TINDAKAN PREVENTIF INTERAKSI NEGATIF SISWA MELALUI SEGREGASI KELAS BERBASIS GENDER DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA AL-FALAH KETINTANG SURABAYA.
TINDAKAN PREVENTIF INTERAKSI NEGATIF SISWA
MELALUI SEGREGASI KELAS BERBASIS GENDER DI
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA AL-FALAH KETINTANG
SURABAYA
SKRIPSI
Oleh SUBAIDI NIM D03209020
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
(2)
(3)
(4)
(5)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
IV ABSTRAK
Pada umumnya suatu lembaga sekolah antara laki-laki dan perempuan tidak dipisah, namun di sekolah SMP Al-Falah Ketintang Surabaya kelas laki-laki dan perempuan dipisah, sehingga sistem yang demikian menjadi kajian khusus untuk diteliti. Lebih-lebih pada sekolah yang berbasis agama, seperti halnya SMP Al-Falah Ketintang Surabaya yang cenderung studi agama. Berdasarkan fenomena ini, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai seberapa jauh pencegahan penyimpangan perilaku siswa dengan adanya segregasi kelas di SMP
Al-Falah ini dengan judul “Tindakan Preventif Interaksi Negatif Siswa
Melalui Segregasi Kelas Berbasis Gender di Sekolah Menengah Pertama
Al-Falah Ketintang Surabaya”.
Dalam kasus ini peneliti mengangkat masalah yang ada sebagai acuan penelitian. Kemudian penulis rumuskan terlebih dahulu agar penelitian menjadi terarah, maka rumusan masalah yang penulis angkat adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tindakan preventif interaksi negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya? 2. Bagaimana proses penerapan segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya? 3. Bagaimana tindakan interaksi negatif melalui Segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah?
Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui tindakan preventif interaksi negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya. 2. Untuk mengetahui proses penerapan segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya. 3. Untuk mengatahui tindakan interaksi negatif melalui Segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah.
Metode yang diterapkan dalam penelitian ini meliputi (1) Pendekatan dan Jenis Penelitian: Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan deskriptif kualitatif, pendekatan ini digunakan untuk menelusuri dari proses penerapan segregasi kelas berbasis gender, dan keunggulan serta problematika yang terjadi di dalamnya. (2) Pengumpulan data: Teknik Observasi, Teknik Interview , dan Teknik Dokumentasi. (3) Teknik Analisa Data: Untuk menganalisa data yang bersifat kualitatif penulis menggunakan tekhnik analisa deskriptif.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pemisahan kelas antara perempuan dan laki-laki memberikan efek positif dalam proses pembelajaran, khususnya pembelajaran keterampilan berbahasa atau berbicara di kelas. Maka, pemisahan kelas ini seharusnya segera direalisasikan di sekolah-sekolah untuk meningkatkan prestasi siswa yang berimplikasi pada kemajuan pendidikan negeri ini.
(6)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
viii DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Hasil Penelitian ... 6
E. Definisi Operasional... 6
F. Penelitian Terdahulu ... 10
G. Sistematika Pembahasan ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14
A. Tindakan Preventif Interaksi Negatif ... 15
1. Pengertian Preventif Interaksi Negatif ... 15
2. Bentuk Interaksi Negatif ... 18
3. Tindakan Preventif terhadap Interaksi Negatif Siswa ... 22
B. Segregasi Kelas Berbasis Gender ... 24
1. Pengertian Segregasi ... 25
(7)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
ix
b. Keunggulan Dan Kelemahan Sistem Pendididkan
Segregasi ... 26
2. Gender ... 27
a. Pengertian Gender ... 27
b. Teori Dasar Tentang Gender ... 30
BAB III METODE PENELITIAN... 38
A. Metode Penelitian ... 38
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 40
C. Kehadiran Peneliti ... 43
D. Lokasi Penelitian ... 45
E. Sumber Data dan Informasi Penelitian ... 45
F. Instrumen Pengumpulan Data ... 46
G. Teknik Analisa Data ... 47
BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ... 46
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 46
1. Kondisi Objek Penelitian ... 47
2. Keunggulan, Tujuan, Visi dan Misi SMP Al-Falah Ketintang Surabaya ... 48
3. Keunggulan Lokal dan Global ... 50
B. Tindakan Preventif Interaksi Negatif Siswa Melalui Segregasi Kelas Berbasi Gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya ... 52
1. Tindakan Preventif Interaksi Negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya ... 52
2. Sistem Segregasi Kelas Berbasis Gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya ... 58
(8)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
x
3. Segregasi Kelas Berbasis Gender sebagai Preventif
Intraksi Negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya ... 60
C. Dampak Implementasi Segregasi Kelas Berbasis Gender Terhadap Peserta Didik Di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya.... 64
1. Dampak Positif ... 64
2. Dampak Negatif ... 66
BAB V PENUTUP ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN
(9)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu faktor penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah faktor pendidikan, sehingga sektor pendidikan memegang peranan yang sangat strategis di dalam membentuk sumber daya manusia yang produktif, inovatif dan berkepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai budaya masyarakatnya. Proses pendidikan tidak saja memberikan nilai kognitif dan ketrampilan kepada manusia, tetapi melalui pendidikan juga dapat digunakan untuk menanamkan nilai-nilai yang seyogyanya dimiliki oleh seorang manusia di dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap warganegara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai hak, kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pendidikan.
Pada dasarnya pendidikan berusaha membentuk manusia yang berkualitas dan memiliki pengetahuan yang dijadikan sebagai bahan tuntunan hidupnya. Pendidikan merupakan pengembangan potensi yang dimiliki sehingga untuk mengembangkan potensi yang dimiliki harus ada peran sosial yakni interaksi dengan yang lainnya. Interaksi tidak hanya sesama jenis, akan tetapi dengan lawan jenis itu penting, karena proses pengembangan mental juga dapat dipengaruhi oleh interaksi dengan sesama khususnya lawan jenis.
(10)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
Berdasarkan fakta yang terjadi dalam proses belajar dan pembelajaran, interaksi dengan lawan jenis dalam proses belajar di kelas menjadikan kekuatan daya saing untuk belajar, bahkan diantara mereka saling mengukur kepandaian dan kemampuan dalam belajar.
Berbagai hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat yang tersingkir dari dunia pendidikan adalah kaum perempuan. Ketidaksetaraan Gender di bidang pendidikan itu terjadi antara lain disebabkan dari gejala berbedanya akses atau peluang bagi laki-laki dan perempuan dalam memperoleh pendidikan. Menurut Susenas (1999) yang tertuang dalam buku Analisis Gender dalam Pembangunan Pendidikan baru mencapai 31,4%, sementara penduduk laki-laki 36%. Data tersebut menunjukkan bahwa semakin sedikit perempuan yang berhasil menyelesaikan pendidikan lebih tinggi dibanding laki-laki. Bahkan menurut Susenas (1997) yang dikutip dalam buku yang sama menyebutkan, penduduk perempuan yang berpendidikan tinggi sekitar 2,7% lebih sedikit dari penduduk laki-laki yang mencapai 3,34%. Selain itu prosentase penduduk perempuan yang buta huruf adalah 14,46% yang jauh lebih tinggi dari penduduk laki-laki yang mencapai angka 6,6%.1
Berdasarkan dari uraian di atas, segregasi kelas di suatu lembaga pendidikanakan menghambat terjadinya interaksi belajar siswa dan siswi dalam kelas. Sedangkan interaksi antara lawan jenis dalam belajar sangat penting dalam membangun mentalitas siswa dan siswi. Dalam UU dinyatakan bahwa
1
(11)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
pendidikan tersebut akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia indonesia, dan serentak dengan itu mendukung perkembangan masyarakat, bangsa dan negara.2 Jika kita melihat dari isi UU tersebut, baik
dalam aturan-aturan akademiknya ataupun proses pembelajaran dalam kelas, semuanya sama pemerataan antara laki-laki dan perempuan, tidak harus dipisah. Oleh sebab itu masalah ini harus di teliti, karena ini penting kita teliti sebagai informasi dan masukan bagi lembaga yang bersangkutan ataupun lembaga yang lainnya.
Supaya visi dan misi tercapai, SMP Al-Falah Ketintang Surabaya membuat kebijakan berkenaan dengan pengelompokkan kelas peserta didik laki-laki dan perempuan. Tetapi kebijakan tersebut malah menimbulkan berbagai macam masalah yang terjadi pada siswa. Siswa dan siswi semakin tidak kondusif dalam proses belajar dan pembelajaran, kenakalan siswa semakin meningkat, serta nilai dan keaktifan peserta didik menurun, dan kegiatan ekstra semakin menurun.
Hal tersebut dikarenakan tidak ada motivasi untuk semangat belajar dan tidak memiliki daya untuk bersaing sesama teman yang lainnya. Karena hal itu tidak ada rasa malu dikala mereka tidak mengerjakan tugas sekolah ataupun tugas rumah, mereka tidak ada rasa malu dikala dihukum oleh gurunya, karena
2
(12)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
mereka belajarnya sesama jenis, siswa sama siswa, dan siswi sama siswi. Sehingga tidak ada rasa malu dan tidak ada motivasi untuk belajar yang baik.3
Interkasi negatif siswa dalam beberapa literatur disebutkan sebagai perilaku menyimpang dalam ilmu sosial atau biasa juga disebut sebagai kenakalan remaja. Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalammasyarakatnya. Kartini Kartono secara tegas dan jelas memberikan batasan kenakalan remaja merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu
mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.4 Perilaku anak-anak ini
menunjukkan kurang atau tidak adanya konformitas terhadap norma-norma sosial.
Dari sinilah maka, tindakan preventif perlu dilakukan, agar interaksi negatif itu dapat diminimalisir. Tindakan preventif di sini maksudnya adalah salah satu upaya pengendalian sosial. Tindakan preventif sendiri mempunyai pengertian upaya pencegahan sebelum konflik sosial terjadi, dalam hal ini
merupakan pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadinya
penyimpangan perilaku, misalnya dapat berbentuk nasihat, anjuran dan lain-lain.
3
Hasil Wawancara dengan Bapak Suhariawan, M, Pd.I selaku guru Bahasa Arab di Sekolah Menengah pertama Al-Falah Ketintang Surabaya pada tanggal 15 Januari 2015.
4
Kartini Kartono, Patologi Sosial, Kenakalan Remaja (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 6-7.
(13)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
Dan tindakan preventif seperti inilah yang banyak diterapkan dalam lembaga pendidikan.
Pada umumnya suatu lembaga sekolah antara laki-laki dan perempuan tidak dipisah, namun di sekolah SMP Al-Falah Ketintang Surabaya kelas laki-laki dan perempuan dipisah, sehingga sistem yang demikian menjadi kajian khusus untuk diteliti. Lebih-lebih pada sekolah yang berbasis agama, seperti halnya SMP Al-Falah Ketintang Surabaya yang cenderung studi agama.
Segregasi kelas merupakan aturan yang berlandaskan pada agama yang dijadikan dasar dalam penerapan pemisahan kelas oleh SMP Al-Falah.5 Dalam
islam laki-laki dan perempuan merupakan dua jenis yang akan menimbulkan syahwat bila saling memiliki pandangan khusus keduanya, sehingga keseringan bertatap muka antara laki-laki dan perempuan dihindari dengan sistem segregasi kelas. Lebih-lebih jika antara laki-laki dan perempuan berduaan, semua itu akan menimbulkan fitnah. Jika ditinjau dari sisi negatifnya akan terjadinya daya pandang yang menimbulkan syahwat, segregasi kelas sangat tepat diterapkan.
Namun jika ditinjau dari segi positifnya, segregasi kelas kurang tepat diterapkan. Karena dunia pendidikan ini adalah daya saing harus tercapai oleh semua siswa dan siswi, sedangkan daya saing itu akan tumbuh karena adanya interaksi sesama teman yang lain, interaksi itu akan terjadi jika ada stimulus dari teman yang lainnya. Stimulus akan tumbuh jika ada persaingan di dalamnya. Persaingan akan tumbuh jika saling mengadu keberhasilan antara sesama, dan
5
(14)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
daya saing pada umumnya adalah dengan lawan jenis. Sehingga persaingan antara laki-laki dan perempuan dalam belajar merupakan titik keberhasilan dalam mencapai nilai yang baik.
Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai seberapa jauh pencegahan penyimpangan perilaku siswa dengan
adanya segregasi kelas di SMP Al-Falah ini dengan judul “Tindakan Preventif
Interaksi Negatif Siswa Melalui Segregasi Kelas Berbasis Gender di Sekolah Menengah Pertama Al-Falah Ketintang Surabaya”.
B. Rumusan Masalah
Dalam kasus ini peneliti mengangkat masalah yang ada sebagai acuan penelitian. Kemudian penulis rumuskan terlebih dahulu agar penelitian menjadi terarah, maka rumusan masalah yang penulis angkat adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tindakan preventif interaksi negatif diSMP Al-Falah Ketintang
Surabaya?
2. Bagaimana proses penerapan segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya?
3. Bagaimana tindakan preventif interaksi negatif melalui Segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah?
(15)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tindakan preventif interaksi negatif diSMP Al-Falah
Ketintang Surabaya
2. Untuk mengetahuiproses penerapan segregasi kelas berbasis gender di SMP
Al-Falah Ketintang Surabaya
3. Untuk mengatahui tindakan interaksi negatif melalui Segregasi kelas
berbasis gender di SMP Al-Falah
D. Manfaat Hasil Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas. Maka ada dua manfaat kegunaan penelitian ini, yaitu secara teoritis maupun secara praktis.
1. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah keilmuan yang berguna bagi lembaga pendidikan khususnya bagi SMP Al-Falah Ketintang Surabaya.
2. Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pijakan dalam hal pengembangan dan inovasi pendidikan. Khususnya dalam merancang kebijakan aturan-aturan sekolah, agar tidak terjadi penurunan nilai moral ataupun motivasi belajar.
(16)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
E. Definisi Operasional
Definisioperasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat yang dipahami. Definisi operasional perlu dicantumkan untuk menghindari kesalah pahaman dalam penafsiran maksud dan tujuan penelitian serta permasalahan yang dibahas dalam penelitian yang berjudul; “Tindakan Preventif Interaksi Negatif Siswa Melalui Segregasi Kelas Berbasis Gender di Sekolah Menengah Pertama Al-Falah Ketintang Surabaya”, maka penulis mencantumkan definisi operasional sebagai berikut:
1. Pengertian Preventif Interaksi Negatif
a. Preventif
Preventif adalah tindakan pencegahan penyakit atau yang bersifat mencegah.6 Dalam hal ini yang dimaksud dari preventif adalah
upaya pencegahan interaksi negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya yang perlu mengklasifikasikan lokal kelas peserta didik laki-laki dan perempuan untuk mengurangi kenakalan atau interaksi negatif yang semakin meningkat. Disinilah permasalahan yang terjadi di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya.
b. Interaksi negatif
6
(17)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
Dalam kamus ilmiah populer interaksi adalah pengaruh timbal balik atau saling mempengaruhi satu sama lain.7 Sedangkan pengertian
negatif yaitu berati sesuatu yang tidak bagus, jelek dan buruk.8
Jadi yang dimaksud dengan preventif interaksi negatif itu adalah upaya pencegahan pengaruh timbal balik yang terjadi antara seseorang dengan orang lain yang berakibat buruk.
2. Pengertian Segregasi Kelas berbasis Gender
a. Segregasi adalah pemisahan atau pengasingan (suatu golongan
tertentu).9 Dalam pengertian lain Segregasi adalah pemisahan suatu
golongan tertentu atau suatu pengasingan dari yang satu ke yang lainnya, atau pengisolasian suatu golongan tertentu.10 Segregasi kelas
dalam konteks pendidikan merupakan pemisahan peserta didik dari kelas yang satu ke kelas yang lainya atau dalam artian lain pemisahan kelas laki-laki dengan kelas perempuan. Kelas merupakan lokal dalam penempatan peserta didik dalam belajar, yang di dalamnya terdapat laki-laki dan perempuan. Kedua jenis tersebut sama-sama memiliki hak dan kewajiban tertentu bahkan sama-sama memiliki tujuan yang luhur serta cita-cita tinggi untuk masa depannya, sehingga segregasi kelas
7
Ibid., 271.
8
Ibid., 521.
9
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 2001), 704.
10
(18)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
merupakan problem yang akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan mereka.
b. Pengertian Berbasis Gender.
Gender dipahami sebagai sebuah konstruksi sosial tentang relasi laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan dimana keduanya berada, itulah yang disebut Gender.11
Perbedaan kelas yang satu dengan kelas lainnya merupakan suatu sekat bagi manusia khususnya di suatu lembaga sekolah. Peserta didik laki-laki dan perempuan semuanya sama tidak ada perbedaan, mereka sama-sama memiliki kemampuan dan keinginan yang sama, sehingga segregasi kelas itu kebijakan yang tidak tepat. Pada hakikatnya mereka setara dan satu tujuan, namun hanya prosesnya saja yang berbeda.
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, hukum ataupun kegiatan yang lainnya.
Perbedaan gender pada prinsipnya adalah suatu yang wajar dan merupakan sunnatullah sebagai sebuah fenomena kebudayaan. Perbedaan itu tidak akan menjadi masalah jika tidak menimbulkan ketidak adilan. Namun
11
(19)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
pada kenyataannya perbedaan tersebut melahirkan berbagai ketidak adilan
baik bagi kaum laki-laki terutama kepada kaum perempuan.12
Memperjuangkan kesetaraan bukan berarti mempertentangkan dua
jenis kelamin laki-laki dan perempuan, sekali lagi bukanlah
mempertentangkan laki-laki dan perempuan, akan tetapi lebih pada upaya membangun hubungan relasi yang setara. Kesempatan harus terbuka sama luasnya bagi laki-laki dan perempuan, sama pentingnya untuk mendapatkan pendidikan, makanan yang bergizi, kesehatan, kesempatan kerja dan lainya.13
Kemudian yang dimaksud dengan Segregasi Kelas Berbasis Gender adalah pemisahan peserta didik dari kelas satu dengan kelas yang lainnya berdasarkan gender (jenis kelamin).
F. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan implementasi pengklasifikasian kelas siswa dan siswi di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya. Langkah awal yang penting dilakukan sebelum melakukan sebuah penelitian adalah melakukan penelitian terdahulu. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan belum adanya penelitian serupa yang telah ditulis sebelumnya, sehingga bisa menghindari pelagiat dan tindakan-tindakan lain yang bisa menyalahi keilmuan. Dari beberapa pencarian literatur
12
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2006), 25.
13
Fauzi Ahmad Muda, Perempuan Hitam Putih: Pertarungan Kodrat Hidup Vis a Vis Tafsir Kebahagiaan (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), 128.
(20)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
baik berupa hasil penelitian yang berupa tulisan dan literatur lain penulis temukan dari beberapa penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
No. Penelitian Terdahulu Hasil Penelitian
1. Nurul Zuriah dengan judulStudi
Perilaku Proses Pembelajaran Demokratis Berbasis Kesetaraan
Dan Keadilan Gender Di
Sekolah Dasar Muham-Madiyah Kota Malang – Jawa Timur.14
Proses pembelajaran demokrasi
berbasis kesetaraan gender
menghasilkan persaingan
belajar pada siswa untuk
mendapatkan hasil yang baik.
2. Iswah Adriana dengan judul
Kurikulum Berbasis Gender
Membangun Pendidikan Yang Berkesetaraan.15
Kurikulum berbasis gender
merupakan langkah yang paling
tepat dalam membangun
pendidikan untuk maju
3. Dari kedua penelitian tersebut yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya terkait dengan pendidikan berbasis gender, ternyata berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya objek dalam penelitian berbeda, problematika yang terjadi berbeda, sehingga proses dan hasilnya tentunya berbeda.
14
Nurul Zuriah, Pdf Penelitian Terdahulu Proses Pembelajaran DemokratisBerbasis Kesetaraan Dan Keadilan Gender. Diakses Tanggal 21 oktober 2012.
15
Iswah Adriana. PdfKurikulum Berbasis Gender Membangun Pendidikan Yang Berkesetaraan. diakses Tanggal 21 Oktober 2012.
(21)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
I. Sistematika Pembahasan
Bab I Pendahuluan; Dalam pendahuluan ini meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat hasil penelitian, definisi operasional, penelitian terdahulu dan sistematika pembahasan. Bab II Landasan Teori; Bab yang berisi tentang Tindakan Preventif Interkasi Negatif yang terdiri dari pengertian, bentuk-bentuknya, dan upaya pencegahannya. Selanjutnya, diuraikan tentang segregasi gender yang terdiri dari: pengertian, faktor-faktornya, dan keunggulan dan kekurangannya serta definisi, teori dasar tentang gender.
Bab III Metode Penelitian; memuat metode penelitian, pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data dan informan penelitian, instrumen pengumpulan data, serta teknik analisis data.
Bab IV Paparan Hasil Penelitian dan Analisis Data; yaitu menggambarkan secara umum tentang obyek penelitian dan hasil penelitian serta dampak positif dan negatif segregasi kelas berbasis gender dalam meningkatkan motivasi dan moral di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya sebagai tindakan preventif interaksi negatif siswa.
Bab V Bagian akhir dari penelitian yang berisi kesimpulan dan saran penulis.
(22)
13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tindakan Preventif Interaksi Negatif 1. Pengertian
Tindakan preventif merupakan salah satu upaya pengendalian sosial. Tindakan preventif sendiri mempunyai pengertian upaya pencegahan sebelum konflik sosial terjadi.
Pada dasarnya pengendalian sosial adalah upaya yang dilakukan oleh warga masyarakat maupun oleh suatu lembaga pendidikan untuk mencegah dan mengatasi berbagai macam bentuk perilaku menyimpang. Upaya pengendalian sosial ini dapat dilakukan sewaktu-waktu oleh petugas penegak norma seperti polisi, hakim, jaksa, dan KPK, dapat juga dilakukan warga masyarakat biasa maupun lembaga pendidikan.
Macam-macam upaya pengendalian sosial menurut waktunya dibedakan menjdai tiga, yaitu tindakan preventif, tindakan represif dan tindakan gabungan (preventif-represif). Yang menjadi pembahasan adalah tindakan preventif, dalam pengendalian sosial tindakan preventif merupakan pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan perilaku, misalnya dapat berbentuk nasihat, anjuran dan lain-lain. Dan tindakan preventif seperti inilah yang banyak diterapkan dalam lembaga pendidikan.
(23)
14
Sedangkan interkasi negatif siswa dalam beberapa literatur disebutkan sebagai perilaku menyimpang dalam ilmu sosial atau biasa juga disebut sebagai kenakalan remaja.
1. Kenakalan Remaja
Setiap masyarakat di manapun mereka berada pasti mengalami perubahan, perubahan itu terjadi akibat adanya interaksi antar manusia. Perubahan sosial tidak dapat dielakkan lagi, berkat adanya kemajuan ilmu dan teknologi membawa banyak perubahan antara lain perubahan norma, nilai, tingkah laku dan pola-pola tingkah laku baik individu maupun kelompok.1
Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Kartini Kartono secara tegas dan jelas memberikan batasan kenakalan remaja merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk
tingkah laku yang menyimpang.2 Perilaku anak-anak ini
menunjukkan kurang atau tidak adanya konformitas terhadap norma-norma sosial. Dalam Bakolak Inpres no : 6/1997 buku pedoman 8, dikatakan bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah
1
Tjipto Subadi, Sosiologi dan Sosiologi Pendidikan, 2009, (Surakarta : Fairuz Media), 21.
2
Kartini Kartono, Patologi Sosial, Kenakalan Remaja, 2003, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 6-7.
(24)
15
laku/tindak remaja yang bersifat anti sosial, melanggat norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku di masyarakat.
Fuad Hasan dalam buku karya Sudarsono merumuskan definisi Delinquency sebagai perilaku anti sosial yang dilakukan oleh anak remaja yang bila mana dilakukan oleh orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan.3
Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos RI No.
23/HUK/1996) menyebutkan anak nakal adalah anak yang berperilaku menyimpang dari norma-norma sosial, moral dan agama, merugikan keselamatan dirinya, mengganggu dan meresahkan ketenteraman dan ketertiban masyarakat serta kehidupan keluarga dan atau masyarakat.
Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum; (2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan
melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.4
3
Sudarsono, Kenakalan Remaja, 1995, (Jakarta : Rineka Cipta), 21.
4
(25)
16
Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku
menyimpang, pernah dijelaskan dalam pemikiran Emine Durkheim.5
Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal, dalam bukunya ”Ruler of Sociological Method” dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku yang nakal/jahat yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.
Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kenakalan remaja yaitu tindak perbuatan remaja yang melanggar norma-norma agama, sosial, hukum yang berlaku di masyarakat dan tindakan itu bila dilakukan oleh orang dewasa dikategorikan tindak kriminal di mana perbuatannya itu dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.
2. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja
Dari pengumpulan kasus mengenai kenakalan yang dilakuakan oleh remaja dan pengamatan murid disekolah lanjutan
5
(26)
17
maupun mereka yang sudah putus sekolah dapat dilihat adanya gejala :
a. Membohong : memutar – balikkan kenyataan denagn tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan.
b. Membolos : pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
c. Kabur : meninggalkan rumah tanpa izin orang tua atau menentang keinginan orang tua.
d. Keluyuran : pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan, dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
e. Bersenjata tajam : memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk mempergunakannya. Misalnya: pisau, pistol, pisau silet, krakeling, dan sebagainya.
f. Pergaulan buruk : bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal.
g. Berpesta pora hura-hura : berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasn, sehingga timbul tindakan – tindakan yang kurang bertanggung jawab ( a-moral dan a-sosial).
h. Membaca pornografi : membaca buku-buku cabul, pornografi dan kebiasaan menggunakan bahasa yang tidak sopan, tidak
(27)
18
senonoh, seolah-olah menggambarkan kurangnya perhatian dan pendidikan dari orang dewasa.
i. Mengkompas : secara berkelompok meminta uang pada orang lain dengan paksa, makan di rumah makan tanpa membayar, atau naik bis tanpa karcis.
j. Melacurkan diri : turut dalam pelacuran at au melacurkan diri baik dengan tujuan kesulitan ekonomi maupun tujuan lainnya. k. Merusak diri : merusak diri dengan cara mentato tubuhnya,
minum-minuman keras, menghisap ganja, pecandu narkoba, sehingga merusak dirinya maupun orang lain. Tampilan urakan, berpakaian tidak pantas juga termasuk tingkah laku merusak diri.
3. Penyebab Kenakalan Remaja
Kenakalan siswa (remaja) yang sering terjadi di dalam sekolah dan masyarakat bukanlah suatu keadaan yang berdiri sendiri6 (Sudarsono:125-131). Kenakalan remaja tersebut timbul
karena adanya beberapa sebab antara lain :
a. Keadaan Keluarga
Keadaan keluarga yang dapat menjadikan sebab timbulnya kenakalan remaja dapat berupa keluarga yang tidak normal (broken home) maupun jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan. Broken home terutama perceraian atau
6
(28)
19
perpisahan orang tua dapat mempengaruhi perkembangangan anak. Dalam keadaan ini anak frustasi, konflik-konflik psikologis sehingga keadaan ini dapat mendorong anak menjadi nakal.
Keadaan keluarga merupakan salah satu penyebaba kenakalan remaja juga dapat ditimbulkan oleh kebiasaan perilaku orang tua, seperti dikemukankan oleh Papalia, Olds dan Feldman7 sebagai berikut, ”Parent cronic deliquent often failed to reinforce good behavior in early childhood and were harsh or
inconsaistent, or both, in punishing misbehavior.” Pendapat senada dikemukakan Mustafit Amna8 yang mengatakan faktor
keluarga penyebaba kenakalan anak adalah perhatian dan penghayatan dan pengamalan orang tua atau keluarga terhadap agama. Nelson, Rutter, dan Giller dalam Easler dan Medway9
juga mengatakan. ” …. Antisocial behaviors resulf from
socialization processes at home or in peer group.”
b. Keberadaan Pendidikan Formal
Dewasa ini sering terjadi perlakuan guru yang tidak adil,
hukuman yang kurang menunjang tercapainya tujuan
pendidikan, teknik pembelajaran yang memisahkan antara kelas laki-laki dan kelas perempuan, ancaman dan penerapan disiplin
7
Papalia, D.E., Olda, S.W., & Feldman, R.D, Human Development, 2001, (New York : McGraw – Hill Companies), 474.
8
Ibid, 2.
9
(29)
20
terlalu ketat, disharmonis hubungan siswa dan guru, kurangnya kesibukan belajar di rumah. Proses pendidikan yang kurang menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak kerapkali memberikan pengaruh kepada siswa untuk berbuat nakal, sering disebut kenakalan remaja.
Di dalam sekolah terjadi interaksi antara remaja (siswa) dengan sesamanya, juga interaksi antara siswa dengan pendidik, interaksi yang mereka lakukan di sekolah sering menimbulkan akibat sampingan yang negatif. Seperti pendapat Sri Jayantini yang mengatakan sifat anak yang selalu ingin mengungguli temannya dengan cara menekan atau mengancam bila dibiarkan saja, memberikan peluang bagi anak untuk menyelesaikan setiap masalah dengan cara kekerasan.10
Anak-anak yang memasuki sekolah tidak semuanya berwatak baik, baik dari kebiasaan anak yang negatif maupun dari faktor keluarga anak (siswa). Dengan keadaan ini akan mudah menimbulkan konflik-konflik psikologis yang dapat menyebabakan anak menjadi nakal. Pengaruh negatif sekolah juga dapat datang dari yang langsung menangani proses pendidikan antara lain : kesulitan ekonomi yang dialami pendidik, pendidik sering tidak masuk, pribadi pendidik yang tidak sesuai dengan jiwa pendidik.
10
Abin Syamsudin Makmun, Psikologi Pendidikan, 2000, (Bandung : Remaja Rosdakarya), 3.
(30)
21
c. Keadaan Masyarakat
Anak remaja (siswa) sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari lingkungan masyarakatnya. Pengaruh tersebut adanya beberapa perubahan sosial yang cepat yang ditandai dengan peristiwa yang sering menimbulkan ketegangan seperti persaingan dalam ekonomi, pengangguran, masmedia, dan fasilitas rekreasi.
Pada dasarnya kondisi ekonomi memiliki hubungan erat dengan timbulnya kejahatan. Adanya kekayaan dan kemiskinan mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa manusia, sebab kedua hal tersebut mempengaruhi jiwa manusia dalam hidupnya termasuk anak-anak remaja. Anak dari keluarga miskin ada yang memiliki perasaan rendah diri sehingga anak tersebut dapat melakukan perbuatan melawan hukum terhadap orang lain. Seperti pencurian, penupian dan penggelapan. Biasanya hasil yang diperoleh hanya untuk berfoya-foya.
Timbulnya pengangguran yang semakin meningkat di
dalam masyarakat terutama anak-anak remaja akan
menimbulkan peningkatan kejahatan bahkan timbilnya niat di kalangan remaja untuk berbuat kejahatan. Keadaan ini tentunya dapat mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar sehingga kadang jadi tidak bersemangat untuk belajar.
(31)
22
Di kalangan masyarakat sendiri sudah sering terjadi kejahatan seperti pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, pemerasan, gelandangan, dan pencurian. Bagi anak remaja keinginan berbuat jahat kadang timbul karena bacaan, gambar-gambar dan film. Kebiasaan membaca buku yang tidak baik (misal novel seks), pengaruh tontonan gambar-gambar porno serta tontonan film yang tidak baik dapat mempengaruhi jiwa anak untuk berperilaku negatif. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Barak yang ditulis Grochowski11 yang mengatakan,
”The perception of crime is the product of the Media ”Multiplied” by the ”Additive” effects of the political economy and cultur over time.”
2. Tindakan Preventif terhadap Interaksi Negatif Siswa
Tindakan preventif terhadap interaksi negatif siswa yang akan penulis bahas adalah upaya pencegahan terhadap kenakalan remaja.
Tindakan preventif yakni segala tindakan yang mencegah timbulnya kenakalan-kenakalan. Tindakan preventif untuk mencegah kenakalan remaja dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
11
Papalia, D.E., Olda, S.W., & Feldman, R.D, Human Development, 2001, (New York : McGraw – Hill Companies), 340.
(32)
23
1. Usaha Pencegahan Timbulnya Kenakalan Remaja secara Umum
a. Berusaha mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas remaja
b. Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh
para remaja. Kesulitan-kesulitan manakah yang biasanya menjadi sebab timbulnya penyaluran dalam bentuk kenakalan
c. Usaha pembinaan remaja, yang meliputi :
1) Menguatkan sikap mental remaja supaya mampu
menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Misalnya dengan meserasikan antara aspek rasio dan aspek emosi.
2) Memberikan pendidikan bukan hanya dalam penambahan
pengeluaran dan ketrampilan, namun juga pendidikan mental dan pribadi melalui pengajaran agama, budi pekerti dan etika.
3) Menyediakan sarana-sarana dan menciptakan suasana yang
optimal demi perkembangan pribadi yang wajar.
4) Usaha memperbaiki keadaan lingkungan lingkungan
sekitar, keadaan sosial keluarga, maupun masyarakat di mana terjadi banyak kenakalan remaja.
2. Usaha Pencegahan Timbulnya Kenakalan Remaja Secara Khusus
Di sekolah, pendidikan mental ini khususnya dilakukan oleh guru, guru pembimbing, atau psikolog sekolah bersama para pendidik lainnya. Usaha para pendidik harus diarahkan terhadap si remaja dengan mengamati, memberikan perhatian khusus, dan
(33)
24
mengawasi setiap penyimpangan tingkahlaku remaja di rumah dan di sekolah.
Pemberian bimbingan terhadap para remaja dapat berupa : a. Pengenalan diri sendiri: menilai diri sendiri dan dalam
hubungan dengan orang lain.
b. Penyesuaian diri: mengenal dan menerima tuntutan dan penyesuaian diri dengan tuntutan tersebut.
c. Orientasi diri: mrngarahkan pribadi remaja ke arah pembatasan antara diri pribadi dan sikap sosial dengan penekanan pada penyadaran nilai-nilai sosial, moral dan etik.
Bimbingan dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu :
a. Pendekatan langsung, yakni bimbingan yang diberikan secara
pribadi pada si remaja itu sendiri. Melalui percakapan
mengungkapkan kesulitan si remaja dan membantu
mengatasinya
b. Pendekatan melelui kelompok dimana ia sudah merupakan
anggota kumpulan atau kelompok kecil tersebut :
1) Memberikan wejangan secara umum dengan harapan dapat
bermanfaat
2) Memperkuat motivasi atau dorongan untuk bertingkahlaku
(34)
25
3) Mengadakan kelompok diskusi dengan memberikan
kesempatan mengemukakan pandangan dan pendapat para remaja dan memberikan pengarahan yang positif
4) Dengan melakukan permainan bersama dan bekerja dalam
kelompok dipupuk solidaritas dan persekutuan dengan Pembimbing
B. Segregasi Kelas Berbasis Gender 1. Segregasi
Segregasi dalam ilmu sosial merupakan salah satu upaya penyelesaian konflik sosial tanpa menghancurkan salah satu pihak. Segregasi juga merupakan salah satu pola relasi antar kelompok sosial. Pengertian segregasi sendiri adalah pemisahan kelompok ras atau etnis secara paksa. Segregasi merupakan bentuk pelembagaan diskriminasi yang diterapkan dalam struktur sosial.12
2. Gender
1. Pengertian Gender
Dalam perkembangan, gender digunakan sebagai pisau analisis untuk memahami realitas sosial berkaitan dengan perempuan dan laki-laki.13 Semakin lama sejak kemunculannya, akhir-akhir ini,
12
https://books.google.co.id diakses pada 04 Juni 2015.
13 Penemuan bahwa kategori “perempuan” dan “laki-laki” bukan merupakan
fenomena biologis, tetapi konstruksi-kostruksi kultural sehingga karenanya pada dasarnya tidak mantap, mempunyai konsekuensi-konsekuensi teoritis yang yang penting. Lihat Hesri Setiawan, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia, Jakarta: Graha Budaya dan Kalyanamitra, 1999, hlm. 38.
(35)
26
beberapa analisis dipakai untuk membaca gender dengan berbagai perspektif sosial, ekonomi, politik bahkan agama.
Feminisme dan perempuan merupakan kesan yang muncul ketika membicarakan gender. Padahal keduanya hanya merupakan bagian dari gender itu sendiri. Berbicara feminisme artinya membicarakan ideologi, bukan wacana.14 Dalam berbagai literatur
disebutkan bahwa feminisme adalah gerakan untuk melawan terhadap praktek-praktek kekerasan, diskriminasi, penindasan, hegemoni, dominasi dan ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok, dan juga sistem terhadap perempuan. Dinamakan gerakan feminsme (women) oleh karena adanya ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. Tetapi kemudian makna feminisme mengalami perluasan sesuai perkembangan zaman, yaitu bukan zaman yaitu bukan hanya membela perempuan yang tertindas tetapi siapa saja yang mengalami ketidakadilan baik laki-laki maupun perempuan.
Istilah gender,15 belum ada dalam perbendaharaan kamus
besar Bahasa Indonesia. Kata gender berasal dari Inggris, gender
14
Bahwa prinsip feminis itu ideologi (bukan wacana) karena bersifat gabungan dari proses kegiatan mata, hati, dan tindakan, yaitu dengan menyadari, melihat, mengalami, adanya penindasan, hegemoni, diskriminasi, dan penindasa yang terjadi pada perempuan, mempertanyakannya, menggugat, dan mengambil aksi untuk mengubah kondisi tersebut. Lihat Arimbi Heroepoetri dan R. Valentina, Percakapan Tentang Feminisme VS Neoliberalisme, Jakarta: DebtWATCH, 2004, hllm. 5-6.
15
Sebagai suatu konsep (belum menggunakan istilah gender), pertama kali dituliskan oleh Antropolog permpuan, Margaret Mead. Perilaku laki-laki dan perempuan adalah produksi budaya, dalam bukunya Sex & Temperament in 3 Primitive Societies (1935). Lihat dalam makalah pelatihan, “ Cefil, Civic Education and Future Indonesian Leaders”, di Satunama Yogyakarta: 1-30
(36)
27
berarti jenis kelamin.16 Gender dapat diartikan sebagai perbedaan
antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan perilaku. Secara kodrat, nilai dan perilaku. Secara kodrat, memang diakui
adanya perbedaan (discrimination) antara laki-laki dengan
perempuannya yaitu dalam aspek biologis. Perbedaan secara biologis antara laki-laki dengan perempuan yaitu senantiasa digunakan untuk menentukan dalam relasi gender, seperti pembagian status, hak-hak, peran, dan fungsi di dalam masyarakat. Padahal, gender yang dimaksud adalah mengacu kepada peran perempuan dan laki-laki yang dikontruksikan secara sosial. Dimana peran-peran sosial tersebut dikotruksikan secara sosial.17 Dimana peran-peran sosial
tersebut bisa dipelajari, berubah dari waktu ke waktu, dan beragam menurut budaya dan antar budaya.
Berkenaan dengan pemaknaan gender,18 Ann Oakley
sebagaimana dikutip oleh Ahmad Baidowi,19 mendifinisikan bahwa
gender adalah perbedaan perilaku antara perempuan dan laki-laki yang dikonstruk secara sosial, diciptakan oleh laki-laki dan
16 Nasaruddin Umar, Argument Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta:
Paramadina, 2001, hlm. 33
17
Istibsyaroh, Hak-Hak Perempuan: Relasi Jender menurut Tafsir Al-Sya’rawi, Jakarta: Teraju, 2004, hlm. 3.
18
Heddy Shri Ahimsa membedakan pemaknaan gender menjadi beberapa pengertian, yakni (1) gender sebagai sebuah istilah asing dengan makna tertentu; (2) gender sebagai suatu fenomena sosial budaya ; (3) gender sebagai suatu kesadaran sosial ; (4) gender sebagai suatu persoalan sosial budaya; (5) gender sebagai sebuah konsep untuk analisis; dan (6) gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan. Lihat Mochamad Sodik dan Inayah Rohmaniyah (eds), Perempuan Tertindas; Kajian Hadits-hadits “Misoginis”, Yogyakarta; PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2003, hlm. 22.
19
Anne Oakley, ahli sosiologi Inggris, adalah orang yang mula-mula membedakan istilah “seks” dan “ gender”. Ahmad Baidowi, Tafsir Feminis; Kajian Perempuan dalam Al-Qur’an dan Para Maufasir Kontemporer, Bandung: Nuansa, 2005, hlm. 30
(37)
28
perempuan sendiri, oleh karena itu merupakan persoalan budaya. Gender merupakan perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis adalah perbedaan jenis kelamin yang bermuara dari kodrat Tuhan. Perbedaan jenis kelamin yang bermuara dari kodrat Tuhan, sementara gender adalah perbedaan yang bukan kodrat Tuhan, tetapi diciptakan oleh laki-laki dan perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang.
2. Defenisi
a. Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan
perempuan apabila dilihat dari nilai dan perilaku. Kendati demikian, gender sebetulnya berbeda dari seks (jenis kelamin) (Sutinah, 2004).20
b. Gender adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan
laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang berlaku dalam periode waktu tertentu (WHO, 2001).21
c. Gender adalah suatu konsep yang menunjuk pada suatu sistem peranan dan hubungannya antara perempuan dan lelaki yang
20 Sutinah, “Gender & Kajian Tentang Perempuan”, dalam Dwi Narwoko & Bagong
Suyanto (ed) 2004. Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan, Jakarta: Prenada Media, hal. 313
21
World Health Organization 2012, What Do We Mean By “Sex” and “Gender”?. [Artikel]. (http://www.who.int/gender/whatisgender/en/index.html) diakses pada tanggal 04 Juni 2015.
(38)
29
tidak ditentukan oleh perbedaan biologi, akan tetapi ditentukan oleh lingkungan sosial, politik, dan ekonomi (Vitayala, 2010).22
3. Teori Dasar Tentang Gender
a. Teori Kodrat Alam
Menurut teori ini perbedaan biologis yang membedakan jenis kelamin dalam memandang jender (Suryadi dan Idris, 2004). Teori ini dibagi menjadi dua yaitu:
1) Teori Nature
Teori ini memandang perbedaan gender sebagai kodrat alam yang tidak perlu dipermasalahkan.
2) Teori Nurture
Teori ini lebih memandang perbedaan gender sebagai hasil rekayasa budaya dan bukan kodrati, sehingga perbedaan gender tidak berlaku universal dan dapat dipertukarkan
b. Teori kebudayaan
Teori ini memandang gender sebagai akibat dari konstruksi budaya (Suryadi dan Idris, 2004). Menurut teori ini terjadi keunggulan laki-laki terhadap perempuan karena konstruksi budaya, materi, atau harta kekayaan. Gender itu merupakan hasil proses budaya masyarakat yang membedakan peran sosial laki-laki dan perempuan. Pemilahan peran sosial
22
Vitalaya S. Hubeis, Aida. 2010, Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Bogor: PT. Penerbit IPB Press
(39)
30
berdasarkan jenis kelamin dapat dipertukarkan, dibentuk dan dilatihkan.
c. Teori Fungsional Struktural
Berdasarkan teori ini munculnya tuntutan untuk kesetaraan gender dalam peran sosial di masyarakat sebagai akibat adanya perubahan struktur nilai sosial ekonomi masyarakat. Dalam era globalisasi yang penuh dengan berbagai persaingan peran seseorang tidak lagi mengacu kepada norma-norma kehidupan sosial yang lebih banyak mempertimbangkan faktor jenis kelamin, akan tetapi ditentukan oleh daya saing dan keterampilan (Suryadi dan Idris, 2004).
d. Teori Evolusi
Menurut teori ini semua yang terjadi di jagat raya tidak berlangsung secara otomatis tetapi mengalami proses evolusi atau perubahan-perubahan yang berjalan secara perlahan tapi pasti, terus-menerus tanpa berhenti. Kesetaraan gender merupakan gejala alam atau tuntutan yang menghendaki kesetaraan, yang harus di respon oleh umat manusia dalam rangka adaptasi dengan alam. Berdasarkan teori ini pembagian tugas dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan pada zaman dahulu tidak pernah dipermasalahkan karena lamanya menuntut demikian. Sekarang tuntutan kesetaraan gender menjadi permasalahan yang menjadi perhatian manusia di
(40)
31
seluruh dunia juga karena alam menuntut demikian disebabkan adanya perubahan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang berlaku di masyarakat yang memungkinkan peran laki-laki dan perempuan bisa sama atau dipertukarkan.
(41)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian merupakan karya ilmiah yang harus valid kebenarannya sehingga dalam penelitian diperlukan metode sebagai cara untuk mencapai tujuan. Metode adalah cara ilmiah yang digunakan dalam suatu penelitian untuk mencari suatu kebenaran secara objektif, empirik dan sistematis. Sutrisno Hadi mengemukakan, metode penelitian adalah “suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan
usaha dimana dilakukan dengan menggunakan metode-metode penelitian”.1
Pada referensi lain dinyatakan bahwasanya metode adalah Metode berarti suatu cara kerja yang sistematik dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan. Ia merupakan jawaban atas pertanyaan metodik (methodentic) sama artinya dengan metodologi, yaitu suatu penyelidikan yang sistematis
dan formulasi metode-metode yang akan digunakan dalam penelitian.2
Pada dasarnya metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Adapun cara ilmiah itu adalah cara mendapatkan data dengan hasil yang objektif, valid,dan reliabel (dapat dipercaya). Objektif semua informan akan memberikan informasi yang sama; Valid berarti adanya data yang terkumpul oleh peneliti
1
Sutrisno Hadi, Netode Resech 1 ( Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fak. Psikologi UGM, 1984) hal 4
2
Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Cetakan II Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi IAIN, 1984 ) hal 1
(42)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
dengan data yang terjadi pada objek yang sesungguhnya; dan reliabel berarti adanya ketetapan atau keajegan data yang didapat dari waktu ke waktu.3
Maka dari itu metode penelitian sangat penting keberadaannya,
sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan
mengantisipasi masalah dalam penelitian.
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Biklen bahwa pendekatan kualitatif merupakan proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati.4
Pendekatan penelitian ini cenderung berdasarkan pada usaha mengungkapkan dan memformulasikan data lapangan dalam bentuk kata-kata serta menggambarkan realitas aslinya untuk kemudian data tersebut dianalisis dan diabstraksikan dalam bentuk teori sebagai tujuan final.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif, karena peneliti mempunyai keinginan untuk mengetahui hasil berdasarkan data empiris, dengan metode penelitian ini tentu dapat memudahkan peneliti agar lebih dekat dengan subyek yang sedang diteliti oleh peneliti supaya lebih peka terhadap pengaruh berbagai fenomena yang terjadi di lapangan.
3
Sugiono, Metode Penelitian Administrasi (Bandung: CV Alfabeta, 1998) hal 1.
4
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000) hal 4
(43)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
Penulis menggunakan deskriptif kualitafif yaitu penulis ingin melihat tindakan preventif interaksi negatif pada siswa dan harus dapat dibuktikan dalam kondisi di lapangan yang dimulai dengan adanya observasi dan wawancara.
Penelitian ini mengambil lokasi di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya,
oleh karena itu penelitian ini digolongkan dalam penelitian lapangan (field
research) di mana yang menjadi obyeknya dalam penelitian ini adalah
seluruh proses belajar mengajar yang dilakukan di SMP Al-Falah ketintang
Surabaya dalam upaya membentuk manusia yang berkualitas dan memiliki
pengetahuan yang menjadikan bahan sebagai tuntunan hidupnya. Pendidikan
merupakan pengembangan potensi yang dimiliki sehingga untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki harus ada peran sosial interaksi dengan yang lainnya. Interaksi tidak hanya sesama jenis, akan tetapi dengan lawan jenis itu penting, karena proses pengembangan mental juga dapat dipengaruhi oleh interaksi dengan sesama khususnya lawan jenis.
Proses interaksi siswa, dan ketika diberlakukannya sistem segregasi
kelas berbasis gender ini bagaimana perlakuan didalam kelas maupun diluar
kelas.
C. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti di lapangan, tidak ada lain merupakan syarat yang wajib dilakukan didalam penelitian kualitatif, guna untuk memperoleh data yang obyektif yang mendalam dengan mengamati sekaligus mendengar
(44)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
secara cermat. Dengan demikian peneliti sebagai pengamat, peneliti berperan serta dalam kehidupan sehari-hari subyeknya pada setiap situasi yang diinginkannya untuk dapat dipahaminya.5 Jadi pengamatan berperan serta
pada dasarnya berarti mengadakan pengamatan lebih teliti dan absah sekalipun itu sampai pada sekecil-kecilnya pun terhadap objek yang harus ditelitinya. Maka pengamatan berperan serta berasumsi bahwa cara terbaik dan mungkin satu-satunya cara untuk memahami beberapa bidang kehidupan sosial ialah dengan jalan membaurkan diri ke dalam diri orang lain dalam susunan sosialnya.6
D. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di SMP Al Falah yang berpusat di Jalan Ketintang Madya Nomor 81. SMP al Falah merupakan lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Yayasan Kepharmasian Surabaya.
E. Sumber Data dan Informan Penelitian
Menurut Lofland dan Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.7 Dalam penelitian ini, jenis data yang
digunakan peneliti adalah pertanyaan, intreview dan observasi yang disampaikan kepada informan sesuai dengan perangkat pertanyaan yang
5 Buna’i, Penelitian Kualitatif (Malang: Perdana Offset, 2008) hal 80 6
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000) hal 166
7
(45)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
diajukan oleh peneliti yang berpedoman pada fokus penelitian dengan tujuan
mendapatkan informasi yang falid. Data Informasi yang digali dalam
penelitian ini terdiri dari data pokok dan data penunjang sebagai berikut:
a. Data pokok tentang Segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah
ketintang surabaya sebagai upaya untuk mempermudah preventif
interaksi Negatif bagi siswa di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya.
b. Data pokok tentang faktor-faktor yang mempengaruhi upaya Segregasi
kelas berbasis gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya dengan
menggunakan metode-metode yang sebagai berikut:
1. Latar belakang Segregasi kelas berbasis gender di SMP Al-Falah
ketintang Surabaya.
2. Waktu Belajar Mengajar
3. Komunikasi antara guru dan siswa
c. Data penunjang, yaitu data tentang gambaran umum lokasi penelitian,
meliputi:
1. Selayang Pandang tentang SMP Al-Falah ketintang Surabaya
2. Keunggulan, tujuan, visi dan misi SMP Al-Falah Ketintang
Surabaya.
3. Kegiatan Belajar Mengajar di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya.
Disini penulis menggali informasi dari informan penelitian (orang yang akan memberikan informasi pada data yang dibutuhkan pada penelitian ini) yakni untuk mencari data tentang melalui informan penelitian adalah mutlak adanya.
(46)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
Adapun data Informan Penelitian pada penelitian ini bersumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.8 Dalam
penelitian ini, jenis data yang digunakan peneliti adalah pertanyaan, intreview dan observasi yang disampaikan kepada informan sesuai dengan perangkat pertanyaan yang diajukan oleh peneliti yang berpedoman pada fokus penelitian dengan tujuan mendapatkan informasi yang falid. Data Informan penelitian yang digali dalam penelitian ini
terdiri dari data pokok dan data penunjang dalam dari informan
penelitian sebagai berikut:
1. Kepala Sekolah SMP Al-Falah Ketintang Surabaya
2. Dewan Guru Pengajar/Wali Kelas di SMP Al-Falah Ketintang
Surabaya
3. Siswa dan Siswi Pelajar di Lingkungan SMP Al-Falah ketintang
Surabaya
4. Orang tua Wali Murid di Lingkungan SMP Al-Falah Ketintang
Surabaya.
5. Data pokok tentang Segregasi kelas berbasis gender di SMP
Al-Falah ketintang surabaya sebagai upaya untuk mempermudah
preventif interaksi Negatif bagi siswa di SMP Al-Falah Ketintang
Surabaya.
8
(47)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
F. Instrumen Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilandaskan pada aturan yang baku yang telah menjadi bahan didalam penelitian kualitatif yang mana pengompulan datanya dengan cara oservasi, interview, dan dukumentasi.9
Prosedur pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.10 Penulis melakukan
observasi dengan mendatangi lokasi penelitian yaitu SMP Al-Falah Ketintang Surabaya, kemudian melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap segala tingkah laku peserta didik SMP Al-Falah, berkaitan dengan topik penelitian Implementasi segregasi kelas berbasis gender dalam upaya preventif terhadap kenakalan peserta didik.
b. Interview
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu11 atau
dengan kata lain wawancara merupakan alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah penyataan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.12 Objek wawancara adalah guru, murid, pegawai
akademik. Adapun jenis-jenis wawancara antara lain wawancara
9 Buna’i, Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan
(Pamekasan: STAIN Pamekasan Press,2006) hal 19
10
Ibid., 129
11
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), 186.
12
Amirul Hadi, Haryono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 135.
(48)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.
Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur. Peneliti melakukan interview secara bebas kepada guru, murid, dan pegawai akademik mengenai hal yang berkaitan dengan upaya preventif terhadap kenakalan peserta didik melalui segregasi kelas berbasis gender.
c. Dokumentasi
Data dokumenter yaitu laporan tertulis dari suatu peristiwa yang isinya terdiri dari penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa itu, serta ditulis dengan sengaja untuk menyiapkan atau meneruskan keterangan mengenai peristiwa tersebut.13 Sebagai aplikasi metode ini, peneliti juga
menggunakan buku-buku juga arsip arsip yang dimiliki oleh lembaga tersebut, bentuk dokumen tersebut antara lain berupa tulisan dan gambar.
Peneliti menggali informasi dari beberapa arsip lembaga sebagai hasil penelitian. Peneliti mengumpulkan dokumen ini dengan mencatat dan memotret arsip yang dijadikan bahan penelitian oleh peneliti.
G. Teknik Analisisa Data
Analisis data merupakan salah satu tahapan yang dikerjakan setelah memperoleh informasi melalui beberapa teknik pengumpulan data, dan bertujuan untuk menyempitkan dan membatasi temuan-temuan sehingga menjadi suatu data yang teratur dan akurat. Seperti yang dikemukakan oleh Bog dan dan Biklen dalam buku penelitian kualitatif mengatakan bahwa:
13
Winarno Surahmat, Dasar Dan Tehnik Research Dengan Metodologi Ilmiah (Bandung: Tarsito, 1986),125
(49)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
“Analisis data merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain”.14
Berdasarkan penelitian pada umumnya, penelitian dibagian analisis data memerlukan content analysis sebagai cara untuk mengelola dan mengumpulkan fakta dijadikan data. content analysis adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain.
Tahapan Proses Penelitian Analisis Isi Terdapat tiga langkah sebagai berikut:
Pertama, penetapan desain atau model penelitian. Di sini ditetapkan berapa media, analisis perbandingan atau korelasi, objeknya banyak atau sedikit dan sebagainya.
Kedua, pencarian data pokok atau data primer, yaitu teks itu sendiri. Sebagai analisis isi maka teks merupakan objek yang pokok bahkan terpokok. Pencarian dapat dilakukan dengan menggunakan lembar formulir pengamatan tertentu yang sengaja dibuat untuk keperluan pencarian data tersebut.
14
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), 248.
(50)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
Ketiga, pencarian pengetahuan kontekstual agar penelitian yang dilakukan tidak berada di ruang hampa, tetapi terlihat kait-mengait dengan faktor-faktor lain.
Dasar-dasar Rancangan Penelitian Analisis Isi Prosedur dasar pembuatan rancangan penelitian dan pelaksanaan studi analisis isi terdiri atas 6 tahapan langkah:
1) Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesisnya.
2) Melakukan sampling terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih. 3) Pembuatan kategori yang dipergunakan dalam analisis.
4) Pendataan suatu sampel dokumen yang telah dipilih dan melakukan pengkodean.
5) Pembuatan skala dan item berdasarkan kriteria tertentu untuk pengumpulan data.
(51)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
BAB IV
PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Desakan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkelanjutan dan utuh mulai dari jenjang KB, TK, dan SD, membuat LPF berpikir untuk mendirikan jenjang SMP. Keinginan itu bukan hanya datang dari para pengelola, tapi juga para orang tua yang memandang perlunya kesinambungan proses pendidikan di LPF.
Atas dasar itulah maka berdirilah SMP pada tahun pelajaran 1991-1992. Awalnya bersama-sama dalam satu lingkungan di Jl. Taman Mayangkara 2-4, tapi kemudian berpindah ke Jl. Siak, dan terakhir dengan keinginan untuk memberikan kepada para peserta didik bekal yang lebih baik dan lengkap, SMP Al Falah kemudian menempati lokasi di Perumahan Deltasari Indah, Waru, Sidoarjo.
Kepindahan dari Surabaya ke Sidoarjo, telah membuahkan berbagai prestasi baik akademik maupun kepercayaan pemerintah yang menunjuk SMP Al Falah sebagai sekolah percontohan di Jatim untuk melaksanakan program Pendidikan Teknologi Dasar (PTD), tahun 2006 ditetapkan sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN) dan pada tahun 2008 ditetapkan sebagai rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
Pada dasarnya, pendidikan SMP adalah masih satu kesatuan dengan SD dalam lingkup Pendidikan Dasar 9 tahun, karena itu pula sesungguhnya
(52)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
pendidikan di jenjang SMP merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam mencapai tujuan pendidikan.
Selain capaian dalam hal pembentukan sikap dasar yang berkait dengan penanaman aqidah-akhlaq, dan secara akademis mengarahkan kepada para peserta didik untuk memiliki kemampuan akademis (penguasaan ilmu), mampu berbahasa asing, serta berketerampilan pada kemampuan membaca, menulis dan berhitung dengan cepat dan tepat, mampu menerapkan metodologi ilmiah, mengaplikasikan ICT, menulis karya imliah, pendidikan di jenjang SMP juga diarahkan untuk memenuhi standar nasional dan bertaraf internasional.
B. Keunggulan, Tujuan, Visi dan Misi SMP Al-Falah Ketintang Surabaya Visi
Meluluskan siswa yang berakhlak mulia dan berprestasi Indikator visi:
1. Peningkatan kesadaran dalam beribadah.
2. Terwujudnya siswa yang berbakti kepada orang tua dan hormat kepada guru.
3. Mempunyai kepedulian terhadap sesama dan lingkungan.
4. Berprestasi dalam akademis dan non akademis.
5. Tercapai ketuntasan dalam belajar(mastery learning).
Misi
(53)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
2. Membantu Orang tua dalam mewujudkan anak yang sholih dan sholihah.
3. Melaksanakan pengembangan sekolah percontohan dalam mewujudkan
siswa yang berakhlak mulia dan berprestasi.
4. Mengembangkan sekolah Islam bertaraf Internasional.
5. Melaksanakan perbaikan secara terus menerus (*continuous
improvement*) pada semua bidang.
Tujuan
Tujuan pendidikan SMP Al Falah mengacu pada tujuan umum pendidikan nasional, visi dan misi sekolah sebagai berikut.
1. Terwujudnya kegiatan dakwah melalui pendidikan di semua kegiatan
sekolah.
2. Terwujud kesadaran dalam beribadah pada semua siswa.
3. Terwujudnya siswa-siswa yang berprestasi sesuai bakat dan potensi yang
dimiliki.
4. Terlaksananya standarisasi dalam pengembangan sistem pembinaan
Akidah dan akhlak.
5. Mencapai standar dalam model pembinaan akidah akhlak, meliputi:
desain, implementasi, dan evaluasi.
6. Mencapai standar proses pembelajaran sholat dan Al Quran meliputi: perangkat pembelajaran, pendekatan/metode pembelajaran individual atau klasikal, sistem evaluasi.
(54)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
7. Memiliki model pengembangan percontohan pembelajaran berorientasi
life skills, meliputi: Model integrasi life skills ke mapel, CD pembelajaran, sistem penilaian.
8. Menjadi model standar pengelolaan sekolah yang meliputi kurikulum, kesiswaan, pembelajaran, sarana dan prasarana, keuangan dan SDM.
9. Memiliki model pembinaan prestasi akademis, meliputi: keorganisasian,
sistem seleksi, pembinaan, dan pelaporan.
10. Mengembangkan model kegiatan ekstrakurikuler yang berbasis MI
(Multyple intelegence).
11. Mengembangkan pola integrasi life skill pada pembelajaran.
12. Mengembangkan model-model pembelajaran yang aplikatif.
13. Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri.
14. Menyiapkan lulusan dapat mengikuti pendidikan lebih lanjut.
15. Menyiapkan lulusan yang siap menghadapi tantangan global.
Keunggulan Lokal dan Global
Dalam mengatisipasi tantangan di era global maka diperlukan SDM
yang berakhlak mulia, berkompeten, serta menguasai teknologi. Untuk itu dalam pendidikan di sekolah dilaksanakan program-program unggulan sebagai berikut.
1. Program Pendidikan Teknologi Dasar (PTD) yang merupakan
percontohan di Jawa Timur. 2. Kelas bertaraf international.
(55)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
3. Pendidikan berbasis Akidah dan Akhlak yang terintegrasi di semua
Mapel dan seluruh aspek kegiatan sekolah yang merupakan ciri SMP Al Falah Deltasari.
C. Tindakan Preventif Interaksi Negatif Siswa melalui Segregasi Kelas Berbasis Gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya
1. Tindakan Preventif Interaksi Negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya
Tindakan Preventif terhadap interaksi negatif siswa SMP Al-Falah ini dilakukan oleh guru BK (bimbingan konseling). Menurut penuturan guru BK, bahwa segregasi kelas berbasis gender ini
merupakan salah satu upaya pencegahan kenakalan remaja.1 Upaya
pencegahan tersebut meliputi dua cara yaitu:
a. Pendekatan secara umum
Pendekatan secara umum ini diproyeksikan untuk mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas dari siswa SMP Al-falah. Setiap guru dan khususnya guru BK harus mengetahui segala problema yang sering terjadi pada siswa SMP Al-falah. Segregasi kelas berbasis gender ini juga didedikasikan untuk menguatkan mental para siswa SMP Al-Falah. Yang paling penting dalam tindakan pencegahan ini adalah ditanamkannya kepada setiap siswa SMP Al-falah sebuah pendidikan dan pengertian bahwa segregasi kelas
1
(56)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
berbasis gender ini merupakan batas yang membatasi kelas laki-laki dan perempuan dalam hal pergaulan, namun tidak dalam prestasi. Ini juga merupakan sebuah orientasi dan penyesuaian diri yang ditanamkan oleh SMP Al-Falah kepada siswanya, yakni mengarahkan setiap pribadi siswa ke arah pembatasan berbasis gender tersebut.
b. Pendekatan secara khusus (pribadi)
Jika kenakalan tersebut dianggap sudah melewati batas seperti merokok dan pacaran. Maka pendekatan inilah yang digunakan oleh guru BK. Ada dua cara dalam pendekatan ini, yang pertama adalah bimbingan yang diberikan secara pribadi pada siswa tersebut melalui percakapan yang membuat siswa mengungkapkan problema yang menimpanya kemudian membantu mengatasinya. Dan yang kedua guru mendatangkan orang tua siswa tersebut dan menjelaskan apa yang terjadi pada anaknya kemudian guru bersama-sama orangtua memberikan bimbingan dan perhatian demi meminimalisir kenakalan tersebut.
2. Sistem Segregasi Kelas Berbasis Gender di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya
Sistem segregasi kelas berbasis gender yang diterapkan di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya merupakan tujuan standarisasi dalam pengembangan sistem pembinaan akidah dan akhlaq demi terwujudnya kesadaran beribadah. Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa
(57)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
segregasi kelas berbasis gender yang diterapkan oleh SMP Al-Falah merupakan suatu sistem yang berlandaskan agama, yakni memisahkan peserta didik dalam kelas yang berbeda antara kelas laki-laki dan kelas perempuan.
Penerapan sistem segregasi kelas berbasis gender oleh SMP Al-Falah Ketintang Surabaya dilaksanakan dalam satu gedung yang terdiri dari 2 lantai yaitu lantai dasar untuk seluruh kelas laki-laki dan lantai dua untuk seluruh kelas perempuan. Kegiatan belajar mengajar ini dilakukan dalam satu waktu yang bersamaan, hanya memisahkan antara kelas laki-laki dan kelas perempuan.
3. Segregasi Kelas Berbasis Gender Sebagai Preventif Intraksi Negatif di SMP Al-Falah Ketintang Surabaya
Dalam proses belajar mengajar, salah satu hal yang dibutuhkan adalah adanya komunikasi yang baik. Memiliki kemampuan komunikasi yang baik ini tidak serta merta bisa dimiliki oleh seseorang. Ada banyak faktor yang memengaruhinya. Salah satunya adalah masalah lingkungan. Bagi seorang siswa, kemampuan berkomunikasi adalah hal yang harus dimiliki. Hal ini sebanding dengan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain. Kemampuan ini dapat diperoleh dari mana saja, Baik secara formal maupun non-formal. Secara formal, kemampuan itu dapat diperoleh melalui pendidikan di sekolah, sedangkan secara non-formal dapat diperoleh di mana saja dan kapan saja. Bahkan pengalaman pun bisa menjadi sarana pendidikan bagi manusia.
(58)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
Kelas sebagai tempat belajar harus memiliki kondisi yang kondusif yang dapat membuat siswa nyaman dan dapat berekspresi dengan tanpa ada penghalang. Salah satu cara untuk membuat nyaman siswa adalah dengan memisahkan kelas antara siswa perempuan dan laki-laki. Jadi, dalam satu kelas itu hanya ada siswa perempuan atau laki-laki saja.
Pemisahan kelas antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan amat jarang terjadi baik pada sekolah umum maupun lembaga pendidikan lain seperti bimbel atau les privat. Pemisahan ini hanya ada pada lembaga-lembaga pendidikan tertentu saja seperti sekolah-sekolah islam.
Pemisahan kelas ini akan memberikan kenyamanan dan terbentuknya suasana kondusif di dalam kelas. Akan muncul keleluasaan pada siswa untuk mengekspresikan dirinya dalam seluruh aspek pembelajaran, termasuk pembelajaran dalam hal komunikasi dalam bahasa Indonesia. Dengan adanya pemisahan kelas maka siswa tidak ada rasa malu untuk mengutarakan pendapatnya, berani untuk berbicara, dan tidak takut jika siswa tersebut salah dalam berbicara atau menggunakan bahasa. Kebanyakan siswa malu untuk berbicara karena takut salah dalam menggunakan bahasa Indonesia.
Tidak bisa dipungkiri masih adanya siswa yang kesulitan dalam menggunakan bahasa yang baik dan benar. Salah satu penghalang adalah perasaan rendah diri, minder, malu atau takut ditertawakan jika salah
(1)
73
c. Siswa dan siswi tidak memiliki rasa malu dikala mereka berbuat buruk
di kelas, sehingga mereka tidak kondusif dan terganggu dalam proses KBM.
d. Siswa dan siswi akan berbuat onar dan canda gurau yang berlebihan.
e. Malas dan tidak kreatif di kelas.
f. Penampilan mereka kurang rapi dan tidak mencerminkan pelajar
tauladan.
g. Siswa sering membuka bajunya di atas jam 10.
h. Siswa sering buka baju dikala gurunya tidak masuk kelas.
i. Siswa dan siswi berkeliaran dikala gurunya tidak masuk.
j. Siswa dan siswi sering membuka sepatunya dikala gurunya tidak ada atau tidak masuk.
k. Kelas terasa sangat ribut terutama kelas laki-laki
l. Tingkat kenakalan siswa bertambah
m. Sebuah kelas menjadi tidak berseni bahkan sangat kotor
n. Dan lain sebagainya.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian penerapan segregasi kelas berbasis gender, maka peneliti sarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Bagi SMP Al-Falah
(2)
74
b. Mempertahankan kualitas kebijakan segregasi kelas berbasis gender
yang telah mengantarkan SMP Al-Falah pada keberhasilan
c. Mempertahankan kualitas belajar siswa dan siswi, dan mempertahankan
motivasi siswa dan siswi dalam belajar menuju keberhasilan meraih prestasi
d. Dipertegas dalam menerapkan segregasi kelas berbasis gender yang
didalamnya berlaku aturan-aturan tata tertib, dan tambahkan aturanaturandalam tata tertib bila diperlukan.
e. Memberikan pembinaan secara continue terhadap siswa dan siswi dalam
hal agama, karena agama merupakan kekuatan yang akan menumbuhkan energy positif.
f. Selalu memonitoring siswa dan siswi disetiap mereka beraktifitas, baik
di dalam kelas ataupun di luar kelas
g. Jadikan siswa dan siswi sebagai objek intensif dalam segala program yang ada di SMP Al-Falah, dalam artian akademik SMP Al-Falah tidak hanya semata-mata mengedepankan urusan-urusan yang bersifat materi, apalagi dalam hal kepentingan pribadi
h. Lakukan inovasi program dalam proses KBM guna mencapai
(3)
75
2. Bagi Warga Sekolah
a. Memberikan dukungan dengan semangat dan komitmen terhadap
program kebijakan penerapan segregasi kelas berbasis gender dalam mengembangkan dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar b. Berusaha untuk terlibat secara langsung dalam segala kegiatan agar
tercipta kebersamaan, Sehingga untuk menanamkan moral dan membiasakan nilai-nilai agama tidak hanya menjadi tugas guru PAI saja.
c. Memberikan semangat baru terhadap segala kegiatan sekolah
d. Memberikan ide baru untuk memajukan sekolah
e. Berusaha untuk mengadakan inovasi baru terhadap kebijakankebijakan
sekolah
f. Selalu berdo’a dan ikhtiyar untuk yang lebih baik menuju keberhasilan
visi dan misi SMP Al-Falah
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsudin Makmun, Psikologi Pendidikan, 2000, (Bandung : Remaja
Rosdakarya).
Amirul Hadi, Haryono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 1998).
Anne Oakley, ahli sosiologi Inggris, adalah orang yang mula-mula membedakan istilah “seks” dan “ gender”. Ahmad Baidowi, Tafsir Feminis; Kajian
Perempuan dalam Al-Qur’an dan Para Maufasir Kontemporer, Bandung:
Nuansa, 2005.
Arimbi Heroepoetri dan R. Valentina, Percakapan Tentang Feminisme VS Neoliberalisme, Jakarta: DebtWATCH, 2004.
Buna’i, Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan (Pamekasan: STAIN
Pamekasan Press,2006)
Buna’i, Penelitian Kualitatif (Malang: Perdana Offset, 2008)
Dahlan, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994).
Dr. Riant Nugroho, Gender (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008)
Fauzi Ahmad Muda, Perempuan Hitam Putih: Pertarungan Kodrat Hidup Vis a
Vis Tafsir Kebahagiaan (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007).
Gunarso Singgih D., Psikologi Remaja, 1988, (Jakarta : BPK Gunung Mulya).
Hesri Setiawan, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia, Jakarta: Graha Budaya dan Kalyanamitra, 1999.
https://books.google.co.id diakses pada 04 Juni 2015.
Istibsyaroh, Hak-Hak Perempuan: Relasi Jender menurut Tafsir Al-Sya’rawi, Jakarta: Teraju, 2004.
Iswah Adriana. Pdf Kurikulum Berbasis Gender Membangun Pendidikan Yang
Berkesetaraan. diakses Tanggal 21 Oktober 2012.
Kartini Kartono, Patologi Sosial, Kenakalan Remaja, 2003, (Jakarta: Raja Grafindo Persada).
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000)
(5)
Nasaruddin Umar, Argument Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2001.
Nurul Zuriah, Pdf Penelitian Terdahulu Proses Pembelajaran Demokratis
Berbasis Kesetaraan Dan Keadilan Gender. Diakses Tanggal 21 oktober
2012.
Papalia, D.E., Olda, S.W., & Feldman, R.D, Human Development, 2001, (New
York : McGraw – Hill Companies).
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 2001)
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2006)
Sex & Temperament in 3 Primitive Societies (1935). Lihat dalam makalah pelatihan, “ Cefil, Civic Education and Future Indonesian Leaders”, di Satunama Yogyakarta
Situs Kementrian Pemberdayaan Perempuan
Soerjono Soekanto, Sosiologi Penyimpangan, 1988, (Jakarta : Rajawali). Sudarsono, Kenakalan Remaja, 1995, (Jakarta : Rineka Cipta).
Sugiono, Metode Penelitian Administrasi (Bandung: CV Alfabeta, 1998)
Sutinah, “Gender & Kajian Tentang Perempuan”, dalam Dwi Narwoko & Bagong Suyanto (ed) 2004. Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan, Jakarta: Prenada Media.
Sutrisno Hadi, Netode Resech 1 ( Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fak. Psikologi
UGM, 1984).
Tjipto Subadi, Sosiologi dan Sosiologi Pendidikan, 2009, (Surakarta : Fairuz Media).
Umar Tirtarahardja, PengantarPendidikan (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2005).
Vitalaya S. Hubeis, Aida. 2010, Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa.
Bogor: PT. Penerbit IPB Pres.
Wawancara dengan Bapak Suhariawan, M, Pd.I selaku guru Bahasa Arab di Sekolah Menengah pertama Al-falah Ketintang Surabaya pada tanggal 15-januari -2015
Winarno Surahmat, Dasar Dan Tehnik Research Dengan Metodologi Ilmiah
(6)
World Health Organization 2012, What Do We Mean By “Sex” and “Gender”?.
[Artikel]. (http://www.who.int/gender/whatisgender/en/index.html) diakses pada tanggal 04 Juni 2015.
Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: