Si Kecil Berubah Menjadi Pembangkang

Si Kecil Berubah Menjadi Pembangkang
Tanya:
Assalamu’alikum Wr. Wb.. Pengasuh Rubrik Keluarga Sakinah yang terhormat, saya ibu
dari dua anak. Yang pertama perempuan kelas III SD, kedua laki-laki baru berumur 4
bulan.
Yang menjadi masalah saat ini adalah anak sulung saya. Dulu si sulung itu tergolong anak
yang manis, bisa ngemong adik-adiknya, kalau disuruh apa saja nurut, termasuk belajar
tanpa disuruh ia akan mengerjakan Prnya. Juga shalat, ia rajin ke masjid, kalau tidak
kemasjid ya berjamaah di rumah. Mulai kelas III ini kok dia sering membangkang. Bila
dimintai tolong tidak langsung berangkat bahkan kadang membantah. Demikian untuk
belajar dan shalat, sekarang harus berkali-kali disuruh, itupun tidak langsung
mengerjakan masih mampir main ini itu. Sehingga membuat saya jengkel dan emosi.
Saya bekerja pada sebuah perusahaan. Pulang kerja rasanya sudah capek masih harus
berhadapan dengan masalah anak-anak saya. Yang membuat saya lebih jengkel lagi
sekarang ia sering jajan di luar. Padahal di rumah sudah tersedia makanan yang lebih
bersih dan menyehatkan. Kalau tidak dikasih ia ngambek. Bila sudah ngambek ia betah
sekali. Saya jadi pusing dan mudah emosi. Tolong saya ya Bu bagaimana cara
mengatasinya.
Bu Tirta di Kota M.
Jawab:
Wa’alaikum salam wr. Wb.

Bu Tirta yang terhormat, saya bisa merasakan betapa repotnya ibu yang harus berperan
ganda. Memang yang namanya anak itu unik, berbeda antara anak yang satu dengan yang
lain. Kalau dibikin susah yang memang susah. Tapi akan lain bila ibu menyadari bahwa
begitulah anak, ibu akan lebih rileks menghadapinya. Bila anak membangkang tidak
harus dihadapi dengan kaku apalagi sampai marah-marah, karena ini tidak
menguntungkan bagi si anak.
Dari keluhan yang ibu sampaikan, saya menduga si sulung sedang mengembangkan
dirinya untuk bisa menguasai lingkungannya dengan cara membangkang apa-apa yang
diinginkan orang tuanya. Biasanya sikap negativistik terhadap lingkungan ini muncul
pada anak usia pra sekolah. Bila dulunya dia bersikap manis dan patuh pada apa yang
disarankan orang tua, bukan berarti ia benar-benar ingin bersikap manis. Karena ciri anak
pra sekolah mempunyai kecenderungan untuk bersikap negativ terhadap lingkungan.
Tidak mengherankan bila sikap itu baru muncul sekarang. Kemungkinan ia bersikap
manis demi perhatian dan sanjungan dari orang-orang disekitarnya, sekarang ia “sadar”
perhatian tak lagi hanya tertuju padanya. Maka mulailah ia bertingkah.
Namun seharusnya ibu bersyukur sikap negativistik terhadap lingkungan muncul diwaktu
usia anak-anak, meskipun perlu ‘kesabaran’ dalam menanganinya daripada muncul pada
masa dewasa dimana seharusnya ia bisa bertindak lebih rasional.
Dengan demikian ibu dan bapak perlu mawas diri untuk menangani masalah ini secara
bijaksana. Artinya lakukanlah introspeksi apakah secara tak sengaja dan tanpa sadar,

bapak dan ibu setiap waktu menemani anak belajar, tapi karena ibu harus menyusui si
adik, si sulung disuruh menyingkir. Sebaliknya ajak si sulung belajar dekat ibu sambil
menyusui. Sepulang kerja langsung mencarinya dan tanyakan bagaimana keadaannya

atau pelajaran di sekolah. Tunjukkan sikap senang karena bisa bertemu kembali setelah
seharisn kerja.
Dengan cara-cara tersebut insya Allah si sulung tidak merasa tersingkir tapi tetap merasa
disayang dan diperhatikan, sehingga dapat mencegah anak untuk bertingkah macammacam.
Sempga ibu dan bapak diberi “usia yang panjang” dalam menghadapi putra-putrinya.
Amin.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 07-2002