015 245 257 proceeding Tana Toraja 2009
EKSPLORASI UMUM BAHAN BAKU SEMEN
KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN
Irwan Muksin
Kelompok Program Penelitian Mineral
SARI
Secara administrasi daerah eksplorasi umum sebagian besar berada di Kecamatan
Mengkendek dan Kecamatan Makale, terletak diantara koordinat 119° 49' 24.1464" - 119° 53'
51.5184" Bujur Timur dan 3° 14' 38.256" - 3° 6' 43.8588" Lintang Selatan.
Batugamping di daerah Ke’pe Tinoring mempunyai sumberdaya tereka sebesar 1.322.500.000
ton, kandungan rata-rata CaO nya 53.62 %, MgO rata-ratanya 1.11 %, mutunya cukup baik
sebagai bahan baku dalam industri semen, batugamping juga dijumpai di daerah Kandora
dengan sumberdaya tereka 954.625.000 ton, di daerah Lengke sumberdaya terekanya
267.937.500 ton, di daerah Suryak sumberdaya terekanya 460.875.000 ton, di daerah Lamba
sumberdaya terekanya 738.875.000 ton, dengan kandungan rata-rata CaO nya 52.52 % dan
MgO rata-ratanya 0.74 %. Lempung dijumpai di daerah Singki dan sekitarnya mempunyai
sumberdaya tereka 1.074.800.000 ton, kandungan rata-rata SiO2 nya 61.47 %, memenuhi
syarat sebagai bahan baku semen.
Selain sebagai bahan baku semen, batugamping di daerah ini dapat digunakan dalam industri
peleburan dan pemurnian baja.
(2)
PENDAHULUAN
Pelaksanaan penyelidikan di Kabupaten
Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan
adalah melakukan eksplorasi umum bahan
baku semen dengan maksud agar
diperoleh data sebaran dan potensi
batugamping dan lempung yang lebih
optimal, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
Secara administrasi daerah eksplorasi
umum sebagian besar berada di
Kecamatan Mengkendek dan Kecamatan
Makale, terletak diantara koordinat 119° 49'
24.1464" - 119° 53' 51.5184" Bujur Timur
dan 3° 14' 38.256" - 3° 6' 43.8588" Lintang
Selatan.
Pencapaian lokasi dapat dicapai dari
Jakarta ke Makasar dengan menggunakan
pesawat udara, dari kota Makasar – Makale
(Kab. Tana Toraja) menggunakan bis
umum selama 8–10 jam. Makale–
Mengkendek menggunakan angkutan
umum berupa kendaraan roda empat.
menuju lokasi penyelidikan di lapangan
dapat dilalui kendaraan roda empat dan
roda dua.
GEOLOGI UMUM
Daerah penyelidikan termasuk ke dalam
Peta Geologi lembar Majene dan bagian
barat lembar Palopo, yang disusun oleh
Djuri dan Sudjatmiko, 1998 dan Peta
Geologi Lembar Mamuju, Sulawesi oleh N.
Ratman, dkk, 1993 yang dipublikasi oleh
Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Geologi, Bandung. Batuan tertua di daerah
ini adalah batuan malihan berderajat
sedang, terdiri dari serpih, filit, rijang,
marmer dan breksi terkersikan juga
terdapat beberapa intrusi menengah hingga
basa, berumur Kapur Akhir. Batuan ini
dikelompokan dalam Formasi Latimojong
yang sudah mengalami perlipatan sangat
kuat, sehingga sangat sulit diketahui
ketebalannya.
Anggota Batugamping Formasi Toraja
terdiri dari Batugamping kelabu sampai
putih yang berupa lensa-lensa besar, umur
Eosen.
Formasi batuan berikutnya diendapkan
batuan yang terdiri atas serpih, berwarna
coklat kemerah-merahan, serpih napalan
berwarna abu-abu, batupasir kuarsa,
(3)
batubara. oleh Djuri dan Sudjatmiko disebut
sebagai Formasi Toraja. umur Eosen –
Miosen, tebal formasi diduga tidak kurang
dari 1000 m.
Formasi Loka merupakan Batuan epiklastik
gunungapi yang terdiri dari batupasir
andesitan, batulanau, konglomerat dan
breksi. Berlapis hingga masif terutama
sebagai endapan darat hingga delta dan
laut dangkal, umur Miosen Tengah-Miosen
Akhir.
Formasi Makale merupakan satuan batuan
yang diendapkan kemudian yang disusun
oleh batugamping terumbu yang terbentuk
di laut dangkal, umurnya diduga Miosen
Awal sampai Miosen Tengah
Formasi Date atau Formasi Riu terdiri dari
napal diselingi batulanau gampingan dan
batupasir gampingan, umur Oligosen
Tengah sampai Miosen Tengah.
Formasi Sekala merupakan satuan
batupasir yang terdiri dari batupasir,
konglomerat, serpih, tuf, sisipan lava
andesit-basalan; berumur Pliosen sampai
Miosen Tengah.
Batuan Gunungapi Walimbong terdiri dari
lava bersusunan basal sampai andesit,
sebagian lava bantal; breksi andesit
piroksin, breksi andesit trakit, mengandung
feldspatoid di beberapa tempat, berumur
Mio-Pliosen. Endapan satuan batuan
berikutnya Formasi Walanae berupa
konglomerat, sedikit batupasir glokonit dan
serpih, umur Pliosen.
Batuan terobosan umumnya batuan beku
bersusunan asam-menengah, seperti
granit, granodiorit, diorit, sienit, monzonit
kuarsa dan riolit, umurnya diduga Pliosen.
Tuf Barupu terdiri dari tuf putih hingga
kelabu muda, mengandung biotit dan
batuapung, bersusunan dasit; setempat
dijumpai breksi batuapung, umurnya diduga
Plistosen.
Endapan batuan termuda adalah endapan
kipas aluvium yang terdiri dari breksi,
batupasir sedang-kasar, lempung dan
pasir. berumur Plistosen sampai Holosen
Struktur geologi di daerah ini terdiri atas
sesar normal dan sesar naik yang
mempunyai arah umum Utara-Selatan dan
(4)
berkembang dengan baik. Daerah ini
termasuk dalam Mandala Geologi
Sulawesi Barat, terdiri dari Batuan malihan,
sedimen batuan gunung api dan batuan
terobosan bersifat granit, Gejala tektonik
awal terjadi pada kala Kapur (Leuwen
1981), mengakibatkan perlipatan,
persesaran dan pemalihan regional.
Pada Kapur Akhir terbentuk Formasi
Latimojong lingkungan laut dalam terutama
dibagian Timur dan Tengah Lembar,
Selanjutnya pada Kala Pliosen batuan
malihan terlipat dan termalih lagi, pada kala
Eosen sampai oligosen terjadi genang laut
yang membentuk sedimen laut Formasi
Toraja dan Anggota Batugamping Formasi
Toraja. Pada Kala Oligosen sampai
Miosen Awal terjadi lagi kegiatan tektonik
dan gunungapi bentuk busur kepulauan
gunungapi membentuk Batuan Gunungapi
Lamasi di beberapa tempat terbentuk pula
batugamping. Setelah kegiatan gunungapi
terhenti, dilanjutkan pengendapan batuan
karbonat berlangsung terus sampai awal
Miosen Tengah terbentuk Formasi Riu atau
Formasi Date. Pada kala Miosen Awal
sampai Miosen Akhir terjadi kegiatan
gunungapi yang membentuk Formasi
Sekala dan Batuan Gunungapi Malimbong,
Batuan Gunungapi Formasi Walanae. Ahir
Miosen Tengah kegiatan gunungapi diikuti
terobosan batolit granit yang menerobos
semua satuan yang lebih tua. Terobosan
disertai pengangkatan dan persesaran
membentuk sesar naik dan sesar turun.
Pada Kala Pliosen terjadi kegiatan
gunungapi menghasilkan Tuf Barupu.
Struktur geologi regional yang berkembang
di daerah ini di tandai dengan dua macam
bentuk struktur, yaitu struktur lipatan yang
berupa sinklin dan antiklin serta struktur
patahan yang berupa sesar naik, sesar
normal dan sesar mendatar. Struktur
lipatan pada umumnya mempunyai pola
berarah hampir utara selatan, hal ini
terbukti dari arah-arah sumbu lipatannya.
Dengan adanya struktur lipatan tersebut
diperkirakan bahwa gaya kompresi yang
bekerja terhadap pembentukan struktur
geologi yang berkembang berasal dari arah
barat dan timur.
GEOLOGI DAN POTENSI BAHAN
GALIAN
Morfologi daerah penyelidikan berdasarkan
hasil pengamatan lapangan dikelompokkan
(5)
a. Satuan Morfologi Perbukitan Terjal
Satuan morfologi ini menempati kurang
lebih 70 % dari luas daerah penyelidikan,
ditempati oleh satuan batugamping,
Formasi Makale.
b. Satuan
Morfologi
Perbukitan
bergelombang
Satuan morfologi ini menempati kurang
lebih 20 % dari luas daerah penyelidikan, di
bagian barat dan selatan. Daerah tersebut
berupa areal ladang dan perkebunan
masyarakat.
c. Satuan Morfologi Pedataran
Satuan morfologi ini merupakan daerah
yang relatip datar, tersebar pada kawasan
persawahan dan pemukiman. Menempati
sekitar 10 % dari luas daerah penyelidikan,
dibagian tengah dan timur, merupakan
daerah pemukiman dan pertanian.
Stratigrafi daerah penyelidikan disusun
berdasarkan hubungan relatif antara
masing-masing satuan/ unit batuan.
Penamaannya
didasarkan kepada jenis
batuan, mekanisme, genesa pembentukan
batuan.
Hasil penyelidikan lapangan, batuan di
daerah Penyelidikan dikelompokkan
menjadi 4 satuan batuan, yaitu :
a. Satuan Batupasir, Formasi Sekala
Satuan ini tersingkap di sebelah barat
daerah penyelidikan, luasnya sekitar 25 %
dari luas daerah penyelidikan. Satuan
batuan ini berupa batupasir warna abu-abu
terang sampai kekuningan dan sebagian
lapuk warna coklat, berbutir sedang,
mengulit bawang, setempat ditemukan
sisipan lava bersusunan basal andesit.
berumur Miosen Tengah-Pliosen.
b. Satuan Lempung, Formasi Date
Satuan ini tersingkap di bagian tengah
daerah penyelidikan, luasnya sekitar 10%
dari daerah penyelidikan. Satuan batuan ini
berupa lempung berwarna abu-abu
kehijauan sampai coklat, kilap lilin, tidak
berlapis, berumur Oligosen-Miosen
Tengah.
c. Satuan Batugamping, Formasi Makale
Satuan batuan ini merupakan batugamping,
dapat diamati di bagian utara-selatan
daerah penyelidikan, luasnya sekitar 25 %
dari daerah penyelidikan. Satuan batuan ini
berupa batugamping berwarna abu-abu
(6)
jelas, berumur Miosen Awal-Miosen tengah.
Dari hasil pengamatan mikroskopi conto
menunjukkan di dalam sayatan tipis batuan
ini menunjukkan tekstur bioklastik, berbutir
halus hingga berukuran 6 mm, bentuk butir
menyudut tanggung-membulat, disusun
oleh fragmen – fragmen fosil didalam masa
dasar mikrokristalin karbonat. Pada
beberapa bagian tampak mineral opak
tersebar yang sebagian besar teroksidasi.
Fragmen Fosil,
tak berwarna-abu
kecoklatan, sebagian nampak kusam
hingga mendekati opak, berukuran hingga
6 mm, terutama dari jenis foraminifera
besar dan kecil, sedikit koral dan jenis fosil
yang lainnya, bentuk fosil sebagian masih
utuh, umunya berupa pecahan–pecahan
menyudut, bersusunan kristal-kristal kalsit
berwarna terang, sebagian lagi nampak
kusam hingga mendekati opak. Mineral
Opak,
berwarna hitam-kecoklatan, kedap
cahaya, berbutir sangat halus, terdapat
menyebar, sebagian besar teroksidasi
menjadi oksida besi. Mikrokristalin karbonat
(mikrit),
sebagai masa
dasar, berwarna
abu-abu kecoklatan hingga mendekati
opak, berbutir sangat halus, umumnya
sebagai mikrit yang nampak kusam,
bercampur dengan pecahan-pecahan fosil,
pada beberapa bagian terdapat “sparry
calcite” berwarna terang, terutama mengisi
rongga-rongga dan disebut Batugamping
organik, komposisi
Karbonat 95 %,
Opak/oksida besi 5 %, sedangkan , di
dalam sayatan tipis conto batuan lain
menunjukkan tekstur bioklastik, berbutir
halus hingga berukuran 4 mm, bentuk butir
menyudut tanggung-membulat, disusun
oleh fragmen – fragmen fosil dan sedikit
mineral opak didalam masa dasar
mikrokristalin karbonat (mikrit). Fragmen
Fosil,
tak berwarna-abu-abu kecoklatan,
sebagian nampak kusam hingga mendekati
opak, berukuran hingga 4 mm, terutama
dari jenis foraminifera besar dan kecil,
dengan sedikit koral dan jenis fosil yang
lainnya, bentuk fosil sebagian masih utuh,
umumnya berupa pecahan – pecahan
menyudut, bersusunan kristal-kristal kalsit
berwarna terang, sebagian lagi nampak
kusam hingga mendekati opak.Mineral
Opak,
berwarna hitam, kedap cahaya,
berbutir sangat halus, terdapat menyebar,
sedikit teroksidasi. Mikrokristalin karbonat
(mikrit),
sebagai masa
dasar, berwarna –
abu-abu kecoklatan hingga mendekati
opak, berbutir sangat halus, umumnya
sebagai mikrit yang nampak kusam,
bercampur dengan pecahan-pecahan fosil,
(7)
calcite” berwarna terang terutama mengisi
rongga-rongga atau mengisi
cangkang-cangkang fosil dan disebut Batugamping
organik, komposisi
Karbonat 98 %, Opak 2
% , sedangkan conto lainnya di dalam
sayatan tipis batuan ini menunjukkan
tekstur bioklastik, berbutir halus hingga
berukuran 5 mm, bentuk butir menyudut
tanggung-membulat, disusun oleh fragmen
– fragmen fosil dan butiran halus mineral
opak didalam masa dasar mikrokristalin
karbonat (mikrit). Selain itu terdapat urat
kalsit memotong masa batuan. Fragmen
Fosil,
tak berwarna-abu-abu kecoklatan,
sebagian nampak kusam hingga mendekati
opak, berukuran hingga 5 mm, terutama
dari jenis foraminifera besar dan kecil,
dengan sedikit koral dan jenis fosil yang
lainnya, bentuk fosil umumnya masih utuh,
sebagian berupa pecahan – pecahan
menyudut, bersusunan kristal-kristal kalsit
berwarna terang, sebagian lagi nampak
kusam hingga mendekati opak. Mineral
Opak,
berwarna hitam, kedap cahaya,
berbutir sangat halus, terdapat menyebar,
sedikit teroksidasi. Urat kalsit, tebal 0,5
mm, berwarna terang, disusun oleh
kristal-kristal kalsit, berukuran hingga 0,25 mm,
hubungan antar butirnya saling bertautan.
Mikrokristalin karbonat (mikrit),
sebagai
masa
dasar, berwarna abu-abu kecoklatan
hingga mendekati opak, berbutir sangat
halus, umumnya sebagai mikrit yang
nampak kusam, bercampur dengan
pecahan-pecahan fosil, pada beberapa
bagian terdapat “sparry calcite” berwarna
terang terutama mengisi rongga-rongga
atau mengisi cangkang-cangkang fosil,
disebut Batugamping organik, komposisi
karbonat 97 %, opak 3 %.
d. Satuan Lempung, Formasi Toraja
Satuan ini tersingkap di bagian
timur-selatan daerah penyelidikan, luasnya
sekitar 40 % dari daerah penyelidikan.
Satuan ini berupa lempung berwarna coklat
bersisipan batupasir warna abu-abu,
berbutir sedang, setempat ditemukan
serpih coklat kemerahan dan batubara,
berumur Eosen-Miosen. Dari hasil
pengamatan mikroskopi contoh Tj-48
menunjukkan di dalam sayatan tipis batuan
ini menunjukkan tekstur klastik, berbutir
sangat halus hingga berukuran 0,5 mm,
bentuk butir menyudut-membulat tanggung,
kemas terbuka, terpilah buruk, disusun oleh
fragmen kuarsa, karbonat, dan fragmen
batuan kuarsitik/silisifikasi didalam masa
dasar lempung dan karbonat. Kuarsa,
tidak
(8)
berukuran 0,3 mm, berbentuk
menyudut-menyudut tanggung, terdapat tersebar
hampir merata, menunjukkan pemadaman
bergelombang. Fragmen kuarsitik/silisifkasi,
tak berwarna, berukuran hingga 0,5 mm,
bentuk butir menyudut tanggung
membundar tanggung, disusun oleh
butiran-butiran halus kuarsa, hubungan
antar butirnya saling bertautan,
menunjukkan pemadaman bergelombang.
Karbonat,
tak
berwarna, sebagai fragmen
dan masa dasar, berbutir sangat halus
hingga berukuran 0,3 mm, bentuk
menyudut-menyudut tanggung, umumnya
terdapat menyebar bersama mineral
lempung.Mineral Opak,
berwarna
hitam-hitam kecoklatan, kedap cahaya, berbutir
sangat halus hingga berukuran 0,4 mm,
umumnya terdapat mengelompok dalam
jumlah sedikit. Lempung,
sebagai masa
dasar, berwarna coklat, berbutir ukuran
lempung, terdapat dalam jumlah banyak
(dominan). komposisi
lempung 60 %,
karbonat 20 %, Kuarsa 15 %, opak 5 %.
Pengaruh sistim sesar ini berpengaruh
terhadap struktur di daerah ini, gejala
struktur di daerah ini berupa kelurusan
topografi (lineament), sehingga membentuk
morfologi terjal. Gejala sesar dicirikan oleh
topografi curam, perubahan perlapisan,
tidak menerusnya satuan dan breksi sesar.
Struktur sesar yang terbentuk di daerah ini
secara umum membentuk dua pola arah.
Sesar naik pada umumnya berarah
utara-selatan, blok bagian timur merupakan blok
yang naik. Sesar mendatar pada umumnya
berarah barat-timur yang ditandai dengan
adanya offset litologi yang disebabkan oleh
pergeseran, sedangkan sesar normal
hampir seluruhnya berpola utara-selatan.
Setelah dilakukan eksplorasi umum bahan
baku semen di daerah Kecamatan
Mengkendek dan Kecamatan Makale, serta
melihat sebaran batugamping dan
lempung, daerah prospek untuk pendirian
industri semen di daerah tersebut adalah
daerah antara Lembang/Desa Ke’pe
Tinoring dan Singki, Kecamatan
Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja.
Batugamping di daerah Ke’pe Tinoring
mempunyai luas sebaran 1.058 ha atau
10.580.000 m
2, jika dianggap tebal rata-rata
batugamping 50 m, maka sumberdaya
terekanya 529.000.000 m
3atau
1.322.500.000 ton. Setelah dilakukan
analisa kimia terhadap conto batuan,
(9)
dari 51.39 – 54.86 %, rata-rata CaO =
53.62 %. Sedangkan lempung di daerah
Singki dan sekitarnya mempunyai luas
sebaran 5.374 ha atau 53.740.000 m
2, jika
dianggap tebal rata-rata lempung 10 m,
maka sumberdaya terekanya 537.400.000
m
3atau 1.074.800.000 ton. Setelah
dilakukan analisa kimia ternyata kandungan
SiO2nya bervariasi dari 52.29–74.56 %,
rata-rata SiO2=61.47 %.
Selain itu batugamping juga dijumpai di
daerah Kandora mempunyai luas sebaran
763,7 ha atau 7.637.000 m
2, jika dianggap
tebal rata-rata batugamping 50 m, maka
sumberdaya terekanya 381.850.000 m
3atau 954.625.000 ton, batugamping di
daerah Lengke mempunyai luas sebaran
428,7 ha atau 4.287.000 m
2, jika dianggap
tebal rata-rata batugamping 25 m, maka
sumberdaya terekanya 107.175.000 m
3atau 267.937.500 ton, batugamping di
daerah Suryak mempunyai luas sebaran
368,7 ha atau 3.687.000 m
2, jika dianggap
tebal rata-rata batugamping 50 m, maka
sumberdaya terekanya 184.350.000 m
3atau 460.875.000 ton, batugamping di
daerah Lamba mempunyai luas sebaran
591,1 ha atau 5.911.000 m
2, jika dianggap
tebal rata-rata batugamping 50 m, maka
sumberdaya terekanya 295.550.000 m
3atau 738.875.000 ton. sedangkan endapan
lempung di daerah randanan dan
sekitarnya mempunyai luas sebaran 648,6
ha atau 6.486.000 m
2, jika dianggap tebal
rata-rata lempung 5 m, maka sumberdaya
terekanya 32.430.000 m
3atau 64.860.000
ton. Setelah dilakukan analisa kimia
terhadap conto-conto batuan, ternyata
kandungan CaO nya bervariasi dari 41.32 –
54.51 %, rata-rata CaO = 52.52 %.
PROSPEK PEMANFAATAN DAN
PENGEMBANGAN BAHAN GALIAN
Untuk mengetahui prospek pemanfaatan
bahan galian maka pengkajian atau
penilaiannya didasarkan pada beberapa
aspek antara lain : kualitas, kuantitas,
lokasi dan pemasaran, disamping aspek
lainnya. Kajian mengenai prospek
pengembangan bahan galian tidak terlalu
berbeda dengan dasar penilaian terhadap
prospek pemanfaatannya. Namun untuk
prospek pengembangan lebih diarahkan
pada kemungkinan pengusahaan dalam
skala yang relatif lebih besar di masa yang
akan datang, dikaitkan dengan pusat-pusat
pertumbuhan dan peluang ekspor sejalan
(10)
negeri. Untuk mengetahui prospek
pemanfaatan dan pengembangan bahan
baku semen dan bahan galian lain yang
ditemukan di daerah penyelidikan perlu
dilakukan analisa potensi dan kegunaan
bahan galian tersebut.
Kapasitas produksi semen nasional
sebesar 43,81 juta ton pertahun dengan
tingkat penyerapan pasar sekitar 34 juta ton
pertahun, selebihnya di ekspor.
Pertumbuhan kebutuhan semen
diperkirakan naik tiap tahun sekitar 4 %.
Prediksi kapasitas produksi semen menjadi
57 juta ton pada 2012 mendatang, seiring
dengan ekspansi dan peningkatan produksi
hingga 10 juta ton oleh tiga perusahaan
skala besar.
Batugamping
Batugamping dapat dikatakan murni bila
mengandung CaO sekitar 56 % dan
batugamping yang diharapkan baik sebagai
bahan baku semen jika kadar CaO nya
lebih besar dari 50 %. Dalam penilaian
mutu bahan baku semen, batugamping
dengan kadar Cao lebih besar dari 50 %
disebut sebagai bermutu baik (High Grade),
sedangkan CaO kurang dari 50 % disebut
sebagai mutu rendah (Low Grade).
Pemilihan terhadap mutu tersebut akan
berpengaruh terhadap perhitungan
penelitian di dalam ”raw mix design” serta
dalam percobaan terak (klinker) dan
semennya. Selain kadar CaO juga harus
diperhitungkan kandungan MgO nya,
dimana menurut spesifikasi ASTM harus
kurang dari 5 %. Kadar MgO lebih dari 5 %
akan mempengaruhi dalam pembuatan
klinkernya.
Batugamping di daerah Ke’pe Tinoring
kandungan CaO nya bervariasi dari 51.39 –
54.86 %, rata-rata CaO = 53.62 %. MgO
rata-ratanya 1.11 %, sedangkan kandungan
SiO2, Al2O3, Fe2O3 dan lainnya rata-rata di
bawah 1 %, sehingga batugamping yang
terdapat di daerah ini mutunya cukup baik
sebagai bahan baku dalam industri semen.
Selain itu batugamping juga dijumpai di
daerah Kandora, Suryak dan Lamba
kandungan CaO nya bervariasi dari 41.32 –
54.51 %, rata-rata CaO = 52.52 %, MgO
rata-ratanya 0.74 %, dengan melihat kedua
unsur tersebut, batugamping dapat
dikatakan memenuhi syarat sebagai bahan
baku semen.
Dari hasil analisa poles terhadap conto
(11)
hasil polesnya mempunyai kilat yang baik
dan halus dan tidak terlihat adanya retakan
sehingga batugamping ini cukup baik
dijadikan marmer.
Lempung
Lempung yang akan dipakai sebagai bahan
baku semen sebaiknya mempunyai kadar
SiO2 lebih besar dari 48 %. Lempung di
daerah Singki dan sekitarnya kandungan
SiO2 nya bervariasi dari 52.29 – 74.56 %,
rata-rata SiO2 = 61.47 %, dengan melihat
unsur tersebut, lempung dapat dikatakan
memenuhi syarat sebagai bahan baku
semen.
Industri lainnya
Batugamping merupakan salah satu
mineral industri yang banyak digunakan
oleh sektor industri ataupun konstruksi dan
pertanian, antara lain untuk pengapuran
untuk pertanian, untuk peleburan dan
pemurnian baja.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Setelah dilakukan penyelidikan dan
evaluasi dari berbagai aspek, dapat
disimpulkan beberapa hal :
Batugamping di daerah penyelidikan
dijumpai pada Formasi Makale, sedang
lempung pada Formasi Toraja dan Formasi
Date.
Melihat sebaran batugamping dan
lempung, daerah prospek untuk pendirian
industri semen di daerah tersebut adalah
daerah antara Lembang/Desa Ke’pe
Tinoring dan Singki, Kecamatan
Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja.
Batugamping di daerah Ke’pe Tinoring
mempunyai sumberdaya tereka sebesar
1.322.500.000 ton, kandungan rata-rata
CaO nya 53.62 %, MgO rata-ratanya 1.11
%, sedangkan kandungan SiO2, Al2O3,
Fe2O3 dan lainnya rata-rata di bawah 1 %,
sehingga batugamping yang terdapat di
daerah ini mutunya cukup baik sebagai
bahan baku dalam industri semen. Selain
itu batugamping juga dijumpai di daerah
Kandora mempunyai sumberdaya tereka
954.625.000 ton, di daerah Lengke
mempunyai sumberdaya tereka
267.937.500 ton, di daerah Suryak
mempunyai sumberdaya tereka
460.875.000 ton, di daerah Lamba
mempunyai sumberdaya tereka
(12)
rata-rata CaO nya 52.52 %, MgO rata-rata-rata-ratanya
0.74 %, dengan melihat kedua unsur
tersebut, batugamping dapat dikatakan
memenuhi syarat sebagai bahan baku
semen.
Lempung di daerah Singki dan
sekitarnya mempunyai sumberdaya tereka
1.074.800.000 ton, kandungan rata-rata
SiO2 nya 61.47 %, dengan melihat unsur
tersebut, lempung dapat dikatakan
memenuhi syarat sebagai bahan baku
semen.
Dari hasil poles terhadap beberapa
conto terlihat hasil polesnya mempunyai
kilat yang baik dan halus dan tidak terlihat
adanya retakan sehingga batugamping ini
cukup baik dijadikan marmer.
Batugamping di wilayah ini dapat
digunakan dalam industri : semen,
peleburan dan pemurnian baja,.
Saran
¾
Perlu dilakukan penyelidikan lanjutan
berupa eksplorasi rinci skala 1 : 5.000 atau
1
: 10.000 endapan batugamping dan
lempung di daerah Ke’pe Tinoring dan
Singki, Kecamatan Mengkendek,
Kabupaten Tana Toraja.
¾
Perlu dilakukan pemetaan kawasan
karst untuk mengetahui status kawasan
karst yang terdapat di daerah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Cyrillus Harinowo & MF. Permata Sari,
2006 Profil Industri Semen Indonesia,
WinPlus Capital.
Djuri, dkk., 1998, Peta Geologi Lembar
Majene Dan Bagian Barat Palopo,
Sulawesi, Sekala 1 : 250.000, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Ratman, N, dkk, 1989, Peta Geologi
Lembar Mamuju, Sekala 1 : 250.000, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Suhala, S. dan Arifin, M., 1997, Bahan
Galian Industri, PPTM, Bandung
Sukandarrumidi, 1998, Bahan Galian
Industri, Gajah Mada University Press.
(13)
……….., 2008, Tana Toraja Dalam
Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten
Tana Toraja
……….., Proposal Teknik Pekerjaan
Penyelidikan Bahan Baku Semen, PT. Bina
Inti Dimensi, Engineering Consultan
(14)
Gambar 1. Peta Sebaran Bahan Baku Semen, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi
Selatan
(1)
dari 51.39 – 54.86 %, rata-rata CaO =
53.62 %. Sedangkan lempung di daerah
Singki dan sekitarnya mempunyai luas
sebaran 5.374 ha atau 53.740.000 m2, jika
dianggap tebal rata-rata lempung 10 m,
maka sumberdaya terekanya 537.400.000
m3 atau 1.074.800.000 ton. Setelah
dilakukan analisa kimia ternyata kandungan
SiO2nya bervariasi dari 52.29–74.56 %,
rata-rata SiO2=61.47 %.
Selain itu batugamping juga dijumpai di
daerah Kandora mempunyai luas sebaran
763,7 ha atau 7.637.000 m2, jika dianggap
tebal rata-rata batugamping 50 m, maka
sumberdaya terekanya 381.850.000 m3
atau 954.625.000 ton, batugamping di
daerah Lengke mempunyai luas sebaran
428,7 ha atau 4.287.000 m2, jika dianggap
tebal rata-rata batugamping 25 m, maka
sumberdaya terekanya 107.175.000 m3
atau 267.937.500 ton, batugamping di
daerah Suryak mempunyai luas sebaran
368,7 ha atau 3.687.000 m2, jika dianggap
tebal rata-rata batugamping 50 m, maka
sumberdaya terekanya 184.350.000 m3
atau 460.875.000 ton, batugamping di
daerah Lamba mempunyai luas sebaran
591,1 ha atau 5.911.000 m2, jika dianggap
tebal rata-rata batugamping 50 m, maka
sumberdaya terekanya 295.550.000 m3
atau 738.875.000 ton. sedangkan endapan
lempung di daerah randanan dan
sekitarnya mempunyai luas sebaran 648,6
ha atau 6.486.000 m2, jika dianggap tebal
rata-rata lempung 5 m, maka sumberdaya
terekanya 32.430.000 m3 atau 64.860.000
ton. Setelah dilakukan analisa kimia
terhadap conto-conto batuan, ternyata
kandungan CaO nya bervariasi dari 41.32 –
54.51 %, rata-rata CaO = 52.52 %.
PROSPEK PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN BAHAN GALIAN
Untuk mengetahui prospek pemanfaatan
bahan galian maka pengkajian atau
penilaiannya didasarkan pada beberapa
aspek antara lain : kualitas, kuantitas,
lokasi dan pemasaran, disamping aspek
lainnya. Kajian mengenai prospek
pengembangan bahan galian tidak terlalu
berbeda dengan dasar penilaian terhadap
prospek pemanfaatannya. Namun untuk
prospek pengembangan lebih diarahkan
pada kemungkinan pengusahaan dalam
skala yang relatif lebih besar di masa yang
akan datang, dikaitkan dengan pusat-pusat
pertumbuhan dan peluang ekspor sejalan
(2)
negeri. Untuk mengetahui prospek
pemanfaatan dan pengembangan bahan
baku semen dan bahan galian lain yang
ditemukan di daerah penyelidikan perlu
dilakukan analisa potensi dan kegunaan
bahan galian tersebut.
Kapasitas produksi semen nasional
sebesar 43,81 juta ton pertahun dengan
tingkat penyerapan pasar sekitar 34 juta ton
pertahun, selebihnya di ekspor.
Pertumbuhan kebutuhan semen
diperkirakan naik tiap tahun sekitar 4 %.
Prediksi kapasitas produksi semen menjadi
57 juta ton pada 2012 mendatang, seiring
dengan ekspansi dan peningkatan produksi
hingga 10 juta ton oleh tiga perusahaan
skala besar.
Batugamping
Batugamping dapat dikatakan murni bila
mengandung CaO sekitar 56 % dan
batugamping yang diharapkan baik sebagai
bahan baku semen jika kadar CaO nya
lebih besar dari 50 %. Dalam penilaian
mutu bahan baku semen, batugamping
dengan kadar Cao lebih besar dari 50 %
disebut sebagai bermutu baik (High Grade),
sedangkan CaO kurang dari 50 % disebut
sebagai mutu rendah (Low Grade).
Pemilihan terhadap mutu tersebut akan
berpengaruh terhadap perhitungan
penelitian di dalam ”raw mix design” serta
dalam percobaan terak (klinker) dan
semennya. Selain kadar CaO juga harus
diperhitungkan kandungan MgO nya,
dimana menurut spesifikasi ASTM harus
kurang dari 5 %. Kadar MgO lebih dari 5 %
akan mempengaruhi dalam pembuatan
klinkernya.
Batugamping di daerah Ke’pe Tinoring
kandungan CaO nya bervariasi dari 51.39 –
54.86 %, rata-rata CaO = 53.62 %. MgO
rata-ratanya 1.11 %, sedangkan kandungan
SiO2, Al2O3, Fe2O3 dan lainnya rata-rata di
bawah 1 %, sehingga batugamping yang
terdapat di daerah ini mutunya cukup baik
sebagai bahan baku dalam industri semen.
Selain itu batugamping juga dijumpai di
daerah Kandora, Suryak dan Lamba
kandungan CaO nya bervariasi dari 41.32 –
54.51 %, rata-rata CaO = 52.52 %, MgO
rata-ratanya 0.74 %, dengan melihat kedua
unsur tersebut, batugamping dapat
dikatakan memenuhi syarat sebagai bahan
baku semen.
Dari hasil analisa poles terhadap conto
(3)
hasil polesnya mempunyai kilat yang baik
dan halus dan tidak terlihat adanya retakan
sehingga batugamping ini cukup baik
dijadikan marmer.
Lempung
Lempung yang akan dipakai sebagai bahan
baku semen sebaiknya mempunyai kadar
SiO2 lebih besar dari 48 %. Lempung di
daerah Singki dan sekitarnya kandungan
SiO2 nya bervariasi dari 52.29 – 74.56 %,
rata-rata SiO2 = 61.47 %, dengan melihat
unsur tersebut, lempung dapat dikatakan
memenuhi syarat sebagai bahan baku
semen.
Industri lainnya
Batugamping merupakan salah satu
mineral industri yang banyak digunakan
oleh sektor industri ataupun konstruksi dan
pertanian, antara lain untuk pengapuran
untuk pertanian, untuk peleburan dan
pemurnian baja.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Setelah dilakukan penyelidikan dan
evaluasi dari berbagai aspek, dapat
disimpulkan beberapa hal :
Batugamping di daerah penyelidikan
dijumpai pada Formasi Makale, sedang
lempung pada Formasi Toraja dan Formasi
Date.
Melihat sebaran batugamping dan
lempung, daerah prospek untuk pendirian
industri semen di daerah tersebut adalah
daerah antara Lembang/Desa Ke’pe
Tinoring dan Singki, Kecamatan
Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja.
Batugamping di daerah Ke’pe Tinoring
mempunyai sumberdaya tereka sebesar
1.322.500.000 ton, kandungan rata-rata
CaO nya 53.62 %, MgO rata-ratanya 1.11
%, sedangkan kandungan SiO2, Al2O3,
Fe2O3 dan lainnya rata-rata di bawah 1 %,
sehingga batugamping yang terdapat di
daerah ini mutunya cukup baik sebagai
bahan baku dalam industri semen. Selain
itu batugamping juga dijumpai di daerah
Kandora mempunyai sumberdaya tereka
954.625.000 ton, di daerah Lengke
mempunyai sumberdaya tereka
267.937.500 ton, di daerah Suryak
mempunyai sumberdaya tereka
460.875.000 ton, di daerah Lamba
mempunyai sumberdaya tereka
(4)
rata-rata CaO nya 52.52 %, MgO rata-rata-rata-ratanya
0.74 %, dengan melihat kedua unsur
tersebut, batugamping dapat dikatakan
memenuhi syarat sebagai bahan baku
semen.
Lempung di daerah Singki dan
sekitarnya mempunyai sumberdaya tereka
1.074.800.000 ton, kandungan rata-rata
SiO2 nya 61.47 %, dengan melihat unsur
tersebut, lempung dapat dikatakan
memenuhi syarat sebagai bahan baku
semen.
Dari hasil poles terhadap beberapa
conto terlihat hasil polesnya mempunyai
kilat yang baik dan halus dan tidak terlihat
adanya retakan sehingga batugamping ini
cukup baik dijadikan marmer.
Batugamping di wilayah ini dapat
digunakan dalam industri : semen,
peleburan dan pemurnian baja,.
Saran
¾ Perlu dilakukan penyelidikan lanjutan berupa eksplorasi rinci skala 1 : 5.000 atau
1 : 10.000 endapan batugamping dan
lempung di daerah Ke’pe Tinoring dan
Singki, Kecamatan Mengkendek,
Kabupaten Tana Toraja.
¾ Perlu dilakukan pemetaan kawasan karst untuk mengetahui status kawasan
karst yang terdapat di daerah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Cyrillus Harinowo & MF. Permata Sari,
2006 Profil Industri Semen Indonesia,
WinPlus Capital.
Djuri, dkk., 1998, Peta Geologi Lembar
Majene Dan Bagian Barat Palopo,
Sulawesi, Sekala 1 : 250.000, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Ratman, N, dkk, 1989, Peta Geologi
Lembar Mamuju, Sekala 1 : 250.000, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Suhala, S. dan Arifin, M., 1997, Bahan
Galian Industri, PPTM, Bandung
Sukandarrumidi, 1998, Bahan Galian
(5)
……….., 2008, Tana Toraja Dalam
Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten
Tana Toraja
……….., Proposal Teknik Pekerjaan
Penyelidikan Bahan Baku Semen, PT. Bina
Inti Dimensi, Engineering Consultan
(6)
Gambar 1. Peta Sebaran Bahan Baku Semen, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan