Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Pendidikan Seks dengan Perilaku Seks Bebas Siswa Kelas XI SMK Negeri 1 Wonosegoro T1 132010105 BAB IV
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Daerah
Wonosegoro
merupakan
wilayah
yang
perkembangan
pembangunannya cukup pesat diantara sekian banyak daerah yang ada di
kabupaten Boyolali. Sebagai wilayah dengan perkembangan demikian pesat
memerlukan sarana dan prasarana umum yang memenuhi semua aspek kehidupan
masyarakat, termasuk diantaranya adalah penyediaan pelayanan pendidikan,
khususnya Sekolah Menengah Kejuruan. Sebab selama ini sebagian warga
masyarakat Wonosegoro dan sekitarnya dalam menempuh pendidikan masih
tergantung pada wilayah lain yaitu Boyolali dan Surakarta. Karena di Kecamatan
Wonosegoro hanya ada dua Sekolah Menengah Atas (SMA) dan belum ada
Sekolah Menengah Kejuruan. Sejak Tahun 2002, animo masyarakat untuk
menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan mengalami lonjakan
kemajuan yang tinggi, hal tersebut terjadi karena adanya kebutuhan masyarakat
akan Pendidikan berbasis ketrampilan (Life Skill) serta keinginan untuk cepat
kerja. Melihat fenomena ini maka Bupati Boyolali, dr. Djaka Srijanta beserta
jajarannya pada tahun 2004 mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan di wilayah
kecamatan Wonosegoro dibantu masyarakat dan pejabat setempat. Lokasi Sekolah
terletak di Jl. Raya Wonosegoro Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali.
Jurusan yang dibuka SMK Negeri 1 Wonosegoro adalah Teknik Komputer
Jaringan, Teknik Multimedia, Teknik Kendaraan Ringan dan Teknik Sepeda
1
Motor. Ijin Pendirian ini bernomor : Skep/65/III/2000 tanggal 25 Maret 2002.
Saat ini SMK Negeri 1 Wonosegoro termasuk kategori Sekolah Terakreditasi
Baik dengan kapasitas ruang kelas 18 ruang, 4 ruang lab. komputer, 2 ruang
bengkel kendaraan ringan, 2 ruang bengkel sepeda motor, ruang Kepala Sekolah,
ruang Waka, Ruang TU, ruang guru, ruang perpustakaan dan kantin. Jumlah siswa
keseluruhan SMK Negeri 1 Wonosegoro adalah 847,kelas X berjumlah 280, kelas
XI berjumlah 288, dan kelas XII berjumlah 277.
4.2.Pengumpulan Data
Penelitian Dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2013 sampai dengan 26
Oktober 2013. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian 158. Angket
diberikan oleh penulis secara langsung, dengan memasuki jam BK yang sudah ada
di masing-masing kelas selama sepuluh hari, penulis menjelaskan tentang
pendidikan seks dan perilaku seks bebas setelah itu lembaran angket diberikan
oleh siswa-siswi, setelah selesai di kerjakan oleh siswa-siswi SMK Negeri 1
Wonosegoro lalu dikumpulkan oleh penulis, bila ada siswa-siswi tidak mengerti
atau bertanya penulis menjelaskan dan menjawab pertanyaan tersebut.
Setelah semua angket terkumpul semuanya maka penulis melakukan
pengolahan data dengan cara memasukkan data ke dalam excel untuk dilakukan
analisis menggunakan SPSS for window release 16.0.
2
4.3. Analisis Deskriptif
Untuk
mengetahui
hubungan
negatif
signifikan
pendidikan
seks
denganperilaku seks bebas siswa kelas XI SMK Negeri 1 Wonosegoro, maka
dilakukan analisis deskdriptif :
1. Deskriptif Pendidikan Seks
Untuk mengetahui tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel Tingkat
Pendidikan Seks digunakan 4 kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah, dan
sangat rendah. Jumlah skor item tertinggi adalah 60 dan skor item terendah adalah
38. Lembar interval dapat dihitung sebagai berikut :
= dibulatkan menjadi 6
Dengan demikian tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel Pendidikan
Seks dapat dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 4.1
Deskriptif Pendidikan Seks
Kategori
Skor
F
%
Sangat Tinggi
56 – 61
86
54%
Tinggi
50 – 55
58
37%
Rendah
44 – 49
9
6%
Sangat Rendah
38–43
5
3%
158
100%
Jumlah
3
Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa perilaku seks bebas siswa kelas XI
SMK Negeri 1 Wonosegoro prosentase tertinggi (54%) berada pada kategori
tinggi.
2. Deskriptif Perilaku Seks Bebas
Untuk mengetahui tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel Tingkat
Pendidikan Seks digunakan 4 kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah, dan
sangat rendah. Jumlah skor item tertinggi adalah 51dan skor item terendah adalah
30. Lembar interval dapat dihitung sebagai berikut :
Dengan demikian tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel Perilaku
Seks Bebas dapat dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 4.2
Deskriptif Perilaku Seks Bebas
Kategori
Skor
F
%
Sangat Tinggi
48 – 53
1
0,63%
Tinggi
42 – 47
12
7,59 %
Rendah
36 –41
23
14,55%
Sangat Rendah
30–35
122
77,21%
158
100%
Jumlah
4
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa perilaku seks bebas siswa SMK Negeri
1 Wonosegoro prosentase tertinggi (77,21%) berada pada kategori rendah.
4.3.1. Analisis Korelasional
Penelitian korelasi (penelitian hubungan) bertujuan untuk mengetahui ada
dan tidaknya hubungan antara dua variabel. Berdasar data uji normalitas, maka
penelitian ini menggunakan statistik non parametrik dengan tehnik korelasi
Kendaal tau hasilnya adalah :
Tabel 4.3
Tabel korelasi Kendall Tau
Correlations
Kendall's tau_b
Pendidikan
Correlation Coefficient
Perilaku
Seks
Seks
*
1.000
-.138
.
.019
158
158
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.019
.
N
158
158
Sig. (2-tailed)
N
Perilaku
Pendidikan
Correlation Coefficient
-.138
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 4.3. Menunjukkan hasil bahwa dalam penelitian ini koefisien korelasi
hubungan antara pendidikan seks dengan perilaku seks bebas hasilnya adalah r =
-0,138 dengan koefisien signifikansi 0,019 < 0,05 dengan hasil ini maka dapat
dinyatakan bahwa ada hubungan yang negatif signifikan antara pendidikan seks
dan perilaku seks bebas.
5
4.4.Uji Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini “ Ada hubungan yang negatif
signifikan antara pendidikan seks dengan perilaku seks bebas kelas XI SMK
Negeri 1 Wonosegoro” Berdasarkan hasil analisis yang dapat dilihat dari tabel
menunjukkan bahwa hasil dariKendall tau adalah r = -0,138dengan koefisien
signifikan 0,019 < 0,05 maka hipotesis diterima.
4.5.Pembahasan
Berdasarkan analisis Kendall tau yang telah dilakukan, diperoleh r = -0,138
dengan koefisien signifikansi 0,019 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan yang negatif signifikan antara pendidikan seks dengan perilaku seks
bebas siswa kelas XI SMK Negeri 1 Wonosegoro.
Sejalan dengan teori Sarwono (2003) mengungkapkan bahwa perilaku
seksual remaja dapat dikurangi atau dicegah melalui kedekatan hubungan antara
orang tua dan anak, pelaksanaan kehidupan beragama secara aktual sehari-hari
dan mengkomunikasikan seks (pendidikan seks) pada remaja. Pendidikan seks
bukanlah penerangan tentang seks semata-mata. Pendidikan seks mengandung
pengalihan nilai-nilai, seperti peran pria dan wanita dalam pergaulan, peran ayahibu dan anak-anak dalam keluarga.
Saat ini, pendidikan seks merupakan kebutuhan yang tidak bisa
disampingkanatau ditutupi lagidemi kepentingan masa depan remaja, normanorma agama tetap penting di Indonesia, dan bisa bermanfaat. Pendidikan seks
sebaiknya diberikan sesuai dengan norma-norma agama.Pendidikan seks datang
dari banyak sumber pengetahuan di luar ruang sekolah, baik yang bermanfaat
6
(seperti orangtua, LSM ).dan yang merugikan (seperti bahan-bahan porno, bukubuku porno, film porno).
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukakan oleh Wulan
(2011) di SMA Negeri 11 Yogyakarta .Pada penelitian ini metode yang digunakan
bersifat kuantitatif dengan menggunakan pendekaran cross sectional. Populasi
dalam penelitian ini adalah remaja siswa dan siswi kelas X SMA Negeri 11
Yogyakarta yang berjumlah 208 siswa, sedangkan sampel dalam penelitian ini
berjumlah 66 orang, metode pengumpulan data interview yang mengacu kepada
kuisioner. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh hasil p-value 0,027 dengan
menggunakan nilai derajat 95 % taraf kebebasan α p-value< 0,05, maka ada
hubungan antara pemberian pendidikan seks sejak dini dengan perilaku seksual
pada remaja kelas X SMA Negeri 11 Yogyakarta Tahun 2011.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yohanes (2002) di SMA
Negeri 5 Bogor. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan seks dalam keluarga dengan perilaku seks bebas pada
remaja.
7
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Daerah
Wonosegoro
merupakan
wilayah
yang
perkembangan
pembangunannya cukup pesat diantara sekian banyak daerah yang ada di
kabupaten Boyolali. Sebagai wilayah dengan perkembangan demikian pesat
memerlukan sarana dan prasarana umum yang memenuhi semua aspek kehidupan
masyarakat, termasuk diantaranya adalah penyediaan pelayanan pendidikan,
khususnya Sekolah Menengah Kejuruan. Sebab selama ini sebagian warga
masyarakat Wonosegoro dan sekitarnya dalam menempuh pendidikan masih
tergantung pada wilayah lain yaitu Boyolali dan Surakarta. Karena di Kecamatan
Wonosegoro hanya ada dua Sekolah Menengah Atas (SMA) dan belum ada
Sekolah Menengah Kejuruan. Sejak Tahun 2002, animo masyarakat untuk
menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan mengalami lonjakan
kemajuan yang tinggi, hal tersebut terjadi karena adanya kebutuhan masyarakat
akan Pendidikan berbasis ketrampilan (Life Skill) serta keinginan untuk cepat
kerja. Melihat fenomena ini maka Bupati Boyolali, dr. Djaka Srijanta beserta
jajarannya pada tahun 2004 mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan di wilayah
kecamatan Wonosegoro dibantu masyarakat dan pejabat setempat. Lokasi Sekolah
terletak di Jl. Raya Wonosegoro Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali.
Jurusan yang dibuka SMK Negeri 1 Wonosegoro adalah Teknik Komputer
Jaringan, Teknik Multimedia, Teknik Kendaraan Ringan dan Teknik Sepeda
1
Motor. Ijin Pendirian ini bernomor : Skep/65/III/2000 tanggal 25 Maret 2002.
Saat ini SMK Negeri 1 Wonosegoro termasuk kategori Sekolah Terakreditasi
Baik dengan kapasitas ruang kelas 18 ruang, 4 ruang lab. komputer, 2 ruang
bengkel kendaraan ringan, 2 ruang bengkel sepeda motor, ruang Kepala Sekolah,
ruang Waka, Ruang TU, ruang guru, ruang perpustakaan dan kantin. Jumlah siswa
keseluruhan SMK Negeri 1 Wonosegoro adalah 847,kelas X berjumlah 280, kelas
XI berjumlah 288, dan kelas XII berjumlah 277.
4.2.Pengumpulan Data
Penelitian Dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2013 sampai dengan 26
Oktober 2013. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian 158. Angket
diberikan oleh penulis secara langsung, dengan memasuki jam BK yang sudah ada
di masing-masing kelas selama sepuluh hari, penulis menjelaskan tentang
pendidikan seks dan perilaku seks bebas setelah itu lembaran angket diberikan
oleh siswa-siswi, setelah selesai di kerjakan oleh siswa-siswi SMK Negeri 1
Wonosegoro lalu dikumpulkan oleh penulis, bila ada siswa-siswi tidak mengerti
atau bertanya penulis menjelaskan dan menjawab pertanyaan tersebut.
Setelah semua angket terkumpul semuanya maka penulis melakukan
pengolahan data dengan cara memasukkan data ke dalam excel untuk dilakukan
analisis menggunakan SPSS for window release 16.0.
2
4.3. Analisis Deskriptif
Untuk
mengetahui
hubungan
negatif
signifikan
pendidikan
seks
denganperilaku seks bebas siswa kelas XI SMK Negeri 1 Wonosegoro, maka
dilakukan analisis deskdriptif :
1. Deskriptif Pendidikan Seks
Untuk mengetahui tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel Tingkat
Pendidikan Seks digunakan 4 kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah, dan
sangat rendah. Jumlah skor item tertinggi adalah 60 dan skor item terendah adalah
38. Lembar interval dapat dihitung sebagai berikut :
= dibulatkan menjadi 6
Dengan demikian tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel Pendidikan
Seks dapat dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 4.1
Deskriptif Pendidikan Seks
Kategori
Skor
F
%
Sangat Tinggi
56 – 61
86
54%
Tinggi
50 – 55
58
37%
Rendah
44 – 49
9
6%
Sangat Rendah
38–43
5
3%
158
100%
Jumlah
3
Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa perilaku seks bebas siswa kelas XI
SMK Negeri 1 Wonosegoro prosentase tertinggi (54%) berada pada kategori
tinggi.
2. Deskriptif Perilaku Seks Bebas
Untuk mengetahui tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel Tingkat
Pendidikan Seks digunakan 4 kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah, dan
sangat rendah. Jumlah skor item tertinggi adalah 51dan skor item terendah adalah
30. Lembar interval dapat dihitung sebagai berikut :
Dengan demikian tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel Perilaku
Seks Bebas dapat dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 4.2
Deskriptif Perilaku Seks Bebas
Kategori
Skor
F
%
Sangat Tinggi
48 – 53
1
0,63%
Tinggi
42 – 47
12
7,59 %
Rendah
36 –41
23
14,55%
Sangat Rendah
30–35
122
77,21%
158
100%
Jumlah
4
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa perilaku seks bebas siswa SMK Negeri
1 Wonosegoro prosentase tertinggi (77,21%) berada pada kategori rendah.
4.3.1. Analisis Korelasional
Penelitian korelasi (penelitian hubungan) bertujuan untuk mengetahui ada
dan tidaknya hubungan antara dua variabel. Berdasar data uji normalitas, maka
penelitian ini menggunakan statistik non parametrik dengan tehnik korelasi
Kendaal tau hasilnya adalah :
Tabel 4.3
Tabel korelasi Kendall Tau
Correlations
Kendall's tau_b
Pendidikan
Correlation Coefficient
Perilaku
Seks
Seks
*
1.000
-.138
.
.019
158
158
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.019
.
N
158
158
Sig. (2-tailed)
N
Perilaku
Pendidikan
Correlation Coefficient
-.138
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 4.3. Menunjukkan hasil bahwa dalam penelitian ini koefisien korelasi
hubungan antara pendidikan seks dengan perilaku seks bebas hasilnya adalah r =
-0,138 dengan koefisien signifikansi 0,019 < 0,05 dengan hasil ini maka dapat
dinyatakan bahwa ada hubungan yang negatif signifikan antara pendidikan seks
dan perilaku seks bebas.
5
4.4.Uji Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini “ Ada hubungan yang negatif
signifikan antara pendidikan seks dengan perilaku seks bebas kelas XI SMK
Negeri 1 Wonosegoro” Berdasarkan hasil analisis yang dapat dilihat dari tabel
menunjukkan bahwa hasil dariKendall tau adalah r = -0,138dengan koefisien
signifikan 0,019 < 0,05 maka hipotesis diterima.
4.5.Pembahasan
Berdasarkan analisis Kendall tau yang telah dilakukan, diperoleh r = -0,138
dengan koefisien signifikansi 0,019 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan yang negatif signifikan antara pendidikan seks dengan perilaku seks
bebas siswa kelas XI SMK Negeri 1 Wonosegoro.
Sejalan dengan teori Sarwono (2003) mengungkapkan bahwa perilaku
seksual remaja dapat dikurangi atau dicegah melalui kedekatan hubungan antara
orang tua dan anak, pelaksanaan kehidupan beragama secara aktual sehari-hari
dan mengkomunikasikan seks (pendidikan seks) pada remaja. Pendidikan seks
bukanlah penerangan tentang seks semata-mata. Pendidikan seks mengandung
pengalihan nilai-nilai, seperti peran pria dan wanita dalam pergaulan, peran ayahibu dan anak-anak dalam keluarga.
Saat ini, pendidikan seks merupakan kebutuhan yang tidak bisa
disampingkanatau ditutupi lagidemi kepentingan masa depan remaja, normanorma agama tetap penting di Indonesia, dan bisa bermanfaat. Pendidikan seks
sebaiknya diberikan sesuai dengan norma-norma agama.Pendidikan seks datang
dari banyak sumber pengetahuan di luar ruang sekolah, baik yang bermanfaat
6
(seperti orangtua, LSM ).dan yang merugikan (seperti bahan-bahan porno, bukubuku porno, film porno).
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukakan oleh Wulan
(2011) di SMA Negeri 11 Yogyakarta .Pada penelitian ini metode yang digunakan
bersifat kuantitatif dengan menggunakan pendekaran cross sectional. Populasi
dalam penelitian ini adalah remaja siswa dan siswi kelas X SMA Negeri 11
Yogyakarta yang berjumlah 208 siswa, sedangkan sampel dalam penelitian ini
berjumlah 66 orang, metode pengumpulan data interview yang mengacu kepada
kuisioner. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh hasil p-value 0,027 dengan
menggunakan nilai derajat 95 % taraf kebebasan α p-value< 0,05, maka ada
hubungan antara pemberian pendidikan seks sejak dini dengan perilaku seksual
pada remaja kelas X SMA Negeri 11 Yogyakarta Tahun 2011.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yohanes (2002) di SMA
Negeri 5 Bogor. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan seks dalam keluarga dengan perilaku seks bebas pada
remaja.
7