UPAYA GURU PAI MELALUI PENANAMAN NILAI KEAGAMAAN DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA KELAS 8 SMP ISLAM SIDOARJO.

(1)

KECERDASAN SPIRITUAL SISWA KELAS 8 SMP

ISLAM SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh :

ZIYANAH WALIDAH NIM. D71212149

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPELSURABAYA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

Keagamaan dalam Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas 8 SMP Islam Sidoarjo.

Kata Kunci : Penanaman nilai keagamaan, Kecerdasan spiritual

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kecerdasan spiritual siswa yang masih belum stabil dalam masalah nilai akhlak yang mana akan mempengaruhi siswa lain yang memiliki jiwa spiritual yang tinggi sehingga masalah ini menarik bagi penulis untuk dijadikan sebagai judul penelitian, karena hal ini berkaitan dengan proses kelancaran belajar mengajar pada keberhasilan akhlak siswa yang berlatar belakang sekolah islam. Dalam hal ini guru agama sangat diperlukan dalam penanaman nilai keagamaan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual siswa.

Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis kondisi kecerdasan spiritual siswa kelas 8 SMP Islam Sidoarjo, juga mendeskripsikan dan menganalisis upaya pihak sekolah dalam mengembangkan kecerdasan spiritual melalui penanaman nilai keagamaan. Untuk mencapai tujuan tersebut penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pengambilan data yang dilakukan dengan tehnik wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Pengertian penanaman nilai keagamaan adalah suatu proses berupa kegiatan atau usaha yang dilakukan dengan sadar, terencana, dan dapat dipertanggungjawabkan untuk memelihara, melatih, membimbing, mengarahkan, dan meningkatkan pengetahuan keagamaan, kecakapan sosial, dan praktek serta sikap keagamaan anak (aqidah/tauhid, ibadah dan akhlak) yang selanjutnya dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai penanaman nilai keagamaan yang telah dilaksanakan oleh pihak sekolah menjadikan metode pembiasaan sudah terjadi secara otomatis dalm jiwa pribadi siswa.

Hasil penelitian ini adalah bahwa setelah mendapat penanaman nilai keagamaan ditingkatkan kondisi kecerdasan spiritual siswa semakin berkembang, baik nilai akhlak yang mencakup moral dan tingkah laku, nilai ketauhidan yang berbentuk kepercayaan terhadap tuhan-Nya, menghafal asma’ul Husna atau nilai

ibadah yang meliputi ibadah2 sholat berjama’ah, membaca Al-Qur’an setiap hari, infaq. Diantara penanaman nilai keagamaan tersebut sudah berhasil dilaksanakan guna untuk mengembangkan kecerdasan spiritual yang kondisinya masih labil.

Adapun hasil dari penanaman nilai keagamaan yang dilakukan oleh guru agama beserta pihak sekolah sangatlah berhasil. Tingkat kecerdasan spiritual yang masih rendah kini semakin berkembang dikarenakan siswa SMP Islam Sidoarjo mampu melaksanakan dan mengamalkan nilai-nilai keagamaan secara optimal. Seperti contoh selama ini siswa dapat melaksanakan sholat dhuha berjamaah dengan istiqomah, Semua siswa terbiasa berjabat tangan saat bertemu guru, Semua siswa terbiasa bersilaturahim ke rumah teman yang mengalami kesusahan, sudah berhasil dilaksanakan secara istiqomah oleh semua siswa/ SMP Islam Sidoarjo.


(6)

viii

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

ABSTRAK ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusah Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Kegunaan Penelitian... 8

E. Definisi Operasional... 8

F. Sistematika Pembahasan... 11

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Penanaman Nilai Keagamaan ... 13

1. Dasar Penanaman Nilai Keagamaan ... 15

2. Fitrah Keagamaan Anak ... 15

3. Pengaruh Lingkungan bagi Keberagamaan Anak ... 18

4. Jenis Nilai Agama yang harus ditanamkan pada Siswa ... 21


(7)

viii

3. Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual ... 38

4. Fungsi Kecerdasan Spiritual ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis pendekatan dan model penelitian ... 47

B. Jenis dan sumber data ... 52

C. Tekhnik penentuan subjek dan objek penelitian ... 54

D. Tekhnik dan instrument pengumpulan data ... 56

E. Tekhnik dan analisis data ... 60

BAB IV SAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum SMP Islam Sidoarjo ... 63

B. Paparan Hasil Penelitian ... 80

C. Analisis Data ... 91

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 104 DAFTAR PUSTAKA


(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi demikian pesatnya. Sebagai konsekuensi logis, kita harus menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, bukan berarti manusia yang hanya menguasai IPTEK (Ilmu pengetahuan dan teknologi) semata, melainkan harus pula memiliki IMTAQ (Imam dan taqwa). Dengan demikian bangsa Indonesia senantiasa selain mampu mengikuti perkembangan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, juga diharapkan mampu mengantisipasi pengaruh dari luar yang dapat merusak atau mengancam tatanan hidup, ideologi, kepribadian dan budaya bangsa.

Pada zaman yang semakin maju sekarang ini, banyak siswa yang tidak mempunyai etika yang baik dan tidak bertingkah laku yang sesuai dengan ajarannya. Semua itu disebabkan oleh semakin majunya teknologi yang berkembang sangat pesat dan juga pendidikan moral yang belum tertanam pada diri anak didik.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi


(9)

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam upaya mewujudkan manusia yang seutuhnya atau sumber daya manusia yang berkualitas tersebut, diperlukan upaya-upaya konkrit secara maksimal. Salah satu diantaranya adalah pambinaan dan peningkatan moral siswa.1

Dengan demikian pentingnya menanamkan kecerdasan Spiritual sebagai acuan dari agama dapat mempermudah siswa dalam memahami makna dari nilai dalam kehidupan ini. Seperti kemampuan bersikap, siswa yang memiliki kemampuan ini dapat melepaskan diri dari pengaruh budaya masyarakat modern.2

Memiliki kecerdasan spiritual kolektif yang rendah, manusianya berada dalam budaya yang spiritual bodoh yang ditandai oleh matearilisme, kelayakan, egoisme diri yang sempit, kehilangan agama dan komitmen.

Menurut Ari Ginanjar Agustian (2001) bahwa kecerdasan spiritual adalah upaya menjernihkan hati agar bersih dari belenggu paradikma dan prasangka yang salah satu upaya memunculkan fitnah manusia. Lain halnya

1

Sukidi, Rahasia Sukses Hidup Bahagia Kecerdasan Spiritual Mengapa SQ Lebih Penting dari pada IQ dan EQ (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002)

2

Zahar, Danah dan Ian Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, penterjemah Rahmani Astuti dkk., (Bandung : Mizan, 2002).


(10)

yang dikemukakan oleh Dana Zohar Marshall (2004 :60) mengemukakan bahwa ; “kecerdasan spiritual adalah penggabungan antara kecerdasan emosional dan nilai-nilai spiritual dengan nilai manajemen hati dengan pendekatan agama”.

Internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada dibalik kenyataan apa adanya. Kecerdasan ini lebih berusaha pada pencerahan jiwa yang dapat membantu seseorang membangun dirinya secara utuh. Kecerdasan spiritual tidak bergantung pada budaya atau nilai-nilai masyarakat yang ada, tetapi menciptakan untuk memiliki dasar-dasar spiritual, sehingga siswa secara pribadi terpuruk, terjebak oleh kebiasaan dan kekhawatiran. Dengan demikian kecerdasan spiritual (Spiritual Quotien) tampak terhadap kondisi semacam itu. Seseorang dalam membangun dasar kecerdasan spiritualnya harus berdasarkan enam rukun iman dan lima rukun Islam.

Dengan melihat keadaan sekarang ini, tidak henti-hentinya kita mendengar berita tentang kriminalitas yang dilakukan oleh siswa-siswa seperti yang terjadi di beberapa daerah yang hampir setiap minggu diberitakan di berbagai media,baik media cetak maupun media elektronik. siswa sekolah yang melakukan tawuran (perkelahian antar remaja) yang tidak sedikit menimbulkan korban.Watak tidak bermoral yang kian marak di negeri ini, sudah saatnya siswa-siswa mengakhirinya dengan menumbuhkan


(11)

prinsip-prinsip ajaran Ilahi, akal pikiran, dan moral yang dijunjung tinggi agar siswa dapat meneruskan eksistensinya sebagai generasi harapan bangsa.3

Walaupun kecerdasan spiritual berasaskan agama Islam, ini tidak berarti kecerdasan spiritual hanya ditunjukkan secara eksklusif untuk individu Islam saja, tapi kecerdasan spiritual adalah untuk semua tanpa melihat agama atau bangsa.

Menjadi manusia seutuhnya adalah keinginan setiap manusia. Namun untuk menjadi manusia seutuhnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk menjadi manusia seutuhnya dibutuhkan kecerdasan spiritual (SQ) yang tinggi. Dengan memiliki kecerdasan spiritual (SQ) yang tinggi akan mengantarkan anda untuk tumbuh menjadi manusia seutuhnya, dengan kata lain kecerdasan spiritual (SQ) kunci untuk menjadi manusia seutuhnya.

Manusia yang utuh adalah manusia yang memiliki kepekaaan dan kemampuan jiwa dalam melihat dan menyikapi setiap peristiwa dalam kehidupannya sehingga mampu memaknai setiap peristiwa yang terjadi dan menjadikannya orang yang selalu bijaksana dalam menyikapi kehidupan.4

Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kunci untuk menjadi manusia seutuhnya karena dengan memiliki kecerdasan spiritual (SQ) Anda akan menjadi manusia yang penuh belas kasih terhadap sesama, memiliki empati dan kepedulian terhadap orang lain, mendahulukan kepentingan orang lain

3

Ibid, hal 102

4

Agustian, Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001)


(12)

diatas kepentingan pribadi, mampu menghargai dan menghormati orang lain dan menyikapi segala sesuatu dengan melihat dari sudut pandang yang lebih luas

Seseorang dinilai mempunyai kecerdasan spiritual apabila ia mampu memberikan makna dalam kehidupan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa spiritual berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani atau batin). Jadi, siapa pun dia, pemeluk agama yang taat atau bahkan seorang ateis, kalau mampu memberikan makna dalam kehidupannya, sehingga jiwanya mengalami kebahagiaan, berarti telah mempunyai kecerdasan spiritual.5

Tetapi kecerdasan spiritual merupakan suatu usaha yang telah dapat menghubungkan agar siswa bermoral. Jadi siswa harus dididik untuk mempunyai beberapa kecerdasan dalam dirinya sebelum tumbuh menjadi siswa yang tidak bertanggung jawab.6

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai moral ditanamkan dalam diri siswa sedini mungkin. Jadi dalam upaya pembinaan moral dilakukan untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang dalam rangka mengembangkan kualitas manusia tentang pemahaman dan nilai-nilai yang buruk dan baik melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang pelaksanaannya berkesinambungan sehingga siswa tumbuh menjadi yang berahklaq, bermoral, beretika dan berbudi pekerti.

5

Agus Nggermanto. Quantum Quotient ( Kecerdasan Quantum), Bandung: Nuansa, 2005

6


(13)

Dengan memiliki kecerdasan spiritual (SQ) yang tinggi, Anda akan tumbuh menjadi orang yang selalu berpikir positif dalam menjalani setiap peristiwa dalam kehidupan Anda, mampu bangkit dari setiap kegagalan, penderitaan dan cobaan dengan melihat makna yang terkandung didalamnya. Makna kehidupan yang bisa Anda dapatkan dengan memiliki kecerdasan spiritual (SQ) adalah terbebasnya rohani atau jiwa Anda dari hasrat duniawi seperti keserakahan, kesombongan, nafsu, rasa dendam, benci dll.

Di dalam agama Islam misalnya, bukankah kita juga mengetahui bagaimana jika seorang Muslim telah terbakar spiritnya oleh ajaran berjihad. Jangankan harta dan benda, bahkan nyawa pun akan diberikan dengan semangat perjuangan untuk membela agama Allah jika agama Islam yang dipeluknya diserang oleh orang kafir. Inilah sebuah kecerdasan spiritual yang luar biasa karena disandarkan kepada keyakinan yang melekat di dalam jiwanya, yakni sebuah agama.

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan kecerdasan spiritual itu sangat dibutuhkan pada siswa agar mereka dengan sendirinya memiliki kecerdasan spiritual yang lebih tinggi dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-sehari, maka dari itu dalam mengembangkan kecerdasan spiritual yang tinggi, guru berusaha mengupayakan melakukan pendekatan penanaman tentang nilai-nilai agama yang didalamnya berisikan tentang ajaran-ajaran agama dan nilai-nilai keagamaan.


(14)

Keadaan moral dan tingkah laku anak didik di SMP Islam Sidoarjo pada saat ini cukup memprihatinkan, karena ketika guru mengajar di kelas, siswa tidak memperhatikan dan tidak menghargai guru yang sedang mengajar di kelas, misalnya siswa tersebut keluar masuk tanpa izin dari gurunya, masuk kelas lain dan mengganggunya, berkata tidak sopan kepada gurunya, tidak memakai kelengkapan atribut yang sudah di tetapkan oleh sekolah dll. Semua perbuatan siswa tersebut masih belum memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, maka perlu di perbaiki dan di bina secara kontinu agar siswa yang melakukan perbuatan tersebut mempunyai tingkah laku yang baik dan bertindak sesuai ajaran agama yang di anutnya.

Berdasarkan pemaparan diatas maka sangat penting di adakan penelitian mengenai:

UPAYA GURU PAI MELALUI PENANAMAN NILAI

KEAGAMAAN DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN

SPIRITUAL SISWA KELAS VIII SMP ISLAM SIDOARJO”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kecerdasan spiritual siswa kelas VIII SMP Islam Sidoarjo ? 2. Bagaimana penanaman nilai keagamaan siswa di kelas VIII SMP Islam


(15)

3. Bagaimana upaya guru PAI melalui penanaman nilai keagamana dalam mengembangkan kecerdasan spiritual siswa kelas VIII SMP Islam Sidoarjo ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan spiritual siswa di kelas VIII SMP Islam Sidoarjo

2. Untuk mendiskripsikan penanaman nilai keagamaan kelas VIII SMP Islam Sidoarjo

3. Untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dengan pendekatan penanaman nilai agama dalam mengembangkan kecerdasan spiritual siswa kelas VIII SMP Islam Sidoarjo

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian dari skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat, antara lain :

1. Bagi peneliti

Memberikan pengetahuan dan pengalaman mengenai upaya guru PAI melalui penanaman nilai keagamaan dalam mengembangkan kecerdasan spiritual khususnya di SMP Islam Sidoarjo.

2. Bagi objek penelitian

Menjadi masukan untuk selalu melakukan pendekatan penanaman nilai keagamaan pada siswa yang masih kurang dalam memiliki kecerdasan spiritual.


(16)

1. Bagi Guru

Agar guru dapat mengembangkan kecerdasan spiritual dengan menggunakan penanaman nilai keagamaan dalam proses belajar mengajar.

E. Definisi Operasional

a. Pendekatan Penanaman Nilai

Penanaman adalah proses, perbuatan dan cara menanamkan.7 Sedangkan arti nilai menurut Zakiyah Daradjat adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai identitas yang memberikan ciri khusus pada pemikiran, perasaan, kriteria maupun perilaku.8 Pengertian nilai menurut Sidi Ghazalba sebagaimana di kutip oleh ChabibToha, nilai adalah suatu yang bersifat abstrak, ideal. Nilai bukan benda konkrit bukan fakta dan tidak hanya persoalan benar adalah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki, disenangi maupun tidak disenangi.9

Pendekatan penanaman nilai adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada nilai-nilai agama dalam siswa. Menurut pendekatan ini, tujuan pendidikan nilai adalah diterimanya nilai-nilai agama tertentu oleh siswa dan berubahnya nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama yang diinginkan. Menurut pendekatan ini, metode yang

7

DepDikBud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm 895

8

Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm 59

9


(17)

digunakan dalam proses pembelajaran antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.10

Penanaman nilai keagamaan menurut penulis sdalah suatu proses berupa kegiatan atau usaha yang dilakukan dengan sadar, terencana, dan dapat dipertanggungjawabkan untuk memelihara, melatih, membimbing, mengarahkan, dan meningkatkan pengetahuan keagamaan, kecakapan sosial, dan praktek serta sikap keagamaan anak (aqidah/tauhid, ibadah dan akhlak) yang selanjutnya dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

b. Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan di luar ego, atau jiwa sadar. Inilah kecerdasan yang kita gunakan bukan hanya untuk mengetahui nilai-nilai yang ada, melainkan juga untuk secara kreatif menemukan nilai-nilai baru.11

Menurut Sinetar, “Kecerdasan Spiritual adalah kecerdasan yang mendapat inspirasi, dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi, theis-ness atau penghayatan ketuhanan yang didalamnya kita semua menjadi bagiannya.

Danah Zohar dan Ian Marshal mendefinisikan Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, untuk

10

Masnur Muslich. Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011)

11


(18)

menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan orang lain. SQ adalah suara hati ilahiyah yang memotivasi seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat. Kalau EQ berpusat di hati, SQ berpusat pada hati nurani (fuad). Kebenaran suara fuad tidak perlu diragukan.

Dalam buku Triantoro Safaria, Spiritual Intelligence (metode pengembangan kecerdasan anak) menurut Marsha Sinetar kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang diilhami oleh dorongan dan efektivitas, keberadaan atau hidup ilahiah yang mempersatukan kita sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. sebagai sumber utama kegairahan yang memiliki eksistensi tanpa asal, kekal, abadi lengkap pada diri dan daya kreatifnya. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk menghidupkan kebenaran yang paling dalam. Yang berarti mewujudkan hal terbaik, utuh dan paling menusiawi dalam batin.12

F. Sistematika Pembahasan

Dalam sistematika ini peneliti akan menjelaskan mengenai beberapa uraian pada pembahasan sebelumnya yang mana dalam penelitian ini akan dibahas dalam 5 bab.

Bab pertama membahas tentang Pendahuluan yang berisikan: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan

12

Triantoro Safaria, Spiritual Intelligence (metode pengembangan kecerdasan spiritual anak), (jakarta: Graha Ilmu,2007), hal 15


(19)

ditutup dengan sistematika pembahasan guna memberikan arahan dan acuhan awal dalam melakukan proses penulisan skripsi ini.

Bab kedua membahas tentang Landasan Teori yang meliputi: kecerdasan spiritual, penanaman nilai –nilai keagamaan, dan upaya guru PAI melalui penanaman nilai keagamaan dalam mengembangkan kecerdasan spiritual.

Bab ketiga membahas tentang metode penelitian yang meliputi: rancangan penelitian, penentuan dan pemilihan laporan penelitian, instrumen penelitian, kemudian melakukan pengumpulan data, membuat catatan lapangan, kriteria dan teknik pemeriksaan keabsahan data, kemudian ditutup dengan teknik analisa data.

Bab keempat membahas tentang laporan penelitian yang memaparkan tentang gambaran umum upaya guru PAI dengan penanaman nilai keagamaan dalam mengembangkan kecerdasan spiritual siswa kelas IX SMP Islam Sidoarjo, penyajian data dan analisis data.

Bab kelima membahas tentang penutup yang meliputi: kesimpulan yaitu hasil yang diperoleh selama proses penelitian dan saran-saran yang berkenaan dengan kesimpulan tersebut.


(20)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Penanaman Nilai keagamaan

Penanaman adalah proses, perbuatan dan cara menanamkan.1 Sedangkan arti nilai menurut Zakiyah Daradjat adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai identitas yang memberikan ciri khusus pada pemikiran, perasaan, kriteria maupun perilaku.2 Pengertian nilai menurut Sidi Ghazalba sebagaimana di kutip oleh ChabibToha, nilai adalah suatu yang bersifat abstrak, ideal. Nilai bukan benda konkrit bukan fakta dan tidak hanya persoalan benar adalah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki, disenangi maupun tidak disenangi.3

Sedangkan agama adalah merupakan sesuatu yang berhubungan dengan agama, beragama, beriman. Yang penulis maksudkan disini adalah agama (agama islam) yang dimiliki oleh setiap individu (anak) yang melalui proses perpaduan antara potensi bawaan sejak lahir dengan pengaruh dari luar individu.

Agama adalah suatu fenomena sosial keagamaan yang mengatur hubungan manusia deengan tuhan, manusia dengan sesama manusia, manusia

1

DepDikBud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm 895

2

Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm 59

3

Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2000), hlm. 60


(21)

dengan alam sekitar sesuai dan sejalan dengan ajaran agama yang mencakup tata keimanan, tata peribadatan, dan tata kaidah atau norma yang dibawa oleh Rasulullah dari Allah untuk disampaikan umatnya.

Menurut Chabib Thoha dalam bukunya Kapita Selekta Pendidikan Islam, Penanaman nilai adalah suatu tindakan, perilaku atau proses menanamkan suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dimana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan.4

Pendekatan penanaman nilai adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada nilai-nilai agama dalam siswa. Menurut pendekatan ini, tujuan pendidikan nilai adalah diterimanya nilai-nilai agama tertentu oleh siswa dan berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama yang diinginkan. Menurut pendekatan ini, metode yang digunakan dalam proses pembelajaran antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.5

Penanaman nilai keagamaan menurut penulis sdalah suatu proses berupa kegiatan atau usaha yang dilakukan dengan sadar, terencana, dan dapat dipertanggungjawabkan untuk memelihara, melatih, membimbing, mengarahkan, dan meningkatkan pengetahuan keagamaan, kecakapan sosial,

4

Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, hlm. 61

5


(22)

dan praktek serta sikap keagamaan anak (aqidah/tauhid, ibadah dan akhlak) yang selanjutnya dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

a. Dasar penanaman nilai keagamaan

masalah pendidikan adalah masalah yang berkaitan erat dengan masa depan suatu bangsa, terutama masalah pendidikan agama pada anak sangatlah penting dan perlu ditanamkan sedini mungkin. Dasar utama penanaman atau pembinaan keagamaan atau religiusitas adalah bersumber pada Al-Qur‟an dan Al-Hadits Rasulullah, dimana keduanya merupakan sumber dari segala sumber pandangan hidup umat islam. Sebagaimana firman Allah sebagai berikut;

اًراَن ْمُكيِلَْأَو ْمُكَسُفْ نَأ اوُق اوَُمآ َنيِذّلا اَهّ يَأ اَي

“ Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka...” (QS. At-Tahrim: 6)6

ماْسإِل َُرْدَص ْحَرْشَي َُيِدهَي ْنَأ ُّللا ِدِرُي ْنَمَف

Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya

petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) islam...( QS. Al-An‟am: 125)7

6

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2000), hlm 448

7


(23)

Dari dasar di atas, pembinaan keagamaan perlu dan harus diberikan pada anak agar dapat terjaga dari api neraka dan dapat mencapai kebaikan atau kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. b. Fitrah Keagamaan Anak

Allah menciptakan manusia itu membawa fitrah ketauhidan yaitu mengetahui Allah yang maha Esa, mengenal dirinya sebagai ciptaan-Nya yang harus tunduk dan patuh terhadap petunjuk dan ketentuan-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Ruum ayat 30.

ا اَهْ يَلَع َساّلا َرَطَف يِتّلا ِّللا َةَرْطِف اًفيَِح ِنيّدلِل َكَهْجَو ْمِقَأَف

ا ِساّلا َرَ ثْكَأ ّنِكَلَو ُمّيَقْلا ُنيّدلا َكِلَذ ِّللا ِقْلَخِل َليِدْبَ ت

نوُمَلْعَ ي

“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, (itulah) agama yang

lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.8

Yang dimaksud dengan fitrah Allah adalah ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidak wajar. Mereka

8


(24)

tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.9 Islam percaya bahwa manusia diciptakan dalam keadaan fitrah, fitrah adalah sesuatu yang telah menjadi bawaan sejak lahir, yang mempunyai kecenderungan kepada kesucian, kebenaran, kebaikan dan hal-hal yang bersifat positif dan konstruktif.10

Fitrah tersebut perlu dijaga, dipelihara dan ditindak lanjuti dengan mengikuti secara konsisten setiap kegiatan keagamaan baik bersifat ritual, intelektual, spiritual, maupun akhlak sosial yang dilakukan secara bertahap, terpadu, dan menyeluruh, sehingga setiap manusia akan tetap berada pada fitrahnya dalam artian dalam kepribadiannya yang utuh selaras dengan konsep dasar dan warna aslinya. Bayi yang baru lahir merupakan makhluk yang tidak berdaya, namun dibekali kemampuan yang bersifat bawaan. Perkembangan anak tidak dapat berlangsung normal tanpa adanya intervensi dari luar meskipun secara alami memiliki potensi bawaan.

Hal ini jelas berbeda dengan John Locke dengan aliran empirisme-Nya yang berpendapat bahwa anak dilahirkan di dunia ini sebagai “ kertas kosong” atau meja berlapis lilin” yang belum ada tulisan di atasnya. Manusia mempunyai potensi dasar, baik yang positif

9

Ibid, hlm 524

10

Fuad Nashori, Potensi-potensi Manusia, Seri Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2003), hlm 52


(25)

maupun negatif. Perkembangan kepribadian seseorang dipengaruhi lingkungan, pendidik memegang peranan penting dan dapat memberikan tulisan sesuai keinginan hatinya. Dilihat dari potensi dasar tadi manusia dikatakan makhluk yang bersifat netral atau alam teori tabula rasa diibaratkan sebagai kertas putih.11

Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk yang spesifik, dilihat dari segi fisik maupun non fisiknya. Ditinjau dari segi fisik, tidak ada makhluk lain yang memiliki tubuh sesempurna manusia. Sementara dari segi non fisik manusia memiliki struktur ruhani yang sangat membedakan dengan makhluk lain.12 Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis. Meskipun demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten. Potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap terebih pada usia dini.13

Oleh karena itu tujuan pembinaan keagamaan siswa/anak adalah berusaha untuk membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar tercapai hidup di dunia dan di akhirat.14 Selain itu diarahkan untuk membantu kepribadian muslim pada anak, serta dapat

11

Sumitro, ed., Pengantar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: UNY Press,2006), hlm. 98

12

Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 1

13

Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama, hlm 63

14

Tohari Musnamar, ed, Dasar-dasar konseptual Bimbingan dan Konseling Islami, (Yogyakarta: UII Press, 1992),hlm. 24


(26)

mencapai jiwa muthmainnah yaitu pribadi yang tenang karena tulus ikhlas melaksanakan perintah-perintah Allah sesuai dengan kemampuan dan meninggalkan larangan-Nya, sehingga menjalani hidup ini sesuai dengan fitrahnya dan ridha-Nya.15

c. Pengaruh Lingkungan bagi Keberagamaan Anak

Anak didik merupakan makhluk yang mengalami pertumbuhan perkembangan sesuai dengan fitrahnya dan memerlukan bimbingan dan pengarahan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya semaksimal mungkin.16 Anak merupakan salah satu unsur dalam masyarakat yang memiliki jiwa yang unik dan belum stabil. Mereka sangat bergantung pada lingkungan dan teman-temannya. Mereka senang mencontoh dan meniru segala hal, baik tingkah laku, perkataan, permainan dan lain sebagainya.

Manusia merupakan perpaduan antara unsur jasmani dan rohani, yang keduanya saling berhubungan. Dengan kelengkapan jasmaninya, ia dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai khalifah maka ia memerlukan adanya dukungan fisik, dan dengan adanya kelengkapan rohaninya ia dapat melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan dukungan mental. Selanjutnya agar kedua unsur tersebut dapat berfungsi dengan baik dan

15

Abdullah Azis Ahyadi, Psikologi Agama dan Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung: Sinar Baru,1991), hlm 109

16


(27)

produktif, maka perlu dibina dan diberikan bimbingan. Dalam hubungan ini pendidikan memegang peranan yang amat penting.17

Baik buruknya anak sangat berkaitan erat dengan pembinaan dan pendidikan agama islam dalam keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan agama yang baik sehingga akan melahirkan anak yang baik dan agamis. Sebaliknya anak yang tanpa pendidikan agama akan menjadi anak atau manusia yang hidup tanpa aturan yang diberikan Allah.

Helvatus ahli filsafat yunani berpendapat bahwa manusia dilahirkan dengan jiwa dan watak yang hampir sama yaitu suci dan bersih. Lingkunganlah yang akan membuat manusia berbeda-beda.18 Pendapat ini sejalan dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori berikut ini:

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi.19

Tokoh aliran Konvergensi yang bernama William Stren berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan sama pentingnya, kedua-duanya sama berpengaruh terhadap hasil perkembangan anak didik.20 Menurut aliran ini anak dilahirkan membawa pembawaan baik dan buruk. Selanjutnya dalam perkembangannya anak dipengaruhi

17

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 35

18

Prasetya, Filsafat Pendidikan, (BandungPustaka Setia, 1999), hlm.188

19

Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih (Jakarta: Gema Insani Press,1999),hlm 243

20


(28)

lingkungannya, sehingga antara faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.

Perkembangan agama pada anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil di keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Semakin banyak pengalaman yang sesuai dengan ajaran agama dan semakin banyak unsur agama, maka sikap, tindakan, kelakuan, dan cara menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama. 21Setiap pengalaman yang dilalui anak baik yang didapat melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Tempat pertama kali menerima pendidikan dan hubungan dari orang tua dan keluarganya. Di dalamnya tempat meletakkan dasar kepribadian anak karena anak usia dini lebih peka terhadap pengaruh dari para pendidiknya. Disini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tata krama pergaulan yang berlaku didalamnya dalam artian tanpa harus diumumkan dan ditulis agar diketahui dan diikuti anggota keluarganya.

Sekolah adalah lingkungan penerus pendidikan setelah di keluarga. Ini berfungsi membantu keluarga dalam mendidik anaknya.

21


(29)

Pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan setidaknya tidak bertentangan dengan pendidikan di rumah. Pada lembaga pendidikan anak dibina dan dididik untuk menumbuhkan dasar-dasar pendidikan pada tahap pengenalan alam kepribadian anak dan terbentuknya nilai-nilai pendidikan yang baik, serta terbina sikap positif terhadap agama.

Pendidikan di masyarakat terjadi setelah anak lepas dari asuhan keluarga dan sekolah. corak ragam di masyarakat ini meliputi segala bidang pembentukan kebiasaan, pengetahuan, sikap, minat maupun kesusilaan dan keagamaan.

d. Jenis- jenis nilai-nilai agama yang harus ditanamkan pada siswa

Nilai-nilai menurut Pandangan Islam yang harus ditanamkan pada pendidikan siswa adalah:

1) Nilai Keimanan a) Pengertian iman

Iman secara umum dapat dipahami sebagai suatu keyakinan yang dibenarkan didalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan yang didasari niat yang tulus dan ikhlas dan selalu mengikuti petunjuk Allah SWT serta sunah nabi Muhammad SAW.22

22


(30)

Dalam Al-Qur‟an terdapat sejumlah ayat yang menunjukkan kata -kata iman, diantaranya terdapat pada firman Allah surat al-Anfal ayat 2:

َيِلُت اَذِإَو ْمُهُ بوُلُ ق ْتَلِجَو ُّللا َرِكُذ اَذِإ َنيِذّلا َنوُِمْؤُمْلا اَمّنِإ

ْت

َنوُلّكَوَ تَ ي ْمِهّبَر ىَلَعَو اًناَميِإ ْمُهْ تَداَز ُُتاَيآ ْمِهْيَلَع

“Orang-orang Mukmin hanyalah mereka yang apabila disebut nama Allah

gentar hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat- Nya, dia menambah iman mereka dan kepada tuhan mereka dan kepada

tuhan mereka berserah diri”.23

Dari tafsir diatas dapat dijelaskan mereka yang mantap imannya adalah mereka yang membuktikan pengakuan iman mereka dengan perbuatan sehingga antara lain, apabila disebut nama Allah sekadar mendengar nama itu dari siapapun gentar hati mereka karena mereka sadar akan kekuasaan dan keagungan-Nya.

Kepercayaan itu menghasilkan rasa tenang menghadapi segala sesuatu sehingga hasilnya kepada Tuhan mereka saja, mereka berserah digetarkan rasa yang menyentuh kalbu seorang Mukmin ketika diingatkan tentang Allah, perintah atau larangan-Nya. Ketika itu jiwanya dipenuhi oleh keindahan dan ke-Maha besaran Allah, sehingga bangkit dalam dirinya rasa takut kepada-Nya, tergambar keagungan serta tergambar juga

23


(31)

pelanggaran dan dosanya. Semua itu mendorongnya untuk beramal dan taat.

2) Nilai Ibadah

a) Pengertian ibadah

Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara‟ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Yaitu:24

1) Ibadah adalah taat kepada Allah SWT. Dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-perintah-Nya.

2) Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah SWT. Yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.

3) Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah SWT. Baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.25

3) Nilai Akhlak

a) Pengertian Akhlak

Akhlak ( قاخأ ) adalah kata jamak dari kata tunggal khuluq ( قلخ ). Kata

khuluq adalah lawan dari kata khalq. Khuluq merupakan bentuk batin

24

Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah, (Semarang: Pustaka Imam asy-Syafi‟i, 2004), hlm. 185

25

Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah, (Semarang: Pustaka Imam asy-Syafi‟i, 2004), hlm. 185


(32)

sedangkan khalq merupakan bentuk lahir. Akhlak adalah sesuatu yang telah tercipta atau terbentuk melalui sebuah proses. Karena sudah terbentuk akhlak disebut juga dengan kebiasaan.26

Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan-santun dalam bahasa Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan arti kata moral, ethic dalam bahasa Inggris. b. Dasar-dasar pendidikan akhlak

ada beberapa dasar dalam pendidikan akhlak yang perlu diterapkan, diantaranya adalah27 :

1. Menanamkan kepercayaan pada jiwa anak, yang mencakup percaya pada diri sendiri, percaya pada orang lain terutama dengan pendidikannya, dan percaya bahwa manusia bertanggungjawab atas perbuatan dan perilakunya. Ia juga mempunyai cita-cita dan semangat.

2. Menanamkan rasa cinta dan kasih terhadap sesama anak, anggota keluarga, dan orang lain.

3. Menyadarkan anak bahwa nilai-nilai akhlak muncul dari dalam diri mausia, dan bukan berasal dari peraturan dan undang-undang. Karena akhlak adalah nilai-nilai yang membedakan manusia dari binatang. Masyarakat tidak akan eksis tanpa akhlak.

26

Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: Rasail Media Group, 2010), hlm. 31

27


(33)

4. Menanamkan perasaan peka pada anak-anak. Caranya adalah membangkitkan perasaan anak terhadap sisi kemanusiaannya, yakni dengan tidak banyak menghukum, menghakimi, dan menghajar anak. Bila terpaksa menghukum, lakukanlah dengan seringan mungkin, itu pun dalam konteks mendidik, dan beritahu mereka bahwa perbuatannya itu tidak terpuji.

5. Membudayakan akhlak pada anak-anak sehingga akan menjadi kebiasaan dan watak pada diri mereka. Jika khlak telah menjadi watak dan kebiasaan, maka mereka tidak akan mampu melanggarnya, karena tidak mudah bagi seseorang melanggar kebiasaannya yang telah berakar dan sudah menjadi kebiasaan. Jika pedoman akhlak sudah merasuk dalam jiwa seseorang dan menjaadi sistem dalam seluruh perilaku hidupnya, maka saat tu orang tersebut

bergelar “manusia berakhlak”

Berikut ini beberapa strategi dalam perkembangan moral dan spiritual peserta didik :28

1. Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yakni menjadi sekolah sebagai atmosfer moral dan agama secara keseluruhan. Atmosfer disini

28


(34)

termasuk peraturan sekolah dan kelas, sikap terhadap kegiatan akademik dan ekstrakurikuler, orientasi moral yang dimiliki guru dan pegawai serta materi dan teks yang digunakan.

2. Memberikan pendidikan moral langsung (direct moral education), yakni pendidikan moral dengan pendekatan pada nilai-nilai dan juga sifat selama jangka waktu tertentu atau menyatukan nilai-nilai dan sifat-sifat tersebut ke dalam kurikulum. Dalam pendekatan ini, instruksi dalam konsep moral tertentu dapat mengambil bentuk dalam contoh dan definisi, diskusi kelas dan bermain peran, atau memberi reward kepada siswa yang berperilaku secara tepat.

3. Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan pendidikan moral tidak langsung berfokus pada upaya membantu siswa untuk memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk dicari. Dalam klarifikasi nilai, kepada siwa diberikan pertanyaan atau dilema, dan mereka diharapkan untuk memeberi tanggapan, baik secara individual maupun secara kelompok. Tujuannya adalah untuk mendorong siswa menentukan nilai mereka sebdiri dan menjadi peka terhadap nilai yang dianut orang lain.

4. Menjadikan pendidikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak hanya sekadar bersifat teortits,


(35)

tetapai pengayatan yang benar-benar dikontruksi dari pengalaman keberagamaan

5. Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual parenting

B. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Setiap anak yang lahir normal, baik fisik maupun mentalnya, berpotensi menjadi cerdas. Hal demikian, karena secara fitrah manusia telah dibekali potensi kecerdasan oleh Allah SWT, dalam rangka mengaktualisasikan dirinya sebagai hamba dan wakil Allah di bumi.

Definisi cerdas dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah sempurna perkembangan akal budinya(pandai, tajam pikiran). Sedangkan kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi, seperti kepandaian dalam ketajaman pikiran.29

Menurut Adi W. Gunawan dalam bukunya, Genius Learning, definisi kata cerdas atau intellegence adalah Kemampuan untuk mempelajari atau mengerti dari pengalaman, kemampuan untuk mendapatkan dan memepertahankan pengetahuan serta mental.30

Kecerdasan menurut Gardner yaitu kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang

29

WJS Poerdawarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976),hal. 201

30

Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy, Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan Accelerated Learning(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003). Hal 229-230.


(36)

macam dan dalam situasi yang nyata. Jadi kecerdasan memuat kemampuan untuk memecahkan persoalan yang nyata dalam situasi yang bermacam-macam. Tekanan pada persoalan nyata ini sangat penting bagi Garder karena seseorang baru sungguh berintelegensi tinggi bila dia dapat menyelesaikan persoalan dalam hidup yang nyata, bukan hanya dalam teori. Semakin tinggi intelegensinya bila ia dapat memecahkan persoalan dalam hidup nyata dan situasi yang bermacam-macam, situasi hidup yang sungguh kompleks.31

Spiritual dalam bahasa inggris berasal dari kata “spirit” yang berarti bathin, ruhani, dan keagamaan.32 Sedangkan dalam kamus psikologi, spiritual

diartikan sebagai “sesuatu mengenai nilai-nilai transcendental”.33 Makna spiritual sendiri berhubungan erat dengan eksistensi manusia dan spiritual itu sendiri pada dasarnya mengacu pada bentuk-bentuk ragam seseorang yang dibangun dari pengalaman spiritual arti hidup, dan pandangan-pandangan hidup.

Nilai-nilai spiritual yang umum, antara lain kebenaran, kejujuran, kesederhanaan, kepedulian, kerjasama, kebebasan, kedamaian, rasa percaya, kebersihan hati, kerendahan hati, kesetiaan, kecermatan, kemuliaan,

31

Paul Suparno, Teori Intelegensi Ganda, (Yogyakarta: Kanisius,2004), hal 18

32

John M. Echols & Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1992), hal 546

33


(37)

keberanian, kesatuan, rasa syukur, humor, ketekunan, kesabaran, keadilan, persamaan, keseimbangan, ikhlas, hkmah, dan keteguhan.34

Dari berbagai definisi di atas, maka kecerdasan adalah kemampuan untuk mengetahui, mempelajari, menganalisis sebuah keadaan dan menggunakan nalar untuk mengambil sebuah jalan atau solusi alternatif bagi keadaan yang dihadapinya. Adapun spiritualitas, mencakup nilai-nilai kemanusiaan yang non materiil seperti: kebenaran, kebaikan, keindahan, kesucian, dan cinta.35

Menurut Ary Ginanjar Agustian kecerdasan spiritual adalah kemampuan dalam diri manusia untuk bisa merasakan bahwa yang saya lakukan itu karena Allah semata dan karena ibadah. Seperti yang ditulis dalam bukunya; kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberikan makna terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia seutuhnya (hanif) dan memiliki pola fikiran tauhidi ( integral-realistik) serta bersifat hanya kepada Allah.36

Dalam buku Triantoro Safaria, Spiritual Intelligence (metode pengembangan kecerdasan anak) menurut Marsha Sinetar kecerdasan

34

M. Suyanto, 15 Rahasia mengubah kegagalan Menjadi Kesuksesan dengan SQ Kecerdasan Spiritual, (Yogyakarta: Andi, 2006) hal 1

35

Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,1994), hlm 721

36

Ary Ginanjar Agustin, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual; ESQ,


(38)

spiritual adalah kecerdasan yang diilhami oleh dorongan dan efektivitas, keberadaan atau hidup ilahiah yang mempersatukan kita sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. sebagai sumber utama kegairahan yang memiliki eksistensi tanpa asal, kekal, abadi lengkap pada diri dan daya kreatifnya. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk menghidupkan kebenaran yang paling dalam. Yang berarti mewujudkan hal terbaik, utuh dan paling menusiawi dalam batin.37

Menurut Ary ginarjar Agustian bahwa kecerdasan spiritual adalah upaya menjernihkan hati agar bersih dari belenggu paradikma dan prasangka yang salah satu upaya memunculkan fitnah manusia. Lain halnya yang

dikemukakan oleh Dana Zohar Marshall mengemukakan bahwa ;”kecerdasan spiritual adalah penggabungan antara kecerdasan emosional dan nilai-nilai spiritual dengan nilai manajemen hati dengan pendekatan agama.

Menurut Sinetar. “Kecerdasan Spiritual adalah kecerdasan yang

mendapat inspirasi, dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi, theiss-ness atau penghayatan ketuhanan yang didalamnya kita semua menjadi bagian didalamnya.38 Kecerdasan spiritual yang sejati merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai tidak saja terhadap manusia, tetapi juga di hadapan Allah.

37

Triantoro Safaria, Spiritual Intelligence (metode pengembangan kecerdasan spiritual anak), (jakarta: Graha Ilmu,2007), hal 15

38


(39)

Danah Zohar dan Ian Marshal mendefinisikan Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan orang lain. SQ adalah suara hati ilahiyah yang memotivasi seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat. Kalau EQ berpusat di hati, SQ berpusat pada hati nurani (fuad). Kebenaran suara fuad tidak perlu diragukan. Sejak awal fuad telah tunduk pada perjanjian ketuhanan seperti ayat berikut: (QS. Al-A’raf ayat 7:172)

ىَلَع ْمُ َدَهْشَأَو ْمُهَ تّ يّرُذ ْمِِروُهُظ ْنِم َمَدآ يَِب ْنِم َكّبَر َذَخَأ ْذِإَو

ُلاَق ْمُكّبَرِب ُتْسَلَأ ْمِهِسُفْ نَأ

اُّك اّنِإ ِةَماَيِقْلا َمْوَ ي اوُلوُقَ ت ْنَأ اَنْدِهَش ىَلَ ب او

َنيِلِفاَغ اَذَ ْنَع

SQ (Spiritual Quotient) adalah kecerdasan manusia yang digunakan

untuk “berhubungan” dengan tuhan. Potensi SQ setiap orang sangat besar,

dan dibatasi oleh faktor keturunan, lingkungan, atau materi lainnya.39

Kecerdasan Spiritual menurut penulis adalah kemampuan manusia dalam memaknai setiap persoalan hidup dengan berpusat pada penghayatan

39


(40)

terhadap tuhan-Nya agar setiap langkah dan perilaku selalu merasa diawasi oleh tuhan-Nya.

a. Tujuan Kecerdasan Spiritual

Kondisi masyarakat modern seperti sekarang mengalami kemajuan pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Pandangan filosof modern tentang hakikat manusia sangat diwarnai oleh semangat saintifik, atau bisa dikatakan mereka sangat mendewakan ilmu pengetahuan untuk mengungkap rahasia manusia, kajian-kajian tentang manusia dilakukan dengan penelitian ilmiah artinya pengungkapan tentang tabir-tabir manusia dilakukan dengan menggunakan metode yang berlandaskan pada fakta dan data, serta berdasarkan pada percobaan-percobaan untuk mendapatkan kesimpulan yang tepat, metode ini dinamakan dengan metode empiris-induktif.

Kondisi masyarakat modern seperti gambaran di atas menyebabkan kekeringan spiritual, dan kondisi masyarakat modern yang seperti itulah yang mendasari lahirnya konsep kecerdasan spiritual (SQ) yang dipopulerkan oleh Danah Zohar. Konsep ini sebagai alternatif untuk lebih meningkatkan pemaknaan hidup manusia. Sebab Danah Zohar mengakui


(41)

bahwa masyarakat barat modern ssat ini telah mengalami krisis makna dan mengalami spirituality dumb culture (budaya kebodohan spiritual).40

Para tokoh-tokoh Kecerdasan Spiritual ini termasuk Danah Zohar dan Ian Marshal mempunyai tujuan yang sama dalam dataran teori, yaitu :

1. Supaya manusia modern lebih mengerti makna dan tujuan hidup yang sebenarnya.

2. Supaya kehidupan manusia modern bisa lebih arif dan bijaksana.

3. Supaya manusia bisa mencapai kebahagiaan personal/kebahagiaan spiritual

4. Supaya manusia bisa mengembangkan potensi bawaan spiritual pada anak-anak seperti keberanian, optimisme, keimanan, perilaku konstruktif, empati, sikap mudah memaafkan, dan bijaksana dalam menanggapi marah dan bahaya.

5. Menghidupkan potensi bawaan spiritual pada remaja, dewasa, dan orang tua.

6. Menjadikan manusia bisa kembali kepada fitrahnya yang baik dan mendapatkan kedamaian dalam diri dan kebahagiaan.

40

Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung: Mizan,2001) hal 285


(42)

b. Manfaat Kecerdasan Spiritual

Beberapa tokoh telah banyak mengeluarkan konsep Kecerdasan Spiritual dengan tujuan spesifik yang berbeda-beda walaupun pada dasarnya sama yaitu menjadikan hidup yang lebih berarti dan bahagia di dunia.

Fenomena keadaan masyarakat yang digambarkan di atas menjadikan penulis mengeluarkan beberapa teori konsep Kecerdasan Spiritual untuk menyelamatkan manusia dari kehancuran. Kecerdasan Spiritual adalah adalah suatu konsep yang mengandung manfaat. Di beberapa literature, manfaat Kecerdasan Spiritual tidak ditemukan secara terperinci dan eksplisit. Dari beberapa literature yang ada bisa disimpulkan bahwa manfaat Kecerdasan Spiritual antara lain :

1. Membawa manusia pada kunci kesuksesan hidup di dunia, bahwa manusia modern beranggapan bahwa anak yang cerdas secara intelektual akan sukses dalam menjalani hidup, dan sebaliknya anak yang mempunyai tingkat kecerdasan (intelektual) rendah akan mengalami kegagalan dalam menjalankan hidupnya. Tapi ternyata penilaian seperti itu salah. Beberapa penelitian membuktikan anak yang mempunyai kecerdasan biasa-biasa saja banyak yang berhasil dan bahkan sebaliknya banyak anak yang mempunyai kecerdasan tinggi tapi mengalami kegagalan hidup.


(43)

Kenyataan ini sesuai dengan fakta yang diceritakan oleh Daniel

Golemen. “IQ hanya menyajikan sedikit penjelasan perbedaan

nasib orang-orang berbakat, pendidikan, dan peluangnya kurang lebih sama. Ketika 95 mahasiswa Hardvard dari angkatan 1940-an

– suatu masa ketika rentang mahasiswa-mahasiswa Ivy League (Perguruan-perguruan tinggi bergengsi di Amerika Serikat) lebih besar daripada saat ini-dilacak sampai mereka usia tengah baya, maka mereka yang memperoleh tesnya paling tinggi di perguruan tinggi ternyata tidak terlampau sukses dibandingkan dengan rekan-rekan yang IQ-nya lebih rendah, bila diukur menurut gaji, produktivitas, atau status di bidang pekerjaan mereka. Mereka juga bukan orang yang banyak mendapatkan kepuasan hidup, dan juga bukan orang yang paling bahagia dalam persahabatan, keluarga dan asmara. Drs. H. Ilhamsyah, M.M. dalam kata pengantar Pencerahan Spiritual karya Rusli Amin menegaskan arti penting Kecedasan Spiritual. Karena itu, saya ingin memberi penegasan bahwa upaya yang mengarah pada “Pencerahan

Spiritual” harus terus menerus dilakukan sebab sebagaimana yang


(44)

tidak ditentukan oleh kecerdasan otaknya, akan tetapi sangat dipengaruhi Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual.41 2. Menjadikan etos kerja yang tak terbatas

3. Menjadikan manusia peduli dengan sesamanya.

4. Menjadikan manusia tidak mudah terpengaruhi oleh lingkungan. 5. Menjadikan manusia kebahagiaan dan kedamaian dalam diri.

Keempat akibat yang dihasilkan orang yang cerdas secara spiritual ini digambarkan oleh Ary Ginanjar Agustin, ketika beliau berbincang-bincang dengan seorang karyawan Perusahaan Otomotif yang tugasnya memasang dan mengencangkan baut jok pengemudi mobil, fakta ini diceritakan oleh Ary sebagai berikut: Harry bekerja di sebuah perusahaan otomotif sebagai buruh, tugasnya memasang dan mengencangkan baut jok mobil, itulah tugas rutin yang sudah dikerjakan selama hampir sepuluh tahun. Karena pendidikannya yang hanya setingkat SLTP, maka sulit baginya untuk meraih posisi puncak. Saya pernah bertanya kepada Harry bahwa bukankah itu suatu pekerjaan yang sangat membosankan, dia menjawab dengan tersenyum “bukankah ini suatu pekerjaan mulia, saya telah menyelamatkan ribuan orang-orang yang mengemudikan mobil-mobil itu ?. saya mengeratkan

41

M. Rusli Amin, Menjadi Remaja Cerdas, Panduan Melejitkan Potensi Diri, (Jakarta: Al Mawardi Prima,2003), hal 10


(45)

kuat-kuat kursi kemudian yang mereka duduki, hingga sekeluarga

selamat, termasuk kursi mobil yang anda duduki itu”, esok harinya saya mendatangi lagi saya ajukan pertanyaan “mengapa anda tidak melakukan mogok kerja seperti yang lain untuk menuntut kenaikan upah, dan nampaknya saat ini dan bahkan anda bekerja

makin giat aja ?” ia memandang mata saya seraya tersenyum, ia menjawab “saya memang senang dengan kenaikan gaji itu, seperti

teman-teman yang lain, tetapi saya memahami bahwa keadaan ekonomi sangat sulit, sehingga perusahaan kekurangan, dan saya memahami pimpinan perusahaan juga tentu dalam keadaan kesulitan dan bahkan terancam pemotongn gaji seperti saya. Jadi kalau saya mogok kerja maka itu akan memberatkan maslah saja”.

Lalu ia melanjutkan ceritanya sambil tersenyum. “saya bekerja karena prinsip saya adalah „memberi’ bukan hanya untuk perusahaan, tapi untuk ibadah saya”. Setelah lima tahun Harry telah menjadi seorang pengusaha otomotif ternama di Jakarta.42 Cerita ini ditegaskan oleh Ary Ginanjar sebagai hasil dari kematangan kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional yang kemudian menhasilkan kedamaian dan kebahagiaan dalam jiwa Harry.

42


(46)

6. Sebagai pusat kecerdasan dan yang memfasilitasi dialog antara IQ dengan EQ, kecerdasan spiritual dengan demikian menjadi lokus kecerdasan, yang berfungsi bukan saja sebagai pusat kecerdasan tetapi juga Kecerdasan Spiritual bisa menjadi fasilitator dialog antara IQ dan EQ (alasan dan emosi, fikiran dan jism).

7. Menyembuhkan penyakit Jiwa –Spiritual keadaan masyarakat yang makin materialistis mengakibatkan banyak manusia yang terkena penyakit spiritual-jiwa, eksistensial patalogis spiritual. Yang semua itu mengakibatkan tekanan-tekanan pada jiwa dan terombang-ambingnya kehidupan, seolah-olah tidak ada tujuan dalam hidup. Di saat seperti, SQ lah yang menjadi jawaban untuk menyembuhkannya. Dan untuk mendapatkan kedamaian spiritual, kebahagiaan spiritual dan kearipan spiritual.

8. Mengembangkan fitrah (potensi) yang ada dalam diri manusia menjadi lebih kreatif, orang yang cerdas secara spiritual dapat memandang hidup yang lebih besar sebagai suatu visi, pandangan hidup ini mendorong untuk manusia untuk berjuang keras, menjadikan dia kreatif dan bisa menjadi apa saja dengan dirinya sendiri sampai akhirnya ia sukses, hal ini dicontohkan oleh sinetar dengan cerita perjalanan hidup Ryan White seorang anak yang terkena AIDS dan dikucilkan, tapi dengan dikucilkannya itu, ia


(47)

tidak putus asa dan malah menjadikannya lebih kreatif dengan mengajarkan kepada anak-anak tentang AIDS dan kepada dunia dengan tulisan-tulisannya.

9. Menjadikan manusia lebih mengerti makna dan nilai hidup sebenarnya.

c. Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual

Dalam buku Syamsu Yusuf, LN, dan A. Juntika Nurihsan Landasan Bimbingan dan Konseling Menurut Danar Zohar, Marshall orang yang memiliki SQ tinggi ditandai dengan beberapa ciri atau indikator sebagai berikut43 :

a. Bersifat fleksibel, yaitu mampu beradaptasi secara aktif dan spontan. b. Memiliki kesadaran (self-awareness) yang tinggi

c. Memiliki kemampuan untuk menghadapi penderitaan dan mengambil hikmah darinya.

d. Memiliki kemampuan untuk menghadapi dan mengatasi rasa sakit e. Memiliki kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.

f. Enggan melakukan sesuatu yang menyebabkan kerugian atau kerusakan.

g. Cenderung melihat hubungan antar berbagai yang berbeda menjadi suatu yang holistik.

43

Syamsu Yusuf, LN, Dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2006), cet Ke-2, hal 245


(48)

h. Cenderung untuk bertanya mengapa atau apa dan mencari jawaban-jawaban yang fundamental.

i. Bertanggungjawab untuk menebarkan visi dan nilai-nilai kepada orang lain dan menunjukkan cara menggunakannya. Dengan kata lain, dia adalah orang pemberi inspirasi kepada orang lain.

Dalam buku Triantoro Safaria, Spiritual Intelligence (metode pengembangan kecerdasan spiritual anak) Marsha Sinetar menjelaskan ada beberapa ciri dari anak-anak yang memiliki potensi kecerdasan spiritual yang tinggi. Karakteristik ini biasanya sudah mulai tampak ketika anak mulai beranjak menuju remaja dan akan menjadi mapan ketika dia mencapai masa dewasa. Adapun karakteristiknya tersebut yaitu44 :

a. Kesadaran diri yang mendalam. Intuisi yang tajam, kekuatan keakuan

(ego-strenght), dan memiliki otoritas bawaan. Contohnya seorang

anak memiliki kemampuan untuk memahami dirinya sendiri serta memahami emosi-emosi yang muncul, sehingga mampu berempati dengan apa yang terjadi pada orang lain.

b. Anak memiliki pandangan luas terhadap dunia dan alam.

44

Triantoro Safaria, Spiritual Intelligence (metode pengembangan kecerdasan spiritual anak),


(49)

c. Moral tinggi, pendapat yang kokoh, kecenderungan untuk merasa gembira, mengalami pengalaman-pengalaman puncak, atau bakat-bakat estesis.

d. Pemahaman tentang tujuan hidupnya.

e. Kelaparan tak terpuaskan akan hal-hal selektif yang diminati f. Gagasan-gagasan yang segar dan memiliki rasa humor dewasa. g. Pandang pragmatis dan efisien tentang realistas.45

d. Fungsi Kecerdasan Spiritual

SQ (Spiritual Quotion) sebagai proses tertier psikologis berfungsi

untuk:

1. Mengintegrasikan dan mentransformasikan bahan-bahan yang berasal dari proses primer (EQ) dan proses sekunder (IQ).

2. Memfasilitasi suatu dialog antara pikiran dengan perasaan, atau antara jiwa dengan raga.

3. Menempatkan self sebagai pusat keaktifan (kegiatan), penyatuan, dan pemberian makna.46

Dewasa ini telah berkembang isu tentang pentingnya meaning (makna). Banyak penulis mengatakan bahwa krisis sentral saat ini adalah pencarian makna. Dalam berbagai kesempatan ditemukan bahwa

45

Triantoro Safaria, Spiritual Intelligence (metode pengembangan kecerdasan spiritual anak), (Jakarta: Graha Ilmu, 2007), Cet ke-1, h. 26-28

46


(50)

orang dewasa ini banyak membicarakan kembali masalah tuhan, makna, visi, nilai, yang menunjukkan adanya kerinduan terhadap aspek spiritual.

Spiritualitas di dalam islam adalah islam itu sendiri. Maka apabila kita ingin mendapatkan spiritualitas, kita tentunya harus berislam. Jika kita ingin meningkatkan spiritualitas, maka kita perlu meningkatkan pelaksanaan ajaran islam dan apabila kita ingin mencapai puncak spiritualitas, maka kita perlu menyerahkan diri sepenuhnya di dalam islam. Al-Qur’an memfirmankan:

َمَو ِّلِل َيِهْجَو ُتْمَلْسَأ ْلُقَ ف َكوّجاَح ْنِإَف

يِذّلِل ْلُقَو ِنَعَ بّ تا ِن

ْنِإَو اْوَدَتْا ِدَقَ ف اوُمَلْسَأ ْنِإَف ْمُتْمَلْسَأَأ َنيّيّمأاَو َباَتِكْلا اوُتوُأ

َكْيَلَع اَمّنِإَف اْوّلَوَ ت

ِداَبِعْلاِب ٌريِصَب ُّللاَو ُغاَبْلا

Artinya: “kemudian jika mereka mendebat kamu(tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: “Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan

(demikian pula) orang-orang yang mengikutiku”. Dan katakanlah

kepada orang-orang yang telah diberi Al-Kitab dan kepada orang-orang

yang ummi: “Apakah kamu mau masuk islam ?”jika mereka masuk

islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat


(51)

Allah). Dan Allah maha melihat akan hamba-hamba- Nya. (QS. Ali Imron: 20)47

Menurut Dr. Seto Mulyadi, M. Si, kecerdasan spiritual adalah bagaimana manusia dapat berhubungan dengan sang pencipta. Dengan kata lain, kecerdasan spiritual adalah kemampuan manusia untuk mengenali potensi fitrah dalam dirinya serta kemampuan seseorang mengenali tuhannya yang telah menciptakannya, sehingga dimanapun berada merasa dalam pengawasan Tuhannya.

Cerdas tidaknya anak pada sisi spiritual tergantung orang tua dan keluarga sebagai tempat belajar pertama, sekolah dan lingkungan sebagai tempat belajar kedua. Apabila lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah kurang memperhatikan aspek spiritual, maka dengan sendirinya sulit kita temukan anak yang memilki kecerdasan spiritual.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan bagaimana manusia dapat berhubungan dengan sang pencipta sebagai penguasa, pelindung, pemaaf dan kita percaya atas kehadirannya sehingga dimanapun kita berada merasa dalam pengawasan Tuhannya. Jadi kita harus mampu menjadi potensi fitrah yang ada di dalam diri kita.

47


(52)

Berkaitan dengan kecerdasan spiritual ini, islam merupakan agama yang pandangan dunia tauhidnya sangat prihatin justru kepada kecerdasan ini. Sebab, menurut pandangan dunia tauhid islam, manifestasi dari keseluruhan kecerdasan itu akan tidak bermakna justru ketika tidak berbasiskan spiritualitas. Dengan demikian kecerdasan spiritual menjadi sentra kepedulian pendidikan islam. Sehingga adalah sangat wajar apabila persoalan kecerdasan dan keterampilan spiritual mendapatkan perhatian yang sangat khusus dari para ahli ruhani islam,

terutama kaum „urafa atau sufi. Pada tingkat metodologi praktis, perhatian terhadap persoalan ini telah melahirkan banyak aliran Tariqah di dunia tasawuf. Sedangkan pada tingkat pemikiran sufistik dan teosofik, telah dikembangkan sampai ke tingkat teori perjalanan ruhani.

Hingga saat ini dunia pendidikan sedang menghadapi berbagai

tantangan besar, antara lain “ (1) globalisasi dibidang budaya, etika dan

moral yang didukung oleh kemajuan teknologi di bidang transportasi dan

informasi, (2) krisis moral dan etika, yang melanda kehidupan bangsa dalam berbagai tataran administratif pemerintahan pusat atau daerah dan dalam berbagai sektor negara maupun swasta, (3) eskalasi konflik, yang disatu sisi merupakan unsur dinamika sosial tetapi disisi lain justru mengancam harmoni bahkan integrasi sosial baik lokal, nasional,


(53)

regional maupun internasional, dan (4) stigma keterpurukan bangsa, yang berakibat kurangnya rasa percaya diri.

Dari berbagai problem dan tantangan di atas, persoalan krisis moral dan etika (akhlak) perlu mendapat perhatian yang serius dari lembaga pendidikan, khususnya pendidikan agama. Karena peran dan fungsi pendidikan agama dalam membentuk (akhlak) dan moralitas sangat penting dan strategis.

Pandangan teologis-keimanan semacam ini akan membawa kepada suatu pengertian bahwa pendidikan keagamaan dan pendidikan keimanan harus menjadi landasan dan pilar-pilar yang kokoh dan kuat dalm pengembangan ilmu dan teknologi dalam sistem pendidikan.

Menurut Zohar, ada tujuh langkah praktis menuju kecerdasan spiritual yang lebih tinggi, yaitu48 : (1) menyadari keberadaan kita (dimana kita sekarang?), (2) merasakan keinginan kuat untuk berubah, (3) merenungkan pusat diri dan menanyakan motivasi terdalam, (4) menemukan dan mengatasi rintangan, (5) menggali banyak kemungkinan untuk melangkah maju, (6) menetapkan hati pada sebuah jalan, (7) tetap menyadari adanya banyak jalan.49

48

Danah Zohar, SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2001)

49


(54)

Dalam Al-Qur’an, beberapa ayat Al-Qur’an yang mengulas tentang

dinamika jiwa manusia, spiritualitas dicapai melalui ta’wil dan tafsir. Ta’wil mengacu pada pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an dengan memperhatikan implikasi-implikasi yang tersembunyi di bawah atau dibalik makna harfiahnya. Sedangkan tafsir adalah ulasan yang didasarkan atas apa yang diturunkan, diwariskan kepada kita lewat tradisi budaya (keislaman). Perspektif Al-Qur’an memandang jiwa manusia mempunyai dua kecenderungan pada sifat-sifat ketuhanan (kecenderungan positif) dan kecenderungan sifat-sifat kesyaitanan (kecenderungan negatif). Bisa juga dikatakan bahwa jiwa manusia seperti dua sisi mata uang. Yang satu cenderung kepada kebajikan dan sisi lainnya censerung pada kejahatan. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah SWT.

اَاّوَس اَمَو ٍسْفَ نَو

اَاَوْقَ تَو اََروُجُف اَهَمَهْلَأَف

“Demi jiwa dan penyempurnaannya, sesungguhnya Allah mengilhamkan

kepada jiwa itu (cenderung pada) keburukan dan kebaikannya” ( QS.

Asy Syams : 7-8)50

Untuk mencapai tingkat kepribadian yang sehat, manusia dituntut untuk selalu mengikuti kecenderungan jiwanya pada kebajikan (positif).

50


(55)

Manusia dituntut juga untuk mampu mengaktualkan sifat-sifat tuhan yang terdapat dalam dirinya. Untuk itu manusia harus mampu mengendalikan dan menghancurkan kecenderungan kejahatan (Negatif) dalam jiwanya. Untuk itulah manusia dituntut untuk selalu mensucikan jiwanya, agar manusia memperoleh keberuntungan. Seperti firman Allah SWT.

َم َباَخ ْدَقَو اَاّكَز ْنَم َحَلْ فَأ ْدَق

اَاّسَد ْن

“ Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan

rugilah orang-orang yang mengotori jiwa itu”. (QS. 91 : 9-10). SQ ini dapat diartikan sebagai kemamapuan untuk

a. Mengenal dan memecahkan masalah-masalah yang terkait dengan makna dan nilai.

b. Menempatkan berbagai kegiatan dan kehidupan dalam konteks yang lebih luas, kaya dan memberikan makna.

c. Mengukur atau menilai bahwa salah satu kegiatan atau langkah kehidupan terutama lebih bermakna dari yang lainnya.


(56)

(57)

47

Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh filsuf, peneliti, maupun oleh praktis melalui model-model tertentu.1

Metode merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kegiatan

penelitian. “Metode Penelitian adalah strategi umum yang dipakai dalam

pengumpulan data yang digunakan untuk menjawab persoalan yang dihadapi,

sehingga dapat dicari pemecahan masalah dari permasalahan yang dihadapi”.

Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapat data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.2

Metode Penelitian Pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapat data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.3

A. Jenis Pendidikan dan model penelitian

1

Lexy j. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007) 49

2

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,“pendekatan kualitatif, kuantitatif R & D”, (Bandung: Alfabeta, 2011) hal 3

3


(58)

adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll. secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.4

Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang dimiliki.5

Penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiyah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purpossive/sengaja dan snowball/semakin bertambah, teknik pengumpulan dengan gabungan, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekan makna dari pada generalisasi.6

Dalam penelitian kualitatif, karena permasalahan yang dibawa oleh peneliti masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti memasuki lapangan atau konteks sosial. Dan juga dipakai oleh peneliti

4

Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007) hal 6

5

Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Galia Indonesia, 2009) hal 54

6Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan “pendekatan kualitatif, kuantitatif dan R&D”.

(Bandung: Alfabeta, 2011) hal 15


(59)

sedangkan dalam penelitian kualitatif bersifat menemukan teori.7

Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Metode penelitian kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan, pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden, ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola yang dihadapi.8

Penelitian kualitatif dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap sebelum lapangan, analisis data, dan penulisan laporan. Pertama, tahap perlapangan yang mempersoalkan segala macam persiapan yang diperlukan sebelum peneliti terjun ke dalam kegiatan penelitian itu sendiri. Kedua, dibahas usaha penelitian agar secara bersungguh-sungguh berusaha memahami latar penelitian. Disamping itu peneliti benar-benar dengan segala usaha, daya, dan tenaganya mempersiapkan dirinya menghadapi lapangan penelitian. Ketiga, dikemukakan konsep analisis data, juga dipersoalkan bahwa analisis data

7

Ibid, hal 295

8


(60)

Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.

Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Pada penulisan laporan demikian, peneliti menganalisis data yang sangat kaya tersebut dan sejauh mungkin faham dalam bentuk aslinya. Hal itu hendaknya dilakukan seperti orang merajut sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu. Pertanyaan dengan kata tanya mengapa, alasan apa dan bagaimana terjadinya akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti. Dengan demikian peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu itu sudah memang dimiliki keadaannya.10

2. Pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis yang mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini

9

Lexy J. Moleong, Ibid 152

10


(61)

Lexy j. Moleong mengungkapkan bahwa pendekatan fenomenologi sebagai 1) pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal; 2) suatu study tentang keasadaran dari perspektif pokok dari seseorang (Husserl). Istilah fenomenologi sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui. Dalam arti yang lebih khusus, istilah ini mengacu pada penelitian tentang kesadaran dan perspektif pertama seseorang.

Peneliti dalam pandangan fenomenologi berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu. Atau berusaha memahami subjek dari segi pandang mereka sendiri.11

Peneliti menghimpun data berkenaan dengan konsep, pendapat, pendirian, sikap, penilaian dan pemberian makna terhadap situasi atau pengalaman-pengalaman dalam kehidupan. Tujuan dari penelitian fenmenologis adalah mencari atau menemukan makna dari hal-hal yang esensial atau mendasar dari pengalaman hidup tersebut.12

3. Model penelitian

Apa yang dikatakan oleh Bodgan (1984) Wolf dan Tymz (1977) (dalam Sukardi, 2003:2) Mereka mengartikan penelitian kualitatif naturalistik sebagai

11

Ibid, hal 17

12


(62)

dan persepsi manusia melalui pengakuan mereka, yang mungkin tidak dapat diungkap melalui penonjolan pengukuran formal atau pertanyaan penelitian yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

Dikatakan penelitian naturalistik karena dalam penelitian ini peneliti berusaha secara aktif melakukan interaktif dengan subyek atau responden yang diteliti dengan kondisi apa adanya dan tidak direkayasa agar data yang diperoleh merupakan fenomena yang asli dan natural (alamiah).13

B. Jenis dan Sumber Data Jenis Data

1. Kuantitatif

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, tehnik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, penggunaan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah digunakan.14

13

Sukardi, Metode Penelitian (Jakarta: Bulan Bintang, 2002) 2

14

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikanpendekatan kualitatif, kuantitatif dan R&D”. (Bandung:


(63)

sistematis. Metode ini disebut juga sebagai metode discovery, karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan sebagai iptek baru. Disebut sebagai metode kuantitatif karena datanya berupa angka-angka dan analisis berupa statistik.15

2. Kualitatif

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiyah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purpossive

dan snowball, teknik pengumpulan dengan gabungan, analisis data bersifat

induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekan makna dari pada generalisasi.16

Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah makna yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang nampak. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menampakkan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna. Generalisasi dalam penelitian kualitatif adalah transferability.

15

Ibid, hal 13

16


(1)

103 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, penulis dapat menyimpulkan bahwa : 1. kondisi kecerdasan spiritual siswa kelas 8 SMP Islam Sidoarjo dilihat dari

inputnya sudah terlihat baik, tetapi ada sebagian kecil siswa memiliki kecerdasan spiritual yang rendah, hal ini dikarenakan faktor keluarga dan lingkungan yang mempengaruhi jiwa pribadi mereka, disamping itu semakin berkembangnya zaman dan semakin canggih mengakibatkan mereka terpengaruh oleh lingkungan yang sulit untuk dihindari, maka dari sini yang perlu dikembangkan untuk memperbaikinya yakni melalui penanaman nilai-nilai keagamaan agar semua siswa memiliki jiwa pribadi yang tenang dalam kehidupannya dan menjadi manusia seutuhnya untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

2. penanaman nilai-nilai keagamaan sangatlah penting untuk diterapkan di sekolah yang mempunyai latar belakang islam. Guru PAI menanamkan nilai keagamaan di dalam kelas dengan memberi nasihat-nasihat spiritual dan motivasi-motivasi keagamaan, begitu juga semua guru tentunya membentuk akhlak siswa agar menjadi akhlakul karimah. Disamping nilai akhlak guru PAI juga menanamkan nilai ibadah yang menjadi kebiasaan


(2)

104

yang bertujuan untuk melatih siswa agar kebiasaan tersebut tertanam secara otomatis. Begitu juga nilai keimanan atau tauhid yang menjadi kepercayaan mereka sejak dilahirkan. Semua itu dilakukan oleh guru PAI dengan tujuan agar siswa menjadi insan kamil yang hakiki.

3. Setelah adanya penanaman nilai keagamaan yang bermacam-macam jenisnya, keadaan kecerdasan spiritual semakin berkembang pesat dikarenakan metode pembiasaan secara istiqomah menjadikan siswa secara otomatis jiwa spiritual mereka tumbuh dengan sendirinya tanpa disengaja melakukan hal yang positif. siswa SMP Islam Sidoarjo memiliki kecerdasan spiritual yang berbeda, maka sebagai guru PAI berupaya semaksimal mungkin agar siswa tersebut memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi yang diharapkan oleh sekolah yang mempunyai latar belakang islam dan mengharapkan output yang bagus dengan membawa akhlak yang baik.

B. Saran

Saran dari penulis agar bisa menjadikan siswa yang berakhlakul karimah dan memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, maka pihak sekolah harus lebih tegas lagi dalam pembinaan dan penanaman nilai keagamaan agar siswa lebih mantap dan lebih konsisten dalam jiwanya.

Mungkin dari kepala sekolah sebagai pimpinan bisa lebih memantau secara langsung keadaan kecerdasan spiritual siswa agar memudahkan semua


(3)

105

guru yang masih belum bisa mengatasi anak yang memiliki sulit diatasi. Maka dari itu sebagai pimpinan sebiknya langsung terjun pada anak didiknya. Atau bisa secara langsung mengunjungi rumah orang tuanya masing-masing agar orang tua tersebut bisa meningkatkan dalam mendidik dan mengarahkan anaknya.

Penanaman nilai keagamaan ini harus tetap dilaksanakan, lebih baiknya lagi ditingkatkan dengan berbagai macam metode atau pendekatan secara pribadi yang menjadikan siswa lebih senang pada nasihat guru dan dapat menerima dengan kesadaran hati yang di harapkan oleh semua guru dan orang tua masing-masing, karena akhlak dan perilaku seorang siswa wajib dibimbing dan diarahkan mulai anak masih dini agar besok kalau sudah dewasa menjadi seorang manusia yang insan kamil.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadir Jawas, Yazid. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah, (Semarang: Pustaka Imam asy-Syafi‟i, 2004)

Abdurrahman, Syekh Khalid cara islam mendidik anak, (Yogyakarta: Ad-Dawa’,2006)

Amin, M. Rusli. Menjadi Remaja Cerdas, Panduan Melejitkan Potensi Diri, (Jakarta: Al Mawardi Prima,2003)

Anshori, M. Hafi. Kamus Psikologi, (Surabaya: Usaha Kanisius, 1995)

Azis Ahyadi, Abdullah. Psikologi Agama dan Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung: Sinar Baru,1991)

Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2000)

Daradjat, Zakiyah. Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang,2005)

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2000) DepDikBud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1990)

Desmita, psikologi perkembangan peserta didik, bandung, PT Remaja Rosdakarya Echols, John M. & Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia,

1992)

Faiz Almath, Muhammad. 1100 Hadits Terpilih (Jakarta: Gema Insani Press,1999) Ginanjar Agustin, Ary. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan

Spiritual; ESQ, (Jakarta: Arga, 2007)

Gunawan, Adi W. Genius Learning Strategy, Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan Accelerated Learning(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003).

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research jilid 1, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit UGM, 1994) 42


(5)

Harini, Sri dan Aba Firdaus, Mendidik Anak

Irwanto, dkk, Psikologi Umum, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991) Mahfud, Rois. Al-Islam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga, 2011)

Moleong, Lexy j. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007)

Muslich, Masnur. Pendidikan Karakter, (Jakarta, Bumi Aksara, 2011)

Nashih Ulwan, Abdullah. Pendidikan Anak dalam Islam,(Solo: Pustaka Amanah, 1998)

Nashori, Fuad. Potensi-potensi Manusia, Seri Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2003),

Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: Rasail Media Group, 2010)

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Nazir, Moh. Metode Penelitian, (Bogor: Galia Indonesia, 2009)

Nggermanto, Agus. Quantum Quotient ( Kecerdasan Quantum), Bandung, Nuansa, 2005

Partanto, Pius A. dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,1994)

Poerdawarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976)

Prasetya, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka setia, 1999), hlm 192

Rahman Saleh, Abdul .Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Jakarta: Gema Windu Panca Perkasa, 2000)

Rahmat, Jalaluddin .Psikologi Agama

Rajih, Hamdan . Spiritual Quotient For Children Agar Si Buah HatiKuat Imannya dan Taat Ibadahnya, (Yogyakarta: Diva Press, 2005)


(6)

Safaria, Triantoro. Spiritual Intelligence (metode pengembangan kecerdasan spiritual anak), (jakarta: Graha Ilmu,2007)

Shihab, M. Quraish. Menabur Pesan Ilahi, (Jakarta: Lentera Hati, 2006)

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,“pendekatan kualitatif, kuantitatif R & D”, (Bandung: Alfabeta, 2011)

Sujana, Nana Menyusun Karya Tulis Ilmiyah Untuk memperoleh Angka Kredit ??? Sukardi, Metode Penelitian (Jakarta: Bulan Bintang, 2002

Sumitro, ed., Pengantar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: UNY Press,2006) Suparno, Paul. Teori Intelegensi Ganda, (Yogyakarta: Kanisius,2004) Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)

Suyanto, M. 15 Rahasia mengubah kegagalan Menjadi Kesuksesan dengan SQ Kecerdasan Spiritual, (Yogyakarta: Andi, 2006)

Syaodih, Nana. Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007)

Tohari Musnamar, ed, Dasar-dasar konseptual Bimbingan dan Konseling Islami, (Yogyakarta: UII Press, 1992),hlm. 24

Tohari Musnamar, ed, Dasar-dasar konseptual Bimbingan dan Konseling Islami, (Yogyakarta: UII Press, 1992

Yusuf, Syamsu LN, Dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2006),

Zohar, Danah SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2001)


Dokumen yang terkait

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA DI SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MALANG

10 54 25

UPAYA GURU PEMBINA DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER ROHIS DI SMP NEGERI 8 BANDAR LAMPUNG

3 31 111

PERAN GURU PAI DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA MELALUI PENANAMAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN DI SMPN 3 KEDUNGWARU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 6

BAB I PENDAHULUAN - PERAN GURU PAI DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA MELALUI PENANAMAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN DI SMPN 3 KEDUNGWARU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA - PERAN GURU PAI DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA MELALUI PENANAMAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN DI SMPN 3 KEDUNGWARU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 42

BAB III METODELOGI PENELITIAN - PERAN GURU PAI DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA MELALUI PENANAMAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN DI SMPN 3 KEDUNGWARU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 12

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN - PERAN GURU PAI DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA MELALUI PENANAMAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN DI SMPN 3 KEDUNGWARU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 34

BAB V PEMBAHASAN - PERAN GURU PAI DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA MELALUI PENANAMAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN DI SMPN 3 KEDUNGWARU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 8

PERANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK SMP NEGERI 2 BENTENG KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

1 1 86

PERANAN KETELADAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN TAHUN AJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 11