DAKWAH BIL LISAN USTADZ ABU SHONY AL-MA’RIFY DI DESA KEPUNTEN KECAMATAN TULANGAN KABUPATEN SIDOARJO.

(1)

DAKWAH BIL LISAN USTADZ ABU SHONY AL-MA’RIFY DI DESA KEPUNTEN KECAMATAN TULANGAN KABUPATEN SIDOARJO

Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

RICO NUGRAH PUTRA NIM. B01212046

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Rico Nugrah Putra, NIM. B01212046,

2017 : Dakwah Bi Lisan Ustadz Abu Shony Al Ma’rify

di Desa Kepunten Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo. Skripsi Jurusan Komunikasi

Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya

Kata Kunci : Dakwah Bil Lisan

Fokus masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah dakwah

bil lisan

Ustadz Abu

Shjony di desa Kepunten Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidorjo. Adapun tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui dakwah

bil lisan

Ustadz Abu Shony.

Untuk mengidentifikasi permasalahan tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan

dan jenis penelitian kualitatif deskriptif, dengan teknik pengumpulan dataobservasi, wawancara

dan dokumentasi. Data yang diperoleh tersebut dianalisis dengan analisis semiotic dan berbagai

definisi ilmu dalam dakwah.

Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa dakwah

bil lisan

yang Ustadz Abu Shony lakukan

di Desa Kepunten Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo dengan pesan-pesan atau nasihat

dalam peangaplikasian di kehidupan masyarakat Selain itu dalam menyampaikan dakwah

bil

lisan

nya, agar dakwahnya mudah diterima Ustadz Abu Shony menggunakan bahasa-bahasa

yang sederhana sehingga jamaahnya merasa tergugah untuk menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari.

Berdasarkan masalah dan kesimpulan tersebut, banyak dari sisi penelitian yang tidak bisa

diungkap di sini. Sehingga diharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai masalah seperti

pesan dakwah, media dakwah, dan hal-hal yang bisa diangkat sebagai bahan masalah dalam

penelitian selanjutnya.


(7)

ix 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN……... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ……….………... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN………..…... v

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN ABSTRAK ……… vii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I :

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Konsep ... 10

F. Sistematika Pembahasan ... 13

BAB II :

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A.

Kerangka Pustaka

1.

Pengertian Metode Dakwah... ..15

2.

Macam-macam Metode Dakwah ... ….18

3.

Definisi Ceramah (Mauidloh Hasanah) ………..…... 29

4.

Kelebihan Metode (Mauidloh Hasanah) ………...…….. 31

5.

Keunggulan dan Kelemahan Beberapa Metode Dakwah ...28

6.

Sumber Metode Dakwah ... 30

B.

KajianTeoritik ... 32

BAB III :

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 35


(8)

B. Kehadiran Peneliti ... 37

C. Setting Penelitian ... 38

D. Sumber Data danJenisData ... 39

E. Teknik Pengumpulan Data ... 44

F. Teknik Analisis Data ... 47

G. Teknik Pengecekan Keabsahan Data ... 48

H. Tahapan Penelitian ... 49

I. Penelitian Yang Terdahulu ………...….... 51

BAB IV :

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A.

Setting Penelitian

A.1 Data Demografi

A.1.a. LetakGeografis ... 57

A.1.b. Jumlah Penduduk ... 58

A.1.c. Aspek Religius ... 58

A.1.d. Aspek Pendidikan ... 59

A.1.e. Aspek Pekerjaan ... 60

A.2 Profil Jamaah Tarekat Qodiriyah Al Anfasiyah ... 61

A.2.a. Rangkaian amalIyah Jamaah TQA dalam berbagai majlis secara

terperinci... 65

A.2.b. Sejarah Berdirinya Jamaah TQA di desa Kepunten………... 69

A.2.c. Susunan Kepengurusan... 73

B. Analisis Data

B.1. Metode Dakwah Jamaah TQA ... 76

B.2. Faktor Yang Melatar belakangi Jamaah TQA Menggunakan Metode

Dakwah Tersebut ... 80

C. Temuan Penelitian (Analisis Data) ... 82

BAB V :

PENUTUP

A. Kesimpulan ... 90

B. Rekomendasi ... 91

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 nama-nama informan dan jabatannya... 40

Tabel 1.2 secara singkat penelitian terdahulu yang relevan ... 55

Tabel 1.3 Jumlah Prosentase Agama WargaDesa Kepunten………..……..……... 57

Tabel 1.4 data-data yang telah dtemukan ... 83

 


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di zaman yang sudah semakin dewasa dan semakin bertambahnya ilmu manusia, kini dakwah bukan lagi menjadi tugas perseorangan. Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap manusia. Sebagaimana yang tertera dalam Surat Ali-Imran: 104, yang artinya :

Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan”1

Kegiatan dakwah identik sekali dengan kegiatan komunikasi. Makna dakwah yang setara dengan tabligh yang berarti menyampaikan adalah kegiatan yang berhubungan dengan komunikasi yang terjalin antara dua orang atau lebih untuk menyampaikan atau memberitahukan tentang isi dan maksud tertentu. Dikatakan kegiatan dakwah merupakan kegiatan komunikasi karena dakwah merupakan kegiatan yang mengajak, menyampaikan, menyeru pesan-pesan agama kepada perorangan atau sekelompok orang dengan tujuan fisabili Rabbik. Sejalan dengan dakwah, komunikasi juga merupakan kegiatan menyampaikan isi pesan komunikasi kepada komunikan.


(10)

2

Diantara keduanya juga memiliki unsur yang sama. Jika dalam komunikasi memerlukan seorang komunikan rmaka dalam dakwah terdapat seorang da’i. Bila dalam komunikasi terdapat komunikan maka dakwah memiliki mad’u. Selain itu keduanya juga memiliki pesan-pesan yang disampaikan ,hanya saja dalam kegiatan dakwah pesan yang disampaikan seringkali bersifat keagamaan dan disertai dalil atau landasan yang kuat. Sedang dalam komunikasi isi yang disampaikan bersifat umum atau menyeluruh. Keduanya juga memiliki media yang dapa tmenunjang keberhasilan pesan. Dalam kegiatan dakwah tujuan menjadi hasil akhir yang harus ditempuh. Tujuan juga menjadi satu tolak ukur keberhasilan dakwah.

Sampai sekarang dakwah billisan (ceramah) masih menjadi salah satu metode dakwah yang paling sering digunakan oleh para da’i.2 Hal ini terbukti dari pemahaman sebagian besar orang tentang dakwah yang identik kegiatan ceramah diatas mimbar, kegiatan ceramah dimajlis-majlis dan masjid-masjid. Juga karena sebagian besar da’I pemula berangkat dari ceramah. Fenomena tentang ajang-ajang pencarian da’I juga masih menggunakan metode lisan atau ceramah.

Sekiranya perlu dimaknai lebih dalam lagi tentang kegiatan dakwah bil lisan ini. Secara etimologi lisan berarti ucapan, dengan kata lain dakwah bil lisan adalah dakwah yang menggunakan ucapan atau perkataan sebagai salah satu mediator penyampai pesan. Kustadi Suhandang dalam bukunya“Ilmu Dakwah Prespektif Komunikasi” juga menambahkan bahwa dakwah bil lisan dimaksudkan sebagai dakwah yang disampaikan dengan menggunakan kata-kata atau ucapan lisan dalam bahasa yang dipahami oleh mad’u nya dengan


(11)

3

mudah. Cara demikian bisa disampaikan dalam bentuk ceramah, khotbah, seminar, diskusi, dan sebagainya.3

,kegiatan dakwah memang sama seperti kegiatan komunikasi. Namun sejatinya tetap ada perbedaan yang mendasar diantara keduanya. Bagaimanapun bentuk dakwah yang dilakukan, tujuan utama dakwah harus tetap tercapai. Dakwah bil lisan bukan hanya sekedar kegiatan komunikasi yang menyampaikan isi pesan dakwah saja. Namun ada banyak cara, taktik, strategi, metode, siasat dan pendekatan yang dimiliki dan diterapkan da’I agar bagaimana pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik dan tujuan dakwah dapat tercapai. Masing-masing da’I tentu memiliki karakteristik dan ciri khas masing-masing. Ciri khas yang dimiliki ini dapat terlihat dari cara penyampaian da’i. Sedangkan keberhasilan dari penyampaian akan terlihat dari Respon yang diberikan oleh mad’u terhadap isi pesan yang disampaikan.

Dakwah bil lisan adalah satu-satunya dakwah yang menuntut da’I atau penceramah untuk pandai dalam berorasi. Kemampuan ini harus pula diimbangi dengan seni retorika yang baik. Karena tugas besar penceramah adalah bagaimana penceramah dapat meyakinkan telinga, mata dan hati serta pikiran mad’u agar mereka mau mengikuti dan mengamalkan isi pesan dakwah yang disampaikan hanya dengan kekuatan komunikasi. Bagaimanapun juga, dengan kemampuan komunikasi yang bagus seorang da’I atau penceramah dapat memberikan pengaruh yang besar bagi mad’u untuk tergerak mengikuti apa yang menjadi isi pesan dakwah.


(12)

4

Oleh karena itu untuk menjadi seorang penceramah yang baik harus pula memiliki kualifikasi yang memadai. Ali Abdul Hamid Mahmud yang tertuang dalam buku “Ilmu Dakwah” karya Ali Aziz, mengatakan bahwa terdapat syarat dan etika tentang da’I yang memang ditetapkan oleh Allah, seperti syarat dan etika mengenai keagamaan, akhlak, dan komitmennya pada etika islam,ada juga syarat tentang etika ilmu dan pengetahuannya terhadap agama dan dakwah,ada syarat dan etika tentang kemampuannya melaksanakan dakwah gerakan (harakah) dan kemampuan melaksanakan setiap perbuatan yang dituntut oleh dakwah individual dalam semua tingkatannya. Ada pula syarat dan etika tentang kesabaran dan ketabahannya dalam melaksanakan aktivitas dan menghadapi

Mitra dakwah, termasuk tingkat kepercayaan dan pengharapan nya kepada Allah untuk memperoleh bantuan dan pertolonganNya.4

Da’I adalah orang yang melaksanakan dakwah baik secara lisan ataupun perbuatan baik secara individu, kelompok, atau lembaga.5 Peran da’i dalam

proses penyampaian nilai-nilai Islam sangat penting, da’i-lah yang mengarahkan umat atau mad’u melalui pesan-pesan Islam yang disampaikan secara efektif. Karena pentingnya da’i, maka banyak ayat al-Qur’an yang memberikan sifat- sifat dan etika yang harus dimiliki da’i.

Abu Shony Al Ma’rify seorang guru sekaligus pendiri disebuah Lembaga Pendidikan dan lembaga Pengabdian yang menjadi salah satu orang terpanggil untuk sama-sama berdiri memberikan pencerahan terhadap setiap permasalahan manusia.Walau dalam lingkup desa, ini memang patut untuk

4 Moh.AliAziz,IlmuDakwahEd.Rev.Cet,h. 218.


(13)

5

diacungi jempol. lmu-ilmu yang pernah ditimba dibangku pendidikan, dia menjelma menjadi seorang penceramah dilingkungan tempat tinggalnya, Desa Kepunten Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoaro. Sebenarnya dia bukanlah satu- satunya da’I yang ada disana. Ada banyak da’I atau penceramah yang juga asli penduduk Desa Kepunten, bahkan yang sudah memiliki jam terbang yang lebih tinggi daripada beliau. Tugas utamanya sebagai seorang gurulah yang menjadikannya harus pandai-pandai mengatur waktu dalam membagi tugas sebagai guru dan sebagai penceramah.

Dengan berbagai macam watak dan karakter masyarakat Desa Kepunten yang beragam yang dipengaruhi oleh kondisi geografis yang berdekatan dengan persawahan, respon positif yang diberikan masyarakat Desa Kepunten kepadanya terbilang sangat baik. Dakwahnya pun dapat diterima oleh masyarakat Desa Kepunten dan juga masyarakat sekitarnya.

Dari sinilah awal ketertarikan peneliti terhadap dakwah yang dilakukannya. Dengan banyak penceramahyang lebih senior dari pada Ustadz Abu Shony ,namun dakwah Ustadz Abu Shony masih mendapatkan tempat di hati masyarakat Desa Kepunten. Dengan kondisi masyarakat desa Kepunten yang tempremental, mudah tersinggung,cepat marah, sikap yang kasar, pendidikan yang minim, pemahaman yang terbatas,Ustadz Abu Shony ini tidak hanya ingin masyarakat desa Kepunten paham agama namunUstadz Abu Shony ini berdakwah untuk melakukan regenerasi kader dakwah. Yang dilakukan Ustadz Abu Shony adalah agar tetap ada penerus pergerakan dakwah.

Hingga kemudian menimbulkan satu pertanyaan dakwah bil lisan yang seperti apakah yang beliau gunakan sehingga dapat menarik simpati masyarakat Desa Keunten yang cenderung memiliki perwatakan yang keras. Ditambah lagi


(14)

6

kehidupan dua organisasi masyarakat (Nudan Muhammadiyah) yang hidup berdampingan, dengan segala perbedaan kebiasaan dan kebudayaan yang khas. Ustadz Abu Shony ini dapat menjadikan pemahaman mereka menjadi satu frame dan satu pemikiran . Oleh karena itu, dengan keterangan diatas, peneliti ingin mengangkat tema “DAKWAH BIL LISAN USTADZ ABU SHONY AL MA’RIFY DI DESA KEPUNTEN KECAMATAN TULANGAN KABUPATEN SIDOARJO”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena dakwah di atas, maka penulis memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang masalah yang akan diangkat dalam penelitian sebagai berikut 1. Bagaimana Dakwah Bil Lisan yang dilakukan Ustadz Abu Shony Al Ma’rify

di Desa Kepunten Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Berangkat dari Rumusan Penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui Dakwah Bil Lisan yang dilakukan Ustadz Abu Shony dalam kegiatan dakwahnya.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan lebih mendalam tentang pentingnya Dakwah Bil Lisan yang digunakan oleh Ustadz Abu Shony dalam dakwahnya.


(15)

7

2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti

Dengan penelitian ini, sangat berharap besar, agar dapat mengetahui dan memahami bagaimana Dakwah Bil Lisan Ustadz Abu Shony Al Ma’rify . Dengan begitu hasil penelitian ini bisa menjadi bahan acuan pembelajaran bagi penulis agar dapat mengamalkan dan mengembangkannya. Serta dalam rangka memenuhi syarat akhir semester, guna mengakhiri masa perkuliahan di sarjana S1.

3. Secara Akademis

Dari hasil penelitian ini, harapan besar bagi peneliti bisa menjadikan tema ini sebagai bahan atau kajian bagi penelitian-penelitian berikutnya.

E. Definisi Konsep

1. Dakwah Bil Lisan

Kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti memanggil, menyeru, sedang lisan artinya bahasa. Dengan demikianyang dimaksud dengan dakwahbil lisan adalah memanggil, menyeru untuk kebahagiaan dunia akhirat dengan menggunakan bahasa atau ucapan.6

Dakwah billisan sering dikenal dengan istilah ceramah, artinya dakwah yangdilakukan denganmenggunakan media mimbar.Mestitidak selamanya dakwah bil lisan menggunakan mimbar sebagai media. Kebanyakan orang menganggap bahwa dakwah bil lisan atau ceramah adalah suatu metode yang ada untuk menempuh keberhasilan dakwah. Merupakan satu cara yang dilakukan da’i dalam kegiatan dakwahnya.


(16)

8

Pada umumnya, dakwah bil lisan akan diarahkan pada sebuah public, lebih dari satu orang. Oleh sebab itu, metode ini juga sering dikenal sebagai metode public speaking (berbicara didepan publik). Sifat komunikasinya lebih banyak searah, dari da’I kepada mad’u.7 Karena dilakukan dengan

komunikasi satu arah, sehingga dalam pelaksanaannya menggunakan kemampuan berkomunikasi yang baik agar bisa mengajak dan mempengaruhi mad’u untuk mengikuti seruan atau ajakan yang disampaikannya.

Meski demikian dakwah bil lisan sering kali dihadapkan pada sebuah publik, namun tak selamanya mad’u yang dihadapi adalah sebuah publik. Terkadang hanya sebagian orang atau bahkan satu orang saja. Seperti dakwah bil lisan dalam bentuk nasehat, pengajaran dan lain sebagainya. Umumnya nasehat diberikan kepada perorangan atau lebih dari satu orang namun sangat jarang diberikan pada sebuah publik atau orang-orang dalam jumlah yang banyak.

2. Study

Kata ustadz memang identik sekali dengan makna guru, pengajar, pendidik dan lain sebagainya. Dalam kamus Al-Munawir, ustadz diartikan sebagai guru,‘aliim8 yangberartipengajar, pendidik,pemberitanda9. Namun

kataustadzjuga sangateratkaitannya dalamduniadakwah.Merekayang menyampaikan pesan dakwah atau yang berprofesi sebagai seorang pendakwahsangat akrabsekaliditelingamasyarakat dengan panggilan ustadz.

7 Ibid,h. 359

8 Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia, Ed.ke2 (Surabaya : Pustaka Progressif,1997), h. 23


(17)

9

Bila dipahami lebih mendalam tentang makna ustadz, baik yang berprofesi sebagai pengajar maupun sebagai da’i, keduanya memiliki hakikat yang sama sebagai seorang pemberi. Makna inilah yang mungkin menjadi alasan kenapa penggilan ustadz menempel pada seorang da’i. Meski begitu tetap ada batasan yang jelas antara ustadz sebagai seorang guru dan seorang

da’i jika dilihat dari faktor-faktor yang lain.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa.

Adapun jenis penelitiannya adalah deskriptif analisis, yaitu merangkum sejumlah data besar yang masih mentah menjadi informasi yang dapat diinterpretasikan. Data yang dimaksud adalah hasil wawancara mendalam dengan Uztadz Abu Ahony Al Ma’rify dalam aktifitas dakwah di lisan di desa Kepunten Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo maupun subjek terkait. Dengan menggunakan metode ini akan memudahkan peneliti mengetahui tehnik penyampaiaan dakwah beliau.


(18)

10

Jadi, penelitian deskriptif bukan saja menjabarkan (analitis),tetapi juga memadukan (sintetis). Bukan saja melakukan kelasifikasi, tetapi juga organisasi10

2. Subyek Penelitian

Adapun subjek penelitian dalam penelitian ini adalah Dakwah Bil Lisan Ustadz Abu Shony Al Ma’rify di Desa Kepunten Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.

3. Jenis dan Sumber Data a) Jenis Data

1) Data Primer

Data primer adalah segala informasi kunci atau data fokus penelitian yang didapat dari informan sesuai dengan fokus penelitian atau data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian perorangan dan kelompok.11

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti, atau sebagai data pelengkap dan pendukung penelitian, data ini berupa kajian pustaka atau teori-teori yang bekaitan dengan obyek penelitian yang mendukungnya

3) Sunber Data

Sumber data adalah sumber-sumber yang dibutuhkan untuk mendapatkan data atau informasi dalam sebuah penelitian, baik primer maupun sekunder. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari dokumentasi, wawancara dan observasi kepada

10Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi. (Bandung: Rosdakarya, 1995), hal. 26 11 Ali Nurdin, Bahan Kuliah Metode Kom, hlm 35


(19)

11

produser. Data-data ini dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan yang telah disistematisir dalam kerangka penulisan laporan. 4. Tahap-tahap Penelitian

a) Mencari Tema

Pada tahap pertama yaitu mencari tema yang akan digunakan sebagai bahan penelitian. Peneliti lebih banyak melakukan pengamatan terhadap data berupa dokumen.

b) Merumuskan Masalah

Dalam merumuskan masalah, peneliti menentukan banyak opsi untuk merumuskan masalah. Hal ini peneliti lakukan agar dapat merumuskan masalah sesuai dengan tema yang dipilih.

c) Merumuskan Manfaat

Perumusan manfaat penelitian merupakan salah satu bagian penting dalam penelitian berpengaruh terhadap proses penelitian. d) Menentukan Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara peneliti mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian

e) Melakukan Analisis Data

Pada tahap ini, kemampuan peneliti memberi makna kepada data. Merupakan unsur reliabilitas dan validitas dari sebuah data. f) Menarik Kesimpulan

Kesimpulan adalah jawaban dari tujuan penelitian yang berada pada tataran konseptual/teoritis sehingga peneliti harus menghindari kalimat-kalimat empiris.


(20)

12

Dalam penelitian kali ini, menggunakan beberapa teknik dalam upaya untuk mengumpulkan data-data penelitian, yaitu sebagai berikut:

a) Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Observasi atau yang disebut dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra.12 Teknik ini mencari informasi dan

data-data tentang Dakwah Bil Lisan Ustadz Abu Shony Al Ma’rify di Desa Kepunten Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo

b) Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, untuk memperoleh informasi dari terwawancara atau orang yang diwawancarai. Menurut Paton, ia membagi cara wawancara menjadi tiga:

1) Wawancara pembacaan informal

Pada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada pewawancara itu sendiri.13 hubungan

pewawancara dan terwawancara adalah dalam suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari saja. Dalam penelitian ini akan menggunakan teknik wawancara guna mencari informasi dan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan

12Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1989), h. 145 13 Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2001), h. 6


(21)

13

biografi guru pendidikan agama Islam dan aktivitas belajar mengajar di kelas.

2) Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara yang mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan. Petunjuk wawancara hanyalah berisi petunjuk garis besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden dalam konteks wawancara sebenarnya.

3) Wawancara baku terbuka

Jenis wawancara ini adalah wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku, urutan pertanyaan, kata-katanya dengan cara penyampainnyapun sama untuk mengurangi sedapat-dapatnya variasi yang terjadi antara seorang terwawancara dengan yang lainnya. Jenis wawancara ini digunakan sebagai alternatif lain dari kedua jenis wawancara di atas.

c) Dokumentasi

Dokumen adalah setiap bahan tertulis atau film.14 Jadi, selain

menggunakan kedua teknik di atas, penelitian ini juga menggunakan teknik atau model dokumentasi sebagai penunjangnya, yaitu dengan cara mencari data-data dari arsip-arsip, dokumen, foto, dan data-data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian.

14 Ibid. h. 216


(22)

14

6. Teknik Analisa Data

Analisa data adalah proses mengolah, memisahkan, mengelompokkan dan memadukan sejumlah data yang dikumpulkan baik di lapangan maupun dari dokumen.

7. Teknik Validitas Data

Ada beberapa definisi tentang validitas diantaranya menurut Fraenkel (1993; 139) dikatakan bahwa ”validitas menunjukkan kesamaan, pengertian maupun penggunaan masing-masing peneliti yang berbeda dalam mengumpulkan data. Sedangkan batasan validitas menurut Sugiyono (2007; 363) dikatakan bahwa ”validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti”. Jadi dari kedua pendapat itu jelas batasan validitas adalah berkenaan dengan ketepatan antara data objek sebenarnya dengan data penelitian.15

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk memeriksa kevaliditasan data yang dikumpulkan peneliti. Dan teknik validitas yang digunakan peneliti adalah ketekunan pengamatan yang dilakukan dengan maksud menemukan ciri-ciri dari unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan dan isu.

G. Sistematika Pembahasan


(23)

15

Sistematika pembahasan merupakan urutan sekaligus kerangka berpikir dalam penulisan skripsi, untuk lebih mudah memahami penulisan skripsi ini, maka disusunlah sistematika pembahasan, antara lain:

1. Bab I adalah pendahuluan,bab pertama dari skripsi yang mengantarkan pembaca untuk dapat menjawab pertanyaan apa yang diteliti, untuk apa dan mengapa penelitian itu dilakukan.

2. Bab II adalah kajian kepustakaan, berisi tentang kerangka teoritik dan penelitian terdahulu yang relevan. Dalam penelitian kualitatif kajian kepustakaan diarahkan pada penyajian informasi terkait yang mendukung gambaran umum tentang fokus penelitian.

3. Bab III adalah metode penelitian, pada bab ini memuat uraian secara rinci tentang metode dan langkah-langkah penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, jenis dan sumber data, unit analisis, tahapan penelitian, teknik pengumpulan, teknik analisis data, teknik keabsahan data.

4. Bab IV adalah penyajian data dan analisis data, pada bab ini memamparkan tentang hasil yang didapat selama penelitian. Pemaparan berisi deskripsi objek penelitian, data dan fakta subyek yang terkait dengan rumusan masalah, keseluruhan data akan dianalisa melalui tiga tahap.

a. Reduksi (penyaringan) Data

Data yang dirasa penting dan mendukung penelitian disimpan sedangkan yang data yang tidak mendukung bisa dibuang.


(24)

16

Data yang sudah disaring kemudian dikelompokkan sesuai dengan isi data. Sehingga memudahkan peneliti untuk menyajikan data di tahap selanjutnya.

c. Display (penyajian) Data

Dalam tahap ini, data yang disajikan sudah berupa data yang siap untuk diujikan dengan teori yang ada.

5. Bab V adalah pembahasan, pada bab ini berisikan temuan-temuan yang sudah dianalisa pada bab IV dan selanjutnya temuan tersebut dikonfirmasi dengan teori. Temuan tersebut sesuai dengan teori atau menemukan teori baru.

6. Bab VI adalah penutup, pada bab ini berisikan kesimpulan yang merupakan jawaban langsung dari permasalahan. Yang perlu diingat bahwa kesimpulan harus sinkron dengan rumusan masalah, baik dalam hal urutan atau jumlahnya.


(25)

17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. KAJIAN PUSTAKA

1. Dakwah Bil Lisan

a. Etika Dakwah Bil Lisan

Dalam kegiatan dakwah, setiap da’i memiliki sudut pandang masing-masing

dalam menyampaikan pesan dakwahnya. Sudut pandang ini yang dinamakan sebagai pendekatan yang dapat mempengaruhi penentuan langkah selanjutnya. Pendekatan adalah langkah paling awal.Segala persoalan bisa dipahami dan dimengerti dari sudut pandang tertentu. Sebuah pendekatan melahirkan sebuah strategi, yaitu semua cara untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Setiap strategi menggunakan beberapa metode.Jika strategi menunjukkan beberapa kemungkinan hambatan dan kemudahan, metode berusaha memperkecil atau menghilangkan hambatan serta memperbesar kemudahannya.1

Nilai etika dalam pendekatan menentukan nilai etika pada strategi dan metode. Pendekatan yang beretika buruk akan membuat buruk pula pada strategi dan metodenya. Begitu pula pendekatan yang dinilai baik tentu membuat strategi dan metode juga baik.Pendekatan adalah pemikiran dasar yang memuat nilai yang dimiliki manusia, Nilai ini dihasilkan oleh pengetahuan dan pengalaman manusia.Selain itu


(26)

18

nilai, lingkungan juga ikut mempengaruhi pendakwah dalam menentukan suatu pendekatan.2

Nilai etika dalam dakwah bil lisan juga terlihat pada makna

Tabsyir dan Tandzir.Tabsyir adalah menyampaikan kabar atau beritayang

menggembirakan, sedangkan Tandzir adalah menyampaikan kabar atau berita yang

isinya berupa ancaman atau peringatan.Etika metode dakwah ini juga untuk menarik perhatian para mad’u terutama bagi mereka yang masih awam.

Sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Israa: 105

“Dan Kami turunkan (Al Quran) itu dengan sebenar-benarnya dan Al Quran itu telah turun dengan (membawa) kebenaran.dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.”3

Etikanya dalam berdakwah bila Tabsyir dan Tandzir beriringan, dapat diartikan

bahwa Tabsyir harus diutamakan dari Tandzir.Karena Islam harus dihadirkan secara

damai, dihadirkan sebagai berita gembira, bukan diwujudkan sebagai ancaman.Hal ini senada dengan hakikat Islam yang disampaikan sebagai agama yang mudah diamalkan serta penuh hikmah dan manfaat.Tidak ada ajaran Islam yang sulit, penganutnya sendiri yang menjadikan ajaran tersebut sulit untuk diamalkan.Karena ajaran Islam

2Ibid, h. 122.


(27)

19

tidak menimbulkan bahaya, baik bagi individu maupun bagi masyarakat, semakin manusia mempelajari ajaran Islam semakin banyak rasa kekaguman yang diperolehnya.

Tata Sukayat dalam bukunya “Quantum Dakwah” mengatakan bahwa ushlub

dakwah atau metode dakwah dalam pandangan etika,

mengandung pengertian bahwa cara menyampaikan dakwah harus selalu memperhatikan situasi dan kondisi (human oriented) objek dakwahnya.4

Berkenaan dengan pentingnya etika dakwah bil lisan ini, Yunan Yusuf, seorang

pakar Indonesia menyatakan bahwa betapapun sempurnanya materi, lengkapnya bahan dan aktualnya isu-isu yang disajikan dalam dakwah, tetapi bila disampaikan dengan cara yang sembrono, tidak sistematis dan serampangan, akan menimbulkan kesan yang tidak menggembirakan. Sebaliknya, walaupun materi kurang sempurna, bahan sederhana, dan isu-isu yang disampaikan kurang aktual, namun disajikan dengan cara yang menarik dan menggugah, maka akan menimbulkan kesan yang mengembirakan.

Dengan demikian dakwah bil lisan (ceramah) yang dipandang etik adalah

dakwah yang bersifat actual, factual, dan kontekstual.Aktual berarti dapat memecahkan masalah bernuansa kekinian (up to date).Faktual, berarti dakwah dapat menjangkau

problematika yang nyata.Dan kontekstual berarti dakwahnya memiliki relevansi dan signifikansi dengan problem yang dihadapi umat sesuai dengan situasi dan dimensi waktunya.5

4Tata Sukayat, Quantum Dakwah (Jakarta: PT. Rhineka Cipta, 2009), h. 84 5Ibid, h. 85.


(28)

20

Karena dalam menempuh keberhasilan dakwah bil lisan juga mengandalkan

kemampuan da’i dalam mengolah dan memilih kata yang tepat saat berceramah, maka

penting bagi da’i mengetahui penggunaan kata-kata yang tepat agar tidak

menyinggung dan sesuai sasaran.Mempertimbangkan patut tidak kiranya pesan yang disampaikan.Dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan tuntunan yang sangat baik dalam berkomunikasi, terlebih dalam hal ini adalah komunikasi dalam kegiatan dakwah.

1) Qawlaan Ma’ruufaan

Qawlaan Ma’ruufaan adalah perkataan yang baik, yang sopandan santun.

Perkataan yang baik akan menggambarkan kearifan, sedang perkataan yang sopan menunjukkan kebijaksanaan dan perkataan yang santun dapat menggambarkan sikap yang terpelajar dan dewasa.6Secara umum penggunaan frase ini ditujukan

untuk semua umat manusia.Dalam Al-Qur’an frase ini digunakan untuk berbicara tentang kewajiban orang kaya atau orang yang kuat terhadap orang-orang yang miskin atau lemah.

2) Qawlaan Kariimaan

Qawlaan Kariimaan adalah perkataan yang mulia dan

penuhhormat.Qawlaan Kariimaan digunakan saat berbicara dengan orang tua,

menunjukkan penghormatan kepada orang yang lebih tua. Misalnya ucapan seorang anak kepada orang tuanya, Terdapat etika dan akhlak seorang muslim yang mencerminkan budi pekerti seseorang dihadapan orang yang lebih tua.

3) Qawlaan Maysuuraan


(29)

21

Qawlaan Maysuuraan adalah perkataan yang arif dan bijak,kata-kata yang

mudah dicerna.Ditujukan untuk menghadapi keluarga dekat, orang miskin dan musafir.7 Ucapan yang manis, yang mudah dipahami dan dimengerti serta

perkataan yang dapat melegakan perasaan. Mengutip pendapat Jalaludin Rakhmat dalam buku “Etika Dakwah” karya A. Sunarto AS, Qawlaan Maysuuraan adalah

perkataan yang menyenangkan, kebalikan dari perkataan yang menyulitkan.

Maysuur berasal dari kata Yuusr yang berarti ringan, mudah, gampang.8

4) Qawlaan Balighaan

Qawlaan Balighaan memiliki arti sebagai ungkapan yangmengena, tepat

sasaran sehingga dapat membekas dihati lawa bicara.Jalaludin Rakhmat menambahkan bahwa maksud Qawlaan Balighaan menurutnya memiliki dua

pengertian, yang pertama, terjadi bila komunikator menyesuaikan pembicaraan dengan sifat-sifat khalayak yang dihadapinya.Sedangkan pengertian yang kedua terjadi bila komunikator mampu menyentuh komunikannya pada hati dan otaknya sekaligus.9Secara sederhana Qawlaan Balighaan adalah perkataan dalam

komunikasi dengan menyesuaikan bahasanya komunikannya. 5) Qawlaan Layyinaan

Qawlaan Layyinaan adalah perkataan yang lemah lembut. Qawlaan Layyinaan menganut dari dakwah yang dilakukan NabiMusa dan Nabi

Harun kepada Fir’aun. Lebih dalam Wahbah al Zuhaily dalam buku “Quantum Dakwah” menafsirkan QawlaanLayyinaan sebagai berikut “Maka katakanlah kepadanya (Fir’aun)dengan tutur kata yang lemah

7Ibid, h. 105

8A. Sunarto AS, Etika dakwah (Jaudar Press: Surabaya, 2014), h. 13 9Ibid, h. 110


(30)

22

lembut (penuh persaudaraan) dan manis didengar, tidak menampakkan kekasaran dan nasihatilah dia dengan ucapan yang lemah lembut agar ia lebih tertarik.”

6) Qawlaan Sadiidaan

Qawlaan Sadiidaanadalah perkataan yang benar, perkataanyang bersifat

edukatif-persuasif.Perkataan yang sopan dan tidak kurang ajar, bukan perkataan yang bathil, yang bohong, perkataan yang diridhoi oleh Allah dan yang bermanfaat bagi manusia yang mendengarnya.Qawlaan Sadiidaan terdapat keharusan untuk berbicara benar bagi komunikator.

b. Teori Interaksionisme simbolik

Teori interaksi simbolik adalah hubungan antara simbol dan interaksi. Menurut Mead, orang bertindak berdasarkan makna simbolik yang muncul dalam sebuah situasi tertentu.Sedangkan simbol adalah representasi dari sebuah fenomena, dimana simbol sebelumnya sudah disepakati bersama dalam sebuah kelompok dan digunakan untuk mencapai sebuah kesamaan makna bersama. Perspektif interaksional (Interactionist perspective) merupakan salah satu implikasi lain dari interaksi simbolik, dimana dalam mempelajari interaksi sosial yang ada perlu digunakan pendekatan tertentu, yang lebih kita kenal sebagai perspektif interaksional (Hendariningrum. 2009). Perspektif ini menekankan pada pendekatan untuk mempelajari lebih jauh dari interaksi sosial masyarakat, dan mengacu dari penggunaan simbol- simbol yang pada akhirnya akan dimaknai secara kesepakan bersama oleh masyarakat dalam interaksi sosial mereka. Interaksionisme simbolik atau teori diri (self theory) yang dikembangkan oleh George Herbert Mead sejak 1897-1933, merupakan sebuah perspektif mikro dalam sosiologi. Bertitik tolak dari interaksi sosial pada tingkat yang paling minimal ini, manusia di pandang


(31)

23

mempelajari situasi-situasi transaksi politis, ekonomis, di dalam dan diluar keluarga,permainan dan pendidikan, organisasi formal dan informal, dan seterusnya. Atas dasar belajar inilah, individu-individu di pandang menafsirkan lebih lanjut situasi situasi yang melingkupi mereka baik langsung maupun tidak langsung, secara fisis atau psikologis. Berdasarkan atas definisi-definisi yang di perolehnya itu mereka mengembangkan rasionalisasi-rasionalisasi agar dapat membuat keputusan-keputusan untuk bertindak atau tidak bertindak dengan suatu cara tertentu. Memang di akui bahwa rasionalisasi-rasionalisasi itu kerap tidak dapat diterima dan dinilai keliru oleh pihak lain. Tapi pendekatan ini tidak mengatakan bahwa hal itu di sebabkan oleh rasionalisasi atau pembenaran ini.setiap pelaku di anggap sebagai yang membuat dan yang bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Bahkan bila seseorang di pandang tidak dapat menghadapi suatu keadaan, maka fenomena ini di anggap hanya dapat dijelaskan dari perspektif si pelaku sendiri.Hanya tindakan-tindakan refleksif atau tindakan kebiasaan saja yang di anggap tidak terkena kaidah interaksionisme simbolik ini. c. Esensi Dakwah Bil Lisan

Dakwah ditinjau dari segi bahasa,berasaldari bahasa Arab “da’wah” (ﻻﺪﻋﻭﺓ).Da’wah mempunyai tiga huruf asal, yaitu dal, ‘ain, dan wawu.Dari ketiga huruf asal inilah terbentuk beberapa kata dengan

ragammakna.Makna-makna tersebut adalah memanggil, mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisi dan meratapi.10

Toto Tasmara menambahkan secara etimologis kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti seruan, ajakan panggilan.Sedangkan orang yang


(32)

24

melakukan seruan atau ajakan tersebut dikenal dengan panggilan da’i. Dengan

demikian, secara terminologis pengertian dakwah dan tabligh itu merupakan

suatu proses penyampaian pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.11

Berikut ini adalah beberapa definisi dari para ahli tentang dakwah :

1) Syekh Ali Mahfudz, Dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan didunia dan akhirat.12

2) Syekh Muhammad al-Khadir Husain mengartikan dakwah adalah menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia akhirat.13

Jamaluddin Kafie tertuang dalam buku “Ilmu Dakwah” Ali Aziz mengungkapkan, dakwah adalah “suatu system kegiatan dari seseorang, kelompok atau segolongan umat islam sebagai aktualisasi imaniyah yang

dimanifestasikan dalam bentuk seruan, ajakan, panggilan, undangan, doa yang disampaikan dengan ikhlas dengan menggunakan metode, sistem dan bentuk tertentu, agar mampu menyentuh kalbu dan fitrah seseorang, sekeluarga, sekelompok, massa dan masyarakat manusia, supaya dapat mempengaruhi tingkah laku untuk mencapai suatu tujuan tertentu”.14Secara sederhana dakwah

bil lisan adalah dakwah yang menggunakan kata-kata ucapan untuk

menyampaikan isi atau pesan dakwah.Sebagaimana lisan yang berarti bahasa, atau ucapan.Kekuatan kata-kata atau kemampuan seorang da’i dalam mengolah

11Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah (Gaya Media Pratama: Jakarta, 1997), h. 31. 12M. Munir, Metode Dakwah. h. 7.

13Moh. Ali Aziz, Ilmu dakwah Ed. Rev, Cet 2. h. 11. 14Ibid, h. 15.


(33)

25

dan memilah kata yang digunakannya menjadi salah satu skill yang harus di miliki da’i.Dengan ini, kemudian diharapkan bahwa para da’i dengan lisannya

mampu mengajak, menyeru, dan mendorong manusia untuk berbuat kebaikan, saling mencegah dari kemungkaran dan bersama-sama untuk berlomba dalam kebaikan. Karena bagaimana juga kemampuan kata-kata seorang da’i harus

bisa mempengaruhi mad’u untuk mengikuti ajaran yang ia sampaikan. Kustadi

Suhandang menambahkan dakwah bil lisan dimaksudkan sebagai dakwah yang

disampaikan dengan menggunakan kata-kata atau ucapan lisan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh mad’unya dengan mudah.Cara demikian bisa

disampaikan dalam bentuk ceramah, khutbah, diskusi dan sebagainya.15 Dalam

dunia dakwah, dakwah bil lisan selalu identik dengan ceramah.Meski tak

selamanya metode bil lisan adalah ceramah, kegiatan ceramah atau khutbah

adalah salah satu wujud dakwah bil lisan.Ceramah atau pidato ini telah

digunakan oleh semua Rasul Allah dalam menyampaikan ajaran Allah, dan sampai sekarang metode ini masih digunakan oleh para da’i sekalipun alat

komunikasi yang canggih sudah tersedia. Karena umumnya ceramah akan diarahkan pada sebuah public, lebih dari seorang. Oleh karena itu, dakwah bil lisan ini juga disebut istilah public speaking.16 Karena sifatnya yang searah

meski dapat diakhiri dengan metode tanya jawab, dakwah bil lisan (ceramah)

umumnya memiliki sifat-sifat pesan dakwah yang ringan, informatif dan tidak mengundang perdebatan. Bilapun terjadi dialog antara da’i dan mad’u hanya

terbatas pada pertanyaan dan bukan sanggahan karena seorang da’i

diperlakukan sebagai seseorang yang memiliki otoritas informasi kepada

mad’u. Jika sudah demikian, maka sangat perlu sekali bila seorang da’i harus

15Kustadi Suhandang, Ilmu Dakwah, Prespektif Komunikasi, h. 167 16Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah Ed. Rev, Cet 2, h. 359


(34)

26

mampu menguasai mad’unya, demi tercapainya sebuah keberhasilan

dakwah.Para da’i mampu mempersuasif hati mad’u untuk tergerak dan

mengikuti ajaran yang disampaikannya.Sebagaimana dakwah bersifat persuasif yaitu mengajak manusia secara halus bukan dengan paksaan apalagi ancaman.Makna dakwah yang berarti seruan, ajakan, panggilan menunjukkan bahwa kegiatan dakwah bersifat persuasif dan bukan represif.

c. Efektivitas Dakwah Bil Lisan

Sebelum membahas terlalu jauh tentang efektivitas dakwah billisan perlu ditekankan sekali bahwa dalam kegiatan dakwah banyak sekalicara atau jalan yang dapat ditempuh untuk menunjang keberhasilan dakwah. Bil lisan atau ceramah menjadi satu bagian dari metode dakwah yang dapat ditempuh untuk kesuksesan dakwah.Bahkan ceramah masih menjadi satu metode yang masih banyak diminati ditengah perkembangan komunikasi yang semakin kompleks. Sebelum menginjak pembahasan terlalu jauh mengenai efektivitas dakwah bil lisan atau metode ceramah ini perlu diketahui rumusan metode sebagai berikut.Pertama, metode

hanyalah satu pelayan, suatu alat atau jalan saja.Kedua, tidak ada metode yang

seratus persen baik.Ketiga, metode yang paling baik pun belum menjamin hasil

yang baik dan otomatis.Keempat, suatu metode yang baik bagi seorang da’i,

tidaklah selalu sesuai dengan da’i yang lain. Kelima, penerapan metode tidaklah

berlaku untuk selamanya.Hal ini bertujuan agar seorang da’i tidak hanya terpatok atau fanatik terhadap satu metode saja, apalagi terhadap satu metode yang disukai.Karena mad’u yang dihadapai selalu berbagai macam warna dan karakteristik yang berbeda.Yang terpenting adalah menggunakan metode yang efektif dan efesien. Disamping itu, pemilihan dan penggunaan metode dakwah


(35)

27

yang digunakan da’i juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Karena bagaimanapun dalam berdakwah, da’i tidak hanya terpatok pada satu metode saja, banyak metode yang dapat digunakan dalam berdakwah, tergantung pada beberapa hal misalnya tujuan, sasaran dakwah, situasi dan kondisi, media dan fasilitas yang tersedia, kepribadian dan kemampuan seorang da’i.17 Dengan artian, bahwa

kegiatan dakwah yang dilakukan da’i, da’i sebenarnya dapat menggunakan beberap metode lain yangsekiranya dirasa lebih cocok untuk digunakan saat itu. Da’i dapat menggunakan metode lain yang, misalnya metode bil hikmah atau dengan pendidikan, metode bil qalam, bil jidaal, bil Yad atau metode yang lainnya.

Kemudian agar lebih efektis dalam kegiatan dakwah metode ceramah ini, perlu diketahui dan dipahami serta dipelajari tentang karakteristik metode ceramah itu sendiri, baik dari segi kelebihan maupun kekurangannya.Berikut ini adalah beberapa kelebihan dan kelemahan dalam metode bil lisan.

1) Kelebihan Metode Bil Lisan (Ceramah)

Dakwah bil lisan (ceramah) memiliki beberapa keistimewaan atau kelebihan,

antara lain:

a. Dalam waktu relatif singkat dapat disampaikan bahan (materi dakwah) sebanyak-banyaknya

b. Memungkinkan da’i menggunakan pengalaman, keistimewaan dan

kebijaksanaannya sehingga mad’u mudah tertarik dan menerima

ajarannya.

c. Da’i lebih mudah menguasai seluruh mad’unya.


(36)

28

d. Bila diberikan dengan baik, dapat menstimulir mad’u untuk

mempelajari materi atau isi kandungan yang telah disampaikan. e. Biasanya dapat meningkatkan derajat atau status dan popularitas da’i.

f. Metode ceramah ini lebih fleksibel. Artinya mudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta waktu yang tersedia, jika waktu terbatas dan sedikit bahan materi atau pesan dakwah dapat dipersingkat (dapat diambil pokok-pokok materi). Dan sebaliknya disampaikan bahan yang sebanyak-banyaknya dan lebih mendalam.18

2) Kekurangan Metode Bil Lisan (Cermah)

Selain memiliki beberapa kelebihan, metode ini juga memiliki beberapa kekurangan, diantaranya

a. Da’i sukar mengetahui pemahaman mad’u terhadap pesandakwah yang

disampaikan.

b. Metode ceramah lebih sering bersifat komunikasi satu arah (one-way communication channel).

c. Sukar menjajaki pola berpikir mad’u dan pusat pehatiannya.

d. Da’i cenderung bersifat otoriter.

e. Apabila da’i tidak dapat menguasai keadaan dan kondisi saat ceramah,

biasanya ceramah akan sedikit membosankan. Namun bila terlalu berlebihan teknis dakwah, dikhawatirkan inti dan isi ceramah menjadi kabur dan dangkal.19

18Ibid, hh. 106-107 . 19Ibid, hh. 107-108.


(37)

29

Karena setiap strategi membutuhkan beberapa metode, maka setiap metode juga membutuhkan teknik. Teknik dalam metode ceramah ini digunakan untuk cara yang lebih spesifik dan operasional20 dalam pengaplikasian metode ceramah, sehingga

dapat memperkecil kelemahan metode ceramah dan memperbesar peluang keberhasilan dakwah billisan. Kemudian untuk memperkecil kemungkinan hal-hal

yang tidak diinginkan terjadi dalam dakwah, da’i perlu mengetahui teknik-teknik yang

dapat memperkecil kelemahan ceramah.Berikut adalah beberapa teknik yang terdapat dalam ceramah.

1 Teknik Persiapan Ceramah

Suatu ceramah haruslah didahului dengan persiapan-persiapan yang baik. Hanya orang yang tidak bijaksana yang akan berceramah tanpa mengadakan persiapan. Makin pandai mereka berceramah, semakin segan ia berceramah tanpa melakukan persiapan terlebih dahulu.21Terdapat dua

tehnik utama dalam persiapan ceramah bagi da’i sebelum ceramah di

depanmad’unya. Pertama, persiapan mental sebelum berdiri atau tampil

untuk ceramah, kedua, persiapan yang menyangkut isi ceramah. Jika

persiapan merasa kurang atau belum mantap hingga muncul rasa cemas dan kurang percaya diri, hal ini dapat menimbulkan kacaunya sikap dan mengganggu kelancaran penyampaian isi ceramah, sekalipun isi ceramah sudah disiapkan dengan baik. Begitu juga sebaliknya, biarpun mental telah dipersiapkan dengan matang, namun bila isi ceramah tidak dipersiapkan dengan baik, dakwah akan terlihat berantakan.Ali Aziz dalam bukunya “Ilmu Dakwah” mengutip pemikiran Jalaludin Rakhmat, bahwa terdapat persiapan yang menyangkut isi ceramah dibagi menjadi tiga bagian. Jika

20Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah Ed, Rev, Cet 2, h. 347 21Ibid, h. 360


(38)

30

ceramah menggunakan teks (manuskrip), maka tehnik penyusunan naskah ceramah adalah sebagai berikut:

a. Susunlah lebih dulu garis-garis besarnya dan siapkan bahan-bahannya.

b. Tulislah manuskrip dengan bahasa seakan-akan Anda berbicara. c. Gunakan gaya percakapan yang lebih informal dan langsung. d. Bacalah naskah itu berkali sambil membayangkan pendengarnya. e. Hafalkan sekadarnya sehingga Anda lebih sering melihat pendengar. f. Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas

pinggir yang luas.22

Selanjutnya adalah ceramah bersifat menghafal (memoriter), persiapan

yang harus dilakukan selain menyiapkan isi ceramah dengan sebaik-baiknya adalah

da’i harus menghafalkan kata demi kata. Jenis ini akan sangat menguntungkan bila da’i memiliki daya ingat yang sangat kuat, mental yang bagus dan cara

penyampaian yang baik. Namun bila kemampuan menghafal dan mengingat kurang baik atau kurang persiapan mental, maka bisa berakibat buruk pada da’i. Yang

terakhir dan cara yang dianggap lebih baik dari sebelumnya yakni menggunakan catatan garis besar (ekstempore). Ini adalah cara yang paling popular dan sering

digunakan oleh para ahli ceramah. Tidak perlu menyiapkan kata demi kata apalagi menghafalkannya, yang perlu dilakukan hanyalah menyiapkan garis besar atau inti dari apa yang akan disampaikan yang dianggap dapat mensistematiskan keseluruhan isi ceramah. Catatan garis besar (outline) tetap diperlukan agar saat

menyampaikan ceramah da’i bisa fokus pada apa yang akan disampaikan. 2 Teknik Penyampaian Ceramah


(39)

31

Dalam menyampaikan ceramah, diperlukan alat-alat bantu, seperti audio visual, dapat pula dikembangkan cara penyajian dengan induktif dan deduktif. Cara induktif maksudnya cara menjelaskan suatu pesan dakwah melalui berpikir dari hal-hal yang bersifat khusus kearah hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan cara penyajian deduktif maksudnya cara menjelaskan materi dakwah yang dimulai dengan tentang hal-hal yang bersifat umum. Penyampaian ini sudah barang tentu harus didasarkan pada alasan-alasan yang logis berdasarkan logika sebab akibat, kronologis ataupun topikal, dan seterusnya.Abdul Khadir Musyi dalam “Ilmu Dakwah” karya Ali Aziz mengemukakan bahwa metode ceramah akan berhasil dengan baik jika memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

a. Menguasai bahasa yang akan disampaikan sebaik-baiknya dengan menghubungkan situasi kehidupan sekitar.

b. Menyesuaikan dengan kejiwaan, lingkungan sosial dan budaya mad’u.

c. Suara dan bahasa diatur sebaik-baiknya, meliputi ucapan, tempo, melodi ritme, dan dinamika.

d. Sikap dan cara berdiri, duduk dan bicara simpatik.\

e. Mengadakan variasi dengan dialog dan tanya jawab serta sedikit humor. 23

Hal lainnya yang harus diperhatikan dan tak kalah penting adalah da’i harus

mampu menguraikan pesan dakwah dengan bahasa yang mudah dimengerti dan menggugah mad’u untuk bertindak.

3 Teknik Pembukaan Dan Penutupan Ceramah


(40)

32

Pembukaan dan penutupan ceramah adalah bagian yang sangat menentukan.Bila pembukaan ceramah harus dapat mengantarkan pikiran dan menambahkan perhatian kepada pokok pembicaraan, maka penutupan harus memfokuskan pikiran kepada gagasan utama. Adapun teknik pembukaan dan penutupan ceramah adalah menurut Jalaludin rakhmat: 24

4 Teknik Pembukaan Ceramah

a. Langsung menyebutkan topik ceramah. b. Melukiskan latar belakang masalah.

c. Menghubungkan sesuatu yang berkaitan dengan mad’u, seperti lokasi

ceramah, peristiwa yang sedang terjadi di masyarakat, sejarah masa lalu, emosi mad’u dan lain sebagainya.

d. Menyatakan pujian kepada mad’u.

e. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan provokatif.

f. Menyatakan kutipan, baik dari kitab suci atau yang lainnya. g. Menceritakan pengalaman pribadi.

h. Mengisahkan kisah faktual ataupun fiktif. i. Menyatakan teori dan memberikan humor. 5 Teknik Penutupan Ceramah

a. Mengemukakan ikhtisar ceramah.

b. Menyatakan kembali gagasan dengan kalimat yang singkat dan bahasa yang berbeda.

c. Mengakhiri klimaks.


(41)

33

d. Menyatakan kutipan sajak, kitab suci, pribahasa, atau ucapan-ucapan para ahli.

e. Menceritakan contoh, yaitu ilustrasi dari pokok inti materi yang disampaikan.

f. Menjelaskan maksud sebenarnya pribadi pembicara. g. Membuat pernyataan-pernyataan yang historis.25

Disamping ceramah yang bersifat umum, terdapat juga ceramah yang bersifat baku atau khusus, seperti khutbah jum’at atau khutbah hari raya. Bersifat baku artinya sudah ada ketentuan khusus dari agama yang mengatur ketentuan tersebut, mulai dari pembukaan hingga penutupan.

2. Peranan Retorika Dakwah Bil Lisan

Retorika sangat berperan aktif dalam dunia dakwah.Retorika dikaji secara serius dalam komunikasi.Retorika menjadi sangat penting dan dijadikan sebagai disiplin keilmuan setelah teknologi komunikasi berkembang sangat pesat.Dahulu retorika hanya sebagai seni yang memperindah kata-kata atau pidato seseorang, namun kini retorika menjadi disiplin keilmuan yang perlu dipelajari. Retorika didefinisikan sebagai seni membangun argumentasi dan seni berbicara (The art of constructing erguments and speechmaking). Dalam perkembangannya retorika juga mencakup sebagai proses

“menyesuaikan ide dengan orang dan menyesuaikan orang dengan ide melalui berbagai macam pesan.”26 Dakwah bil lisan (ceramah) merupakan dakwah yang menggunakan

kemampuan mengolah dan memilih kata yang tepat untuk mempersuasif mad’u agar

dakwah yang dilakukannya mencapai target keberhasilan.Kemampuan memilih dan mengolah kata serta mampu mengungkapkan dengan gaya yang tepat dan mengesankan

25Ibid, h. 365. 26Ibid, h. 365.


(42)

34

inilah yang disebut retorika. Singkatnya retorika adalah seni berbicara didepan sekelompok orang.Senada dengan dakwah bil lisan (ceramah) yang senantiasa dihadapkan

pada sebuah publik.Jika demikian sudah pasti dalam dakwah memerlukan sebuah retorika yang baik untuk mempersuasif mad’u.

Dakwah bil lisan (ceramah) artinya seorang da’i harus menggunakan seluruh

kemampuannya untuk menyampaikan isi pesan dakwah.Metode ini juga memerlukan sedikit polesan dalam permainan kata sehingga mampu memperkecil kelemahan dalam dakwah bil lisan (ceramah) ini.Dalam penyampaian pesan dibutuhkan kemampuan yang

sangat mengesankan dalam mengungkapkan isi pesan dakwah. Maka sedikitnya dibutuhkan gaya retotika yang baik bagi da’i untuk memperbesar keberhasilan dakwah.

Kemampuan retorika yang dimiliki da’i ini dapat dipelajari, bukan semata bakat yang

dimiliki sebagian orang saja.Begitu pula bagi seorang da’i yang ingin mempelajari retorika

sebagai kemampuan untuk menunjang keberhasilan dakwahnya. Dituntut untuk memiliki retorika yang baik, sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa dakwah bil lisan adalah

dakwah yang menggunakan kemampuan lisannya agar dapat membuat mad’u mengikuti

perkataan yang disampaikannya.Berbeda dakwah bil hal, yang langsung di tunjukkan pada

aplikasinya.Dakwah bil lisan atau ceramah yang bersifat satu arah hanya mengandalkan

kata-kata dan kharisma seorang da’i yang dapat menambah point plus da’i. Terdapat

kekuatan kata-kata yang dasyat dalam retorika dakwah. Kata-kata yang diucapkan bukan hanya dapat mengungkapkan maksud yang ingin disampaikan, tapi bagaimana kata-kata juga dapat memperhalus budi bahasa, dan mungkin juga dapat menyembunyikan kenyatan yang menyakitkan yang dapat menyinggung orang lain. Kata-kata keluar dari mulut da’i

juga dapat mencerminkan tingkah laku dan kepribadian serta struktur sosialnya. Dengan menyadari pentingnya retorika dalam dakwah sebagai wujud atau cara yang dapat


(43)

35

menunjang metode dakwah bil lisan (ceramah), bahasa lisan yang digunakan da’i harus

jelas, tepat dan menarik.

a. Jelas; artinya istilah yang digunakan harus yang spesifik, kata-kata yang digunakan juga harus sederhana hingga mad’u dapat mencerna dengan mudah. Selain itu sebisa

mungkin hindari penggunanaan kata yang bersifat ambigu dan istilah-istilah teknis lainnya. Perhatikan juga penggunaan kata dan jangan terlalu berlebihan. Dan untuk memperjelas isi pesan, ulangi pernyataan yang sama dengan kata-kata yang berbeda. b. Tepat; artinya kata-kata yang digunakan haruslah sesuai dengan kondisi dan situasi setempat. Gunakan bahasa pasaran (slang) yang mudah dimengerti dengan hati-hati, sebisa mungkin hindari kata-kata klise. Berhati-hatilah dalam penggunaan istilah-istilah asing yang sulit dimengerti, untuk itulah seorang harus mampu menyesuaikan dengan bahasa mad’u. Hindari juga kata-kata yang tidak sopan dan perhatikan

penggunaan ungkapan yang terlalu berlebihan serta jangan memberi julukan kepada sesuatu hal yang tidak kita senangi.

c. Menarik; artinya kata-kata yang digunakan harus menimbulkan kesan yang kuat, hidup dan mendapat perhatian mad’u. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah pertama, da’i harus pandai dalam memilih kata-kata yang menyentuh langsung diri mad’u. Kedua, gunakan kata berona, colorfull word, yang dapat melukiskan sikap

dan perasaan atau keadaan. Pilihlah kata-kata yang dapat membangkitkan asosiasi emosional mad’u. Ketiga, gunakan bahasa yang figuratif, artinya da’i membentuk

kata-kata menjadi susunan bahasa yang dapat menimbulkan kesan yang indah. Dan

keempat, gunakan kata-kata tindak (action word), menggunakan kata-kata aktif

sehingga mad’u tergugah dari dalam dirinya untuk bertindak. Ali Abdul Halim

Mahmud menambahkan beberapa poin mengenai syarat dan adab dakwah bil lisan


(44)

36

1) Menggunakan bahasa yang jelas, baik lafal maupun maknanya. Sebagaimana Allah mengutus Rasulnya untuk memberi kejelasan kepada mereka. Jadi dakwah bil lisan harus bersifat menjelaskandan terdapat kejelasan, yakni yang

terkait tentang pesan dakwah.

2) Menggunakan lafal yang pasti dan tidak mengandung takwil dan kesamaran. Lafal-lafal yang pasti memiliki tiga sifat, yaitu sesuai dengan kaidah bahasa, sesuai dengan makna yang dimaksud, dan isinya benar.

3) Mengucapkan perkataan dengan jarang-jarang, dan bila perlu diulang sehingga

da’i yakin bahwa mad’u sudah mengerti dan dapat menerima apa yang

disampaikan. Mengucapkan kata-kata dengan cepat sering membuat orang tidak mengerti dengan maksud perkataan.

4) Tidak takalluf (memperberat atau melebih-lebihkan) dalam perkataan dengan

menggunakan sajak dan kata-kata yang aneh-aneh serta mengada-ada hingga sulit dipahami oleh mad’u.

5) Memilih perkataan yang halus dan lemah lembut.

6) Menjaga etika perkataan sesuai kondisi mad’u agar tidak bosan.

7) Amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh berbuat kebajikan dan mencegah berbuat mungkar).27

Sebagaimana dikatakan diawal bahwa dakwah islam bersifat persuasive bukan represif. Dan pada akhirnya ceramah yang dilakukan da’i adalah untuk

mengubah mad’u ke arah yang lebih baik. Persuasi adalah proses mempengaruhi

pendapat, sikap dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi spikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.28 Dengan

27Ali Abdul Halim Mahmud, Dakwah Fardhiyah, Metode Membentuk Pribadi Muslim (Gema Insani: Jakarta,

1995), hh. 163-166


(45)

37

demikian dakwah persuasif haruslah dakwah yang mampu mempengaruhi opini dan pendapat yang dapat mengubah sikap serta tindakan mad’u dengan menyentuh kondisi psikologis mad’u agar mad’u mengikuti apa yang didakwahkan melalui uraian kata yangmengesankan. Dalam hal ini aspek psikologi mad’u menjadi perhatian penting bagi da’i.Karena bagaimanapun juga dakwah adalah mengajak manusia bukandengan paksaan.Mad’u bertindak harus dengan kesadaran dirinya bukan paksaan dari da’i.Jangan sampai mad’u merasa harus melakukannya karena

itu adalah perintah dari da’i, tapi mereka melakukannya atas kemauan diri mereka sendiri. Untuk itulah da’i harus mampu menyentuh kondisi kejiwaan mad’u, ini diperlukan agar dakwah yang dilakukannya dapat tepat sasaran, sehingga mad’u merasa melakukan semua tindakan atas dasar kemauanya sendiri. Kemudian agar dakwah yang dilakukan da’i dapat tepat sasaran, berikut adalah cara yang harus dilakukan da’i agar dakwahnya mencapai keberhasilan. Pertama, da’i mampu

mencuri perhatian mad’u dengan membangkitkan minat atau ketertarikan mad’u

dengan menyentuh beberapa hal yang berkaitan dengan kepentingan mad’u.Kedua,

sebisa mungkin apa yang akan disampaikan da’i sebenarnya merupakan kebutuhan mad’u, atau menjadi masalah yang dapat menganggu sistem kehidupan mad’u. Ketiga, pesan dakwah dapat menjadi solusi dari permasalahan yang mungkin

dihadapi mad’u dan apa yang disampaikan dapat menjawab kebutuhan mad’u.

Pesan dakwah menjadi satu hal yang sebenarnya dibutuhkan mad’u.Keempat, bila mad’u sudah tertarik pada pesan dakwah yang disampaikanatau setuju dengan

solusi yang menjawab kebutuhan mad’u, pada akhirnya da’i harus memberikan

stimulus kepada mad’u untuk bertindak sesuai apayang disampaikan.


(46)

38

Dari hasil penelitian yang telah peneliti analisis ada beberapa disiplin ilmu yang meliputi respon dakwah face to face dari mad’u :

1. Ilmu Psikologi dalam Komunikasi

Komunikasi adalah hubungan timbal balik antara komunikator dengan komunikan.Sebagai makhluk sosial, manusia tentulah selalu berinteraksi dengan yang lainnya.Komunikasi sangat esensial untuk pertumbuhan kepribadian manusia.29Jadi, sangat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran

manusia. Banyak ahli-ahli ilmu sosial yang mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian. Untuk itu, peran ilmu psikologi dalam komunikasi sangat dibutuhkan. Dalam psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi baik komunikator maupun komunikannya. Ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain atau kelompok berbagai sikap yang ditampilkan masing-masing orang berbeda-beda, ada yang memperhatikan dengan seksama, ada yang mengobrol dengan teman lainnya, ada yang bermain HP, ada yang mengantuk dan sikap lainnya. Adanya analisa ini dapat membantu agar mencapai komunikasi yang efektif.

2. Komunikasi Massa

a. Efek Terhadap Individu

Komunikasi massa dapat memberikan efek ekonomis pada setiap individu. Hal ini tercermin dalam jasa lowongan pekerjaan yang disediakan oleh industri media massa. Efek kedua adalah pengaruh terhadap kebiasaan sehari-hari. Setiap pagi orang akan memiliki kebiasaan membaca berita terlebih dahulu sebelum memulai aktifitas.30 Efek ketiga adalah entertain, media

29 Rahmat Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2008). h. 31 30 Mulyana Deddy, Ilmu Komunikasi Satu Pengantar, (Bandung : PT Rosda Karya, 2003). h. 47


(47)

39

massa dapat menjadi sebuah sarana ‘pelarian’ dari rasa penat dan stress. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai aplikasi online media sosial.

b. Efek Terhadap Masyarakat

Efek ini berkaitan erat dengan karakter yang dimiliki oleh seseorang. Masyarakat akan menilai berdasarkan pembawaan, interaksi, serta cara berfikir seseorang sesuai dengan apa yang ditunjukkan oleh media. Media massa secara tidak langsung akan ‘mengajak’ masyarakat untuk memberikan penilaian yang sama terhadap seseorang berdasarkan penilaian dari media massa itu sendiri.

c. Efek Terhadap Kebudayaan

Kerap kali hal yang ditampilkan dalam media, baik media cetak, media elektronik, maupun media digital akan berbeda bagi setiap kebudayaan yang dianut oleh masing-masing daerah. Misalnya saja mengenai cara berbusana. Gaya berbusana di masing-masing negara tentu berbeda, namun ketika media massa menayangkannya, hal tersebut akan mempengaruhi selera fashion di daerah lain.31

B. PENELITIAN TERDAHULU

Sebagai bahan rujukan dari penelusuran yang terkait dengan masalah yang diteliti, terdapat beberapa referensi dari hasil penelitian yang terdahulu meski dalam konteks yang jauh berbeda.Referensi dari penelitian terdahulu sedikitnya dapat membantu dalam mengkaji permasalahan yang sedang diangkat.

1. Tesis karya Kholil, kholil, 1995 dengan judul penelitian “Pengaruh Dakwah Bil Lisan terhadap Pengamalan Ibadah Mu’allaf di Desa Gempol Kurung Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik” Membahas tentang pengaruh dakwah


(48)

40

bil lisan yang terjadi di Desa Gempol Kurung Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik terhadap ibadah-ibadah yang dilakukan oleh para muallaf di daerah tersebut. Letak perbedaan antara penelitian Kholil dengan peneliti kaji sangat jelas.Metode yang digunakan dalam peneliti ini adalah metode kuantitatif sedangkan peneliti menggunakan kualitatif.Hasil penelitian ini juga mengarah pada pemberian informasi sedangkan peneliti hanya menggambarkan dakwah bil lisan oleh Ustadz Abdul Mubin.Kesamaan terlihat pada dakwah bil lisan yang dilakukan baik dalam penelitian ini maupun yang sedang peneliti kaji.

2. Penelitian oleh Fadllullah, 2014, NIM: B01210013 dengan judul penenlitian “Dakwah Bil Lisan K.H. Abdurahman Syamsuri (Kajian Historis Perjalanan Dakwah Di Desa Paciran Kecamatan PaciranKabupaten Lamongan).” Dari penelitian ini ditemukan dakwah bil lisan yang digunakan K.H. Abdurahman Syamsuri adalah dakwah dengan pendalaman keagamaan (pengajian kitab kuning), beberapa tahun setelah itu dakwah dengan ceramah atau khutbah kemudian silaturrahmi. Perbedaan penelitin ini dengan penelitin yang peneliti kaji, terletak pada pembahasannya.Jika inilebih menerangkan tentang kiprah perjalanan atau history perjalanan dakwah K.H. Abdurahman Syamsuri dari awal beliau terjun kedunia sampai menjelang akhir hidupnya. Sedangkan penelitian yang penulis teliti membahas bentuk-bentuk dari proses dakwah bil lisan yang dilakukan Ustadz Abu

Shony Al Ma’rify. Persamaan keduanya terletak pada fokus masalah, baik penelitian peneliti maupun penelitian diatas sama-sama berfokus pada dakwah bil lisan.

Kemudian yang menjadi lokasi objek penelitian keduanya juga hampir sama, yakni di daerah persawahan meski berbeda desa.


(49)

42 BAB III

METODE PENELITIAN

Metode adalah cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data yang diperlukan, sedangkan penelitian pada hakekatnya adalah suatu proses atau wahana untuk menemukan kebenaran dan melalui proses yang panjang menggunakan metode atau langkah-langkah dan prinsip yang terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan masalah atau mendapat jawaban terhadap fenomena-fenomena yang terjadi. Titik tolak penelitian bertumpu pada minat untuk mengetahui masalah sosial yang timbul karena berbagai rangsangan.1

Wardi Bachtiar menambahkan, metode penelitian bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan pemecahannya.2

Pada dasarnya metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti penelitian harus didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis.3

Dari data yang empiris (teramati) melalui penelitian yang dilakukan, pada dasarnya data memiliki kriteria wajib yakni data yang diperoleh harus benar-benar valid. Valid artinya data tersebut menunjukkan derajat atau tingkat ketepatan antara data yang diperoleh dan kumpulkan dengan data sesungguhnya yang terjadi pada subjek atau objek

1Burhan Bungin, Metodologis Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis Ke Arah RagamVarian Kontemporer (Jakarta: Raja Grafindo Perada, 2001), h. 42.

2Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Dakwah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h 17


(50)

43 penelitian. Dan untuk memperoleh data yang valid, akan dijelaskan pula hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian yang meliputi:

A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Dalam dunia pendidikan pendekatan penelitian yang terkenal terbagi menjadi dua, yakni pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pada umumnya pendekatan kuantitatif sering kali dianggap kebalikan dari kualitatif, jika kuantitatif berlandaskan filsafat positivistik maka kualitatif berlandaskan pada filsafat postpositivistik. Selain itu terdapat ciri-ciri atau karakteristik membedakan keduanya, desain kuantitaif lebih spesifik, jelas dan rinci sedangkan kualitatif lebih bersifat umum dan fleksibel.

Namun pada penelitian ini, peneliti memilih pendekatan kualitatif artinya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memahami fenomena tentang dakwah bil lisan yang dilakukan oleh Ustadz Abu Shony Al Ma’rify, misalnya tingkah laku beliau, cara pandang, motivasi, tindakan dan proses dakwah secara menyeluruh dalam kegiatan dakwahnya dan dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu kejadian-kejadian khusus yang alamiah. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dan makna daripada produk atau outcome.

Menurut Nasution, penelitian kualitatif sering kali disebut penelitian naturalistik. Disebut sebagai penelitian naturalistik karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau test.4 Dengan demikian, akan muncul kebenaran yang tidak


(51)

44 buat, yang alami sehingga memiliki kualitas data yang mampu untuk dipertanggungjawabkan.

Melihat konteks penelitian yang telah diuraikan diatas dengan penggunaan pendekatan kualitatif, maka peneliti kemudian memilih jenis penelitian yang sesuai dengan konteks penelitian. Jenis penelitian yang sesuai adalah jenis penelitian deskriptif. Jenis penelitian deskripstif kualitatif ini akan berusaha mendeskripsikan, melukiskan sekaligus menganalisis suatu fenomena sosial5 masyarakat desa Weru

tentang dakwah bil lisan yang dilakukan Ustadz Abu Shony Al Ma’rify, secara rinci dengan maksud agar nantinya dapat menjelaskan dan menerangkan serta menjawab permasalahan-permasalahan yang diajukan dalam rumusan masalah penelitian.

Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai fenomena realitassosial yang ada dimasyarakat desa Kepunten yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas yang ada di sana kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.6

Metode penelitian deskriptif memusatkan perhatiannya pada penemuan fakta-fakta (fact Finding) sebagaimana keadaan sebenarnya. Menurut Hadari Nawawi dan Hadari Martini: “Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemilihan yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan apa yang tampak atau sebagaimana adanya.”7

5Koenjaraningrat, Metode Penelitian Maayarakat, (Jakarta: Gramedia, 1994), h. 25.

6Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan IlmuSosial Lainnya ed. 2

Cet 5 (Jakarta: Kencana, 2011), h. 68.

7Hadari Nawawi dan Hadari Martin, Penelitian Terapan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h.73.


(52)

45 Jenis deskriptif kualitatif ini melakukan penelitian secara menyeluruh pada subyek penelitian dengan menggambarkan secara rinci mengenai aktivitas dakwah Ust Abu Shony Al Ma’rify secara keseluruhan sesuai dengan data yang diperoleh tanpa ditambah maupun dikurangi. Dengan menggambarkan secara keseluruhan pada kegiatan dakwah tersebut diharapkan akan menghasilkan penelitian yang obyektif.

Dengan demikian, maka metode penelitian deskriptif kualitatif ini dirasa sesuai, tepat dan sudah selayaknya apabila digunakan untuk mengetahui secara

rinci aktivitas dakwah bil lisan (ceramah) Ustadz Abu Shony Al Ma’rify di Desa Kepunten Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.

B. Kehadiran Peneliti

Terdapat dua hal yang mempengaruhi kualitas hasil penelitian, salah satunya adalah kualitas instumen penelitian. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Dan sebagai instrument peneliti juga harus divalidasi, yang artinya seberapa jauhkah peneliti siap melakukan penelitian dan terjun ke lapangan. Hal ini dapat ditinjau dari pemahaman tentang metode penelitian, penguasaan wawasan terlebih yang menyangkut masalah penelitian.

Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang hampir tidak mengenal siapa yang diteliti dan responden yang memberikan data. Dalam penelitian kualitatif human instrument adalah peneliti, ini menyebabkan terdapat kedekatan antarapeneliti dengan Ustadz Abu Shony Al Ma’rify selaku subjek penelitian. Ditambah dengan teknik pengumpulan data yang bersifat in depth interview dan participantobservation, menjadikan data yang diperoleh peneliti lebih mendalam danmendetail. Peneliti juga dapat berinteraksi secara langsung dengan informan pendukung lainnya.


(53)

46 Menurut Buford Junker yang dikutip dari Patton dengan tepat memberikan gambaran tentang peranan peneliti sebagai pengamat yang dibagi menjadi empat point besar, yakni berperanserta secara lengkap, pemeranserta sebagai pengamat, pengamat sebagai pemeranserta dan pengamat penuh.8 Dalam kaitannya dengan ini peneliti

menjadi anggota penuh dari subjek penelitian agar peneliti dapat memperoleh informasi apa saja mengenai dakwah Ustadz Abu Shony Al Ma’rify dan kesehariannya, serta informasi lainnya.

Sesuai dengan judul penelitian ini. Maka klarifikasi subjek penelitian adalah Ustadz Abu Shony Al Ma’rify selaku narasumber utama dalam penelitian ini. Sekaligus sebagai informasi kunci untuk mengetahui dakwah bil lisan yang dilakukannya terlebih pada masyarakat Desa Kepunten Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.

C. Jenis Data Dan Sumber Data

Data adalah jamak dari kata “Datum” yang artinya informasi-informasi atau keterangan tentang kenyataan atau realitas. Dengan demikian data merupakan semua keterangan ataupun informasi terkait dengan penelitian yang dilakukan. Jenis data dalam penelitian kualitatif ini dibagi menjadi tiga bagian, yakni data kualitatif, data kasus dan data pengalaman individu.9

Data Kualitatif merupakan data yang diungkapkan dalam bentuk kalimat serta uraian-uraian, bahkan dapat berupa cerita pendek. Data Kasus menjelaskan tentang

8Lexy J, Moleong, Metode Penelitian Kualitatif ed.rev (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hh. 176-177. 9Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan IlmuSosial Lainnya ed. 2


(1)

79

4. Peneliti mendatangi Bapak Kasrin saat mencangkul di ladangnya di desa Kepunten.

Setelah mendengar dakwah nya Ustadz Abu Shony saya tidak lagi putus asa dalam menanam tanaman apapun dengan musim dan cuaca apapun. Dan tidak lagi takut gagal panen.Saya sangat berterima kasih kepada Ustadz Abu Shony.Dengan dakwah beliau saya bisa menata hati dan perasaan saya kembali dengan lebih baik lagi.12

5. Peniliti mendatangi Bapak Hagni seorang TNI yang dinas di Surabaya. Terjebak dalam korupsi yang berkelanjutan.

Saya mengakui, selama ini saya tidak tahan melihat uang yang numpuk berlipat-lipat dalam kantong saya, karena saya seorang Kepala Bagian Keuangan yang setiap hari memegang uang hingga ratusan juta rupiah, dan sangat susah bagi saya untuk mengendalikan diri saya untuk tidak mengambilnya. Tapi lama-kelamaan saya merasa keuangan saya selalu cepat habis setelah gajian, dan rasanya belum saya belikan apa-apa.Sudah 5 tahun saya menjabat jadi Kepala Bagian Keuangan. Dan saya tidak bertambah bahagia, sekarang rumah tangga saya hancur… oleh karena itu saya menanyakan langsung dan minta penjelasan kepada ustadz Abu Shony, dan akhirnya sekarang saya bisa lega, sedkit demi sedikit saya tinggalkan kebiasaan buruk saya, dan lebih menerima apapun hasil dari yang saya peroleh dan lebih bisa mengendalikan diri dengan menahan agar tidak lagi mengambil uang yang bukan menjadi milik saya.13

6. Peniliti berkunjung dirumah Ibu Anis anggota PKK desa Kepunten.

Saya khilaf mas waktu itu, waktu itu saya lagi jengkel dengan suami saya, waktu itu juga saya tidak bisa mengontrol mulut saya ini mas. Saya jengkel karena permintaan saya tidak pernah dituruti mas.Kemudian saya sadar saat Ustadz Abu Shony memberikan nasihat kepada saya, saya sangat sadar mas…dan bisa lebih memahami kondisi suami saya. saya sudah banyak belajar tentang apa yang di nasehatkan Ustadz Abu Shony, dan saya sudah tidak pernah lagi membicarakan tentang keburukan suami saya.

7. Peniliti juga mendatangi Bapak Kepada Desa Kepunten, yaitu Bapak Bambang Supriyadi.

Karena saya mendengar slentingan-slentingan dari warga sekitar mas, tentang saya.Ada yang mengakatakan saya ini kepala desa tida adil dan tidak bisa mengayomi masyarakat.Padahal saya sudah berusaha keras, tapi darisitulah

12Wawancara dengan Bapak Kasrin di desa Kepunten, rabu 12-10-2016


(2)

80

saya minta penjelasan kepada Ustadz Abu Shony bagaimana bersikap menjadi Pemimpin yang baik.Kemudian setelah itu saya bisa mempelajari dari setiap kata-kata yang telah disampaikan oleh Ustadz Abu Shony.14

B. ANALISIS

B.1. Temuan

DAKWAH USTADZ ABU SHONY

INTERPRETAN (GAGASAN TEORISTIS) 1. Interaksionisme simbolik:

setiap pelaku dianggap sebagai yang membuat dan bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.

2. Dakwah bil lisan : menyuruh orang lain menuju

kebahagiaan dunia akhirat. 3. Respon dakwah bil lisan:

pada kesadaran terjadi kesadaran bagi masyarakat terhadap pesan yang disampaikan individu.

OBJEK

(PERILAKU MASYARAKAT) 1. Bagaimana siswa mengikuti aturan

orang tua dan melakukan apapun tanpa harus diperintah, seperti melaksanakan sholat tanpa harus di suruh.

2. Direktur menyisahkan sebagian hasilnya kepada yang

membutuhkan.

3. Farhan akhirnya mengetahui rasanya mabuk, dan tidak mau mengulanginya.

4. Kasrin seorang petani dia tetap sabar untuk menanam.

5. Kepada TNI sadar tidak

menggunakan uang yang bukan miliknya.

6. Ibu PKK sadar tidak membicarakan keburukan suami.


(3)

81

a. Permis

1. Dakwah Bil Lisan yang dilakukan secara individu lebih mudah diterima masyarakat.

2. Ada yang sadar untuk melakukan aturan orang tua, menyisahkan sebagian rezekinya kepada orang lain yang membutuhkan, sadar akan tidak mabuk, sabar dan terus menanam, sadar tidak menggunakan uang yang bukan hak nya, sadar tidak membicarakan keburukan suami keapada orang lain, dapat mengambil hikmah dan bisa mengayomi masyarakat dengan adi

3. Proposisi


(4)

82

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian yang diuraikansebelumnya, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan :

1. Dakwah Bil Lisan Ustadz Abu Shony itu tidak hanya dilakukan di masjlis-majlis taklim, namun juga dilakukan di berbagai tempat. Dengan begitu tidak membatasi mad’u untuk harus ke majlis-majlis taklim untuk bisa mendengarkan dakwah bil

lisannya Ustadz Abu Shony. Dakwah bil lisan dengan cara face to face bisa lebih

diterima oleh mad’u dan lebih bisa difahami dengan baik. B. REKOMENDASI

Selanjutnya agar penelitian ini dapat membuahkan hasil sebagaimana peneliti harapkan, maka saran dari peneliti diharapkan dapat menjadi masukan atau sebagai bahan pertimbangan oleh pihak-pihak terkait. Dengan harapan semoga Ustadz Abu Shony dalam mengemban amanah ini dapat terus meningkatkan ghirah dalam dirinya untuk terus berada pada jalur dakwah, sehingga Ustadz Abu Shony dapat mengembangkan berbagai macam pendekatan, strategi, metode dalam melancarkan aksinya menyampaikan ajaran-ajaran agama Islam.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agama, Departemen RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung : Jumanatul Ali Art, 2004. Arikunto, Suharmini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta,

2002.

AS. A. Sunarto, Etika Dakwah, Surabaya: Jaudar Press, 2014.

Aziz, Moh. Ali, Filsafat Dakwah, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013 Aziz, Moh. Ali, Ilmu Dakwah Ed. Rev. Cet 2, Jakarta: Kencana, 2009.

Bachtiar, Wardi, Metodologi Penelitiann Dakwah, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997.

Bungin, Burhan, Metode Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer, Jakarta: Raja Grafindo Perada, 2001.

Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan Ilmu Sosial Lainnya ed. 2 Cet 5, Jakarta: Kencana, 2011.

Hendrikus, Dori Wuwur, Retorika. Yogyakarta: Kanisius, 1991.

Ilaihi, Wahyu, dkk, Komunikasi Dakwah, Surabaya: IAIN SA Press, 2013. Suhandang, Kustadi, Ilmu Dakwah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013

Mahmud. Ali Abdul Halim, Dakwah Fardhiyah, Metode Membentuk Pribadi Muslim, Gema Insani: Jakarta, 1995.

Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif ed.rev, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.

Morissan, Teori Komunikasi, Individu Hingga Massa, Jakarta: KENCANA, 2013.

Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya, Cet 6, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.


(6)

Munawir, Ahmad Warson, Al Munawir, Kamus Arab-Indonesia, ed. ke 2, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

Munir, M, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana, 2009

Nasution, Harun, Teologi Islam, Jakarta: Universitas Indonesia, 1996.

Nasution, S., Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito, 2003.

Nawawi, Hadari dan Hadari Martin, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996.

Rakhmat, Jalaluddin, Retorika Modern Pendekatan Praktis, Bandung: Rosda Karya. 1996. Siregar, Eric, Dahsyatnya Kata-Kata, Menghipnosis Itu Sangat Mudah, Jakarta: Salaris, 2014. Sobur, Alex, Analisis Teks Media, Bandung : Remaja Roesdakarya, 2001

Subagyo, P. Joko, Meetode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta: Rineka, 2004. Sugiyono, Memahami penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2010.

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D Cet 20, Bandung: Alfabeta, 2014.

Sukayat, Tata, Quantum Dakwah, Jakarta: PT. Rhineka Cipta, 2009.

Syukir, Asmuni, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983. Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.