PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 1999
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
I.
UMUM
1.
Dasar Pemikiran
a.
Negara Republik Indonesia sebagai negara Kesat uan menganut asas
desent ralisasi dalam penyelenggaraan pemerint ahan, dengan memberikan
kesempat an dan keleluasaan kepada daerah unt uk menyelenggarakan Ot onomi
Daerah. Karena it u, Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, ant ara lain,
menyat akan bahwa pembagian Daerah Indonesia at as daerah besar dan kecil,
dengan bent uk dan susunan pemerint ahannya dit et apkan dengan undangundang.
Dalam penj elasan pasal t ersebut , ant ara lain, dikemukakan bahwa "oleh karena
Negara Indonesia it u suat u eenheidsst aat , maka Indonesia t idak akan
mempunyai Daerah dalam lingkungannya yang bersif at st aat j uga. Daerah
Indonesia akan dibagi dalam Daerah Propinsi dan Daerah Propinsi akan dibagi
dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersif at ot onom ( st reek
en locale recht gemeensschappen) at au bersif at adminit rasi belaka, semuanya
menurut at uran yang akan dit et apkan dengan undang-undang". Di daerahdaerah yang bersif at ot onom akan diadakan Badan Perwakilan Daerah. Oleh
karena it u, di daerah pun, pemerint ahan akan bersendi at as dasar
permusyawarat an.
b.
c.
d.
e.
Dengan demikian, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat
unt uk menyelenggarakan ot onomi dengan memberikan kewenangan yang luas,
nyat a, dan bert anggung j awab kepada daerah, sebagaimana t ert uang dalam
Ket et apan MPR-RI Nomor XV/ MPR/ 1998 t ent ang Penyelenggaraan Ot onomi
Daerah; Pengat uran, Pembagian, dan Pemanf aat an Sumber Daya Nasional yang
berkeadilan; sert a Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka
Negara Kesat uan Republik Indonesia.
Undang-undang ini disebut "Undang-undang t ent ang Pemerint ahan Daerah"
karena undang-undang ini pada prinsipnya mengat ur penyelenggaraan
Pemerint ahan Daerah yang lebih mengut amakan pelaksanaan asas
desent ralisasi.
Sesuai dengan Ket et apan MPR-RI Nomor XV/ MPR/ 1998 t ersebut di at as,
penyelenggaraan Ot onomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan
kewenangan yang luas, nyat a dan bert anggung j awab kepada Daerah secara
proporsional yang diwuj udkan dengan pengat uran, pembagian, dan
pemanf aat an sumber daya nasional yang berkeadilan, sert a perimbangan
keuangan Pusat dan Daerah. Disamping it u, penyelenggaraan Ot onomi Daerah
j uga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran sert a masyarakat ,
pemerat aan, dan keadilan, sert a memperhat ikan pot ensi dan keanekaragaman
Daerah.
Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang ini adalah mendorong unt uk
memberdayakan masyarakat , menumbuhkan prakarsa dan kreat ivit as,
meningkat kan peran sert a masyarakat , mengembangkan peran dan f ungsi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena it u, undang-undang ini
menempat kan Ot onomi Daerah secara ut uh pada Daerah Kabupat en dan Daerah
Kot a, yang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 berkedudukan sebagai
Kabupat en Daerah Tingkat II dan Kot amadya Tingkat II. Daerah Kabupat en dan
Daerah Kot a t ersebut berkedudukan sebagai Daerah Ot onom mempunyai
f.
g.
h.
kewenangan dan keleluasaan unt uk membent uk dan melaksanakan kebij akan
menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat .
Propinsi Daerah Tingkat I menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, dalam
undang-undang ini dij adikan Daaerah Propinsi dengan kedudukan sebagai
Daerah Ot onom dan sekaligus Wilayah Administ rasi, yang melaksanakan
kewenangan Pemerint ah Pusat yang di delegasikan kepada Gubernur. Daerah
Propinsi bukan merupakan Pemerint ah at asan dari Daerah Kabupat en dan
Daerah Kot a. Dengan demikian, Daerah Ot onom Propinsi dan Daerah Kabupat en
dan Daerah Kot a t idak mempunyai hubungan hierarki.
Pemberian kedudukan Propinsi sebagai Daerah Ot onom dan sekaligus sebagai
Wilayah Administ rasi dilakukan dengan pert imbangan:
1.
unt uk memelihara hubungan yang serasi ant ara Pusat dan Daerah dalam
kerangka Negara Kesat uan Republik Indonesia;
2.
unt uk menyelenggarakan Ot onomi Daerah yang bersif at lint as Daerah
Kabupat en dan Daerah Kot a sert a melaksanakan kewenangan Ot onomi
Daerah yang belum dapat dilaksanakan oleh Daerah Kabupat en dan
Daerah Kot a; dan
3.
unt uk melaksanakan t ugas-t ugas pemerint ahan t ert ent u yang
dilimpahkan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsent rasi.
Dengan memperhat ikan pengalaman penyelenggaraan Ot onomi Daerah pada
masa lampau yang menganut prinsip ot onomi yang nyat a dan bert anggung
j awab dengan penekanan pada ot onomi yang lebih merupakan kewaj iban
daripada hak, maka dalam undang-undang ini pemberian kewenangan ot onomi
kepada Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a didasarkan kepada asas
desent ralisasi saj a dalam wuj ud ot onomi yang luas, nyat a dan bert anggung
j awab. Kewenangan ot onomi luas adalah keleluasaan Daerah unt uk
menyelenggarakan pemerint ahan yang mencakup kewenangan semua bidang
pemerint ahan, kecuali kewenangan di bidang polit ik luar negeri, pert ahanan
keamanan, peradilan, monet er dan f iskal, agama, sert a kewenangan bidang
lainnya yang akan dit et apkan dengan Perat uran Pemerint ah. Disamping it u
keleluasaan ot onomi mencakup pula kewenangan yang ut uh dan bulat dalam
penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan evaluasi.
Yang dimaksud dengan ot onomi nyat a adalah keleluasaan Daerah unt uk
menyelenggarakan kewenangan pemerint ahan di bidang t ert ent u yang secara
nyat a ada dan diperlukan sert a t umbuh, hidup, dan berkembang di Daerah.
Yang dimaksud dengan ot onomi yang bert anggung j awab adalah berupa
perwuj udan pert anggungj awaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan
kewenangan kepada Daerah dalam wuj ud t ugas dan kewaj iban yang harus
dipikul oleh Daerah dalam mencapai t uj uan pemberian ot onomi, berupa
peningkat an pelayanan dan kesej aht eraan masyarakat yang semakin baik,
pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerat aan, sert a
pemeliharaan hubungan yang serasi ant ara Pusat dan Daerah sert a ant arDaerah dalam rangka menj aga keut uhan Negara Kesat uan Republik Indonesia.
Ot onomi unt uk Daerah Propinsi diberikan secara t erbat as yang meliput i
kewenangan lint as Kabupat en dan Kot a, dan kewenangan yang t idak at au
belum dilaksanakan oleh Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a, sert a
kewenangan bidang pemerint ahan t ert ent u lainnya.
i.
At as dasar pemikiran di at as, prinsip-prinsip pemberian Ot onomi Daerah yang
dij adikan pedoman dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut :
1.
2.
Penyelenggaraan Ot onomi Daerah dilaksanakan dengan memperhat ikan
aspek demokrasi, keadilan, pemerat aan, sert a pot ensi dan
keanekaragaman Daerah.
2.
Pelaksanaan Ot onomi Daerah didasarkan pada ot onomi luas, nyat a, dan
bert anggung j awab.
3.
Pelaksanaan Ot onomi Daerah yang luas dan ut uh dilet akkan pada
Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a, sedang Ot onomi Daerah Propinsi
merupakan ot onomi yang t erbat as.
4.
Pelaksanaan Ot onomi Daerah harus sesuai dengan konst it usi negara
sehingga t et ap t erj amin hubungan yang serasi ant ara Pusat dan Daerah
sert a Ant ar-Daerah.
5.
Pelaksanaan Ot onomi Daerah harus lebih meningkat kan kemandirian
Daerah Ot onom, dan kaarenanya dalam Daerah Kabupat en dan Daerah
Kot a t idak ada lagi Wilayah Administ rasi. Demikian pula di kawasankawasan khusus yang dibina oleh Pemerint ah at au pihak lain, sepert i
badan ot orit a, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan
indust ri, kawasan perkebunan, kawasan pert ambangan, kawasan
kehut anan, kawasan perkot aan baru, kawasan pariwisat a, dan
semacamnya berlaku ket ent uan perat uran Daerah Ot onom.
6.
Pelaksanaan Ot onomi Daerah harus lebih meningkat kan peranan dan
f ungsi badan legislat if Daerah, baik sebagai f ungsi legislasi, f ungsi
pengawasan maupun f ungsi anggaran at as penyelenggaraan
Pemerint ahan Daerah.
7.
Pelaksanaan asas dekonsent rasi dilet akkan pada Daerah Propinsi dalam
kedudukannya sebagai Wilayah Administ rasi unt uk melaksanakan
kewenangan pemerint ahan t ert ent u yang dilimpahkan kepada Gubernur
sebagai wakil Pemerint ah.
8.
Pelaksanaan asas t ugas pembant uan dimungkinkan, t idak hanya dari
Pemerint ah kepada Daerah, t et api j uga dari Pemerint ah dan Daerah
kepada Desa yang disert ai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana,
sert a sumber daya manusia dengan kewaj iban melaporkan pelaksanaan
dan mempert anggungj awabkan kepada yang menugaskannya.
Pembagian Daerah
Isi dan j iwa yang t erkandung dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 besert a
penj elasannya menj adi pedoman dalam penyusunan undang-undang ini dengan pokokpokok pikiran sebagai berikut :
a.
3.
Sist em ket at anegaraan Indonesia waj ib menj alankan prinsip pembagian
kewenangan berdasarkan asas dekonsent rasi dan desent ralisasi dalam kerangka
Negara Kesat uan Republik Indonesia;
b.
Daerah yang dibent uk berdasarkan asas desent ralisasi dan dekonsent rasi adalah
Daerah Propinsi, sedangkan Daerah yang dibent uk berdasarkan asas
desent ralisasi adalah Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a. Daerah yang
dibent uk dengan asas desent ralisasi berwenang unt uk menent ukan dan
melaksanakan kebij aksanaan at as prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat ;
c.
Pembagian Daerah di luar Daerah Propinsi dibagi habis ke dalam Daerah
Ot onom. Dengan demikian, Wilayah Administ rasi yang berada dalam Daerah
Kabupat en dan Daerah Kot a dapat dij adikan Daerah Ot onom at au dihapus;
d.
Kecamat an yang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 sebagai Wilayah
Administ rasi dalam rangka dekonsent rasi, menurut undang-undang ini
kedudukannya diubah menj adi perangkat Daerah Kabupat en at au Daerah Kot a.
Prinsip Penyelenggaraan Pemerint ahan Daerah
Prinsip penyelenggaraan Pemerint ahan Daerah adalah:
a.
b.
4.
digunakannya asas desent ralisasi, dekonsent rasi, dan t ugas pembant uan;
penyelenggaraan asas desent ralisasi secara ut uh dan bulat yang dilaksanakan di
Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a; dan
c.
asas t ugas pembant uan yang dapat dilaksanakan di daerah Propinsi, Daerah
Kabupat en, Daerah Kot a dan Desa.
Susunan Pemerint ahan Daerah dan Hak DPRD
Susunan Pemerint ahan Daerah Ot onom meliput i DPRD dan Pemerint ah Daerah. DPRD
dipisahkan dari Pemerint ah Daerah dengan maksud unt uk lebih memberdayakan DPRD
dan meningkat kan pert anggungj awaban Pemerint ah Daerah kepada rakyat . Oleh karena
it u hak-hak DPRD cukup luas dan diarahkan unt uk menyerap sert a menyalurkan aspirasi
masyarakat menj adi kebij akan Daerah dan melakukan f ungsi pengawasan.
5.
Kepala Daerah
Unt uk menj adi Kepala Daerah, seseorang diharuskan memenuhi persyarat an t ert ent u
yang int inya agar Kepala Daerah selalu bert akwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki et ika dan moral, berpenget ahuan, dan berkemampuan sebagai pimpinan
pemerint ahan, berwawasan kebangsaan, sert a mendapat kan kepercayaan rakyat .
Kepala Daerah disamping sebagai pimpinan pemerint ahan, sekaligus adalah Pimpinan
Daerah dan pengayom masyarakat sehingga Kepala Daerah harus mampu berpikir,
bert indak, dan bersikap dengan lebih mengut amakan kepent ingan bangsa, negara, dan
masyarakat umum daripada kepent ingan pribadi, golongan dan aliran. Oleh karena it u,
dari kelompok at au et nis, dan keyakinan mana pun Kepala Daerah harus bersikap arif ,
bij aksana, j uj ur, adil, dan net ral.
6.
Pert anggungj awaban Kepala Daerah
Dalam menj alankan t ugas dan kewaj iban Pemerint ah Daerah, Gubernur bert anggung
j awab kepada DPRD Propinsi, sedangkan dalam kedudukannya sebagai wakil
Pemerint ah, Gubernur bert anggung j awab kepada Presiden. Sement ara it u, dalam
penyelenggaraan Ot onomi Daerah di Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a, Bupat i at au
Walikot a bert anggung j awab kepada DPRD Kabupat en/ DPRD Kot a dan berkewaj iban
memberikan laporan kepada Presiden melalui Ment eri Dalam Negeri dalam rangka
pembinaan dan pengawasan.
7.
Kepegawaian
Kebij akan kepegawaian dalam undnag-undang ini dianut kebij akan yang mendorong
pengembangan Ot onomi Daerah sehingga kebij akan kepegawaian di Daerah yang
dilaksanakan oleh Daerah Ot onom sesuai dengan kebut uhannya, baik pengangkat an,
penempat an, pemindahan, dan mut asi maupun pemberhent ian sesuai dengan perat uran
perundang-undangan. Mut asi ant ar-Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a dalam Daerah
Propinsi diat ur oleh Gubernur, sedangkan mut asi ant ar-Daerah Propinsi diat ur oleh
Pemerint ah. Mut asi ant ar-Daerah Propinsi dan/ at au ant ar-Daerah Kabupat en dan
Daerah Kot a at au ant ara Daerah Propinsi dengan Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a
didasarkan pada kesepakat an Daerah Ot onom t ersebut .
8.
Keuangan Daerah
(1) Unt uk menyelenggarakan Ot onomi Daerah yang luas, nyat a, dan bert anggung j awab,
diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang
didukung oleh perimbangan keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Daerah sert a
ant ara Propinsi dan Kabupat en/ Kot a yang merupakan prasyarat dalam sist em
Pemerint ahan Daerah.
(2) Dalam rangka menyelenggarakan Ot onomi Daerah kewenangan keuangan yang
melekat pada set iap kewenangan pemerint ahan menj adi kewenangan Daerah.
9.
Pemerint ahan Desa
(1) Desa berdasarkan Undang-undang ini adalah Desa at au yang disebut dengan nama
lain sebagai suat u kesat uan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli
berdasarkan hak asal-usul yang bersif at ist imewa, sebagaimana dimaksud dalam
penj elasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Landasan pemikiran dalam
pengat uran mengenai Pemerint ahan Desa adalah keanekaragaman, part isipasi,
ot onomi asli, demokrat isasi, dan pemberdayaan masyarakat .
(2) Penyelenggaraan Pemerint ahan Desa merupakan subsist em dari sist em
penyelenggaraan pemerint ahan sehingga Desa memiliki kewenangan unt uk
mengat ur dan mengurus kepent ingan masyarakat nya. Kepala Desa bert anggung
j awab pada Badan Perwakilan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan t ugas
t ersebut kepada Bupat i.
(3) Desa dapat melakukan perbuat an hukum, baik hukum publik maupun hukum
perdat a, memiliki kekayaan, hart a benda, dan bangunan sert a dapat dit unt ut dan
menunt ut di pengadilan. Unt uk it u, Kepala Desa dengan perset uj uan Badan
Perwakilan Desa mempunyai wewenang unt uk melakukan perbuat an hukum dan
mengadakan perj anj ian yang saling mengunt ungkan.
(4) Sebagai perwuj udan demokrasi, di Desa dibent uk Badan Perwakilan Desa at au
sebut an lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa yang
bersangkut an, yang berf ungsi sebagai lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal
pelaksanaan Perat uran Desa, Anggaran Pendapat an dan Belanj a Desa, dan
Keput usan Kepala Desa.
(5) Di Desa dibent uk lembaga kemasyarakat an Desa lainnya sesuai dengan kebut uhan
Desa. Lembaga dimaksud merupakan mit ra Pemerint ah Desa dalam rangka
pemberdayaan masyarakat Desa.
(6) Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapat an Desa, bant uan Pemerint ah
dan Pemerint ah Daerah, pendapat an lain-lai n yang sah, sumbangan pihak ket iga dan
pinj aman Desa.
(7) Berdasarkan hak asal-usul Desa yang bersangkut an, Kepala Desa mempunyai
wewenang unt uk mendamaikan perkar a/ sengket a dari para warganya.
(8) Dalam upaya meningkat kan dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat yang
bercirikan perkot aan dibent uk Kelurahan sebagai unit Pemerint ah Kelurahan yang
berada di dalam Daerah Kabupat en dan/ at au Daerah kot a.
10.
Pembinaan dan Pengawasan
Yang dimaksud dengan pembinaan adalah lebih dit ekankan pada memf asilit asi dalam
upaya pemberdayaan Daerah Ot onom, sedangkan pengawasan lebih dit ekankan pada
pengawasan represif unt uk lebih memberikan kebebasan kepada Daerah Ot onom dalam
mengambil keput usan sert a memberikan peran kepada DPRD dalam mewuj udkan
f ungsinya sebagai badan pengawasan t erhadap pelaksanaan Ot onomi Daerah. Karena
it u, Perat uran Daerah yang dit et apkan Daerah Ot onom t idak memerlukan pengesahan
t erlebih dahulu oleh pej abat yang berwenang.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup j elas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Yang dimaksud Wilayah Administ rasi adalah daerah administ rasi menurut UndangUndang Dasar 1945.
Pasal 3
Cukup j elas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan t idak mempunyai hubungan hierarki sat u sama lain adalah
bahwa Daerah Propinsi t idak membawahkan Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a, t et api
dalam prakt ek penyelenggaraan pemerint ahan t erdapat hubungan koordinasi, kerj a
sama, dan/ at au kemit raan dengan Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a dalam
kedudukan masing-masing sebagai Daerah Ot onom. Sement ara it u, dalam kedudukan
sebagai Wilayah Administ rasi, Gubernur selaku wakil Pemerint ah melakukan hubungan
pembinaan dan pengawasan t erhadap Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Unt uk menent ukan bat as dimaksud, set iap undang-undang mengenai pembent ukan
daerah dilengkapi dengan pet a yang dapat menunj ukkan dengan t epat let ak geograf is
daerah yang bersangkut an, demikian pula mengenai perubahan bat as Daerah.
Ayat (3)
Yang dimaksud dit et apkan dengan Perat uran Pemerint ah didasarkan pada usul
Pemerint ah Daerah dengan perset uj uan DPRD.
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 6
Cukup j elas
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan monet er dan f iskal adalah kebij akan makro ekonomi.
Khusus di bidang keagamaan sebagian kegiat annya dapat dit ugaskan oleh Pemerint ah
kepada Daerah sebagai upaya meningkat kan keikut sert aan Daerah dalam
menumbuhkembangkan kehidupan beragama.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 8
Dalam penyelenggaraan kewenangan Pemerint ah yang diserahkan dan at au dilimpahkan kepada
Daerah/ Gubernur, Daerah/ Gubernur mempunyai kewenangan unt uk mengelolanya mulai dari
pembiayaan, perij inan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sesuai dengan st andar, norma,
dan kebij akan Pemerint ah.
Pasal 9
Ayat (1)
Kewenangan bidang pemerint ahan yang bersif at lint as Kabupat en dan Kot a sepert i
kewenangan di bidang pekerj aan umum, perhubungan, kehut anan, dan perkebunan.
Yang dimaksud dengan kewenangan bidang pemerint ahan t ert ent u lainnya adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro;
pelat ihan bidang t ert ent u, alokasi sumber daya manusia pot ensi, dan penelit ian
yang mencakup wilayah Propinsi;
pengelolaan pelabuhan regional;
Pengendalian lingkungan hidup;
promosi dagang dan budaya/ pariwisat a;
penanganan penyakit menular dan hama t anaman; dan
perencanaan t at a ruang Propinsi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kewenangan ini adalah kewenangan Daerah Kabupat en dan
Daerah Kot a yang dit angani oleh Propinsi set elah ada pernyat aan dari Daerah
Kabupat en dan Daerah Kot a.
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sumber daya nasional adalah sumber daya alam, sumber daya
buat an, dan sumber daya manusia yang t ersedia di Daerah.
Ayat (2)
Khusus unt uk penangkapan ikan secara t r adisional t idak dibat asi wilayah laut .
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 11
Ayat (1)
Dengan diberlakukannya undang-undang ini, pada dasarnya seluruh kewenangan sudah
berada pada Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a. Oleh karena it u, penyerahan
kewenangan t idak perlu dilakukan secara akt if , t et api dilakukan melalui pengakuan
oleh Pemerint ah.
Ayat (2)
Tanpa mengurangi art i dan pent ingnya prakarsa Daerah dalam penyelenggaraan
ot onominya, unt uk menghindarkan t erj adinya kekosongan penyelengaaraan pelayanan
dasar kepada masyarakat , Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a waj ib melaksanakan
kewenangan dalam bidang pemerint ahan t ert ent u menurut pasal ini, sesuai dengan
kondisi Daerah masing-masing.
Kewenangan yang waj ib dilaksanakan oleh Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a dapat
dialihkan ke Daerah Propinsi.
Khusus kewenangan Daerah Kot a disesuaikan dengan kebut uhan perkot aan, ant ara lain,
pemadam kebakaran, kebersihan, pert amanan, dan t at a kot a.
Pasal 12
Cukup j elas
Pasal 13
Cukup j elas
Pasal 14
Cukup j elas
Pasal 15
Cukup j elas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Dalam kedudukannya sebagai Badan Legislat if Daerah, DPRD bukan merupakan bagian
Pemerint ah Daerah.
Pasal 17
Cukup j elas
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Pemilihan anggot a MPR dari Ut usan Daerah hanya dilakukan oleh DPRD Propinsi.
Huruf c
Cukup j elas
Huruf d
Cukup j elas
Huruf e
Cukup j elas
Huruf f
Cukup j elas
Huruf g
Cukup j elas
Huruf h
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 19
Cukup j elas
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pej abat negara dan pej abat pemerint ah adalah pej abat di
lingkungan kerj a DPRD bersangkut an.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 21
Cukup j elas
Pasal 22
Cukup j elas
Pasal 23
Cukup j elas
Pasal 24
Cukup j elas
Pasal 25
Cukup j elas
Pasal 26
Cukup j elas
Pasal 27
Cukup j elas
Pasal 28
Cukup j elas
Pasal 29
Cukup j elas
Pasal 30
Cukup j elas
Pasal 31
Cukup j elas
Pasal 32
Cukup j elas
Pasal 33
Cukup j elas
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara
bersamaan adalah bahwa calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah dipilih
secara berpasangan. Pemilihan secara bersamaan ini dimaksudkan unt uk menj amin
kerj a sama yang harmonis ant ara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Ayat (5)
Cukup j elas
Pasal 35
Cukup j elas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan rapat paripurna adalah rapat yang khusus diadakan unt uk
pemilihan Kepala Daerah.
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 37
Cukup j elas
Pasal 38
Ayat (1)
Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur dikonsult asikan dengan Presiden, karena
kedudukannya selaku wakil Pemerint ah di Daerah.
Ayat (2)
Calon Bupat i dan calon Wakil Bupat i sert a calon Walikot a dan calon Wakil Walikot a
diberit ahukan kepada Gubernur selaku wakil Pemerint ah.
Pasal 39
Cukup j elas
Pasal 40
Cukup j elas
Pasal 41
Cukup j elas
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Pengucapan sumpah/ j anj i dan pelant ikan Kepala Daerah dapat dilakukan di Gedung
DPRD at au di gedung lain, dan t idak di laksanakan dalam rapat DPRD. Pengucapan
sumpah/ j anj i dilakukan menurut agama yang diakui Pemerint ah, yakni:
h.
i.
j.
k.
diawali dengan ucapan "Demi Allah" unt uk penganut agama Islam;
diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan menolong saya" unt uk penganut agama
Krist en Prot est an/ Kat olik;
diawali dengan ucapan "Om at ah paramawisesa" unt uk penganut agama Hindu;
dan
diawali dengan ucapan "Demi Sanghyang Adi Buddha" unt uk penganut agama
Buddha.
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 43
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Cukup j elas
Huruf c
Cukup j elas
Huruf d
Cukup j elas
Huruf e
Dalam upaya meningkat kan t araf kesej aht eraan rakyat , Kepala Daerah berkewaj iban
mewuj udkan demokrasi ekonomi dengan melaksanakan pembinaan dan pengembangan
koperasi, usaha kecil dan menengah yang mencakup permodalan, pemasaran,
pengembangan t eknologi, produksi, dan pengolahan sert a pembinaan dan
pengembangan sumber daya manusia.
Huruf f
Cukup j elas
Huruf g
Cukup j elas
Pasal 44
Cukup j elas
Pasal 45
Cukup j elas
Pasal 46
Cukup j elas
Pasal 47
Cukup j elas
Pasal 48
Huruf a dan huruf e
Larangan t ersebut dimaksudkan unt uk menghindarkan kemungkinan t erj adinya konf lik
kepent ingan bagi Kepala Daerah dalam melaksanakan t ugasnya unt uk memberikan
pelayanan pemerint ahan dengan t idak membeda-bedakan warga masyarakat .
Huruf b, huruf c, dan huruf d
Larangan t ersebut dimaksudkan unt uk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, ant ara
lain yang berwuj ud korupsi, kolusi, dan nepot isme.
Pasal 49
Cukup j elas
Pasal 50
Cukup j elas
Pasal 51
Cukup j elas
Pasal 52
Cukup j elas
Pasal 53
Ayat (1)
Pemberit ahuan secara t ert ulis t ent ang berakhirnya masa j abat an Gubernur,
t embusannya dikirimkan kepada Presiden, sedangkan berakhirnya masa j abat an
Bupat i/ Walikot a, t embusannya dikirimkan kepada Gubernur.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 54
Cukup j elas
Pasal 55
Cukup j elas
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Pengucapan sumpah/ j anj i dan pelant ikan Wakil Kepala Daerah dapat dilakukan di
Gedung DPRD at au di gedung lain, dan t idak dilaksanakan dalam rapat DPRD.
Pengucapan sumpah/ j anj i dilakukan menurut agama yang diakui Pemerint ah, yakni:
l. diawali dengan ucapan "Demi Allah" unt uk penganut agama Islam;
m. diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan menolong saya" unt uk penganut agama
Krist en Prot est an/ Kat olik;
n. diawali dengan ucapan "Om at ah paramawisesa" unt uk penganut agama Hindu;
dan
o. diawali dengan ucapan "Demi Sanghyang Adi Buddha" unt uk penganut agama
Buddha.
Ayat (4)
Cukup j elas
Ayat (5)
Cukup j elas
Ayat (6)
Cukup j elas
Pasal 57
Cukup j elas
Pasal 58
Cukup j elas
Pasal 59
Cukup j elas
Pasal 60
Cukup j elas
Pasal 61
Cukup j elas
Pasal 62
Cukup j elas
Pasal 63
Cukup j elas
Pasal 64
Cukup j elas
Pasal 65
Yang dimaksud dengan lembaga t eknis adalah Badan Penelit ian dan Pengembangan, Badan
Perencanaan, Lembaga Pengawasan, Badan Pendidikan dan Pelat ihan, dan lain-lain
Pasal 66
Cukup j elas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Sekret aris Daerah Kot a/ Kabupat en memberi pert imbangan kepada Walikot a/ Bupat i
dalam proses pengangkat an Lurah.
Ayat (4)
Camat dapat melimpahkan sebagian kewenangan kepada Lurah.
Ayat (5)
Cukup j elas
Ayat (6)
Cukup j elas
Pasal 68
Cukup j elas
Pasal 69
Perat uran Daerah hanya dit andat angani oleh Kepala Daerah dan t idak dit andat angani-sert a
Pimpinan DPRD karena DPRD bukan merupakan bagian dari Pemerint ah Daerah.
Pasal 70
Yang dimaksud dengan Perat uran Daerah lain adalah Perat uran Daerah yang sej enis dan sama
kecuali unt uk perubahan.
Pasal 71
Ayat (1)
Paksaan yang dilakukan oleh Pemerint ah Daerah unt uk menegakkan hukum dengan
Undang-undang ini disebut "paksaan penegakan hukum" at au "paksaan pemeliharaan
hukum".
Paksaan penegakan hukum it u pada umumnya berwuj ud mengambil sesuat u yang t elah
dibuat , diadakan, dij alankan, dialpakan, at au dit iadakan yang bert ent angan dengan
hukum.
Paksaan it u harus didahului oleh suat u perint ah t ert ulis oleh penguasa eksekut if kepada
pelanggar. Apabila pelanggar t idak mengindahkannya, diambil suat u t indakan paksaan.
Pej abat yang menj alankan t indakan paksaan penegakan hukum t erhadap pelanggar
harus dengan t egas diserahi t ugas t ersebut . Paksaan penegakan hukum it u hendaknya
hanya dilakukan dalam hal yang sangat perlu saj a dengan cara seimbang sesuai dengan
berat pelanggaran, karena paksaan t ersebut pada umumnya dapat menimbulkan
kerugian at au penderit aan. Jumlah denda dapat disesuaikan dengan perkembangan
t ingkat kemahalan hidup.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 72
Cukup j elas
Pasal 73
Ayat (1)
Pengundangan Perat uran Daerah dan Keput usan Kepala Daerah yang bersif at mengat ur
dilakukan menurut cara yang sah, yang merupakan keharusan agar Perat uran Daerah
dan Keput usan Kepala Daerah t ersebut mempunyai kekuat an hukum dan mengikat .
Pengundangan dimaksud kecuali unt uk memenuhi f ormalit as hukum j uga dalam rangka
ket erbukaan pemerint ahan. Cara pengundangan yang sah adalah dengan
menempat kannya dalam Lembaran Daerah oleh Sekret aris Daerah. Unt uk lebih
mengef ekt if kan pelaksanaan Perat uran Daerah dan Keput usan Kepala Daerah,
perat uran dan keput usan t ersebut perlu dimasyarakat kan.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 74
Cukup j elas
Pasal 75
Cukup j elas
Pasal 76
Pemindahan pegawai dalam daerah Kabupat en/ Kot a dilakukan oleh Bupat i/ Walikot a,
pemindahan pegawai ant ar-Daerah Kabupat en/ Kot a dan/ at au ant ara Daerah Kabupat en/ Kot a
dan Daerah Propinsi dilakukan oleh Gubernur set elah berkonsult asi dengan Bupat i/ Walikot a,
dan pemindahan pegawai ant ar-Daerah Propinsi at au ant ara Daerah Propinsi dan Pusat sert a
pemindahan pegawai Daerah ant ara Daerah Kabupat en/ Kot a dan Daerah Kabupat en/ Kot a di
Daerah Propinsi lainnya dit et apkan oleh Pemerint ah set elah berkonsult asi dengan Kepala
Daerah.
Pasal 77
Cukup j elas
Pasal 78
Cukup j elas
Pasal 79
Huruf a
Angka 1
Cukup j elas
Angka 2
Cukup j elas
Angka 3
Cukup j elas
Angka 4
Lain-lain pendapat an asli Daerah yang sah ant ara lain hasil penj ualan asset
Daerah dan j asa giro.
Huruf b
Cukup j elas
Huruf c
Cukup j elas
Huruf d
Lain-lain pendapat an Daerah yang sah adalah ant ara lain hibah at au penerimaan dari
Daerah Propinsi at au Daerah Kabupat en/ Kot a lainnya, dan penerimaan lain sesuai
dengan perat uran perundang-undangan.
Pasal 80
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan penerimaan sumber daya alam adalah penerimaan
negara yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam ant ara lain di bidang
pert ambangan umum, pert ambangan minyak dan gas bumi, kehut anan, dan
perikanan.
Huruf b
Cukup j elas
Huruf c
Cukup j elas
Ayat (2)
Tidak t ermasuk bagian Pemerint ah dari penerimaan Paj ak Bumi dan Bangunan dan Bea
Perolehan Hak At as Tanah dan Bangunan yang dikembalikan kepada Daerah.
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 81
Ayat (1)
Pinj aman dalam negeri bersumber dari Pemerint ah, lembaga komersial, dan/ at au
penerbit an obligasi Daerah dengan diberit ahukan kepada Pemerint ah sebelum
peminj aman t ersebut dilaksanakan.
Yang berwenang mengadakan dan menanggung pinj aman Daerah adalah Kepala Daerah,
yang dit et apkan dengan Keput usan Kepala Daerah at as perset uj uan DPRD.
Di dalam Keput usan Kepala Daerah harus dicant umkan j umlah pinj aman dan sumber
dana unt uk memenuhi kewaj iban pembayaran pinj aman.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Mekanisme pinj aman dari sumber luar negeri harus mendapat perset uj uan Pemerint ah
mengandung pengert ian bahwa Pemerint ah akan melakukan evaluasi dari berbagai
aspek mengenai dapat t idaknya usulan pinj aman Daerah unt uk diproses lebih lanj ut .
Dengan demikian pemrosesan lebih lanj ut usulan pinj aman Daerah secara t idak
langsung sudah mencerminkan perset uj uan Pemerint ah at as usulan t ermaksud.
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 82
Ayat (1)
Daerah dapat menet apkan paj ak dan ret ribusi dengan Perat uran Daerah sesuai dengan
ket ent uan Undang-undang.
Ayat (2)
Penent uan t at a cara pemungut an paj ak dan ret ribusi Daerah t ermasuk pengembalian
at au pembebasan paj ak dan/ at au ret ribusi Daerah yang dilakukan dengan berpedoman
pada ket ent uan yang dit et apkan dengan Perat uran Daerah.
Pasal 83
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan insent if non f iskal adalah bant uan Pemerint ah berupa
kemudahan pembangunan prasarana, penyebaran lokasi indust ri st rat egis, penyebaran
lokasi pusat -pusat perbankan nasional, dan lain-lain.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 84
Cukup j elas
Pasal 85
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Cukup j elas
Huruf c
Yang dimaksud dengan t indakan hukum lain adalah menj ual, menggadaikan,
menghibahkan, t ukar guling, dan/ at au memindaht angankan.
Pasal 86
Cukup j elas
Pasal 87
Cukup j elas
Pasal 88
Cukup j elas
Pasal 89
Cukup j elas
Pasal 90
Cukup j elas
Pasal 91
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan lembaga bersama adalah lembaga yang dibent uk secara bersama
oleh Pemerint ah Kabupat en/ Kot a yang berbat asan dalam rangka meningkat kan
pelayanan kepada masyarakat .
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 92
Ayat (1)
Pemerint ah Daerah perlu memf asilit asi pembent ukan f orum perkot aan unt uk
mencipt akan sinergi Pemerint ah Daerah, masyarakat , dan pihak swast a.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pemberdayaan masyarakat adalah pengikut sert aan dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pemilikan.
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 93
Ayat (1)
Ist ilah Desa disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat set empat sepert i
nagari, kampung, hut a, bori, dan marga.
Yang dimaksud dengan asal-usul adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 UndangUndang Dasar 1945 dan penj elasannya.
Ayat (2)
Dalam pembent ukan, penghapusan, dan/ at au penggabungan Desa perlu
dipert imbangkan luas wilayah, j umlah penduduk, sosial budaya, pot ensi Desa, dan lainlain.
Pasal 94
Ist ilah Badan Perwakilan Desa dapat disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa
set empat . Pembent ukan Pemerint ah Desa dan Badan Perwakilan Desa dilakukan oleh
Masyarakat Desa.
Pasal 95
Ayat (1)
Ist ilah Kepala Desa dapat disesuaikan dengan kondisi sosial budaya Desa set empat .
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 96
Daerah Kabupat en dapat menet apkan masa j abat an Kepala Desa sesuai dengan sosial budaya
set empat .
Pasal 97
Cukup j elas
Pasal 98
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Pengucapan sumpah/ j anj i Kepala Desa dilakukan menurut agama yang diakui
Pemerint ah, yakni:
p.
q.
r.
s.
diawali dengan ucapan "Demi Allah" unt uk penganut agama Islam;
diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan menolong saya" unt uk penganut agama
Krist en Prot est an/ Kat olik;
diawali dengan ucapan "Om at ah paramawisesa" unt uk penganut agama Hindu;
dan
diawali dengan ucapan "Demi Sanghyang Adi Buddha" unt uk penganut agama
Buddha.
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 99
Cukup j elas
Pasal 100
Pemerint ah Desa berhak menolak pelaksanaan Tugas Pembant uan yang t idak disert ai dengan
pembiayaan, sarana dan prasarana, sert a sumber daya manusia.
Pasal 101
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Cukup j elas
Huruf c
Cukup j elas
Huruf d
Cukup j elas
Huruf e
Unt uk mendamaikan perselisihan masyarakat di Desa, Kepala Desa dapat dibant u oleh
lembaga adat Desa. Segala perselisihan yang t elah didamaikan oleh Kepala Desa
bersif at mengikat pihak-pihak yang berselisih.
Huruf f
Cukup j elas
Pasal 102
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Laporan Kepala Desa disampaikan kepada Bupat i dengan t embusan kepada Camat .
Pasal 103
Ayat (1)
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Cukup j elas
Huruf c
Cukup j elas
Huruf d
Unt uk menghindari kekosongan dalam penyelenggaraan Pemerint ahan Desa,
Kepala Desa yang t elah berakhir masa j abat annya t et ap melaksanakan t ugasnya
sebagai Kepala Desa sampai dengan dilant iknya Kepala Desa yang baru.
Huruf e
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 104
Fungsi pengawasan Badan Perwakilan Desa meliput i pengawasan t erhadap pelaksanaan
Perat uran Desa, Anggaran Pendapat an dan Belanj a Desa, dan Keput usan Kepala Desa.
Pasal 105
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Perat uran Desa t idak memerlukan pengesahan Bupat i, t et api waj ib disampaikan
kepadanya selambat -lambat nya dua minggu set elah dit et apkan dengan t embusan
kepada Camat .
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 106
Cukup j elas
Pasal 107
Ayat (1)
Sumber pendapat an yang t elah dimiliki dan di kelola oleh Desa t idak dibenarkan diambil
alih oleh Pemerint ah at au Pemerint ah Daerah.
Pemberdayaan pot ensi Desa dalam meningkat kan pendapat an Desa dilakukan, ant ara
lain, dengan pendirian Badan Usaha Milik Desa, kerj a sama dengan pihak ket iga, dan
kewenangan melakukan pinj aman.
Sumber Pendapat an Daerah yang berada di Desa, baik paj ak maupun ret ribusi yang
sudah dipungut oleh Daerah Kabupat en, t i dak dibenarkan adanya pungut an t ambahan
oleh Pemerint ah Desa.
Pendapat an Daerah dari sumber t ersebut harus diberikan kepada Desa yang
bersangkut an dengan pembagian secara proporsional dan adil. Ket ent uan ini
dimaksudkan unt uk menghilangkan beban biaya ekonomi t inggi dan dampak lainnya.
Ayat (2)
Kegiat an pengelolaan Anggaran Pendapat an dan Belanj a Desa yang dit et apkan set iap
t ahun meliput i penyusunan anggaran, pelaksanaan t at a usaha keuangan, dan perubahan
sert a perhit ungan anggaran.
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Ayat (5)
Cukup j elas
Pasal 108
Cukup j elas
Pasal 109
Ayat (1)
Kerj a sama ant ar-Desa yang memberi beban kepada masyarakat harus mendapat
perset uj uan Badan Perwakilan Desa.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 110
Pemerint ah Desa yang t idak diikut sert akan dalam kegiat an dimaksud berhak menolak
pembangunan t ersebut .
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan asal-usul adalah asal-usul t erbent uknya Desa yang bersangkut an.
Pasal 112
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memf asilit asi adalah upaya memberdayakan Daerah Ot onom
melalui pemberian pedoman, bimbingan, pelat ihan, arahan, dan supervisi.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 113
Cukup j elas
Pasal 114
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Pengaj uan keberat an kepada Mahkamah Agung sebagai upaya hukum t erakhir dilakukan
selambat -lambat nya lima belas hari set elah adanya keput usan pembat alan dari
Pemerint ah.
Pasal 115
Ayat (1)
Mekanisme pembent ukan, penghapusan, penggabungan, dan/ at au pemekaran Daerah
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
t.
u.
Daerah yang akan dibent uk, dihapus, digabung, dan/ at au dimekarkan diusulkan
oleh Kepala Daerah dengan perset uj uan DPRD kepada Pemerint ah;
Pemerint ah menugaskan Dewan Pert imbangan Ot onomi Daerah unt uk
melakukan penelit ian dengan memperhat ikan kemampuan ekonomi, pot ensi
daerah, sosial-budaya, sosial-polit ik, j umlah penduduk, luas daerah, dan
pert imbangan lain;
v.
Dewan Pert imbangan Ot onomi Daerah menyampaikan pert imbangan unt uk
penyusunan rancangan undang-undang yang mengat ur pembent ukan,
penghapusan, penggabungan, dan/ at au pemekaran Daerah Ot onom.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Asosiasi Pemerint ah Daerah adalah organisasi yang dibent uk
oleh Pemerint ah Daerah dalam rangka kerj a sama ant ar-Pemerint ah Propinsi, ant arPemerint ah Kabupat en, dan/ at au ant ar-Pemerint ah Kot a berdasarkan pedoman yang
dikeluarkan oleh Pemerint ah.
Wakil-wakil Daerah dipilih oleh DPRD dari berbagai keahlian, t erut ama di bidang
keuangan dan pemerint ahan, sert a bersikap independen sebanyak 6 orang, yang t erdiri
at as 2 orang wakil Daerah Propinsi, 2 orang wakil Daerah Kabupat en, dan 2 orang wakil
Daerah Kot a dengan masa t ugas selama dua t ahun.
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Ayat (5)
Cukup j elas
Ayat (6)
Cukup j elas
Pasal 116
Cukup j elas
Pasal 117
Cukup j elas
Pasal 118
Ayat (1)
Pemberian ot onomi khusus kepada Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur didasarkan
pada perj anj ian bilat eral ant ara Pemerint ah Indonesia dan Pemerint ah Port ugal di
bawah supervisi Perserikat an Bangsa-Bangsa.
Yang dimaksud dengan dit et apkan lain adal ah Ket et apan MPR RI yang mengat ur st at us
Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur lebih lanj ut .
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 119
Cukup j elas
Pasal 120
Cukup j elas
Pasal 121
Cukup j elas
Pasal 122
Pengakuan keist imewaan Propinsi Ist imewa Aceh didasarkan pada sej arah perj uangan
kemerdekaan nasional, sedangkan isi keist imewaannya berupa pelaksanaan kehidupan
beragama, adat , dan pendidikan sert a memperhat ikan peranan ulama dalam penet apan
kebij akan Daerah.
Pengakuan keist imewaan Propinsi Ist imewa Yogyakart a didasarkan pada asal-usul dan
peranannya dalam sej arah perj uangan nasional, sedangkan isi keist imewaannya adalah
pengangkat an Gubernur dengan mempert imbangkan calon dari ket urunan Sult an Yogyakart a
dan Wakil Gubernur dengan mempert imbangkan calon dari ket urunan Paku Alam yang
memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang ini.
Pasal 123
Cukup j elas
Pasal 124
Cukup j elas
Pasal 125
Cukup j elas
Pasal 126
Cukup j elas
Pasal 127
Cukup j elas
Pasal 128
Cukup j elas
Pasal 129
Cukup j elas
Pasal 130
Cukup j elas
Pasal 131
Cukup j elas
Pasal 132
Ayat (1)
Perat uran perundang-undangan yang t erkait dengan pelaksanaan undang-undang ini
sudah harus selesai selambat -lambat nya dalam wakt u sat u t ahun.
Ayat (2)
Pelaksanaan penat aan dimulai sej ak dit et apkannya undang-undang ini dan sudah
selesai dalam wakt u dua t ahun.
Pasal 133
Cukup j elas
Pasal 134
Cukup j elas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3839
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 1999
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
I.
UMUM
1.
Dasar Pemikiran
a.
Negara Republik Indonesia sebagai negara Kesat uan menganut asas
desent ralisasi dalam penyelenggaraan pemerint ahan, dengan memberikan
kesempat an dan keleluasaan kepada daerah unt uk menyelenggarakan Ot onomi
Daerah. Karena it u, Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, ant ara lain,
menyat akan bahwa pembagian Daerah Indonesia at as daerah besar dan kecil,
dengan bent uk dan susunan pemerint ahannya dit et apkan dengan undangundang.
Dalam penj elasan pasal t ersebut , ant ara lain, dikemukakan bahwa "oleh karena
Negara Indonesia it u suat u eenheidsst aat , maka Indonesia t idak akan
mempunyai Daerah dalam lingkungannya yang bersif at st aat j uga. Daerah
Indonesia akan dibagi dalam Daerah Propinsi dan Daerah Propinsi akan dibagi
dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersif at ot onom ( st reek
en locale recht gemeensschappen) at au bersif at adminit rasi belaka, semuanya
menurut at uran yang akan dit et apkan dengan undang-undang". Di daerahdaerah yang bersif at ot onom akan diadakan Badan Perwakilan Daerah. Oleh
karena it u, di daerah pun, pemerint ahan akan bersendi at as dasar
permusyawarat an.
b.
c.
d.
e.
Dengan demikian, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat
unt uk menyelenggarakan ot onomi dengan memberikan kewenangan yang luas,
nyat a, dan bert anggung j awab kepada daerah, sebagaimana t ert uang dalam
Ket et apan MPR-RI Nomor XV/ MPR/ 1998 t ent ang Penyelenggaraan Ot onomi
Daerah; Pengat uran, Pembagian, dan Pemanf aat an Sumber Daya Nasional yang
berkeadilan; sert a Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka
Negara Kesat uan Republik Indonesia.
Undang-undang ini disebut "Undang-undang t ent ang Pemerint ahan Daerah"
karena undang-undang ini pada prinsipnya mengat ur penyelenggaraan
Pemerint ahan Daerah yang lebih mengut amakan pelaksanaan asas
desent ralisasi.
Sesuai dengan Ket et apan MPR-RI Nomor XV/ MPR/ 1998 t ersebut di at as,
penyelenggaraan Ot onomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan
kewenangan yang luas, nyat a dan bert anggung j awab kepada Daerah secara
proporsional yang diwuj udkan dengan pengat uran, pembagian, dan
pemanf aat an sumber daya nasional yang berkeadilan, sert a perimbangan
keuangan Pusat dan Daerah. Disamping it u, penyelenggaraan Ot onomi Daerah
j uga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran sert a masyarakat ,
pemerat aan, dan keadilan, sert a memperhat ikan pot ensi dan keanekaragaman
Daerah.
Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang ini adalah mendorong unt uk
memberdayakan masyarakat , menumbuhkan prakarsa dan kreat ivit as,
meningkat kan peran sert a masyarakat , mengembangkan peran dan f ungsi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena it u, undang-undang ini
menempat kan Ot onomi Daerah secara ut uh pada Daerah Kabupat en dan Daerah
Kot a, yang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 berkedudukan sebagai
Kabupat en Daerah Tingkat II dan Kot amadya Tingkat II. Daerah Kabupat en dan
Daerah Kot a t ersebut berkedudukan sebagai Daerah Ot onom mempunyai
f.
g.
h.
kewenangan dan keleluasaan unt uk membent uk dan melaksanakan kebij akan
menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat .
Propinsi Daerah Tingkat I menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, dalam
undang-undang ini dij adikan Daaerah Propinsi dengan kedudukan sebagai
Daerah Ot onom dan sekaligus Wilayah Administ rasi, yang melaksanakan
kewenangan Pemerint ah Pusat yang di delegasikan kepada Gubernur. Daerah
Propinsi bukan merupakan Pemerint ah at asan dari Daerah Kabupat en dan
Daerah Kot a. Dengan demikian, Daerah Ot onom Propinsi dan Daerah Kabupat en
dan Daerah Kot a t idak mempunyai hubungan hierarki.
Pemberian kedudukan Propinsi sebagai Daerah Ot onom dan sekaligus sebagai
Wilayah Administ rasi dilakukan dengan pert imbangan:
1.
unt uk memelihara hubungan yang serasi ant ara Pusat dan Daerah dalam
kerangka Negara Kesat uan Republik Indonesia;
2.
unt uk menyelenggarakan Ot onomi Daerah yang bersif at lint as Daerah
Kabupat en dan Daerah Kot a sert a melaksanakan kewenangan Ot onomi
Daerah yang belum dapat dilaksanakan oleh Daerah Kabupat en dan
Daerah Kot a; dan
3.
unt uk melaksanakan t ugas-t ugas pemerint ahan t ert ent u yang
dilimpahkan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsent rasi.
Dengan memperhat ikan pengalaman penyelenggaraan Ot onomi Daerah pada
masa lampau yang menganut prinsip ot onomi yang nyat a dan bert anggung
j awab dengan penekanan pada ot onomi yang lebih merupakan kewaj iban
daripada hak, maka dalam undang-undang ini pemberian kewenangan ot onomi
kepada Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a didasarkan kepada asas
desent ralisasi saj a dalam wuj ud ot onomi yang luas, nyat a dan bert anggung
j awab. Kewenangan ot onomi luas adalah keleluasaan Daerah unt uk
menyelenggarakan pemerint ahan yang mencakup kewenangan semua bidang
pemerint ahan, kecuali kewenangan di bidang polit ik luar negeri, pert ahanan
keamanan, peradilan, monet er dan f iskal, agama, sert a kewenangan bidang
lainnya yang akan dit et apkan dengan Perat uran Pemerint ah. Disamping it u
keleluasaan ot onomi mencakup pula kewenangan yang ut uh dan bulat dalam
penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan evaluasi.
Yang dimaksud dengan ot onomi nyat a adalah keleluasaan Daerah unt uk
menyelenggarakan kewenangan pemerint ahan di bidang t ert ent u yang secara
nyat a ada dan diperlukan sert a t umbuh, hidup, dan berkembang di Daerah.
Yang dimaksud dengan ot onomi yang bert anggung j awab adalah berupa
perwuj udan pert anggungj awaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan
kewenangan kepada Daerah dalam wuj ud t ugas dan kewaj iban yang harus
dipikul oleh Daerah dalam mencapai t uj uan pemberian ot onomi, berupa
peningkat an pelayanan dan kesej aht eraan masyarakat yang semakin baik,
pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerat aan, sert a
pemeliharaan hubungan yang serasi ant ara Pusat dan Daerah sert a ant arDaerah dalam rangka menj aga keut uhan Negara Kesat uan Republik Indonesia.
Ot onomi unt uk Daerah Propinsi diberikan secara t erbat as yang meliput i
kewenangan lint as Kabupat en dan Kot a, dan kewenangan yang t idak at au
belum dilaksanakan oleh Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a, sert a
kewenangan bidang pemerint ahan t ert ent u lainnya.
i.
At as dasar pemikiran di at as, prinsip-prinsip pemberian Ot onomi Daerah yang
dij adikan pedoman dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut :
1.
2.
Penyelenggaraan Ot onomi Daerah dilaksanakan dengan memperhat ikan
aspek demokrasi, keadilan, pemerat aan, sert a pot ensi dan
keanekaragaman Daerah.
2.
Pelaksanaan Ot onomi Daerah didasarkan pada ot onomi luas, nyat a, dan
bert anggung j awab.
3.
Pelaksanaan Ot onomi Daerah yang luas dan ut uh dilet akkan pada
Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a, sedang Ot onomi Daerah Propinsi
merupakan ot onomi yang t erbat as.
4.
Pelaksanaan Ot onomi Daerah harus sesuai dengan konst it usi negara
sehingga t et ap t erj amin hubungan yang serasi ant ara Pusat dan Daerah
sert a Ant ar-Daerah.
5.
Pelaksanaan Ot onomi Daerah harus lebih meningkat kan kemandirian
Daerah Ot onom, dan kaarenanya dalam Daerah Kabupat en dan Daerah
Kot a t idak ada lagi Wilayah Administ rasi. Demikian pula di kawasankawasan khusus yang dibina oleh Pemerint ah at au pihak lain, sepert i
badan ot orit a, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan
indust ri, kawasan perkebunan, kawasan pert ambangan, kawasan
kehut anan, kawasan perkot aan baru, kawasan pariwisat a, dan
semacamnya berlaku ket ent uan perat uran Daerah Ot onom.
6.
Pelaksanaan Ot onomi Daerah harus lebih meningkat kan peranan dan
f ungsi badan legislat if Daerah, baik sebagai f ungsi legislasi, f ungsi
pengawasan maupun f ungsi anggaran at as penyelenggaraan
Pemerint ahan Daerah.
7.
Pelaksanaan asas dekonsent rasi dilet akkan pada Daerah Propinsi dalam
kedudukannya sebagai Wilayah Administ rasi unt uk melaksanakan
kewenangan pemerint ahan t ert ent u yang dilimpahkan kepada Gubernur
sebagai wakil Pemerint ah.
8.
Pelaksanaan asas t ugas pembant uan dimungkinkan, t idak hanya dari
Pemerint ah kepada Daerah, t et api j uga dari Pemerint ah dan Daerah
kepada Desa yang disert ai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana,
sert a sumber daya manusia dengan kewaj iban melaporkan pelaksanaan
dan mempert anggungj awabkan kepada yang menugaskannya.
Pembagian Daerah
Isi dan j iwa yang t erkandung dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 besert a
penj elasannya menj adi pedoman dalam penyusunan undang-undang ini dengan pokokpokok pikiran sebagai berikut :
a.
3.
Sist em ket at anegaraan Indonesia waj ib menj alankan prinsip pembagian
kewenangan berdasarkan asas dekonsent rasi dan desent ralisasi dalam kerangka
Negara Kesat uan Republik Indonesia;
b.
Daerah yang dibent uk berdasarkan asas desent ralisasi dan dekonsent rasi adalah
Daerah Propinsi, sedangkan Daerah yang dibent uk berdasarkan asas
desent ralisasi adalah Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a. Daerah yang
dibent uk dengan asas desent ralisasi berwenang unt uk menent ukan dan
melaksanakan kebij aksanaan at as prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat ;
c.
Pembagian Daerah di luar Daerah Propinsi dibagi habis ke dalam Daerah
Ot onom. Dengan demikian, Wilayah Administ rasi yang berada dalam Daerah
Kabupat en dan Daerah Kot a dapat dij adikan Daerah Ot onom at au dihapus;
d.
Kecamat an yang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 sebagai Wilayah
Administ rasi dalam rangka dekonsent rasi, menurut undang-undang ini
kedudukannya diubah menj adi perangkat Daerah Kabupat en at au Daerah Kot a.
Prinsip Penyelenggaraan Pemerint ahan Daerah
Prinsip penyelenggaraan Pemerint ahan Daerah adalah:
a.
b.
4.
digunakannya asas desent ralisasi, dekonsent rasi, dan t ugas pembant uan;
penyelenggaraan asas desent ralisasi secara ut uh dan bulat yang dilaksanakan di
Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a; dan
c.
asas t ugas pembant uan yang dapat dilaksanakan di daerah Propinsi, Daerah
Kabupat en, Daerah Kot a dan Desa.
Susunan Pemerint ahan Daerah dan Hak DPRD
Susunan Pemerint ahan Daerah Ot onom meliput i DPRD dan Pemerint ah Daerah. DPRD
dipisahkan dari Pemerint ah Daerah dengan maksud unt uk lebih memberdayakan DPRD
dan meningkat kan pert anggungj awaban Pemerint ah Daerah kepada rakyat . Oleh karena
it u hak-hak DPRD cukup luas dan diarahkan unt uk menyerap sert a menyalurkan aspirasi
masyarakat menj adi kebij akan Daerah dan melakukan f ungsi pengawasan.
5.
Kepala Daerah
Unt uk menj adi Kepala Daerah, seseorang diharuskan memenuhi persyarat an t ert ent u
yang int inya agar Kepala Daerah selalu bert akwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki et ika dan moral, berpenget ahuan, dan berkemampuan sebagai pimpinan
pemerint ahan, berwawasan kebangsaan, sert a mendapat kan kepercayaan rakyat .
Kepala Daerah disamping sebagai pimpinan pemerint ahan, sekaligus adalah Pimpinan
Daerah dan pengayom masyarakat sehingga Kepala Daerah harus mampu berpikir,
bert indak, dan bersikap dengan lebih mengut amakan kepent ingan bangsa, negara, dan
masyarakat umum daripada kepent ingan pribadi, golongan dan aliran. Oleh karena it u,
dari kelompok at au et nis, dan keyakinan mana pun Kepala Daerah harus bersikap arif ,
bij aksana, j uj ur, adil, dan net ral.
6.
Pert anggungj awaban Kepala Daerah
Dalam menj alankan t ugas dan kewaj iban Pemerint ah Daerah, Gubernur bert anggung
j awab kepada DPRD Propinsi, sedangkan dalam kedudukannya sebagai wakil
Pemerint ah, Gubernur bert anggung j awab kepada Presiden. Sement ara it u, dalam
penyelenggaraan Ot onomi Daerah di Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a, Bupat i at au
Walikot a bert anggung j awab kepada DPRD Kabupat en/ DPRD Kot a dan berkewaj iban
memberikan laporan kepada Presiden melalui Ment eri Dalam Negeri dalam rangka
pembinaan dan pengawasan.
7.
Kepegawaian
Kebij akan kepegawaian dalam undnag-undang ini dianut kebij akan yang mendorong
pengembangan Ot onomi Daerah sehingga kebij akan kepegawaian di Daerah yang
dilaksanakan oleh Daerah Ot onom sesuai dengan kebut uhannya, baik pengangkat an,
penempat an, pemindahan, dan mut asi maupun pemberhent ian sesuai dengan perat uran
perundang-undangan. Mut asi ant ar-Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a dalam Daerah
Propinsi diat ur oleh Gubernur, sedangkan mut asi ant ar-Daerah Propinsi diat ur oleh
Pemerint ah. Mut asi ant ar-Daerah Propinsi dan/ at au ant ar-Daerah Kabupat en dan
Daerah Kot a at au ant ara Daerah Propinsi dengan Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a
didasarkan pada kesepakat an Daerah Ot onom t ersebut .
8.
Keuangan Daerah
(1) Unt uk menyelenggarakan Ot onomi Daerah yang luas, nyat a, dan bert anggung j awab,
diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang
didukung oleh perimbangan keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Daerah sert a
ant ara Propinsi dan Kabupat en/ Kot a yang merupakan prasyarat dalam sist em
Pemerint ahan Daerah.
(2) Dalam rangka menyelenggarakan Ot onomi Daerah kewenangan keuangan yang
melekat pada set iap kewenangan pemerint ahan menj adi kewenangan Daerah.
9.
Pemerint ahan Desa
(1) Desa berdasarkan Undang-undang ini adalah Desa at au yang disebut dengan nama
lain sebagai suat u kesat uan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli
berdasarkan hak asal-usul yang bersif at ist imewa, sebagaimana dimaksud dalam
penj elasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Landasan pemikiran dalam
pengat uran mengenai Pemerint ahan Desa adalah keanekaragaman, part isipasi,
ot onomi asli, demokrat isasi, dan pemberdayaan masyarakat .
(2) Penyelenggaraan Pemerint ahan Desa merupakan subsist em dari sist em
penyelenggaraan pemerint ahan sehingga Desa memiliki kewenangan unt uk
mengat ur dan mengurus kepent ingan masyarakat nya. Kepala Desa bert anggung
j awab pada Badan Perwakilan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan t ugas
t ersebut kepada Bupat i.
(3) Desa dapat melakukan perbuat an hukum, baik hukum publik maupun hukum
perdat a, memiliki kekayaan, hart a benda, dan bangunan sert a dapat dit unt ut dan
menunt ut di pengadilan. Unt uk it u, Kepala Desa dengan perset uj uan Badan
Perwakilan Desa mempunyai wewenang unt uk melakukan perbuat an hukum dan
mengadakan perj anj ian yang saling mengunt ungkan.
(4) Sebagai perwuj udan demokrasi, di Desa dibent uk Badan Perwakilan Desa at au
sebut an lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa yang
bersangkut an, yang berf ungsi sebagai lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal
pelaksanaan Perat uran Desa, Anggaran Pendapat an dan Belanj a Desa, dan
Keput usan Kepala Desa.
(5) Di Desa dibent uk lembaga kemasyarakat an Desa lainnya sesuai dengan kebut uhan
Desa. Lembaga dimaksud merupakan mit ra Pemerint ah Desa dalam rangka
pemberdayaan masyarakat Desa.
(6) Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapat an Desa, bant uan Pemerint ah
dan Pemerint ah Daerah, pendapat an lain-lai n yang sah, sumbangan pihak ket iga dan
pinj aman Desa.
(7) Berdasarkan hak asal-usul Desa yang bersangkut an, Kepala Desa mempunyai
wewenang unt uk mendamaikan perkar a/ sengket a dari para warganya.
(8) Dalam upaya meningkat kan dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat yang
bercirikan perkot aan dibent uk Kelurahan sebagai unit Pemerint ah Kelurahan yang
berada di dalam Daerah Kabupat en dan/ at au Daerah kot a.
10.
Pembinaan dan Pengawasan
Yang dimaksud dengan pembinaan adalah lebih dit ekankan pada memf asilit asi dalam
upaya pemberdayaan Daerah Ot onom, sedangkan pengawasan lebih dit ekankan pada
pengawasan represif unt uk lebih memberikan kebebasan kepada Daerah Ot onom dalam
mengambil keput usan sert a memberikan peran kepada DPRD dalam mewuj udkan
f ungsinya sebagai badan pengawasan t erhadap pelaksanaan Ot onomi Daerah. Karena
it u, Perat uran Daerah yang dit et apkan Daerah Ot onom t idak memerlukan pengesahan
t erlebih dahulu oleh pej abat yang berwenang.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup j elas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Yang dimaksud Wilayah Administ rasi adalah daerah administ rasi menurut UndangUndang Dasar 1945.
Pasal 3
Cukup j elas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan t idak mempunyai hubungan hierarki sat u sama lain adalah
bahwa Daerah Propinsi t idak membawahkan Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a, t et api
dalam prakt ek penyelenggaraan pemerint ahan t erdapat hubungan koordinasi, kerj a
sama, dan/ at au kemit raan dengan Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a dalam
kedudukan masing-masing sebagai Daerah Ot onom. Sement ara it u, dalam kedudukan
sebagai Wilayah Administ rasi, Gubernur selaku wakil Pemerint ah melakukan hubungan
pembinaan dan pengawasan t erhadap Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Unt uk menent ukan bat as dimaksud, set iap undang-undang mengenai pembent ukan
daerah dilengkapi dengan pet a yang dapat menunj ukkan dengan t epat let ak geograf is
daerah yang bersangkut an, demikian pula mengenai perubahan bat as Daerah.
Ayat (3)
Yang dimaksud dit et apkan dengan Perat uran Pemerint ah didasarkan pada usul
Pemerint ah Daerah dengan perset uj uan DPRD.
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 6
Cukup j elas
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan monet er dan f iskal adalah kebij akan makro ekonomi.
Khusus di bidang keagamaan sebagian kegiat annya dapat dit ugaskan oleh Pemerint ah
kepada Daerah sebagai upaya meningkat kan keikut sert aan Daerah dalam
menumbuhkembangkan kehidupan beragama.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 8
Dalam penyelenggaraan kewenangan Pemerint ah yang diserahkan dan at au dilimpahkan kepada
Daerah/ Gubernur, Daerah/ Gubernur mempunyai kewenangan unt uk mengelolanya mulai dari
pembiayaan, perij inan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sesuai dengan st andar, norma,
dan kebij akan Pemerint ah.
Pasal 9
Ayat (1)
Kewenangan bidang pemerint ahan yang bersif at lint as Kabupat en dan Kot a sepert i
kewenangan di bidang pekerj aan umum, perhubungan, kehut anan, dan perkebunan.
Yang dimaksud dengan kewenangan bidang pemerint ahan t ert ent u lainnya adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro;
pelat ihan bidang t ert ent u, alokasi sumber daya manusia pot ensi, dan penelit ian
yang mencakup wilayah Propinsi;
pengelolaan pelabuhan regional;
Pengendalian lingkungan hidup;
promosi dagang dan budaya/ pariwisat a;
penanganan penyakit menular dan hama t anaman; dan
perencanaan t at a ruang Propinsi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kewenangan ini adalah kewenangan Daerah Kabupat en dan
Daerah Kot a yang dit angani oleh Propinsi set elah ada pernyat aan dari Daerah
Kabupat en dan Daerah Kot a.
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sumber daya nasional adalah sumber daya alam, sumber daya
buat an, dan sumber daya manusia yang t ersedia di Daerah.
Ayat (2)
Khusus unt uk penangkapan ikan secara t r adisional t idak dibat asi wilayah laut .
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 11
Ayat (1)
Dengan diberlakukannya undang-undang ini, pada dasarnya seluruh kewenangan sudah
berada pada Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a. Oleh karena it u, penyerahan
kewenangan t idak perlu dilakukan secara akt if , t et api dilakukan melalui pengakuan
oleh Pemerint ah.
Ayat (2)
Tanpa mengurangi art i dan pent ingnya prakarsa Daerah dalam penyelenggaraan
ot onominya, unt uk menghindarkan t erj adinya kekosongan penyelengaaraan pelayanan
dasar kepada masyarakat , Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a waj ib melaksanakan
kewenangan dalam bidang pemerint ahan t ert ent u menurut pasal ini, sesuai dengan
kondisi Daerah masing-masing.
Kewenangan yang waj ib dilaksanakan oleh Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a dapat
dialihkan ke Daerah Propinsi.
Khusus kewenangan Daerah Kot a disesuaikan dengan kebut uhan perkot aan, ant ara lain,
pemadam kebakaran, kebersihan, pert amanan, dan t at a kot a.
Pasal 12
Cukup j elas
Pasal 13
Cukup j elas
Pasal 14
Cukup j elas
Pasal 15
Cukup j elas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Dalam kedudukannya sebagai Badan Legislat if Daerah, DPRD bukan merupakan bagian
Pemerint ah Daerah.
Pasal 17
Cukup j elas
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Pemilihan anggot a MPR dari Ut usan Daerah hanya dilakukan oleh DPRD Propinsi.
Huruf c
Cukup j elas
Huruf d
Cukup j elas
Huruf e
Cukup j elas
Huruf f
Cukup j elas
Huruf g
Cukup j elas
Huruf h
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 19
Cukup j elas
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pej abat negara dan pej abat pemerint ah adalah pej abat di
lingkungan kerj a DPRD bersangkut an.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 21
Cukup j elas
Pasal 22
Cukup j elas
Pasal 23
Cukup j elas
Pasal 24
Cukup j elas
Pasal 25
Cukup j elas
Pasal 26
Cukup j elas
Pasal 27
Cukup j elas
Pasal 28
Cukup j elas
Pasal 29
Cukup j elas
Pasal 30
Cukup j elas
Pasal 31
Cukup j elas
Pasal 32
Cukup j elas
Pasal 33
Cukup j elas
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara
bersamaan adalah bahwa calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah dipilih
secara berpasangan. Pemilihan secara bersamaan ini dimaksudkan unt uk menj amin
kerj a sama yang harmonis ant ara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Ayat (5)
Cukup j elas
Pasal 35
Cukup j elas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan rapat paripurna adalah rapat yang khusus diadakan unt uk
pemilihan Kepala Daerah.
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 37
Cukup j elas
Pasal 38
Ayat (1)
Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur dikonsult asikan dengan Presiden, karena
kedudukannya selaku wakil Pemerint ah di Daerah.
Ayat (2)
Calon Bupat i dan calon Wakil Bupat i sert a calon Walikot a dan calon Wakil Walikot a
diberit ahukan kepada Gubernur selaku wakil Pemerint ah.
Pasal 39
Cukup j elas
Pasal 40
Cukup j elas
Pasal 41
Cukup j elas
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Pengucapan sumpah/ j anj i dan pelant ikan Kepala Daerah dapat dilakukan di Gedung
DPRD at au di gedung lain, dan t idak di laksanakan dalam rapat DPRD. Pengucapan
sumpah/ j anj i dilakukan menurut agama yang diakui Pemerint ah, yakni:
h.
i.
j.
k.
diawali dengan ucapan "Demi Allah" unt uk penganut agama Islam;
diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan menolong saya" unt uk penganut agama
Krist en Prot est an/ Kat olik;
diawali dengan ucapan "Om at ah paramawisesa" unt uk penganut agama Hindu;
dan
diawali dengan ucapan "Demi Sanghyang Adi Buddha" unt uk penganut agama
Buddha.
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 43
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Cukup j elas
Huruf c
Cukup j elas
Huruf d
Cukup j elas
Huruf e
Dalam upaya meningkat kan t araf kesej aht eraan rakyat , Kepala Daerah berkewaj iban
mewuj udkan demokrasi ekonomi dengan melaksanakan pembinaan dan pengembangan
koperasi, usaha kecil dan menengah yang mencakup permodalan, pemasaran,
pengembangan t eknologi, produksi, dan pengolahan sert a pembinaan dan
pengembangan sumber daya manusia.
Huruf f
Cukup j elas
Huruf g
Cukup j elas
Pasal 44
Cukup j elas
Pasal 45
Cukup j elas
Pasal 46
Cukup j elas
Pasal 47
Cukup j elas
Pasal 48
Huruf a dan huruf e
Larangan t ersebut dimaksudkan unt uk menghindarkan kemungkinan t erj adinya konf lik
kepent ingan bagi Kepala Daerah dalam melaksanakan t ugasnya unt uk memberikan
pelayanan pemerint ahan dengan t idak membeda-bedakan warga masyarakat .
Huruf b, huruf c, dan huruf d
Larangan t ersebut dimaksudkan unt uk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, ant ara
lain yang berwuj ud korupsi, kolusi, dan nepot isme.
Pasal 49
Cukup j elas
Pasal 50
Cukup j elas
Pasal 51
Cukup j elas
Pasal 52
Cukup j elas
Pasal 53
Ayat (1)
Pemberit ahuan secara t ert ulis t ent ang berakhirnya masa j abat an Gubernur,
t embusannya dikirimkan kepada Presiden, sedangkan berakhirnya masa j abat an
Bupat i/ Walikot a, t embusannya dikirimkan kepada Gubernur.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 54
Cukup j elas
Pasal 55
Cukup j elas
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Pengucapan sumpah/ j anj i dan pelant ikan Wakil Kepala Daerah dapat dilakukan di
Gedung DPRD at au di gedung lain, dan t idak dilaksanakan dalam rapat DPRD.
Pengucapan sumpah/ j anj i dilakukan menurut agama yang diakui Pemerint ah, yakni:
l. diawali dengan ucapan "Demi Allah" unt uk penganut agama Islam;
m. diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan menolong saya" unt uk penganut agama
Krist en Prot est an/ Kat olik;
n. diawali dengan ucapan "Om at ah paramawisesa" unt uk penganut agama Hindu;
dan
o. diawali dengan ucapan "Demi Sanghyang Adi Buddha" unt uk penganut agama
Buddha.
Ayat (4)
Cukup j elas
Ayat (5)
Cukup j elas
Ayat (6)
Cukup j elas
Pasal 57
Cukup j elas
Pasal 58
Cukup j elas
Pasal 59
Cukup j elas
Pasal 60
Cukup j elas
Pasal 61
Cukup j elas
Pasal 62
Cukup j elas
Pasal 63
Cukup j elas
Pasal 64
Cukup j elas
Pasal 65
Yang dimaksud dengan lembaga t eknis adalah Badan Penelit ian dan Pengembangan, Badan
Perencanaan, Lembaga Pengawasan, Badan Pendidikan dan Pelat ihan, dan lain-lain
Pasal 66
Cukup j elas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Sekret aris Daerah Kot a/ Kabupat en memberi pert imbangan kepada Walikot a/ Bupat i
dalam proses pengangkat an Lurah.
Ayat (4)
Camat dapat melimpahkan sebagian kewenangan kepada Lurah.
Ayat (5)
Cukup j elas
Ayat (6)
Cukup j elas
Pasal 68
Cukup j elas
Pasal 69
Perat uran Daerah hanya dit andat angani oleh Kepala Daerah dan t idak dit andat angani-sert a
Pimpinan DPRD karena DPRD bukan merupakan bagian dari Pemerint ah Daerah.
Pasal 70
Yang dimaksud dengan Perat uran Daerah lain adalah Perat uran Daerah yang sej enis dan sama
kecuali unt uk perubahan.
Pasal 71
Ayat (1)
Paksaan yang dilakukan oleh Pemerint ah Daerah unt uk menegakkan hukum dengan
Undang-undang ini disebut "paksaan penegakan hukum" at au "paksaan pemeliharaan
hukum".
Paksaan penegakan hukum it u pada umumnya berwuj ud mengambil sesuat u yang t elah
dibuat , diadakan, dij alankan, dialpakan, at au dit iadakan yang bert ent angan dengan
hukum.
Paksaan it u harus didahului oleh suat u perint ah t ert ulis oleh penguasa eksekut if kepada
pelanggar. Apabila pelanggar t idak mengindahkannya, diambil suat u t indakan paksaan.
Pej abat yang menj alankan t indakan paksaan penegakan hukum t erhadap pelanggar
harus dengan t egas diserahi t ugas t ersebut . Paksaan penegakan hukum it u hendaknya
hanya dilakukan dalam hal yang sangat perlu saj a dengan cara seimbang sesuai dengan
berat pelanggaran, karena paksaan t ersebut pada umumnya dapat menimbulkan
kerugian at au penderit aan. Jumlah denda dapat disesuaikan dengan perkembangan
t ingkat kemahalan hidup.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 72
Cukup j elas
Pasal 73
Ayat (1)
Pengundangan Perat uran Daerah dan Keput usan Kepala Daerah yang bersif at mengat ur
dilakukan menurut cara yang sah, yang merupakan keharusan agar Perat uran Daerah
dan Keput usan Kepala Daerah t ersebut mempunyai kekuat an hukum dan mengikat .
Pengundangan dimaksud kecuali unt uk memenuhi f ormalit as hukum j uga dalam rangka
ket erbukaan pemerint ahan. Cara pengundangan yang sah adalah dengan
menempat kannya dalam Lembaran Daerah oleh Sekret aris Daerah. Unt uk lebih
mengef ekt if kan pelaksanaan Perat uran Daerah dan Keput usan Kepala Daerah,
perat uran dan keput usan t ersebut perlu dimasyarakat kan.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 74
Cukup j elas
Pasal 75
Cukup j elas
Pasal 76
Pemindahan pegawai dalam daerah Kabupat en/ Kot a dilakukan oleh Bupat i/ Walikot a,
pemindahan pegawai ant ar-Daerah Kabupat en/ Kot a dan/ at au ant ara Daerah Kabupat en/ Kot a
dan Daerah Propinsi dilakukan oleh Gubernur set elah berkonsult asi dengan Bupat i/ Walikot a,
dan pemindahan pegawai ant ar-Daerah Propinsi at au ant ara Daerah Propinsi dan Pusat sert a
pemindahan pegawai Daerah ant ara Daerah Kabupat en/ Kot a dan Daerah Kabupat en/ Kot a di
Daerah Propinsi lainnya dit et apkan oleh Pemerint ah set elah berkonsult asi dengan Kepala
Daerah.
Pasal 77
Cukup j elas
Pasal 78
Cukup j elas
Pasal 79
Huruf a
Angka 1
Cukup j elas
Angka 2
Cukup j elas
Angka 3
Cukup j elas
Angka 4
Lain-lain pendapat an asli Daerah yang sah ant ara lain hasil penj ualan asset
Daerah dan j asa giro.
Huruf b
Cukup j elas
Huruf c
Cukup j elas
Huruf d
Lain-lain pendapat an Daerah yang sah adalah ant ara lain hibah at au penerimaan dari
Daerah Propinsi at au Daerah Kabupat en/ Kot a lainnya, dan penerimaan lain sesuai
dengan perat uran perundang-undangan.
Pasal 80
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan penerimaan sumber daya alam adalah penerimaan
negara yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam ant ara lain di bidang
pert ambangan umum, pert ambangan minyak dan gas bumi, kehut anan, dan
perikanan.
Huruf b
Cukup j elas
Huruf c
Cukup j elas
Ayat (2)
Tidak t ermasuk bagian Pemerint ah dari penerimaan Paj ak Bumi dan Bangunan dan Bea
Perolehan Hak At as Tanah dan Bangunan yang dikembalikan kepada Daerah.
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 81
Ayat (1)
Pinj aman dalam negeri bersumber dari Pemerint ah, lembaga komersial, dan/ at au
penerbit an obligasi Daerah dengan diberit ahukan kepada Pemerint ah sebelum
peminj aman t ersebut dilaksanakan.
Yang berwenang mengadakan dan menanggung pinj aman Daerah adalah Kepala Daerah,
yang dit et apkan dengan Keput usan Kepala Daerah at as perset uj uan DPRD.
Di dalam Keput usan Kepala Daerah harus dicant umkan j umlah pinj aman dan sumber
dana unt uk memenuhi kewaj iban pembayaran pinj aman.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Mekanisme pinj aman dari sumber luar negeri harus mendapat perset uj uan Pemerint ah
mengandung pengert ian bahwa Pemerint ah akan melakukan evaluasi dari berbagai
aspek mengenai dapat t idaknya usulan pinj aman Daerah unt uk diproses lebih lanj ut .
Dengan demikian pemrosesan lebih lanj ut usulan pinj aman Daerah secara t idak
langsung sudah mencerminkan perset uj uan Pemerint ah at as usulan t ermaksud.
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 82
Ayat (1)
Daerah dapat menet apkan paj ak dan ret ribusi dengan Perat uran Daerah sesuai dengan
ket ent uan Undang-undang.
Ayat (2)
Penent uan t at a cara pemungut an paj ak dan ret ribusi Daerah t ermasuk pengembalian
at au pembebasan paj ak dan/ at au ret ribusi Daerah yang dilakukan dengan berpedoman
pada ket ent uan yang dit et apkan dengan Perat uran Daerah.
Pasal 83
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan insent if non f iskal adalah bant uan Pemerint ah berupa
kemudahan pembangunan prasarana, penyebaran lokasi indust ri st rat egis, penyebaran
lokasi pusat -pusat perbankan nasional, dan lain-lain.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 84
Cukup j elas
Pasal 85
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Cukup j elas
Huruf c
Yang dimaksud dengan t indakan hukum lain adalah menj ual, menggadaikan,
menghibahkan, t ukar guling, dan/ at au memindaht angankan.
Pasal 86
Cukup j elas
Pasal 87
Cukup j elas
Pasal 88
Cukup j elas
Pasal 89
Cukup j elas
Pasal 90
Cukup j elas
Pasal 91
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan lembaga bersama adalah lembaga yang dibent uk secara bersama
oleh Pemerint ah Kabupat en/ Kot a yang berbat asan dalam rangka meningkat kan
pelayanan kepada masyarakat .
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 92
Ayat (1)
Pemerint ah Daerah perlu memf asilit asi pembent ukan f orum perkot aan unt uk
mencipt akan sinergi Pemerint ah Daerah, masyarakat , dan pihak swast a.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pemberdayaan masyarakat adalah pengikut sert aan dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pemilikan.
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 93
Ayat (1)
Ist ilah Desa disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat set empat sepert i
nagari, kampung, hut a, bori, dan marga.
Yang dimaksud dengan asal-usul adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 UndangUndang Dasar 1945 dan penj elasannya.
Ayat (2)
Dalam pembent ukan, penghapusan, dan/ at au penggabungan Desa perlu
dipert imbangkan luas wilayah, j umlah penduduk, sosial budaya, pot ensi Desa, dan lainlain.
Pasal 94
Ist ilah Badan Perwakilan Desa dapat disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa
set empat . Pembent ukan Pemerint ah Desa dan Badan Perwakilan Desa dilakukan oleh
Masyarakat Desa.
Pasal 95
Ayat (1)
Ist ilah Kepala Desa dapat disesuaikan dengan kondisi sosial budaya Desa set empat .
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 96
Daerah Kabupat en dapat menet apkan masa j abat an Kepala Desa sesuai dengan sosial budaya
set empat .
Pasal 97
Cukup j elas
Pasal 98
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Pengucapan sumpah/ j anj i Kepala Desa dilakukan menurut agama yang diakui
Pemerint ah, yakni:
p.
q.
r.
s.
diawali dengan ucapan "Demi Allah" unt uk penganut agama Islam;
diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan menolong saya" unt uk penganut agama
Krist en Prot est an/ Kat olik;
diawali dengan ucapan "Om at ah paramawisesa" unt uk penganut agama Hindu;
dan
diawali dengan ucapan "Demi Sanghyang Adi Buddha" unt uk penganut agama
Buddha.
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 99
Cukup j elas
Pasal 100
Pemerint ah Desa berhak menolak pelaksanaan Tugas Pembant uan yang t idak disert ai dengan
pembiayaan, sarana dan prasarana, sert a sumber daya manusia.
Pasal 101
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Cukup j elas
Huruf c
Cukup j elas
Huruf d
Cukup j elas
Huruf e
Unt uk mendamaikan perselisihan masyarakat di Desa, Kepala Desa dapat dibant u oleh
lembaga adat Desa. Segala perselisihan yang t elah didamaikan oleh Kepala Desa
bersif at mengikat pihak-pihak yang berselisih.
Huruf f
Cukup j elas
Pasal 102
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Laporan Kepala Desa disampaikan kepada Bupat i dengan t embusan kepada Camat .
Pasal 103
Ayat (1)
Huruf a
Cukup j elas
Huruf b
Cukup j elas
Huruf c
Cukup j elas
Huruf d
Unt uk menghindari kekosongan dalam penyelenggaraan Pemerint ahan Desa,
Kepala Desa yang t elah berakhir masa j abat annya t et ap melaksanakan t ugasnya
sebagai Kepala Desa sampai dengan dilant iknya Kepala Desa yang baru.
Huruf e
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 104
Fungsi pengawasan Badan Perwakilan Desa meliput i pengawasan t erhadap pelaksanaan
Perat uran Desa, Anggaran Pendapat an dan Belanj a Desa, dan Keput usan Kepala Desa.
Pasal 105
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Perat uran Desa t idak memerlukan pengesahan Bupat i, t et api waj ib disampaikan
kepadanya selambat -lambat nya dua minggu set elah dit et apkan dengan t embusan
kepada Camat .
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 106
Cukup j elas
Pasal 107
Ayat (1)
Sumber pendapat an yang t elah dimiliki dan di kelola oleh Desa t idak dibenarkan diambil
alih oleh Pemerint ah at au Pemerint ah Daerah.
Pemberdayaan pot ensi Desa dalam meningkat kan pendapat an Desa dilakukan, ant ara
lain, dengan pendirian Badan Usaha Milik Desa, kerj a sama dengan pihak ket iga, dan
kewenangan melakukan pinj aman.
Sumber Pendapat an Daerah yang berada di Desa, baik paj ak maupun ret ribusi yang
sudah dipungut oleh Daerah Kabupat en, t i dak dibenarkan adanya pungut an t ambahan
oleh Pemerint ah Desa.
Pendapat an Daerah dari sumber t ersebut harus diberikan kepada Desa yang
bersangkut an dengan pembagian secara proporsional dan adil. Ket ent uan ini
dimaksudkan unt uk menghilangkan beban biaya ekonomi t inggi dan dampak lainnya.
Ayat (2)
Kegiat an pengelolaan Anggaran Pendapat an dan Belanj a Desa yang dit et apkan set iap
t ahun meliput i penyusunan anggaran, pelaksanaan t at a usaha keuangan, dan perubahan
sert a perhit ungan anggaran.
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Ayat (5)
Cukup j elas
Pasal 108
Cukup j elas
Pasal 109
Ayat (1)
Kerj a sama ant ar-Desa yang memberi beban kepada masyarakat harus mendapat
perset uj uan Badan Perwakilan Desa.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 110
Pemerint ah Desa yang t idak diikut sert akan dalam kegiat an dimaksud berhak menolak
pembangunan t ersebut .
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan asal-usul adalah asal-usul t erbent uknya Desa yang bersangkut an.
Pasal 112
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memf asilit asi adalah upaya memberdayakan Daerah Ot onom
melalui pemberian pedoman, bimbingan, pelat ihan, arahan, dan supervisi.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 113
Cukup j elas
Pasal 114
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Pengaj uan keberat an kepada Mahkamah Agung sebagai upaya hukum t erakhir dilakukan
selambat -lambat nya lima belas hari set elah adanya keput usan pembat alan dari
Pemerint ah.
Pasal 115
Ayat (1)
Mekanisme pembent ukan, penghapusan, penggabungan, dan/ at au pemekaran Daerah
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
t.
u.
Daerah yang akan dibent uk, dihapus, digabung, dan/ at au dimekarkan diusulkan
oleh Kepala Daerah dengan perset uj uan DPRD kepada Pemerint ah;
Pemerint ah menugaskan Dewan Pert imbangan Ot onomi Daerah unt uk
melakukan penelit ian dengan memperhat ikan kemampuan ekonomi, pot ensi
daerah, sosial-budaya, sosial-polit ik, j umlah penduduk, luas daerah, dan
pert imbangan lain;
v.
Dewan Pert imbangan Ot onomi Daerah menyampaikan pert imbangan unt uk
penyusunan rancangan undang-undang yang mengat ur pembent ukan,
penghapusan, penggabungan, dan/ at au pemekaran Daerah Ot onom.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Asosiasi Pemerint ah Daerah adalah organisasi yang dibent uk
oleh Pemerint ah Daerah dalam rangka kerj a sama ant ar-Pemerint ah Propinsi, ant arPemerint ah Kabupat en, dan/ at au ant ar-Pemerint ah Kot a berdasarkan pedoman yang
dikeluarkan oleh Pemerint ah.
Wakil-wakil Daerah dipilih oleh DPRD dari berbagai keahlian, t erut ama di bidang
keuangan dan pemerint ahan, sert a bersikap independen sebanyak 6 orang, yang t erdiri
at as 2 orang wakil Daerah Propinsi, 2 orang wakil Daerah Kabupat en, dan 2 orang wakil
Daerah Kot a dengan masa t ugas selama dua t ahun.
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Ayat (5)
Cukup j elas
Ayat (6)
Cukup j elas
Pasal 116
Cukup j elas
Pasal 117
Cukup j elas
Pasal 118
Ayat (1)
Pemberian ot onomi khusus kepada Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur didasarkan
pada perj anj ian bilat eral ant ara Pemerint ah Indonesia dan Pemerint ah Port ugal di
bawah supervisi Perserikat an Bangsa-Bangsa.
Yang dimaksud dengan dit et apkan lain adal ah Ket et apan MPR RI yang mengat ur st at us
Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur lebih lanj ut .
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 119
Cukup j elas
Pasal 120
Cukup j elas
Pasal 121
Cukup j elas
Pasal 122
Pengakuan keist imewaan Propinsi Ist imewa Aceh didasarkan pada sej arah perj uangan
kemerdekaan nasional, sedangkan isi keist imewaannya berupa pelaksanaan kehidupan
beragama, adat , dan pendidikan sert a memperhat ikan peranan ulama dalam penet apan
kebij akan Daerah.
Pengakuan keist imewaan Propinsi Ist imewa Yogyakart a didasarkan pada asal-usul dan
peranannya dalam sej arah perj uangan nasional, sedangkan isi keist imewaannya adalah
pengangkat an Gubernur dengan mempert imbangkan calon dari ket urunan Sult an Yogyakart a
dan Wakil Gubernur dengan mempert imbangkan calon dari ket urunan Paku Alam yang
memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang ini.
Pasal 123
Cukup j elas
Pasal 124
Cukup j elas
Pasal 125
Cukup j elas
Pasal 126
Cukup j elas
Pasal 127
Cukup j elas
Pasal 128
Cukup j elas
Pasal 129
Cukup j elas
Pasal 130
Cukup j elas
Pasal 131
Cukup j elas
Pasal 132
Ayat (1)
Perat uran perundang-undangan yang t erkait dengan pelaksanaan undang-undang ini
sudah harus selesai selambat -lambat nya dalam wakt u sat u t ahun.
Ayat (2)
Pelaksanaan penat aan dimulai sej ak dit et apkannya undang-undang ini dan sudah
selesai dalam wakt u dua t ahun.
Pasal 133
Cukup j elas
Pasal 134
Cukup j elas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3839