Informasi Publik – Pusat Penelitian Biomaterial

LAPORAN TEKNIK AKHIR TAHUN 2013

UNIT PELAKSANA TEKNIS
BALAI BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
BIOMATERIAL
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

Editor:
Ismail Budiman
Ari Kusumaningtyas

UPT Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Cibinong 2013

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................

i


Pertumbuhan dan Viabilitas Jamur Entomopatogen yang Diproduksi Secara
Massal pada Substrat Beras ..............................................................................

1

Pengaruh Ekstrak Kayu Bawang (Scorodocarpus Borneensis) pada
Perlakuan Tanah (Soil Treatment) ....................................................................

5

Efikasi Asam Oleat Hasil Isolasi dari Ekstrak Biji Bintaro (Cerbera
Manghas) Terhadap Rayap Tanah Coptotermes Gestroi Wasmann dan
Rayap Kayu Kering Cryptotermes Cynocephalus Ligh ...................................

10

Pretreatment Naoh dan Hidrolisis Enzimatis pada Ampas Tebu .....................

18


Pengaruh Pretreatment Ca(Oh)2 dan Hidrolisis Enzimatis Terhadap Produksi
Gula Pereduksi pada Ampas Tebu ...................................................................

29

Sintesis Sodium Lignosulfonat dari Limbah Lignin Pretreatment Ampas
Tebu..................................................................................................................

41

Physical and Mechanical Properties Of Polylactic Acid-Filled Chitin and
Chitosan Composites ........................................................................................

46

Characteristics Of Composites From Recycled Polypropelene and Three
Kinds Of Indonesian Bamboos Fiber ..............................................................

51


Pengaruh Rasio Air dengan Bahan Pengikat pada Autoclaved Aerated
Concrete (Aac) Berbasis Limbah Cangkang Kerang .......................................

58

Mechanical Properties and Chemical Changes Of Mahoni Wood (Swietenia
Mahagoni) By Close System Compression Hot Press Machine.......................

64

Karakteristik Kayu Kompresi dengan Metode Close System Compression
(Csc) pada Kondisi Kering ...............................................................................

72

Pengaruh Waktu Pengepresan Terhadap Perubahan Komponen Kimia Kayu
Durian Kompresi Skala Pemakaian ..................................................................

79


Teknologi Pertanian Organik Untuk Biovillage ...............................................

87

Pemanfaatan Komposit Serat Alam Untuk Media Tanam Vertikal .................

92

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

i

PERTUMBUHAN DAN VIABILITAS JAMUR ENTOMOPATOGEN YANG
DIPRODUKSI SECARA MASSAL PADA SUBSTRAT BERAS
Deni Zulfiana
UPT. Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial LIPI
Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong-Bogor 16911
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan viabilitas beberapa
jamur entomopatogen yang diproduksi secara massal pada media substrat beras melalui

fermentasi padat selama 14 hari. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa jamur
entomopatogen Metarhizium sp., Beauveria sp., dan Humicola menunjukan
pertumbuhan yang baik pada media beras dibandingkan dengan Nomurea sp. dan
Phaecylomyces sp. Hal ini berdasarkan pada pengamatan daya kecambah, jumlah
konidia dan viabilitas konidia jamur.
Kata kunci: Jamur entomopatogen, substrat beras, konidia, viabilitas
PENDAHULUAN
Jamur entomopatogen seperti Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana,
Phaecilomyces sp., dan Nomurea rileyi adalah patogen terhadap lebih dari 40 spesies
serangga hama baik hama pertanian, vektor penyakit, hama gudang dan hama rumah
tangga. Seperti pemanfaatan jamur entomopatogen untuk mengendalikan berbagai
beberapa jenis hama yang menyerang kubis, belalang, aphid, beberapa jenis hama
gudang, hama penggerek buah kopi, hama rayap, penggerek batang tebu, dan hama
wereng coklat, Nilaparvata lugens. (Butt et al. 1994; Brinkmann et al. 1997; Sun et al.
2003).
Mekanisme infeksi jamur terhadap serangga diawali pada saat jamur yang dalam
bentuk spora atau konidia menempel pada permukaan tubuh serangga. Konidia tersebut
menempel pada lapisan dinding atau kulit luar (integumen) serangga. Pada kondisi suhu
dan kelembaban yang sesuai, konidia akan tumbuh dan menembus tubuh serangga.
Jamur akan memperbanyak diri di dalam sebuh serangga sehingga tubuh serangga

tertutup miselium yang berupa benang-benang halus. Dalam bentuk seperti ini
diistilahkan sebagai propagul. Penetrasi jamur ke dalam tubuh serangga bisa melalui
proses mekanis dan kimia. Hal tersebut terjadi karena jamur memproduksi enzim
tertentu seperti enzim kitinase, glukanase, dan protease yang dapat meluruhkan kulit
luar serangga, kemudian setelah konidia tumbuh, miselium akan mengeluarkan
senyawa aktif yang bersifat antibiosis yang dapat bersifat racun atau menghambat
proses metabolisme di dalam sel serangga. Lacey, 1997)
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan jamur
entomopatogen yaitu mudah menginfeksi serangga target, tidak membunuh serangga
bukan hama, mempunyai banyak strain, dan aman terhadap lingkungan (Butt, 1994; St
Leger et al. 1992).
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui cara untuk memperbanyak
jamur entomopatogen untuk produksi secara massal, antara lain dengan cara fermentasi

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

1

cair (subemerged culture), submerged conidia, miselium kering (serta dengan
perbanyakan konidia pada media cair (Ferron 1978). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pertumbuhan dan viabilitas
beberapa jamur entomopatogen yang
diproduksi secara massal pada media substrat beras melalui fermentasi padat.
BAHAN DAN METODOLOGI
Perbanyakan jamur entomopatogen pada medi PDB (potato dextrose broth )
Jamur entomopatogen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan koleksi
dari Laboratorium Mikrobiologi, UPT. BPP. Biomaterial-LIPI. Jamur yang dibiakkan
pada PDA (potato dextrosa agar ) sebanyak satu loop penuh dengan kerapatan konidia
kira-kira 107 konidia/ml dipindahkan ke dalam botol yang berisi 50 ml media PDB.
Mulut botol media PDB yang telah diisi dengan jamur kemudian ditutup dengan
aluminium foil, biakan kemudian digoyang pada 150 rpm selama 12 jam dan
diinkubasikan selama 3 hari. Pertumbuhan jamur pada media PDB diamati secara
visual.
Persiapan media substrat pertumbuhan jamur entomopatogen
Beras dibersihkan/dicuci kemuadian direbus sampai setengah matang dan sedikit
lunak dalam dandang selama 20 menit. Sebanyak 300 g beras dimasukkan ke dalam
kantong plastik, kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada 121 oC
selama 15 menit. Kemudian dibiarkan dingin selama ±12 jam. Selanjutnya sebanyak 10
ml biakan jamur dalam media PDB (setelah 3 hari inkubasi) diinokulasikan ke dalam
kantong plastik berisi substrat beras. Kantong berisi biakan ini kemudian ditutup dan

distapler. Selanjutnya diinkubasi dalam suhu ruang selama 14 hari, sampai substrat
ditutupi oleh miselium jamur. Biakan dalam kantong plastik ini diperiksa setiap 2 hari
sekali sambil diaduk-aduk secara steril. Setelah 14 hari biakan pada substrat dipanen.
Sebagian digunakan untuk analisis jumlah konidia dan viabilitas konidia, sisanya
dioven pada suhu 60 oC selama 3 hari, dan diblender untuk dikemas sebagai tepung
konidia.
Untuk analisis konidia, setiap kantong dari masing-masing media substrat
diambil sebanyak 10 g, diaduk dengan 90 ml air steril dan ditambahkan 0,05% tween,
kemudian diamati:
a.
Persentase perkecambahan konidia (daya kecambah) diketahui dengan cara
mengambil suspensi biakan dengan densitas 100 konidia yang dituangkan ke
dalam petridis yang berisi media PDA dan diinkubasikan pada suhu kamar.
Masing-masing suspensi biakan diulang tiga kali, persentase perkecambahan
konidia dihitung setelah 24 jam.
b.
Jumlah konidia/g substrat/ml diamati melalui pengenceran secara berseri. Jumlah
konidia g substrat/ml dihitung menggunakan haemacytometer .
c.
Viabilitas konidia diamati dengan cara 0,1 ml suspensi konidia dari pengenceran

105 dituangkan dan diratakan pada petridis steril. Media PDA pada temperatur 45
o
C dituangkan ke dalam petridis yang telah berisi suspensi konidia dan
diinkubasikan selama 5 hari pada suhu kamar. Viabilitas konidia dihitung
berdasarkan jumlah konidia yang tumbuh berupa koloni pada media PDA dalam
petridis.
Data dari persentase perkecambahan spora, jumlah konidia per g substrat/ml
dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5%.

2

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jamur entomopatogen yang ditumbuhkan media substrat beras menunjukan
pertumbuhan yang cukup baik selama masa 14 hari inkubasi. Pertumbuhan
Metarhizium, Humicola dan Beauveria pada media substrat beras terlihat lebih baik
karena seluruh permukaan substrat tertutup miselium dibanding Nomurea dan
Phaecilomyces yang hanya sebagian substrat tertutup oleh miselium jamur.


(a)

(b)

(c)

(d)
(e)
Gambar 1. Tepung konodia jamur entomopatogen yang ditumbuhkan pada substrat
beras. (a) Metarhizium (b) Beauveria (c) Humicola (d) Nomurea, dan (e)
Phaecilomyces
Jamur Metarizium, Humicola dan Beauveria yang dibiakkan pada substrat beras
memiliki jumlah konidia per g substrat yang nyata lebih banyak dengan daya kecambah
dan viabilitas yang nyata lebih tinggi dibandingkan jamur Nomurea dan Phaecilomyces
yang dibiakkan pada substrat yang sama (Tabel 1).
Tabel 1. Daya kecambah jamur entomopatogen, jumlah konidia/g substrat dan
viabilitas konidia/ml yang dibiakkan pada substrat beras
Jenis jamur
Daya kecambah
Jumlah konidia

Viabilitas konidia
(%)
(%)
x105 konidia/ml
8
Metarhizium sp.
83,75 a
2,6 x 10 a
24,6 a
Humicola sp.
79,45 a
1,87 x 108 a
16,4 a
Beaveria sp.
33,67 a
1,20 x 106 b
4,7 b
5
Nomurea sp.
25,00 a
4,86 x 10 b
1,5 b
Paecilomyces sp.
22,67 a
3,35 x 105 b
1,02 b
Tingginya daya kecambah, jumlah konidia, dan viabilitas jamur Metarhizium,
Humicola dan Beauveria pada beras, karena beras mengandung cukup karbohidrat dan
protein yang dibutuhkan oleh ketiga jamur tersebut untuk perkecambahan, pertumbuhan
dan sporulasinya, sehingga pertumbuhannya lebih baik dibandingkan dua jenis jamur
entomopatogen lain. Hasil penelitian Junianto & Semangun (2000) memperoleh konidia
2,7 x 1010 konidia/g substrat dengan masa panen 10 hari. Tingkat perkecambahan akan
tinggi (95–100%).
Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

3

Penggunaan bahan berkarbohidrat dan protein tinggi akan mendorong
pertumbuhan vegetatif jamur. Komposisi hara media mempengaruhi produksi
mikotoxin jamur entomopatogen dan media terbaik untuk memroduksi racun proteolitik
kompleks harus mengandung karbohidrat, yeast ekstrak dan ekstrak daun.
KESIMPULAN
Media beras merupakan substrat yang bagus untuk produksi secara massal jamur
entomopatogen Metarhizium sp. Humicola sp. dan Beauveria sp.
DAFTAR PUSTAKA
Brinkmann, M.A., B.W. Fuller, and M.B. Hildret. 1997. Effect of Beauveria bassiana
on migratory grasshoppers (Orthoptera: Acrididae) in spraytower bioassay. J.
Agric. Entomol. 14:121-127.
Butt, T.M., L. Ibrahim, B.W. Ball, and S.J. Clark. 1994. Pathogenicity of the
entomogenous fung Metarrhizium anisopliae and Beauveria bassiana against
crucifer pests and honey bee. Biocontrol Sci. Technol. 4:207-214.
Ferron, P. 1978. Biological control of insect pest by entomogenous fungi. Annu. Rev.
Entomol. 23:409- 442.
Junianto Y.D. dan H. Semangun. 2000. Susu skim dan Monosodium glutamat sebagai
media pensuspensi dalam pengering bekuan spora B. bassiana . J. Pelita
Perkebunan 11(2)
Lacey, L.A. 1997. Initial handling and diagnosis of diseases insect. In Lacey, L.A.
(Ed.). Biological Tech- niques. Manual of techniques in Insect Pathology.
Academic Press. London. p.1–30.
St. Leger, R.J., Allee, L. L., May, B., Staples, R. C., and Roberts, D. W. 1992. World
wide distribution of genetic variation among isolates of Beuveria spp. Mycol.
Res. 96:1007-1015.
Sun. J., J.R. Fuxa and G. Henderson. 2003. Effect of virulence, sporulation and
temperature on Metarhizium anisopliae and Beuveria bassiana labo- ratory
transmission in Coptotermes formosanus. Interv. Pathol. 84:38-46.

4

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

PENGARUH EKSTRAK KAYU BAWANG (SCORODOCARPUS BORNEENSIS )
PADA PERLAKUAN TANAH (SOIL TREATMENT)
Didi Tarmadi1, Ikhsan Guswenrivo1, Deni Zulfiana1, Ngatiman2, Sulaeman Yusuf1
1)

UPT. Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial LIPI
Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong-Bogor 16911
e-mail: didi@biomaterial.lipi.go.id
2)

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
Jl. A. Wahab Syahranie No. 68 Sempaja Selatan, Samarinda, Kalimantan Timur
ABSTRAK
Perlakuan/peracunan tanah (soil treatment) masih menjadi solusi terbaik dalam
kegiatan proteksi bangunan terhadap serangan rayap tanah. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui keampuhan ekstrak kayu bawang (Scorodocarpus borneensis) pada
perlakukan/peracunan tanah. Pengujian mengacu pada Standar JWPA No. 13-1992.
Ekstrak kulit dan daun kayu bawang dengan konsentrasi 2%, 4%, 6% dan 8%
diaplikasikan pada pasir kemudian diaplikasikan pada botol ‘H’. Hasil pengujian
menunjukkan bawah ekstrak kayu Bawang pada konsentrasi 2%, 4%, 6% dan 8%
tergolong ke dalam kriteria tidak andal sehingga aktivitas termitisidal nya tidak sesuai
pada parlakuan/peracunan tanah.
Kata

kunci: Perlakuan/peracunan tanah, kayu
borneensis),rayap tanah Coptotermes gestroi

Bawang

(Scorodocarpus

PENDAHULUAN
Sampai saat ini proteksi bangunan merupakan treatment yang masih sangat
diperlukan mengingat komponen selulosa masih menjadi material utama dalam
bangunan. Secara alami materil selulosa tersebut merupakan sumber makanan serangga
perusak bangunan seperti rayap tanah. Indonesia dengan iklim tropisnya menjadi
habitat yang sangat cocok sebagai tempat perkembangbiakan rayap. Tak kurang 200
jenis rayap dikenal di Indonesia. Ditaksir kerugian ekonomis akibat serangan rayap
mencapai 200 milyar/pertahun (Prasetiyo dan Yusuf, 2004).
Kegiatan proteksi bangunan terhadap serangan rayap salah satunya yang umum
dilakukan yaitu soil treatment (perlakuan tanah). Dimana bahan termitisida diinjeksi ke
area sekitar bangunan sehingga akan tercipta chemical barrier sehingga rayap tanah
tidak bisa masuk ke dalam bangunan dan material selulosa dalam bangunan tersebut
aman terhadap serangan rayap tanah dalam jangka waktu tertentu. Soil treatment masih
umum digunakan mengingat kayu masih dipakai sebagai komponen utama bangunan.
Dan kayu yang digunakan umumnya berkeawetan sedang sampai rendah. Hal ini karena
supply kayu berkeawetan tinggi dari hutan alam atau hutan rakyat sudah semakin
langka dan harganya mahal. Pemanfaatan kayu berkeawetan rendah memiliki
konsekuensi fatal yaitu rentah terhadap serangan rayap tanah.
Bahan termitisida yang beredar dipasaran umumnya bahan kimia. Bahan kimia
tersebut akan berkontak langsung dengan tanah saat ditaburkan atau diinjeksi. Sehingga

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

5

dikhawatirkan bahan kimia tersebut dapat mencemari lingkungan dan membahayakan
kesehatan manusia. Sehingga perlu dicari alternatif bahan termitisida yang lebih ramah
terhadap lingungan. Penelitian terhadap ekstrak bahan alam yang memiliki aktivitas
termitisidal sedang gencar dilakukan sebagai upaya mensubstitusi bahan termitisida
kimia dan mencari alternatif teknologi proteksi bangunan yang lebih aman terhadap
manusia dan lingkungan. Beberapa bahan ekstrak yang telah diteliti sebagai soil
treatment diantaranya ekstrak biji Bintaro (Cerbera manghas L) biji Pinang (Areca
catechu L) dan daun Saga (Tarmadi et al. 2010). Kayu Bawang salah satu jenis tanaman
yang banyak ditemui di Kalimantan. Menurut penelitian Sudrajat (2012), ekstrak kayu
Bawang memiliki aktivitas yang tinggi terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus
dan memiliki peluang untuk dikembangan sebagai termitisida alami. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui keampuhan ekstrak kayu Bawang pada
perlakuan/peracunan tanah (soil treatment)
METODE PENELITIAN
1.

Prosedur Ekstraksi
Kulit dan daun kayu Bawang yang diperoleh dari Kalimantan Timur terlebih
dahulu dikeringkan dan dihaluskan menjadi serbuk dengan ukuran 40 mesh. Masingmasing serbuk kering seberat 150 g diekstrak dengan pelarut metanol dengan metode
maserasi. Ekstrasi dilakukan selama empat kali untuk mendapatan larutan ekstrak
maksimal. Larutan ekstrak kemudian dievaporator pada suhu 40 oC kemudian
dikeringkan di atas waterbath untuk mendapatkan ekstrak kering.
2.

Prosedur pengujian
Prosedur pengujian mengacu pada standard JWPA (Japan Wood Preserving
Association) no. 13 tahun 1992. Ekstrak kasar kulit dan daun kayu Bawang dengan
konsentrasi 2%, 4%, 6% dan 8% dicampur merata dengan pasir (berukuran lolos
saringan 20 mesh). Pasir kemudian diangin-angin lalu dikeringkan. Pasir yang telah
diberi perlakuan kemudian dimasukkan ke dalam tabung gelas dengan diameter 1.5 cm
dan panjang 5 cm secara horisontal. Tabung tersebut dihubungkan dengan botol gelas
berdiameter 5 cm di bagian kanan dan kiri yang telah diisi dengan pasir. Pada salah
satu sisi gelas diisi dengan rayap pekerja dari jenis Coptotermes gestroi sebanyak 200
ekor sedangkan di sisi lain diletakkan umpan kayu karet sehingga diharapkan rayap
akan menuju makanan yang sebelumnya harus melalui pasir yang telah diberi
perlakuan. Unit-unit gelas tersebut disimpan ke dalam tempat yang gelap bersuhu 28 
2C dengan kelembaban di atas 85 %.

6

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

Gambar 1. Gelas uji penetrasi horisontal (sumber JWPA No. 13-1992)
3.

Pengamatan dan Kriteria efikasi
Pengamatan dilakukan setiap dua hari selama 21 hari untuk mengetahui panjang
penetrasi yang dilakukan oleh rayap. Persentase penetrasi rayap tanah terhadap panjang
pasir contoh uji dihitung dengan rumus :
Persen Penetrasi = ( P / Po ) x 100%, dimana :
P = panjang penetrasi rayap pada tanah/pasir contoh uji (mm)
Po = panjang tanah/pasir contoh uji (mm)
Kriteria efikasi contoh uji terhadap rayap pada perlakuan pasir dibuat berdasarkan
kriteria keandalan seperti tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria efikasi berdasarkan kepada panjang penetrasi rayap masuk ke dalam
pasir yang telah diberi perlakuan bahan kimia. (Sumber : JWPA standard No.
13-1992)
Panjang Penetrasi
Skor
Kriteria Keandalan
(cm)
0,0
0
Sangat Tinggi
0,1 - 1,0
1
Tinggi
1,1 - 2,0
2
Sedang
2,1 - 3,0
3
Rendah
> 3,0
4
Tidak andal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ukuran panjang penetrasi rayap terhadap pasir yang diberi perlakuan ekstrak
dengan tingkat konsentrasi tertentu yang diaplikasikan dalam sumbu horizontal botol H
menjadi variabel yang sangat penting dalam penilaian kriteria keandalan. Semakin
rendah penetrasi maka semakin andal ekstrak tersebut. Kriteria keandalan akan
menentukkan lamanya proteksi bahan ekstrak tersebut melindungi bangunan dari
serangan rayap tanah.

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

7

Panjang penetrasi dari ekstrak kasar kayu Bawang disajikan pada Tabel 2. Pada
ekstrak kulit kayu Bawang dengan konsentrasi 2%, 4% dan 6%, rayap tanah
Coptotremes gestroi mampu menembus pasir perlakuan pada pengamatan hari kedua,
sedangkan pada konsentrasi 8%, rayap hanya membutuhkan waktu selama enam hari
untuk menembus pasir perlakuan. Hal senada terlihat pada ekstrak daun. Rayap mampu
menembus pasir perlakuan dengan konsentrasi 2%, 4%, 6% dan 8% pada hari kedua
pengamatan.
Tabel 2. Panjang penetrasi rayap pada pasir yang telah diberi perlakuan ekstrak kasar
kulit dan daun kayu Bawang.
Persentase penetrasi pada pengamatan hari ke-

Jenis Bahan
Ekstrak

Konsentrasi
(%)

H2

H4

Kulit

2
4
6
8

100
100
87,33
51,33

100
100
100
72,67

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

Daun

2
4
6
8

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

100
100
100
100

Kontrol

0

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

H6

H8

H10

H12

H14

H16

H18

H20

H21

Karakteristik senyawa bioaktif yang terkandung di dalam ekstrak kayu Bawang
tidak tergolong ke dalam racun kontak. Pada perlakuan/peracuanan tanah senyawa
bioaktif yang sesuai yaitu yaitu memiliki karakteristik sebagai repelen atau racun
kontak. Senyawa bioaktif tersebut menjadi hambatan (barrier ) bagi rayap tanah
Coptotermes gestroi untuk menembus pasir. Senyawa bioaktif ini menyebabkan
kematian pada rayap ketika melakukan aktivitas penetrasi. Senyawa bioaktif yang
bersifat repelen akan memaksa rayap kembali ke salah satu botol H yang tidak ada
makanan sehingga perlahan-lahan rayap akan mati. Kematian rayap tanah yang menjadi
indikator penunjang keberhasilan pada peracunan tanah tidak menunjukkan hasil yang
bagus (Tabel 3). Sampai dengan enam hari pengamatan, kematian rayap pada ekstrak
kulit dan daun kayu Bawang, menunjukkan nilai yang sama dengan kontrol.
Tabel 3. Persentase mortalitas rayap sampai dengan 6 hari pengamatan
Jenis Bahan Ekstrak
Konsentrasi (%)
Mortalitas (%)
2
2
4
2,54
Kulit
6
3
8
4
2
2
4
2
Daun
6
2,89
8
2,93
Kontrol
0
2

8

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

Dari Tabel 4 terlihat dengan jelas kriteria keandalan dari masing-masing jenis
ekstrak dan konsentrasinya. Ekstrak kulit dan daun Bawang pada semua konsentrasi
yang diuji tergolong ke dalam kriteria tidak andal. Hal ini menunjukkan bawak ekstrak
kasar kulit dan daun kayu Bawang tidak dapat mencegah serangan rayap tanah,
sehingga aktivitas termitisidalnya tidak cocok pada peracunan tanah.
Tabel 4. Kriteria keandalan ekstrak kulit dan daun kayu Bawang
Jenis Bahan
Konsentrasi
Panjang
Persentase
Skor
Ekstrak
(%)
Penetrasi (Cm)
Penetrasi
2
5
100
4
4
5
100
4
Kulit
6
5
100
4
8
5
100
4
2
5
100
4
4
5
100
4
Daun
6
5
100
4
8
5
100
4
Kontrol
0
5
100
4

Kriteria
Keandalan
Tidak andal
Tidak andal
Tidak andal
Tidak andal
Tidak andal
Tidak andal
Tidak andal
Tidak andal
Tidak andal

KESIMPULAN
Ekstrak kulit dan daun kayu Bawang pada konsentrasi 2%, 4%, 6% dan 8%
tergolong ke dalam kriteria keandalan tidak andal, sehingga aktivitas termitisidalnya
tidak cocok pada perlakuan tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim . 1992. Japan Wood Preserving Asociation, Japan.
Prasetiyo, K.W. dan S. Yusuf. 2004. Mencegah dan Membasmi Rayap secara Ramah
Lingkungan dan Kimia . Agro Media Pustaka. Jakarta.
Sudrajat. 2012. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA BIOAKTIF ZAT
EKSTRAKTIF TUMBUHAN KAYU BAWANG (Scorodocarpus borneensis
Becc) SEBAGAI TERMISIDA RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus
Holmgren (Isoptera : Rhinotermitidae). Mulawarman Scientifie (11): 219-227.
Tarmadi, D., M. Ismayati, K.H. Setiawan, S. Yusuf. 2011. Evaluasi Aktivitas Ekstrak
Bahan Alam pada Perlakuan Tanah (Soil Treatment). Prosiding Seminar
Nasional XIII Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Bali, 10-11
November 2010

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

9

EFIKASI ASAM OLEAT HASIL ISOLASI DARI EKSTRAK BIJI BINTARO
(CERBERA MANGHAS ) TERHADAP RAYAP TANAH COPTOTERMES
GESTROI WASMANN DAN RAYAP KAYU KERING CRYPTOTERMES
CYNOCEPHALUS LIGHT
Didi Tarmadi, Ikhsan Guswenrivo, Deni Zulfiana, Sulaeman Yusuf
UPT. Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial LIPI
Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong-Bogor 16911
e-mail: didi@biomaterial.lipi.go.id
ABSTRAK
Penelitian terhadap pemanfaatan ekstrak bahan alam sebagai biotermitisida
semakin meningkat seiiring dengan dampak negatif termitisda konvensional terhadap
lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi asam oleat yang diisolasi
dari biji Bintaro terhadap rayap tanah Coptotermes gestroi Wasmann dan rayap kayu
kering Cryptotermes cynocephalus Light. Identifikasi asam oleat menggunakan Gas
Chromatography (GC-MS) and Nuclear magnetic resonance spectroscopy (NMR). Dari
hasil tahapan kromatografi kolom diperoleh 10 sub fraksi dan rendemen paling tinggi
terdapat pada sub fraksi 3. Hasil analisis kandungan senyawa kimia pada sub fraksi 3
diketahui sebagai asam oleat. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa asam oleat
yang diisolasi dari biji Bintaro memberikan pengaruh yang rendah terhadap tingkat
mortalitas rayap tanah C. gestroi dan rayap kayu kering C. cynocephalus. Walaupun
demikian asam oleat dapat meningkatkan ketahanan terhadap serangan rayap tanah C.
gestroi dan rayap kayu kering C. cynocephalus.
Kata kunci: Cerbera manghas, Coptotermes gestroi, Cryptotermes cynocephalus
PENDAHULUAN
Rayap tanah khususnya Coptotermes gestroi merupakan hama pertanian dan
perkebunan yang memiliki sebaran yang luas (Jenkins et al. 2007). Kerugian akibat
serangan rayap tanah di Amerika Serikat mencapai US$5 juta pertahun (Peterson 2010).
Penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya tersebut secara luas untuk aplikasi pertanian
maupun pemukiman, tentunya sangat membahayakan kesehatan manusia dan
lingkungan (Wright et al. 1994). Pengendalian menggunakan insektisida konvensional
telah menimbulkan masalah yaitu pengaruh terhadap lingkungan dan resistensi
sehingga perlu dicari alternatif bahan yang lebih ramah lingkungan (Yoon et al. 2007).
Salah satu alternatif pengendalian yaitu menggunakan ekstrak herbal dari tanaman obat
tertentu (Promsiri et al. 2008). Tanaman memiliki potensi sebagai bahan alternatif
pengendalian serangga karena didalamnya terkandung senyawa kimia yang bersifat
bioaktif (Wink 1993).
Binatro (Cerbera manghas) merupakan pohon beracun dari famili Apocynacea.
yang menyebabkan 10% kasus keracunan di Kerala India (Gaillard et al. 2004).
Mengandung dua cardenolide yang diidentifikasi dari akar C. manghas sebagai agent
antiproliferatif dan antiestrogenik ketika dievaluasi terhadap sel kanker usus besar
manusia (Chang et al. 2000). Dalam buah juga terkandung tanghinigenin dan neriifolin

10

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

masuk dalam kelas steroid sebagai cardiac glycoside yang bersifat antikanker (Wang et
al. 2010; Zhao et al. 2011). Cerbera manghas bersifat toksik terhadap organisme hama
seperti rayap tanah Coptotermes gestori (Tarmadi et al. 2010), hama tanamana
perkebunan Eurema spp (Utami 2010), serangga hama gudang Sitophilus oryzae
(Tarmadi et al. 2013). Ekstrak metanol C. odollam menunjukkan aktivitas anti jamur
yang tinggi terhadap Trametes versicolor , Pycnoporus sanguineus, dan Schizophyllum
commune (Hashim et al. 2009).
Asam oleat merupakan asam lemak terbanyak penyusun trigliserida minyak biji
Bintaro yaitu sebesar 36,46% (Endriana 2007). Asam lemak yang diisolasi dari biji
Nimba memiliki bersifat toksik terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dengan nilai
LC50 = 78, 45 ppm. Asam oleat dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Dilika et al.
2000). Menurut Rahuman et al. 2008, asam oleat dan asam oleic cukup mematikan
terhadap larva Aedes aegypti L. (LC50 8.80, 18.20 and LC90 35.39, 96.33 ppm),
Anopheles stephensi Liston (LC50 9.79, 11.49 and LC90 37.42, 47.35 ppm), and Culex
quinquefasciatus Say (LC50 7.66, 27.24 and LC90 30.71, 70.38 ppm).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi asam oleat yang diisolasi dari
biji Bintaro terhadap rayap tanah Coptotermes gestroi Wasmann dan rayap kayu kering
Cryptotermes cynocephalus Light.
METODE PENELITIAN
Isolasi asam oleat
Sebanyak 2000 gram ekstrak kering biji bintaro diekstraksi menggunakan pelarut
metanol dengan metode maserasi. 175 gram ekstrak kering hasil ekstraksi kemudian
ditambahkan aquades sampai diperoleh 300 ml ekstrak. Ekstrak kemudian dimasukkan
dalam corong pisah 1000 ml dan diekstraksi dengan pelarut berikutnya yaitu n-heksana
sebanyak 300 ml (1:1). Ekstrak dalam corong pisah dikocok agar aquades dan nheksana berinterksi lalu diamkan beberapa saat sampai ada pemisahan yang jelas antara
kedua pelarut. Pada tahap ini diperoleh fraksi terlarut n-heksana dan tidak terlarutnya.
Fraksi tidak terlarut diekstraksi kembali dengan pelarut berikutnya yaitu etil asetat.
Tahap ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh ekstrak n-heksana dan etil asetat
yang jernih. Larutan ekstrak hasil fraksinasi kemudian dievaporasi menggunakan
rotavapor pada suhu 40 oC kemudian dikeringkan di atas waterbath untuk mendapatkan
ekstrak kering.
Delapan gram ekstrak kering fraksi etil asetat dimasukkan ke dalam kolom
kromatografi. Eleun yang digunakan yaitu kombinasi pelarut n-heksan dan kloroform.
Dengan perbandingan n-heksan dan kloroform (100:0, 50:1, 25:1, 10:1, 9:1, 8:1, 7:1,
6:1, 5:1, 4:1, 3:1, 2:1, 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, 1:7, 1:8, 1:9, 1:10, 1:25, 1:50, 0:100)
Selanjutnya ekstrak yang keluar dari kolom ditampung tiap 20 ml dalam botol.
Senyawa dalam tiap botol dilihat spotnya dengan KLT, Senyawa yang memiliki nilai Rf
yang sama disatukan menjadi satu fraksi. Dari kegiatan kromatografi kolom didapatkan
10 sub fraksi. Asam oleat diperoleh dari sub fraksi 3 (senyawa tunggal). Identifikasi
senyawa asam olet menggunakan GC-MS.

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

11

Uji bioassay terhadap rayap tanah Coptotermes gestroi
Uji bioassay dilakukan dengan mengujikan larutan asam oleat yang telah
ditentukan konsentrasinya yaitu 1%, 2%, 3%, 4% (w/v). Sebanyak 50 ekor rayap
pekerja dan 5 ekor rayap prajurit dari jenis Coptotermes gestroi serta paper disc
(sebagai umpan) yang telah ditetesi larutan asam oleat dimasukkan bersama-sama ke
dalam cawan petri yang telah dilapisi plaster paris setebal 3 mm. Sebelum diumpankan,
paper disc yang telah ditetesi larutan asam oleat terlebih dahulu divaccum di desikator
selama 6 jam untuk menghilangkan pelarut. Pada penelitian ini menggunakan metode
umpan paksa (forced feeding test) rayap dipaksa memakan paper disc yang telah
ditetesi oleh ekstrak. Pengamatan dilakukan setiap dua hari selama 14 hari. Data yang
diamati yaitu persentase mortalitas rayap dan persentase kehilangan berat paper disc.
Uji bioassay terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light
Pengujian mengacu pada Standar Nasional Indonesia, SNI 01-7207-2006,
dengan menggunakan metode forced-feeding test (metode umpan paksa). Larutan asam
oleat dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4% (w/v) dilaburkan pada seluruh permukaan
kayu karet (Hevea brasiliensis) dengan ukuran (5 x 2,5 x 2) cm. Kayu uji kemudian
diangin-anginkan selama 15 hari pada suhu kamar sampai menjadi kering udara
kembali. Pada salah satu sisi terlebar dari masing-masing kayu uji dipasangkan tabung
gelas/pipa kaca berdiameter 1,8 cm dan tinggi 4 cm. Selanjutnya, 50 ekor kasta pekerja
rayap kayu kering yang sehat dan aktif dimasukkan ke dalam tabung gelas tersebut.
Lubang tabung gelas yang satu lagi disumbat dengan kapas (Gambar 2). Unit
perlakuan yang sudah berisi rayap tersebut kemudian disimpan di tempat gelap.
Pengamatan dilakukan setiap dua hari selama 14 hari. Data yang diamati yaitu
persentase mortalitas rayap dan persentase kehilangan berat kayu uji.

Gambar 1. Skema uji pengujian rayap kayu kering
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan identifikasi asam oleat
Dari hasil tahapan kromatografi kolom didapatkan 10 sub fraksi dengan tingkat
rendemen yang bervariasi (Tabel 1). Dari Tabel 1 terlihat bahwa rendemen terbanyak
terdapat pada sub fraksi 3 yaitu sebesar 0,95 %. Setelah dilakukan analisis awal
menggunakan KLT, sub fraksi 3 memiliki senyawa tunggal, sedangkan sub fraksi

12

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

lainnya masih mengandung beberapa senyawa. Selanjutnya dari sub fraksi 3 dilanjutkan
analisis kandungan senyawa kimia menggunakan GC-MS dan NMR.
Tabel 1. Rendemen sub fraksi
Sub fraksi
fraksi 1
fraksi 2
fraksi 3
fraksi 4
fraksi 5
fraksi 6
fraksi 7
fraksi 8
fraksi 9
Fraksi 10

Rendemen (%)
0,218
0,389
0,95
0,301
0,389
0,212
0,478
0,376
0,218
0,297

Berdasarkan hasil pengukuran spektrum 1H-NMR (CDCl3, 500 MHz),
H 0,88 (t, J = 7,2 Hz)
merupakan gugus metil (-CH3), dan metilen (CH2
H 1,25-1,31 (24H, 12 x CH2,
bs), 1,63 (2H, CH2, qintet, J = 7,1 Hz), 2,01 (bd, CH2, J = 5,4 Hz) dan 2,34 (CH2, t, J =
H 5,35 (m, J =
3,9 Hz). Berdasarkan hasil ini diduga merupakan asam oleat, dengan rumus molekul
C18H34O2 (BM 282,46).

14 x
CH2

HC=CH

CH2

CH3

CH2 CH2

Gambar 2. Spektrum 1H-NMR

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

13

OH
O

oleic acid
Gambar 3. Struktur Molekul Asam oleat

Dugaan tersebut diperkuat dengan hasil pengukuran 13C-NMR terlihat adanya
C 180,54 (C 130,21 dan
14,30
(CH
)
dan
gugus
metilen
(CH
C
3
2) pada dC
antara 22,88; 24,87; 29,26-29,88 dan 32,13.

-COOH
-CH3

HC=CH

CH2

Gambar 4. Spektrum 13C-NMR
Disamping itu bila dibandingkan data spektrum asam oleat hasil presiksi,
menunjukkan adanya kesamaan/kemiripan nilai geseran kimianya maka dapat
disimpulkan bahwa senyawa tersebut adalah asam oleat.
Hasil uji bioassay efikasi asam oleat terhadap rayap tanah C. gestroi dan rayap
kayu kering C. cynocephalus
Tabel 2 menunjukkan tingkat mortalitas rayap tanah C. gestroi setelah memakan
paper disc yang ditetesi larutan asam oleat dengan variasi konsentrasi yang diuji. Dari
Tabel 2 terlihat bahwa peningkatan konsentrasi memberikan pengaruh terhadap
mortalitas rayap tanah C. gestroi. Semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi

14

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

mortalitas rayap tanah C. gestroi. Pada konsentrasi tertinggi (4 %) memberikan tingkat
mortalitas sebesar 33 % sampai dengan akhir pengamatan, sedangkan pada konsentrasi
1%, 2% dan 3% hanya menyebabkan tingkat mortalitas dibawah 30%. Pada perlakukan
kontrol, tingkat mortalitas rayap tanah C. gestroi sebesar 19,33% sampai dengan akhir
pengamatan. Hal ini mengindikasikan bahwa, asam oleat memberikan pengaruh yang
rendah terhadap mortalitas rayap tanah C. gestroi.
Tabel 2. Mortalitas rayap tanah C. gestroi selama 14 hari pengamatan
Concentration
(% )
Methanol solvent

Daily Termite Mortality Percentage (Mean±Sdev)
2
5,33± 1,15

4

6

9,33±1,15

13,33±3,06

8
16,00±0,00

10
18,00±2,00

12

14

18,00±2,00

18,00±2,00

Untreated

6,67±1,15

10,00±2,00

14,67±1,15

17,33±1,15

18,67±2,31

19,33±1,15

19,33±1,15

1

6,67±1,15

10,67±1,15

14,00±2,00

18,00±2,00

18,67±1,15

19,33±1,15

20,00±0,00

2

6,67±1,15

11,33±1,15

15,33±3,06

18,67±1,15

19,33±1,15

20,67±2,31

21,33±1,15

3

8,00±2,00

13,33±1,15

19,33±1,15

21,33±1,15

24,67±1,15

26,00±0,00

30,00±2,00

4

9,33±1,15

19,33±1,15

21,33±1,15

24,67±2,31

27,33±2,31

30,67±1,15

33,33±1,15

Tabel 3 menunjukkan tingkat mortalitas rayap kayu kering C. cynocephalus
setelah terpapar asam oleat dengan variasi konsentrasi yang diuji. Dari Tabel 3 terlihat
bahwa pada konsentrasi terbesar yaitu 4% hanya memberikan persentase tingkat
mortalitas rayap kayu kering C. cynocephalus sebesar 15,33 %. Pada konsentrasi 1%,
2% dan 3%, menyebabkan tingkat mortalitas dibawah 15%. Hal ini mengindikasikan
bahwa asam oleat memberikan pengaruh yang rendah terhadap mortalitas rayap kayu
kering C. cynocephalus.
Tabel 3. Mortalitas rayap kayu kering C. cynocephalus selama 14 hari pengamatan
Concentration
(% )
Methanol solvent

Daily Termite Mortality Percentage (Mean±Sdev)
2
1,33±1,15

4
2,67±1,15

6
5,33±1,15

8
6,67±2,31

10
9,33±2,31

12
10,00±2,00

14
10,67±1,15

Untreated

0,67±1,15

1,33±1,15

3,33±1,15

4,67±1,15

6,67±1,15

8,00±0,00

8,67±1,15

1

0,67±1,15

0,67±1,15

2,00±2,00

4,00±2,00

7,33±1,15

8,67±1,15

10,00±0,00

2

0,67±1,15

1,33±1,15

2,00±0,00

4,67±1,15

8,00±2,00

10,67±1.15

11,33±1.15

3

1,33±1,15

2,67±1,15

4,00±0,00

5,33±1,15

8,67±3,06

11,33±1,15

12,67±1,15

4

2,00±0,00

3,33±1,15

5,33±1,15

7,33±1,15

8,67±1,15

13,33±1,15

15,33±1,15

Tabel 4. Persentase penuruan berat sampel uji selama 14 hari pengujian
Weight loss (%)
Concentration
Subterranean termite
Dry wood termite C.
cynocephalus
C. gestroi
Methanol
50,00±2,71
1,68±0,20
solvent
Untrated
49,57±4,85
1,83±0,05
1%
49,84±7,82
1,60±0,14
2%
48,54±2,57
1,56±0,10
3%
42,30±3,02
1,44±0,13
4%
36,80±2,92
1,25±0,16
Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

15

Tingkat konsumsi rayap terhadap sampel uji menjadi salah satu parameter yang
diamati dalam penelitian ini. Besarnya tingkat konsumsi rayap terhadap paper disc dan
kayu yang telah diberi perlakuan asam oleat dinyatakan dalam persentase penurunan
berat. Persentase penurunan berat menjadi indikator yang sangat penting karena
berpengaruh terhadap efektivitas asam oleat terhadap rayap tanah C. gestroi daan C.
cynocephalus. Penurunan berat paper disc akibat peningkatan konsentrasi ekstrak
menunjukkan penambahan ekstrak memberikan peningkatan ketahanan paper disc
terhadap serangan rayap (Fallah 2005). Tabel 4 menunjukkan persentase penurunan
berat sampel uji yang telah diberi perlakuan asam oleat kemudian diumpankan terhadap
rayap tanah C. gestroi dan rayap kayu kering C. cynocephalus. Dari Tabel 4 terlihat
bahwa terdapat kecendrungan penuruan persentase penurunan berat paper sampel uji
seiring dengan peningkatan konsentrasi baik pada uji terhadap rayap tanah C. gestroi
maupun rayap kayu kering C. cynocephalus. Jika dibandingkan dengan kontrol,
pemberian perlakukan asam oleat memberikan pengaruh terhadap
penurunan
persentase penurunan berat. Walaupun pengaruhnya tidak terlalu signifikan tetapi dapat
diasumsikan bahwa asam oleat dapat meningkatkan ketahanan terhadap serangan rayap
tanah C. gestroi dan rayap kayu kering C. cynocephalus.
KESIMPULAN
Asam oleat yang diisolasi dari biji Bintaro memberikan pengaruh yang rendah
terhadap tingkat mortalitas rayap tanah C. gestroi dan rayap kayu kering C.
cynocephalus. Walaupun demikian asam oleat dapat meningkatkan ketahanan terhadap
serangan rayap tanah C. gestroi dan rayap kayu kering C. cynocephalus.
DAFTAR PUSTAKA
Chang LC, Joell JG, Krishna PL, Lumonadio L, Norman RF, John MP, A. Douglas K.
2000. Activity-Guided Isolation of Constituents of Cerbera manghas with
Antiproliferative and Antiestrogenic Activities. Bioorganic & Medicinal
Chemistry Letters. 10 2431-2434
Endriana D. 2007. Sintesis Biodiesel (metil ester) dari Minyak Biji Bintaro ( Cerbera
manghas ) Hasil Ekstraksi. Kimia MIPA-UI, depok.
Falah, S., T. Katayama, Mulyaningrum. 2005. Utilization of Bark Extractives from
Some Tropical Hardwoods as Natural Wood Preservatives: Termitidial Activities
of Extractives from Barks of Some Tropical Hardwoods. Proceeding of the 6th
International Wood Science Symposium. Bali, August, 29-31. pp. 323-328
Gillard Y, Ananthasankaran, K Fabien B. 2004. Cerbera odollam: a ‘suicide tree’ and
cause of death in the state of Kerala, India. J. Ethnopharmacology .95 123–126
Hashim R, Boon JG, Sulaiman O, Kawamura F, Lee CY. 2009. Evaluation of the
decay resistance properties of Cerbera odollam extracts and their influence on
properties of particleboard. International Biodeterioration & Biodegradation 63:
1013–1017
Jenkins TC, Jones SC, Lee CY, Forschler BT, Chen Z,Martinez GL, Gallagher NT,
Brown G, Neal M,Thistleton B, Kleinschmidt S. (2007). Phylogeography
illuminates maternal origins of exotic Coptotermes gestroi (Isoptera:
Rhinotermitidae). Molecular Phylogenetics and Evolution 42, 612–621

16

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

Peterson C. Considerations of Soil-Applied Insecticides for Termite Control. Outlooks
Pest. Manag. 2010; 21: 89 93.
Promsiri S, Amara N, Maleeya K, Usavadee T. 2006. Evaluations of larvicidal activity
of medicinal plant extractsto Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) and other effects
ona non target fish. Insect Science. 13: 179-188.
Tarmadi D, M. ismayati, KH. Setiawan, S. Yusuf. 2010. Antitermite activitiy of
Carbera manghas L seeds extracts. Proceeding of The 7th Pacific Rim Termite
Research Group. Singapura, 1-2 Maret 2010.
Tarmadi D, Guswenrivo I, Prianto AH, Yusuf S. 2013. The effect of Cerbera manghas
(Apocynaceae) Seed Extract against Storage Product Pest Sitophilus oryzae
(Coleoptera: Curculionidae). Proceeding of The 2th International Symposium of
Sustainable Humanosphere. Bandung, 29 August 2012.
Utami S. 2010. Aktivitas Insektisida Bintaro (Cerbera odollam Gaertn) Terhadap Hama
Eurema spp. Pada Skala Laboratorium. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 7:
211-220.
Wang GF, Yue WG, Bo F, Liang L, Cai GH, Bing HJ. 2010. Tanghinigenin from seeds
of Cerbera manghas L. induces apoptosis in human promyelocytic leukemia HL60 cells. Environmental Toxicology and Pharmacology. 30 31–36
Wink, M., 1993. Production and application of phytochemicals from an agricultural
perspective. In: van Beek, T.A., Breteler, H. (Eds.), Phytochemistry and
Agriculture, Vol. 34. Clarendon, Oxford, UK, pp. 171–213
Wright, C.G., R.B. Leidy and H.E. Dupree, Jr. 1994. Chlorpyrifos in the air and soil of
houses eight years after its application for termite control. Bull. Environ. Contam.
Toxicol. 52(1):131-134
Yoon C, SH. Kang, SA. Jang, YJ. Kim, GH. Kim. 2007. Reppelent efficacy of Caraway
and Grapefruit Oils for Sitphilus oryzae (Colepotera: Curculionidae). Journal of
Asia-Pacific Entomol. 10(3): 263-267
Zhao Q, Yuewei G, Bo F, Liang L, Caiguo H, Binghua J. 2011. Neriifolin from seeds of
Cerbera manghas L. induces cell cycle arrest and apoptosis in human
hepatocellular carcinoma HepG2 cells. Fitoterapia .82 735–741.

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

17

PRETREATMENT NaOH DAN HIDROLISIS ENZIMATIS PADA AMPAS

TEBU
Triyani Fajriutami*, Widya Fatriasari, Raden Permana Budi Laksana, dan Euis
Hermiati
UPT. Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial LIPI
Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong-Bogor 16911
*Email: triyani@biomaterial.lipi.go.id
ABSTRAK
Bioetanol dari biomassa lignoselulosa yang merupakan bioetanol generasi
kedua masih terus dikembangkan dan diteliti secara mendalam. Kandungan serat yang
tinggi dan ketersediaan limbah ampas tebu yang besar menjadikan alternatif
pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan baku bioetanol cukup strategis dan
menjanjikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pretreatment
NaOH encer pada kehilangan berat, ekstraktif, dan lignin ampas tebu serta terhadap
gula pereduksi yang dihasilkan secara hidrolisis enzimatis untuk produksi bioetanol.
Hasil pretreatment dengan NaOH dan waktu pemanasan pada ampas tebu
mempengaruhi kehilangan berat, kehilangan ekstraktif dan kehilangan ligninnya. Pada
penelitian ini, pretreatment NaOH 1% dengan lama pemanasan 60 menit di suhu 121°C
dilanjutkan hidrolisis selulase 10 FPU/g menghasilkan gula pereduksi sebanyak 33.97
g/100 g ampas tebu atau sekitar 43% gula pereduksi dari penghitungan teori jumlah
maksimal gula pereduksi yang dapat dikonversi dari ampas tebu.
Kata kunci: Ampas tebu, pretreatment NaOH, gula pereduksi, hidrolisis enzim
PENDAHULUAN
Salah satu penelitian bioenergi yang ditekuni saat ini adalah bioetanol dari
biomassa lignoselulosa yang merupakan bioetanol generasi kedua. Generasi pertama
bioetanol bersumber dari pati yang umumnya merupakan bahan pangan bagi penduduk
dunia. Generasi pertama tersebut menciptakan beberapa masalah, diantaranya
terganggunya ketersediaan pangan dan kenaikan harga pangan dunia. Oleh karena itu,
dikembangkan penelitian untuk mengkonversi bahan lain selain pangan, misalnya
lignoselulosa, menjadi bioetanol. Di dalam penerapan transportasi, bahan bakar etanol
yang terbuat dari bahan lignoselulosa mengurangi 91% emisi gas rumah kaca
dibandingkan bahan bakar fosil, sedangkan bahan bakar etanol yang terbuat dari pati
jagung hanya mengurangi 22% emisi gas rumah kaca (Menon and Rao, 2012).
Salah satu sumber biomassa lignoselulosa yang potensial di dunia adalah ampas
tebu. Di Indonesia, produksi tebu nasional adalah 33 juta ton/tahun dan terdapat 58
pabrik gula dengan kapasitas giling total 195.622 ton tebu per hari (TTH) (Hermiati et
al., 2010). Jumlah ampas tebu yang dihasilkan dalam pengolahan nira tebu cukup besar,
yaitu sekitar 35 - 40% dari bobot tebu dengan kandungan air 48 - 52%, gula 2.5 - 6%,
dan serat 44 - 48%. Kandungan serat yang tinggi dan ketersediaan limbah ampas tebu
yang besar menjadikan alternatif pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan baku bioetanol
cukup strategis dan menjanjikan (Hambali et al., 2007).

18

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

Proses konversi bahan lignoselulosa menjadi bioetanol memerlukan beberapa
tahap, yaitu pretreatment, hidrolisis selulosa menjadi gula sederhana dan fermentasi
gula sederhana menjadi etanol. Pretreatment bertujuan untuk menghilangkan lignin,
mengurangi kristalinitas selulosa, dan meningkatkan porositas bahan. Tahap ini dinilai
sebagai tahap yang paling mahal. Oleh karena itu, pretreatment merupakan tantangan
utama dalam proses konversi lignoselulosa menjadi bioetanol (Hermiati et al., 2010).
Karena beragamnya bahan lignoselulosa, penelitian proses pretreatment masih terbuka
lebar. Pretreatment dapat dilakukan secara mekanik, kimia, biologi, dan kombinasi dari
cara tersebut (Sun and Cheng, 2002).
Penelitian kali ini menggunakan larutan NaOH yang menurut penelitian
sebelumnya menunjukkan hasil yang cukup baik. Sudiyani et al., (2010) melaporkan
bahwa pretreatment alkali (NaOH 1N) pada tandan kosong kelapa sawit lebih mampu
menghilangkan lignin dibandingkan dengan asam dan persen kehilangan lignin yang
optimal adalah 45,8%. Nlewem and Thrash Jr. (2010) membandingkan pretreatment
terhadap switchgrass dengan 0,5-10% NaOH, 80-90°C, 1 jam; asam sulfat 0,5-6%,
121°C, 1 jam; dan air panas 100°C, 1 jam. Hasilnya adalah konsentrasi gula lebih tinggi
diperoleh pada pretreatment NaOH 0.5% dibandingkan dengan lainnya. McIntosh and
Vancov (2011) melaporkan bahwa kisaran delignifikasi jerami gandum sebesar 33-72%
pada suhu 121°C dengan menggunakan konsentrasi 0,75-2% NaOH.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pretreatment NaOH
encer pada kehilangan berat, ekstraktif, dan lignin ampas tebu serta terhadap gula
pereduksi yang dihasilkan secara hidrolisis enzimatis untuk produksi bioetanol.
BAHAN DAN METODE
Persiapan Bahan Baku
Ampas tebu diperoleh dari pabrik gula di Subang, Jawa Barat yang kemudian
dikeringkan, digiling, dan disaring sehingga berukuran 40-60 mesh. Sebelum digunakan
untuk proses selanjutnya, ampas tebu tersebut disimpan dalam wadah yang tertutup
rapat.
Pretreatment

Larutan NaOH dipersiapkan dengan variasi konsentrasi 1%, 2% dan 3% (b/v).
Selanjutnya 10 gram ampas tebu yang sudah diketahui kadar airnya dimasukkan dalam
labu erlenmeyer volume 250 ml dan ditambahkan 150 ml larutan NaOH atau 150 ml air
suling sebagai pembanding. Kemudian labu tersebut dipanaskan selama 30, 60, dan 90
menit dalam pemanas bertekanan (autoclave) pada suhu 121°C. Setelah pemanasan
selesai, sampel disaring untuk memisahkan pulp ampas tebu dengan limbah cairnya.
Pulp ampas tebu dibilas beberapa kali dengan air suling untuk menetralkan pH-nya.
Sebagian pulp ampas tebu yang sudah netral dikeringkan di oven 60°C selama 3 hari,
dan sebagian lainnya tetap disimpan basah dalam lemari pembeku sebelum digunakan
untuk proses hidrolisis enzimatis.
Hidrolisis enzimatis
Hidrolisis enzimatis pada penelitian ini menggunakan enzim selulase komersial
(Meicellase dari Meiji Seika, Jepang) dengan aktifitas enzim 200 FPU/g. Larutan buffer
sodium sitrat 0.05 M, pH 5 disiapkan sebagai pelarut enzim selulase. Sebanyak 1 gram
Meicellase dilarutkan dalam larutan buffer sodium sitrat hingga volume 100 ml,
sehingga didapatkan konsentrasi larutan stok enzim selulase 2 FPU/ml.

Laporan Teknik Akhir tahun 2013. UPT BPP Biomaterial-LIPI

19

Proses hidrolisis dilakukan terhadap ampas tebu setelah proses pretreatment
NaOH. Sebanyak 0.1 g pulp ampas tebu (berat kering) ditimbang dalam botol vial
volume 20 ml. Kemudian ditambahkan 5 ml larutan buffer sodium sitrat dan 0.1 ml
larutan sodium azide 20 mg/ml. Setelah itu, ditambahkan larutan stok enzim selulase
0.5 ml (untuk konsentrasi enzim 10 FPU/g) atau 1 ml (untuk konsentrasi enzim 20
FPU/g). Larutan buffer sodium sitrat ditambahkan kembali sampai dengan berat total
campuran mencapai 10 g. Persiapan yang sama dilakukan juga untuk kontrol buffer
(tanpa substrat dan tanpa penambahan enzim selulase) dan kontrol enzim (tanpa
substrat). Proses hidrolisis dilakukan dalam shaking incubator 150 rpm pada suhu 50°C
selama 48 jam. Posisi vial diletakkan secara horisontal untuk memperluas kontak
substrat dengan enzim.
Analisa
Ampas tebu sebelum pretreatment dianalisa komponen kimianya meliputi kadar
air, kadar abu, kadar ekstraktif, kadar lignin, kadar hemiselulosa dan kadar alfaselulosa.
Struktur sel ampas tebu dianalisa menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)
dengan perbesaran 2000 kali (15kV, WD 11 mm). Analisa gugus fungsi ampas tebu
dilakukan dengan Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectometric. Sebanyak 4 mg
serbuk ampas tebu dicampur dengan 200 mg KBr (kalium bromida) dimasukkan dalam
tempat pembuat pelet selanjutnya diberi tekanan 5000 psi. Spetrum direkam
menggunakan ABB FTIR MB3000 dengan resolusi 16 cm-1 dan 5 scan tiap sampel
dengan kisaran frekuensi 4000-500 cm-1.
Pulp ampas tebu setelah pretreatment yang sudah dikeringkan di oven 60°C
dianalisa komponen kimianya meliputi kadar air, kadar ekstraktif, dan kadar ligninnya.
Kemudian dilakukan penghitungan kehilangan berat, kehilangan ekstraktif dan
kehilangan lignin. Analisa SEM dan FTIR dilakukan terhadap pulp ampas tebu setelah
pretreatment yang dikeringkan dengan pengering beku (freeze dryer ).
Filtrat hasil hidrolisis enzimatis dinalisa gula pereduksinya menggunakan metode
Nelson-Somogyi. Gula pereduksi substrat dihitung setelah dikurangi dengan gula
pereduksi pada kontrol buffer dan kontrol enzim.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komponen kimia ampas tebu sebelum proses pretreatment dapat dilihat pada
Tabel 1. Komponen terbesar pada ampas tebu adalah alfaselulosa, yaitu 41.35%.
Alfaselulosa merupakan polimer glukosa yang menjadikan ampas tebu berpotensi besar
sebagai sumber gula untuk produksi bioetanol. Namun, untuk memaksimalkan produksi
gula pada bahan lignoselulosa seperti ampas tebu, diperlukan proses penghilangan
lignin atau de