Mengenal Ketua PP Muhammadiyah Masa Masa Perjuangan

Mengenal Ketua PP Muhammadiyah Masa-Masa Perjuangan
Menjelang penyelenggaraan Muktamar Muhammadiyah ke-45 yang akan berlangsung di Malang
tahun 2005 nanti, Suara Muhammadiyah dalam rubrik Suplemennya telah mengetengahkan
profil-profil Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam beberapa tulisannya. Pada nomor lalu
telah diketengahkan Ketua PP Muhammadiyah yang ke-empat KH Mas Mansur, karenanya
untuk Suplemen kali ini masih akan ditampilkan profil Ketua PP Muhammadiyah. Untuk
Suplemen kali ini, akan ditampilkan dua orang Ketua PP Muhammadiyah, Ketua PP
Muhammadiyah kelima, Ki Bagus Hadikusuma dan Ketua PP Muhammadiyah keenam, Buya
AR Sutan Mansur.
Kedua tokoh ini, yang pertama (Ki Bagus Hadikusuma) asli Kauman Yogyakarta, tempat
Muhammadiyah dilahirkan, dan yang kedua (Buya Ahmad Rasyid Sutan Mansur) asli Maninjau
Ranah Minang. Kalau dilihat dari segi geografi yang ditonjolkan di Indonesia adanya Jawa dan
Luar Jawa, maka untuk Muhammadiyah sejak tahun 50an masalah Jawa dan Luar Jawa sudah
tidak ada permasalahan lagi di Muhammadiyah. Bahkan Ketua PP Muhammadiyah yang
sekarang pun, Prof Dr HA Syafii Maarif, juga berasal dari luar Jawa, Sumatera Barat.
Kemudian ditinjau dari segi nama, yang pertama (Ki Bagus Hadikusuma) tanpa ada yang berbau
Arab sedangkan yang kedua (Buya Ahmad Rasyid Sutan Mansur) ada bau Arabnya meski masih
ada bau Minangnya. Artinya, sejak awal pergerakan Muhammadiyah memang terbuka untuk
siapa saja, untuk etnis apapun juga asal setuju dengan visi dan misi gerakan Muhammadiyah
yang melakukan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Bahkan pada perkembangannya kini,
Muhammadiyah tidak saja berkembang di Indonesia tetapi juga di Mancanegara. Bahkan untuk

di Singapura, Ketua Muhammadiyah disana dari etnis India.Karenanya tidak menghalangi bagi
muslim di Indonesia dari berbagai etnis untuk aktif dan memimpin Muhammadiyah di masamasa yang akan dating.
Kedua tokoh ini, juga merupakan pejuang yang handal, baik di lingkungan Muhammadiyah
maupun di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di dalam kehidupan perjuangan yang
sulit di masa Jepang, Ki Bagus mengendalikan secara keseluruhan organisasi di Yogyakarta,
sedangkan Buya AR Sutan Mansur diserahi untuk mengendalikan Muhammadiyah di Sumatera
karena komunikasinya yang sulit antara Jawa ke pulau yang lain, termasuk Pulau Sumatera.
Karenanya, tidaklah mengherankan jika estafeta kepemimpinan setelah Ki Bagus kemudian
diserahkan kepada Buya AR Sutan Mansur sebagaimana estafeta kepemimpinan KH Mas
Mansur kepada Ki Bagus Hadikusuma.
Dalam hal nama permusyawaratan tertinggi di Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusuma
memperkenalkan Muktamar sebagai institusi tertinggi hingga saat ini. Sebelumnya pada masa
kelahirannya, dinamakan Rapat Tahunan yang berlangsung selama 14 kali. Kemudian di era
kepemimpinan KH Ibrahim (Ketua kedua), institusi ini diganti nama dengan Kongres dan baru
pada tahun 1944 diperkenalkan Muktamar oleh Ki Bagus Hadikusuma, yang waktu itu disebut
Muktamar Darurat.
Sedangkan pada masa Buya AR Sutan Mansur, berusaha menghidupkan ruh Muhammadiyah
yang sudah hampir hilang. Berbagai langkah ia lakukan untuk mengembalikan ruh
Muhammadiyah dalam gerakan Muhammadiyah yang dilakukan oleh warga dan pimpinan
Muhammadiyah. Puncak dari usaha ini adalah lahirnya Khittah Muhammadiyah yang lahir pada

Muktamar Muhammadiyah yang berlangsung di Palembang yang juga dikenal dengan Khittah
Palembang.

Secara detil tentang perjuangan dan terobosan apa yang mereka lakukan dalam memimpin
Muhammadiyah dapat disimak dalam Suplemen kali ini. Api Semangat Pembaharuannya patut
kita ambil untuk meneruskan perjuangan dan pergerakan Muhammadiyah di masa depan, tentu
dengan masa dan cara yang berbeda. Silakan menyimak dan mengambil tauladannya. (lut).
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 17 2004