GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM (2)
GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh: Siti Uriana Rahmawati Fuad
A.
PENDAHULUAN
Para aktivis kajian perempuan (feminis) mengemukakan, dalam kehidupan sosial perempuan
diletakkan pada dua simbol. Pertama, simbol kekuatan. Perempuan bagaikan magnet yang
mampu membangkitkan jiwa, memberi rahasia cinta kasih, memberi rasa nyaman, dan
menghibur di kala duka. Perempuan merupakan sang dewi kecantikan dan keindahan yang
senantiasa disanjung dan dipuja. Kedua, simbol kelemahan. Perempuan bagaikan sosok yang
tidak memiliki daya, minim cipta dan karsa, terpuruk di pojok rumah dan bertugas seputar
sumur, dapur, dan kasur.
Kedua kondisi tersebut tidaklah membuat posisi perempuan lebih baik, namun yang muncul
justru sikap untuk mendudukkan perempuan pada posisi yang tidak penting serta
meminggirkannya dalam kehidupan sosial. Lebih parah lagi, perempuan dianggap sebagai
the second sex.
Bersamaan dengan itu, para feminis mulai mempertanyakan keterpurukan perempuan dan
mepersoalkan perbedaan gender yang berdampak pada ketidakadilan dan diskriminasi.
Bila ditilik dari sisi sejarah (historis), isu gender mulai dikumandangkan sekitar tahun 1960an, ketika gerakan yang menamakan dirinya feminisme Barat di benua Eropa dan Amerika
menuntut kebebasan dan persamaan hak agar kaum perempuan dapat menyamai laki-laki
dalam sektor publik, misalnya ekonomi, sosial, dan politik. Semenjak itulah, para pakar di
pelbagai negara menjadikan pemikiran gender sebagai tema diskusi yang hangat dan
menarik.
Tampaknya, para pakar di Indonesia tidak mau ketinggalan mengambil bagian dalam
pemikiran tersebut, yaitu sekitar akhir tahun 1980-an, masalah gender mulai marak
diperbincangkan[1]. Tentunya perbincangan tersebut tidak dapat dilepaskan dengan
kepribadian bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Mereka
menempatkan agama sebagai sesuatu yang sangat penting. Sehingga pemikiran gender pun
dapat disoroti dan dianalisis dengan menggunakan kacamata Islam.
Islam seringkali dikaitkan dengan diskriminasi terhadap wanita. Imej penindasan terhadap
kaum Hawa ini diperkuat lagi dengan apa yang berlaku di sebahagian negara yang membawa
nama Islam. Adanya larangan mufti Mesir pada tahun 50-an bahawa kaum wanita tidak
dibenarkan berpartisipasi dalam segala bentuk aktiviti umum dan membataskan diri dengan
aktiviti dalam rumah (domestic) sahaja; pemerintahan Taliban yang suatu ketika telah
menafikan hak pendidikan bagi wanita; terdapatnya hak wali untuk memaksa anak
perempuannya menikah dengan orang yang tidak dikenalinya di Pakistan; merupakan
sebahagian daripada contoh dan senario yang menguatkan i imej diskriminasi tersebut[2].
Gerakan perempuan Islam di Indonesia tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan merupakan
sebuah proses bertahap yang disertai dengan isu-isu yang sedang berkembang di zamannya.
Proses ini dimulai sejak abad ke 19 dalam bentuk perlawanan terhadap penjajahan Belanda,
misalnya: Cut Nya’ Dien, Cut Mutia, Nyai Ageng Serang, dan sebagainya.
Perjuangan dan pergerakan perempuan terus-menerus dilakukan oleh tokoh-tokoh perempuan
di Indonesia hingga sekarang dengan berbagai problematika dan tantangannya. Gerakan
perempuan berbasis LSM, Perguruan Tinggi, maupun keagamaan merasakan perjuangan
perempuan tidak pernah tuntas, satu isu berhasil diperjuangkan, menyusul isu lain muncul
dan berkembang mengikuti siklus sesuai dengan perubahan-perubahan sosial dan isu-isu di
masyarakat.
Women in Development (WID) yang diperkenalkan oleh Pusat Studi dan LSM perempuan
tahun 70-an dan diimplementasikan tahun 80-an, turut mempengaruhi corak gerakan
perempuan Islam di Indonesia. WID merupakan pendekatan pembangunan dengan
mengintegrasikan perempuan dalam sebuah sistem pembangunan nasional yang ditandai
dengan prinsip effisiensi, dan mengatasi ketertinggalan perempuan dalam pembangunan.
Salah satu strategi WID adalah memberikan akses pada perempuan untuk berpartisipasi
dalam pembangunan di bidang-bidang yang masih beraroma stereotype gender tanpa diikuti
penyadaran bagi laki-laki, melahirkan peran ganda perempuan yang berdampak pada beban
berlipat bagi perempuan. Perempuan lebih banyak mendukung keberhasilan pembangunan,
tetapi bukan sebagai penikmat hasil pembangunan.
Organisasi wanita yang lahir pada era ini merupakan organisasi subordinat laki-laki, sehingga
kurang memiliki kemandirian dalam mengelola organisasi. Pergerakan perempuan Islam
berbasis organisasi keagamaan tidak lepas dari pendekatan WID ini. Keberadaan Aisyiyah,
Muslimat NU, Al-Hidayah, dan organisasi perempuan berbasis pesantren yang telah eksis
sejak angkatan sebelum ini, merupakan underbow dari organisasi induknya di mana laki-laki
mendominasi posisi organisasi induk sehingga intervensi laki-laki atas keputusan penting
masih sangat besar.
WID belum cukup efektif menjadi sebuah pendekatan dalam pemberdayaan perempuan.
Konferensi Perempuan Dunia ke-3 di Naerobi tahun 1985 membahas pendekatan baru yaitu
Gender and Development (GAD), di mana perempuan dan laki-laki bersama-sama dalam
mendapatkan akses, partisipasi, kontrol atas sumber daya, dan penerima manfaat hasil
pembangunan secara adil. Kemudian ide pendekatan GAD dibahas lebih lanjut melalui
Konferensi Perempuan ke-4 di Beijing tahun 1995. Konferensi ini bertema: Persamaan,
Pembangunan, Perdamaian. Konferensi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi yang harus
dilaksanakan oleh negara-negara anggota PBB dalam upaya meningkatkan akses dan kontrol
kaum perempuan atas sumber daya ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Komitmen
internasional tersebut melahirkan Beijing Platform For Action (BPFA) berikut rumusan
sasaran-sasaran strategis yang harus dicapai dari 12 bidang kritis yang ditetapkan, yaitu: 1)
Perempuan dan Kemiskinan; 2) Pendidikan dan Pelatihan bagi Perempuan; 3) Perempuan dan
Kesehatan; 4) Kekerasan terhadap Perempuan; 5) Perempuan dan Konflik Senjata; 6)
Perempuan dan Ekonomi; 7) Perempuan dalam Kedudukan Pemegang Kekuasaan dan
Pengambilan Keputusan; 8) Mekanisme Institusional untuk Kemajuan Perempuan; 9) Hakhak Asasi Perempuan; 10) Perempuan dan Media Massa; 11). Perempuan dan Lingkungan;
12) Anak-anak Perempuan[3].
Mengingat kompleksitas permasalahan gender, maka tulisan ini dibatasi pada uraian tentang
isu gender tersebut dengan pendekatan agama Islam sebagai tolok ukurnya, meliputi:
pengertian gender, pengertian kesetaraan dan keadilan gender, kesetaraan gender menurut
Islam, dan terakhir penutup.
B.
PENGERTIAN GENDER
Istilah gender seringkali dikaitkan dengan seks/ jenis kelaman. Gender adalah perbedaan
fungsi dan peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki
dan perempuan. Sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda, dan dapat
berubah dari waktu ke waktu. Sedangkan Seks/kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari
perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat
ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku
selamanya. Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender
berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan
dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat
mereka berada.
Dari uraian di atas, gender dapat dikatakan sebagai pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab
antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh sosial- budaya dan dapat
berubah sesuai perkembangan zaman. Dengan demikian perbedaan anatar gender dan jenis
kelamin (seks) sebagai berikut: kalau gender: dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung
waktu, budaya setempat, dan bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia.
Sedangkan seks/ jenis kelamin tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku
sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau
ciptaan Tuhan.
Adapun menurut Oakley (1972) dalam Sex, Gender, and Society, gender berarti perbedaan
yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis adalah perbedaan jenis
kelamin (sex) yang merupakan kodrat Tuhan, dan oleh karenanya secara permanen berbeda.
Adapun gender adalah perbedaan perilaku (behavioral differences) antara laki-laki dan
perempuan, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan, melainkan
diciptakan oleh manusia melalui proses sosio-kultural yang panjang. Oleh karena itu, gender
berubah dari masa ke masa[4]. Gender juga dapat dikatakan sebagai hubungan sosial yang
membedakan antara laki-laki dan perempuan menurut kedudukan, fungsi, dan peran masingmasing dalam pelbagai kondisi dan bidang kehidupan[5].
Seks/ jenis kelamin biologis merupakan kodrat atau pemberian Allah yang tidak dapat
dipertukarkan. Secara kodrati, manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan. Kodrat ini tidak
dapat diubah, sama sepanjang zaman, dan di belahan dunia manapun. Hanya perempuan yang
dapat haidl (menstruasi), hamil, melahirkan, serta menyusui. Semua fungsi semacam ini
tidak dapat digantikan laki-laki. Sedangkan gender merupakan realitas sosio-kultural yang
menentukan laki-laki dan perempuan dilihat dari: status, kegiatan, peranan, hak dan
kewajiban, sifat, dan sebagainya, baik yang nyata maupun yang menjadi harapan manyarakat
(citra) tertentu dan pada kurun waktu tertentu.
Masyarakat menciptakan citra yang pantas dilakukan laki-laki dan perempuan. Misalnya,
masyarakat mengalokasikan kedudukan laki-laki sebagai pencari nafkah, kepala keluarga,
dan bersikap tegas. Sedangkan perempuan menjadi ibu rumah tangga, bertanggung jawab
atas pengasuhan anak, dan berperangai lemah lembut[6].
Untuk lebih jelasnya, perpedaan antara seks (jenis kelamin) dan gender dapat dilihat dalam
tabel berikut ini:
Perbedaan Laki-Laki dan Perempuan Berdasarkan Seks
KATEGORI
PEREMPUAN
LAKI-LAKI
Alat kelamin
Vagina, memiliki rahim, dan
payudara
Penis dan sperma
Potensi
Menstruasi, hamil, melahirkan, dan Pembuahan
menghasilkan ASI
Perbedaan Laki-Laki dan Perempuan Berdasarkan Gender
KATEGORI
PEREMPUAN
LAKI-LAKI
Sifat
Feminim
Maskulin
Lingkup Kegiatan
Domestik
Publik
Fungsi
Reproduktif
Produktif
Peran
Pencari nafkah tambahan
Pencari nafkah utama
Ibu rumah tangga
Kepala keluarga
Sebenarnya pembagian peran dan kedudukan secara seksual sudah berlangsung lama,
terutama didasarkan pada sifat biologis yang membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Dalam perkembangan kehidupan manusia, pembedaan jenis kelamin dan perbedaan
fungsinya menimbulkan penafsiran budaya yang akhirnya memberikan kesimpulan tentang
sifat khas laki-laki dan sifat khas perempuan. Pemikiran ini menyimpulkan, laki-laki lebih
kuat, tegar, rasional, dan sebagainya. Sedangkan perempuan lebih lemah, emosional, dan
sebagainya. Pola semacam ini mulai terpupuk sejak masa awal pengasuhan dan sosialisasi
anak-anak yang membedakan antara anak lelaki dan anak perempuan. Tentunya hal ini
diawali dari keluarga, kemudian berlanjut ke bangku sekolah, dan berakhir dalam kehidupan
masyarakat.
Pada dasarnya gerakan gender merupakan upaya mencari keadilan, ingin menempatkan
perempuan pada posisi yang proporsional, sama, dan setara dengan laki-laki sehingga tidak
ada perbedaan-perbedaan yang bersifat diskriminatif[7]. Namun demikian, kehadiran konsep
gender yang diusung aktifis feminisme dan pihak-pihak yang peduli dengan isu kesetaraan,
dipandang sebagai sebuah gagasan yang dapat merusak tatanan sosial yang sudah mapan.
C. PENGERTIAN KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi
dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan pertahanan dan
keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan
tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan
struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki.
Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi,
marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara
perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan
berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil
dari pembangunan. Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan
untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan
terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki
kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya.
Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.
Selanjutnya Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting
dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia sehingga seluruh
negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut. Upaya mewujudkan
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional
sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, UU No. 25
th. 2000 tentang Program Pembangunan Nasional-PROPENAS 2000-2004, dan dipertegas
dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam
Pembangunan nasional, sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender. Disamping itu pengarusutamaan gender juga merupakan salah satu dari
empat key cross cutting issues dalam Propenas. Pelaksanaan PUG diisntruksikan kepada
seluruh departemen maupun lembaga pemerintah dan non departemen di pemerintah
nasional, propinsi maupun di kabupaten/kota, untuk melakukan penyusunan program dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dengan mempertimbangkan
permasalahan kebutuhan, aspirasi perempuan pada pembangunan dalam kebijakan,
program/proyek dan kegiatan Disadari bahwa keberhasilan pembangunan nasional di
Indonesia baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat sangat
tergantung dari peran serta laki-laki dan perempuan sebagai pelaku dan pemanfaat hasil
pembangunan. Pada pelaksanaannya sampai saat ini peran serta kaum perempuan belum
dioptimalkan. Oleh karena itu programpemberdayaan perempuan telah menjadi agenda
bangsa dan memerlukan dukungan semua pihak.
Faktor penyebab kesenjangan gender yaitu Tata nilai sosial budaya masyarakat, umumnya
lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan (ideology patriarki); Peraturan perundangundangan masih berpihak pada salah satu jenis kelamin dengan kata lain belum
mencerminkan kesetaraan gender; penafsiran ajaran agama yang kurang komprehensif atau
cenderung tekstual kurang kontekstual, cenderung dipahami parsial kurang holistik;
kemampuan, kemauan dan kesiapan perempuan sendiri untuk merubah keadaan secara
konsisten dan konsekwen; rendahnya pemahaman para pengambil keputusan di eksekutif,
yudikatif, legislatif terhadap arti, tujuan, dan arah pembangunan yang responsif gender.
Adanya kesenjangan pada kondisi dan posisi laki-laki dan perempuan menyebabkan
perempuan belum dapat menjadi mitra kerja aktif laki-laki dalam mengatasi masalah-masalah
sosial, ekonomi dan politik yang diarahkan pada pemerataan pembangunan. Selain itu
rendahnya kualitas perempuan turut mempengaruhi kualitas generasi penerusnya, mengingat
mereka mempunyai peran reproduksi yang sangat berperan dalam mengembangkan sumber
daya manusia masa depan[8].
1. KESETARAAN GENDER MENURUT ISLAM
Ketimpangan sosial-budaya antara laki-laki dan perempuan masih sering dipertahankan
dengan dalili-dalil agama. Bahasa agama-agama, terutama agama-agama anak cucu Nabi
Ibrahim (Abrahamic Religions), secara tekstual memang banyak memihak kepada laki-laki.
Tuhan digambarkan sebagai sosok laki-laki, sebagaimana terlihat pada kata ganti Tuhan
dengan menggunakan kata ganti laki-laki هو. Bahkan beberapa agama tertentu mengidialisir
sosok laki-laki sebagai setengah Tuhan dan perempuan sebagai setengah iblis. Bahasa-bahasa
agama seringkali dilibatkan untuk melestarikan kondisi di mana kaum perempuan tidak
menganggap dirinya sejajar dengan laki-laki[9]
Isu ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan, memunculkan gerakan untuk
memperjuangkan hak-hak perempuan. Hal ini juga dilakukan oleh kaum feminisme, yaitu
gerakan yang sudah tua, namun baru pada tahun 60-an dianggap sebagai lahirnya gerakan itu.
Gerakan feminisme itu muncul di Amerika sebagai bagian dari kultur radikal hak-hak sipil
(civil rights) dan kebebasan seksual (sexual liberation). Buku Betty Friedan yang berjudul
The Feminist Mystique (1963) laku keras. Setelah itu berkembang kelompok feminis yang
memperjuangkan nasib kaum perempuan memenuhi kebutuhan praktis, seperti pengasuhan
anak (childcare), kesehatan, pendidikan, aborsi, dan sebagainya. Kemudian, gerakan itu
merambat ke Eropa, Kanada, dan Australia yang selanjutnya kini telah menjadi gerakan
global dan mengguncang Dunia Ketiga.
Berbeda dengan pandangan para feminis, Islam diturunkan oleh Allah Yang Maha Adil dan
Maha Mengetahui hakikat kaum Hawa, maka kaum perempuan ditempatkan pada posisi yang
layak demi kepentingan dan kebahagiaan mereka di dunia maupun di akhirat. Karena itu,
kalau ditelusuri dalam konsep Islam, sesungguhnya yang menarik adalah bahwa surga bagi
wanita lebih mudah dicapai dari pada kaum pria. Seperti dialog yang terjadi antara Asma'
binti Sakan dengan Rasulullah saw. Asma' berkata, "Wahai Rasulullah, bukankah Engkau
diutus oleh Allah untuk kaum pria dan juga wanita. Mengapa sejumlah syariat lebih berpihak
kepada kaum pria? Mereka diwajibkan jihad, kami tidak. Malah, kami mengurus harta dan
anak mereka di kala mereka sedang berjihad. Mereka diwajibkan melaksanakan shalat Jum'at,
kami tidak. Mereka diperintahkan mengantar jenazah, sedangkan kami tidak." Rasulullah
saw. tertegun atas pertanyaan wanita ini sambil berkata kepada para shahabatnya,
"Perhatikan! betapa bagusnya pertanyaan wanita ini." Beliau melanjutkan, "Wahai Asma'!
sampaikan jawaban kami kepada seluruh wanita di belakangmu, yaitu apabila kalian
bertanggung jawab dalam berumah tangga dan taat kepada suami, kalian dapatkan semua
pahala kaum pria itu." (Diterjemahkan secara bebas, HR Ibnu Abdil Bar)
Dalam Al-Qur'an, perempuan ditempatkan paling tidak dalam tiga posisi, yaitu:
1. Perempuan sebagai pendamping laki-laki, karena mereka adalah manusia yang satu.
Firman Allah swt,
(21) ت للنقوومم ي نتننفك ك نررونن
نولمون آ ننيالتله أ نون نخل ننق ل نك روم لمون أ نن ورفلسك روم أ نوزنواةجا للتنوسك ررنوا لإل ني ونها نونجنعنل بني ون نك روم نمنو كندةة نونروحنمةة لإ كنن لفي نذللنك ل نآ ننيا م
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Ar-Ruum: 21).
(13) علليمر نخلبيرر
جنعل ونناك روم رشرعوةبا نونقنبالئنل للتننعانررفوا لإ كنن أ نك ونرنمك روم لعن وند الل ك نله أ نتونقاك روم لإ كنن الل ك ننه ن
نيا أ ني ركنها ال كننارس لإ كننا نخل نوقنناك روم لمون نذك نمر نوأ رن ونثى نو ن
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan ...." (Al-Hujuraat: 13).
(1) عل ني وك روم نرلقيةبا
خل ننق لمن ونها نزوونجنها نوبن كن
نيا أ ني ركنها ال كننارس اتكنرقوا نربكنك ررم ال ك نلذي نخل ننقك روم لمون ن نوفمس نوالحندمة نو ن
ث لمن ورهنما لرنجاةلا ك نلثيةرا نولننساةء نواتكنرقوا الل ك ننه ال ك نلذي تننسانءرلونن لبله نوال وأ نورنحانم لإ كنن الل ك ننه نكانن ن
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari
diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain ...." (An-Nisaa': 1).
) كون ن كنن لمنن ال كنشالكلرينن
حا ل نن ن ر
ت نحومةلا ن
خلفيةفا نفنم كنر و
عنوا الل ك ننه نربكنرهنما ل نلئون آ نتني وتنننا نصالل ة
ت ند ن
ت لبله نفل ن كنما أ نث ونقل ن و
جنها للي نوسك رنن لإل ني ونها نفل ن كنما تننغ كنشانها نحنمل ن و
رهنو ال ك نلذي نخل ننقك روم لمون ن نوفمس نوالحندمة نونجنعنل لمن ونها نزوو ن
(189
"Dialah yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia
menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya." (Al-A'raaf: 189).
حنفندةة نونرنزنقك روم لمنن ال كنط لي كنبا ل
(72) ت أ ننفلبال ونبالطلل ي روؤلمرنونن نولبلنوعنملة الل ك نله رهوم ي نك ورفررونن
نوالل ك نره نجنعنل ل نك روم لمون أ نن ورفلسك روم أ نوزنواةجا نونجنعنل ل نك روم لمون أ نوزنوالجك روم بنلنينن نو ن
"Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari
istri-istri kamu itu, anak-anak, dan cucu-cucu, dan memberimu rizki dari yang baik-baik.
Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?"
(An-Nahl: 72).
1. Keimanan perempuan sama dengan laki-laki, bahkan perempuan dapat dispensasi
tidak shalat saat datang bulan/ haidh.
لإ كنن ال ك نلذينن نفتنرنوا ال ورموؤلملنينن نوال ورموؤلمننا ل
(10) حلريلق
جنهن كننم نول نرهوم ن
ت ث ركمن ل نوم ي نرتوربوا نفل نرهوم ن
ب ال و ن
ب ن
عنذا ر
عنذا ر
"Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu'min
laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahanam
dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar." (Al-Buruuj: 10).
نوال ك نلذينن ي روؤرذونن ال ورموؤلملنينن نوال ورموؤلمننا ل
(58) ت لبنغي ولر نما اك وتننسربوا نفنقلد اوحتننمرلوا بروهنتاةنا نولإث وةما رملبيةنا
"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang Mu'min dan Mu'minat tanpa kesalahan yang
mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang
nyata."
(Al-Ahzab: 58).
عل نوم أ نن كنره نلا لإل ننه لإ ك نلا الل ك نره نواوستنوغلفور للنذن ولبنك نوللل ورموؤلملنينن نوال ورموؤلمننا ل
(19) ت نوالل ك نره ي نوعل نرم رمتننقل ك نبنك روم نونمثونواك روم
نفا و
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang Haq) melainkan Allah dan
mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mu'min, laki-laki dan
perempuan." (Muhammad: 19).
1. Balasan di dunia dan akhirat antara laki-laki dan perempuan adalah sama.
(40) ب
جن كننة ي رورنزرقونن لفينها لبنغي ولر لحنسا م
علمنل نصالل ة
جنزى لإ ك نلا لمثول ننها نونمون ن
علمنل نس لي كئنةة نفنلا ي ر و
نمون ن
حا لمون نذك نمر أ نوو أ رن ونثى نورهنو رموؤلمرن نفرأول نلئنك ي نودرخرلونن ال و ن
"Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan
sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh baik lakilaki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga,
mereka diberi rizki di dalamnya tanpa hisab." (Al-Mu'min: 40).
Demikian pandangan Islam menempatkan perempuan pada posisi yang terhormat. Sehingga,
apa pun peranannya baik sebagai anak, remaja, dewasa, ibu rumah tangga, kaum
professional, dan lain-lain mereka itu terhormat sejak kecil hingga usia lanjut[10].
Nabi Muhammad saw. diutus Allah membawa Islam untuk menebarkan kasih sayang bagi
semesta alam (rahmatan lil alamin) sebagaimana termaktub dalam surat
AlAnbiya’/21:107, sbb.:
(107)نونما أ نورنسل وننانك لإ ك نلا نروحنمةة للل ونعال نلمينن
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Secara historis, pada awal kehadiran Islam, budaya masyarakat Arab tempat kelahiran Nabi
saw. penuh dengan kekerasan, ketidakadilan, dan diskriminatif. Pola kehidupan yang banyak
didominasi sistem kabilah, pada gilirannya membuat masyarakat rawan konflik dan
perpecahan. Sehingga menjadi pemandangan lumrah, di mana yang kuat menindas yang
lemah. Bahkan kaum perempuan, budak, dan anak-anak merupakan kelompok masyarakat
lemah yang selalu terkalahkan dalam kehidupan sosial.
Islam datang memperbaiki tatanan di atas, memperlakukan manusia --laki-laki maupun
perempuan-- dengan semangat keadilan, pembebasan, anti penindasan, dan anti diskriminasi.
Nabi Muhammad saw sebagai pembawa syari’at Islam merupakan teladan bagi umatnya.
Beliau merupakan figur suami, bapak, dan laki-laki yang memegang teguh prinsip keadilan
dan anti kekerasan. Berdasarkan penuturan para istrinya, Nabi seumur hidupnya tidak pernah
memukul keluarganya, baik isteri, anak, maupun pembatunya. Nabi juga tidak pernah
mengeluarkan kata-kata kasar yang melukai hati isterinya. Jika tidak berkenan, beliau
memilih diam dan menyendiri. Nabi juga tidak menyetujui paktek diskriminasi antara lakilaki dan perempuan.
Perhatian Nabi Muhammad saw terhadap perempuan pada gilirannya membuat kaum
perempuan bebas mengekspresikan apa yang ada dalam pikirannya. Pada masa Nabi saw
telah muncul semacam komunitas yang menyuarakan aspirasi perempuan dengan juru bicara
Asma’ bin Yazid. Dengan demikian menjadi jelas bahwa Islam menempatkan perempuan
dalam posisi yang terhormat, tidak dipinggirkan dan didiskriminasikan[11].
Berikut ini dipaparkan beberapa prinsip kesetaraan gender dalam Islam, sbb.:
1. Laki-Laki Dan Perempuan Sama-Sama Hamba Allah
Salah satu tujuan penciptaan manusia, untuk menyembah Allah SWT., sebagaimana
dinyatakan dalam surat az-Zariyat/51:56, sbb. :
(56)ت ال ولج كنن نوال ولإن ونس لإ ك نلا للي نوعبرردولن
نونما نخل نوق ر
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Semua manusia mempunyai kesempatan sama untuk menjadi hamba ideal
di mata Allah
SWT., yaitu menjadi orang yang bertaqwa. Untuk mencapai derajat ini tidak dikenal adanya
perbedaan jenis kelamin maupun etnis. Dalam kapasitasnya sebagai hamba Allah, laki-laki
dan perempuan akan mendapatkan penghargaan dari Tuhan sesuai kadar pengabdiannya,
sebagaimana dinyatakan surat An-Nahl/16:97, sbb.:
(97)جنررهوم لبأ نوحنسلن نما نكارنوا ي نوعنمرلونن
جلزي نن كنرهوم أ ن و
حنياةة نط لي كبنةة نول نن ن و
حا لمون نذك نمر أ نوو أ رن ونثى نورهنو رموؤلمرن نفل نن ر و
علمنل نصالل ة
نمون ن
حليي نن كنره ن
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.
1. Laki-Laki Dan Perempuan Sebagai Khalifah Di Muka Bumi
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi di samping untuk menjadi hamba yang
tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah, juga untuk menjadi khalifah di bumi,
sebagaimana dinyatakan dalam surat al-An’am/6:165, sbb.:
(165)ب نولإن كنره ل ننغرفورر نرلحيمر
نورهنو ال ك نلذي نجنعل نك روم نخنلالئنف ال وأ نورلض نونرنفنع بنوعنضك روم نفوونق بنوعمض ندنرنجا م
ت للي نبول رنوك روم لفي نما نءانتاك روم لإ كنن نربكننك نسلريرع ال ولعنقا ل
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang
apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kata khalifah dalam ayat Alquran surat al-An’am/6:165 ini tidak menunjuk pada salah satu
jenis kelamin atau kelompok etnis tertentu.
1. Laki-Laki Dan Perempuan Menerima Perjanjian Allah
Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian dari
Tuhan. Sebelum anak manusia keluar dari rahim ibunya, terlebih dahulu harus menerima
perjanjian dari Allah dan berikrar akan keberadaan-Nya
sebagaimana dinyatakan dalam
surat Al-A’raf/7:172, sbb.:
(172) غالفللينن
عون نهنذا ن
عنلى أ نن ورفلسلهوم أ نل نوس ر
ت لبنر لبكك روم نقارلوا بننلى نشلهودننا أ نون تنرقورلوا ي نوونم ال ولقنيانملة لإ كننا ك ر كننا ن
نولإوذ أ ننخنذ نربكرنك لمون بنلني نءاندنم لمون رظرهولرلهوم رذلكري كنتنرهوم نوأ نوشنهندرهوم ن
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku
ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya
kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"
Dengan demikian, sejak awal kejadian manusia, dalam Islam tidak dikenal sistem
diskriminasi jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan
yang sama.
1. Laki-Laki Dan Perempuan Sama-Sama Berpotensi Meraih Prestasi
Peluang meraih prestasi maksimum dimiliki setiap laki-laki maupun perempuan tanpa ada
pembedaan. Islam menawarkan konsep kesetaraan gender yang ideal dengan memberi
ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun karier profesional
tidak harus dimonopoli salah satu jenis kelamin, sebagaimana dinyatakan dalam surat AliImran/3:195, sbb.:
(195) الية..... عالممل لمن وك روم لمون نذك نمر أ نوو أ رن ونثى بنوعرضك روم لمون بنوعمض
عنمنل ن
ب ل نرهوم نربكررهوم أ نلكني نلا أ رلضيرع ن
نفاوستن ن
جا ن
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya
Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki
atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.
Namun dalam kenyataannya, di tengah-tengah masyarakat sekarang ini, konsep ideal tersebut
masih membutuhkan tahapan dan sosialisasi karena terdapat beberapa kendala budaya yang
tidak mudah diselesaikan[12].
1. PENUTUP
Meskipun Islam telah menawarkan kesetaran gender sebagaimana di kemukakan di atas,
namun tidak dapat dipungkiri, realitas kehidupan sosial dewasa ini masih diwarnai
ketimpangan gender. Pemikiran masyarakat masih banyak dipengaruhi dengan pemahaman
keagamaan yang tidak adil secara gender, yang mereka anggap sebagai “agama” itu sendiri.
Untuk mengatasi hal ini, tidak ada cara lain kecuali menggali dan menemukan kembali
semangat keadilan, rahmatan lil alamin, anti kekerasan, dan anti diskriminasi dalam sumbersumber agama yang otentik. Sebab agama Islam tidak mungkin bertentangan dengan
kemanusiaan dan nilai-nilai universal; keadilan, kebajikan, dan kesetaraan. Wallahu A’lam Bi
ash-Shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996.
Fayumi, Badriyah, Jender dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2002.
Majelis Ulama Indonesia, Tuntunan Islam tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita,
Jakarta: MUI, 1999.
Murpratomo, A. Sulasikin, ”Gender dan Pembangun di Indonesia”, dalam Tuntunan Islam
Tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia Jakarta, 1999.
Noer, Zahara D., ”Kemitrasejajaran Pria dan Wanita dalam Perspektif Islam”, dalam
Tuntunan Islam Tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia, 1999.
Umar, Nasaruddin, “Memahami Bahasa Agama tentang Perempuan” dalam Mimbar Agama
& Budaya, Vol. XVIII, No. 2, 2001
Umar, Nasaruddin, ”Bias Jender dalam Penafsiran Al-Qur’an”, Pidato Pengukuhan Guru
Besar, Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002.
www.Khairaummah.com
www.alislamu.com
http://www.duniaesai.com
http://www.wahidinstitute.org/indonesia/content/view/651/52/1/2/
[1]Badriyah Fayumi, Jender dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2002), hal. 1.
[2]www.Khairaummah.com
[3]http://www.wahidinstitute.org/indonesia/content/view/651/52/1/2/
[4]www.alislamu.com; lihat juga Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 3.
[5]Majlis Ulama Indonesia, Tuntunan Islam tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita,
(Jakarta: MUI, 1999), hal. 1.
[6]A. Sulasikin Murpratomo, ”Gender dan Pembangun di Indonesia”, dalam Tuntunan Islam
tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, (Jakarta: Majlis Ulama Indonesia Jakarta, 1999),
hal. 117.
[7]Zahara D. Noer, ”Kemitrasejajaran Pria dan Wanita dalam Perspektif Islam”, dalam
Tuntunan Islam tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, (Jakarta: Majlis Ulama
Indonesia, 1999), hal. 43.
[8] http://www.duniaesai.com
[9]Nasaruddin Umar, “Memahami Bahasa Agama tentang Perempuan” dalam Mimbar
Agama & Budaya, Vol. XVIII, No. 2, 2001, hal. 111
[10] www.alislamu.com
[11]Badriyah Fayumi, Jender..., hal. 5.
[12]Nasaruddin Umar, ”Bias Jender dalam Penafsiran Al-Qur’an”, Pidato Pengukuhan Guru
Besar, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002), hal. 3.
Oleh: Siti Uriana Rahmawati Fuad
A.
PENDAHULUAN
Para aktivis kajian perempuan (feminis) mengemukakan, dalam kehidupan sosial perempuan
diletakkan pada dua simbol. Pertama, simbol kekuatan. Perempuan bagaikan magnet yang
mampu membangkitkan jiwa, memberi rahasia cinta kasih, memberi rasa nyaman, dan
menghibur di kala duka. Perempuan merupakan sang dewi kecantikan dan keindahan yang
senantiasa disanjung dan dipuja. Kedua, simbol kelemahan. Perempuan bagaikan sosok yang
tidak memiliki daya, minim cipta dan karsa, terpuruk di pojok rumah dan bertugas seputar
sumur, dapur, dan kasur.
Kedua kondisi tersebut tidaklah membuat posisi perempuan lebih baik, namun yang muncul
justru sikap untuk mendudukkan perempuan pada posisi yang tidak penting serta
meminggirkannya dalam kehidupan sosial. Lebih parah lagi, perempuan dianggap sebagai
the second sex.
Bersamaan dengan itu, para feminis mulai mempertanyakan keterpurukan perempuan dan
mepersoalkan perbedaan gender yang berdampak pada ketidakadilan dan diskriminasi.
Bila ditilik dari sisi sejarah (historis), isu gender mulai dikumandangkan sekitar tahun 1960an, ketika gerakan yang menamakan dirinya feminisme Barat di benua Eropa dan Amerika
menuntut kebebasan dan persamaan hak agar kaum perempuan dapat menyamai laki-laki
dalam sektor publik, misalnya ekonomi, sosial, dan politik. Semenjak itulah, para pakar di
pelbagai negara menjadikan pemikiran gender sebagai tema diskusi yang hangat dan
menarik.
Tampaknya, para pakar di Indonesia tidak mau ketinggalan mengambil bagian dalam
pemikiran tersebut, yaitu sekitar akhir tahun 1980-an, masalah gender mulai marak
diperbincangkan[1]. Tentunya perbincangan tersebut tidak dapat dilepaskan dengan
kepribadian bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Mereka
menempatkan agama sebagai sesuatu yang sangat penting. Sehingga pemikiran gender pun
dapat disoroti dan dianalisis dengan menggunakan kacamata Islam.
Islam seringkali dikaitkan dengan diskriminasi terhadap wanita. Imej penindasan terhadap
kaum Hawa ini diperkuat lagi dengan apa yang berlaku di sebahagian negara yang membawa
nama Islam. Adanya larangan mufti Mesir pada tahun 50-an bahawa kaum wanita tidak
dibenarkan berpartisipasi dalam segala bentuk aktiviti umum dan membataskan diri dengan
aktiviti dalam rumah (domestic) sahaja; pemerintahan Taliban yang suatu ketika telah
menafikan hak pendidikan bagi wanita; terdapatnya hak wali untuk memaksa anak
perempuannya menikah dengan orang yang tidak dikenalinya di Pakistan; merupakan
sebahagian daripada contoh dan senario yang menguatkan i imej diskriminasi tersebut[2].
Gerakan perempuan Islam di Indonesia tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan merupakan
sebuah proses bertahap yang disertai dengan isu-isu yang sedang berkembang di zamannya.
Proses ini dimulai sejak abad ke 19 dalam bentuk perlawanan terhadap penjajahan Belanda,
misalnya: Cut Nya’ Dien, Cut Mutia, Nyai Ageng Serang, dan sebagainya.
Perjuangan dan pergerakan perempuan terus-menerus dilakukan oleh tokoh-tokoh perempuan
di Indonesia hingga sekarang dengan berbagai problematika dan tantangannya. Gerakan
perempuan berbasis LSM, Perguruan Tinggi, maupun keagamaan merasakan perjuangan
perempuan tidak pernah tuntas, satu isu berhasil diperjuangkan, menyusul isu lain muncul
dan berkembang mengikuti siklus sesuai dengan perubahan-perubahan sosial dan isu-isu di
masyarakat.
Women in Development (WID) yang diperkenalkan oleh Pusat Studi dan LSM perempuan
tahun 70-an dan diimplementasikan tahun 80-an, turut mempengaruhi corak gerakan
perempuan Islam di Indonesia. WID merupakan pendekatan pembangunan dengan
mengintegrasikan perempuan dalam sebuah sistem pembangunan nasional yang ditandai
dengan prinsip effisiensi, dan mengatasi ketertinggalan perempuan dalam pembangunan.
Salah satu strategi WID adalah memberikan akses pada perempuan untuk berpartisipasi
dalam pembangunan di bidang-bidang yang masih beraroma stereotype gender tanpa diikuti
penyadaran bagi laki-laki, melahirkan peran ganda perempuan yang berdampak pada beban
berlipat bagi perempuan. Perempuan lebih banyak mendukung keberhasilan pembangunan,
tetapi bukan sebagai penikmat hasil pembangunan.
Organisasi wanita yang lahir pada era ini merupakan organisasi subordinat laki-laki, sehingga
kurang memiliki kemandirian dalam mengelola organisasi. Pergerakan perempuan Islam
berbasis organisasi keagamaan tidak lepas dari pendekatan WID ini. Keberadaan Aisyiyah,
Muslimat NU, Al-Hidayah, dan organisasi perempuan berbasis pesantren yang telah eksis
sejak angkatan sebelum ini, merupakan underbow dari organisasi induknya di mana laki-laki
mendominasi posisi organisasi induk sehingga intervensi laki-laki atas keputusan penting
masih sangat besar.
WID belum cukup efektif menjadi sebuah pendekatan dalam pemberdayaan perempuan.
Konferensi Perempuan Dunia ke-3 di Naerobi tahun 1985 membahas pendekatan baru yaitu
Gender and Development (GAD), di mana perempuan dan laki-laki bersama-sama dalam
mendapatkan akses, partisipasi, kontrol atas sumber daya, dan penerima manfaat hasil
pembangunan secara adil. Kemudian ide pendekatan GAD dibahas lebih lanjut melalui
Konferensi Perempuan ke-4 di Beijing tahun 1995. Konferensi ini bertema: Persamaan,
Pembangunan, Perdamaian. Konferensi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi yang harus
dilaksanakan oleh negara-negara anggota PBB dalam upaya meningkatkan akses dan kontrol
kaum perempuan atas sumber daya ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Komitmen
internasional tersebut melahirkan Beijing Platform For Action (BPFA) berikut rumusan
sasaran-sasaran strategis yang harus dicapai dari 12 bidang kritis yang ditetapkan, yaitu: 1)
Perempuan dan Kemiskinan; 2) Pendidikan dan Pelatihan bagi Perempuan; 3) Perempuan dan
Kesehatan; 4) Kekerasan terhadap Perempuan; 5) Perempuan dan Konflik Senjata; 6)
Perempuan dan Ekonomi; 7) Perempuan dalam Kedudukan Pemegang Kekuasaan dan
Pengambilan Keputusan; 8) Mekanisme Institusional untuk Kemajuan Perempuan; 9) Hakhak Asasi Perempuan; 10) Perempuan dan Media Massa; 11). Perempuan dan Lingkungan;
12) Anak-anak Perempuan[3].
Mengingat kompleksitas permasalahan gender, maka tulisan ini dibatasi pada uraian tentang
isu gender tersebut dengan pendekatan agama Islam sebagai tolok ukurnya, meliputi:
pengertian gender, pengertian kesetaraan dan keadilan gender, kesetaraan gender menurut
Islam, dan terakhir penutup.
B.
PENGERTIAN GENDER
Istilah gender seringkali dikaitkan dengan seks/ jenis kelaman. Gender adalah perbedaan
fungsi dan peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki
dan perempuan. Sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda, dan dapat
berubah dari waktu ke waktu. Sedangkan Seks/kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari
perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat
ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku
selamanya. Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender
berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan
dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat
mereka berada.
Dari uraian di atas, gender dapat dikatakan sebagai pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab
antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh sosial- budaya dan dapat
berubah sesuai perkembangan zaman. Dengan demikian perbedaan anatar gender dan jenis
kelamin (seks) sebagai berikut: kalau gender: dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung
waktu, budaya setempat, dan bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia.
Sedangkan seks/ jenis kelamin tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku
sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau
ciptaan Tuhan.
Adapun menurut Oakley (1972) dalam Sex, Gender, and Society, gender berarti perbedaan
yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis adalah perbedaan jenis
kelamin (sex) yang merupakan kodrat Tuhan, dan oleh karenanya secara permanen berbeda.
Adapun gender adalah perbedaan perilaku (behavioral differences) antara laki-laki dan
perempuan, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan, melainkan
diciptakan oleh manusia melalui proses sosio-kultural yang panjang. Oleh karena itu, gender
berubah dari masa ke masa[4]. Gender juga dapat dikatakan sebagai hubungan sosial yang
membedakan antara laki-laki dan perempuan menurut kedudukan, fungsi, dan peran masingmasing dalam pelbagai kondisi dan bidang kehidupan[5].
Seks/ jenis kelamin biologis merupakan kodrat atau pemberian Allah yang tidak dapat
dipertukarkan. Secara kodrati, manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan. Kodrat ini tidak
dapat diubah, sama sepanjang zaman, dan di belahan dunia manapun. Hanya perempuan yang
dapat haidl (menstruasi), hamil, melahirkan, serta menyusui. Semua fungsi semacam ini
tidak dapat digantikan laki-laki. Sedangkan gender merupakan realitas sosio-kultural yang
menentukan laki-laki dan perempuan dilihat dari: status, kegiatan, peranan, hak dan
kewajiban, sifat, dan sebagainya, baik yang nyata maupun yang menjadi harapan manyarakat
(citra) tertentu dan pada kurun waktu tertentu.
Masyarakat menciptakan citra yang pantas dilakukan laki-laki dan perempuan. Misalnya,
masyarakat mengalokasikan kedudukan laki-laki sebagai pencari nafkah, kepala keluarga,
dan bersikap tegas. Sedangkan perempuan menjadi ibu rumah tangga, bertanggung jawab
atas pengasuhan anak, dan berperangai lemah lembut[6].
Untuk lebih jelasnya, perpedaan antara seks (jenis kelamin) dan gender dapat dilihat dalam
tabel berikut ini:
Perbedaan Laki-Laki dan Perempuan Berdasarkan Seks
KATEGORI
PEREMPUAN
LAKI-LAKI
Alat kelamin
Vagina, memiliki rahim, dan
payudara
Penis dan sperma
Potensi
Menstruasi, hamil, melahirkan, dan Pembuahan
menghasilkan ASI
Perbedaan Laki-Laki dan Perempuan Berdasarkan Gender
KATEGORI
PEREMPUAN
LAKI-LAKI
Sifat
Feminim
Maskulin
Lingkup Kegiatan
Domestik
Publik
Fungsi
Reproduktif
Produktif
Peran
Pencari nafkah tambahan
Pencari nafkah utama
Ibu rumah tangga
Kepala keluarga
Sebenarnya pembagian peran dan kedudukan secara seksual sudah berlangsung lama,
terutama didasarkan pada sifat biologis yang membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Dalam perkembangan kehidupan manusia, pembedaan jenis kelamin dan perbedaan
fungsinya menimbulkan penafsiran budaya yang akhirnya memberikan kesimpulan tentang
sifat khas laki-laki dan sifat khas perempuan. Pemikiran ini menyimpulkan, laki-laki lebih
kuat, tegar, rasional, dan sebagainya. Sedangkan perempuan lebih lemah, emosional, dan
sebagainya. Pola semacam ini mulai terpupuk sejak masa awal pengasuhan dan sosialisasi
anak-anak yang membedakan antara anak lelaki dan anak perempuan. Tentunya hal ini
diawali dari keluarga, kemudian berlanjut ke bangku sekolah, dan berakhir dalam kehidupan
masyarakat.
Pada dasarnya gerakan gender merupakan upaya mencari keadilan, ingin menempatkan
perempuan pada posisi yang proporsional, sama, dan setara dengan laki-laki sehingga tidak
ada perbedaan-perbedaan yang bersifat diskriminatif[7]. Namun demikian, kehadiran konsep
gender yang diusung aktifis feminisme dan pihak-pihak yang peduli dengan isu kesetaraan,
dipandang sebagai sebuah gagasan yang dapat merusak tatanan sosial yang sudah mapan.
C. PENGERTIAN KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi
dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan pertahanan dan
keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan
tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan
struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki.
Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi,
marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara
perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan
berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil
dari pembangunan. Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan
untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan
terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki
kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya.
Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.
Selanjutnya Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting
dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia sehingga seluruh
negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut. Upaya mewujudkan
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional
sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, UU No. 25
th. 2000 tentang Program Pembangunan Nasional-PROPENAS 2000-2004, dan dipertegas
dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam
Pembangunan nasional, sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender. Disamping itu pengarusutamaan gender juga merupakan salah satu dari
empat key cross cutting issues dalam Propenas. Pelaksanaan PUG diisntruksikan kepada
seluruh departemen maupun lembaga pemerintah dan non departemen di pemerintah
nasional, propinsi maupun di kabupaten/kota, untuk melakukan penyusunan program dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dengan mempertimbangkan
permasalahan kebutuhan, aspirasi perempuan pada pembangunan dalam kebijakan,
program/proyek dan kegiatan Disadari bahwa keberhasilan pembangunan nasional di
Indonesia baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat sangat
tergantung dari peran serta laki-laki dan perempuan sebagai pelaku dan pemanfaat hasil
pembangunan. Pada pelaksanaannya sampai saat ini peran serta kaum perempuan belum
dioptimalkan. Oleh karena itu programpemberdayaan perempuan telah menjadi agenda
bangsa dan memerlukan dukungan semua pihak.
Faktor penyebab kesenjangan gender yaitu Tata nilai sosial budaya masyarakat, umumnya
lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan (ideology patriarki); Peraturan perundangundangan masih berpihak pada salah satu jenis kelamin dengan kata lain belum
mencerminkan kesetaraan gender; penafsiran ajaran agama yang kurang komprehensif atau
cenderung tekstual kurang kontekstual, cenderung dipahami parsial kurang holistik;
kemampuan, kemauan dan kesiapan perempuan sendiri untuk merubah keadaan secara
konsisten dan konsekwen; rendahnya pemahaman para pengambil keputusan di eksekutif,
yudikatif, legislatif terhadap arti, tujuan, dan arah pembangunan yang responsif gender.
Adanya kesenjangan pada kondisi dan posisi laki-laki dan perempuan menyebabkan
perempuan belum dapat menjadi mitra kerja aktif laki-laki dalam mengatasi masalah-masalah
sosial, ekonomi dan politik yang diarahkan pada pemerataan pembangunan. Selain itu
rendahnya kualitas perempuan turut mempengaruhi kualitas generasi penerusnya, mengingat
mereka mempunyai peran reproduksi yang sangat berperan dalam mengembangkan sumber
daya manusia masa depan[8].
1. KESETARAAN GENDER MENURUT ISLAM
Ketimpangan sosial-budaya antara laki-laki dan perempuan masih sering dipertahankan
dengan dalili-dalil agama. Bahasa agama-agama, terutama agama-agama anak cucu Nabi
Ibrahim (Abrahamic Religions), secara tekstual memang banyak memihak kepada laki-laki.
Tuhan digambarkan sebagai sosok laki-laki, sebagaimana terlihat pada kata ganti Tuhan
dengan menggunakan kata ganti laki-laki هو. Bahkan beberapa agama tertentu mengidialisir
sosok laki-laki sebagai setengah Tuhan dan perempuan sebagai setengah iblis. Bahasa-bahasa
agama seringkali dilibatkan untuk melestarikan kondisi di mana kaum perempuan tidak
menganggap dirinya sejajar dengan laki-laki[9]
Isu ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan, memunculkan gerakan untuk
memperjuangkan hak-hak perempuan. Hal ini juga dilakukan oleh kaum feminisme, yaitu
gerakan yang sudah tua, namun baru pada tahun 60-an dianggap sebagai lahirnya gerakan itu.
Gerakan feminisme itu muncul di Amerika sebagai bagian dari kultur radikal hak-hak sipil
(civil rights) dan kebebasan seksual (sexual liberation). Buku Betty Friedan yang berjudul
The Feminist Mystique (1963) laku keras. Setelah itu berkembang kelompok feminis yang
memperjuangkan nasib kaum perempuan memenuhi kebutuhan praktis, seperti pengasuhan
anak (childcare), kesehatan, pendidikan, aborsi, dan sebagainya. Kemudian, gerakan itu
merambat ke Eropa, Kanada, dan Australia yang selanjutnya kini telah menjadi gerakan
global dan mengguncang Dunia Ketiga.
Berbeda dengan pandangan para feminis, Islam diturunkan oleh Allah Yang Maha Adil dan
Maha Mengetahui hakikat kaum Hawa, maka kaum perempuan ditempatkan pada posisi yang
layak demi kepentingan dan kebahagiaan mereka di dunia maupun di akhirat. Karena itu,
kalau ditelusuri dalam konsep Islam, sesungguhnya yang menarik adalah bahwa surga bagi
wanita lebih mudah dicapai dari pada kaum pria. Seperti dialog yang terjadi antara Asma'
binti Sakan dengan Rasulullah saw. Asma' berkata, "Wahai Rasulullah, bukankah Engkau
diutus oleh Allah untuk kaum pria dan juga wanita. Mengapa sejumlah syariat lebih berpihak
kepada kaum pria? Mereka diwajibkan jihad, kami tidak. Malah, kami mengurus harta dan
anak mereka di kala mereka sedang berjihad. Mereka diwajibkan melaksanakan shalat Jum'at,
kami tidak. Mereka diperintahkan mengantar jenazah, sedangkan kami tidak." Rasulullah
saw. tertegun atas pertanyaan wanita ini sambil berkata kepada para shahabatnya,
"Perhatikan! betapa bagusnya pertanyaan wanita ini." Beliau melanjutkan, "Wahai Asma'!
sampaikan jawaban kami kepada seluruh wanita di belakangmu, yaitu apabila kalian
bertanggung jawab dalam berumah tangga dan taat kepada suami, kalian dapatkan semua
pahala kaum pria itu." (Diterjemahkan secara bebas, HR Ibnu Abdil Bar)
Dalam Al-Qur'an, perempuan ditempatkan paling tidak dalam tiga posisi, yaitu:
1. Perempuan sebagai pendamping laki-laki, karena mereka adalah manusia yang satu.
Firman Allah swt,
(21) ت للنقوومم ي نتننفك ك نررونن
نولمون آ ننيالتله أ نون نخل ننق ل نك روم لمون أ نن ورفلسك روم أ نوزنواةجا للتنوسك ررنوا لإل ني ونها نونجنعنل بني ون نك روم نمنو كندةة نونروحنمةة لإ كنن لفي نذللنك ل نآ ننيا م
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Ar-Ruum: 21).
(13) علليمر نخلبيرر
جنعل ونناك روم رشرعوةبا نونقنبالئنل للتننعانررفوا لإ كنن أ نك ونرنمك روم لعن وند الل ك نله أ نتونقاك روم لإ كنن الل ك ننه ن
نيا أ ني ركنها ال كننارس لإ كننا نخل نوقنناك روم لمون نذك نمر نوأ رن ونثى نو ن
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan ...." (Al-Hujuraat: 13).
(1) عل ني وك روم نرلقيةبا
خل ننق لمن ونها نزوونجنها نوبن كن
نيا أ ني ركنها ال كننارس اتكنرقوا نربكنك ررم ال ك نلذي نخل ننقك روم لمون ن نوفمس نوالحندمة نو ن
ث لمن ورهنما لرنجاةلا ك نلثيةرا نولننساةء نواتكنرقوا الل ك ننه ال ك نلذي تننسانءرلونن لبله نوال وأ نورنحانم لإ كنن الل ك ننه نكانن ن
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari
diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain ...." (An-Nisaa': 1).
) كون ن كنن لمنن ال كنشالكلرينن
حا ل نن ن ر
ت نحومةلا ن
خلفيةفا نفنم كنر و
عنوا الل ك ننه نربكنرهنما ل نلئون آ نتني وتنننا نصالل ة
ت ند ن
ت لبله نفل ن كنما أ نث ونقل ن و
جنها للي نوسك رنن لإل ني ونها نفل ن كنما تننغ كنشانها نحنمل ن و
رهنو ال ك نلذي نخل ننقك روم لمون ن نوفمس نوالحندمة نونجنعنل لمن ونها نزوو ن
(189
"Dialah yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia
menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya." (Al-A'raaf: 189).
حنفندةة نونرنزنقك روم لمنن ال كنط لي كنبا ل
(72) ت أ ننفلبال ونبالطلل ي روؤلمرنونن نولبلنوعنملة الل ك نله رهوم ي نك ورفررونن
نوالل ك نره نجنعنل ل نك روم لمون أ نن ورفلسك روم أ نوزنواةجا نونجنعنل ل نك روم لمون أ نوزنوالجك روم بنلنينن نو ن
"Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari
istri-istri kamu itu, anak-anak, dan cucu-cucu, dan memberimu rizki dari yang baik-baik.
Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?"
(An-Nahl: 72).
1. Keimanan perempuan sama dengan laki-laki, bahkan perempuan dapat dispensasi
tidak shalat saat datang bulan/ haidh.
لإ كنن ال ك نلذينن نفتنرنوا ال ورموؤلملنينن نوال ورموؤلمننا ل
(10) حلريلق
جنهن كننم نول نرهوم ن
ت ث ركمن ل نوم ي نرتوربوا نفل نرهوم ن
ب ال و ن
ب ن
عنذا ر
عنذا ر
"Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu'min
laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahanam
dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar." (Al-Buruuj: 10).
نوال ك نلذينن ي روؤرذونن ال ورموؤلملنينن نوال ورموؤلمننا ل
(58) ت لبنغي ولر نما اك وتننسربوا نفنقلد اوحتننمرلوا بروهنتاةنا نولإث وةما رملبيةنا
"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang Mu'min dan Mu'minat tanpa kesalahan yang
mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang
nyata."
(Al-Ahzab: 58).
عل نوم أ نن كنره نلا لإل ننه لإ ك نلا الل ك نره نواوستنوغلفور للنذن ولبنك نوللل ورموؤلملنينن نوال ورموؤلمننا ل
(19) ت نوالل ك نره ي نوعل نرم رمتننقل ك نبنك روم نونمثونواك روم
نفا و
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang Haq) melainkan Allah dan
mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mu'min, laki-laki dan
perempuan." (Muhammad: 19).
1. Balasan di dunia dan akhirat antara laki-laki dan perempuan adalah sama.
(40) ب
جن كننة ي رورنزرقونن لفينها لبنغي ولر لحنسا م
علمنل نصالل ة
جنزى لإ ك نلا لمثول ننها نونمون ن
علمنل نس لي كئنةة نفنلا ي ر و
نمون ن
حا لمون نذك نمر أ نوو أ رن ونثى نورهنو رموؤلمرن نفرأول نلئنك ي نودرخرلونن ال و ن
"Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan
sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh baik lakilaki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga,
mereka diberi rizki di dalamnya tanpa hisab." (Al-Mu'min: 40).
Demikian pandangan Islam menempatkan perempuan pada posisi yang terhormat. Sehingga,
apa pun peranannya baik sebagai anak, remaja, dewasa, ibu rumah tangga, kaum
professional, dan lain-lain mereka itu terhormat sejak kecil hingga usia lanjut[10].
Nabi Muhammad saw. diutus Allah membawa Islam untuk menebarkan kasih sayang bagi
semesta alam (rahmatan lil alamin) sebagaimana termaktub dalam surat
AlAnbiya’/21:107, sbb.:
(107)نونما أ نورنسل وننانك لإ ك نلا نروحنمةة للل ونعال نلمينن
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Secara historis, pada awal kehadiran Islam, budaya masyarakat Arab tempat kelahiran Nabi
saw. penuh dengan kekerasan, ketidakadilan, dan diskriminatif. Pola kehidupan yang banyak
didominasi sistem kabilah, pada gilirannya membuat masyarakat rawan konflik dan
perpecahan. Sehingga menjadi pemandangan lumrah, di mana yang kuat menindas yang
lemah. Bahkan kaum perempuan, budak, dan anak-anak merupakan kelompok masyarakat
lemah yang selalu terkalahkan dalam kehidupan sosial.
Islam datang memperbaiki tatanan di atas, memperlakukan manusia --laki-laki maupun
perempuan-- dengan semangat keadilan, pembebasan, anti penindasan, dan anti diskriminasi.
Nabi Muhammad saw sebagai pembawa syari’at Islam merupakan teladan bagi umatnya.
Beliau merupakan figur suami, bapak, dan laki-laki yang memegang teguh prinsip keadilan
dan anti kekerasan. Berdasarkan penuturan para istrinya, Nabi seumur hidupnya tidak pernah
memukul keluarganya, baik isteri, anak, maupun pembatunya. Nabi juga tidak pernah
mengeluarkan kata-kata kasar yang melukai hati isterinya. Jika tidak berkenan, beliau
memilih diam dan menyendiri. Nabi juga tidak menyetujui paktek diskriminasi antara lakilaki dan perempuan.
Perhatian Nabi Muhammad saw terhadap perempuan pada gilirannya membuat kaum
perempuan bebas mengekspresikan apa yang ada dalam pikirannya. Pada masa Nabi saw
telah muncul semacam komunitas yang menyuarakan aspirasi perempuan dengan juru bicara
Asma’ bin Yazid. Dengan demikian menjadi jelas bahwa Islam menempatkan perempuan
dalam posisi yang terhormat, tidak dipinggirkan dan didiskriminasikan[11].
Berikut ini dipaparkan beberapa prinsip kesetaraan gender dalam Islam, sbb.:
1. Laki-Laki Dan Perempuan Sama-Sama Hamba Allah
Salah satu tujuan penciptaan manusia, untuk menyembah Allah SWT., sebagaimana
dinyatakan dalam surat az-Zariyat/51:56, sbb. :
(56)ت ال ولج كنن نوال ولإن ونس لإ ك نلا للي نوعبرردولن
نونما نخل نوق ر
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Semua manusia mempunyai kesempatan sama untuk menjadi hamba ideal
di mata Allah
SWT., yaitu menjadi orang yang bertaqwa. Untuk mencapai derajat ini tidak dikenal adanya
perbedaan jenis kelamin maupun etnis. Dalam kapasitasnya sebagai hamba Allah, laki-laki
dan perempuan akan mendapatkan penghargaan dari Tuhan sesuai kadar pengabdiannya,
sebagaimana dinyatakan surat An-Nahl/16:97, sbb.:
(97)جنررهوم لبأ نوحنسلن نما نكارنوا ي نوعنمرلونن
جلزي نن كنرهوم أ ن و
حنياةة نط لي كبنةة نول نن ن و
حا لمون نذك نمر أ نوو أ رن ونثى نورهنو رموؤلمرن نفل نن ر و
علمنل نصالل ة
نمون ن
حليي نن كنره ن
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.
1. Laki-Laki Dan Perempuan Sebagai Khalifah Di Muka Bumi
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi di samping untuk menjadi hamba yang
tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah, juga untuk menjadi khalifah di bumi,
sebagaimana dinyatakan dalam surat al-An’am/6:165, sbb.:
(165)ب نولإن كنره ل ننغرفورر نرلحيمر
نورهنو ال ك نلذي نجنعل نك روم نخنلالئنف ال وأ نورلض نونرنفنع بنوعنضك روم نفوونق بنوعمض ندنرنجا م
ت للي نبول رنوك روم لفي نما نءانتاك روم لإ كنن نربكننك نسلريرع ال ولعنقا ل
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang
apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kata khalifah dalam ayat Alquran surat al-An’am/6:165 ini tidak menunjuk pada salah satu
jenis kelamin atau kelompok etnis tertentu.
1. Laki-Laki Dan Perempuan Menerima Perjanjian Allah
Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian dari
Tuhan. Sebelum anak manusia keluar dari rahim ibunya, terlebih dahulu harus menerima
perjanjian dari Allah dan berikrar akan keberadaan-Nya
sebagaimana dinyatakan dalam
surat Al-A’raf/7:172, sbb.:
(172) غالفللينن
عون نهنذا ن
عنلى أ نن ورفلسلهوم أ نل نوس ر
ت لبنر لبكك روم نقارلوا بننلى نشلهودننا أ نون تنرقورلوا ي نوونم ال ولقنيانملة لإ كننا ك ر كننا ن
نولإوذ أ ننخنذ نربكرنك لمون بنلني نءاندنم لمون رظرهولرلهوم رذلكري كنتنرهوم نوأ نوشنهندرهوم ن
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku
ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya
kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"
Dengan demikian, sejak awal kejadian manusia, dalam Islam tidak dikenal sistem
diskriminasi jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan
yang sama.
1. Laki-Laki Dan Perempuan Sama-Sama Berpotensi Meraih Prestasi
Peluang meraih prestasi maksimum dimiliki setiap laki-laki maupun perempuan tanpa ada
pembedaan. Islam menawarkan konsep kesetaraan gender yang ideal dengan memberi
ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun karier profesional
tidak harus dimonopoli salah satu jenis kelamin, sebagaimana dinyatakan dalam surat AliImran/3:195, sbb.:
(195) الية..... عالممل لمن وك روم لمون نذك نمر أ نوو أ رن ونثى بنوعرضك روم لمون بنوعمض
عنمنل ن
ب ل نرهوم نربكررهوم أ نلكني نلا أ رلضيرع ن
نفاوستن ن
جا ن
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya
Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki
atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.
Namun dalam kenyataannya, di tengah-tengah masyarakat sekarang ini, konsep ideal tersebut
masih membutuhkan tahapan dan sosialisasi karena terdapat beberapa kendala budaya yang
tidak mudah diselesaikan[12].
1. PENUTUP
Meskipun Islam telah menawarkan kesetaran gender sebagaimana di kemukakan di atas,
namun tidak dapat dipungkiri, realitas kehidupan sosial dewasa ini masih diwarnai
ketimpangan gender. Pemikiran masyarakat masih banyak dipengaruhi dengan pemahaman
keagamaan yang tidak adil secara gender, yang mereka anggap sebagai “agama” itu sendiri.
Untuk mengatasi hal ini, tidak ada cara lain kecuali menggali dan menemukan kembali
semangat keadilan, rahmatan lil alamin, anti kekerasan, dan anti diskriminasi dalam sumbersumber agama yang otentik. Sebab agama Islam tidak mungkin bertentangan dengan
kemanusiaan dan nilai-nilai universal; keadilan, kebajikan, dan kesetaraan. Wallahu A’lam Bi
ash-Shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996.
Fayumi, Badriyah, Jender dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2002.
Majelis Ulama Indonesia, Tuntunan Islam tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita,
Jakarta: MUI, 1999.
Murpratomo, A. Sulasikin, ”Gender dan Pembangun di Indonesia”, dalam Tuntunan Islam
Tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia Jakarta, 1999.
Noer, Zahara D., ”Kemitrasejajaran Pria dan Wanita dalam Perspektif Islam”, dalam
Tuntunan Islam Tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia, 1999.
Umar, Nasaruddin, “Memahami Bahasa Agama tentang Perempuan” dalam Mimbar Agama
& Budaya, Vol. XVIII, No. 2, 2001
Umar, Nasaruddin, ”Bias Jender dalam Penafsiran Al-Qur’an”, Pidato Pengukuhan Guru
Besar, Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002.
www.Khairaummah.com
www.alislamu.com
http://www.duniaesai.com
http://www.wahidinstitute.org/indonesia/content/view/651/52/1/2/
[1]Badriyah Fayumi, Jender dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2002), hal. 1.
[2]www.Khairaummah.com
[3]http://www.wahidinstitute.org/indonesia/content/view/651/52/1/2/
[4]www.alislamu.com; lihat juga Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 3.
[5]Majlis Ulama Indonesia, Tuntunan Islam tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita,
(Jakarta: MUI, 1999), hal. 1.
[6]A. Sulasikin Murpratomo, ”Gender dan Pembangun di Indonesia”, dalam Tuntunan Islam
tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, (Jakarta: Majlis Ulama Indonesia Jakarta, 1999),
hal. 117.
[7]Zahara D. Noer, ”Kemitrasejajaran Pria dan Wanita dalam Perspektif Islam”, dalam
Tuntunan Islam tentang Kemitrasejajaran Pria dan Wanita, (Jakarta: Majlis Ulama
Indonesia, 1999), hal. 43.
[8] http://www.duniaesai.com
[9]Nasaruddin Umar, “Memahami Bahasa Agama tentang Perempuan” dalam Mimbar
Agama & Budaya, Vol. XVIII, No. 2, 2001, hal. 111
[10] www.alislamu.com
[11]Badriyah Fayumi, Jender..., hal. 5.
[12]Nasaruddin Umar, ”Bias Jender dalam Penafsiran Al-Qur’an”, Pidato Pengukuhan Guru
Besar, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002), hal. 3.