PENDIDIKAN MAU DIBAWA KE MANA

PENDIDIKAN MAU DIBAWA KE MANA?
Oleh Haedar Nashir
Dunia pendidikan di negeri ini makin sarat beban. Di satu pihak mulai ingin
kembali pada basis awal yaitu menyiapkan manusia yang berakal-budi secara
seutuhnya. Sebutlah pendidikan sebagai bagian penting dari strategi kebudayaan
dalam peradaban umat manusia. Di pihak lain, pendidikan semakin ditarik ke
fungsi-fungsi praktis-pragmatis seperti memenuhi tuntutan lapangan kerja.
Sebutlah pendidikan sebagai bagian dari strategi ekonomi.
Pendidikan sebagai proses kebudayaan ingin mengembangkan potensi akalbudi manusia sehingga menjadi manusia yang beradab. Di sini pendidikan selain
membawa muatan menanamkan pengetahuan, juga menanamkan nilai-nilai dan
cara bertingkahlaku selaku manusia yang berkeadaban. Wawasan pendidikan yang
fundamental ini kini makin bergairah dengan isu tentang perlunya penanaman
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual sebagai faktor penting di samping
kecerdasan intelektual dalam proses pendidikan.
Sedangkan pendidikan sebagai upaya pragmatis untuk menghasilkan
kemampuan manusia (subjek didik) yang terampil semakin diarahkan sebagai
manusia yang profesional. Sebagai bagian dari strategi ekonomi, pendidikan saat
ini bahkan dihadapkan pada tantangan besar yaitu globalisasi, yaitu menyiapkan
manusia yang mampu berkompetisi dalam sistem pasar global. Maka, tidak
mengherankan jika dalam setiap membahas dunia pendidikan, kini selalu dikaitkan
dengan isu globalisasi.

Dua strategi pendidikan tersebut tentu masing-masing memiliki kepentingan
sendiri dan cara berpikir konvergensi selalu ingin menyatukan keduanya sebagai
satu kesatuan. Tapi di situlah letak persoalan sekaligus tantangan bahwa dunia
pendidikan menjadi sarat beban. Pendidikan pada level kebudayaan selalu
mengajarkan nilai-nilai fundamental dalam hidup anak manusia seperti mengenai
nilai benar-salah, baik-buruk, dan pantas-tidak pantas. Sedangkan pada level
pragmatis pendidikan selalu diarahkan yang untuk mengembangkan nilai-nilai
kegunaan seperti keuntungan, kepentingan, dan hal-hal yang dianggap praktis
dalam hidup manusia.
Pada umumnya, hal-hal yang pragmatis jauh lebih menarik dan bersifat
mudah daripada hal-hal yang bersifat fundamental dalam kehidupan manusia.
Bagaimana cara memperoleh uang, kedudukan, pekerjaan, dan hal-hal yang praktis
dalam hidup tentu jauh lebih merangsang daripada bagaimana agar manusia hidup
jujur, amanat, lurus, bermoral, dan hal-hal lain yang menyangkut cara berperilaku.
Keadaan dilema bahkan sering muncul ketika hal-hal yang pragmatis bertentangan

1

dengan hal-hal yang fundamental, yang menuntut kemampuan dan keberanian
serta kebiasaan untuk melakukan pilihan.

Tarik-menarik antara orientasi ke dunia fundamental dan orientasi pragmatis
itulah yang kini tengah berlangsung dalam penyelenggaraan pendidikan di negeri
ini. Di lingkungan pendidikan kaum muslimin tarik-menarik yang penuh
ketegangan kreatif seperti itu bahkan terasa sekali karena muatan pendidikan Islam
yang selalu ditarik ke dunia nilai dan moral di tengah berbagai tuntutan zaman
yang semakin pragmatis. Maka, dapat disaksikan bagaimana model sekolah
unggul di lingkungan umat Islam seperti di Muhammadiyah misalnya sedang
berlomba dengan konsep Sekolah Islam terpadu atau Sekolah plus.
Di Muhammadiyah misalnya, demam mengembangkan “sekolah unggul”
dengan orientasi “prestasi akademik” yang tinggi mulai menjamur dengan sistem
waralaba, sebutlah “McDonalisasi sekolah”. Sekolah “X” membuka “cabang” di
berbagai tempat, seakan obat mujarab untuk menularkan model “sekolah terbaik”.
Kita tidak tahu persis apa yang ada dibenak Majelis Dikdasmen menghadapi
“McDonalisasi sekolah” seperti itu: suka cita atau seharusnya sedih? Atau, tak
berpikir apa-apa.
Agaknya dunia pendidikan sebelum melangkah terlalu jauh dalam berbagai
model pembaruan semu, khususnya di lingkungan umat Islam termasuk di
Muhammadiyah, dituntut untuk membuka wacana yang frontal ke hal yang dasar.
Lebih-lebih dengan makin banyak manusia Indonesia yang korup, tak tahu malu,
gemar rebutan kedudukan, menjadi binatang politik, pembohong, dan terlibat

banyak skandal.
Hendak dibawa ke mana pendidikan untuk anak manusia
Indonesia sekarang ini?
Sumber: SM-09-2002

2