PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990

PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1990
TENTANG
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
UMUM
Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa sumber daya alam yang
berlimpah, baik di darat , di perairan maupun di udara yang merupakan modal dasar pembangunan
nasional di segala bidang. Modal dasar sumber daya alam t ersebut harus dilindungi, dipelihara,
dilest arikan, dan dimanf aat kan secara opt imal bagi kesej aht eraan masyarakat Indonesia pada
khususnya dan mut u kehidupan manusia pada umumnya menurut cara yang menj amin keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan, baik ant ara manusia dengan Tuhan pencipt anya, ant ara manusia
dengan masyarakat maupun ant ara manusia dengan ekosist emnya. Oleh karena it u, pengelolaan sumber
daya alam hayat i dan ekosist emnya sebagai bagian dari modal dasar t ersebut pada hakikat nya
merupakan bagian int egral dari pembangunan nasional yang berkelanj ut an sebagai pengamalan
Pancasila.
Sumber daya alam hayat i dan ekosist emnya merupakan bagian t erpent ing dari sumber daya alam yang
t erdiri dari alam hewani, alam nabat i at aupun berupa f enomena alam, baik secara masing- masing
maupun bersama-sama mempunyai f ungsi dan manf aat sebagai unsur pembent uk lingkungan hidup,
yang kehadirannya t idak dapat digant i. Mengingat sif at nya yang t idak dapat digant i dan mempunyai
kedudukan sert a peranan pent ing bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumber daya alam

hayat i dan ekosist emnya adalah menj adi kewaj iban mut lak dari t iap generasi. Tindakan yang t idak
bert anggung j awab yang dapat menimbulkan kerusakan pada kawasan suaka alam dan kawasan
pelest arian alam at aupun t indakan yang melanggar ket ent uan t ent ang perlindungan t umbuhan dan dan
sat wa yang dilindungi, diancam dengan pidana yang berat berupa pidana badan dan denda. Pidana yang
berat t ersebut dipandang perlu karena kerusakan at au kepunahan salah sat u unsur sumber daya alam
hayat i dan ekosist emnya akan mengakibat kan kerugian besar bagi masyarakat yang t idak dapat dinilai
dengan mat eri, sedangkan pemulihannya kepada keadaan semula t idak mungkin lagi.
Oleh karena sif at nya yang luas dan menyangkut kepent ingan masyarakat secara keseluruhan, maka
upaya konservasi sumber daya alam hayat i dan ekosist emnya merupakan t anggung j awab dan
kewaj iban Pemerint ah sert a masyarakat . Peran sert a rakyat akan diarahkan dan digerakkan oleh
Pemerint ah melalui kegiat an yang berdaya guna dan berhasil guna. Unt uk it u, Pemerint ah
berkewaj iban meningkat kan pendidikan dan penyuluhan bagi masyarakat dalam rangka sadar
konservasi.
Berhasilnya konservasi sumber daya alam hayat i dan ekosist emnya berkait an erat dengan t ercapainya
t iga sasaran konservasi, yait u:
1. menj amin t erpeliharanya proses ekologis yang menunj ang sist em penyangga kehidupan bagi
kelangsungan pembangunan dan kesej aht eraan manusia (perlindungan sist em penyangga
kehidupan);
2. menj amin t erpeliharanya keanekaragaman sumber genet ik dan t ipe-t ipe ekosist emnya sehingga
mampu menunj ang pembangunan, ilmu penget ahuan, dan t eknologi yang memungkinkan pemenuhan

kebut uhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayat i bagi kesej aht eraan (pengawet an
sumber plasma nut f ah);
3. mengendalikan cara-cara pemanf aat an sumber daya alam hayat i sehingga t erj amin kelest ariannya.
Akibat sampingan penerapan ilmu penget ahuan dan t eknologi yang kurang bij aksana, belum
harmonisnya penggunaan dan perunt ukan t anah sert a belum berhasilnya sasaran konservasi secara

opt imal, baik di darat maupun di perairan dapat mengakibat kan t imbulnya gej ala erosi genet ik,
polusi, dan penurunan pot ensi sumber daya al am hayat i (pemanf aat an secara lest ari).
Mengingat negara Indonesia adalah negara berdasar at as hukum, maka pengelolaan konservasi sumber
daya alam hayat i besert a ekosist emnya perlu diberi dasar hukum yang j elas, t egas, dan menyeluruh
guna menj amin kepast ian hukum bagi usaha pengelolaan t ersebut .
Dewasa ini kenyat aan menunj ukkan bahwa perat uran perundang-undangan yang mengat ur konservasi
sumber daya alam hayat i dan ekosist emnya yang bersif at nasional belum ada.
Perat uran perundang-undangan warisan pemerint ah kolonial yang beranekaragam coraknya, sudah
t idak sesuai lagi dengan t ingkat perkembangan hukum dan kebut uhan bangsa Indonesia.
Perubahan-perubahan yang menyangkut aspek-aspek pemerint ahan, perkembangan kependudukan,
ilmu penget ahuan, dan t unt ut an keberhasilan pembangunan pada saat ini menghendaki perat uran
perundang-undangan di bidang konservasi sumber daya alam hayat i dan ekosist emnya yang bersif at
nasional sesuai dengan aspirasi bangsa Indonesia.
Upaya pemanf aat an secara lest ari sebagai salah sat u aspek konservasi sumber daya alam hayat i dan

ekosist emnya, belum sepenuhnya dikembangkan sesuai dengan kebut uhan; demikian pula pengelolaan
kawasan pelest arian alam dalam bent uk t aman nasional, t aman hut an raya, dan t aman wisat a alam,
yang menyat ukan f ungsi perlindungan sist em penyangga kehidupan, pengawet an keanekaragaman j enis
t umbuhan dan sat wa besert a ekosist emnya, dan pemanf aat an secara lest ari.
Perat uran perundang-undangan yang bersif at nasional yang ada kait annya dengan konservasi sumber
daya alam hayat i dan ekosist emnya sepert i Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 t ent ang Ket ent uanket ent uan Pokok Kehut anan, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 t ent ang Ket ent uan-ket ent uan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 t ent ang Ket ent uan-ket ent uan
Pokok Pert ahanan Keamanan Negara Republik Indonesia sebagaimana t elah diubah dengan Undangundang Nomor 1 Tahun 1988, dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 t ent ang Perikanan belum
mengat ur secara lengkap dan belum sepenuhnya dapat dipakai sebagai dasar hukum unt uk pengat uran
lebih lanj ut .
Undang-undang konservasi sumber daya alam hayat i dan ekosist emnya yang bersif at nasional dan
menyeluruh sangat diperlukan sebagai dasar hukum unt uk mengat ur perlindungan sist em penyangga
kehidupan, pengawet an keanekaragaman j enis t umbuhan dan sat wa besert a ekosist emnya, dan
pemanf aat an secara lest ari sumber daya alam hayat i dan ekosist emnya agar dapat menj amin
pemanf aat annya bagi kesej aht eraan masyarakat dan peningkat an mut u kehidupan manusia.
Undang-undang ini memuat ket ent uan-ket ent uan yang bersif at pokok dan mencakup semua segi di
bidang konservasi sumber daya alam hayat i dan ekosist emnya, sedangkan pelaksanaannya diat ur
dengan Perat uran Pemerint ah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1

Angka 1
Cukup j elas
Angka 2
Cukup j elas
Angka 3
Cukup j elas

Angka 4
Cukup j elas
Angka 5
Cukup j elas
Angka 6
Cukup j elas
Angka 7
Ikan dan t ernak t idak t ermasuk di dalam pengert ian sat wa liar, t et api t ermasuk di dalam
pengert ian sat wa.
Angka 8
Cukup j elas
Angka 9
Cukup j elas

Angka 10
Cukup j elas
Angka 11
Cukup j elas
Angka 12
Cukup j elas
Angka 13
Cukup j elas
Angka 14
Cukup j elas
Angka 15
Cukup j elas
Angka 16
Cukup j elas
Pasal 2
Pada dasarnya semua sumber daya alam t ermasuk sumber daya alam hayat i harus dimanf aat kan
unt uk kesej aht eraan masyarakat dan umat manusia sesuai dengan kemampuan dan f ungsinya.
Namun, pemanf aat annya harus sedemikian rupa sesuai dengan Undang-undang ini sehingga dapat
berlangsung secara lest ari unt uk masa kini dan masa depan.
Pemanf aat an dan pelest arian sepert i t ersebut di at as harus dilaksanakan secara serasi dan seimbang

sebagai perwuj udan dari asas konservasi sumber daya alam hayat i dan ekosist emnya.
Pasal 3
Sumber daya alam hayat i merupakan unsur ekosist em yang dapat dimanf aat kan unt uk meningkat kan
kesej aht eraan masyarakat dan mut u kehidupan manusia. Namun, keseimbangan ekosist em harus
t et ap t erj amin.
Pasal 4
Mengingat pent ingnya konservasi sumber daya al am hayat i dan ekosist emnya bagi peningkat an
kesej aht eraan masyarakat dan mut u kehidupan manusia, maka masyarakat j uga mempunyai
kewaj iban dan t anggung j awab dalam kegiat an konservasi.

Pasal 5
Konservasi sumber daya alam hayat i dan ekosist emnya dilakukan melalui t iga kegiat an:
a.

Perlindungan Sist em Penyangga Kehidupan
Kehidupan adalah merupakan suat u sist em yang t erdiri dari proses yang berkait sat u dengan
lainnya dan saling mempengaruhi, yang apabila t erput us akan mempengaruhi kehidupan. Agar
manusia t idak dihadapkan pada perubahan yang t idak diduga yang akan mempengaruhi
kemampuan pemanf aat an sumber daya alam hayat i, maka proses ekologis yang mengandung
kehidupan it u perlu dij aga dan dilindungi.

Perlindungan sist em penyangga kehidupan ini meliput i usaha-usaha dan t indakan-t indakan yang
berkait an dengan perlindungan mat a air, t ebing, t epian sungai, danau, dan j urang,
pemeliharaan f ungsi hidrologi hut an, perlindungan pant ai, pengelolaan daerah aliran sungai,
perlindungan t erhadap gej ala keunikan dan keindahan alam, dan lain-lain.

b.

Pengawet an Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Sat wa besert a Ekosist emnya.

Sumber daya alam hayat i dan ekosist emnya t erdiri dari unsur-unsur hayat i dan non hayat i (baik f isik
maupun non f isik).
Semua unsur ini sangat berkait dan pengaruh mempengaruhi. Punahnya salah sat u unsur t idak dapat
digant i dengan unsur yang lain. Usaha dan t indakan konservasi unt uk menj amin keanekaragaman j enis
meliput i penj agaan agar unsur-unsur t ersebut t idak punah dengan t uj uan agar masing-masing unsur
dapat berf ungsi dalam alam dan agar senant iasa siap unt uk sewakt u-wakt u dimanf aat kan bagi
kesej aht eraan manusia.
Pengawet an j enis t umbuhan dan sat wa dapat di laksanakan di dalam kawasan (konservasi in-sit u)
at aupun di luar kawasan (konservasi ex-sit u).
c.


Pemanf aat an Secara Lest ari Sumber Daya Alam Hayat i dan Ekosist emnya.

Usaha pemanf aat an secara lest ari sumber daya al am hayat i dan ekosist emnya pada hakikat nya
merupakan usaha pengendalian/ pembat asan dalam pemanf aat an sumber daya alam hayat i dan
ekosist emnya sehingga pemanf aat an t ersebut dapat dilakukan secara t erus menerus pada masa
mendat ang.
Pasal 6
Unsur hayat i adalah makhluk hidup yang t erdiri dari manusia, t umbuhan, sat wa, dan j asad renik.
Unsur non hayat i t erdiri dari sinar mat ahari, air, udara, dan t anah.
Hubungan ant ara unsur hayat i dan non hayat i harus berlangsung dalam keadaan seimbang sebagai
suat u sist em penyangga kehidupan dan karena it u perlu dilindungi.
Pasal 7
Cukup j elas
Pasal 8
Ayat (1)
Perlindungan sist em penyangga kehidupan dilaksanakan dengan cara menet apkan suat u wilayah
t ert ent u sebagai wilayah perlindungan. Guna pengat urannya Pemerint ah menet apkan pola dasar

pembinaan pemanf aat an wilayah t ersebut sehingga f ungsi perlindungan dan pelest ariannya t et ap
t erj amin.

Wilayah perlindungan sist em penyangga kehidupan ini meliput i ant ara lain hut an lindung, daerah
aliran sungai, areal t epi sungai, daerah pant ai, bagian t ert ent u dari zona ekomoni eksklusif
Indonesia, daerah pasang surut , j urang, dan areal berpolusi berat .
Pemanf aat an areal at au wilayah t ersebut t et ap pada subyek yang diberi hak, t et api pemanf aat an
it u harus memat uhi ket ent uan yang dit et apkan Pemerint ah.
Dalam menet apkan wilayah t ert ent u sebagai wilayah sist em penyangga kehidupan, perlu
diadakan penelit ian dan invent arisasi, baik t erhadap wilayah yang sudah dit et apkan maupun yang
akan dit et apkan.
Ayat (2)
Dalam Perat uran Pemerint ah ini perlu diperhat ikan kepent ingan yang serasi ant ara kepent ingan
pemegang hak dengan kepent ingan perl indungan sist em penyangga kehidupan.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan hak pengusahaan di perairan adalah hak yang diberikan oleh Pemerint ah
unt uk memanf aat kan sumber daya alam yang ada di perairan, baik yang bersif at ekst rat if
maupun non ekst rat if , bukan hak penguasaan at as wilayah perairan t ersebut .
Yang dimaksud dengan perairan adalah perairan Indonesia yang meliput i perairan pedalaman
(sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya), laut wilayah Indonesia, dan zona
ekonomi eksklusif Indonesia.
Ayat (2)

Cukup j elas
Ayat (3)
Termasuk dalam pengert ian penert iban t erhadap penggunaan dan pengelolaan t anah dan hak
pengusahaan di perairan meliput i pencabut an hak at as t anah dan hak pengusahaan di perairan
yang pelaksanaannya sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal penert iban t ersebut berupa pencabut an hak at as t anah, maka kepada pemegang hak
diberikan gant i rugi sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 10
Wilayah sist em penyangga kehidupan yang mengalami kerusakan karena bencana alam sepert i
longsor, erosi, kebakaran dan gempa bumi, at au karena pemanf aat annya yang t idak t epat sert a oleh
sebab-sebab lainnya perlu segera direhabilit asi agar dapat berf ungsi sebagaimana mest inya.
Rehabilit asi ini perlu mengikut sert akan masyarakat , khususnya mereka yang berhak di at as wilayah
t ersebut .
Pasal 11
Yang dimaksud dengan pengawet an di sini adalah usaha unt uk menj aga agar keanekaragaman j enis
t umbuhan dan sat wa besert a ekosist emnya t idak punah. Pengawet an di luar kawasan meliput i
pengat uran mengenai pembat asan t indakan-t indakan yang dapat dilakukan t erhadap t umbuhan dan
sat wa sebagaimana diat ur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 25 Undang-undang ini.

Pengat uran di luar kawasan berupa pengawet an j enis (species) t umbuhan dan sat wa.

Pengawet an di dalam kawasan dilakukan dalam bent uk kawasan suaka alam dan zona int i t aman
nasional.
Pasal 12
Upaya pengawet an keanekaragaman t umbuhan dan sat wa berupa kawasan suaka alam yang karena
f ungsi pokoknya adalah pengawet an keanekaragaman t umbuhan dan sat wa besert a ekosist emnya,
maka keut uhan dan keaslian dari kawasan suaka al am t ersebut perlu dij aga dari gangguan agar
prosesnya berj alan secara alami.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 14
Cukup j elas
Pasal 15
Cukup j elas
Pasal 16
Ayat (1)
Pengelolaan kawasan suaka alam merupakan kewaj iban Pemerint ah sebagai konsekuensi
penguasaan oleh negara at as sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 UndangUndang Dasar 1945.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan daerah penyangga adalah wilayah yang berada di luar kawasan suaka
alam, baik sebagai kawasan hut an lain, t anah negara bebas maupun t anah yang dibebani hak
yang diperlukan dan mampu menj aga keut uhan kawasan suaka alam.
Pengelolaan at as daerah penyangga t et ap berada di t angan yang berhak, sedangkan cara-cara
pengelolaan harus mengikut i ket ent uan-ket ent uan yang dit et apkan dalam Perat uran Pemerint ah.
Pasal 17
Ayat (1)
Fungsi penunj ang budidaya dapat dilaksanakan dalam bent uk penggunaan plasma nut f ah yang
t erdapat dalam cagar alam yang bersangkut an unt uk keperluan pemuliaan j enis dan
penangkaran. Plasma nut f ah adalah unsur-unsur gen yang menent ukan sif at kebakaan suat u j enis.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan wisat a t erbat as adalah suat u kegiat an unt uk mengunj ungi, melihat dan
menikmat i keindahan alam di suaka margasat wa dengan persyarat an t ert ent u.
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 18
Ayat (1)
Adanya cagar biosf er dimaksudkan sebagai t empat penelit ian, ilmu penget ahuan, dan pendidikan,
sert a mengamat i dan mengevaluasi perubahan-perubahan yang t erj adi pada kawasan yang
bersangkut an.
Dengan dit ent ukannya suat u kawasan suaka alam dan kawasan t ert ent u lainnya sebagai cagar
biosf er, maka kawasan yang bersangkut an menj adi bagian daripada j aringan konservasi
int ernasional.

Namun, kewenangan penent uan kegiat an peneli t ian, ilmu penget ahuan dan pendidikan, sert a
mengamat i dan mengevaluasi perubahan-perubahan di dalam cagar biosf er sepenuhnya berada di
t angan Pemerint ah.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan perubahan t erhadap keut uhan suaka alam adalah melakukan perusakan
t erhadap keut uhan kawasan dan ekosist emnya, perburuan sat wa yang berada dalam kawasan,
dan memasukkan j enis-j enis bukan asli.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pembinaan habit at sat wa adalah kegiat an yang dilakukan di dalam
kawasan dengan t uj uan agar sat wa dapat hidup dan berkembang secara alami. Cont oh kegiat an
t ersebut ant ara lain pembuat an padang rumput unt uk makanan sat wa, pembuat an f asilit as air
minum dan sebagainya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan j enis t umbuhan dan sat wa yang t idak asli adalah j enis t umbuhan dan j enis
sat wa yang t idak pernah t erdapat di dalam kawasan.
Pasal 20
Ayat (1)
Dalam rangka mengawet kan j enis, maka dit et apkan j enis-j enis t umbuhan dan sat wa yang
dilindungi.
Jenis t umbuhan dan sat wa yang dilindungi dimaksudkan unt uk melindungi species t umbuhan dan
sat wa agar j enis t umbuhan dan sat wa t ersebut t idak mengalami kepunahan.
Penet apan ini dapat diubah sewakt u-wakt u t ergant ung dari t ingkat keperluannya yang dit ent ukan
oleh t ingkat bahaya kepunahan yang mengancam j enis bersangkut an.
Ayat (2)
Jenis t umbuhan dan sat wa dalam bahaya kepunahan meliput i j enis t umbuhan dan sat wa yang
dalam keadaan bahaya nyaris punah dan menuj u kepunahan. Tumbuhan dan sat wa yang endemik
adalah t umbuhan dan sat wa yang t erbat as penyebarannya, sedangkan j enis yang t erancam punah
adalah karena populasinya sudah sangat kecil sert a mempunyai t ingkat perkembangbiakan yang
sangat lambat , baik karena pengaruh habit at maupun ekosist emnya.
Jenis t umbuhan dan sat wa yang populasinya j arang dalam art i populasinya kecil at au j arang
sehingga pembiakannya sangat sulit .
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penyelamat an j enis t umbuhan dan sat wa adalah suat u upaya
penyelamat an yang harus dilakukan apabila dalam keadaan t ert ent u t umbuhan dan sat wa

t erancam hidupnya bila t et ap berada di habit at nya dalam bent uk pengembangbiakan dan
pengobat an, baik di dalam maupun di luar negeri.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pemberian at au penukaran j enis t umbuhan dan sat wa kepada pihak lain di
luar negeri adalah unt uk keperluan t ukar menukar ant ar lembaga-lembaga yang bergerak di
bidang konservasi t umbuhan dan sat wa dan hadiah Pemerint ah.
Ayat (3)
Membahayakan di sini berart i t idak hanya mengancam j iwa manusia melainkan j uga menimbulkan
gangguan at au keresahan t erhadap ket ent raman hidup manusia, at au kerugian mat eri sepert i
rusaknya lahan at au t anaman at au hasil pert anian.
Ayat (4)
Dalam Perat uran Pemerint ah t ersebut ant ara lain diat ur cara-cara mengat asi bahaya, cara
melakukan penangkapan hidup-hidup, penggiringan dan pemindahan sat wa yang bersangkut an,
sedangkan pemusnahan hanya dilaksanakan kalau cara lain t ernyat a t idak memberi hasil ef ekt if .
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan apabil a diperl ukan adalah unt uk koleksi t umbuhan dan sat wa unt uk kebun
binat ang, t aman saf ari dan unt uk pemuliaan j enis t umbuhan dan sat wa.
Pemasukan j enis t umbuhan dan sat wa liar ke dalam wilayah Republik Indonesia perlu diat ur
unt uk mencegah t erj adinya polusi genet ik dan menj aga kemant apan ekosist em yang ada, guna
pemanf aat an opt imal bagi bangsa Indonesia.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 24
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dirampas unt uk negara adalah bahwa di samping dirampas sesuai dengan
ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 t ent ang Hukum
Acara Pidana, j uga memberikan kewenangan kepada pej abat yang dit et apkan oleh Pemerint ah
unt uk menguasai dan menyelamat kan t umbuhan dan sat wa sebelum proses pengadilan
dilaksanakan.
Ayat (2)
Tumbuhan dan sat wa yang dilindungi harus dipert ahankan agar t et ap berada di habit at nya. Oleh
karena it u, t umbuhan dan sat wa yang dirampas harus dikembalikan ke habit at nya. Kalau t idak
mungkin dikembalikan ke habit at nya karena dinilai t idak dapat beradapt asi dengan habit at nya
dan at au unt uk dij adikan barang bukt i di pengadilan, maka t umbuhan dan sat wa t ersebut
diserahkan at au dit it ipkan kepada lembaga yang bergerak di bidang konservasi t umbuhan dan
sat wa.
Apabila keadaan sudah t idak memungkinkan karena rusak, cacat dan t idak memungkinkan hidup,
lebih baik dimusnahkan.
Lembaga yang dimaksud dalam ayat ini dapat berupa lembaga pemerint ah dan lembaga non
pemerint ah, misalnya kebun binat ang, kebun bot ani, museum biologi, herbarium, t aman saf ari
dan sebagainya yang dit unj uk dan dit et apkan oleh Pemerint ah.

Pasal 25
Ayat (1)
Lihat penj elasan Pasal 24 ayat (2)
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 26
Yang dimaksud dengan kondisi lingkungan adalah pot ensi kawasan berupa ekosist em, keadaan iklim,
f enomena alam, kekhasan j enis t umbuhan dan sat wa, dan peninggalan budaya yang berada dalam
kawasan t ersebut .
Pasal 27
Cukup j elas
Pasal 28
Cukup j elas
Pasal 29
Ayat (1)
Wilayah t aman nasional, t aman hut an raya, dan t aman wisat a alam meliput i areal darat an dan
perairan.
Ayat (2)
Lihat penj elasan Pasal 16 ayat (2)
Pasal 30
Cukup j elas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 32
Yang dimaksud dengan zona int i adalah bagian kawasan t aman nasional yang mut lak dilindungi dan
t idak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh akt ivit as manusia.
Yang dimaksud dengan zona pemanf aat an adalah bagian dari kawasan t aman nasional yang dij adikan
pusat rekreasi dan kunj ungan wisat a.
Yang dimaksud dengan zona lain adalah zona di luar kedua zona t ersebut karena f ungsi dan
kondisinya dit et apkan sebagai zona t ert ent u sepert i zona rimba, zona pemanf aat an t radisional, zona
rehabilit asi dan sebagainya.
Pasal 33
Ayat (1)
Lihat penj elasan Pasal 9 ayat (1)
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 34
Ayat (1)
Pada dasarnya pengelolaan kawasan pelest arian alam merupakan kewaj iban dari Pemerint ah
sebagai konsekuensi penguasaan oleh negara at as sumber daya alam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam pelaksanaan kegiat an pengelolaan at as zona pemanf aat an t aman nasional, t aman hut an
raya, dan t aman wisat a alam, Pemerint ah dapat memberikan hak pengusahaan kepada koperasi,
Badan Usaha Milik Negara, perusahaan swast a, dan perorangan.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Pengert ian mengikut sert akan rakyat di sini adal ah memberi kesempat an kepada rakyat sekit arnya
unt uk ikut berperan dalam usaha di kawasan t ersebut .
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 35
Yang dimaksud dengan dalam keadaan t ert ent u dan sangat diperl ukan adalah keadaan dan sit uasi
yang t erj adi di kawasan pelest arian alam karena bencana alam (gunung melet us, keluar gas
beracun, bahaya kebakaran), dan kerusakan akibat pemanf aat an t erus menerus yang dapat
membahayakan pengunj ung at au kehidupan t umbuhan dan sat wa.
Pasal 36
Ayat (1)
Dalam pemanf aat an j enis t umbuhan dan sat wa liar harus dilakukan dengan t et ap menj aga
keseimbangan populasi dengan habit at nya.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 37
Ayat (1)
Peran sert a rakyat dapat berupa perorangan dan kelompok masyarakat baik yang t erorganisasi
maupun t idak. Agar rakyat dapat berperan secara akt if dalam kegiat an konservasi sumber daya
alam hayat i dan ekosist emnya, maka melalui kegiat an penyuluhan, Pemerint ah perlu
mengarahkan dan menggerakkan rakyat dengan mengikut sert akan kelompok-kelompok
masyarakat .
Ayat (2)
Dalam upaya menumbuhkan dan meningkat kan sadar konservasi di kalangan rakyat , maka perlu
dit anamkan pengert ian dan mot ivasi t ent ang konservasi sej ak dini melalui j alur pendidikan
sekolah dan luar sekolah.
Ayat (3)
Cukup j elas
Pasal 38
Ayat (1)
Selain Pemerint ah Pusat dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang konservasi sumber daya
alam hayat i dan ekosist emnya kepada Pemeri nt ah Daerah, j uga Pemerint ah Pusat dapat
menugaskan kepada Pemerint ah Daerah Tingkat I unt uk melaksanakan urusan t ersebut sebagai
t ugas pembant uan.
Ayat (2)
Cukup j elas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup j elas

Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas
Ayat (5)
Cukup j elas
Pasal 41
Berdasarkan Ordonansi Perlindungan Alam Tahun 1941 St bl. 1941 Nomor 167
( Nat uurbeschermingsordonnant ie 1941 St aat sbl ad 1941 Nummer 167) dan Undang-undang Nomor 5
Tahun 1967 t ent ang Ket ent uan-ket ent uan Pokok Kehut anan t elah dit et apkan hut an suaka alam dan
t aman wisat a. Dengan dit et apkannya undang-undang ini, maka hut an suaka alam dan t aman wisat a
dianggap t elah dit et apkan sebagai kawasan suaka alam dan t aman wisat a alam.
Pasal 42
Cukup j elas
Pasal 43
Cukup j elas
Pasal 44
Cukup j elas
Pasal 45
Cukup j elas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3419