KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER ANAK DALAM KELUARGA: ANALISIS KARYA MUHAMMAD NUR ABDUL HAFIZH SUWAID DALAM BUKU MENDIDIK ANAK BERSAMA NABI.

(1)

i

SKRIPSI

Oleh :

LILI IDAWATI NIM. D01212027

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TERBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

vi

ABSTRAK

Lili Idawati, Konsep Pendidikan Karakter Anak Dalam Keluarga (Analisis Karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam buku Mendidik Anak Bersama Nabi). Skripsi, Surabaya: Program Strata I Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015. Yahya Aziz, M.Pd.

Pendidikan merupakan aset besar dalam pembangunan umat, ikut menentukan kualitas “kepribadian muslim peradaban” manusia. Berbicara mengenai masalah pendidikan, tidak terlepas dari eksistensi keluarga, Keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama dimana dia mendapat pengaruh dari orang-orang berada disekitarnya

Dalam kaitannya dengan dunia pendidikan, era globalisasi saat ini merupakan tantangan besar bagi orang tua dalam upaya mendidik anak. Orang tua sebagai pemilik anak yang sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang sangat besar dan utama. Karena orang tua mempunyai kedudukan penting dalam membentuk karakter anak. Maka hal yang perlu ditinjau ulang terlebih dulu adalah bagaimana pendidikan yang telah dilakukan oleh orang tua. Peran orang tua sebagai pendidik dalam keluarga harus mampu memberikan metode atau strategi dan aspek pembinaan pendidikan karakter secara Islami, yang sesuai dengan perkembangan anak-anaknya. Oleh sebab itu dalam penulisan skripsi ini, jenis penelitian yang digunakan oleh penulis ialah mendeskripsikan dan menganalisis secara kritis tentang peran

orang tua, aspek-aspek pembinaan pendidikan karakter anak dalam keluarga karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam buku Mendidik Anak

Bersama Nabi. Penelitian ini merupakan penelitian library research, yaitu kajian literatur melalui riset kepustakaan dengan menggunakan data kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan filosofis dan pedagogis. Teknik pengumpulan data penulisannya melalui dokumentasi terhadap data primer maupun data sekunder. Kemudian data yang sudah terkumpul dianalisis sehigga dapat ditarik kesimpulan yang diinginkan. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran pendidikan karakter yang dapat dijadikan referensi dalam mengembangkan pendidikan islam yang lebih komperhensif, selain itu hasil penelitian ini belum bisa dikatakan final, maka dari itu diharapkan terdapat penelitian lebih lanjut yang mengkaji ulang hasil penelitian ini.


(6)

xi

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

MOTTO... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI... ix

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan ... 11

D.Manfaat Penelitian ... 11


(7)

xii

F. Tinjauan Pustaka ... 14

G.Metode Penelitian... 16

H.Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Pendidikan Karakter ... 21

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 22

2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter... 30

3. Pembentukan Karakter... 36

B. Kajian Tentang Anak... 39

1. Pengertian Anak ... 39

2. Fase Perkembangan Anak ... 42

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan Anak ... 48

C. Kajian Tentang Keluarga ... 51

1. Pengertian Keluarga ... 51

2. Peranan dan Fungsi Kelurga ... 54

BAB III GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS DATA A. Gambarana Umum tentang Objek Penelitian... 57

1. Biografi Penulis ... 57


(8)

xiii

3. Konsep Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga dalam Buku Mendidik Anak bersama Nabi ... 60 B. Analisis Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga (dalam buku Mendidik

Anak bersama Nabi) ... ... 61 1. Peran Keluarga ... ... 63 2. Aspek-Aspek Pembinaan Karakter Anak ... ... 87 BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 124 B. Saran ... ... 126 DAFTAR PUSTAKA


(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Istilah pendidikan berasal dari bahasa yunani terdiri dari kata “pais

artinya anak dan “again” berarti membimbing.1 Pendidikan merupakan bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Dengan demikian pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dalam anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohani.2

Kebutuhan manusia akan pendidikan merupakan suatu yang sangat mutlak dalam hidup ini, dan manusia tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pendidikan. Fatah Yasin mengutip perkataan John Dewey yang juga dikutip

dalam bukunya Zakiyah Daradjat menyatakan bahwa “Pendidikan merupakan

salah satu kebutuhan hidup manusia guna membentuk dan mempersiapkan

pribadinya agar hidup dengan disiplin”.3

1

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h.69 2

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,1998), h,l1 3


(10)

2

Berbicara mengenai pendidikan memang tidak pernah ada habisnya. Saat ini pendidikan banyak dihadapkan berbagai masalah yang dinamik, dan merupakan isu yang selalu muncul (recurrent issues). Di negara-negara maju

maupun yang sedang berkembang, pendidikan diselenggarakan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan pasaran kerja. Di samping itu lebih ideal lagi untuk mencerdaskan bangsa dalam rangka mengangkat derajat dan martabat mereka sebagai manusia. Dengan demikian berarti pendidikan merupakan

aset besar dalam pembangunan umat, ikut menentukan kualitas “kepribadian muslim peradaban” manusia, termasuk “hitam putihnya” dinamika ekonomi,

politik, ekologi, sosial budaya, dan masalah-masalah hidup dan kehidupan manusia.4

Masalah pendidikan, tidak terlepas dari eksistensi keluarga. Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non Islam, baik dalam pendidikan formal maupun non formal. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama dimana dia mendapat pengaruh dari orang-orang berada disekitarnya. Dalam kaitannya dengan dunia pendidikan, era globalisasi saat ini merupakan tantangan besar bagi orang tua dalam upaya mendidik anak. Teknologi yang semakin canggih dan akses informasi yang semakin mudah

4

Moh. Tolchah Hasan, Diskursus Islam dan Pendidikan (Sebuah Wacana Kritis), (Jakarta: Bina Wiraswasta Insan Indonesia, Cet. Pertama, 2000), h.89


(11)

sedikit banyak mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Akibatnya, fenomena di masyarakat kita saat ini terhiasi dengan kian maraknya tawuran antar pelajar, perilaku remaja yang menyimpang, seks bebas dan masih banyak lagi kejadian yang jauh dari nilai-nilai karakter Islami. Orang tua pun banyak mengeluh atas kenakalan anak-anak mereka yang sukar dikendalikan, keras kepala, tidak mau menurut perintah orang tua, sering berkelahi, tidak mau belajar, merusak milik orang lain, merampok, menipu dan suka berbohong serta kerendahan moral lainnya.5 Jika kondisi ini dibiarkan, kasus-kasus seperti ini nampaknya akan terus meluas seiring perkembangan kemajuan zaman. Dan jika hal ini terus berlanjut maka anak sebagai generasi Islam tidak mempunyai dasar karakter yang kuat dalam menghadapi tantangan zaman.

Dalam kondisi ini banyak orang tua yang kurang menyadari apa penyebab dari tingkah laku anak mereka. Orang tua lebih melempar tanggungjawab pembinaan anak sepenuhnya kepada pihak sekolah. Padahal penanaman karakter pada diri anak bukan hanya tanggung jawab guru di sekolah, artinya tidak harus melalui jalur pendidikan formal. Namun orang tua sebagai pemilik anak yang sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang sangat besar dan utama dalam hal ini. Maka hal yang perlu ditinjau ulang terlebih dulu adalah bagaimana pendidikan yang telah dilakukan oleh orang

5


(12)

4

tua. Banyak kasus kenakalan yang dilakukan oleh anak lebih banyak disebabkan karena kondisi orang tua sendiri, seperti kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tua, kurangnya pendidikan yang diberikan kepada anak di rumah, kondisi keluarga yang tidak harmonis dan lain sebagainya.

Berbagai kejadian dan fenomena yang terjadi, semakin membuka mata kita bahwa diperlukan obat yang mujarab dan ampuh, untuk bisa menyelesaikan permasalahan tersebut. Maka mengindikasikan perlu adanya kesadaran dan pengembangan pendidikan karakter yang tidak sekedar keintelektualan, tetapi juga menjangkau wilayah kepribadian/karakter sesuai dengan ajaran islam. Berbagai macam upaya strategi dan pengembangan untuk pendidikan karakter saat ini yang dilaksanakan di lembaga formal oleh pemerintah, akan tetapi dalam upayanya masih belum menjadi pendongkrak perubahan karakter anak bangsa yang baik. Kemuliaan seseorang terletak pada karakternya. Karena dengan karakter yang baik membuat seseorang tahan dan tabah dalam menghadapi cobaan dan dapat menjalani hidup dengan sempurna. Kestabilan hidup tergantung pada karakter. Karakter membuat individu menjadi matang, bertanggung jawab dan produktif. Kata kunci dalam memecahkan persoalan diatas terletak pada upaya penanaman dan pembinaan karakter sejak usia dini yang dilakukan oleh lingkungan keluarga.

Di keluarga inilah manusia mulai mengenyam pendidikan, keluarga merupakan elemen dasar di dalam membina serta mendidik anak-anak


(13)

mereka dalam anggota keluarga terutama ayah dan ibunya. Anak merupakan amanat dari Allah. Amanat tersebut harus ditunaikan dengan memeliharanya secara serius, karena nantinya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Tentang hal ini Al-Qur'an menjelaskan dalam surat At-Tahrim ayat 6 yaitu:















































Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.6

Sabda Nabi yang berbunyi

6

Tim Syamil Al-Qur’an, Al-Qur’an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung: Sygma, 2007), h. 560


(14)

6

َةَراَم ُع ُنْبُدِعَس اَنَ ثدَح ٍشايَع ُنْب يِلَع اَنَ ثَدَح يِقْشَمِّدلا ِدِلَوْلا ُنْب ُساَبَعلْا اَنَ ثَدَح

ىلَص ه ِلْوُسَر ْنَع ُثِّدَُُ ِكِلاَم َنْب َسَنَأ ُتْعََِ ِناَمْع نلا ُنْب ُثِراَحا ِنَرَ بْخَأ

)هجام نبا( .ْمُهَ بَدَأ اوُنِسْحَأَو ْمُكَدَاْوَأ اْوُمِرْكَآ َلاَق َملَسَو ِهْيلَع ه

Artinya:

Muliakanlah anak-anakmu dan ajarkanlah mereka budi pekerti yang baik. (H.R. Ibnu Majah)7

Ayat dan hadits di atas menunjukkan dua perintah, yaitu memelihara dan mendidik. Memelihara anak agar terjaga dari sengatan api neraka dan mendidik anak dengan didikan yang sebaik-baiknya, dan yang memiliki tanggungjawab ini adalah orang tua. Sesuai dengan pernyataan tersebut, Ahmad Tafsir menyatakan bahwa yang bertindak sebagai pendidik dalam rumah tangga ialah ayah dan ibu si anak serta semua orang yang merasa bertanggungjawab terhadap perkembangan anak itu.8

Para pakar ilmu sosial memandang keluarga sebagai salah satu mata rantai kehidupan yang paling essensial dalam sejarah perjalanan hidup anak manusia. Keluarga sebagai pranata sosial pertama dan utama, tidak dibantah

7

Abdullah Muhammad bin Zaid Al-Qozwaini, Sunan Ibnu Majjah Juz 2, (Beirut: Darr al-fikr, 1995), h. 395

8

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), h. 155


(15)

lagi mempunyai arti paling strategis dalam mengisi dan membekali nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan oleh anak-anak yang tengah mencari makna kehidupannya.9 Oleh karena itu, Islam menawarkan metode-metode yang banyak di bawah rubrik aqidah atau keyakinan, norma atau akhlak serta fikih

sebagai dasar dan prinsip serta cara untuk mendidik anak. Dan awal mula pelaksanaannya bisa dilakukan dalam keluarga.

Perilaku-perilaku anak akan menjadikan penyempurna mata rantai interaksi anggota keluarga dan pada saat yang sama interaksi ini akan membentuk kepribadiannya secara bertahap dan memberikan arah serta menguatkan perilaku anak pada kondisi-kondisi yang sama dalam kehidupan. Mendidik anak memerlukan kesungguhan. Karena dalam hal pendidikan, ini merupakan hal yang fundamental dan wajib bagi setiap orang tua muslim.

Pendidikan di dalam keluarga memiliki makna usaha sadar yang dilakukan oleh orang tua untuk membantu mengembangkan kepribadian dan kemampuan anak menjadi individu mandiri. Pendidikan keluarga juga merupakan bentuk pendidikan di luar sekolah yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan siswa dalam belajar. Dan pendidikan keluarga yang maksimal, memiliki kecenderungan untuk meningkatkan minat siswa dalam

9

Muhammad Tholhah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga, (Jakarta: Mitra Abadi press, 2009), h. 4-6


(16)

8

belajar, yang pada akhirnya akan mempengaruhi pula terhadap karakter anak10

Seorang anak akan menjadi baik ataukah justru menjadi beban dalam masyarakat, sebagian besar merupakan refleksi dari pendidikan yang didapatkannya dalam keluarga karena perkembangan sikap sosial pada anak terbentuk mulai di dalam keluarga. Orang tua yang penyayang, lemah lembut, adil dan bijaksana, akan menumbuhkan sikap sosial yang menyenangkan pada anak. Ia akan terlihat ramah, gembira dan segera akrab dengan orang lain karena ia merasa diterima dan disayangi oleh orang tuanya, maka akan bertumbuh padanya rasa percaya diri dan percaya terhadap lingkunganya, hal yang menunjang terbentuknya pribadinya yang menyenangkan dan suka bergaul.11

Pada proses pendidikan yang telah berjalan selama ini menemui berbagai kendala, terutama dalam hal kurangnya penerapan metode maupun pemahaman aspek-aspek yang tepat khususnya dalam pola pendidikan karakter anak yang bertujuan untuk membentuk kepribadian muslim. Oleh karena itu, peran orang tua sebagai pendidik dalam keluarga harus mampu memberikan metode atau strategi dan aspek materi pendidikan karakter yang sesuai dengan perkembangan anak-anaknya.

10

Lilis Nurteti, Pedagogik, Pengantar Teori dan Analisis, (Ciamis: IAID, 2010), h.221 11

Zakiah Darajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, (Jakarta: CV Ruhama, 1995), h.66-67


(17)

Melihat hal tersebut, bagaimana metode dalam menanamkan pendidikan karakter sesungguhnya sudah dibawa oleh para Rasul Allah. Pendidikan karakter merupakan misi utama para rasul diutus Allah di muka bumi. Dan Islam hadir sebagai gerakan untuk menyempurnakan karakter. Islam menegaskan bahwa pendidikan yang baik adalah hak anak atas orang tua dan pendidikan yang baik yang dimaksud Islam adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan tujuan-tujuannya dalam membentuk kepribadian muslim yang berserah diri secara total kepada Tuhannya dengan tuntunan yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw..

Selama ini kita lebih banyak mengadopsi ajaran-ajaran maupun pemikiran barat untuk kita gunakan sebagai pedoman hidup kita. Padahal kita mempunyai sosok manusia yang diciptakan Allah SWT. sebagai sosok teladan yang wajib kita ikuti. Rasulullah saw sebagai utusan Allah mempunyai tugas untuk menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Allah SWT berfirman dalam surat al-Ahzab ayat 21:






































(18)

10

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” 12

Maka dari itu, kita perlu menggali lebih dalam bagaimana metode dan panduan Rasulullah dalam hal mendidik anak, karena sesungguhnya setiap apa yang Rasulullah ucapkan, lakukan dan ajarkan adalah sebagai solusi dalam setiap problem yang kita temui di kehidupan kita saat ini.

Berangkat dari pernyataan di atas, penulis tertarik dan mengangkat karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, seorang tokoh islam pada masa sekarang yang mempunyai pemikiran mendalam dan sekaligus pemerhati pendidikan islam, terutama pendidikan anak dalam keluarga. Beliau memberikan kontribusi kepada orang tua agar memberikan pendidikan karakter pada anak ynag sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Beliau memaparkan secara mendalam dan luas mengenai konsep pendidikan anak

yang diajarkan Rasulullah SAW dalam kitab karangannya “Manhaj at Tarbiyah an Nabawiyah lith Thifl” yang telah diterjemahkan dalam Bahasa

Indonesia dan diterbitkan dengan judul “Mendidik anak bersama Nabi”.

Dengan kemasan yang sederhana namun berisi lengkap, buku ini menjadi mudah dalam mempelajarinya. Merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam dan menganalisa buku tersebut, maka penulis menjadikannya sebagai

tema penelitian dengan judul penelitian ”KONSEP PENDIDIKAN

12


(19)

KARAKTER ANAK DALAM KELUARGA (Analisis Karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam buku Mendidik anak bersama Nabi)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka ada beberapa permasalahan yang menjadi pokok kajian penulis dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apa makna pendidikan karakter dalam buku Mendidik Anak Bersama

Nabikarya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid?

2. Bagaimana konsep pendidikan karakter anak dalam buku Mendidik

Anak Bersama Nabi karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan makna pendidikan karakter dalam buku Mendidik Anak Bersama Nabi karya Muhammad Nur Abdul

Hafizh Suwaid.

2. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan lebih dalam tentang peran orang tua, dan aspek-aspek pembinaan dalam pendidikan karakter anak, Karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam buku Mendidik Anak

Bersama Nabi.


(20)

12

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan untuk mengetahui dan menambah kazanah keilmuan kita tentang konsep pendidikan karakter anak dalam buku Mendidik Anak Bersama Nabi karya Muhammad Nur

Abdul Hafizh Suwaid.

2. Secara praktis, bagi pembaca, orang tua, lembaga dan masyarakat pada umumnya, penelitian ini dapat di jadikan acuan atau literatur untuk mengajarkan dan mengamalkan bahwa banyak pelajaran yang dapat diambil sehingga pengembangan pendidikan islam semakin meningkat dan menambah hazanah pengetahuan pendidikan islam secara kaffah. 3. Secara empiris, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau

masukan bagi semua pihak yang berkepentingan, khususnya yang berhubungan dengan pendidikan keluarga.

E. Definisi Operasional

Konsep : Istilah konsep berasal dari bahasa Inggris concept yang secara etimologi berarti ide, atau prinsip yang dihubungkan atau berhubungan dengan sesuatu atau dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai rancangan, ide, atau pengertian.13 Dalam kamus tersebut konsep secara epistemologi

13

John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2000), Cet. Ke-3, h.135


(21)

diartikan sebagai sebuah ide atau pengertian yang diabstrasikan dari peristiwa konkret.14

Pendidikan : Seluruh aktifitas atau upaya sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada terdidik terhadap semua aspek perkembangan kepribadian, baik asmani atau ruhani, secara formal atau nonformal yang berjalan terus menerus untuk mencapai kebaagiaan dan nilai yang tinggi (baik nilai insaniyah atau illahiyah).15

Karakter : Nilai-nilai yang terpatri dalam diri seseorang melalui pendidikan dan pengalaman yang menjadi nilai intrinsik yang melandasi sikap dan perilakunya.16

Anak : Secara terminologi anak adalah orang yang lahir dalam rahim ibu, baik laki-laki, perempuan maupun khunsa, sebagai hasil dari persetubuhan

antara dua lawan jenis. Secara status, seorang anak

14

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h.588

15

Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter (Yogyakarta: Arruz Media, 2013), h. 26 16


(22)

14

adalah hasil pernikahan yang sah antara suami istri, karena pernikahan adalah satu-satunya tanggungjawab terhadap keturunan, baik ditinjau dari segi nafkah yang wajib, bimbingan, pendidikan maupun warisan.17

Keluarga : Suatu institusi masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah ibu dan anak, yang didalamnya terjalin hubungan interaksi yang sangat erat.18 Keluarga, juga disebut rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah dan proses pergaulan hidup. Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya.19

Analisis : Penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan lain sebagainya) untuk mengetahui

17

Mohammad Fauzil Adhim, Mendidik Anak Hingga Taklif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h.12

18

Ibid., h,. 43

19


(23)

keadaan yang sebenarnya (sebab-sebab, duduk perkara, dan sebagainya).20

F. Tinjauan Pustaka

Siti roychana nadziroh, dengan judul skripsi “Peran pendidikan

keluarga dalam pembentukan karakter displin ibadah anak pada keluarga TNI Angkatan Laut (Studi Kasus di Rumdis Bhumi Marinir Karang Pilang

Surabaya)” skripsi ini membahas bagaimana peran pendidikan keluarga

menurut konsepsi Islam yang di implementasikan kedalam format pendidikan keluarga TNI yang dapat membentuk dan membangun karakter disiplin pada anak usia sekolah dasar untuk `berdisiplin waktu dan giat beribadah.

Sohabatul Munawarah dengan judul skripsi “Pola Pembentukan Karakter Anak Melalui Pendidikan Ramah Anak Dalam Perspektif

Pendidikan Agama Islam. Kesimpulan skripsi ini penerapan konsep

pendidikan ramah anak baik secara umum dalam Pendidikan Islam meskipun terdapat perbedaan dalam landasannya dimana dalam perspektif pendidikan agama Islam berlandaskan pada al-Quran dan Hadis sedangkan konsep secara umum berlandaskan pada UU no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, namun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membentuk karakter anak

20

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Bumi Aksara, 2005), edisi ke-3, h.43


(24)

16

yang berkarakter positif (berakhlakul karimah) dengan pendekatan kasih

sayang dan berbasis humanistic Rodiyah, Cholifah. 2011. Judul Skripsi. Pendidikan Karakter Dalam

Perspektif Pemikiran Ki Hajar Dewantara. . Ki Hajar Dewantara

menyatahkan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, dan jasmani anak agar selaras dengan alam dan masyarakatnya

Dari uraian kajian kepustakaan diatas penulis dapat memberikan

simpulan bahwa masih belum ada penelitian yang mengkaji tentang “Konsep

pendidikan karakter anak dalam keluarga (analisis karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam buku Mendidik Anak Bersama Nabi)”.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang menggunakan data dan

informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat dalam kepustakaan.

Adapun pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis dan pedagogis. Dengan filosofis ini, pemecahan masalah diselidiki secara rasional melalui penalaran yang terarah. Hal ini karena penelitian ini berbentuk penelitian literer dengan corak analisis tekstual yang berorientasi


(25)

pada upaya memformulasikan ide pemikiran melalui langkah-langkah penafsiran terhadap teks.

Sedangkan maksud dari pendekatan pedagogis disini yaitu mencoba menjelaskan lebih rinci konsep yang ada dengan menggunakan teori pendidikan yakni menganalisis lebih dalam materi dan metode pendidikan karakter anak dalam Islam

2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan teknik dokumenter atau dalam istilah Lexy J. Moeloeng adalah sumber tertulis. Dengan cara mengumpulkan data melalui karya tulis seperti buku, jurnal, surat kabar, majalah dan lain sebagainya. Melalui dokumentasi ini, diharapkan dapat menemukan teori-teori yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan yang berkenaan dengan konsep pendidikan karakter anak dalam keluarga.

3. Sumber Data

Data penelitian diperoleh dari dua sumber, yaitu sumber primer dan sekunder. Sumber primer adalah semua bahan-bahan informasi dari tangan pertama atau dari sumber orang yang terkait langsung dengan suatu gejala


(26)

18

atau peristiwa tertentu, yang artinya sumber yang diperoleh dari data asli atau pokok. Sumber primer dalam penelitian ini adalah yaitu buku Mendidik Anak

Bersama Nabi karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Sedangkan

sumber sekunder adalah data informasi yang kedua atau informasi yang secara tidak langsung mempunyai wewenang dan tanggungjawab terhadap informasi yang ada padanya. 21

Dalam penelitian ini sumber data sekunder yang akan digunakan adalah :

a. Islamic Parenting karya Fauzi Rachman

b. Pendidikan Anak Menurut Islam karya Abdullah Nasikh Ulwan

c. Metode Rasulullah Dalam Mendidik karya Yendri Junaidi

d. Pendidikan Karakter, Menjawab Tantangan Krisis Multidimensial karya

Masnur Muslich

e. Ensiklopedia Pendidikan Akhlak Mulia karya Nasih Ulwan Abdullah

f. Sofyan Sori karya Kesalehan Anak Terdidik

g. Wendi Zarman karya Mendidik Anak Cara Raulullah: itu Mudah & Lebih

Efektif

h. Dian andayani & Abdul majid karya Pedidikan karakter dalam

perspektif Islam

21

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), hal. 89.


(27)

4. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. Oleh karena itu penelitian ini bersifat kualitatif. Jadi ada beberapa

metode analisa data yang dapat digunakan untuk menganalisa data-data yang ada, diantaranya:

a. Metode deduktif

Metode deduktifadalah cara berpikir dengan menggunakan analisis

yang berpijak dari pengertian-pengertian atau fakta-fakta yang bersifat umum kemudian diteliti dan hasilnya dapat memecahkan persoalan khusus.22 Dalam penelitian ini, metode deduktif digunakan untuk memperoleh gambaran secara detail mengenai pemikiran dari Muammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. b. Metode induktif

Metode induktif yaitu cara berpikir yang berpijak dari fakta-fakta

yang bersifat khusus, kemudian diteliti dan akhirnya ditemui pemecahan persoalan yang bersifat umum.23 Dalam penelitian ini, metode induktif

22

Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), cet. Ke-4, h.20

23


(28)

20

digunakan untuk memperoleh gambaran yang utuh terhadap pemikiran Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dari beberapa sumber buku yang ada.

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan uraian secara jelas, maka penulis menyusun skripsi ini menjadi empat bab, yang secara sistematis adalah sebagai berikut Bab satu bagian Pendahuluan, yang terdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Hal ini dimaksudkan sebagai kerangka awal dalam mengantarkan isi pembahasan kepada bagian selanjutnya.

Bab kedua bagian Kajian Teori, dimaksudkan untuk memberikan pra-wacana sebelum masuk dalam pembahasan utama. Yakni sub bahasan yang akan disajikan adalah seputar konsep pendidikan karakter anak dalam keluarga yang meliputi Pengertian konsep pendidikan karakter, pengertian anak dan keluarga.

Bab ketiga bagian Pembahasan meliputi penyajian data dan analisis data, yakni: membahas pemaparan riwayat hidup Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dari aspek pendidikan dan karir akademik, corak pemikiran dan karya-karyanya. Selain itu juga dipaparkan mengenai gambaran umum dari isi buku tersebut. Dan memaparkan analisis konsep pendidikan karakter


(29)

anak dalam keluarga menurut Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam buku Mendidik Anak Bersama Nabi.


(30)

21

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Istilah pendidikan, dalam bahasa inggris “education”, berakar dari bahasa Latin “educare”, yang dapat diartikan pembimbingan berkelanjutan.

Jika diperluas, arti etimologis itu mencerminkan keberadaan pendidikan yang berlangsung dari generasi dari ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia. Secara teoritis, ada pendapat yang mengatakan bahwa bagi manusia pada umumnya, pendidikan berlangsung sejak dua puluh lima tahun sebelum kelahiran. Pendapat itu dapat diartikan bahwa mendidik diri sendiri terlebih dahulu sebelum mendidik anaknya. Tersirat dalam kodratnya sebagai makhluk pendidikan atas potensi kodrat cipta, rasa dan karsanya.

Kemampuan didik berarti tiga potensi kejiwaannya itu sejak kecil bisa menerima perawatan, pertolongan, pembimbingan dari orang lain. Sedangkan kemampuan mendidik berarti pada tingkat Kisah secara bahasa


(31)

berasal dari bahasa Arab kesadaran dan keadaan tertentu, manusia bisa melakukan perawatan, pertolongan dan bimbingan kepada orang lain. 1

Istilah pendidikan dalam pendidikan Islam pada umumnya mengacu pada Al-Tarbiyah, Al-Ta'dib, Al-Ta'lim. Dari ketiga istilah tersebut yang populer di gunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah Al-Tarbiyah, sedangkan Al-Ta'lim dan Al-Ta'dib jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam. Istilah Al-Tarbiyah berasal dari kata Rabb.Walaupun kata ini memiliki banyak arti, akan tetapi pengertian dasarnya menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur dan menjaga kelestarian atau ekstiensinnya.2

Pada umumnya arti keberadaan pendidikan dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu dalam arti luas, sempit, dan keberadaan pendidikan dalam arti alternatif.

1. Arti luas pendidikan adalah pendidikan merupakan system proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan dan pematangan diri.

2. Arti sempit pendidikan adalah seluruh kegiatan belajar yang direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara terjadwal

1

Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h.77 2

Lihat di https://www.academia.edu/8338317/Pendidikan_dalam_perspektif_Islam . Diakses pada 23 November 2015


(32)

23

dalam system pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasa pada tujuan yang telah ditentukan.

3. Arti alternative pendidikan adalah bahwa pelaku pendidikan ialah keluarga, masyarakat, dan sekolah dalam suatu system integral yang

disebut “tripartite” pendidikan.3

Sedangkan secara terminologi, pengertian pendidikan banyak sekali dimunculkan oleh para pemerhati/tokoh pendidikan, diantaranya : Pertama,

menurut D. Rimba, pendidikan adalah “Bimbingan atau pembinaan secara

sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utuh4

Kedua, menurut Masnur Muslich, pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi juga sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi).5

Ketiga, menurut Arifin, pendidikan ialah “memberi makan”

(opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan

3

Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, ibid., h.32 4

Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), h.19 5

Masnur Muslich, Pendidikan Karakter ; Menjawab Tantangan Krisis Multidimensial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h..69


(33)

rohaniah, juga sering diartikan dengan “menumbuhkan” kemampuan dasar

manusia. 6

Keempat, menurut Ngalim Purwanto, pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak, untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan, agar berguna bagi diri sendiri dan masyrakat.7

Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan. Banyak kalangan memberikan makna pendidikan sangat beragam bahkan sesuai dengan pandangannya masing-masing. Azyumardi Azra dalam buku “Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi”, memberikan

pengertian tentang pendidikan adalah merupakan suatu proses di mana suatu bangsa atau Negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu.

Pendidikan adalah suatu hal yang benar-benar bisa ditanamkan menimpa fisik, mental, moral bagi individu, agar mereka menjadi manusia

6

Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisiplinier), (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.22

7

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1998), h.11


(34)

25

berbudaya sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia (khalifah) di bumi oleh Allah. 8

Dari beberapa definisi dan pengertian pendidikan di atas, sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah suatu proses terencana baik secara sengaja atau tidak sengaja untuk menumbuhkan, mengembangkan potensi fitrahnya, dan menyadarkan pada perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan serta pematanagn diri untuk mencapai kesempurnaan hidup.

Setelah mengetahui esensi pendidikan, yang perlu diketahui adalah karakter. Maka makna pendidikan karakter bisa kita fahami. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.9 Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa

Latin “Charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya di mana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang

8

Masnur Muslich, Pendidikan Karakter ; Menjawab Tantangan Krisis Multidimensial, Ibid. h.57

9

Abdul majid, Dian andayani. Pedidikan karakter dalam perspektif Islam. (Bandung: Insan Cita Utama, 2010), h,.11


(35)

terpatri dalam diri dan terjawantahkan dalam perilaku. Nilai-nilai yang unik-baik itu kemudian di Disain Induk Pembangunan Karakter bangsa 2010-2025 dimaknai sebagai tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata dalam kehidupan baik.10

Karakter dalam islam memiliki arti dan definisi yang sama. Definisi karakter adalah nilai dasar yang membangun pribadi seseorang terbentuk baik karena pengaruh hereditasi maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.11

Griek mengemukakan bahwa karakter dapat didefinisikan sebagai paduan dari pada segala tabiat manusia yang bersifat tetap, sehingga menjadi tanda khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain. Kemudian Leonardo A.Sjiamsuri dalam bukunya Kharisma Versus

Karakter yang dikutip Damanik mengemukakan bahwa karakter merupakan

siapa anda sebenarnya. Batasan ini menunjukkan bahwa karakter sebagai identitas yang dimiliki seseorang bersifat menetap sehingga seseorang atau itu berbeda dari yang lain.12

10

Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h.42

11

Ibid.,h.52 12

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2011), h..l 9


(36)

27

Dalam tulisan yang bertajuk Urgensi Pendidikan Karakter, Suyanto menjelaskan bahwa “karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi cirri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.13

Karakter tersusun dari tiga bagian yang saling berhubungan yakni : moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan moral), dan moral berhavior (perilaku moral). Dalam karakter yang baik, diperlukan pembiasaan dalam pemikiran, pembiasaan dalam hati, dan pembiasaan dalam tindakan. Ketika kita berfikir tentang jenis karakter yang in[gin ditanamkan pada diri anak-anak, hal ini jelas kita menginginkan anak-anak mampu menilai. Karakter seseorang berkembang berdasarkan potensi yang dibawa sejak lahir dan hubungan atau interaksi dengan lingkungannya. Karakter dapat dibentuk melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk membina, mengarahkan dan menyadarkan individu dalam jati diri kemanusiaannya. 14

Sebagai identitas atau jati diri bangsa, karakter merupakan nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata nilai interaksi antar manusia. Secara universal berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama

13

Ibid.,h.11 14


(37)

berdasarkan atas pilar: kedamaian, menghargai, kerja keras, kebebasan, kebahagiaan, kejujuran, kerendahan hati, kasih sayang, tanggung jawab, kesederhanaan, toleransi dan persatuan. Karakter dalam agama islam tidak terpisah dari etika-etika Islam.

Dalam Islam terdapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab, dan keteladanan. Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung jawab selain

syari’ah dan ajaran agama Islam secara umum. Sedangkan adab merujuk

kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Keteladanan merujuk kepada yang ditampilkan oleh seorang muslim yang baik, mengikuti keteladanan Nabi Muhammad Saw. Ketiga inilah yang menjadi pilar pendidikan karakter dalam Islam.15 Pendidikan karakter dalam khazanah pendidikan islam berarti mencakup struktur trilogi ajaran islam yaitu iman, islam, dan ikhsan. Iman berakitan dengan akhlak manusia kepada sang pencipta, islam merupakan perwujudan dari iman, dan ikhsan adalah pranata nilai yang menentukan kualitatif dari pribadi atau akhlak. Jadi pendidikan karakter dalam islam tidak terlepas dari konstruksi syari’at islam.

Firman Allah yang berkaitan dengan konsep pendidikan karakter terdapat pada QS. Al-Isro’ ayat 23-24

15


(38)

29















































































Artinya :

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan

menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya samapai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada

keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan

ucapkanlah kepada mereka perktaan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, sayangilah mereka sebagaimana mereka berdua telah

menyayangiku aku di waktu kecil.” (Qs. Al-Isro :23-24 )

Sedangkan kaitannya dengan hadist Rasulullah saw sebagai yaitu berikut :


(39)

زعلا ديع انثدح : لاق روصنم نبديعس أ يث دح ه دبع نع

د نع د ني زي

ه لوسر لاق : لاق ةرير أ نع حاص أ نع مكح نب عاقعقلا نع اجع نب

)دما اور(.قاخاا حاص مم أ تثعب اما : م.اص

Artinya :

Dari Abdullah menceritakan Abi Said bin Mansur berkata : menceritakan Abdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin „Ijlan dari

Qo‟qo‟ bin Hakim dari Abi Shalih dari Abi Hurairoh berkata Rasulullah

SAW bersabda : Sesungguhnya Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (H.R.Ahmad)16

Jadi, pada intinya pendidikan karakter adalah proses melakukan penanaman nilai (baik nilai yang bersumber dari keagamaan dan budaya bangsa) dengan cara membimbing dan memberikan tuntunan seutuhnya pada dimensi pikiran, hati, dan tindakan manusia yang bertujuan untuk mengembangkan fitrah dan kemampuannya menjadi insan yang cerdas, berkepribadian kuat serta berakhlak mulia. Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga & keluarga, sekolah, dan lingkungan sekolah, serta masyarakat luas. Oleh karena itu pembentukan pendidikan karakter tidak berhasil jika antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan.17

2. Nilai-nilai pendidikan karakter

16

Al Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Juz II, (Beirut : Darul Kutub al Ilmiyah, t.th.), h.504 17

Masnur Muslich, Pendidikan Karakter ; Menjawab Tantangan Krisis Multidimensial, Ibid. h.52


(40)

31

Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi dasar karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu, pendidikan karakter pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideology bangsa Indonesia (Pancasila), agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. 18

Menurut Richard Eyre & Linda, nilai yang benar-benar diterima secara universal adalah nilai yang menghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu berdampak positif baik bagi yang menjalankan maupun orang lain. Inilah prinsip yang memungkinkan tercapainya ketentraman yang membuat orang lain senang dan tercegahnya orang lain sakit hati.19 Ia juga menenkankan pada tiga komponen karakter yang baik, yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral), dan moral action (perbuatan moral). Sehingga dengan komponen tersebut, seseorang mampu memahami, merasakan, dan meraskan nilai-nilai kebajikan.20

Lebih lanjut, Kemendiknas melansir bahwa berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma social, peratuaran atau hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir niai yang

18

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, Ibid.h.72-73

19

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter perspektif Islam, Ibid. h.42 20


(41)

dikelompokkan menjadi lima nilai utama yaitu perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan. Berikut adalah daftar dan deskripsi ringkas nilai-nilai utama yang dimaksud.21

a. Nilai karakter hubungannya dengan Tuhan.

Nilai ini bersifat religious. Dengan kata lain, pikiran, perkataan dan tindakan seseoramg diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan atau ajaran agama.

b. Nilai karakter dengan diri sendiri

Ada beberapa nilai karakter yang berhubungan dengan diri sendiri yaitu;

1) Jujur

Jujur atau kejujuran merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya.

2) Bertanggung jawab

Sikap ini merupakan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kkewajiban, yang seharusnya dilakukan kepada diri sendiri, Tuhan, masyarakat, dan lingkungan.

3) Bergaya hidup sehat

21 Jamal Ma’mur Asmani,

Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Diva Press, 2011), h. 36.


(42)

33

Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.

4) Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5) Kerja keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan, guna menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6) Percaya diri

Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.

7) Berjiwa wirausaha

Sikap perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur pemodalan operasi.

8) Berfikir logis, kritis, kreatif, inovatif.

Berfikir dan melakukan sesuatu nyata atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan mutakhir dari sesuatu yang telah dimiliki. 9) Mandiri


(43)

Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

10)Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar. 11) Cinta ilmu

Cinta berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.

c. Nilai karakter yang hubungannya dengan manusia 1) Sadar hak dan kewajiban diri sendiri dan orang lain.

Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan sesuatu yang menjadi kewajiban dan milik atau hak diri sendiri dan orang lain.

2) Patuh pada aturan-aturan social

Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat ataupun kepentingan umum.

3) Menghargai karya dan prestasi orang lain.

Menghargai, menghormati, dan mengakui karya dan prestasi orang lain merupakan sikap dan tindakan yang mendorong diri untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat.


(44)

35

Santun merupakan sifat yang halus dan baik hati dari sudut bahasa tata perilakunya kepada semua orang.

5) Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yangh menilai sama hak dan kewajiban diri sendiri dan orang lain.

d. Nilai karakter hubungannya dengan lingkungan

Hal ini berkenaan dengan kepedulian terhadap social dan lingkungan. Nilai karakter itu berupa sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan social ataupun lingkungan alam sekitarnya.

1) Lingkungan kebangsaan

Artinya, cara berfikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri sendiri dan kelompok.

2) Nasionalis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menunjukkan kesetiaan, kepeuliaan, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.


(45)

Sikap memberikan respek atau hormat terhadap berbagai macam hal, baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, maupun agama.22 3. Pembentukan karakter

Secara alami, sejak lahir sampai usia tiga atau lima tahun, kemampuan menalar seorang anak belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar masih terbuka dan menerima apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan ke dalamnya tanpa ada pemfilteran, mulai dari orang tua ataupun lingkungan. Maka dari situlah pondasi awal terbentuknya karakter anak sudah terbangun. Pondasi tersebut merupakan kepercayaan tertentu dan konsep diri. Semua pengalaman hidup yang berasal dari lingkungan, lembaga dan media cetak ataupun media masa mengantarkan seseorang memiliki kemampuan yang semakin besar untuk dapat menganalisis dan menalar objek luar. Mulai dari sinilah, peran pikiran sadar menjadi dominan.

Semakin banyak informasi yang diterima, semakin matang system kepercayaan dan pola pikir yang terbentuk, maka semakin jelas tindakan, kebiasaan, dan karakter unik dari masing-masing individu. Jika system kepercayaannya selaras, karakternya baik, dan konsep dirinya bagus, maka kehidupannya akan terus baik dan membahagiakan. Maka jika sebaliknya, maka kehidupannya akan dipenuhi dengan permaslaahan dan penderitaan. 23

22

Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Ibid.h.47 23


(46)

37

Selanjutnya, karakter yang kuat dibentuk oleh penanaman nilai-nilai yang menekankan tentang baik dan buruk. Nilai ini dibangun melalui penghayatan dan pengalaman, meningkatkan rasa ingin yang sangat kuat, serta bukan hanya menyibukkan diri dengan pengetahuan. Karakter yang kuat akan cenderung hidup secara berakar jika sejak awal telah dibangkitkan keinginan untuk mewujudkannya.

Pengembangan karakter sebagai proses yang tiada henti terbagi menjadi empat tahapan: pertama, pada usia dini, disebut sebagai tahap pembentukan karakter; kedua, pada usia remaja, disebut sebagai tahap pengembangan; ketiga, pada usia dewasa, disebut sebagai tahap pemantapan; dan keempat, pada usia tua, disebut sebagai tahap pembijaksanaan. Untuk membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat mendasar bagi terbentuknyta kepribadian yang baik. Menurut megawangi, ada tiga kebutuhan dasar anak yang harus dipeenuhi, yaitu; maternal bonding (kelekatan psikologis oleh ibunya), rasa aman, stimulasi fisik dan mental.

Hal yang harus diakui sebagai faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter adalah faktor keturunan/gen. jika tidak ada proses berikutnya yang memilki pengaruh kuat, boleh jadi faktor genetis yang akan menjadi karakter anak. Sedangkan Fauzi Rahman berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter adalah faktor intern yakni


(47)

genetic, dan faktor lingkungan yakni faktor extern yaitu lingkungan (baik lingkungan keluarga, lingkungan sekitar, sekolah dan Negara tempat anak tinggal). Akan tetapi pengaruh lingkungan pertama dan utama setelah kelahiran adalah lingkungan keluarga, orang tuanyalah yang akan mengasuh, merawat, mendidik, memelihara agar anak menjadi pribadi yang baik.24 Abdullah Munir mengemukakan bahwa ada faktor lain yang tak kalah penting dampaknya bagi pembentukan karakter anak adalah makanan, dan teman.

Pendidikan karakter anak haruslah disesuaikan dengan usia anak, karena nilai karakter yang berkembang pada tiap individu mengikuti perkembangan usia dan konteks sosialnya. Tahap-tahap perkembangan kesadaran pada pelaksanaan aturan menurut Pieget :

a. Tahapan pada doamain kesadaran atuaran:

1) Usia 0-2 tahun: aturan dirasakan sebagai hal yang tidak bersifat memaksa.

2) Usia 2-8 tahun: aturan disikapi bersifat sacral dan diterima tanpa pemikiran.

3) Usia 8-12 tahun: aturan diterima sebagai kesepakatan. b. Tahapan pada doamain pelaksanaan aturan:

1) Usia 0-2 tahun: aturan dilakukan hanya bersifat motorik.

24


(48)

39

2) Usia 2-6 tahun: aturan dilakukan dengan orientasi diri sendiri. 3) Usia 6-10 tahun: aturan dilakukan sesuai kesepakatan.

4) Usia 10-12 tahun: aturan dilakukan karena sudah dihimpun.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, pembentukan karakter dapat dimulai sejak usia kelahiran sampai anak berumur kurang lebih dari 7 tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter adalah intern dan extern, karena fitrahnya yang suci dan memiliki kompetensi dapat di bentuk dan dikembangkan. Sedangkan kemampuan menalar seorang anak belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar masih terbuka dan menerima apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan ke dalamnya tanpa ada pemfilteran, mulai dari orang tua ataupun lingkungan. Maka dari situlah pondasi awal terbentuknya karakter anak sudah terbangun, dan pondasi tersebut merupakan kepercayaan tertentu dan menjadi konsep diri.

B. Kajian tentang Anak

1. Pengertian Anak

Secara umum pengertian anak adalah keturunan ayah dan ibu (keturunan yang ke dua).25 Anak adalah buah hidup dan bunga yang harum

25

Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Snja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Difa Pubisher), h.54


(49)

dari rumah tangga, harapan dan tujuan utama dari suatu pernikahan yang sah.26

Pengertian anak yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 ayat (1) dan (2) yaitu : Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Ayat 1 : memuat batas antara belum dewasa dengan telah dewasa yaitu berumur 21 (dua puluh satu) tahun kecuali, anak yang sudah kawin sebelum umur 21 tahun, pendewasaan. Ayat 2 : menyebutkan bahwa pembubaran perkawinan yang terjadi pada seseorang sebelum berusia 21 tahun, tidak mempunyai pengaruh terhadap kedewasaan.27

Menurut psikologi, anak adalah periode pekembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode pra sekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun tahun sekolah dasar.28

Secara etimologi anak biasanya diistilahkan dari akar kata al walad, al

ibn, at thifl, as sabi, dan al ghulam. Al walad, berarti keturunan yang kedua

manusia atau segala sesuatu yang dilahirkan atau masih kecil.29Al ibn sama

26

Fauzi Rachman, Islamic Parenting, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011),Ibid,. h.2 27Lihat D

i http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt548fe05d24ad9/parent/lt54 8fdfd3a87d2 Diakses pada 23 November 2015

28

https://id.wikipedia.org/wiki/Anak Diakses pada 23 November 2015 29

Fuad Mohd. Fachruddin, Masalah Anak dalam Hukum Islam, Anak Kandung, Anak Angkat dan Zina, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2000), h. 26.


(50)

41

dengan anak yang baru lahir dan berjenis kelamin laki-laki.30 At thifl adalah anak yang dalam masa usianya sampai baligh (yang sampai pada usia tertentu untuk dibebani hukum syariat dan mampu mengetahui hukum tersebut). Sedangkan as sabi dan al ghulam adalah anak, yang masa usianya

dari lahir sampai remaja.31

Secara terminologi anak adalah orang yang lahir dalam rahim ibu, baik laki-laki, perempuan maupun khunsa, sebagai hasil dari persetubuhan

antara dua lawan jenis. Secara status, seorang anak adalah hasil pernikahan yang sah antara suami istri, karena pernikahan adalah satu-satunya tanggungjawab terhadap keturunan, baik ditinjau dari segi nafkah yang wajib, bimbingan, pendidikan maupun warisan.

Adapun untuk batasan usia anak, Islam mempunyai batasan dalam menentukan usia anak dan dewasa, yaitu baligh. Ukuran baligh bagi seorang

anak ketika sudah ihtilam (mimpi basah/ sekitar usia 12-15 tahun) bagi

laki-laki dan haid (sekitar 9 tahun) bagi perempuan. Dalam konsepsi Islam,

seorang anak seharusnya sudah dewasa pada usia 15 tahun. Pada usia itu seharusnya seorang anak sudah bisa bertanggungjawab (taklif) penuh dalam

masalah ibadah, mu’amalah, munakahah dan jinayat (peradilan) selambat -lambatnya pada usia 17 tahun bagi wanita dan 18 tahun bagi laki-laki. Pada

30

Ibid, h. 31 31


(51)

usia 21 tahun, anak-anak mestinya benar-benar sudah bisa lepas dari orang tua, tetapi harus membina kedekatan dan perkhidmatan pada orang tua.32 2. Fase Perkembangan Anak

Setiap orang berkembang dengan karakteristiknya masing-masing. Hampir sepanjang waktu perhatian kita tertuju pada keunikan tersendiri. Setiap diri kita mulai belajar berjalan pada usia satu tahun, tenggelam dalam keunikan fantasi, permainan pada masa kanak-kanak. Menurut Santrock (1995, 2007) perkembangan adalah pola perubahan yang dimulai sejak pembuahan dan terus berlanjut di sepanjang rentang kehidupan individu. Sebagian besar perkembangan melibatkan pertumbuhan, namun juga melibatkan kemunduran/penuaan. Senada dengan Suntrock, Hurlock (1980) mengemukakan bahwa perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman/belajar. Dalam proses pertumbuhan atau perkembangan mengalami dua proses yakni evolusi (pertumbuhan), dan involusi (kemunduran) dominan pada masa dewasa akhir.

Sedangkan fase perkembangan dapat diartikan sebagai penahapan atau pembabakan rentang perjalanan kehidupan individu yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola tingkah laku, yang berlangsung pada individu dan

32

Mohammad Fauzil Adhim, Mendidik Anak Hingga Taklif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h.7


(52)

43

jangka waktu tertentu. Secara garis besar, para ahli menggolongkan fase perkembangan menjadi tiga bagian yakni, analisis biologis, didaktis, dan psikologis.

1. Fase berdasarkan Biologis

Para ahli mengatakan bahwa, fase berdasarkan biologis adalah proses pertumbuhan fisik(motorik) anak. Tokoh yang mengemukakan pendapat ini antara lain, Aristoteles, J.J.Rousseau, Stanly Hall, Elizabeth Hurlock, Kretscmer, dan Sigmund Freud.33 Sigmund Freud, seorang ahli psikologi jerman yang beraliran psikoanalisis, mengemukakan perkembangannya sebagai berikut.

a. Fase Oral : 0-2 tahun : pada fase ini bayi akan merasa senang kalau ada rangsamngan benda, makanan, atau barang lainnya pada mulutnya.

b. Fase anal : 2-4 tahun : pada fase ini bayi akan merasa senang jika buang air besar karena rangsangannya dari dubur.

c. Fase falik : 4-6 tahun : pada masa ini anak akan senang jika ada rangsangan atau sentuhan pada kelaminnya.

d. Fase latensi : 6-12 tahun : pada masa ini dorongan seksualnya tidak Nampak, karena banyaknya aktifitas dan hubungan social. Karena

33

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),h. 21


(53)

itulah pada masa ini relataif mudah didik, anak cenderung nurut dan patuh.

e. Fase genital : 12 tahun sampai dewasa : pada masa ini implus-implus (dorongan kemabali menonjol), apabila dorong-dorongan ini dapat ditransfer dan disublimasikan dengan baik, maka anak akan sampai pada masa kematangan akhir/dewasa.34

2. Fase berdasarkan Didaktis

Fase didaktis meupakan fase dimana anak perkembangannya dibagi menjadi beberapa tahap sebelum memasuki dunia pendidikan sampai dengan perndidikan tinggi. Kiranya seorang pendidik orang tua/guru memberikn keperluan atau materi dan metode yang sesuai masa-masa tertentu. Berikut ini tokoh yang terkemuka dalam disiplin psikolog kognitif yaitu Jean Piaget, yaitu :

a. Fase Sensori Motor (0-2 tahun)

Pada fase ini intelegensi masih primitive atau dasar berdasarkan perilaku terbuka atau pengalaman terhadap lingkungannya.

b. Fase pra operasional ( 2-7 tahun)

Pada fase ini intelegensi anak bukan pada sensor-motor akan tetapi sudah mencakup pengamatan dan pemahaman anak terhadap

34

Sutirna, Perkembangan & Pertumbuhan Peserta Didik, ( Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2013), h.23


(54)

45

situasi lingkungan yang ia tanggapi, akan tetapi masih berwatak egosentrisme atau belum bisa memahami pandangan orang lain yang berbeda dengan pandangannya sendiri. Anak suka meniru perilaku orang-orang disekitarnya.

c. Tahap konkret-operasional (7- 11 tahun)

Pada tahap ini anak mulai berfikir logis dan sistematis mengenai benda-benda atau peristiwa-peristiwa konkret. Dan berkurangnya sifat egosentrisme.

d. Tahap formal-opersional (11-15 tahun)

Dalam tahap ini anak telah memiliki kemampuan mengembangakn pola-pola berfikir formal, karena telah mampu berfikir logis, rasional, bshksn sbstrak.35

3. Fase perkembangan berdasarkan psikososial

Para ahli membahas fase perkembangan jiwa anak deengan menggunakan sudut pandang psikososial ( proses jiwa dan social yang berpengaruh pada perilaku). Di mana pada fase ini individu mengalami kegoncangan-kegoncangan jiwa atau psikis anak. Menurut Erikson, perkembangan psikososial terbagi menjadi 8 fase yaitu:

a. Perkembangan pada masa bayi (0-1,5 tahun)

35


(55)

Jika bayi dibesarkandalam lingkungan yang memenuhi kebutuhan atau non materil maka anak akan tumbuh kea rah positif dan mampu mengeksplorrasi terhadap lingkungannya. Jika anak diperlakukan dengan sebaliknya maka anak akan tumbuh kerah yang negative/tidak punya kepercayaan terhadap lingkungannya.

b. Tahap pra sekolah (1,5 - 3 tahun)

Jika anak dalam kondisi terus dikontrol oleh orang tua secara seimbang tidak terlalu dan sdikit maka anak akan memiliki kemampuan individu yang berfikir dan bertindak secara independen. Sehingga anak aktif dan selalu menemukan hal-hal yang baru. Jika pengontrolan ortu sedikit maka anak akan malu dan ragu sehingga membatasi kemampuan anak untuk mengekspresikannya. Jika terlau ketat dalam pengontrolan maka anak akan ragu dalam setiap melakukan eksplorasi.

c. Masa kanak-kanak (3-6 tahun)

Anak mengalami perkembangan yang pesat ia merencanakan dan melaksanakan kegiatan dengan kepercayaan diri dan selalu memilki inisiatif untuk melakukan berbagai macam kegiatan menarik dan percoabaan. Dan orang tua hendaknya menyediakan lingkungan yang mendorong perkembangan inisiatifnya, bukan selalu


(56)

47

menyalahkan anak itu akan membuat anak selalu merasa bersalah(Guit).36

d. Masa sekolah (6-12 tahun)

Krisis yang terjadi adalah kempetensi dan rendah diri. Pada tahap ini sekolah dan belajar adalah tahap penting. Anak akan belajar membuat keputusan, memperoleh keterampilan-keterampilan untuk bidang-bidang pendidikan dan pekerjaan tertentu, serta pengembangan potensi. Anak akan mengalami era transisi antara lingkungan keluarga dan pergaulan teman sebaya. Jika anak memperoleh dukungan yang baik dari keluarga maka anak akan tidak mengalami kegagalan keterampilan atau intelektual yang berkelanjutan. Tapi jika sebaliknya maka anak mengalami rendah diri.

e. Masa remaja ( 12-18 tahun)

Kriris yang terjadi adalah identitas vs. kebingungan peran. Pada tahap ini remaja kebingungan berfokus pada pertanyaan ‘siapa

saya”. Untuk sukses menjawab pertanyaan ini, maka remaja mesti

bebas rasa konflik dalam berbagai hal, adanya peluang untuk mengembangkan kepercayaan diri, indenpendensi, kompetensi, dan control diri. Jika remaja mampu mengatasi konflik yang terjadi maka

36

Martini Jamaris, Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013),h. 30-32


(57)

ia akan sukses memeperoleh identitas diri yang kukuh, dan siap membuat rancangan untuk masa depannya.37

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangnagn anak.

Adapun mengenai faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan anak, para ahli berbeda pendapat disebabkan oleh sudut pandang, dan pendekatan yang tidak sama. Berikut aliran-aliran yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak.

a) Aliran nativisme.

Tokoh utama aliran ini adalah Arthur Sopenhauer seorang filusuf jerman. Yang berpendapat bahwa perkembangan anak ditentukan oleh pembawaanya/gen, sedangkan pengalaman, pendidikan tidak berepngaruh apa-apa.

b) Aliran Empirisme

Tokoh utama dalam aliran ini ialah John Locke, aliaran ini disebut juga dengan aliran tabularasa. Doktrin yang diberikan adalah perkembangan anak semata-mata dibentuk oleh lingkungan dan pengalaman pendidikan anak.

c) Aliran Konvergensi

37

Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan baru (bandung; remaja rosdakarya, 2013), h.58


(58)

49

Aliarn ini merupakan perpaduan antara aliran empirisme dengan aliran nativisme. Tokoh utama aliran ini bernama Louis William Stern, beliau berpendapat faktor yang mempengaruhi perkembangan anak ialah faktor hereditas dan lingkungan.38 Berdasarkan uraian diatas mengenai para aliran-aliran doktrin filosifis yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi-rendahnya mutu hasil perkembangan anak pada dasarnya ada dua macam. Yakni:

1) Faktor intern adalah faktor yang ada didalam individu yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis. Yang termasuk faktor intern antara lain : Gen adalah substansi/materi pembawa sifat yang diturunkan oleh induk/orang tua dan kakek-nenekk, gen juga menentukan kemampuan metabolisme makhluk hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. 39

Warisan (turunan atau bawaan) tersebut yang terpenting, antara lain bentuk tubuh, raut muka, warna kulit, intelegensi, bakat, sifat-sifat atau watak dan penyakit. Sifat-sifat yang dimaksud disni bukan sifat yang berasal dari hasil belajar atau pengalaman dari orang tua akan tetapi yang diturunkan sifat strukturnya. 40 Sifat dalam kamus lengkap bahasa

38

Abu Ahmadi, Psikogi Perkembangan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), h.59 39

Sutirna, Perkembangan & Pertumbuhanpeserta didik, h.133 40


(59)

Indonesia berarti tanda lahiriah, atau dasar watak yang dibawa sejak lahir;

tabi’at.

2) Faktor extern

Faktor extern yaitu hal-hal yang datang atau ada diluar diri anak yang meliputi lingkungan dan pengalaman berinteraksi dengan lingkungannya. Berkut ini faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

a. Keluarga

Keluarga tempat anak diasuh dan dibesarkan. Terutama keadaan ekonomi, cara mengasuh atau merawat dan tingkat pendidikan orang tua besar kemungkinan berpngaruh pada jasmani dan rohani anak. b. Sekolah

Sekolah merupkan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak terutama untuk kecerdasan anak.

c. Masyarakat

Masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak. Kondisi orang-orang didesa atau kota temapt tinggal anak akan berpengaruh perkembangan jiwanya dan pola pikirnya.

d. Keadaan alam sekitar

Keadaan alam sekitar tempat anak tinggal juga berpengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan telah ikut member


(60)

51

andil bagi proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Seperti Suhu, makanan, keadaan gizi, vitamin, mineral, kesehatan jasamani, aktivitas dan sebagainya.

e. Teman sebaya (kelompok bermain)41

Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan social bagi anak, yang mempunyai peranan cukup penting bagi perkembangannya. Peranan kelompok teman sebaya bagi anak adalah memeberi kesempatan belajar tentang; bagaimana berinteraksi dengan orang lain, mengontrol tingkah laku social, mengembangkan keterampilan, minat yang relevan dengan usianya, saling bertukar perasaan dan masalah. Kelompok social ini dapat berdampak positif dan negative, jika hubungan anak dengan orang tua baik maka si anak akan bisa menghindarkan diri dari pengaruh negative dari teman sebayanya.42

C. Kajian tentang Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia keluarga adalah orang-orang yang menjadi penghuni rumah; bapak beserta ibu dan anak-anaknya. Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram,

41

Ibid.,h.59 42


(61)

aman, damai, dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya.

Keluarga menurut Muhaimin adalah suatu kesatuan sosial terkecil yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial yang memilki tempat tinggal dan ditandai oleh kerjasama ekonomi, berkembang mendidik, melindungi, merawat dan sebagainya.43

Keluarga menurut F.J. Brown berpendapat bahwa keluarga dapat diartikan dua macam, yaitui a) dalam arti luas, keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan

dengan “clan” atau marga; b) dalam arti sempit keluarga meliputi orang tua dan anak.44

Sedangkan dalam sudut pandang sosiologis, di dalam masyarkat pasti akan ditemui keluarga batih. Keluarga batih tersebut merupakan

kelompok social kecil yang terdiri dari suami, istri dan anak-anaknya yang belum menikah. Keluarga batih itu juga disebut dengan rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah dan proses pergaulan hidup. 45

43

Muhaimin Abd Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h.289

44

Syamsu Yusuif, Psikologi Perkembangan,.h.36 45

Soerjono Soekamto, Sosiologi Keluarga; Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja, dan Aank, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), h.1


(62)

53

Dalam al-Qur‟an juga dijumpai beberapa kata yang mengarah pada

“keluarga”. Ahlul bait disebut keluarga rumah tangga Rasulullah SAW (al-Ahzab: 33) Wilayah kecil adalah ahlul bait dan wilayah meluas bisa dilihat

dalam alur pembagian harta waris. Keluarga perlu di jaga (At-tahrim: 6), Keluarga adalah potensi menciptakan cinta dan kasih sayang. Menurut Abu Zahra bahwa institusi keluarga mencakup suami, isteri, anak-anak dan keturunan mereka, kakek, nenek, saudara-saudara kandung dan anak-anak mereka, dan mencakup pula saudara kakek, nenek, paman dan bibi serta anak mereka (sepupu).

Adapun pengertian keluarga dalam Islam adalah kesatuan masyarakat terkecil yang dibatasi oleh nasab (keturunan) yang hidup dalam

suatu wilayah yang membentuk suatu struktur masyarakat sesuai syari‟at

Islam, atau dengan pengertian lain yaitu suatu tatanan dan struktur keluarga yang hidup dalam sebuah sistem berdasarkan agama Islam.46

Dari beberapa istilah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian keluarga adalah sebuah institusi pendidikan yang utama dan bersifat kodrati, sebagai unit terkecil dalam masyarakat, yang memiliki arti penting dalam pembangunan, pendukung dan pembangkit komunitas masyarakat dan bangsa.

46

Abdul Aziz, Pendidikan Agama dalam Keluarga: Tantangan Era Globalisasi, Himmah, Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyrakatan (Vol. 6, No. 15, Januari-April 2005), h.73


(63)

2. Peranan & Fungsi Keluarga

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya memenuhi kebutuhan insani (manusiawi), serta mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun social budaya yang diberikannya merupakan faktor kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan social dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya, yaitu perwujudan diri.

Dilihat dari sudut pandang sosiologis, fungsi keluarga ini dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi-fungsi sebagai berikut:

a. Fungsi Biologis

Keluarga diapndang sebagai pranata social yang memberikan legalitas, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya.

b. Fungsi Ekonomis

Keluarga (dalam hal ini ayah), mempunyai kewajiban untuk menafkahi anggota keluarganya.

c. Fungsi Pendidikan

Lingkungan keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Berdasarkan Pendapat dan diktum Undang-undang


(64)

55

No. 2 tahun 1989 Bab IV Pasal 10 Ayat 4 yang berbunyi: “Pendidikan

Keluarga merupakan bagian jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan agama,

nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan”. Maka fungsi keluarga

dalam pendidikan ialah penanaman, pembimbingan atau pembiasaan nilai-nilai agama, budaya, dan keterampilan yang bermanfaat bagi anak. d. Fungsi sosialisasi

Keluarga sebagai minitaur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dlam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Karena keluarga juga mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk mentaati peraturan (disiplin), mau bekerja sama dengan orang lain, bersikap toleran, menghargai pendapat orang lain, bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehiudpan yang heterogen(etnis, ras, budaya, dan agama).

e. Fungsi perlindungan

Kelurga berfungsi sebagi pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan para anggotanya.


(65)

Untuk melaksanakn fungsi ini, keluarga harus menciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh semangat bagi anggotanya.

g. Fungsi Agama

Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-nilai agama kepada anak agar memiliki pedoaman hidup yang benar. Pengokohan nilai-nilai agama dalam keluarga merupakan landasan fundamental bagi perkembangan kondisi atau tatanan masyarakat yang damai dan sejahtera.47

47


(1)

B. Saran-saran

Dari hasil pemaparan diatas, perlu kiranya penulis memberikan saran konstruktif bagi akademisi atau non akademisi. Ada beberapa saran yang dapat penulis berikan, antara lain:

Pertama kepada orang tua khususnya dan para guru umumnya, diharapkan dapat memperdalam keilmuan dalam mendidik anak. Hendaknya orang tua berpedoman utama pada apa yang telah Rasulullah SAW ajarkan. Di sana sudah tercakup dengan sempurna bagaimana rambu-rambu dan aturan dalam mendidik anak agar anak benar-benar menjadi anak yang saleh-salehah, dan memiliki kepribadian yang kuat.

Kedua kepada anggota keluarga dalam hal ini dapat berperan dalam membimbing, memotivasi, mendidik anak-anak. Yakni mampu menjadi inspirasi dan contoh yang baik bagi anggota keluarga yang lain, khususunya bagi anak-anak.

Ketiga bagi anak hendaknya selalu mentaati kedua orang tua selama tidak melanggar ketentuan agama Islam agar dalam kehidupannya bahagia di dunia dan akhirat.

Keempat kepada lembaga pendidikan diharapkan dapat menerapkan sistem pendidikan sesuai pola yang diajarkan oleh Rasulullah SAW untuk mengoptimalkan pembentukan karakter anak didik. Lembaga pendidikan sebagai rumah kedua bagi anak dalam belajar harus dapat memberikan


(2)

lingkungan dan sarana prasarana yang tepat, agar membantu mengoptimalkan pembentukan karakter dan perkembangan anak.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abd Mujib, Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya (Bandung: Trigenda Karya, 1993).

Aziz, Abdul, Pendidikan Agama dalam Keluarga: Tantangan Era Globalisasi, Himmah, Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyrakatan (Vol. 6, No. 15, Januari-April 2005).

Muhammad, Abdullah bin Zaid Al-Qozwaini, Sunan Ibnu Majjah Juz 2 (Beirut: Darr al-fikr, 1995).

Adhim, Fauzil, Mendidik Anak Hingga Taklif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996).

Ahmadi, Abu, Psikologi Perkembangan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005).

Al Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Juz II, Beirut, Darul Kutub al Ilmiyah, t.th.

An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah, Dan Masyarakat, Jakarta, Gema Insani.

Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisiplinier (Jakarta: Bumi Aksara, 2008).

Asmani, Jamal Ma’mur, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

Karakter di Sekolah (Yogyakarta: Diva Press, 2011).

Az-Za’balawi, Muhammad, Pendidikan Remaja antara Ilmu Islam &

Ilmu Jiwa (Jakarta: Gema Insani, 2007).

Daradjat, Zakiah, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta: CV. Ruhama, cet. II, 1995).

Darajat, Zakiah, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, (Jakarta: CV Ruhama , 1995).

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005).


(4)

Dian andayani, Abdul majid, Pedidikan karakter dalam perspektif Islam (Bandung: Insan Cita Utama, 2010)

Fachruddin, Masalah Anak dalam Hukum Islam, Anak Kandung, Anak Angkat dan Zina (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2000).

Fuad Abdul Baqi, Muhammad, Al-Lu’lu Wal Marjan (Semarang, Al-Ridha, 1993).

Hariyanto, Muchlas Samani, Konsep dan Model pendidikan Karakter (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013).

Hasan, Tolchah, Diskursus Islam dan Pendidikan (Sebuah Wacana Kritis (Jakarta: Bina Wiraswasta Insan Indonesia, Cet. Pertama, 2000).

Hasan,Tholhah, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga (Jakarta: Mitra Abadi press, 2009).

http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=167785 Di akses pada tanggal 21 Desember 2015.

http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt548fe05d24ad9 /parent/lt548fdfd3a87d2 Diakses pada 23 November 2015.

http://www.perkuliahan.com/dasar-dan-tujuan-pembinaan-keagamaan-anak, Diakses pada tanggal 1 Desember 2015.

https://id.wikipedia.org/wiki/Anak Diakses pada 23 November 2015

https://quebie.wordpress.com/kesehatan/jasmani/pengertian-jasmani-dan-olahraga/, Di akses pada 9 Desember 2015.

https://www.academia.edu/8338317/Pendidikan_dalam_perspektif_Isla m . Diakses pada 23 November 2015.

Jamaris, Martini, Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan (Bogor, Ghalia Indonesia, 2013).

Junaidi, Yendri, Metode Rasulullah Dalam Mendidik (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2014).

Kisyik, Hamid, Bimbingan Islam untuk Mencapai Keluarga Sakinah, (Bandung: Mizan Pustaka, 2005).


(5)

Kurniawan, Syamsul, Pendidikan Karakter (Yogyakarta: Arruz Media, 2013).

Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1999).

Mashad, Dhurorudin, Mutiara Hikmah Kisah 25 Nabi (Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2002).

Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan baru (Bandung: remaja rosdakarya, 2013).

Muslich, Masnur, Pendidikan Karakter, Menjawab Tantangan Krisis Multidimensial (Jakarta: Bumi Aksara, 2011).

Nasih Ulwan, Abdullah, Ensiklopedia Pendidikan Akhlak Mulia (Jakarta, PT Lentera Abadi, 2012).

Nasikh Ulwan, Abdullah, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1991).

Nawawi, Imam, Riyadus Shalihin Terjemahan (Solo: Insan Kamil, 2011).

Nur Uhbiyati, Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1991).

Nurteti, Lilis, Pedagogik, Pengantar Teori dan Analisis (Ciamis: IAID, 2010).

Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998).

Qardhawi, Yusuf, Mukjizat Puasa (Doha: Mizania, 1990).

Rachman, Fauzi, Islamic Parenting (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011). Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia.Yasin, 1998). Fatah, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN Malang Press

, 2008).

Soekamto, Soerjono, Sosiologi Keluarga; Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja, dan Aank (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004).


(6)

Sori, Sofyan, Kesalehan Anak Terdidik (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2006).

Suhartono, Suparlan, Filsafat Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007).

Sunarti, Euis, Menggali Kekuatan Cerita (Jakarta: PT Elex Media komputindo, 2005).

Sutirna, Perkembangan & Pertumbuhan Peserta Didik (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2013).

Suwaid, Muhammad, Mendidik Anak Bersma Nabi (Surakarta: Pustaka Arofah, 2013).

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT remaja Rosdakarya, 2013).

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 1994).

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, edisi ke-3, 2005).

Tim Syamil Al-Qur’an, Al-Qur’an Terjemah Tafsir Perkata (Bandung: Sygma, 2007).

W.A., Gerungan, Psikologi Sosial :Bandung: PT.al-Maarif, 1987). Yusuf,Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2005).

Zarman, Wendi, Mendidik Anak Cara Raulullah: itu Mudah & Lebih Efektif (Bandung: Ruang Kata, 2011).

Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2004).

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan (Jakarta: Kencana Pernada Media Grop., 2011).


Dokumen yang terkait

Konsep Pendidikan Anak dalam Keluarga (Mendidik Anak Tanpa Kekerasan)

1 4 96

PENDIDIKAN AKHLAK DALAM BUKU "MUHAMMAD SANG NABI" KARYA O.HASHEM

0 9 84

PENDIDIKAN KARAKTER NABI MUHAMMAD SAW DALAM BUKU SIRAH NABAWIYAH TERJEMAHAN KITAB Pendidikan Karakter Nabi Muhammad Saw Dalam Buku Sirah Nabawiyah Terjemahan Kitab Ar-Rachiiqu Al-Makhtuum Karya Syeikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury.

0 1 16

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MULIA BAGI ANAK DALAM KELUARGA (Studi pada Buku Prophetic Parenting Karya Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid) - repository UPI T PGK 1303373 Title

0 0 3

14 Akhiri Mendidik Anak dengan Kekerasan

0 0 4

MENDIDIK ANAK USIA DINI DENGAN CARA NABI MUHAMMAD SAW

1 0 11

PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM BUKU CARA NABI MENDIDIK ANAK KARYA MUHAMMAD IBNU ABDUL HAFIDH SUWAID SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 0 79

PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KITAB MANHAJ AT TARBIYAH AN NABAWIYAH LITH THIFLI KARYA MUHAMMAD NUR ABDUL HAFIZH SUWAID PADA ANAK USIA DINI DI RA KHARISMA TUNGGUL PANDEAN NALUMSARI JEPARA - STAIN Kudus Repository

0 1 8

PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KITAB MANHAJ AT TARBIYAH AN NABAWIYAH LITH THIFLI KARYA MUHAMMAD NUR ABDUL HAFIZH SUWAID PADA ANAK USIA DINI DI RA KHARISMA TUNGGUL PANDEAN NALUMSARI JEPARA - STAIN Kudus Repository

2 3 38

PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KITAB MANHAJ AT TARBIYAH AN NABAWIYAH LITH THIFLI KARYA MUHAMMAD NUR ABDUL HAFIZH SUWAID PADA ANAK USIA DINI DI RA KHARISMA TUNGGUL PANDEAN NALUMSARI JEPARA - STAIN Kudus Repository

0 0 11