Diksi dalam dakwah bil lisan KH. Masyhudi Muchtar pada jamaah putri di Ponpes Darul Hikam Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo: hari rabu tanggal 02 November 2016.
DIKSI DALAM DAKWAH BIL LISAN
KH. MASYHUDI MUCHTAR PADA JAMAAH PUTRI DI
PONPES DARUL HIKAM KECAMATAN GEDANGAN
KABUPATEN SIDOARJO (Hari Rabu Tanggal 02
November 2016)
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Disusun oleh:
Fitriana Sobiroh (B01213007)
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
JURUSAN KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2017
ABSTRAK
Fitriana Sobiroh. NIM. B01213007, 2017. Diksi Dalam Dakwah Bil Lisan KH.
Masyhudi Muchtar Pada Jamaah Putri Di Ponpes Darul Hikam Kecamatan
Gedangan Kabupaten Sidoarjo, Skripsi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran
Islam Jurusan Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel
Surabaya.
Kata Kunci: Diksi dan dakwah bil lisan
Fokus penelitian dalam skripsi ini adalah : (1) Bagaimana diksi dalam
dakwah bil lisan KH. Masyhudi Muchtar pada jamaah putri di Ponpes Darul
Hikam Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo (Hari Rabu Tanggal 02
November 2016) ? (2) Bagaimana penilaian mad’u terhadap dakwah KH.
Masyhudi Muchtar tersebut pada jamaah putri di Ponpes Darul Hikam Kecamatan
Gedangan Kabupaten Sidoarjo (Hari Rabu Tanggal 02 November 2016) ?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
yang berguna untuk memberikan fakta dan data mengenai diksi dakwah bil lisan
KH. Masyhudi Muchtar pada jamaah putri di Ponpes Darul Hikam hari rabu
tanggal 02 November 2016, kemudian data yang sudah diperoleh itu dianalisis
dengan data analisis deskriptif sehingga diperoleh makna yang mendalam
mengenai diksi dalam dakwah bil lisan.
Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa diksi dakwah bil lisan KH.
Masyhudi Muchtar menggunakan kata bermakna denotatif dan makna konotatif.
Kata yang bermakna konotatif sesegera mungkin disusul dengan kata yang
bermakna denotatif agar imajinasi jamaah yang mendengarkan langsung
terhubung hingga akhirnya memahami apa yang disampaikan. Dan perkembangan
jamaah setiap tahunnya berkembang secara signifikan. Penilaian jamaah
mengatakan sudah sesuai dengan kultur jamaah yang berbagai macam status
pendidikan. Sesuai penilaian jamaah yang menuturkan bahwa kata per kata yang
disampaikan ringan dan tidak bertele-tele.
Karena peneliti sudah membahas diksi dengan segala kerumitannya, maka
rekomendasi untuk peneliti selanjutnya membahas dari sisi yang berbeda dari sekian
banyak pembahasan mengenai diksi.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………............ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………............ ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI……………………….............. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………..…………….............. iv
PERNYATAAN PERTANGGUNG JAWABAN ……………….... ........... v
ABSTRAK…………………..…………………..…………………............. vi
KATA PENGANTAR…………………..…………………..………........... vii
DAFTAR ISI…………………..…………………..…………………......... x
DAFTAR TABEL.............................................................................. ...........xiii
DAFTAR GAMBAR......................................................................... ........... xiv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………….......... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………….......... 5
C. Tujuan Penelitian……………………………………………........... 6
D. Manfaat Penelitian……………………………………………......... 6
E. Definisi Konsep………………………………………………......... 7
F. Sistematika Pembahasan………………………………………........ 11
BAB II : KEPUSTAKAAN
A. Kajian Pustaka......……………………………………………......... 13
1. Dakwah...........................………………………………............. 13
2. Dakwah Bil Lisan…………………………………………........ 15
3. Diksi (Pemilihan Kata) dalam Dakwah Bil Lisan........................16
a. Diksi........................................................................... ............16
b. Ketetapan Diksi (Pemilihan Kata)............................. ........... 21
c. Kesesuaian Diksi (Pemilihan Kata)........................................27
4. Diksi (Pemilihan Kata) Dakwah Bil Lisan.................................. 29
a. Makna Denotasi Dalam Dakwah Bil Lisan............................29
b. Makna Konotatif Dalam Dakwah Bil Lisan.......................... 30
c. Pemilihan Kata Umum Dan Kata Khusus Dalam Dakwah
Bil Lisan..................................................................................31
B. Kerangka Teoritik...............................................................................32
C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ………………………. ............33
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian……………………………............ 37
B. Kehadiran Peneliti……………………….……..…………...............39
C. Subyek Penelitian……………………………..…………….............41
D. Jenis dan Sumber Data………………………………………........... 41
E. Tahap-Tahap Penelitian……………………………………. ........... 42
F. Teknik Pengumpulan Data................................................................. 44
G. Teknik Analisis Data..........................................................................46
H. Teknik Keabsahan Data......................................................... ........... 47
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Penyajian Data................................................................................... 49
1. Setting Penelitian…………………………………………........... 49
2. Sejarah Berdiri Pondok Pesantren Darul Hikam........................... 51
3. Profil KH. Masyhudi Muchtar.......................................................55
4. Pengajian Rutin KH. Masyhudi Muchtar...................................... 57
5. Pengajian KH. Masyhudi Muchtar Pada Hari Rabu Tanggal
02 November 2016........................................................................59
B. Analisi Data....................................................................................... 67
1. Diksi Dakwah Bil Lisan KH. Masyhudi Muchtar......................... 67
2. Penilaian Jamaah Terhadap Diksi Dakwah Bil Lisan
KH. Masyhudi Muchtar.................................................................74
3. Hasil Penelitian..............................................................................80
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………….............82
B. Saran………………………………………………………...............83
DAFTAR PUSTAKA........................................................................ ............84
Lampiran
Biodata Penulis
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengertian dakwah dikenal oleh sebagian masyarakat dengan
ceramah agama. Namun tidak untuk masyarakat yang memang
berkecimpung didunia dakwah atau dunia religiusitas. Dakwah adalah
segala sesuatu yang menyeru kepada kebaikan, apakah itu diatas
mimbar ataupun tidak. Karena pada dasarnya bahwa dakwah adalah
menyeru kepada kebaikan yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis.
Dakwah bukan hanya kewenangan ulama atau tokoh agama. Setiap
muslim bisa melakukan dakwah, karena dakwah bukan hanya
ceramah agama.1
Pada zaman sekarang yang semuanya serba canggih dan instan
banyak masyarakat yang seringkali mengabaikan dakwah Islam.
Mungkin bagi sebagian masyarakat hanya dengan dua kalimat
syahadat, mereka sudah sepenuhnya menjadi orang Islam namun tidak
mengetahui bagaimana harusnya Islam yang benar dan menjadi hamba
yang berkualitas dihadapan Allah. Apabila tanpa dakwah maka akan
dipastikan bahwa manusia akan semakin jauh dari agama Islam.
Dakwah bertujuan membawa kebaikan dan menata kehidupan orang
Islam menuju terwujudnya kehidupan yang agamis dan harmonis.
1
Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah Edisi Revisi Cetakan I, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 2
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
Untuk lebih menarik minat masyarakat dalam hal kegiatan
dakwah banyak cara untuk mengemas dakwah agar bisa menjadi
menarik dan minat khalayak umum menjadi tinggi. Bukan hanya
sekedar ceramah agama, melalui tulisan-tulisan atau bentuk perilaku
yang menunjukkan kebaikan itu semua masuk dalam kegiatan
dakwah.
Da’i juga bersifat umum, artinya bukan saja da’i yang
profesional, akan tetapi berlaku juga untuk setiap orang yang hendak
menyampaikan, mengajak orang ke jalan Allah. Sebab Rasulullah saw
bersabda: “sampaikanlah (ajaran) dari padaku walaupun itu hanya satu
ayat”.
Setiap orang yang menjalankan aktivitas dakwah, hendaknya
memilih kepribadian yang baik sebagai seorang da’i.2 Sebagai seorang
da’i yang berkewajiban menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar
maka akan lebih dituntut agar bagaimana mad’u atau audience tidak
sekedar mendengarkan pesan dakwah yang disampaikan melainkan
juga bisa dipahami dan diterapkan dalam kehidupan. Sehingga
seorang da’i harus mempunyai kecakapan dalam berbicara dari
pemilihan kata hingga penggunaan kata yang nantinya akan
disampaikan kepada para mad’unya.
Salah satu ciri dakwah yang efektif adalah apabila adanya
hubungan baik antara da’i dan mad’u (hubungan intrapersonal dan
2
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1983), h. 34
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
hubungan batin) semakin meningkat. Kedekatan hubungan antara
kedua belah pihak itu boleh jadi terjadi secara alamiah karena
bertemunya dua unsur yang saling membutuhkan dan saling
mendukung.3
Diksi atau pilihan kata mencakup perihal kata-kata mana yang
akan dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan yang tepat dan
digunakan dalam situasi yang tepat untuk di ungkapkan.4 Seorang da’i
yang berdakwah melalui bil lisan tidak menutup kemungkinan harus
sukses menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u. Dengan kata lain
bahwa seorang da’i yang berdakwah menggunakan metode bil lisan
mempunyai ciri khas tersendiri, mulai dari penampilan atau fashion
dari seorang da’i hingga pemilihan kata yang menjadi pesan
dakwahnya.
Da’i sebagai penyampai pesan dakwah sangatlah penting
perannya. Tidak hanya dituntut mempunyai pengetahuan yang luas
dan kecakapan dalam menyampaikan pesan, da’i juga harus selalu
memperhatikan dalam pemilihan dan penggunaan suatu metode
dakwah. Hal ini bertujuan agar da’i tidak mudah terpengaruh oleh
keadaan suatu mad’u atau terpancing menjadi fanatik pada suatu hal.
Metode dakwah menjadi penting karena untuk mendukung seorang
da’i dalam menyampaikan pesan dakwahnya. Karena beraneka ragam
sifat mad’u yang akan di hadapi oleh seorang da’i.
3
4
Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h. 141
Gorys Keraf, Diksi Dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Pustaka Utama, 1996), h. 24
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
Oleh karena itu, kegiatan dakwah harus dikemas secara baik dan
menggunakan pemilihan kata yang sesuai dengan situasi mad’u.
Karena banyak da’i yang pesannya tidak sampai kepada mad’u atau
khalayak karena da’i tersebut tidak mampu menuangkan kedalam
bahasa yang baik sehingga dakwah yang disampaikan tidak monoton.
Dalam hal ini maka kegiatan dakwah harus menarik dikaji dengan apa
yang mereka tampilkan ketika berdakwah, baik dalam pemilihan kata
maupun kesesuaian pilihan kata.
Diksi atau pemilihan kata adalah bagian kecil dari keilmuan
retorika dan retorika dakwah yang sering dilupakan, namun memiliki
pengaruh yang sangat besar pada keberhasilan suatu kegiatan dakwah.
Fenomena didalam kehidupan yang sering dijumpai adalah
dengan penggunaan istilah asing saat menyampaikan ceramah.
Dengan menggunakan istilah asing tersebut akan memberi kesan
sebagai kaum intelek atau cendekiawan. Padahal berbanding terbalik
dengan penggunaan istilah asing yang digunakan dalam berceramah
justru akan menjadi faktor penghambat proses dakwah. Bahkan tak
jarang masyarakat terjebak salah paham dalam menerima suatu
penyampaian dakwah hanya dikarenakan munculnya istilah-istilah
asing yang tidak akrab di dengar oleh mereka.
Diksi dalam penyampaian dakwah KH. Masyhudi Muchtar
sangatlah
jelas
menyampaikan
karena
beliau
pesan dakwah.
tidak
KH.
bertele-tele
Masyhudi
dalam
hal
Muchtar
pun
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
menggunakan perkataan-perkataan dalam Al-Qur’an misal Qoula
Sadida (perkataan yang jelas). Sehingga, peneliti menggunakan
penelitian ini untuk mengetahui lebih dalam lagi bagaimana diksi dan
kesesuain pilihan kata KH. Masyhudi Muchtar dalam dakwah bil lisan
pada jamaah putri di Ponpes Darul Hikam Kecamatan Gedangan
Kabupaten Sidoarjo.
Sepenggal kalimat yang diutarakan KH. Masyhudi Muchtar saat
menyampaikan ceramahnya “Makanlah yang kenyang agar tidak
berharap pemberian orang, jangan berharap kepada manusia”.
Setelah pengungkapan kata kiasan, ia langsung mengungkapkan
makna aslinya agar apa yang dipikirkan oleh jamaahnya bisa langsung
tersambung dengan kalimat awalnya.
Dengan penyampaiannya yang mudah dimengerti seketika
suasana mad’u ketika dakwahnya sedang berlangsung sangatlah
kondusif. Mad’u mengikuti dakwahnya dari awal hingga akhir tidak
ada yang terlewatkan. Antusias mad’u juga di tujukan saat mereka
tidak mengerti apa yang disampaikan yakni melalui tanya jawab
setelah dakwahnya selesai.
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini adalah tentang diksi dalam dakwah bil lisan KH.
Masyhudi Muchtar Pada Jamaah Putri Di Ponpes Darul Hikam
Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo (Hari Rabu Tanggal 02
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
November 2016), yang memunculkan rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana makna denotatif dalam dakwah bil lisan KH.
Masyhudi Muchtar ?
2.
Bagaimana makna konotatif dalam dakwah bil lisan KH.
Masyhudi Muchtar ?
3.
Bagaimana penilaian jamaah terhadap dakwah bil lisan KH.
Masyhudi Muchtar ?
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah yang diuraikan diatas,
maka tujuan penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui makna denotatif dalam dakwah bil lisan KH.
Masyhudi Muchtar ?
2.
Untuk mengetahui makna konotatif dalam dakwah bil lisan KH.
Masyhudi Muchtar ?
3.
Untuk mengetahui penilaian jamaah terhadap dakwah bil lisan
KH. Masyhudi Muchtar ?
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Secara Teoritis
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
a. Mengetahui lebih dalam profesi yang kita tekuni agar ilmu
pengetahuan yang dimiliki lebih bermanfaat bagi diri kita
sendiri, orang lain, agama, bangsa dan negara.
b. Memungkinkan
kita
untuk
mengembangkan
pemikiran
masyarakat yang terbatas dan memanfaatkan metode dakwah
secara total untuk hasil yang maksimal.
2.
Manfaat Secara Praktis
a. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan untuk bisa
memberikan pemahaman kepada para masyarakat Islam
bagaimana pentingnya kegiatan dakwah.
b. Menjadi bahan evaluasi agar da’i bisa memilih pilihan kata dan
kesesuaian pilihan kata pesan dakwah agar mad’u dapat
memahami pesan dakwah yang disampaikan.
E. Definisi Konseptual
1.
Dakwah
Berdakwah adalah wajib hukumnya dikerjakan oleh setiap
muslim. Oleh karena itu bagi kaum yang mentaati perintah
dakwah tersebut beruntunglah mereka. Karena mereka berdakwah
bukanlah semata-mata untuk kepentingan pribadi namun yang
jelas berniat untuk membela dan menengakkan agama Allah.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
Ditinjau dari segi etimologi atau asal kata (bahasa), dakwah
berasal dari Bahasa Arab yang berarti “panggil-an, ajakan, atau
seruan”.5
Secara termenologis dakwah telah didefinisikan oleh para
ahli. Sayyid Qutb memberi batasan dengan “mengajak” atau
“menyeru” kepada orang lain masuk ke dalam sabil Allah Swt.
bukan untuk mengikuti da’i atau sekelompok orang. Ahmad
Ghusuli menjelaskan bahwa dakwah merupakan pekerjaan atau
ucapan untuk mempengaruhi manusia supaya mengikuti Islam.
Abdul al Badi Shadar membagi dakwah menjadi dua tataran yaitu
dakwah fardiyah dan dakwah ummah. Sementara itu Abu Zahroh
menyatakan bahwa dakwah itu dapat dibagi menjadi dua hal;
pelaksana dakwah, perseorangan, dan organisasi. Sedangkan
Ismail al-Faruqi, mengungkapkan bahwa hakikat dakwah adalah
kebebasan, universal, dan rasional. Dan kebebasan inilah
menunjukkan bahwa dakwah itu bersifat universal (berlaku untuk
semua umat dan sepanjang masa).6
Pada dasarnya dakwah adalah kegiatan menyeru pada jalan
Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Segala sesuatu hal bisa
dikatakan dakwah apabila mengandung unsur amar ma’ruf nahi
munkar. Dizaman yang serba modern saat ini dakwah dapat
dilakukan melalui berbagai media. Dari dakwah secara langsung
5
6
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al – Ikhlas, 1983), h. 17
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 14
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
(bil lisan), melalui tulisan (bil qolam), hingga tindakan (bil hal)
dari pelaku dakwah itu sendiri.
Konteks dakwah dalam Al – Qur’an di tuangkan dalam
Surah Ali Imran ayat 104 :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru pada kebajikan, menyuruh pada yang ma’ruf dan
mencegah yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)7
Dakwah Islam berupaya agar umat manusia selalu berubah,
dalam makna selalu meningkatkan situasi dan kondisi baik lahir
maupun batin, berupaya agar semua kegiatannya masuk ke dalam
kerangka ibadah dan diharapkan agar mencapai kesejahteraan,
kebahagiaan lahir dan batin yang memperoleh ridho Allah SWT.8
2.
Dakwah Bil Lisan
Dakwah
adalah
kegiatan
menyeru
manusia
kepada
kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada kebajikan dan
melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan
akhirat.9
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993), h.
93
8
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.
38
9
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 11
7
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
Secara
etimologis
dakwah
bil
lisan
merupakan
penggabungan dari kata dakwah dan lisan. Kata dakwah berarti
memanggil, menyeru. Kata lisan berarti bahasa.10 Dengan
demikian dakwah bil lisan mempunyai arti yaitu memanggil atau
menyeru ke jalan Tuhan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat
dengan menggunakan bahasa kepada manusia.
Dakwah bil lisan dalam kalangan umum biasa juga disebut
dengan dakwah melalui perkataan atau ceramah. Sampai sekarang
dakwah bil lisan merupakan metode yang paling sering digunakan
oleh para aktifis dakwah.11
Dakwah bil lisan atau melalui perkataan banyak macamnya,
mulai dari diskusi, pidato, ataupun ceramah.
Dakwah melalui kata atau biasa disebut dengan ceramah
bisa menembus berbagai macam kalangan. Hingga sampai
sekarang dakwah bil lisan masih banyak yang diminati.
Kegiatan dakwah tidak hanya diatas mimbar, apabila kita
menyeru dalam hal kebaikan itupun juga sudah dinamakan
dakwah. Karena pada dasarnya manusia adalah pengingat bagi
manusia lainnya.
3.
Diksi
Istilah diksi atau pilihan kata bukan saja dipergunakan
untuk
10
11
menyatakan
kata-kata
mana
yang
dipakai
untuk
Munzier Suparta, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 215
Ibid, h. 359
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi
persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan.
Dapat disimpulkan mengenai diksi adalah pilihan kata atau
diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk
menyampaikan
suatu
gagasan,
pengelompokan
kata-kata
yang
bagaimana
tepat
atau
membentuk
menggunakan
ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik
digunakan dalam suatu situasi.12
Makna denotasi itu sesungguhnya menunjuk pada makna
yang sebenarnya, bukan makna yang sifatnya kiasan, dan bukan
pula makna yang bersifat kontekstual. Jadi dapat ditegaskan,
bahwa yang dimaksud dengan denotasi adalah makna kata yang
tidak mengandung tambahan makna atau perasaan tambahan
sedikit pun.
Makna konotatif itu sering disebut juga sebagai makna
kontekstual. Jadi, sebuah bentuk kebahasaan akan dapat diartikan
berbeda atau tidak sama.13
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan adalah bagian yang terdiri dari sub-sub
pembahasan didalam bab per bab. Yaitu ada lima bab, dijelaskan
dibawah ini:
12
13
Gorys Keraf, Diksi Dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Pustaka Utama, 1996), h. 22
Kunjana Rahardi, Penyunting Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang, (Jakarta:
Erlangga,2009), h. 64
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
Pada bab satu peneliti akan memaparkan tentang langkah awal
dalam penelitian skripsi, diantaranya menjelaskan, a) Latar belakang
penelitian, b) Rumusan masalah, c) Tujuan penelitian, d) Manfaat
penelitian, e) Definisi konseptual, dan f) Sistematika pembahasan.
Pada bab dua adalah kajian kepustakaan tentang diksi dalam
ceramah pengajian, untuk dapat mengerti isi dan teorinya, maka
peneliti merincikan dalam sub-sub bab yaitu terdiri dari, a) Diksi
dalam ceramah, b) Teori komunikasi persuasif, c) Penelitian terdahulu
yang relevan.
Pada bab tiga, membahas tentang metode penelitian yang
digunakan oleh peneliti. Diantaranya adalah menggunakan metode
penelitian kualitatif, yaitu bagaimana cara peneliti mendekati objek
penelitian sehingga hal-hal yang perlu dipaparkan dalam skripsi ini
adalah berbentuk data, gambar, dan dokumen.
Pada bab empat, pembahasan mengenai analisis dari penelitian
yang dilakukan. Dari pencarian data dengan dokumentasi, dan
analisisnya tentang Diksi Dalam Ceramah KH. Masyhudi Muchtar,
hingga bagaimana hasil analisis diksi dalam ceramah tersebut.
Pada bab lima adalah penutup. Akan ditarik kesimpulan
penelitian bagaimana tanda, objek, dan makna diksi dalam ceramah,
serta akan dipaparkan saran-saran kepada pembaca.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB II
DIKSI DALAM DAKWAH BIL LISAN
A. Kajian Pustaka
1. Dakwah
Berdakwah adalah wajib hukumnya dikerjakan oleh setiap
muslim. Oleh karena itu bagi kaum yang mentaati perintah dakwah
tersebut beruntunglah mereka. Karena mereka berdakwah bukanlah
semata-mata untuk kepentingan pribadi namun yang jelas berniat untuk
membela dan menengakkan agama Allah.
Ditinjau dari segi etimologi atau asal kata (bahasa), dakwah
berasal dari Bahasa Arab yang berarti “panggil-an, ajakan, atau
seruan”.1
Secara termenologis dakwah telah didefinisikan oleh para ahli.
Sayyid Qutb memberi batasan dengan “mengajak” atau “menyeru”
kepada orang lain masuk kedalam sabil Allah Swt. Bukan untuk
mengikuti da’i atau sekelompok orang. Ahmad Ghusuli menjelaskan
bahwa dakwah merupakan pekerjaan atau ucapan untuk mempengaruhi
manusia supaya mengikuti Islam. Abdul al Badi Shadar membagi
dakwah menjadi dua tataran yaitu dakwah fardiyah dan dakwah
ummah. Sementara itu Abu Zahroh menyatakan bahwa dakwah itu
dapat dibagi menjadi tiga hal; pelaksana dakwah, perseorangan, dan
organisasi.
1
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al – Ikhlas, 1983), h. 17
13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
Sedangkan Ismail al-Faruqi, mengungkapkan bahwa hakikat
dakwah adalah kebebasan, universal, dan rasional. Dan kebebasan
inilah menunjukkan bahwa dakwah itu bersifat universal (berlaku untuk
semua umat dan sepanjang masa).2
Pada dasarnya dakwah adalah kegiatan menyeru pada jalan Allah
dan menjauhi segala larangan-Nya. Segala sesuatu hal bisa dikatakan
dakwah apabila mengandung unsur amar ma’ruf nahi munkar. Di
zaman yang serba modern saat ini dakwah dapat dilakukan melalui
berbagai media. Dari dakwah secara langsung (bil lisan), melalui tulisan
(bil qolam), hingga tindakan (bil hal) dari pelaku dakwah itu sendiri.
Konteks dakwah dalam Al – Qur’an di tuangkan dalam Surah Ali
Imran ayat 104 :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru pada kebajikan, menyuruh pada yang ma’ruf dan
mencegah yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)3
Dakwah Islam berupaya agar umat manusia selalu berubah, dalam
makna selalu meningkatkan situasi dan kondisi baik lahir maupun batin,
berupaya agar semua kegiatannya masuk kedalam kerangka ibadah dan
2
3
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 14
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993), h.
93
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
diharapkan agar mencapai kesejahteraan, kebahagiaan lahir dan batin
yang memperoleh ridho Allah SWT.4
2. Dakwah Bil Lisan
Dakwah adalah kegiatan menyeru manusia kepada kebajikan dan
petunjuk serta menyuruh kepada kebajikan dan melarang kemungkaran
agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.5
Secara etimologis dakwah bil lisan merupakan penggabungan
dari kata dakwah dan lisan. Kata dakwah berarti memanggil, menyeru.
Kata lisan berarti bahasa.6 Dengan demikian dakwah bil lisan
mempunyai arti yaitu memanggil atau menyeru ke jalan Tuhan untuk
kebahagiaan dunia dan akhirat dengan menggunakan bahasa kepada
manusia.
Dakwah bil lisan dalam kalangan umum biasa juga disebut
dengan dakwah melalui perkataan atau ceramah. Sampai sekarang
dakwah bil lisan merupakan metode yang paling sering digunakan oleh
para aktifis dakwah.7
Dakwah melalui kata atau biasa disebut dengan ceramah bisa
menembus berbagai macam kalangan. Hingga sampai sekarang dakwah
bil lisan masih banyak yang diminati.
4
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 38
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 11
6
Munzier Suparta, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 215
7
Ibid, h. 359
5
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
Kegiatan dakwah tidak hanya diatas mimbar, apabila kita
menyeru dalam hal kebaikan itu pun juga sudah dinamakan dakwah.
Karena pada dasarnya manusia adalah pengingat bagi manusia lainnya.
3. Diksi (Pemilihan Kata) dalam Dakwah Bil Lisan
a. Diksi
Berbicara mengenai diksi atau pemilihan kata, sebagai
pembicara didepan tentunya dituntut untuk menyampaikan sesuatu
perihal dengan baik dan benar. Tidak menutup kemungkinan seorang
pembicara harus sempurna pada saat berbicara didepan umum.
Karena bagaimana cara penyampaian akan mempengaruhi mereka
yang mendengarkan.
Sesuai dengan hadis sebagai berikut:
ْ
عن ابى هريْرة رضي ه ع ْه ا َ رسوْ ه ص َى ه ع يْه وس َ ْم قا
ْ ْيؤمن باه و ْاليوْ ْاْخر ف ْيقلْ خ ْيرًا اوْ ليص
ْ ت وم ْن كا
ْ م ْن عا:
يؤمن باه
ْ و ْاليوْ ْاْخر ف ْي ْ ر جار وم ْن كا
.يؤمن باه و ْاليوْ ْاْخر ف ْي ْ ر ْ ضيْفه
Dari Abu Hurairah r.a., bahwasannya Rasulullah saw.
Bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Kemudian,
maka hendaklah berkata baik atau diam saja. Barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari Kemudian, maka hendaklah menghormati
tetangganya. dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
Kemudian, maka hendaklah menghormati tamunya.” (Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim).8
8
M. Tohir Rahman, Hadis Arbain Annawawiyah, (Surabaya: Al Hidayah), h. 31
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
Dijelaskan pada hadis diatas bahwa berkata baik atau diam
saja. Jika suatu perkataan tidak mengandung sebuah kebaikan maka
lebih baik diam atau tidak diutarakan kepada khalayak.
Istilah diksi atau pilihan kata bukan saja dipergunakan untuk
menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan
suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi,
gaya bahasa, dan ungkapan.
Dapat disimpulkan mengenai diksi adalah pilihan kata atau
diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk
menyampaikan
suatu
gagasan,
bagaimana
membentuk
pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapanungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan
dalam suatu situasi.9
Kembali kepada unit yang paling kecil dalam bahasa yang
mengandung konsep atau gagasan tertentu (yaitu kata), maka makna
kata dapat dibatasi sebagai hubungan antara bentuk dengan hal atau
barang yang diwakilkannya (referen-nya). Kata rumah misalnya
adalah bentuk atau ekspresi, sedangkan “barang yang diwakili oleh
kata rumah” adalah “sebuah bangunan yang beratap, berpintu,
berjendela, yang menjadi tempat tinggal manusia”. Barang itulah
yang disebut sebagai referen. Sedangkan hubungan antara keduanya
(yaitu antara bentuk dan referen) akan menimbulkan makna atau
9
Gorys Keraf, Diksi Dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Pustaka Utama, 1996), h. 22
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
referensi. Makna atau referensi kata rumah timbul akibat hubungan
antara bentuk itu dengan pengalaman-pengalaman non-linguistik,
atau barang-barang yang ada di alam.
Macam-Macam Makna :
Pada umumnya makna kata pertama-tama dibedakan atas
makna yang bersifat denotatif dan makna kata yang bersifat
konotatif.
a. Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna
sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Semisal, kata
rombongan
bermakna
denotatif
‘sekumpulan
orang
yang
mengelompok menjadi satu kesatuan’.10
Makna denotatif disebut juga dengan beberapa istilah lain seperti:
makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna
ideasional, makna referensial, atau makna proposisional. Disebut
makna denotasional, referensial, konseptual, atau ideasional,
karena makna itu menunjuk (denote) kepada suatu referen,
konsep, atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna
kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau
pengetahuan; stimulus (dari pihak pembicara) dan respons (dari
pihak pendengar) menyangkut hal-hal yang dapat diserap
pancaindria (kesadaran) dan rasio manusia. Dan makna ini
10
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 292
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
disebut juga makna proposisional karena ia bertalian dengan
informasi-informasi atau pernyataan-pernyataan yang bersifat
faktual. Makna ini, yang diacu dengan bermacam-macam nama,
adalah makna yang paling dasar pada suatu kata.
Dalam bentuk yang murni, makna denotatif dihubungkan dengan
bahasa ilmiah. Seorang penulis yang hanya ingin menyampaikan
informasi kepada kita, dalam hal ini khususnya bidang ilmiah,
akan berkecenderungan untuk mempergunakan kata-kata yang
denotatif. Sebab pengarahan yang jelas terhadap fakta yang
khusus
adalah
tujuan
utamanya;
ia
tidak
menginginkan
interpretasi tambahan dari tiap pembaca, dan tidak akan
membiarkan interpretasi itu dengan memilih kata-kata yang
konotatif. Sebab itu untuk menghindari interpretasi yang mungkin
timbul, penulis akan berusaha memilih kata dan konteks yang
relatif bebas interpretasi.
- Rumah itu luasnya 250 meter persegi (denotatif)
- Rumah itu luas sekali (konotatif)
- Ada seribu orang yang menghadiri pertemuan itu (denotatif)
- Banyak sekali orang yang menghadiri pertemuan itu
(konotatif)
- Meluap hadirin yang mengikuti pertemuan itu (konotatif)
Makna denotatif dapat dibedakan atas dua macam relasi, yaitu
pertama, relasi antara sebuah kata dengan barang individual
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
yang diwakilinya, dan kedua relasi antara sebuah kata dan ciriciri atau perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya.
b. Makna Konotatif
Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional,
makna emotif, atau makna evaluatif. Makna konotatif adalah
suatu jenis makna dimana stimulus dan respons mengandung
nilai-nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi karena
pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju – tidak setuju,
senang – tidak senang dan sebagainya, pada pihak pendengar; di
pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa
pembicaranya juga memendam perasaan yang sama.
Memilih konotasi, seperti sudah disinggung diatas adalah masalah
yang jauh lebih berat bila dibandingkan dengan memilih denotasi.
Oleh karena itu, pilihan kata atau diksi lebih banyak bertalian
dengan pilihan kata yang bersifat konotatif.
Ada tiga kesimpulan utama mengenai diksi sebagai berikut :
1. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata yang
dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana
membentuk
pengelompokan
kata-kata
yang
tepat
atau
menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana
yang paling baik digunakan dalam situasi.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
2. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara
tepat
nuansa-nuansa
makna
dari
gagasan
yang
ingin
disampaikan, dan kemampuan untuk dimiliki menemukan
bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang
dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
3. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh
penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata
bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pernendaharaan kata
atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang
dimilki oleh sebuah bahasa.11
b. Ketetapan Diksi (pemilihan kata)
Persoalan ketetapan pilihan kata pada dasarnya berkisar pada
dua persoalan pokok, yaitu pertama, ketetapan memilih kata untuk
mengungkapkan sebuah gagasan, hal atau barang yang akan
diamanatkan, dan kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam
mempergunakan kata tadi.
Ketetapan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah
kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi
pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan
oleh penulis atau pembicara. Sebab itu, persoalan ketetapan pilihan
kata akan menyangkut pula masalah makna kata dan kosa kata
seseorang. Kosa kata yang kaya raya akan memungkinkan penulis
11
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2004), h. 24
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
atau pembicara lebih bebas memilih kata yang dianggapnya paling
tepat mewakili pikirannya. Ketetapan makna kata menuntut pula
kesadaran penulis atau pembicara untuk mengetahui bagaimana
hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referensinya. Apakah
bentuk yang dipilih sudah cukup lengkap untuk mendukung maksud
penulis, atau apakah masih diperlukan penjelasan-penjelasan
tambahan? Demikian pula masalah makna kata yang tepat meminta
pula perhatian penulis atau pembicara untuk tetap mengikuti
perkembangan makna tiap kata dari waktu ke waktu, karena makna
tiap kata dapat mengalami pula perkembangan, sejalan dengan
perkembangan waktu.
Bila kita mendengar seorang menyebut kata roti, maka tidak
ada seorang pun yang berpikir tentang sesuatu barang yang terdiri
dari unsur-unsur: tepung, air, ragi, dan mentega, yang lebih
dipanggang. Bunyi yang kita dengar atau bentuk (rangkaian huruf)
yang kita baca akan langsung mengarahkan perhatian kita kepada
jenis makanan itu.
Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa kata adalah sebuah
rangkaian bunyi atau simbol tertulis yang menyebabkan orang
berpikir tentang sesuatu hal: dan makna sebuah kata pada dasarnya
diperoleh karena persetujuan informal (konvensi) antara sekelompok
orang untuk menyatakan hal atau barang tertentu melalui rangkaian
bunyi tertentu atau dengan kata lain, arti kata adalah persetujuan atau
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
konvensi umum tentang interrelasi anatar sebuah kata dengan
referensinya (barang atau hal yang diwakilinya).
Persyaratan Ketepatan Diksi
Karena ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk
menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau
pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau
pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha
secermat mungkin memilih kata-kata untuk mencapai maksud
tertentu. Bahwa kata yang dipakai sudah tepat akan tampak dari
reaksi selanjutnya, baik berupa aksi verbal maupun berupa aksi
nonverbal dari pembaca atau pendengar. Ketepatan tidak akan
menimbulkan salah paham.
Beberapa butir perhatian dan persoalan berikut hendaknya
diperhatikan setiap orang agar bisa mencapai ketepatan pilihan
katanya itu.
1. Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Dari dua kata
yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain ia harus
menetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai
maksudnya. Kalau hanya pengertian dasar yang diinginkannya, ia
harus memilih kata yang denotatif; kalau ia menghendaki reaksi
emosional tertentu, ia harus memilih kata konotatif sesuai dengan
sasaran yang akan dicapainya itu.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.
Seperti telah diuraikan diatas, kata-kata yang bersinonim tidak
selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi. Sebab itu,
penulis atau pembicara harus berhati-hatui memilih kata dari
sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang
diinginkannya, sehingga tidak timbul interpretasi yang berlaianan.
3. Membedakan kata-kata yang mirip dengan ejaannya. Bila penulis
sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejannya
itu, maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu
salah paham. Kata-kata yang mirip dalam tulisannya itu misalnya:
bahwa-bawah-bawa,
interferensi-inferensi,
karton-kartun,
preposisi-proposisi, korporasi-koprasi, dan sebagainya.
4. Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selalu tumbuh dan
berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat.
Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan
jumlah kata baru. Namun hal itu tidak berarti bahwa setiap orang
boleh menciptakan kata baru seenaknya. Kata baru biasanya
muncul untuk pertama kali karena dipakai oleh orang-orang
terkenal atau pengarang terkenal. Bila anggota masyarakat
lainnya menerima kata itu, maka kata itu lama-kelamaan akan
menjadi milik masyarakat. Neologisme atau kata baru atau
penggunaan sebuah kata lama dengan makna dan fungsi yang
baru termasuk dalam kelompok ini.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
5. Waspadalah terhadap akhiran asing, terutama kata-kata asing
yang mengandung akhiran asing tersebut. Perhatikan penggunaan;
favorable-favorit, idiom-ideomatik, progres-progresif, kulturkultural, dan sebagainya.
6. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara
ideomatik; ingat akan bukan ingat terhadap; berharap, berharap
akan, mengharapakan bukan mengharap akan; berbahaya,
berbahaya bagi, membahayakan sesuatu bukan membahayakan
bagi sesuatu; takut akan, menakuti sesuatu (lokatif).
7. Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus
membedakan kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih
tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum.
8. Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi
yang khusus.
9. Memperhatikan prubahan makna yang terdapat pada kata-kata
yang sudah dikenal.
10. Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.
Pada umumnya, untuk mencapai ketepatan pengertian lebih baik
memilih kata khusus daripada kata umum. Kata umum yang
dipertentangkan dengan kata khusus harus dibedakan dari kata
denotatif dan konotatif. Kata konotatif dibedakan berdasarkan
maknanya, yaitu apakah ada makna tambahan atau nilai rasa yang
ada pada sebuah kata. Kata umum dan kata khusus dibedakan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
berdasarkan luas tidaknya cakupan makna yang dikandungnya. Bila
sebuah kata mengacu kepada suatu hal atau kelompok yang luas
bidang lingkupnya maka kata itu disebut kata umum. Bila ia
mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan konkret
maka kata-kata itu disebut kata khusus.
Karena kata yang khusus memperlihatkan pertalian yang khusus
atau kepada obyek yang khusus, maka kesesuaian akan lebih cepat
diperoleh antara pembaca dan penulis.
Dengan demikian semakin khusus sebuah kata atau istilah,
semakin dekat titik persamaan atau pertemuan yang dapat dicapai
antara penulis dan pembaca; sebaliknya semakin umum sebuah
istilah, semakin jauh pula titik pertemuan antara penulis dan
pembaca.
Bahasa mana pun di dunia ini selalu mengalami pertumbuhan
dan perkembangan dari waktu ke waktu. Tingkat perubahan yang
dialami setiap bahasa tergantung dari bermacam-macam faktor:
kebutuhan untuk meyerap teknologi baru yag belum dimiliki, tingkat
kontak dengan bangsa-bangsa lain di dunia, kekayaan budaya asli
yang dimiliki penutur bahasanya, dan macam-macam faktor yang
lain. Walapun ada unsur-unsur baru yang selalu muncul dan ada
unsur-unsur lama yang lenyap dari pemakaian, serta ada unsur-unsur
yang mengalami pergeseran dan perubahan makna, selalu akan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
terdapat bagian dari kosa kata yang dikenal bersama dan dipakai
oleh semua penutur bahasa.
c. Kesesuaian Diksi (pemilihan kata)
Persoalan kedua dalam pendayagunaan kata-kata adalah
kecocokan atau kesesuaian. Perbedaan antara ketetapan dan
kecocokan pertama-tama mencakup soal kata mana yang akan
digunakan dalam kesempatan tertentu, walaupun kadang-kadang
masih ada perbedaan tambahan berupa perbedaan tata bahasa, pola
kalimat, panjang atau kompleksnya sebuah alinea, dan beberapa segi
yang lain. Perbedaan yang sangat jelas antara ketepatan dan
kesesuaian adalah bahwa dalam kesesuaian dipersoalkan: apakah
kita dapat mengungkapkan pikiran kita dengan cara yang sama
dalam semua kesempatan dan lingkungan yang kita masuki. Ada
suasana yang menuntut para hadirin bertindak lebih formal, ada pula
suasana yang tidak menghendaki tindakan-tindakan yang formal.
Dengan demikian, tingkah laku manusia yang berwujud bahasa juga
akan disesuaikan dengan suasana yang formal dan nonformal,
sedagkan suasana yang nonformal menghendaki bahasa yang
nonformal.12
Syarat-syarat Kesesuaian Diksi
12
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2009), h. 102
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
Bahasa manapun didunia ini selalu mengalami pertumbuhan dan
perkembangan dari waktu ke waktu. Tingkat perubahan yang dialami
tiap bahasa tergantung dari bermacam-macam faktor, misal
kebutuhan untuk menyerap teknologi baru yang belum dimiliki,
tingkat kontak dengan bangsa-bangsa lain didunia, kekayaan budaya
asli yang dimiliki penutur bahasanya, dan macam-macam faktor
yang lain. Walaupun ada unsur-unsur baru yang selalu muncul dan
ada unsur-unsur lama yang lenyap dari pemakaian, serta unsur-unsur
yang mengalami pergeseran dan perubahan makna, selalu akan
terdapat bagian dari kosa kata yang dikenal bersama dan dipakai
oleh semua penutur bahasa.
Disamping unsur-unsur bahasa yang dikuasai dan dikenal oleh
seluruh anggota masyarakat bahasa, ada juga unsur bahasa yang
terbatas penuturnya, walaupun mereka berada didalam masyarakat
bahasa yang sama. Unsur-unsur semacam itu dikenal dengan
pelbagai macam nama: bahasa slang, jargon, bahasa daerah atau
unsur daerah, dan sebagainya. Kata-kata yang termasuk dalam
kelompok ini harus dipergunakan secara hati-hati agar tidak merusak
suasana. Bila suatu situasi yang formal tiba-tiba dimasuki oleh katakata yang bersifat kedaerahan, maka suasana yang formal tadi akan
terganggu.
Sebab itu ada beberapa hal yang perlu diketahui setiap penulis
atau pembicara, agar kata-kata yang dipergunakan tidak akan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
mengganggu suasana, dan tidak akan menimbulkan ketegangan
antara penulis atau pembicara dengan para hadirin atau para
pembaca. Syarat-syarat tersebut adalah:
a. Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandar dalam
suatu situasi yang formal.
b. Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja.
Dalam situasi yang umum hendaknya penulis atau pembicara
mempergunakan kata-kata populer.
c. Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum.
d. Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian
kata-kata slang.
e. Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan.
f. Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati).
g. Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial.13
4. Diksi (Pemilihan Kata) Dakwah Bil Lisan
a. Makna Denotasi dalam Dakwah Bil Lisan
Makna denotatif disebut juga dengan beberapa istilah lain
seperti: makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual,
makna ideasional, makna referensial, atau makna proposisional.
Disebut
makna
denotasional,
referensial,
konseptual,
atau
ideasional, karena makna itu menunjuk (denote) kepada suatu
referen, konsep, atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna
13
Ibid. h. 104
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau
pengetahuan; stimulus (dari pihak pembicara) dan respons (dari
pihak
pendengar)
menyangkut
hal-hal
yang
dapat
diserap
pancaindria (kesadaran) dan rasio manusia. Dan makna ini disebut
juga makna proposisional karena ia bertalian dengan informasiinformasi atau pernyataan-pernyataan yang bersifat faktual. Makna
ini, yang diacu dengan bermacam-macam nama, adalah makna yang
paling dasar pada suatu kata.
Dalam kegiatan dakwah terutama dakwah bil lisan, makna
denotatif sangat mempengaruhi pemahaman jamaah atau mad’u.
Karena keberhasilan suatu ceramah bisa dilihat dari pembicara yang
bisa mengarahkan pemahaman jamaah dan jamaah bisa mencerna isi
ceramah dengan mudah. Dan dengan kesadaran yang mereka punya
bisa untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari apa yang mereka
dengar dari sebuah kegiatan ceramah.
b. Makna Konotatif dalam Dakwah Bil Lisan
Memilih konotasi adalah masalah yang jauh lebih berat bila
dibandingkan dengan memilih denotasi. Bisa dikatakan konotasi
adalah makna yang bukan sesungguhnya. Dan memakai kata yang
bermakna
konotasi
bisa
mengulang
perkataan
untuk
dapat
memaham
KH. MASYHUDI MUCHTAR PADA JAMAAH PUTRI DI
PONPES DARUL HIKAM KECAMATAN GEDANGAN
KABUPATEN SIDOARJO (Hari Rabu Tanggal 02
November 2016)
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Disusun oleh:
Fitriana Sobiroh (B01213007)
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
JURUSAN KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2017
ABSTRAK
Fitriana Sobiroh. NIM. B01213007, 2017. Diksi Dalam Dakwah Bil Lisan KH.
Masyhudi Muchtar Pada Jamaah Putri Di Ponpes Darul Hikam Kecamatan
Gedangan Kabupaten Sidoarjo, Skripsi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran
Islam Jurusan Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel
Surabaya.
Kata Kunci: Diksi dan dakwah bil lisan
Fokus penelitian dalam skripsi ini adalah : (1) Bagaimana diksi dalam
dakwah bil lisan KH. Masyhudi Muchtar pada jamaah putri di Ponpes Darul
Hikam Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo (Hari Rabu Tanggal 02
November 2016) ? (2) Bagaimana penilaian mad’u terhadap dakwah KH.
Masyhudi Muchtar tersebut pada jamaah putri di Ponpes Darul Hikam Kecamatan
Gedangan Kabupaten Sidoarjo (Hari Rabu Tanggal 02 November 2016) ?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
yang berguna untuk memberikan fakta dan data mengenai diksi dakwah bil lisan
KH. Masyhudi Muchtar pada jamaah putri di Ponpes Darul Hikam hari rabu
tanggal 02 November 2016, kemudian data yang sudah diperoleh itu dianalisis
dengan data analisis deskriptif sehingga diperoleh makna yang mendalam
mengenai diksi dalam dakwah bil lisan.
Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa diksi dakwah bil lisan KH.
Masyhudi Muchtar menggunakan kata bermakna denotatif dan makna konotatif.
Kata yang bermakna konotatif sesegera mungkin disusul dengan kata yang
bermakna denotatif agar imajinasi jamaah yang mendengarkan langsung
terhubung hingga akhirnya memahami apa yang disampaikan. Dan perkembangan
jamaah setiap tahunnya berkembang secara signifikan. Penilaian jamaah
mengatakan sudah sesuai dengan kultur jamaah yang berbagai macam status
pendidikan. Sesuai penilaian jamaah yang menuturkan bahwa kata per kata yang
disampaikan ringan dan tidak bertele-tele.
Karena peneliti sudah membahas diksi dengan segala kerumitannya, maka
rekomendasi untuk peneliti selanjutnya membahas dari sisi yang berbeda dari sekian
banyak pembahasan mengenai diksi.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………............ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………............ ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI……………………….............. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………..…………….............. iv
PERNYATAAN PERTANGGUNG JAWABAN ……………….... ........... v
ABSTRAK…………………..…………………..…………………............. vi
KATA PENGANTAR…………………..…………………..………........... vii
DAFTAR ISI…………………..…………………..…………………......... x
DAFTAR TABEL.............................................................................. ...........xiii
DAFTAR GAMBAR......................................................................... ........... xiv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………….......... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………….......... 5
C. Tujuan Penelitian……………………………………………........... 6
D. Manfaat Penelitian……………………………………………......... 6
E. Definisi Konsep………………………………………………......... 7
F. Sistematika Pembahasan………………………………………........ 11
BAB II : KEPUSTAKAAN
A. Kajian Pustaka......……………………………………………......... 13
1. Dakwah...........................………………………………............. 13
2. Dakwah Bil Lisan…………………………………………........ 15
3. Diksi (Pemilihan Kata) dalam Dakwah Bil Lisan........................16
a. Diksi........................................................................... ............16
b. Ketetapan Diksi (Pemilihan Kata)............................. ........... 21
c. Kesesuaian Diksi (Pemilihan Kata)........................................27
4. Diksi (Pemilihan Kata) Dakwah Bil Lisan.................................. 29
a. Makna Denotasi Dalam Dakwah Bil Lisan............................29
b. Makna Konotatif Dalam Dakwah Bil Lisan.......................... 30
c. Pemilihan Kata Umum Dan Kata Khusus Dalam Dakwah
Bil Lisan..................................................................................31
B. Kerangka Teoritik...............................................................................32
C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ………………………. ............33
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian……………………………............ 37
B. Kehadiran Peneliti……………………….……..…………...............39
C. Subyek Penelitian……………………………..…………….............41
D. Jenis dan Sumber Data………………………………………........... 41
E. Tahap-Tahap Penelitian……………………………………. ........... 42
F. Teknik Pengumpulan Data................................................................. 44
G. Teknik Analisis Data..........................................................................46
H. Teknik Keabsahan Data......................................................... ........... 47
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Penyajian Data................................................................................... 49
1. Setting Penelitian…………………………………………........... 49
2. Sejarah Berdiri Pondok Pesantren Darul Hikam........................... 51
3. Profil KH. Masyhudi Muchtar.......................................................55
4. Pengajian Rutin KH. Masyhudi Muchtar...................................... 57
5. Pengajian KH. Masyhudi Muchtar Pada Hari Rabu Tanggal
02 November 2016........................................................................59
B. Analisi Data....................................................................................... 67
1. Diksi Dakwah Bil Lisan KH. Masyhudi Muchtar......................... 67
2. Penilaian Jamaah Terhadap Diksi Dakwah Bil Lisan
KH. Masyhudi Muchtar.................................................................74
3. Hasil Penelitian..............................................................................80
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………….............82
B. Saran………………………………………………………...............83
DAFTAR PUSTAKA........................................................................ ............84
Lampiran
Biodata Penulis
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengertian dakwah dikenal oleh sebagian masyarakat dengan
ceramah agama. Namun tidak untuk masyarakat yang memang
berkecimpung didunia dakwah atau dunia religiusitas. Dakwah adalah
segala sesuatu yang menyeru kepada kebaikan, apakah itu diatas
mimbar ataupun tidak. Karena pada dasarnya bahwa dakwah adalah
menyeru kepada kebaikan yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis.
Dakwah bukan hanya kewenangan ulama atau tokoh agama. Setiap
muslim bisa melakukan dakwah, karena dakwah bukan hanya
ceramah agama.1
Pada zaman sekarang yang semuanya serba canggih dan instan
banyak masyarakat yang seringkali mengabaikan dakwah Islam.
Mungkin bagi sebagian masyarakat hanya dengan dua kalimat
syahadat, mereka sudah sepenuhnya menjadi orang Islam namun tidak
mengetahui bagaimana harusnya Islam yang benar dan menjadi hamba
yang berkualitas dihadapan Allah. Apabila tanpa dakwah maka akan
dipastikan bahwa manusia akan semakin jauh dari agama Islam.
Dakwah bertujuan membawa kebaikan dan menata kehidupan orang
Islam menuju terwujudnya kehidupan yang agamis dan harmonis.
1
Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah Edisi Revisi Cetakan I, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 2
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
Untuk lebih menarik minat masyarakat dalam hal kegiatan
dakwah banyak cara untuk mengemas dakwah agar bisa menjadi
menarik dan minat khalayak umum menjadi tinggi. Bukan hanya
sekedar ceramah agama, melalui tulisan-tulisan atau bentuk perilaku
yang menunjukkan kebaikan itu semua masuk dalam kegiatan
dakwah.
Da’i juga bersifat umum, artinya bukan saja da’i yang
profesional, akan tetapi berlaku juga untuk setiap orang yang hendak
menyampaikan, mengajak orang ke jalan Allah. Sebab Rasulullah saw
bersabda: “sampaikanlah (ajaran) dari padaku walaupun itu hanya satu
ayat”.
Setiap orang yang menjalankan aktivitas dakwah, hendaknya
memilih kepribadian yang baik sebagai seorang da’i.2 Sebagai seorang
da’i yang berkewajiban menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar
maka akan lebih dituntut agar bagaimana mad’u atau audience tidak
sekedar mendengarkan pesan dakwah yang disampaikan melainkan
juga bisa dipahami dan diterapkan dalam kehidupan. Sehingga
seorang da’i harus mempunyai kecakapan dalam berbicara dari
pemilihan kata hingga penggunaan kata yang nantinya akan
disampaikan kepada para mad’unya.
Salah satu ciri dakwah yang efektif adalah apabila adanya
hubungan baik antara da’i dan mad’u (hubungan intrapersonal dan
2
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1983), h. 34
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
hubungan batin) semakin meningkat. Kedekatan hubungan antara
kedua belah pihak itu boleh jadi terjadi secara alamiah karena
bertemunya dua unsur yang saling membutuhkan dan saling
mendukung.3
Diksi atau pilihan kata mencakup perihal kata-kata mana yang
akan dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan yang tepat dan
digunakan dalam situasi yang tepat untuk di ungkapkan.4 Seorang da’i
yang berdakwah melalui bil lisan tidak menutup kemungkinan harus
sukses menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u. Dengan kata lain
bahwa seorang da’i yang berdakwah menggunakan metode bil lisan
mempunyai ciri khas tersendiri, mulai dari penampilan atau fashion
dari seorang da’i hingga pemilihan kata yang menjadi pesan
dakwahnya.
Da’i sebagai penyampai pesan dakwah sangatlah penting
perannya. Tidak hanya dituntut mempunyai pengetahuan yang luas
dan kecakapan dalam menyampaikan pesan, da’i juga harus selalu
memperhatikan dalam pemilihan dan penggunaan suatu metode
dakwah. Hal ini bertujuan agar da’i tidak mudah terpengaruh oleh
keadaan suatu mad’u atau terpancing menjadi fanatik pada suatu hal.
Metode dakwah menjadi penting karena untuk mendukung seorang
da’i dalam menyampaikan pesan dakwahnya. Karena beraneka ragam
sifat mad’u yang akan di hadapi oleh seorang da’i.
3
4
Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h. 141
Gorys Keraf, Diksi Dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Pustaka Utama, 1996), h. 24
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
Oleh karena itu, kegiatan dakwah harus dikemas secara baik dan
menggunakan pemilihan kata yang sesuai dengan situasi mad’u.
Karena banyak da’i yang pesannya tidak sampai kepada mad’u atau
khalayak karena da’i tersebut tidak mampu menuangkan kedalam
bahasa yang baik sehingga dakwah yang disampaikan tidak monoton.
Dalam hal ini maka kegiatan dakwah harus menarik dikaji dengan apa
yang mereka tampilkan ketika berdakwah, baik dalam pemilihan kata
maupun kesesuaian pilihan kata.
Diksi atau pemilihan kata adalah bagian kecil dari keilmuan
retorika dan retorika dakwah yang sering dilupakan, namun memiliki
pengaruh yang sangat besar pada keberhasilan suatu kegiatan dakwah.
Fenomena didalam kehidupan yang sering dijumpai adalah
dengan penggunaan istilah asing saat menyampaikan ceramah.
Dengan menggunakan istilah asing tersebut akan memberi kesan
sebagai kaum intelek atau cendekiawan. Padahal berbanding terbalik
dengan penggunaan istilah asing yang digunakan dalam berceramah
justru akan menjadi faktor penghambat proses dakwah. Bahkan tak
jarang masyarakat terjebak salah paham dalam menerima suatu
penyampaian dakwah hanya dikarenakan munculnya istilah-istilah
asing yang tidak akrab di dengar oleh mereka.
Diksi dalam penyampaian dakwah KH. Masyhudi Muchtar
sangatlah
jelas
menyampaikan
karena
beliau
pesan dakwah.
tidak
KH.
bertele-tele
Masyhudi
dalam
hal
Muchtar
pun
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
menggunakan perkataan-perkataan dalam Al-Qur’an misal Qoula
Sadida (perkataan yang jelas). Sehingga, peneliti menggunakan
penelitian ini untuk mengetahui lebih dalam lagi bagaimana diksi dan
kesesuain pilihan kata KH. Masyhudi Muchtar dalam dakwah bil lisan
pada jamaah putri di Ponpes Darul Hikam Kecamatan Gedangan
Kabupaten Sidoarjo.
Sepenggal kalimat yang diutarakan KH. Masyhudi Muchtar saat
menyampaikan ceramahnya “Makanlah yang kenyang agar tidak
berharap pemberian orang, jangan berharap kepada manusia”.
Setelah pengungkapan kata kiasan, ia langsung mengungkapkan
makna aslinya agar apa yang dipikirkan oleh jamaahnya bisa langsung
tersambung dengan kalimat awalnya.
Dengan penyampaiannya yang mudah dimengerti seketika
suasana mad’u ketika dakwahnya sedang berlangsung sangatlah
kondusif. Mad’u mengikuti dakwahnya dari awal hingga akhir tidak
ada yang terlewatkan. Antusias mad’u juga di tujukan saat mereka
tidak mengerti apa yang disampaikan yakni melalui tanya jawab
setelah dakwahnya selesai.
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini adalah tentang diksi dalam dakwah bil lisan KH.
Masyhudi Muchtar Pada Jamaah Putri Di Ponpes Darul Hikam
Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo (Hari Rabu Tanggal 02
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
November 2016), yang memunculkan rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana makna denotatif dalam dakwah bil lisan KH.
Masyhudi Muchtar ?
2.
Bagaimana makna konotatif dalam dakwah bil lisan KH.
Masyhudi Muchtar ?
3.
Bagaimana penilaian jamaah terhadap dakwah bil lisan KH.
Masyhudi Muchtar ?
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah yang diuraikan diatas,
maka tujuan penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui makna denotatif dalam dakwah bil lisan KH.
Masyhudi Muchtar ?
2.
Untuk mengetahui makna konotatif dalam dakwah bil lisan KH.
Masyhudi Muchtar ?
3.
Untuk mengetahui penilaian jamaah terhadap dakwah bil lisan
KH. Masyhudi Muchtar ?
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Secara Teoritis
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
a. Mengetahui lebih dalam profesi yang kita tekuni agar ilmu
pengetahuan yang dimiliki lebih bermanfaat bagi diri kita
sendiri, orang lain, agama, bangsa dan negara.
b. Memungkinkan
kita
untuk
mengembangkan
pemikiran
masyarakat yang terbatas dan memanfaatkan metode dakwah
secara total untuk hasil yang maksimal.
2.
Manfaat Secara Praktis
a. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan untuk bisa
memberikan pemahaman kepada para masyarakat Islam
bagaimana pentingnya kegiatan dakwah.
b. Menjadi bahan evaluasi agar da’i bisa memilih pilihan kata dan
kesesuaian pilihan kata pesan dakwah agar mad’u dapat
memahami pesan dakwah yang disampaikan.
E. Definisi Konseptual
1.
Dakwah
Berdakwah adalah wajib hukumnya dikerjakan oleh setiap
muslim. Oleh karena itu bagi kaum yang mentaati perintah
dakwah tersebut beruntunglah mereka. Karena mereka berdakwah
bukanlah semata-mata untuk kepentingan pribadi namun yang
jelas berniat untuk membela dan menengakkan agama Allah.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
Ditinjau dari segi etimologi atau asal kata (bahasa), dakwah
berasal dari Bahasa Arab yang berarti “panggil-an, ajakan, atau
seruan”.5
Secara termenologis dakwah telah didefinisikan oleh para
ahli. Sayyid Qutb memberi batasan dengan “mengajak” atau
“menyeru” kepada orang lain masuk ke dalam sabil Allah Swt.
bukan untuk mengikuti da’i atau sekelompok orang. Ahmad
Ghusuli menjelaskan bahwa dakwah merupakan pekerjaan atau
ucapan untuk mempengaruhi manusia supaya mengikuti Islam.
Abdul al Badi Shadar membagi dakwah menjadi dua tataran yaitu
dakwah fardiyah dan dakwah ummah. Sementara itu Abu Zahroh
menyatakan bahwa dakwah itu dapat dibagi menjadi dua hal;
pelaksana dakwah, perseorangan, dan organisasi. Sedangkan
Ismail al-Faruqi, mengungkapkan bahwa hakikat dakwah adalah
kebebasan, universal, dan rasional. Dan kebebasan inilah
menunjukkan bahwa dakwah itu bersifat universal (berlaku untuk
semua umat dan sepanjang masa).6
Pada dasarnya dakwah adalah kegiatan menyeru pada jalan
Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Segala sesuatu hal bisa
dikatakan dakwah apabila mengandung unsur amar ma’ruf nahi
munkar. Dizaman yang serba modern saat ini dakwah dapat
dilakukan melalui berbagai media. Dari dakwah secara langsung
5
6
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al – Ikhlas, 1983), h. 17
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 14
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
(bil lisan), melalui tulisan (bil qolam), hingga tindakan (bil hal)
dari pelaku dakwah itu sendiri.
Konteks dakwah dalam Al – Qur’an di tuangkan dalam
Surah Ali Imran ayat 104 :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru pada kebajikan, menyuruh pada yang ma’ruf dan
mencegah yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)7
Dakwah Islam berupaya agar umat manusia selalu berubah,
dalam makna selalu meningkatkan situasi dan kondisi baik lahir
maupun batin, berupaya agar semua kegiatannya masuk ke dalam
kerangka ibadah dan diharapkan agar mencapai kesejahteraan,
kebahagiaan lahir dan batin yang memperoleh ridho Allah SWT.8
2.
Dakwah Bil Lisan
Dakwah
adalah
kegiatan
menyeru
manusia
kepada
kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada kebajikan dan
melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan
akhirat.9
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993), h.
93
8
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.
38
9
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 11
7
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
Secara
etimologis
dakwah
bil
lisan
merupakan
penggabungan dari kata dakwah dan lisan. Kata dakwah berarti
memanggil, menyeru. Kata lisan berarti bahasa.10 Dengan
demikian dakwah bil lisan mempunyai arti yaitu memanggil atau
menyeru ke jalan Tuhan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat
dengan menggunakan bahasa kepada manusia.
Dakwah bil lisan dalam kalangan umum biasa juga disebut
dengan dakwah melalui perkataan atau ceramah. Sampai sekarang
dakwah bil lisan merupakan metode yang paling sering digunakan
oleh para aktifis dakwah.11
Dakwah bil lisan atau melalui perkataan banyak macamnya,
mulai dari diskusi, pidato, ataupun ceramah.
Dakwah melalui kata atau biasa disebut dengan ceramah
bisa menembus berbagai macam kalangan. Hingga sampai
sekarang dakwah bil lisan masih banyak yang diminati.
Kegiatan dakwah tidak hanya diatas mimbar, apabila kita
menyeru dalam hal kebaikan itupun juga sudah dinamakan
dakwah. Karena pada dasarnya manusia adalah pengingat bagi
manusia lainnya.
3.
Diksi
Istilah diksi atau pilihan kata bukan saja dipergunakan
untuk
10
11
menyatakan
kata-kata
mana
yang
dipakai
untuk
Munzier Suparta, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 215
Ibid, h. 359
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi
persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan.
Dapat disimpulkan mengenai diksi adalah pilihan kata atau
diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk
menyampaikan
suatu
gagasan,
pengelompokan
kata-kata
yang
bagaimana
tepat
atau
membentuk
menggunakan
ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik
digunakan dalam suatu situasi.12
Makna denotasi itu sesungguhnya menunjuk pada makna
yang sebenarnya, bukan makna yang sifatnya kiasan, dan bukan
pula makna yang bersifat kontekstual. Jadi dapat ditegaskan,
bahwa yang dimaksud dengan denotasi adalah makna kata yang
tidak mengandung tambahan makna atau perasaan tambahan
sedikit pun.
Makna konotatif itu sering disebut juga sebagai makna
kontekstual. Jadi, sebuah bentuk kebahasaan akan dapat diartikan
berbeda atau tidak sama.13
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan adalah bagian yang terdiri dari sub-sub
pembahasan didalam bab per bab. Yaitu ada lima bab, dijelaskan
dibawah ini:
12
13
Gorys Keraf, Diksi Dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Pustaka Utama, 1996), h. 22
Kunjana Rahardi, Penyunting Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang, (Jakarta:
Erlangga,2009), h. 64
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
Pada bab satu peneliti akan memaparkan tentang langkah awal
dalam penelitian skripsi, diantaranya menjelaskan, a) Latar belakang
penelitian, b) Rumusan masalah, c) Tujuan penelitian, d) Manfaat
penelitian, e) Definisi konseptual, dan f) Sistematika pembahasan.
Pada bab dua adalah kajian kepustakaan tentang diksi dalam
ceramah pengajian, untuk dapat mengerti isi dan teorinya, maka
peneliti merincikan dalam sub-sub bab yaitu terdiri dari, a) Diksi
dalam ceramah, b) Teori komunikasi persuasif, c) Penelitian terdahulu
yang relevan.
Pada bab tiga, membahas tentang metode penelitian yang
digunakan oleh peneliti. Diantaranya adalah menggunakan metode
penelitian kualitatif, yaitu bagaimana cara peneliti mendekati objek
penelitian sehingga hal-hal yang perlu dipaparkan dalam skripsi ini
adalah berbentuk data, gambar, dan dokumen.
Pada bab empat, pembahasan mengenai analisis dari penelitian
yang dilakukan. Dari pencarian data dengan dokumentasi, dan
analisisnya tentang Diksi Dalam Ceramah KH. Masyhudi Muchtar,
hingga bagaimana hasil analisis diksi dalam ceramah tersebut.
Pada bab lima adalah penutup. Akan ditarik kesimpulan
penelitian bagaimana tanda, objek, dan makna diksi dalam ceramah,
serta akan dipaparkan saran-saran kepada pembaca.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB II
DIKSI DALAM DAKWAH BIL LISAN
A. Kajian Pustaka
1. Dakwah
Berdakwah adalah wajib hukumnya dikerjakan oleh setiap
muslim. Oleh karena itu bagi kaum yang mentaati perintah dakwah
tersebut beruntunglah mereka. Karena mereka berdakwah bukanlah
semata-mata untuk kepentingan pribadi namun yang jelas berniat untuk
membela dan menengakkan agama Allah.
Ditinjau dari segi etimologi atau asal kata (bahasa), dakwah
berasal dari Bahasa Arab yang berarti “panggil-an, ajakan, atau
seruan”.1
Secara termenologis dakwah telah didefinisikan oleh para ahli.
Sayyid Qutb memberi batasan dengan “mengajak” atau “menyeru”
kepada orang lain masuk kedalam sabil Allah Swt. Bukan untuk
mengikuti da’i atau sekelompok orang. Ahmad Ghusuli menjelaskan
bahwa dakwah merupakan pekerjaan atau ucapan untuk mempengaruhi
manusia supaya mengikuti Islam. Abdul al Badi Shadar membagi
dakwah menjadi dua tataran yaitu dakwah fardiyah dan dakwah
ummah. Sementara itu Abu Zahroh menyatakan bahwa dakwah itu
dapat dibagi menjadi tiga hal; pelaksana dakwah, perseorangan, dan
organisasi.
1
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al – Ikhlas, 1983), h. 17
13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
Sedangkan Ismail al-Faruqi, mengungkapkan bahwa hakikat
dakwah adalah kebebasan, universal, dan rasional. Dan kebebasan
inilah menunjukkan bahwa dakwah itu bersifat universal (berlaku untuk
semua umat dan sepanjang masa).2
Pada dasarnya dakwah adalah kegiatan menyeru pada jalan Allah
dan menjauhi segala larangan-Nya. Segala sesuatu hal bisa dikatakan
dakwah apabila mengandung unsur amar ma’ruf nahi munkar. Di
zaman yang serba modern saat ini dakwah dapat dilakukan melalui
berbagai media. Dari dakwah secara langsung (bil lisan), melalui tulisan
(bil qolam), hingga tindakan (bil hal) dari pelaku dakwah itu sendiri.
Konteks dakwah dalam Al – Qur’an di tuangkan dalam Surah Ali
Imran ayat 104 :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru pada kebajikan, menyuruh pada yang ma’ruf dan
mencegah yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)3
Dakwah Islam berupaya agar umat manusia selalu berubah, dalam
makna selalu meningkatkan situasi dan kondisi baik lahir maupun batin,
berupaya agar semua kegiatannya masuk kedalam kerangka ibadah dan
2
3
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 14
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993), h.
93
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
diharapkan agar mencapai kesejahteraan, kebahagiaan lahir dan batin
yang memperoleh ridho Allah SWT.4
2. Dakwah Bil Lisan
Dakwah adalah kegiatan menyeru manusia kepada kebajikan dan
petunjuk serta menyuruh kepada kebajikan dan melarang kemungkaran
agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.5
Secara etimologis dakwah bil lisan merupakan penggabungan
dari kata dakwah dan lisan. Kata dakwah berarti memanggil, menyeru.
Kata lisan berarti bahasa.6 Dengan demikian dakwah bil lisan
mempunyai arti yaitu memanggil atau menyeru ke jalan Tuhan untuk
kebahagiaan dunia dan akhirat dengan menggunakan bahasa kepada
manusia.
Dakwah bil lisan dalam kalangan umum biasa juga disebut
dengan dakwah melalui perkataan atau ceramah. Sampai sekarang
dakwah bil lisan merupakan metode yang paling sering digunakan oleh
para aktifis dakwah.7
Dakwah melalui kata atau biasa disebut dengan ceramah bisa
menembus berbagai macam kalangan. Hingga sampai sekarang dakwah
bil lisan masih banyak yang diminati.
4
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 38
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 11
6
Munzier Suparta, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 215
7
Ibid, h. 359
5
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
Kegiatan dakwah tidak hanya diatas mimbar, apabila kita
menyeru dalam hal kebaikan itu pun juga sudah dinamakan dakwah.
Karena pada dasarnya manusia adalah pengingat bagi manusia lainnya.
3. Diksi (Pemilihan Kata) dalam Dakwah Bil Lisan
a. Diksi
Berbicara mengenai diksi atau pemilihan kata, sebagai
pembicara didepan tentunya dituntut untuk menyampaikan sesuatu
perihal dengan baik dan benar. Tidak menutup kemungkinan seorang
pembicara harus sempurna pada saat berbicara didepan umum.
Karena bagaimana cara penyampaian akan mempengaruhi mereka
yang mendengarkan.
Sesuai dengan hadis sebagai berikut:
ْ
عن ابى هريْرة رضي ه ع ْه ا َ رسوْ ه ص َى ه ع يْه وس َ ْم قا
ْ ْيؤمن باه و ْاليوْ ْاْخر ف ْيقلْ خ ْيرًا اوْ ليص
ْ ت وم ْن كا
ْ م ْن عا:
يؤمن باه
ْ و ْاليوْ ْاْخر ف ْي ْ ر جار وم ْن كا
.يؤمن باه و ْاليوْ ْاْخر ف ْي ْ ر ْ ضيْفه
Dari Abu Hurairah r.a., bahwasannya Rasulullah saw.
Bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Kemudian,
maka hendaklah berkata baik atau diam saja. Barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari Kemudian, maka hendaklah menghormati
tetangganya. dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
Kemudian, maka hendaklah menghormati tamunya.” (Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim).8
8
M. Tohir Rahman, Hadis Arbain Annawawiyah, (Surabaya: Al Hidayah), h. 31
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
Dijelaskan pada hadis diatas bahwa berkata baik atau diam
saja. Jika suatu perkataan tidak mengandung sebuah kebaikan maka
lebih baik diam atau tidak diutarakan kepada khalayak.
Istilah diksi atau pilihan kata bukan saja dipergunakan untuk
menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan
suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi,
gaya bahasa, dan ungkapan.
Dapat disimpulkan mengenai diksi adalah pilihan kata atau
diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk
menyampaikan
suatu
gagasan,
bagaimana
membentuk
pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapanungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan
dalam suatu situasi.9
Kembali kepada unit yang paling kecil dalam bahasa yang
mengandung konsep atau gagasan tertentu (yaitu kata), maka makna
kata dapat dibatasi sebagai hubungan antara bentuk dengan hal atau
barang yang diwakilkannya (referen-nya). Kata rumah misalnya
adalah bentuk atau ekspresi, sedangkan “barang yang diwakili oleh
kata rumah” adalah “sebuah bangunan yang beratap, berpintu,
berjendela, yang menjadi tempat tinggal manusia”. Barang itulah
yang disebut sebagai referen. Sedangkan hubungan antara keduanya
(yaitu antara bentuk dan referen) akan menimbulkan makna atau
9
Gorys Keraf, Diksi Dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Pustaka Utama, 1996), h. 22
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
referensi. Makna atau referensi kata rumah timbul akibat hubungan
antara bentuk itu dengan pengalaman-pengalaman non-linguistik,
atau barang-barang yang ada di alam.
Macam-Macam Makna :
Pada umumnya makna kata pertama-tama dibedakan atas
makna yang bersifat denotatif dan makna kata yang bersifat
konotatif.
a. Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna
sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Semisal, kata
rombongan
bermakna
denotatif
‘sekumpulan
orang
yang
mengelompok menjadi satu kesatuan’.10
Makna denotatif disebut juga dengan beberapa istilah lain seperti:
makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna
ideasional, makna referensial, atau makna proposisional. Disebut
makna denotasional, referensial, konseptual, atau ideasional,
karena makna itu menunjuk (denote) kepada suatu referen,
konsep, atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna
kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau
pengetahuan; stimulus (dari pihak pembicara) dan respons (dari
pihak pendengar) menyangkut hal-hal yang dapat diserap
pancaindria (kesadaran) dan rasio manusia. Dan makna ini
10
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 292
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
disebut juga makna proposisional karena ia bertalian dengan
informasi-informasi atau pernyataan-pernyataan yang bersifat
faktual. Makna ini, yang diacu dengan bermacam-macam nama,
adalah makna yang paling dasar pada suatu kata.
Dalam bentuk yang murni, makna denotatif dihubungkan dengan
bahasa ilmiah. Seorang penulis yang hanya ingin menyampaikan
informasi kepada kita, dalam hal ini khususnya bidang ilmiah,
akan berkecenderungan untuk mempergunakan kata-kata yang
denotatif. Sebab pengarahan yang jelas terhadap fakta yang
khusus
adalah
tujuan
utamanya;
ia
tidak
menginginkan
interpretasi tambahan dari tiap pembaca, dan tidak akan
membiarkan interpretasi itu dengan memilih kata-kata yang
konotatif. Sebab itu untuk menghindari interpretasi yang mungkin
timbul, penulis akan berusaha memilih kata dan konteks yang
relatif bebas interpretasi.
- Rumah itu luasnya 250 meter persegi (denotatif)
- Rumah itu luas sekali (konotatif)
- Ada seribu orang yang menghadiri pertemuan itu (denotatif)
- Banyak sekali orang yang menghadiri pertemuan itu
(konotatif)
- Meluap hadirin yang mengikuti pertemuan itu (konotatif)
Makna denotatif dapat dibedakan atas dua macam relasi, yaitu
pertama, relasi antara sebuah kata dengan barang individual
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
yang diwakilinya, dan kedua relasi antara sebuah kata dan ciriciri atau perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya.
b. Makna Konotatif
Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional,
makna emotif, atau makna evaluatif. Makna konotatif adalah
suatu jenis makna dimana stimulus dan respons mengandung
nilai-nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi karena
pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju – tidak setuju,
senang – tidak senang dan sebagainya, pada pihak pendengar; di
pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa
pembicaranya juga memendam perasaan yang sama.
Memilih konotasi, seperti sudah disinggung diatas adalah masalah
yang jauh lebih berat bila dibandingkan dengan memilih denotasi.
Oleh karena itu, pilihan kata atau diksi lebih banyak bertalian
dengan pilihan kata yang bersifat konotatif.
Ada tiga kesimpulan utama mengenai diksi sebagai berikut :
1. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata yang
dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana
membentuk
pengelompokan
kata-kata
yang
tepat
atau
menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana
yang paling baik digunakan dalam situasi.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
2. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara
tepat
nuansa-nuansa
makna
dari
gagasan
yang
ingin
disampaikan, dan kemampuan untuk dimiliki menemukan
bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang
dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
3. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh
penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata
bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pernendaharaan kata
atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang
dimilki oleh sebuah bahasa.11
b. Ketetapan Diksi (pemilihan kata)
Persoalan ketetapan pilihan kata pada dasarnya berkisar pada
dua persoalan pokok, yaitu pertama, ketetapan memilih kata untuk
mengungkapkan sebuah gagasan, hal atau barang yang akan
diamanatkan, dan kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam
mempergunakan kata tadi.
Ketetapan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah
kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi
pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan
oleh penulis atau pembicara. Sebab itu, persoalan ketetapan pilihan
kata akan menyangkut pula masalah makna kata dan kosa kata
seseorang. Kosa kata yang kaya raya akan memungkinkan penulis
11
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2004), h. 24
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
atau pembicara lebih bebas memilih kata yang dianggapnya paling
tepat mewakili pikirannya. Ketetapan makna kata menuntut pula
kesadaran penulis atau pembicara untuk mengetahui bagaimana
hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referensinya. Apakah
bentuk yang dipilih sudah cukup lengkap untuk mendukung maksud
penulis, atau apakah masih diperlukan penjelasan-penjelasan
tambahan? Demikian pula masalah makna kata yang tepat meminta
pula perhatian penulis atau pembicara untuk tetap mengikuti
perkembangan makna tiap kata dari waktu ke waktu, karena makna
tiap kata dapat mengalami pula perkembangan, sejalan dengan
perkembangan waktu.
Bila kita mendengar seorang menyebut kata roti, maka tidak
ada seorang pun yang berpikir tentang sesuatu barang yang terdiri
dari unsur-unsur: tepung, air, ragi, dan mentega, yang lebih
dipanggang. Bunyi yang kita dengar atau bentuk (rangkaian huruf)
yang kita baca akan langsung mengarahkan perhatian kita kepada
jenis makanan itu.
Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa kata adalah sebuah
rangkaian bunyi atau simbol tertulis yang menyebabkan orang
berpikir tentang sesuatu hal: dan makna sebuah kata pada dasarnya
diperoleh karena persetujuan informal (konvensi) antara sekelompok
orang untuk menyatakan hal atau barang tertentu melalui rangkaian
bunyi tertentu atau dengan kata lain, arti kata adalah persetujuan atau
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
konvensi umum tentang interrelasi anatar sebuah kata dengan
referensinya (barang atau hal yang diwakilinya).
Persyaratan Ketepatan Diksi
Karena ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk
menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau
pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau
pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha
secermat mungkin memilih kata-kata untuk mencapai maksud
tertentu. Bahwa kata yang dipakai sudah tepat akan tampak dari
reaksi selanjutnya, baik berupa aksi verbal maupun berupa aksi
nonverbal dari pembaca atau pendengar. Ketepatan tidak akan
menimbulkan salah paham.
Beberapa butir perhatian dan persoalan berikut hendaknya
diperhatikan setiap orang agar bisa mencapai ketepatan pilihan
katanya itu.
1. Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Dari dua kata
yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain ia harus
menetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai
maksudnya. Kalau hanya pengertian dasar yang diinginkannya, ia
harus memilih kata yang denotatif; kalau ia menghendaki reaksi
emosional tertentu, ia harus memilih kata konotatif sesuai dengan
sasaran yang akan dicapainya itu.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.
Seperti telah diuraikan diatas, kata-kata yang bersinonim tidak
selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi. Sebab itu,
penulis atau pembicara harus berhati-hatui memilih kata dari
sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang
diinginkannya, sehingga tidak timbul interpretasi yang berlaianan.
3. Membedakan kata-kata yang mirip dengan ejaannya. Bila penulis
sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejannya
itu, maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu
salah paham. Kata-kata yang mirip dalam tulisannya itu misalnya:
bahwa-bawah-bawa,
interferensi-inferensi,
karton-kartun,
preposisi-proposisi, korporasi-koprasi, dan sebagainya.
4. Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selalu tumbuh dan
berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat.
Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan
jumlah kata baru. Namun hal itu tidak berarti bahwa setiap orang
boleh menciptakan kata baru seenaknya. Kata baru biasanya
muncul untuk pertama kali karena dipakai oleh orang-orang
terkenal atau pengarang terkenal. Bila anggota masyarakat
lainnya menerima kata itu, maka kata itu lama-kelamaan akan
menjadi milik masyarakat. Neologisme atau kata baru atau
penggunaan sebuah kata lama dengan makna dan fungsi yang
baru termasuk dalam kelompok ini.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
5. Waspadalah terhadap akhiran asing, terutama kata-kata asing
yang mengandung akhiran asing tersebut. Perhatikan penggunaan;
favorable-favorit, idiom-ideomatik, progres-progresif, kulturkultural, dan sebagainya.
6. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara
ideomatik; ingat akan bukan ingat terhadap; berharap, berharap
akan, mengharapakan bukan mengharap akan; berbahaya,
berbahaya bagi, membahayakan sesuatu bukan membahayakan
bagi sesuatu; takut akan, menakuti sesuatu (lokatif).
7. Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus
membedakan kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih
tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum.
8. Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi
yang khusus.
9. Memperhatikan prubahan makna yang terdapat pada kata-kata
yang sudah dikenal.
10. Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.
Pada umumnya, untuk mencapai ketepatan pengertian lebih baik
memilih kata khusus daripada kata umum. Kata umum yang
dipertentangkan dengan kata khusus harus dibedakan dari kata
denotatif dan konotatif. Kata konotatif dibedakan berdasarkan
maknanya, yaitu apakah ada makna tambahan atau nilai rasa yang
ada pada sebuah kata. Kata umum dan kata khusus dibedakan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
berdasarkan luas tidaknya cakupan makna yang dikandungnya. Bila
sebuah kata mengacu kepada suatu hal atau kelompok yang luas
bidang lingkupnya maka kata itu disebut kata umum. Bila ia
mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan konkret
maka kata-kata itu disebut kata khusus.
Karena kata yang khusus memperlihatkan pertalian yang khusus
atau kepada obyek yang khusus, maka kesesuaian akan lebih cepat
diperoleh antara pembaca dan penulis.
Dengan demikian semakin khusus sebuah kata atau istilah,
semakin dekat titik persamaan atau pertemuan yang dapat dicapai
antara penulis dan pembaca; sebaliknya semakin umum sebuah
istilah, semakin jauh pula titik pertemuan antara penulis dan
pembaca.
Bahasa mana pun di dunia ini selalu mengalami pertumbuhan
dan perkembangan dari waktu ke waktu. Tingkat perubahan yang
dialami setiap bahasa tergantung dari bermacam-macam faktor:
kebutuhan untuk meyerap teknologi baru yag belum dimiliki, tingkat
kontak dengan bangsa-bangsa lain di dunia, kekayaan budaya asli
yang dimiliki penutur bahasanya, dan macam-macam faktor yang
lain. Walapun ada unsur-unsur baru yang selalu muncul dan ada
unsur-unsur lama yang lenyap dari pemakaian, serta ada unsur-unsur
yang mengalami pergeseran dan perubahan makna, selalu akan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
terdapat bagian dari kosa kata yang dikenal bersama dan dipakai
oleh semua penutur bahasa.
c. Kesesuaian Diksi (pemilihan kata)
Persoalan kedua dalam pendayagunaan kata-kata adalah
kecocokan atau kesesuaian. Perbedaan antara ketetapan dan
kecocokan pertama-tama mencakup soal kata mana yang akan
digunakan dalam kesempatan tertentu, walaupun kadang-kadang
masih ada perbedaan tambahan berupa perbedaan tata bahasa, pola
kalimat, panjang atau kompleksnya sebuah alinea, dan beberapa segi
yang lain. Perbedaan yang sangat jelas antara ketepatan dan
kesesuaian adalah bahwa dalam kesesuaian dipersoalkan: apakah
kita dapat mengungkapkan pikiran kita dengan cara yang sama
dalam semua kesempatan dan lingkungan yang kita masuki. Ada
suasana yang menuntut para hadirin bertindak lebih formal, ada pula
suasana yang tidak menghendaki tindakan-tindakan yang formal.
Dengan demikian, tingkah laku manusia yang berwujud bahasa juga
akan disesuaikan dengan suasana yang formal dan nonformal,
sedagkan suasana yang nonformal menghendaki bahasa yang
nonformal.12
Syarat-syarat Kesesuaian Diksi
12
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2009), h. 102
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
Bahasa manapun didunia ini selalu mengalami pertumbuhan dan
perkembangan dari waktu ke waktu. Tingkat perubahan yang dialami
tiap bahasa tergantung dari bermacam-macam faktor, misal
kebutuhan untuk menyerap teknologi baru yang belum dimiliki,
tingkat kontak dengan bangsa-bangsa lain didunia, kekayaan budaya
asli yang dimiliki penutur bahasanya, dan macam-macam faktor
yang lain. Walaupun ada unsur-unsur baru yang selalu muncul dan
ada unsur-unsur lama yang lenyap dari pemakaian, serta unsur-unsur
yang mengalami pergeseran dan perubahan makna, selalu akan
terdapat bagian dari kosa kata yang dikenal bersama dan dipakai
oleh semua penutur bahasa.
Disamping unsur-unsur bahasa yang dikuasai dan dikenal oleh
seluruh anggota masyarakat bahasa, ada juga unsur bahasa yang
terbatas penuturnya, walaupun mereka berada didalam masyarakat
bahasa yang sama. Unsur-unsur semacam itu dikenal dengan
pelbagai macam nama: bahasa slang, jargon, bahasa daerah atau
unsur daerah, dan sebagainya. Kata-kata yang termasuk dalam
kelompok ini harus dipergunakan secara hati-hati agar tidak merusak
suasana. Bila suatu situasi yang formal tiba-tiba dimasuki oleh katakata yang bersifat kedaerahan, maka suasana yang formal tadi akan
terganggu.
Sebab itu ada beberapa hal yang perlu diketahui setiap penulis
atau pembicara, agar kata-kata yang dipergunakan tidak akan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
mengganggu suasana, dan tidak akan menimbulkan ketegangan
antara penulis atau pembicara dengan para hadirin atau para
pembaca. Syarat-syarat tersebut adalah:
a. Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandar dalam
suatu situasi yang formal.
b. Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja.
Dalam situasi yang umum hendaknya penulis atau pembicara
mempergunakan kata-kata populer.
c. Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum.
d. Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian
kata-kata slang.
e. Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan.
f. Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati).
g. Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial.13
4. Diksi (Pemilihan Kata) Dakwah Bil Lisan
a. Makna Denotasi dalam Dakwah Bil Lisan
Makna denotatif disebut juga dengan beberapa istilah lain
seperti: makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual,
makna ideasional, makna referensial, atau makna proposisional.
Disebut
makna
denotasional,
referensial,
konseptual,
atau
ideasional, karena makna itu menunjuk (denote) kepada suatu
referen, konsep, atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna
13
Ibid. h. 104
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau
pengetahuan; stimulus (dari pihak pembicara) dan respons (dari
pihak
pendengar)
menyangkut
hal-hal
yang
dapat
diserap
pancaindria (kesadaran) dan rasio manusia. Dan makna ini disebut
juga makna proposisional karena ia bertalian dengan informasiinformasi atau pernyataan-pernyataan yang bersifat faktual. Makna
ini, yang diacu dengan bermacam-macam nama, adalah makna yang
paling dasar pada suatu kata.
Dalam kegiatan dakwah terutama dakwah bil lisan, makna
denotatif sangat mempengaruhi pemahaman jamaah atau mad’u.
Karena keberhasilan suatu ceramah bisa dilihat dari pembicara yang
bisa mengarahkan pemahaman jamaah dan jamaah bisa mencerna isi
ceramah dengan mudah. Dan dengan kesadaran yang mereka punya
bisa untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari apa yang mereka
dengar dari sebuah kegiatan ceramah.
b. Makna Konotatif dalam Dakwah Bil Lisan
Memilih konotasi adalah masalah yang jauh lebih berat bila
dibandingkan dengan memilih denotasi. Bisa dikatakan konotasi
adalah makna yang bukan sesungguhnya. Dan memakai kata yang
bermakna
konotasi
bisa
mengulang
perkataan
untuk
dapat
memaham