Pengumpulan Data .............................................10
a. Metode Wawancara ....................................................10
b. Metode Observasi .......................................................11
c. Metode Dokumentasi ..................................................11
4. Analisis Data ...................................................................11
G. Sistematika Pembahasan .........................................................13
BAB II :
KERANGKA TEORI .................................................................15
A. Seks dan Gender .....................................................................15
B. Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan ............................22
BAB III :
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HIZBUT TAHRIR
INDONESIA (HTI) .....................................................................41
A. Sejarah Awal Berdirinya HTI..................................................41
B. Sejarah Masuk dan perkembangan HTI di Indonesia ............49
C. HTI di Surabaya .....................................................................54
x
BAB IV :
KESETARAAN GENDER DAN PERAN PEREMPUAN ......60
A. Kesetaraan Gender .................................................................60
B. Keterlibatan Perempuan Hizbut Tahrir Indonesia ..................64
BAB V :
PENUTUP .....................................................................................71
A. Kesimpulan .............................................................................71
B. Saran .......................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kajian mengenai kesetaraan gender seringkali diperhadapkan dengan
agama Islam. Beberapa kalangan dalam Islam tidak setuju dengan adanya
kesetaraan gender, terutama bagi kelompok Islam konservatif. Kelompok Islam
konservatif salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI memandang
kesetaraan gender sebagai produk Barat yang mengarahkan kepada pengikisan
akidah umat, penghancuran ketundukan terhadap syariat Allah (Islam), ketaatan
pada Allah, ketaatan pada Rasul-Nya dan ketaatan istri pada suami, selain itu juga
pemaksaan pada pola budaya dan ideologi barat (kufur).1
Menurut HTI, logika feminis yaitu tatanan semacam laki-laki menjadi
kepala rumah tangga, pencari nafkah utama merupakan budaya patriarki yang
menempatkan laki-laki lebih berkuasa dibanding perempuan. Dalam kaca mata
mereka, penataan peran sedemikian rupa tersebut mengakibatkan ketimpangan
gender alias ketidaksetaraan posisi perempuan dan laki-laki. Bahkan mereka
menganggap telah terjadi penindasan laki-laki terhadap perempuan. Berangkat
dari paradigma itulah mereka memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki
dan perempuan (gender equality).2
Padahal dalam hal ini, para feminisme berjuang untuk menghilangkan
sekat budaya partriarki, karena dianggap warisan kultural dari masyarakat primitif
1
Ismah Cholil, Menguak Racun Di Balik Madu Agenda Gender (Surabaya: Nabila
Production, 2006), 16.
2
Ibid., 3-4.
1
2
yang menempatkan laki-laki sebagai pemburu (hunter), dan perempuan sebagai
peramu (gatherer), lalu diteruskan kepada masyarakat agraris yang menempatkan
laki-laki di luar rumah (public sphere) mengelola pertanian, dan perempuan di
dalam rumah (domestic sphere) mengurus keluarga. Sekat budaya seperti ini
masih cenderung diakomodir di dalam masyarakat modern, terutama di dalam
sistem kapitalis.3
Selain itu, menurut para feminis pembagian kerja berdasarkan jenis
kelamin bukan saja merugikan perempuan, tetapi juga sudah tidak relevan lagi
untuk diterapkan di dalam masyarakat modern, karena laki-laki dan perempuan
mempunyai peluang dan potensi yang sama untuk mengakses berbagai bidang
profesi.4
Dalam hal inilah agenda pengarusutamaan gender pun dirancang
diberbagai lini. Mulai masalah kemiskinan, kesehatan, sosial hingga anak-anak.
Diantaranya untuk mengatasi perempuan yang miskin diprogramlah lembaga
keuangan khusus perempuan (LKP) sampai di tingkat kabupaten. Mereka juga
rajin melakukan advokasi terhadap tindak-tindak kekerasan terhadap perempuan
dan anak. Mereka melakukan pembelaan terhadap PSK (Pekerja Seks Komersial)
yang menjadi korban kekerasan aparat, pembelajaran bagi para wanita yang buta
huruf dan pelatihan keterampilan kepada para wanita. Mereka juga menunjukkan
kepedulian yang tinggi terhadap persoalan perdagangan perempuan dan anak serta
3
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur’an (Jakarta:
Paramadina, 1999), 95.
4
Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender menurut Tafsir Al-Sya’rawi (Jakarta:
Mizan Publika, 2004), 3.
3
persoalan krusial lainnya.5 Itu semua adalah agenda yang dirancang oleh feminis
untuk perempuan. Namun, bagi HTI itu semua adalah agenda yang dirancang
semanis madu, tetapi pada kenyataannya dengan agenda tersebut orang Islam
mengalami pengikisan akidah.
Sekilas, apa yang mereka perjuangkan tampak mulia. Terkesan sangat
perhatian kepada perempuan, mencintai perempuan dan anak-anak. Dan
tampaknya sebagaian masyarakat, khususnya mereka yang awam, cukup
merasakan nikmatnya “madu” dari agenda-agenda perjuangan gender itu. Padahal
tanpa disadari, di balik madu yang terasa manis itu, tersembunyi racun yang
sangat mematikan.6
Berangkat dari paradigma yang keliru dalam memandang kedudukan
antara laki-laki dan perempuan, maka para pejuang gender melakukan berbagai
upaya transformasi penyadaran keberbagai belahan dunia. Kendaraan yang
dipakai antara lain PBB, yakni dengan dicanangkannya tahun 1975 sebagai
“Tahun Internasional Perempuan” di Mexico City. Melalui tangan PBB, yakni
dengan dicanangkan berbagai agenda gender yang harus diratifikasi oleh seluruh
negara-negara dibawah PBB dan dijadikan acuan dalam setiap program-program
terkait gender. Misalnya, BPFA (Beijing Platform for Action / Landasan Aksi
Beijing), CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
Againts Women / Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan),
MDGs (Milenium Development Goals / Tujuan Pembangunan Milenium) dan
5
Cholil, Menguak Racun, 4.
Ibid., 4.
6
4
ICPD (International Conference Population and Development / Konferensi
Internasional Kependudukan dan Pembangunan).7
Namun, gerakan perempuan dalam HTI juga masih aktif, karena terdapat
realita yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa perempuan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari laki-laki. Dua jenis manusia ini hidup di tengahtengah masyarakat. Masing-masing mempunyai peran dan fungsi yang sama
apabila dilihat dari sisi keduanya sebagai manusia. Misalnya laki-laki dan
perempuan keduanya bisa menjalankan fungsi amar ma’ruf dan nahi munkar.
Namun masing-masing mempunyai peran yang berbeda apabila dilihat dari sisi
jenis kelamin.8
Peran perempuan dalam Islam mencakup peran domestik dan publik
(masyarakat). Peran domestik perempuan adalah rubbatul bait (ibu dan pengelola
rumah tangga), ini merupakan tugas pertama dan utama perempuan, karena hal ini
menjadi titik awal pembentukan generasi masa depan yang cemerlang. Sedangkan
peran publik adalah perempuan bagian dari masyarakat. Islam mengatur peran
perempuan di masyarakat baik yang wajib seperti berdakwah menyeru kepada
Islam, mengajak pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, membina
sesama perempuan untuk melakukan perubahan tatanan masyarakat dari
masyarakat kufur menjadi masyarakat Islam, maupun yang mubah (boleh
dikerjakan) seperti mengembangkan potensi dan mengaktualisasikan dirinya
dalam profesi yang ditekuninya.9
7
Ibid., 5.
Ibid., 17-18.
9
Ibid., 20-21.
8
5
Oleh sebab itu, tema kesetaraan gender dalam pandangan gerakan HTI
penting untuk dikaji dalam mengembangkan pengetahuan, terutama yang terkait
dengan ideologi gerakan keagamaan dan gender. Peneliti dalam mengambil judul
“Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya” memiliki
alasan tersendiri, yakni bagaimana HTI selaku kelompok Islam konservatif
memaknai adanya kesetaraan gender dan peran perempuan HTI dalam proses
pengambilan kebijakan dan gerakan. Karena, perempuan HTI juga aktif dalam
berdakwah menyeru pada Islam. Diambil cabang Surabaya, karena data-data yang
didapat dari HTI Surabaya.
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian yang berjudul “Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir
Indonesia Cabang Surabaya” ini, peneliti memfokuskan penelitiannya kepada
pandangan HTI terhadap kesetaraan gender dan keterlibatan perempuan HTI
dalam proses pengambilan kebijakan dan gerakan. Berdasarkan latar belakang
yang telah dipaparkan diatas, maka penulis merumuskan suatu masalah, yaitu:
1.
Bagaimana pandangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap kesetaraan
gender?
2.
Bagaimana keterlibatan perempuan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam
proses pengambilan kebijakan dan gerakan?
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka Tujuan
Penelitian yang ingin di capai adalah:
1.
Untuk mengetahui pandangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tentang
kesetaraan gender.
2.
Untuk mengetahui keterlibatan perempuan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
dalam proses pengambilan kebijakan dan gerakan.
D. Manfaat Penelitian
Terdapat dua kategori manfaat yang didapat dalam penelitian tentang
“Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya” antara lain:
1.
Manfaat Teoritis
Menambah wacana ilmu dan menghasilkan konsep-konsep baru dalam
upaya meningkatkan pemahaman mengenai gender dalam perspektif Hizbut
Tahrir Indonesia cabang Surabaya, dan mendapat penjelasan yang lebih tajam
tentang bagaimana HTI memberi pandangan terhadap kesetaraan gender, dan
bagaimana keterlibatan perempuan HTI dalam proses pengambilan kebijakan dan
gerakan.
2.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu khasanah ilmu
pengetahuan baru bagi para pembaca atau para audien untuk mengembangkan
pengetahuannya yang terkait dengan ideologi gerakan keagamaan dan gender,
disamping itu dapat memberi masukan bagi peneliti.
7
E. Penelitian Yang Terdahulu
Sebelum kami melakukan penelitian tentang Gender Dalam Perspektif
Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya, sebelumnya pernah dilakukan oleh
Maslamah dan Suprapti Muzani.10 Dalam tulisan ini dijelaskan bahwa, gender
adalah pandangan atau keyakinan yang dibentuk oleh masyarakat tentang
bagaimana seharusnya seorang perempuan atau laki-laki dalam bertingkah laku
maupun berpikir. Di dalam al-Qur’an disebutkan bahwasanya al-Qur’an tidak
mengenal perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan yang membedakan
antara laki-laki dan perempuan hanyalah dari segi biologisnya.
Tulisan Sudarno Shobron11 yang menjelaskan bahwa strategi dakwah yang
dilakukan oleh HTI melalui kultural dan struktural atau politik, inilah yang
membedakan dengan strategi dakwah organisasi islam lainnya. Hanya saja,
strategi politik masih berkisar pembentukan opini publik melalui demonstrasi
pengerahan massa, belum berani tampil menjadi partai politik ideologis yang
resmi diakui oleh pemerintah.
Tulisan Mohamad Rafiuddin12 yang menjelaskan bahwa tujuan utama HTI
adalah melangsungkan kembali kehidupan islam dan mengemban kembali
dakwah islam ke seluruh penjuru dunia, serta mengajak kaum muslim untuk
kembali hidup secara islami dalam naungan khilafah islamiyah ala minhaj alnubuwwah. Untuk mencapai tujuan tersebut HTI menerapkan langkah-langkah
Maslamah dan Suprapti Muzani, “Konsep-konsep Tentang Gender Perspektif Islam”,
Jurnal Sawwa, Vol. 9 No. 2 (April, 2014).
11
Sudarno Shobron, “Model Dakwah Hizbut Tahrir Indonesia”, Profetika Jurnal Studi
Islam, Vol. 15 No. 1 (Juni 2014).
12
Mohamad Rafiuddin, “Mengenal Hizbut Tahrir (Studi Analisis Ideologi Hizbut Tahrir
vis a vis Nahdlatul Ulama)”, Jurnal Islamuna, Vol. 2 No. 1 (Juni 2015).
10
8
dakwahnya dalam 3 tahap: tatsqif (pembinaan dan pengkaderan), tafa’ul
(interaksi) dengan umat, dan istilam al-hukmi (menerima kekuasaan) dari umat.
Skripsi ini berbeda dengan studi-studi yang terdahulu. Skripsi ini hanya
terpacu pada kesetaraan gender dan keterlibatan peran perempuan HTI dalam
mengambil kebijakan dan gerakan. Oleh karena itu, masih belum ada penelitian
yang meneliti tentang “Gender dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang
Surabaya”.
F. Metode Penelitian
1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang terjadi pada
subyek penelitian, misalkan untuk mengetahui persepsi, motivasi, dan tindakan.
Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus, yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah.13
Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong, menyatakan bahwa
“metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat
diamati”. Sedangkan menurut Sugiyono, “metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), 6.
9
instrumen kunci”. Teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(membandingkan antara narasumber satu dengan narasumber lainnya) analisis
data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi.
Adapun ciri dan karakteristik dari penelitian yang menggunakan metode
penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan bersifat alamiah, bersifat
dinamis dan berkembang, fokus terhadap penelitian apa yang akan diteliti, bersifat
deskriptif, sasaran penelitian berlaku sebagai subjek penelitian, data penelitian
bersifat deskriptif, berfokus pada proses dan interaksi subjek, subjek terbatas,
pemilihan informan dilakukan terhadap informan kunci dari sumber data yang
hendak diteliti, kontak personal secara langsung, mengutamakan data langsung
(First Hand). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara,
observasi terlibat hubungan antara peneliti dengan informan terjalin akrab,
keabsahan data, kebenaran empirik, simpulan bersifat subjektif, bersifat fleksibel,
pentingnya makna terdalam (Depth Meaning), proses pengumpulan dan analisis
data secara simpulan.
2.
Sumber Data
Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif,
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan
kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian
yang tidak mengadakan perhitungan. Jadi dalam penelitian ini diperoleh dari
sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya,
10
diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Bila dikaitkan dengan penelitian
penulis, maka data primer merupakan data utama yang berkaitan dengan Gender
Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya. Data tersebut
diperoleh dari wawancara yang mendalam, yang mana pengumpulan data primer
ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam melalui percakapan
dengan informan, wawancara dimulai dengan tujuan khusus untuk memperoleh
keterangan yang sesuai dengan penelitian.Sedangkan sekunder ini peneliti dapat
dari buku serta materi tertulis yang relevan dengan tujuan penelitian. Jika
dikaitkan dengan penelitian penulis, maka data sekunder peneliti diperoleh dari
pengumpulan data dari pihak Hizbut Tahrir Surabaya baik berupa dokumen atau
arsip-arsip tertulis lainnya.
3.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan langkah paling strategis dalam
melakukan penelitian, sebab tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa mengetahui metode pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang diterapkan.14 Sehingga
dalam penelitian ini dilakukan teknik-teknik sebagai berikut:
a. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui komunikasi
langsung antara peneliti dengan narasumber. Wawancara ini merupakan
percakapan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi maupun data, yang
dilakukan dengan cara bertatap muka secara lansung tidak melalui telpon.
14
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2012), 224.
11
Metode ini menggunaan percakapan secara langsung tanpa direncanakan, yang
pertanyaannya tidak terstruktur, namun berpusat pada satu pokok masalah.15
Dalam metode ini digunakan untuk mencari informasi mengenai gender dalam
perspektif HTI cabang Surabaya.
b. Metode Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan mengamati
langsung di tempat tersebut. Menurut Patton salah satu hal yang penting,
namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak
terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil observasi menjadi
data penting karena penelitian akan mendapatkan pemahaman lebih baik
tentang konteks dalam hal yang diteliti akan atau terjadi, selain itu, peneliti
juga dapat memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak
diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan catatan atau kumpulan peristiwa yang
telah didapat. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.16 Peneliti menggunakan sarana media cetak dan
media elektronik sebagai bukti yang relevan.
4.
Analisis Data
Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman
15
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial (Jakarta: Airlangga, 2009), 104.
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi “Mixed Methode” (Bandung: Alfabeta, 2011),
240.
16
12
peneliti tentang permasalahan yang diteliti.17 Dalam metode analisa data, peneliti
menggunakan analisa data deskriptif-kualitatif.
Dalam metode analisa data, peneliti menggunakan analisa data kualitatif
dengan menggunakan model Miles dan Huberman. Langkah-langkah analisa data
diantaranya sebagai berikut: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan
kesimpulan serta verifikasi.
a. Pengumpulan data, yaitu sesuai dengan cara memperoleh data dengan
wawancara dan observasi.
b. Reduksi data, pada proses ini, data dicatat kembali dengan memilah dan
memilih data yang paling penting kemudian memfokuskan pada data
pokok.
c. Penyajian data, setelah data di reduksi kemudian data disajikan. Dengan
tujuan agar mudah dipahami biasanya penyajian data dalam penelitian
kualitatif bersifat naratif.
d. Kesimpulan awal masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada proses
pengumpulan data berikutnya, begitupun sebaliknya jika ditemukan buktibukti yang valid maka kesimpulan yang disampaikan merupakan
kesimpulan yang reliable dan kredibel.18
Penelitian kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang objektif.
Karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting.
17
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996),
104.
18
Sugiyono, metode Penelitian Kuantitatif, 251 -252.
13
Melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat
tercapai. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan
dengan Trianggulasi. Adapun trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.19
Dalam memenuhi keabsahan data penelitian itu dilakukan Trianggulasi
dengan
sumber.
Menurut
Patton,
trianggulasi
dengan
sumber
berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif,
trianggulasi dengan sumber yang dilaksanakan pada penelitian ini yaitu
membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran penulisan dan pembahasan, proposal ini
akan dibagi menjadi beberapa bab yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan,
masing-masing bab akan digambarkan secara ringkas sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisikan gambaran umum
dari keseluruhan pembahasan dalam skripsi ini. Meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian yang terdahulu,
kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, merupakan pembahasan terkait dengan kerangkan teori yang
terdiri dari: seks dan gender, feminisme dan pemberdayaan perempuan.
19
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Refisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), 330.
14
Bab ketiga, merupakan pembahasan yang terkait dengan sejarah dan
perkembangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Bab keempat, merupakan analisis data dari hasil penelitian mengenai
“Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya” yang
terkait dengan pandangan HTI terhadap kesetaraan gender dan keterlibatan
perempuan HTI dalam proses pengambilan kebijakan dan gerakan.
Bab kelima, merupakan penutup yang di dalamnya mencakup kesimpulan
dan saran.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kajian mengenai kesetaraan gender seringkali diperhadapkan dengan
agama Islam. Beberapa kalangan dalam Islam tidak setuju dengan adanya
kesetaraan gender, terutama bagi kelompok Islam konservatif. Kelompok Islam
konservatif salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI memandang
kesetaraan gender sebagai produk Barat yang mengarahkan kepada pengikisan
akidah umat, penghancuran ketundukan terhadap syariat Allah (Islam), ketaatan
pada Allah, ketaatan pada Rasul-Nya dan ketaatan istri pada suami, selain itu juga
pemaksaan pada pola budaya dan ideologi barat (kufur).1
Menurut HTI, logika feminis yaitu tatanan semacam laki-laki menjadi
kepala rumah tangga, pencari nafkah utama merupakan budaya patriarki yang
menempatkan laki-laki lebih berkuasa dibanding perempuan. Dalam kaca mata
mereka, penataan peran sedemikian rupa tersebut mengakibatkan ketimpangan
gender alias ketidaksetaraan posisi perempuan dan laki-laki. Bahkan mereka
menganggap telah terjadi penindasan laki-laki terhadap perempuan. Berangkat
dari paradigma itulah mereka memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki
dan perempuan (gender equality).2
Padahal dalam hal ini, para feminisme berjuang untuk menghilangkan
sekat budaya partriarki, karena dianggap warisan kultural dari masyarakat primitif
1
Ismah Cholil, Menguak Racun Di Balik Madu Agenda Gender (Surabaya: Nabila
Production, 2006), 16.
2
Ibid., 3-4.
1
2
yang menempatkan laki-laki sebagai pemburu (hunter), dan perempuan sebagai
peramu (gatherer), lalu diteruskan kepada masyarakat agraris yang menempatkan
laki-laki di luar rumah (public sphere) mengelola pertanian, dan perempuan di
dalam rumah (domestic sphere) mengurus keluarga. Sekat budaya seperti ini
masih cenderung diakomodir di dalam masyarakat modern, terutama di dalam
sistem kapitalis.3
Selain itu, menurut para feminis pembagian kerja berdasarkan jenis
kelamin bukan saja merugikan perempuan, tetapi juga sudah tidak relevan lagi
untuk diterapkan di dalam masyarakat modern, karena laki-laki dan perempuan
mempunyai peluang dan potensi yang sama untuk mengakses berbagai bidang
profesi.4
Dalam hal inilah agenda pengarusutamaan gender pun dirancang
diberbagai lini. Mulai masalah kemiskinan, kesehatan, sosial hingga anak-anak.
Diantaranya untuk mengatasi perempuan yang miskin diprogramlah lembaga
keuangan khusus perempuan (LKP) sampai di tingkat kabupaten. Mereka juga
rajin melakukan advokasi terhadap tindak-tindak kekerasan terhadap perempuan
dan anak. Mereka melakukan pembelaan terhadap PSK (Pekerja Seks Komersial)
yang menjadi korban kekerasan aparat, pembelajaran bagi para wanita yang buta
huruf dan pelatihan keterampilan kepada para wanita. Mereka juga menunjukkan
kepedulian yang tinggi terhadap persoalan perdagangan perempuan dan anak serta
3
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur’an (Jakarta:
Paramadina, 1999), 95.
4
Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender menurut Tafsir Al-Sya’rawi (Jakarta:
Mizan Publika, 2004), 3.
3
persoalan krusial lainnya.5 Itu semua adalah agenda yang dirancang oleh feminis
untuk perempuan. Namun, bagi HTI itu semua adalah agenda yang dirancang
semanis madu, tetapi pada kenyataannya dengan agenda tersebut orang Islam
mengalami pengikisan akidah.
Sekilas, apa yang mereka perjuangkan tampak mulia. Terkesan sangat
perhatian kepada perempuan, mencintai perempuan dan anak-anak. Dan
tampaknya sebagaian masyarakat, khususnya mereka yang awam, cukup
merasakan nikmatnya “madu” dari agenda-agenda perjuangan gender itu. Padahal
tanpa disadari, di balik madu yang terasa manis itu, tersembunyi racun yang
sangat mematikan.6
Berangkat dari paradigma yang keliru dalam memandang kedudukan
antara laki-laki dan perempuan, maka para pejuang gender melakukan berbagai
upaya transformasi penyadaran keberbagai belahan dunia. Kendaraan yang
dipakai antara lain PBB, yakni dengan dicanangkannya tahun 1975 sebagai
“Tahun Internasional Perempuan” di Mexico City. Melalui tangan PBB, yakni
dengan dicanangkan berbagai agenda gender yang harus diratifikasi oleh seluruh
negara-negara dibawah PBB dan dijadikan acuan dalam setiap program-program
terkait gender. Misalnya, BPFA (Beijing Platform for Action / Landasan Aksi
Beijing), CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
Againts Women / Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan),
MDGs (Milenium Development Goals / Tujuan Pembangunan Milenium) dan
5
Cholil, Menguak Racun, 4.
Ibid., 4.
6
4
ICPD (International Conference Population and Development / Konferensi
Internasional Kependudukan dan Pembangunan).7
Namun, gerakan perempuan dalam HTI juga masih aktif, karena terdapat
realita yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa perempuan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari laki-laki. Dua jenis manusia ini hidup di tengahtengah masyarakat. Masing-masing mempunyai peran dan fungsi yang sama
apabila dilihat dari sisi keduanya sebagai manusia. Misalnya laki-laki dan
perempuan keduanya bisa menjalankan fungsi amar ma’ruf dan nahi munkar.
Namun masing-masing mempunyai peran yang berbeda apabila dilihat dari sisi
jenis kelamin.8
Peran perempuan dalam Islam mencakup peran domestik dan publik
(masyarakat). Peran domestik perempuan adalah rubbatul bait (ibu dan pengelola
rumah tangga), ini merupakan tugas pertama dan utama perempuan, karena hal ini
menjadi titik awal pembentukan generasi masa depan yang cemerlang. Sedangkan
peran publik adalah perempuan bagian dari masyarakat. Islam mengatur peran
perempuan di masyarakat baik yang wajib seperti berdakwah menyeru kepada
Islam, mengajak pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, membina
sesama perempuan untuk melakukan perubahan tatanan masyarakat dari
masyarakat kufur menjadi masyarakat Islam, maupun yang mubah (boleh
dikerjakan) seperti mengembangkan potensi dan mengaktualisasikan dirinya
dalam profesi yang ditekuninya.9
7
Ibid., 5.
Ibid., 17-18.
9
Ibid., 20-21.
8
5
Oleh sebab itu, tema kesetaraan gender dalam pandangan gerakan HTI
penting untuk dikaji dalam mengembangkan pengetahuan, terutama yang terkait
dengan ideologi gerakan keagamaan dan gender. Peneliti dalam mengambil judul
“Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya” memiliki
alasan tersendiri, yakni bagaimana HTI selaku kelompok Islam konservatif
memaknai adanya kesetaraan gender dan peran perempuan HTI dalam proses
pengambilan kebijakan dan gerakan. Karena, perempuan HTI juga aktif dalam
berdakwah menyeru pada Islam. Diambil cabang Surabaya, karena data-data yang
didapat dari HTI Surabaya.
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian yang berjudul “Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir
Indonesia Cabang Surabaya” ini, peneliti memfokuskan penelitiannya kepada
pandangan HTI terhadap kesetaraan gender dan keterlibatan perempuan HTI
dalam proses pengambilan kebijakan dan gerakan. Berdasarkan latar belakang
yang telah dipaparkan diatas, maka penulis merumuskan suatu masalah, yaitu:
1.
Bagaimana pandangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap kesetaraan
gender?
2.
Bagaimana keterlibatan perempuan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam
proses pengambilan kebijakan dan gerakan?
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka Tujuan
Penelitian yang ingin di capai adalah:
1.
Untuk mengetahui pandangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tentang
kesetaraan gender.
2.
Untuk mengetahui keterlibatan perempuan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
dalam proses pengambilan kebijakan dan gerakan.
D. Manfaat Penelitian
Terdapat dua kategori manfaat yang didapat dalam penelitian tentang
“Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya” antara lain:
1.
Manfaat Teoritis
Menambah wacana ilmu dan menghasilkan konsep-konsep baru dalam
upaya meningkatkan pemahaman mengenai gender dalam perspektif Hizbut
Tahrir Indonesia cabang Surabaya, dan mendapat penjelasan yang lebih tajam
tentang bagaimana HTI memberi pandangan terhadap kesetaraan gender, dan
bagaimana keterlibatan perempuan HTI dalam proses pengambilan kebijakan dan
gerakan.
2.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu khasanah ilmu
pengetahuan baru bagi para pembaca atau para audien untuk mengembangkan
pengetahuannya yang terkait dengan ideologi gerakan keagamaan dan gender,
disamping itu dapat memberi masukan bagi peneliti.
7
E. Penelitian Yang Terdahulu
Sebelum kami melakukan penelitian tentang Gender Dalam Perspektif
Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya, sebelumnya pernah dilakukan oleh
Maslamah dan Suprapti Muzani.10 Dalam tulisan ini dijelaskan bahwa, gender
adalah pandangan atau keyakinan yang dibentuk oleh masyarakat tentang
bagaimana seharusnya seorang perempuan atau laki-laki dalam bertingkah laku
maupun berpikir. Di dalam al-Qur’an disebutkan bahwasanya al-Qur’an tidak
mengenal perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan yang membedakan
antara laki-laki dan perempuan hanyalah dari segi biologisnya.
Tulisan Sudarno Shobron11 yang menjelaskan bahwa strategi dakwah yang
dilakukan oleh HTI melalui kultural dan struktural atau politik, inilah yang
membedakan dengan strategi dakwah organisasi islam lainnya. Hanya saja,
strategi politik masih berkisar pembentukan opini publik melalui demonstrasi
pengerahan massa, belum berani tampil menjadi partai politik ideologis yang
resmi diakui oleh pemerintah.
Tulisan Mohamad Rafiuddin12 yang menjelaskan bahwa tujuan utama HTI
adalah melangsungkan kembali kehidupan islam dan mengemban kembali
dakwah islam ke seluruh penjuru dunia, serta mengajak kaum muslim untuk
kembali hidup secara islami dalam naungan khilafah islamiyah ala minhaj alnubuwwah. Untuk mencapai tujuan tersebut HTI menerapkan langkah-langkah
Maslamah dan Suprapti Muzani, “Konsep-konsep Tentang Gender Perspektif Islam”,
Jurnal Sawwa, Vol. 9 No. 2 (April, 2014).
11
Sudarno Shobron, “Model Dakwah Hizbut Tahrir Indonesia”, Profetika Jurnal Studi
Islam, Vol. 15 No. 1 (Juni 2014).
12
Mohamad Rafiuddin, “Mengenal Hizbut Tahrir (Studi Analisis Ideologi Hizbut Tahrir
vis a vis Nahdlatul Ulama)”, Jurnal Islamuna, Vol. 2 No. 1 (Juni 2015).
10
8
dakwahnya dalam 3 tahap: tatsqif (pembinaan dan pengkaderan), tafa’ul
(interaksi) dengan umat, dan istilam al-hukmi (menerima kekuasaan) dari umat.
Skripsi ini berbeda dengan studi-studi yang terdahulu. Skripsi ini hanya
terpacu pada kesetaraan gender dan keterlibatan peran perempuan HTI dalam
mengambil kebijakan dan gerakan. Oleh karena itu, masih belum ada penelitian
yang meneliti tentang “Gender dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang
Surabaya”.
F. Metode Penelitian
1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang terjadi pada
subyek penelitian, misalkan untuk mengetahui persepsi, motivasi, dan tindakan.
Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus, yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah.13
Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong, menyatakan bahwa
“metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat
diamati”. Sedangkan menurut Sugiyono, “metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), 6.
9
instrumen kunci”. Teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(membandingkan antara narasumber satu dengan narasumber lainnya) analisis
data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi.
Adapun ciri dan karakteristik dari penelitian yang menggunakan metode
penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan bersifat alamiah, bersifat
dinamis dan berkembang, fokus terhadap penelitian apa yang akan diteliti, bersifat
deskriptif, sasaran penelitian berlaku sebagai subjek penelitian, data penelitian
bersifat deskriptif, berfokus pada proses dan interaksi subjek, subjek terbatas,
pemilihan informan dilakukan terhadap informan kunci dari sumber data yang
hendak diteliti, kontak personal secara langsung, mengutamakan data langsung
(First Hand). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara,
observasi terlibat hubungan antara peneliti dengan informan terjalin akrab,
keabsahan data, kebenaran empirik, simpulan bersifat subjektif, bersifat fleksibel,
pentingnya makna terdalam (Depth Meaning), proses pengumpulan dan analisis
data secara simpulan.
2.
Sumber Data
Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif,
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan
kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian
yang tidak mengadakan perhitungan. Jadi dalam penelitian ini diperoleh dari
sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya,
10
diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Bila dikaitkan dengan penelitian
penulis, maka data primer merupakan data utama yang berkaitan dengan Gender
Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya. Data tersebut
diperoleh dari wawancara yang mendalam, yang mana pengumpulan data primer
ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam melalui percakapan
dengan informan, wawancara dimulai dengan tujuan khusus untuk memperoleh
keterangan yang sesuai dengan penelitian.Sedangkan sekunder ini peneliti dapat
dari buku serta materi tertulis yang relevan dengan tujuan penelitian. Jika
dikaitkan dengan penelitian penulis, maka data sekunder peneliti diperoleh dari
pengumpulan data dari pihak Hizbut Tahrir Surabaya baik berupa dokumen atau
arsip-arsip tertulis lainnya.
3.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan langkah paling strategis dalam
melakukan penelitian, sebab tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa mengetahui metode pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang diterapkan.14 Sehingga
dalam penelitian ini dilakukan teknik-teknik sebagai berikut:
a. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui komunikasi
langsung antara peneliti dengan narasumber. Wawancara ini merupakan
percakapan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi maupun data, yang
dilakukan dengan cara bertatap muka secara lansung tidak melalui telpon.
14
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2012), 224.
11
Metode ini menggunaan percakapan secara langsung tanpa direncanakan, yang
pertanyaannya tidak terstruktur, namun berpusat pada satu pokok masalah.15
Dalam metode ini digunakan untuk mencari informasi mengenai gender dalam
perspektif HTI cabang Surabaya.
b. Metode Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan mengamati
langsung di tempat tersebut. Menurut Patton salah satu hal yang penting,
namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak
terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil observasi menjadi
data penting karena penelitian akan mendapatkan pemahaman lebih baik
tentang konteks dalam hal yang diteliti akan atau terjadi, selain itu, peneliti
juga dapat memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak
diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan catatan atau kumpulan peristiwa yang
telah didapat. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.16 Peneliti menggunakan sarana media cetak dan
media elektronik sebagai bukti yang relevan.
4.
Analisis Data
Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman
15
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial (Jakarta: Airlangga, 2009), 104.
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi “Mixed Methode” (Bandung: Alfabeta, 2011),
240.
16
12
peneliti tentang permasalahan yang diteliti.17 Dalam metode analisa data, peneliti
menggunakan analisa data deskriptif-kualitatif.
Dalam metode analisa data, peneliti menggunakan analisa data kualitatif
dengan menggunakan model Miles dan Huberman. Langkah-langkah analisa data
diantaranya sebagai berikut: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan
kesimpulan serta verifikasi.
a. Pengumpulan data, yaitu sesuai dengan cara memperoleh data dengan
wawancara dan observasi.
b. Reduksi data, pada proses ini, data dicatat kembali dengan memilah dan
memilih data yang paling penting kemudian memfokuskan pada data
pokok.
c. Penyajian data, setelah data di reduksi kemudian data disajikan. Dengan
tujuan agar mudah dipahami biasanya penyajian data dalam penelitian
kualitatif bersifat naratif.
d. Kesimpulan awal masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada proses
pengumpulan data berikutnya, begitupun sebaliknya jika ditemukan buktibukti yang valid maka kesimpulan yang disampaikan merupakan
kesimpulan yang reliable dan kredibel.18
Penelitian kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang objektif.
Karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting.
17
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996),
104.
18
Sugiyono, metode Penelitian Kuantitatif, 251 -252.
13
Melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat
tercapai. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan
dengan Trianggulasi. Adapun trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.19
Dalam memenuhi keabsahan data penelitian itu dilakukan Trianggulasi
dengan
sumber.
Menurut
Patton,
trianggulasi
dengan
sumber
berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif,
trianggulasi dengan sumber yang dilaksanakan pada penelitian ini yaitu
membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran penulisan dan pembahasan, proposal ini
akan dibagi menjadi beberapa bab yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan,
masing-masing bab akan digambarkan secara ringkas sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisikan gambaran umum
dari keseluruhan pembahasan dalam skripsi ini. Meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian yang terdahulu,
kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, merupakan pembahasan terkait dengan kerangkan teori yang
terdiri dari: seks dan gender, feminisme dan pemberdayaan perempuan.
19
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Refisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), 330.
14
Bab ketiga, merupakan pembahasan yang terkait dengan sejarah dan
perkembangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Bab keempat, merupakan analisis data dari hasil penelitian mengenai
“Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya” yang
terkait dengan pandangan HTI terhadap kesetaraan gender dan keterlibatan
perempuan HTI dalam proses pengambilan kebijakan dan gerakan.
Bab kelima, merupakan penutup yang di dalamnya mencakup kesimpulan
dan saran.
15
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Seks dan Gender
Gender dapat diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi nilai dan perilaku. Secara kodrat, memang diakui adanya
perbedaan (distinction), bukan pembedaan (discrimination) antara laki-laki
dengan perempuan yaitu dalam aspek biologis.1
Dahulu pada masyarakat primitif, orang belum banyak tertarik untuk
membedakan seks dan gender, karena persepsi yang berkembang di dalam
masyarakat menganggap perbedaan gender (gender differences) sebagai akibat
pembedaan seks (sex differences). Pembagian peran dan kerja secara seksual
dipandang sesuatu hal yang wajar. Akan tetapi, dewasa ini disadari bahwa, tidak
mesti perbedaan seks menyebabkan ketidakadilan gender (gender inequality).2
Dalam wacana feminis Anglo-America, istilah gender telah digunakan
beberapa tahun yang lalu dalam bidang makna sosial, budaya, dan makna
psikologis untuk menentukan identitas seksual biologis. Dalam persoalan relasi
gender menurut seorang teoritisi Jane Flax, gender merupakan satu-satunya
kemajuan paling penting dalam teori feminis. Dengan demikian term gender
memiliki makna yang berbeda dengan term seks yang mengacu pada makna
identitas biologis sebagai perempuan atau laki-laki atau dengan term sexuality
yakni sebuah totalitas dari orientasi, kecenderungan, dan perilaku seksual
Tri Haryani, “Konsep Umum Tentang Gender”, library.walisongo.ac.id (Sabtu, 28
Januari 2017, 09:51)
2
Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender, 61.
1
15
16
individu. Sementara itu pandangan tradisional berpegang pada pendapat bahwa
seks, gender, dan sexuality adalah sama.3
Ann Oakley, ahli sosiologi Inggris, merupakan orang pertama yang
melakukan pembedaan antara seks dan gender. Pembedaan seks berarti perbedaan
atas dasar ciri-ciri biologis, terutama yang menyangkut prokreasi (hamil,
melahirkan, dan menyusui). Perbedaan gender adalah perbedaan simbolis atau
sosial yang berpangkal kepada perbedaan seks, tetapi tidak selalu identik
dengannya.4 Tetapi dalam hal ini masih banyak perdebatan mengenai perbedaan
seks dan gender. Selain itu, banyak gerakan-gerakan yang muncul dengan
membela hak-hak perempuan agar setara dengan laki-laki.
Perbedaan secara biologis antara laki-laki dengan perempuan ini
senantiasa digunakan untuk menentukan dalam relasi gender, seperti pembagian
status, hak-hak, peran, dan fungsi di dalam masyarakat. Padahal, gender yang
dimaksud adalah mengacu kepada peran perempuan dan laki-laki yang
dikonstruksikan secara sosial. Di mana peran-peran sosial tersebut bisa dipelajari,
berubah dari waktu ke waktu, dan beragam menurut budaya dan antar budaya.5
Karena dalam pranata sosial yang berkembang, pemahaman tentang
kodrat, secara khusus perempuan, lebih banyak bersifat pelarangan-pelarangan
atau pembatasan-pembatasan peran-peran sosial-budaya perempuan. Atas dalih
“sudah kodratnya”, perempuan diasumsikan sebagai pemikul beban atas kerja di
sektor rumah tangga (domestik) secara penuh, dan peluang untuk berkarir secara
3
Ibid., 61.
Ratna Saptari dan Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial Sebuah
Pengantar Studi Perempuan (Jakarta: Kalyanamitra, 1997), 89.
5
Haryani, “Konsep Umum Tentang Gender”.
4
17
lebih luas dalam sektor publik dikesampingkan. Kodrat perempuan sudah sarat
dengan muatan-muatan budaya lokal. Kodrat merupakan sesuatu yang didasarkan
pada faktor biologis. Kodrat bukan lagi sesuatu yang given (berkah) dari Tuhan,
tetapi ada unsur-unsur konstruksi sosial-budaya masyarakat.6
Berdasarkan Queer Studies yang diperkenalkan Judith P. Butler7 tidak ada
identitas gender yang asli, semuanya dibentuk melalui ekspresi dan pertunjukan
yang berulang-ulang hingga terbentuk identitas gender. Selain itu, Butler juga
mengatakan bahwa seks dan gender adalah suatu yang bersifat cair (fluid), tidak
alamiah, dan berubah-ubah, serta dikonstruksi oleh kondisi sosial.8
Dalam teori performativitas ini Butler menolak prinsip identitas yang
memiliki awal dan akhir, dari sini dapat dimengerti bahwa pandangan Butler
tentang seseorang dapat memiliki identitas maskulin atau feminin dalam waktu
yang bersamaan atau feminin dan maskulin di waktu yang berbeda. Jika identitas
seksual seseorang tidak final, tidak stabil, seharusnya tidak ada keharusan seorang
perempuan menyukai laki-laki dan sebaliknya. Namun masyarakat tentu tidak
menghendaki yang demikian, karena subjek dibentuk oleh culture dan diskursus,
dimana ada suatu aturan yang disebarkan melalui repetisi.9
Teori performativitas gender memperlihatkan bagaimana diskursus
maupun tindakan yang terus dilakukan oleh masyarakat secara berulang-ulang
6
Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan dalam Islam (Jakarta: The Asia Foundation,
1999), 7.
7
Judith P. Butler adalah seorang filsuf post-strukturalis Amerika. Ia lahir di Cleveland,
Ohio, Amerika Serikat, 24 Februari 1956. Butler adalah guru besar di Jurusan Rhetoric
and Comparative Literature, Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat.
Witriyatul
Jauhariyah,
“Gender
dan
Seks
dalam
Konstruksi
Sosial”,
www.jurnalperempuan.org (Selasa, 04 April 2017, 09:53)
8
Ibid.
9
Ibid.
18
menghasilkan pengertian tentang seks dan gender baik sebagai laki-laki maupun
perempuan. Proses materialisasi gender yang selama ini dilakukan berada dalam
sistem hegemoni heteroseksual, sehingga jika gender seseorang keluar dari norma
sosial yang berlaku, dikatakan menyimpang. Inilah kekeras
INDONESIA CABANG SURABAYA
Skripsi:
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh :
SITI YAROTUN NAIMAH
NIM: E02213044
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan studi tentang “Gender Dalam Perspektif Hizbut
Tahrir Indonesia Cabang Surabaya”. Masalah pokok yang ingin diketahui dalam
penelitian ini adalah pandangan Hizbut Tahrir Indonesia terhadap kesetaraan
gender dan keterlibatan perempuan Hizbut Tahrir Indonesia dalam proses
pengambilan kebijakan dan gerakan.
Dalam menjawab dua permasalahan di atas, peneliti menggunakan metode
kualitatif. Metode kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
persepsi, motivasi, dan tindakan. Dimana data-data dikumpulkan dengan teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Dari penggunaan metode tersebut didapat dua kesimpulan tentang dua
permasalahan pokok yang diangkat peneliti dalam skripsi ini. Hizbut Tahrir
Indonesia menganggap bahwa ide mengenai keadilan dan kesetaraan gender
diusung dari faham liberal. Ide yang tidak terlahir dari Islam adalah ide-ide kafir,
maka ide tersebut tidak patut untuk diterapkan. Dalam organisasi perempuan tidak
terlibat dalam mengambil kebijakan. Namun, perempuan sangat berpengaruh
dalam perkembangan Hizbut Tahrir di Indonesia, terutama dalam bidang
perempuan, keluarga, dan generasi. Pada dasarnya, peran antara laki-laki dan
perempuan sama-sama berdakwah menyampaikan kepada umat tentang Islam,
dengan aturan administrasi yang sama, namun dengan subjek yang berbeda.
Kata kunci: Kesetaraan Gender, Peran Perempuan.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .........................................................v
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................x
BAB I :
PENDAHULUAN ...........................................................................1
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Latar Belakan Masalah .............................................................1
Rumusan Masalah ....................................................................5
Tujuan Penelitian .......................................................................6
Manfaat Penelitian .....................................................................6
Penelitian Yang Terdahulu ........................................................7
Metode Penelitian ......................................................................8
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................................8
2. Sumber Data ......................................................................9
3. Metode Pengumpulan Data .............................................10
a. Metode Wawancara ....................................................10
b. Metode Observasi .......................................................11
c. Metode Dokumentasi ..................................................11
4. Analisis Data ...................................................................11
G. Sistematika Pembahasan .........................................................13
BAB II :
KERANGKA TEORI .................................................................15
A. Seks dan Gender .....................................................................15
B. Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan ............................22
BAB III :
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HIZBUT TAHRIR
INDONESIA (HTI) .....................................................................41
A. Sejarah Awal Berdirinya HTI..................................................41
B. Sejarah Masuk dan perkembangan HTI di Indonesia ............49
C. HTI di Surabaya .....................................................................54
x
BAB IV :
KESETARAAN GENDER DAN PERAN PEREMPUAN ......60
A. Kesetaraan Gender .................................................................60
B. Keterlibatan Perempuan Hizbut Tahrir Indonesia ..................64
BAB V :
PENUTUP .....................................................................................71
A. Kesimpulan .............................................................................71
B. Saran .......................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kajian mengenai kesetaraan gender seringkali diperhadapkan dengan
agama Islam. Beberapa kalangan dalam Islam tidak setuju dengan adanya
kesetaraan gender, terutama bagi kelompok Islam konservatif. Kelompok Islam
konservatif salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI memandang
kesetaraan gender sebagai produk Barat yang mengarahkan kepada pengikisan
akidah umat, penghancuran ketundukan terhadap syariat Allah (Islam), ketaatan
pada Allah, ketaatan pada Rasul-Nya dan ketaatan istri pada suami, selain itu juga
pemaksaan pada pola budaya dan ideologi barat (kufur).1
Menurut HTI, logika feminis yaitu tatanan semacam laki-laki menjadi
kepala rumah tangga, pencari nafkah utama merupakan budaya patriarki yang
menempatkan laki-laki lebih berkuasa dibanding perempuan. Dalam kaca mata
mereka, penataan peran sedemikian rupa tersebut mengakibatkan ketimpangan
gender alias ketidaksetaraan posisi perempuan dan laki-laki. Bahkan mereka
menganggap telah terjadi penindasan laki-laki terhadap perempuan. Berangkat
dari paradigma itulah mereka memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki
dan perempuan (gender equality).2
Padahal dalam hal ini, para feminisme berjuang untuk menghilangkan
sekat budaya partriarki, karena dianggap warisan kultural dari masyarakat primitif
1
Ismah Cholil, Menguak Racun Di Balik Madu Agenda Gender (Surabaya: Nabila
Production, 2006), 16.
2
Ibid., 3-4.
1
2
yang menempatkan laki-laki sebagai pemburu (hunter), dan perempuan sebagai
peramu (gatherer), lalu diteruskan kepada masyarakat agraris yang menempatkan
laki-laki di luar rumah (public sphere) mengelola pertanian, dan perempuan di
dalam rumah (domestic sphere) mengurus keluarga. Sekat budaya seperti ini
masih cenderung diakomodir di dalam masyarakat modern, terutama di dalam
sistem kapitalis.3
Selain itu, menurut para feminis pembagian kerja berdasarkan jenis
kelamin bukan saja merugikan perempuan, tetapi juga sudah tidak relevan lagi
untuk diterapkan di dalam masyarakat modern, karena laki-laki dan perempuan
mempunyai peluang dan potensi yang sama untuk mengakses berbagai bidang
profesi.4
Dalam hal inilah agenda pengarusutamaan gender pun dirancang
diberbagai lini. Mulai masalah kemiskinan, kesehatan, sosial hingga anak-anak.
Diantaranya untuk mengatasi perempuan yang miskin diprogramlah lembaga
keuangan khusus perempuan (LKP) sampai di tingkat kabupaten. Mereka juga
rajin melakukan advokasi terhadap tindak-tindak kekerasan terhadap perempuan
dan anak. Mereka melakukan pembelaan terhadap PSK (Pekerja Seks Komersial)
yang menjadi korban kekerasan aparat, pembelajaran bagi para wanita yang buta
huruf dan pelatihan keterampilan kepada para wanita. Mereka juga menunjukkan
kepedulian yang tinggi terhadap persoalan perdagangan perempuan dan anak serta
3
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur’an (Jakarta:
Paramadina, 1999), 95.
4
Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender menurut Tafsir Al-Sya’rawi (Jakarta:
Mizan Publika, 2004), 3.
3
persoalan krusial lainnya.5 Itu semua adalah agenda yang dirancang oleh feminis
untuk perempuan. Namun, bagi HTI itu semua adalah agenda yang dirancang
semanis madu, tetapi pada kenyataannya dengan agenda tersebut orang Islam
mengalami pengikisan akidah.
Sekilas, apa yang mereka perjuangkan tampak mulia. Terkesan sangat
perhatian kepada perempuan, mencintai perempuan dan anak-anak. Dan
tampaknya sebagaian masyarakat, khususnya mereka yang awam, cukup
merasakan nikmatnya “madu” dari agenda-agenda perjuangan gender itu. Padahal
tanpa disadari, di balik madu yang terasa manis itu, tersembunyi racun yang
sangat mematikan.6
Berangkat dari paradigma yang keliru dalam memandang kedudukan
antara laki-laki dan perempuan, maka para pejuang gender melakukan berbagai
upaya transformasi penyadaran keberbagai belahan dunia. Kendaraan yang
dipakai antara lain PBB, yakni dengan dicanangkannya tahun 1975 sebagai
“Tahun Internasional Perempuan” di Mexico City. Melalui tangan PBB, yakni
dengan dicanangkan berbagai agenda gender yang harus diratifikasi oleh seluruh
negara-negara dibawah PBB dan dijadikan acuan dalam setiap program-program
terkait gender. Misalnya, BPFA (Beijing Platform for Action / Landasan Aksi
Beijing), CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
Againts Women / Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan),
MDGs (Milenium Development Goals / Tujuan Pembangunan Milenium) dan
5
Cholil, Menguak Racun, 4.
Ibid., 4.
6
4
ICPD (International Conference Population and Development / Konferensi
Internasional Kependudukan dan Pembangunan).7
Namun, gerakan perempuan dalam HTI juga masih aktif, karena terdapat
realita yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa perempuan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari laki-laki. Dua jenis manusia ini hidup di tengahtengah masyarakat. Masing-masing mempunyai peran dan fungsi yang sama
apabila dilihat dari sisi keduanya sebagai manusia. Misalnya laki-laki dan
perempuan keduanya bisa menjalankan fungsi amar ma’ruf dan nahi munkar.
Namun masing-masing mempunyai peran yang berbeda apabila dilihat dari sisi
jenis kelamin.8
Peran perempuan dalam Islam mencakup peran domestik dan publik
(masyarakat). Peran domestik perempuan adalah rubbatul bait (ibu dan pengelola
rumah tangga), ini merupakan tugas pertama dan utama perempuan, karena hal ini
menjadi titik awal pembentukan generasi masa depan yang cemerlang. Sedangkan
peran publik adalah perempuan bagian dari masyarakat. Islam mengatur peran
perempuan di masyarakat baik yang wajib seperti berdakwah menyeru kepada
Islam, mengajak pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, membina
sesama perempuan untuk melakukan perubahan tatanan masyarakat dari
masyarakat kufur menjadi masyarakat Islam, maupun yang mubah (boleh
dikerjakan) seperti mengembangkan potensi dan mengaktualisasikan dirinya
dalam profesi yang ditekuninya.9
7
Ibid., 5.
Ibid., 17-18.
9
Ibid., 20-21.
8
5
Oleh sebab itu, tema kesetaraan gender dalam pandangan gerakan HTI
penting untuk dikaji dalam mengembangkan pengetahuan, terutama yang terkait
dengan ideologi gerakan keagamaan dan gender. Peneliti dalam mengambil judul
“Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya” memiliki
alasan tersendiri, yakni bagaimana HTI selaku kelompok Islam konservatif
memaknai adanya kesetaraan gender dan peran perempuan HTI dalam proses
pengambilan kebijakan dan gerakan. Karena, perempuan HTI juga aktif dalam
berdakwah menyeru pada Islam. Diambil cabang Surabaya, karena data-data yang
didapat dari HTI Surabaya.
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian yang berjudul “Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir
Indonesia Cabang Surabaya” ini, peneliti memfokuskan penelitiannya kepada
pandangan HTI terhadap kesetaraan gender dan keterlibatan perempuan HTI
dalam proses pengambilan kebijakan dan gerakan. Berdasarkan latar belakang
yang telah dipaparkan diatas, maka penulis merumuskan suatu masalah, yaitu:
1.
Bagaimana pandangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap kesetaraan
gender?
2.
Bagaimana keterlibatan perempuan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam
proses pengambilan kebijakan dan gerakan?
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka Tujuan
Penelitian yang ingin di capai adalah:
1.
Untuk mengetahui pandangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tentang
kesetaraan gender.
2.
Untuk mengetahui keterlibatan perempuan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
dalam proses pengambilan kebijakan dan gerakan.
D. Manfaat Penelitian
Terdapat dua kategori manfaat yang didapat dalam penelitian tentang
“Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya” antara lain:
1.
Manfaat Teoritis
Menambah wacana ilmu dan menghasilkan konsep-konsep baru dalam
upaya meningkatkan pemahaman mengenai gender dalam perspektif Hizbut
Tahrir Indonesia cabang Surabaya, dan mendapat penjelasan yang lebih tajam
tentang bagaimana HTI memberi pandangan terhadap kesetaraan gender, dan
bagaimana keterlibatan perempuan HTI dalam proses pengambilan kebijakan dan
gerakan.
2.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu khasanah ilmu
pengetahuan baru bagi para pembaca atau para audien untuk mengembangkan
pengetahuannya yang terkait dengan ideologi gerakan keagamaan dan gender,
disamping itu dapat memberi masukan bagi peneliti.
7
E. Penelitian Yang Terdahulu
Sebelum kami melakukan penelitian tentang Gender Dalam Perspektif
Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya, sebelumnya pernah dilakukan oleh
Maslamah dan Suprapti Muzani.10 Dalam tulisan ini dijelaskan bahwa, gender
adalah pandangan atau keyakinan yang dibentuk oleh masyarakat tentang
bagaimana seharusnya seorang perempuan atau laki-laki dalam bertingkah laku
maupun berpikir. Di dalam al-Qur’an disebutkan bahwasanya al-Qur’an tidak
mengenal perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan yang membedakan
antara laki-laki dan perempuan hanyalah dari segi biologisnya.
Tulisan Sudarno Shobron11 yang menjelaskan bahwa strategi dakwah yang
dilakukan oleh HTI melalui kultural dan struktural atau politik, inilah yang
membedakan dengan strategi dakwah organisasi islam lainnya. Hanya saja,
strategi politik masih berkisar pembentukan opini publik melalui demonstrasi
pengerahan massa, belum berani tampil menjadi partai politik ideologis yang
resmi diakui oleh pemerintah.
Tulisan Mohamad Rafiuddin12 yang menjelaskan bahwa tujuan utama HTI
adalah melangsungkan kembali kehidupan islam dan mengemban kembali
dakwah islam ke seluruh penjuru dunia, serta mengajak kaum muslim untuk
kembali hidup secara islami dalam naungan khilafah islamiyah ala minhaj alnubuwwah. Untuk mencapai tujuan tersebut HTI menerapkan langkah-langkah
Maslamah dan Suprapti Muzani, “Konsep-konsep Tentang Gender Perspektif Islam”,
Jurnal Sawwa, Vol. 9 No. 2 (April, 2014).
11
Sudarno Shobron, “Model Dakwah Hizbut Tahrir Indonesia”, Profetika Jurnal Studi
Islam, Vol. 15 No. 1 (Juni 2014).
12
Mohamad Rafiuddin, “Mengenal Hizbut Tahrir (Studi Analisis Ideologi Hizbut Tahrir
vis a vis Nahdlatul Ulama)”, Jurnal Islamuna, Vol. 2 No. 1 (Juni 2015).
10
8
dakwahnya dalam 3 tahap: tatsqif (pembinaan dan pengkaderan), tafa’ul
(interaksi) dengan umat, dan istilam al-hukmi (menerima kekuasaan) dari umat.
Skripsi ini berbeda dengan studi-studi yang terdahulu. Skripsi ini hanya
terpacu pada kesetaraan gender dan keterlibatan peran perempuan HTI dalam
mengambil kebijakan dan gerakan. Oleh karena itu, masih belum ada penelitian
yang meneliti tentang “Gender dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang
Surabaya”.
F. Metode Penelitian
1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang terjadi pada
subyek penelitian, misalkan untuk mengetahui persepsi, motivasi, dan tindakan.
Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus, yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah.13
Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong, menyatakan bahwa
“metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat
diamati”. Sedangkan menurut Sugiyono, “metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), 6.
9
instrumen kunci”. Teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(membandingkan antara narasumber satu dengan narasumber lainnya) analisis
data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi.
Adapun ciri dan karakteristik dari penelitian yang menggunakan metode
penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan bersifat alamiah, bersifat
dinamis dan berkembang, fokus terhadap penelitian apa yang akan diteliti, bersifat
deskriptif, sasaran penelitian berlaku sebagai subjek penelitian, data penelitian
bersifat deskriptif, berfokus pada proses dan interaksi subjek, subjek terbatas,
pemilihan informan dilakukan terhadap informan kunci dari sumber data yang
hendak diteliti, kontak personal secara langsung, mengutamakan data langsung
(First Hand). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara,
observasi terlibat hubungan antara peneliti dengan informan terjalin akrab,
keabsahan data, kebenaran empirik, simpulan bersifat subjektif, bersifat fleksibel,
pentingnya makna terdalam (Depth Meaning), proses pengumpulan dan analisis
data secara simpulan.
2.
Sumber Data
Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif,
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan
kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian
yang tidak mengadakan perhitungan. Jadi dalam penelitian ini diperoleh dari
sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya,
10
diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Bila dikaitkan dengan penelitian
penulis, maka data primer merupakan data utama yang berkaitan dengan Gender
Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya. Data tersebut
diperoleh dari wawancara yang mendalam, yang mana pengumpulan data primer
ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam melalui percakapan
dengan informan, wawancara dimulai dengan tujuan khusus untuk memperoleh
keterangan yang sesuai dengan penelitian.Sedangkan sekunder ini peneliti dapat
dari buku serta materi tertulis yang relevan dengan tujuan penelitian. Jika
dikaitkan dengan penelitian penulis, maka data sekunder peneliti diperoleh dari
pengumpulan data dari pihak Hizbut Tahrir Surabaya baik berupa dokumen atau
arsip-arsip tertulis lainnya.
3.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan langkah paling strategis dalam
melakukan penelitian, sebab tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa mengetahui metode pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang diterapkan.14 Sehingga
dalam penelitian ini dilakukan teknik-teknik sebagai berikut:
a. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui komunikasi
langsung antara peneliti dengan narasumber. Wawancara ini merupakan
percakapan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi maupun data, yang
dilakukan dengan cara bertatap muka secara lansung tidak melalui telpon.
14
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2012), 224.
11
Metode ini menggunaan percakapan secara langsung tanpa direncanakan, yang
pertanyaannya tidak terstruktur, namun berpusat pada satu pokok masalah.15
Dalam metode ini digunakan untuk mencari informasi mengenai gender dalam
perspektif HTI cabang Surabaya.
b. Metode Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan mengamati
langsung di tempat tersebut. Menurut Patton salah satu hal yang penting,
namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak
terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil observasi menjadi
data penting karena penelitian akan mendapatkan pemahaman lebih baik
tentang konteks dalam hal yang diteliti akan atau terjadi, selain itu, peneliti
juga dapat memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak
diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan catatan atau kumpulan peristiwa yang
telah didapat. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.16 Peneliti menggunakan sarana media cetak dan
media elektronik sebagai bukti yang relevan.
4.
Analisis Data
Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman
15
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial (Jakarta: Airlangga, 2009), 104.
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi “Mixed Methode” (Bandung: Alfabeta, 2011),
240.
16
12
peneliti tentang permasalahan yang diteliti.17 Dalam metode analisa data, peneliti
menggunakan analisa data deskriptif-kualitatif.
Dalam metode analisa data, peneliti menggunakan analisa data kualitatif
dengan menggunakan model Miles dan Huberman. Langkah-langkah analisa data
diantaranya sebagai berikut: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan
kesimpulan serta verifikasi.
a. Pengumpulan data, yaitu sesuai dengan cara memperoleh data dengan
wawancara dan observasi.
b. Reduksi data, pada proses ini, data dicatat kembali dengan memilah dan
memilih data yang paling penting kemudian memfokuskan pada data
pokok.
c. Penyajian data, setelah data di reduksi kemudian data disajikan. Dengan
tujuan agar mudah dipahami biasanya penyajian data dalam penelitian
kualitatif bersifat naratif.
d. Kesimpulan awal masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada proses
pengumpulan data berikutnya, begitupun sebaliknya jika ditemukan buktibukti yang valid maka kesimpulan yang disampaikan merupakan
kesimpulan yang reliable dan kredibel.18
Penelitian kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang objektif.
Karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting.
17
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996),
104.
18
Sugiyono, metode Penelitian Kuantitatif, 251 -252.
13
Melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat
tercapai. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan
dengan Trianggulasi. Adapun trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.19
Dalam memenuhi keabsahan data penelitian itu dilakukan Trianggulasi
dengan
sumber.
Menurut
Patton,
trianggulasi
dengan
sumber
berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif,
trianggulasi dengan sumber yang dilaksanakan pada penelitian ini yaitu
membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran penulisan dan pembahasan, proposal ini
akan dibagi menjadi beberapa bab yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan,
masing-masing bab akan digambarkan secara ringkas sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisikan gambaran umum
dari keseluruhan pembahasan dalam skripsi ini. Meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian yang terdahulu,
kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, merupakan pembahasan terkait dengan kerangkan teori yang
terdiri dari: seks dan gender, feminisme dan pemberdayaan perempuan.
19
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Refisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), 330.
14
Bab ketiga, merupakan pembahasan yang terkait dengan sejarah dan
perkembangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Bab keempat, merupakan analisis data dari hasil penelitian mengenai
“Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya” yang
terkait dengan pandangan HTI terhadap kesetaraan gender dan keterlibatan
perempuan HTI dalam proses pengambilan kebijakan dan gerakan.
Bab kelima, merupakan penutup yang di dalamnya mencakup kesimpulan
dan saran.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kajian mengenai kesetaraan gender seringkali diperhadapkan dengan
agama Islam. Beberapa kalangan dalam Islam tidak setuju dengan adanya
kesetaraan gender, terutama bagi kelompok Islam konservatif. Kelompok Islam
konservatif salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI memandang
kesetaraan gender sebagai produk Barat yang mengarahkan kepada pengikisan
akidah umat, penghancuran ketundukan terhadap syariat Allah (Islam), ketaatan
pada Allah, ketaatan pada Rasul-Nya dan ketaatan istri pada suami, selain itu juga
pemaksaan pada pola budaya dan ideologi barat (kufur).1
Menurut HTI, logika feminis yaitu tatanan semacam laki-laki menjadi
kepala rumah tangga, pencari nafkah utama merupakan budaya patriarki yang
menempatkan laki-laki lebih berkuasa dibanding perempuan. Dalam kaca mata
mereka, penataan peran sedemikian rupa tersebut mengakibatkan ketimpangan
gender alias ketidaksetaraan posisi perempuan dan laki-laki. Bahkan mereka
menganggap telah terjadi penindasan laki-laki terhadap perempuan. Berangkat
dari paradigma itulah mereka memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki
dan perempuan (gender equality).2
Padahal dalam hal ini, para feminisme berjuang untuk menghilangkan
sekat budaya partriarki, karena dianggap warisan kultural dari masyarakat primitif
1
Ismah Cholil, Menguak Racun Di Balik Madu Agenda Gender (Surabaya: Nabila
Production, 2006), 16.
2
Ibid., 3-4.
1
2
yang menempatkan laki-laki sebagai pemburu (hunter), dan perempuan sebagai
peramu (gatherer), lalu diteruskan kepada masyarakat agraris yang menempatkan
laki-laki di luar rumah (public sphere) mengelola pertanian, dan perempuan di
dalam rumah (domestic sphere) mengurus keluarga. Sekat budaya seperti ini
masih cenderung diakomodir di dalam masyarakat modern, terutama di dalam
sistem kapitalis.3
Selain itu, menurut para feminis pembagian kerja berdasarkan jenis
kelamin bukan saja merugikan perempuan, tetapi juga sudah tidak relevan lagi
untuk diterapkan di dalam masyarakat modern, karena laki-laki dan perempuan
mempunyai peluang dan potensi yang sama untuk mengakses berbagai bidang
profesi.4
Dalam hal inilah agenda pengarusutamaan gender pun dirancang
diberbagai lini. Mulai masalah kemiskinan, kesehatan, sosial hingga anak-anak.
Diantaranya untuk mengatasi perempuan yang miskin diprogramlah lembaga
keuangan khusus perempuan (LKP) sampai di tingkat kabupaten. Mereka juga
rajin melakukan advokasi terhadap tindak-tindak kekerasan terhadap perempuan
dan anak. Mereka melakukan pembelaan terhadap PSK (Pekerja Seks Komersial)
yang menjadi korban kekerasan aparat, pembelajaran bagi para wanita yang buta
huruf dan pelatihan keterampilan kepada para wanita. Mereka juga menunjukkan
kepedulian yang tinggi terhadap persoalan perdagangan perempuan dan anak serta
3
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur’an (Jakarta:
Paramadina, 1999), 95.
4
Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender menurut Tafsir Al-Sya’rawi (Jakarta:
Mizan Publika, 2004), 3.
3
persoalan krusial lainnya.5 Itu semua adalah agenda yang dirancang oleh feminis
untuk perempuan. Namun, bagi HTI itu semua adalah agenda yang dirancang
semanis madu, tetapi pada kenyataannya dengan agenda tersebut orang Islam
mengalami pengikisan akidah.
Sekilas, apa yang mereka perjuangkan tampak mulia. Terkesan sangat
perhatian kepada perempuan, mencintai perempuan dan anak-anak. Dan
tampaknya sebagaian masyarakat, khususnya mereka yang awam, cukup
merasakan nikmatnya “madu” dari agenda-agenda perjuangan gender itu. Padahal
tanpa disadari, di balik madu yang terasa manis itu, tersembunyi racun yang
sangat mematikan.6
Berangkat dari paradigma yang keliru dalam memandang kedudukan
antara laki-laki dan perempuan, maka para pejuang gender melakukan berbagai
upaya transformasi penyadaran keberbagai belahan dunia. Kendaraan yang
dipakai antara lain PBB, yakni dengan dicanangkannya tahun 1975 sebagai
“Tahun Internasional Perempuan” di Mexico City. Melalui tangan PBB, yakni
dengan dicanangkan berbagai agenda gender yang harus diratifikasi oleh seluruh
negara-negara dibawah PBB dan dijadikan acuan dalam setiap program-program
terkait gender. Misalnya, BPFA (Beijing Platform for Action / Landasan Aksi
Beijing), CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
Againts Women / Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan),
MDGs (Milenium Development Goals / Tujuan Pembangunan Milenium) dan
5
Cholil, Menguak Racun, 4.
Ibid., 4.
6
4
ICPD (International Conference Population and Development / Konferensi
Internasional Kependudukan dan Pembangunan).7
Namun, gerakan perempuan dalam HTI juga masih aktif, karena terdapat
realita yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa perempuan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari laki-laki. Dua jenis manusia ini hidup di tengahtengah masyarakat. Masing-masing mempunyai peran dan fungsi yang sama
apabila dilihat dari sisi keduanya sebagai manusia. Misalnya laki-laki dan
perempuan keduanya bisa menjalankan fungsi amar ma’ruf dan nahi munkar.
Namun masing-masing mempunyai peran yang berbeda apabila dilihat dari sisi
jenis kelamin.8
Peran perempuan dalam Islam mencakup peran domestik dan publik
(masyarakat). Peran domestik perempuan adalah rubbatul bait (ibu dan pengelola
rumah tangga), ini merupakan tugas pertama dan utama perempuan, karena hal ini
menjadi titik awal pembentukan generasi masa depan yang cemerlang. Sedangkan
peran publik adalah perempuan bagian dari masyarakat. Islam mengatur peran
perempuan di masyarakat baik yang wajib seperti berdakwah menyeru kepada
Islam, mengajak pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, membina
sesama perempuan untuk melakukan perubahan tatanan masyarakat dari
masyarakat kufur menjadi masyarakat Islam, maupun yang mubah (boleh
dikerjakan) seperti mengembangkan potensi dan mengaktualisasikan dirinya
dalam profesi yang ditekuninya.9
7
Ibid., 5.
Ibid., 17-18.
9
Ibid., 20-21.
8
5
Oleh sebab itu, tema kesetaraan gender dalam pandangan gerakan HTI
penting untuk dikaji dalam mengembangkan pengetahuan, terutama yang terkait
dengan ideologi gerakan keagamaan dan gender. Peneliti dalam mengambil judul
“Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya” memiliki
alasan tersendiri, yakni bagaimana HTI selaku kelompok Islam konservatif
memaknai adanya kesetaraan gender dan peran perempuan HTI dalam proses
pengambilan kebijakan dan gerakan. Karena, perempuan HTI juga aktif dalam
berdakwah menyeru pada Islam. Diambil cabang Surabaya, karena data-data yang
didapat dari HTI Surabaya.
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian yang berjudul “Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir
Indonesia Cabang Surabaya” ini, peneliti memfokuskan penelitiannya kepada
pandangan HTI terhadap kesetaraan gender dan keterlibatan perempuan HTI
dalam proses pengambilan kebijakan dan gerakan. Berdasarkan latar belakang
yang telah dipaparkan diatas, maka penulis merumuskan suatu masalah, yaitu:
1.
Bagaimana pandangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap kesetaraan
gender?
2.
Bagaimana keterlibatan perempuan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam
proses pengambilan kebijakan dan gerakan?
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka Tujuan
Penelitian yang ingin di capai adalah:
1.
Untuk mengetahui pandangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tentang
kesetaraan gender.
2.
Untuk mengetahui keterlibatan perempuan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
dalam proses pengambilan kebijakan dan gerakan.
D. Manfaat Penelitian
Terdapat dua kategori manfaat yang didapat dalam penelitian tentang
“Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya” antara lain:
1.
Manfaat Teoritis
Menambah wacana ilmu dan menghasilkan konsep-konsep baru dalam
upaya meningkatkan pemahaman mengenai gender dalam perspektif Hizbut
Tahrir Indonesia cabang Surabaya, dan mendapat penjelasan yang lebih tajam
tentang bagaimana HTI memberi pandangan terhadap kesetaraan gender, dan
bagaimana keterlibatan perempuan HTI dalam proses pengambilan kebijakan dan
gerakan.
2.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu khasanah ilmu
pengetahuan baru bagi para pembaca atau para audien untuk mengembangkan
pengetahuannya yang terkait dengan ideologi gerakan keagamaan dan gender,
disamping itu dapat memberi masukan bagi peneliti.
7
E. Penelitian Yang Terdahulu
Sebelum kami melakukan penelitian tentang Gender Dalam Perspektif
Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya, sebelumnya pernah dilakukan oleh
Maslamah dan Suprapti Muzani.10 Dalam tulisan ini dijelaskan bahwa, gender
adalah pandangan atau keyakinan yang dibentuk oleh masyarakat tentang
bagaimana seharusnya seorang perempuan atau laki-laki dalam bertingkah laku
maupun berpikir. Di dalam al-Qur’an disebutkan bahwasanya al-Qur’an tidak
mengenal perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan yang membedakan
antara laki-laki dan perempuan hanyalah dari segi biologisnya.
Tulisan Sudarno Shobron11 yang menjelaskan bahwa strategi dakwah yang
dilakukan oleh HTI melalui kultural dan struktural atau politik, inilah yang
membedakan dengan strategi dakwah organisasi islam lainnya. Hanya saja,
strategi politik masih berkisar pembentukan opini publik melalui demonstrasi
pengerahan massa, belum berani tampil menjadi partai politik ideologis yang
resmi diakui oleh pemerintah.
Tulisan Mohamad Rafiuddin12 yang menjelaskan bahwa tujuan utama HTI
adalah melangsungkan kembali kehidupan islam dan mengemban kembali
dakwah islam ke seluruh penjuru dunia, serta mengajak kaum muslim untuk
kembali hidup secara islami dalam naungan khilafah islamiyah ala minhaj alnubuwwah. Untuk mencapai tujuan tersebut HTI menerapkan langkah-langkah
Maslamah dan Suprapti Muzani, “Konsep-konsep Tentang Gender Perspektif Islam”,
Jurnal Sawwa, Vol. 9 No. 2 (April, 2014).
11
Sudarno Shobron, “Model Dakwah Hizbut Tahrir Indonesia”, Profetika Jurnal Studi
Islam, Vol. 15 No. 1 (Juni 2014).
12
Mohamad Rafiuddin, “Mengenal Hizbut Tahrir (Studi Analisis Ideologi Hizbut Tahrir
vis a vis Nahdlatul Ulama)”, Jurnal Islamuna, Vol. 2 No. 1 (Juni 2015).
10
8
dakwahnya dalam 3 tahap: tatsqif (pembinaan dan pengkaderan), tafa’ul
(interaksi) dengan umat, dan istilam al-hukmi (menerima kekuasaan) dari umat.
Skripsi ini berbeda dengan studi-studi yang terdahulu. Skripsi ini hanya
terpacu pada kesetaraan gender dan keterlibatan peran perempuan HTI dalam
mengambil kebijakan dan gerakan. Oleh karena itu, masih belum ada penelitian
yang meneliti tentang “Gender dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang
Surabaya”.
F. Metode Penelitian
1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang terjadi pada
subyek penelitian, misalkan untuk mengetahui persepsi, motivasi, dan tindakan.
Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus, yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah.13
Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong, menyatakan bahwa
“metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat
diamati”. Sedangkan menurut Sugiyono, “metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), 6.
9
instrumen kunci”. Teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(membandingkan antara narasumber satu dengan narasumber lainnya) analisis
data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi.
Adapun ciri dan karakteristik dari penelitian yang menggunakan metode
penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan bersifat alamiah, bersifat
dinamis dan berkembang, fokus terhadap penelitian apa yang akan diteliti, bersifat
deskriptif, sasaran penelitian berlaku sebagai subjek penelitian, data penelitian
bersifat deskriptif, berfokus pada proses dan interaksi subjek, subjek terbatas,
pemilihan informan dilakukan terhadap informan kunci dari sumber data yang
hendak diteliti, kontak personal secara langsung, mengutamakan data langsung
(First Hand). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara,
observasi terlibat hubungan antara peneliti dengan informan terjalin akrab,
keabsahan data, kebenaran empirik, simpulan bersifat subjektif, bersifat fleksibel,
pentingnya makna terdalam (Depth Meaning), proses pengumpulan dan analisis
data secara simpulan.
2.
Sumber Data
Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif,
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan
kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian
yang tidak mengadakan perhitungan. Jadi dalam penelitian ini diperoleh dari
sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya,
10
diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Bila dikaitkan dengan penelitian
penulis, maka data primer merupakan data utama yang berkaitan dengan Gender
Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya. Data tersebut
diperoleh dari wawancara yang mendalam, yang mana pengumpulan data primer
ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam melalui percakapan
dengan informan, wawancara dimulai dengan tujuan khusus untuk memperoleh
keterangan yang sesuai dengan penelitian.Sedangkan sekunder ini peneliti dapat
dari buku serta materi tertulis yang relevan dengan tujuan penelitian. Jika
dikaitkan dengan penelitian penulis, maka data sekunder peneliti diperoleh dari
pengumpulan data dari pihak Hizbut Tahrir Surabaya baik berupa dokumen atau
arsip-arsip tertulis lainnya.
3.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan langkah paling strategis dalam
melakukan penelitian, sebab tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa mengetahui metode pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang diterapkan.14 Sehingga
dalam penelitian ini dilakukan teknik-teknik sebagai berikut:
a. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui komunikasi
langsung antara peneliti dengan narasumber. Wawancara ini merupakan
percakapan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi maupun data, yang
dilakukan dengan cara bertatap muka secara lansung tidak melalui telpon.
14
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2012), 224.
11
Metode ini menggunaan percakapan secara langsung tanpa direncanakan, yang
pertanyaannya tidak terstruktur, namun berpusat pada satu pokok masalah.15
Dalam metode ini digunakan untuk mencari informasi mengenai gender dalam
perspektif HTI cabang Surabaya.
b. Metode Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan mengamati
langsung di tempat tersebut. Menurut Patton salah satu hal yang penting,
namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak
terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil observasi menjadi
data penting karena penelitian akan mendapatkan pemahaman lebih baik
tentang konteks dalam hal yang diteliti akan atau terjadi, selain itu, peneliti
juga dapat memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak
diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan catatan atau kumpulan peristiwa yang
telah didapat. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.16 Peneliti menggunakan sarana media cetak dan
media elektronik sebagai bukti yang relevan.
4.
Analisis Data
Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman
15
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial (Jakarta: Airlangga, 2009), 104.
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi “Mixed Methode” (Bandung: Alfabeta, 2011),
240.
16
12
peneliti tentang permasalahan yang diteliti.17 Dalam metode analisa data, peneliti
menggunakan analisa data deskriptif-kualitatif.
Dalam metode analisa data, peneliti menggunakan analisa data kualitatif
dengan menggunakan model Miles dan Huberman. Langkah-langkah analisa data
diantaranya sebagai berikut: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan
kesimpulan serta verifikasi.
a. Pengumpulan data, yaitu sesuai dengan cara memperoleh data dengan
wawancara dan observasi.
b. Reduksi data, pada proses ini, data dicatat kembali dengan memilah dan
memilih data yang paling penting kemudian memfokuskan pada data
pokok.
c. Penyajian data, setelah data di reduksi kemudian data disajikan. Dengan
tujuan agar mudah dipahami biasanya penyajian data dalam penelitian
kualitatif bersifat naratif.
d. Kesimpulan awal masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada proses
pengumpulan data berikutnya, begitupun sebaliknya jika ditemukan buktibukti yang valid maka kesimpulan yang disampaikan merupakan
kesimpulan yang reliable dan kredibel.18
Penelitian kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang objektif.
Karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting.
17
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996),
104.
18
Sugiyono, metode Penelitian Kuantitatif, 251 -252.
13
Melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat
tercapai. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan
dengan Trianggulasi. Adapun trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.19
Dalam memenuhi keabsahan data penelitian itu dilakukan Trianggulasi
dengan
sumber.
Menurut
Patton,
trianggulasi
dengan
sumber
berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif,
trianggulasi dengan sumber yang dilaksanakan pada penelitian ini yaitu
membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran penulisan dan pembahasan, proposal ini
akan dibagi menjadi beberapa bab yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan,
masing-masing bab akan digambarkan secara ringkas sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisikan gambaran umum
dari keseluruhan pembahasan dalam skripsi ini. Meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian yang terdahulu,
kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, merupakan pembahasan terkait dengan kerangkan teori yang
terdiri dari: seks dan gender, feminisme dan pemberdayaan perempuan.
19
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Refisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), 330.
14
Bab ketiga, merupakan pembahasan yang terkait dengan sejarah dan
perkembangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Bab keempat, merupakan analisis data dari hasil penelitian mengenai
“Gender Dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia Cabang Surabaya” yang
terkait dengan pandangan HTI terhadap kesetaraan gender dan keterlibatan
perempuan HTI dalam proses pengambilan kebijakan dan gerakan.
Bab kelima, merupakan penutup yang di dalamnya mencakup kesimpulan
dan saran.
15
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Seks dan Gender
Gender dapat diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi nilai dan perilaku. Secara kodrat, memang diakui adanya
perbedaan (distinction), bukan pembedaan (discrimination) antara laki-laki
dengan perempuan yaitu dalam aspek biologis.1
Dahulu pada masyarakat primitif, orang belum banyak tertarik untuk
membedakan seks dan gender, karena persepsi yang berkembang di dalam
masyarakat menganggap perbedaan gender (gender differences) sebagai akibat
pembedaan seks (sex differences). Pembagian peran dan kerja secara seksual
dipandang sesuatu hal yang wajar. Akan tetapi, dewasa ini disadari bahwa, tidak
mesti perbedaan seks menyebabkan ketidakadilan gender (gender inequality).2
Dalam wacana feminis Anglo-America, istilah gender telah digunakan
beberapa tahun yang lalu dalam bidang makna sosial, budaya, dan makna
psikologis untuk menentukan identitas seksual biologis. Dalam persoalan relasi
gender menurut seorang teoritisi Jane Flax, gender merupakan satu-satunya
kemajuan paling penting dalam teori feminis. Dengan demikian term gender
memiliki makna yang berbeda dengan term seks yang mengacu pada makna
identitas biologis sebagai perempuan atau laki-laki atau dengan term sexuality
yakni sebuah totalitas dari orientasi, kecenderungan, dan perilaku seksual
Tri Haryani, “Konsep Umum Tentang Gender”, library.walisongo.ac.id (Sabtu, 28
Januari 2017, 09:51)
2
Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender, 61.
1
15
16
individu. Sementara itu pandangan tradisional berpegang pada pendapat bahwa
seks, gender, dan sexuality adalah sama.3
Ann Oakley, ahli sosiologi Inggris, merupakan orang pertama yang
melakukan pembedaan antara seks dan gender. Pembedaan seks berarti perbedaan
atas dasar ciri-ciri biologis, terutama yang menyangkut prokreasi (hamil,
melahirkan, dan menyusui). Perbedaan gender adalah perbedaan simbolis atau
sosial yang berpangkal kepada perbedaan seks, tetapi tidak selalu identik
dengannya.4 Tetapi dalam hal ini masih banyak perdebatan mengenai perbedaan
seks dan gender. Selain itu, banyak gerakan-gerakan yang muncul dengan
membela hak-hak perempuan agar setara dengan laki-laki.
Perbedaan secara biologis antara laki-laki dengan perempuan ini
senantiasa digunakan untuk menentukan dalam relasi gender, seperti pembagian
status, hak-hak, peran, dan fungsi di dalam masyarakat. Padahal, gender yang
dimaksud adalah mengacu kepada peran perempuan dan laki-laki yang
dikonstruksikan secara sosial. Di mana peran-peran sosial tersebut bisa dipelajari,
berubah dari waktu ke waktu, dan beragam menurut budaya dan antar budaya.5
Karena dalam pranata sosial yang berkembang, pemahaman tentang
kodrat, secara khusus perempuan, lebih banyak bersifat pelarangan-pelarangan
atau pembatasan-pembatasan peran-peran sosial-budaya perempuan. Atas dalih
“sudah kodratnya”, perempuan diasumsikan sebagai pemikul beban atas kerja di
sektor rumah tangga (domestik) secara penuh, dan peluang untuk berkarir secara
3
Ibid., 61.
Ratna Saptari dan Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial Sebuah
Pengantar Studi Perempuan (Jakarta: Kalyanamitra, 1997), 89.
5
Haryani, “Konsep Umum Tentang Gender”.
4
17
lebih luas dalam sektor publik dikesampingkan. Kodrat perempuan sudah sarat
dengan muatan-muatan budaya lokal. Kodrat merupakan sesuatu yang didasarkan
pada faktor biologis. Kodrat bukan lagi sesuatu yang given (berkah) dari Tuhan,
tetapi ada unsur-unsur konstruksi sosial-budaya masyarakat.6
Berdasarkan Queer Studies yang diperkenalkan Judith P. Butler7 tidak ada
identitas gender yang asli, semuanya dibentuk melalui ekspresi dan pertunjukan
yang berulang-ulang hingga terbentuk identitas gender. Selain itu, Butler juga
mengatakan bahwa seks dan gender adalah suatu yang bersifat cair (fluid), tidak
alamiah, dan berubah-ubah, serta dikonstruksi oleh kondisi sosial.8
Dalam teori performativitas ini Butler menolak prinsip identitas yang
memiliki awal dan akhir, dari sini dapat dimengerti bahwa pandangan Butler
tentang seseorang dapat memiliki identitas maskulin atau feminin dalam waktu
yang bersamaan atau feminin dan maskulin di waktu yang berbeda. Jika identitas
seksual seseorang tidak final, tidak stabil, seharusnya tidak ada keharusan seorang
perempuan menyukai laki-laki dan sebaliknya. Namun masyarakat tentu tidak
menghendaki yang demikian, karena subjek dibentuk oleh culture dan diskursus,
dimana ada suatu aturan yang disebarkan melalui repetisi.9
Teori performativitas gender memperlihatkan bagaimana diskursus
maupun tindakan yang terus dilakukan oleh masyarakat secara berulang-ulang
6
Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan dalam Islam (Jakarta: The Asia Foundation,
1999), 7.
7
Judith P. Butler adalah seorang filsuf post-strukturalis Amerika. Ia lahir di Cleveland,
Ohio, Amerika Serikat, 24 Februari 1956. Butler adalah guru besar di Jurusan Rhetoric
and Comparative Literature, Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat.
Witriyatul
Jauhariyah,
“Gender
dan
Seks
dalam
Konstruksi
Sosial”,
www.jurnalperempuan.org (Selasa, 04 April 2017, 09:53)
8
Ibid.
9
Ibid.
18
menghasilkan pengertian tentang seks dan gender baik sebagai laki-laki maupun
perempuan. Proses materialisasi gender yang selama ini dilakukan berada dalam
sistem hegemoni heteroseksual, sehingga jika gender seseorang keluar dari norma
sosial yang berlaku, dikatakan menyimpang. Inilah kekeras