pokok pokok pikiran penyusunan cetak biru

POKOK-POKOK PIKIRAN
PENYUSUNAN CETAK BIRU
LEMBAGA PERLINDUNGAN
SAKSI DAN KORBAN

Penulis  

SUPRIYADI  WIDODO  EDDYONO  
SYAHRIAL  MARTANTO  WI RYAWAI\I  
WAHYU  WAGIMAN  
EMERSON  YUNTHO  
Kata  Sambuton 

IFDHAL  KASIM 
Koto  Pengantar 

iセ@

TETEN  MASDUKI 

KOALISI

PERLINOUNGAN
SAKSI

ICJR

,":;"1"'"I6IC"",",",I'I.!",-

POKOK­POKOK PIKIRAN  PENYUSUNAN  CETAK  BIRU  
LEMBAGA  PERLINDUNGAN  SAKSI  DAN  KORBAN  
Penulis  
Supriyadi Widodo Eddyono, Syahrial Martanto Wi ryawan  
Wahyu Wagiman,  Emerson Yuntho  
Editor  
lilian Deta Arta Sari  
Febri  Diansyah  
Kontributor Ahli  
Indriaswati Dyah Saptaningrum  
Kata  Sambutan  dan  Pengantar  
Ifdhal Kasim  
Teten  Masduki  

Cetakan  Pertama  

2008
Cover dan  Layout  
Taufik Bayu  Nugroho  
Dicetak oleh  
Indonesia Corruption Watch  
Jalan  Kalibata  Timur  IV  D  No.6 Jakarta  Selatan  12740  
Telp.  021­7901885,7994015 Fax.  021­7994005  
Homepage:  http//www.antikorupsi.org  
Email:  icwmail@indosat.net.id  
Bersama  dengan  
Institute for Criminal Justice Reform  
Koalisi  Perlindungan Saksi  
Buku  ini  diterbitkan  atas  dukungan  
The Asia  Foundation dan DAN I DA  

ISBN  978­979­1434­04­1 

ii 


POKOK·POKOK  PIKIRAN  PENYUSUNAN  CETAK  BIRU 
LEMBAGA  PERLINDUNGAN  SAKSI  DAN  KORBAN 

PENGANTAR PENERBIT

l)okok-Pokok Pikiran Penyusunan Cetak Biru Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban (LPSK) merupakan sebuah kajian yang bertujuan
untuk melakukan pemetaan awal terhadap LPSK, menemukan berbagai
kendala kelembagaan dan mencari jalan keluar dalam bentuk catatan
atau rekomendasi yang bersifat umum.



Dalam melakukan pemetaan kelembagaan LPSK, kajian dilakukan
dengan cara mengumpulkan beberapa referensi yang diambil dati
berbagai sumber seperti beberapa regulasi yang rele,"an terkait
perlindungan saksi maupun lembaga negara, beberapa artikel terkait
dengan perlindungan saksi dan korban serta komparasi dengan komisikomisi yang tdah ada di Indonesia maupun lembaga perlindungan saksi
di berbagai negara.

Pokok-pokok pikiran dalam buku ini diharapkan dapat membantu
pemerintah maupun anggota LPSK nantinya dalam menyiapkan cetak
biru (blue print). Sehingga, tidak lama setelah LPSK terbentuk, lembaga
ini dapat bekerja secara maksimal, menetapkan strategi dan prioritas
kerja sehingga dapat membantu aparat penegak hukum dalam
penuntasan suatu perkara dan hasilnya dapat memberikan rasa keadilan
kepada saksi dan atau korban.
Keberadaan buku ini tidak lepas dari kerja keras yang telah dilakukan
tim penyusun yang terdiri dari Supriyadi Widodo Eddyono, Wahyu
Wagiman, Syahrial Martanto Wiryawan, dan Emerson Yuntho. Dalam
penyusunannya tim juga mendapat masukan dari Indriaswati Dyah
Saptaningrum (ELSAM) dan Teten Masduki (Indonesia Corruption
Watch).
POKOK·POKOK PIKIRAN  PENYUSUNAN CETAK  BIRU 
cE.'I1BAGA  PERLINDUNGAN  SAKSI  DAN  KORBAN 

iii

Ucapan terima kasih ditujukan kepada Ifdhal Kasim, Ketua Komisi
Hukum Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atas

kesediaannya memberikan sambutan dan Febri Diansyah serta Illian
Deta Arta Sari yang membantu melakukan editing akhir sebelum buku
ini terbit. Terakhir, apresiasi yang luar biasa diberikan kepada The Asia
Foundation dan DANIDA yang telah mendukung penerbitan buku inL
Semoga apa yang dihasilkan dapat memberikan banyak manfaat.

Jakarta, Juni 2008
Penerbit

iv

POKOK·POKOK PIKIRAN  PENYUSUNAN CETAK  BIRU 
LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI  DAN  KORBAN 

KATA SAMBUTAN

1')enerbitan buku ini, yang dibed judul, Pokok-Pokok Pikiran Penyusunan
Cetak Biru Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, sungguh
merupakan sumbangan sangat penting dalam us aha merintis dan
mempersiapkan pembentukan LPSK. Pembentukan lembaga itu sendid

seperti diketahui merupakan mandat dad UU No. 13/2006 tentang
LPSK. Sepanjang yang bisa kita ingat, kita belum mengenallembaga ini
sebelumnya dalam sistem hukum Indonesia hingga saat inL



Gagasan ten tang perlunya sebuah lembaga dengan otoritas
memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban boleh dikatakan
merupakan sebuah invensi di masa Reformasi saat inL Gagasan ini
diintroduksir sebagai bagian dari gerakan reformasi hukum yang bergulir
sejak Soeharto l.engser dari kursi presiden. Adalah para aktifis reformasi
hukum yang dada kenallelah mengadvokasi gagasan ten tang perlunya
sebuah LPSK, dengan alasan mendorong dan menstimulasi orang
(dalam) yang mengetahui suatu tindak pidana berani memberi kesaksian
atau berani menjadi peniup pluit (whistl.e blower). Para pengagas lembaga
jni berargumentasi, bahwa perlu dibuat mekanisme pl.ea-bargaing at au
semacam insentif terhadap mereka yang berani menjadi whistle blower
rersebut.
Apakah gagasan yang diadvokasi oleh para aktifis reformasi hukum
rersebut, yang kini tergabung dalam Koalisi Perlindungan Saksi, telah

terjelma sepenuhnya dengan lahirnya UU No. 13/2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Karban itu? Saya kira para pembaca buku ini
bisa menjawabnya sendiri. Tetapi apapun jawabannya tentang pertanyaan
ltU. penerbitan buku ini menunjukkan dengan sangat gamblang bahwa
para aktifis reformasi hukum yang memulai gagasan ini tak patah arang

::::: 
セ@ッ
C7> 

WakilKetua

コセ@

セコ@

Bidang
Perli=,gan

z-o


セz@7>­