Pokok Pokok Pikiran yang Terkandung dala (2)

Pokok-Pokok Pikiran yang Terkandung dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945
(1)
Pokok Pikiran Pertama : Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dengan berdasar asas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(2)
Pokok pikiran Kedua ; Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pokok pikiran ini menempatkan suatu tujuan atau cita-cita yang ingin dicapai dalam Pembukaan, dan
merupakan suatu kuasa finalis (sebab tujuan), sehingga dapat menentukan jalan serta aturan-aturan mana yang
harus dilaksanakan dalam Undang-Undang Dasar untuk sampai pada tujuan itu yang didasari dengan bekal
persatuan.
(3)
Pokok Pikiran Ketiga ; Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan.
Pokok pikiran ini dalam ‘pembukaan’ mengandung konsekuensi logis bahwa sistem negara yang
terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan berdasarkan
permusyawaratan/perwakilan
(4)
Pokok Pikiran Keempat : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab
Hal ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengandung pengertian

taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab yang
mengandung pengertian menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia atau nilai kemanusiaan yang luhur.
Pokok pikiran keempat itu merupakan Dasar Moral Negara yang pada hakikatnya merupakan suatu penjabaran
dari Sila Kedua Pancasila.
Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945
Dalam sistem tertib hukum Indonesia, penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa Pokok Pikiran itu meliputi
suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia serta mewujudkan cita-cita hukum, yang
menguasai hukum dasar tertulis (UUD) dan hukum dasar tidak tertulis (convensi), selanjutnya Pokok Pikiran itu
dijelmakan dalam pasal-pasal UUD 1945. Maka dapatlah disimpulkan bahwa suasana kebatinan UndangUndang Dasar 1945 tidak lain dijiwai atau bersumber pada dasar filsafat negara Pancasila. Pengertian inilah
yang menunjukkan kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Rangkaian isi, arti makna yang terkandung dalam masing-masing alinea dalam pembukaan UUD 1945,
rnelukiskan adanya rangkaian peristiwa dan keadaan yang berkaitan dengan berdirinya Negara Indonesia
melalui pernyataan Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia. Adapun rangkaian makna yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
(1)
Rangkaian peristiwa dan keadaan yang mendahului terbentuknya negara, yang merupakan
rumusan dasar-dasar
pemikiran yang menjadi latar belakang pendorong bagi
Kemerdekaan kebangsaan
Indonesia dalam wujud terbentuknya negara Indonesia (alinea I, II dan III

Pembukaan).
(2)
Yang merupakan ekspresi dari peristiwa dan keadaan setelah
negara Indonesia terwujud
(alinea IV Pembukaan).
Perbedaan pengertian serta pemisahan antara kedua macam peristiwa tersebut ditandai oleh pengertian yang
terkandung dalam anak kalimat, "Kemudian daripada itu" pada bagian keempat Pembukaan UUD 1945,
sehingga dapatlah ditentukan sifat hubungan antara masing-masing bagian Pembukaan dengan Batang Tubuh
UUD 1945, adalah sebagai berikut:
(1)
Bagian pertama, kedua dan ketiga Pembukaan UUD 1945 merupakan segolongan pernyataan yang
tidak mempunyai hubungan 'kausal organis' dengan Batang Tubuh UUD 1945.
(2)
Bagian keempat, Pembukaan UUD 1945 mempunyai hubungan yang bersifat 'kausal organis' dengan
Batang Tubuh UUD 1945, yang mencakup beberapa segi sebagai berikut:
(a)
Undang-Undang Dasar ditentukan akan ada.
(b)
Yang diatur dalam UUD, adalah tentang pembentukan
pemerintahan negara yang

memenuhi pelbagai persyaratan dan meliputi segala aspek penyelenggaraan negara.
(c)
Negara Indonesia ialah berbentuk Republik yang
berkedaulatan rakyat.
(d)
Ditetapkannya dasar kerokhanian negara (dasar filsafat
negara Pancasila).

Atas dasar sifat-sifat tersebut maka dalam hubungannya dengan Batang Tubuh UUD 1945, menempatkan
pembukaan UUD 1945 alinea IV pada kedudukan yang amat penting. Bahkan boleh dikatakan bahwa
sebenamya hanya alinea IV Pembukaan UUD 1945 inilah yang menjadi inti sari Pembukaan dalam arti yang
sebenarnya. Hal ini sebagaimana termuat dalam penje-lasan resmi Pembukaan dalam Berita Republik Indonesia
tahun II, No. 7, yang hampir keseluruhannya mengenai bagian keempat Pembukaan UUD 1945. (Pidato Prof.
Mr. Dr. Soepomo tanggal 15 Juni 1945 di depan rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan kemerdekaan
Indonesia).'
Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila
Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 adalah bersifat timbal balik sebagai berikut:
Hubungan Secara Formal
Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam pembukaan UUD 45, maka Pancasila memperoleh
kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya

bertopang pada asas-asas sosial, ekonomi, politik akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas
yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religius dan asas-asas kenegaraan yang unsurnya
terdapat dalam Pancasila.
Jadi berdasarkan tempat terdapatnya Pancasila secara formal dapat disimpulkan sebagai berikut:
(1) Bahwa rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
(2) Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah. merupakan Pokok Kaidah Negara yang
Fundamental dan terhadap tertib hukum Indonesia mempunyai dua macam kedudukan yaitu:
(a)
Sebagai dasamya, karena Pembukaan UUD 1945
itulah yang memberikan faktor-faktor
mutlak bagi
adanya tertib hukum Indonesia.
(b)
Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib hukum tertinggi.
(3) Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi, selain sebagai Mukadimah
dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, juga berkedudukan sebagai suatu yang
bereksistensi sendiri, yang hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya. Karena Pembukaan
UUD 1945 yang intinya adalah Pancasila adalah tidak tergantung pada Batang Tubuh UUD 1945, bahkan
sebagai sumbernya.

(4) Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakikat, sifat, kedudukan dan fungsi
sebagai Pokok Kaidah Negara yang fundamental, yang menjelmakan dirinya sebagai dasar kelangsungan hidup
Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.
(5) Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945, dengan demikian mempunyai kedudukan yang kuat,
tetap dan tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.
Hubungan Secara Material
Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan yang bersifat formal,sebagaimana
dijelaskan di atas juga hubungan secara material sebagai berikut.
Bilamana kita tinjau kembali proses perumusan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, maka secara
kronologis, materi yang dibahas oleh BPUPKI yang pertama-tama adalah dasar filsafat Pancasila baru kemudian
Pembukaan UUD 1945. Setelah pada sidang pertama Pembukaan UUD 1945 BPUPKI membicarakan dasar
filsafat negara Pancasila berikutnya tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia 9, sebagai wujud
bentuk pertama Pembukaan UUD 1945.
Jadi berdasarkan urut-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai tertib hukum
yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia bersumberkan pada Pancasila, atau dengan lain perkataan
Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia. Hal ini berarti .secara material tertib hukum Indonesia
dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia
meliputi sumber nilai, sumber materi sumber bentuk dan sifat.
Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok
Kaidah negara yang Fundamental, maka sebenarnya secara material yang merupakan esensi atau inti sari dari

Pokok Kaidah negara fundamental tersebut tidak lain adalah Pancasila (Notonagoro, tanpa tahun : 40).
Hubungan Antara Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus 1945

Sebagaimana telah disebutkan dalam ketetapan MPRS/MPR, bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan satu
kesatuan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, oleh karena itu antara Pembukaan dan Proklamasi 17 Agustus
1945 tidak dapat dipisahkan. Kebersatuan antara Proklamasi dengan Pemburkaan UUD 1945 tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
(1) Disebutkannya kembali pernyataan Proklamasi Kemerdekaan dalam alinea ketiga Pembukaan menunjukkan
bahwa antara Proklamasi dengan Pembukaan merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
(2) Ditetapkannya Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan ditetapkannya
UUD, Presiden dan Wakil Presiden merupakan realisasi tindak lanjut dari Proklamasi.
(3) Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya adalah merupakan suatu pernyataan kemerdekaan yang lebih terinci
dari adanya cita-cita luhur yang menjadi semangat pendorong ditegakkanya kemerdekaan, dalam bentuk Negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dengan berdasarkan asas kerokhanian Pancasila.
Berdasarkan sifat kesatuan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,
maka sifat hubungan antara Pembukaan dengan Proklamasi adalah sebagai berikut:
Pertama, memberikan penjetasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, yaitu
menegakkan hak kodrat dan hak moral dari setiap bangsa akan kemerdekaan, dan demi inilah maka Bangsa
Indonesia berjuang terus menerus sampai bangsa Indonesia mencapai pintu gerbang kemerdekaan (Bagian
pertama dan kedua Pembukaan).

Kedua, memberikan penegasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu bahwa perjuangan
gigih bangsa Indonesia dalam menegakkan hak kodrat dan hak moral itu adalah sebagai gugatan di hadapan
bangsa-bangsa di dunia terhadap adanya penjajahan atas bangsa Indonesia, yang tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Bahwa perjuangan bangsa Indonesia itu telah diridhoi oleh Tuhan Yang
Maha Kuasa dan kemudian bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya (Bagian ketiga Pembukaan).
Ketiga, Memberikan pertanggungjawaban terhadap dilaksanakan Proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu bahwa
kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperoleh melalui perjuangan luhur, disusun dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi sehjruh rakyat Indonesia (Bagian keempat Pembukaan UUD
1945).
Penyusunan UUD ini untuk dasar-dasar pembentukan pemerintahan jsegara Indonesia dalam melaksanakan
tujuan negara, yaitu melindungi genap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
sejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa (tujuan ke dalam). ut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan adilan sosial (tujuan ke luar atau tujuan internasional).
Proklamasi pada hakikatnya bukanlah merupakan
tujuan, melainkan prasyarat untuk tercapainya
tujuan bangsa dan negara, maka proklamasi memiliki dua macam makna sebagai berikut.
(1) Pernyataan bangsa Indonesia baik kepada diri sendiri, maupun kepada dunia luar bahwa bangsa Indonesia

telah merdeka.
(2) Tindakan-tindakan yang segera harus dilaksanakan berhubungan dengan pernyataan kemerdekaan tersebut.
Seluruh makna Proklamasi tersebut dirinci dan mendapat pertanggungjawaban dalam Pembukaan UUD 1945,sebagai berikut.
(1) Bagian pertama Proklamasi. mendapatkan penegasan dan penjelasan pada bagian pertama sampai dengan
ketiga Pembukaan UUD 1945.
(2) Bagian kedua Proklamasi, yaitu suatu pembentukan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila,
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 aline IV. Adapun prinsip-prinsip negara yang terkandung
dalam Pembukaan tersebut meliputi empat hal, pertama : tujuan negara yang akan dilaksanakan oleh
pemerintahan negara, kedua : ketentuan diadakannya UUD negara, sebagai landasan konstitusional
pembentukan pemerintahan negara, ketiga : bentuk negara Republik yang berkedaulatan rakyat,
dan keempat : asas kerokhanian atau dasar filsafat negara Pancasila.
Berpegang pada sifat hubungan antara proklamasi 17 Agustus dengan Pembukaan UUD 1945 yang tidak hanya
menjelaskan dan menegaskan akan tetapi juga mempertanggungjawabkan Proklamasi, maka hubungan itu

tidak hanya bersifat fungsional korelatif, melainkan juga bersifat kausal orgtnis. Hal ini menunjukkan hubungan
antara Proklamasi dengan Pembukaan merupakan suatu kesatuan yang utuh, dan apa yang terkandung dalam
pembukaan adalah merupakan amanat dari seluruh Rakyat Indonesia tatkala mendirikan negara dan untuk
mewujudkan tujuan bersama. Qleh karena itu merupakan suatu tanggung jawab moral bagi seluruh bangsa untuk
memelihara dan merealisasikannya (Darmodihardjo, 1979 : 232,233).


Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengandung
Pokok-pokok pikiran yang dijelmakan dan dikongkritisasikan dalam pasal-pasal UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lebih lanjut di dalam penjelasan
disebutkan tentang adanya 4 (empat) Pokok Pikiran yang terkandung dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebagai berikut.
1. Pokok pikiran pertama:
Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pokok pikiran ini menegaskan bahwa dalam “Pembukaan” diterima pengertian Negara
persatuan, sebagai negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya.
Jadi, Negara mengatasi segala faham golongan dan mengatasi faham perorangan. Negara,
menurut pengertian “Pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa
Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar Negara yang tidak boleh dilupakan.
Hal ini menunjukkan pokok pikiran persatuan. Dengan pengertian yang lain, negara sebagai
penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di
atas
kepentingan
golongan
ataupun
perorangan.

2. Pokok pikiran kedua:
Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini
menempatkan suatu tujuan atau suatu cita-cita yang ingin dicapai dalam “Pembukaan” dan
merupakan suatu sebab tujuan (kausa finalis) sehingga dapat menentukan jalan serta aturanaturan mana yang harus dilaksanakan dalam Undang-Undang Dasar untuk sampai pada
tujuan yang didasari dengan bekal persatuan. Ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial,
yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban
yang
sama
untuk
menciptakan
keadilan
sosial
dalam
kehidupan
masyarakat.
3. Pokok Pikiran ketiga:
Negara
yang
berkedaulatan
rakyat,

berdasarkan
atas
kerakyatan
dan
permusyawaratan/perwakilan. Pokok pikiran ini dalam “Pembukaan” mengandung
konsekuensi logis bahwa sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus
berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan/perwakilan. Memang
pengertian ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. Ini adalah pokok pikiran kedaulatan
rakyat, yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya
oleh
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat.
4. Pokok pikiran keempat:

Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil
dan beradab. Pokok pikiran ini dalam “Pembukaan” menuntut konsekuensi logis bahwa
Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara Negara untuk memelihara budi-pekerti luhur dan memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur. Hal ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa, yang
mengandung pengertian taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, pokok pikiran
kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung pengertian menjunjung tinggi hak asasi
manusia yang luhur.
Hubungan antara sila-sila Pancasila (Notonegoro, 1975 : 44) :
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila-sila II,III, IV,V.
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, diliputi dan dijiwai oleh sila pertama
dan meliputi serta menjiwai sila-sila III, IV, V.
3. Sila Persatuan Indonesia, diliputi dan dijiwai oleh sila I, II dan meliputi serta
menjiwai sila-sila IV,V.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dilputi dan dijiwai sila I,II,III, dan meliputi serta
menjiwai sila V.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, diliputi dan dijiwai oleh sila
I,II,III,IV.
Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh. Hal ini menjadikan
setiap sila dari Pancasila didalamnya terkandung sila-sila lainnya :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan,
berpersatuan, berkerakyatan, dan berkadilan sosial.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang berketuhanan,
berpersatuan, berkerakyatan, dan berkadilan sosial.
3. Persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber-Ketuhanan, berkemanusiaan,
berkerakyatan, dan berkadilan sosial.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan adalah kerakyatan yang berKetuhanan,berkemanusiaan, berpersatuan, dan berkadilan sosial.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah kadilan yang berKetuhanan yang berkemanusiaan, berpersatuan,dan berkerakyatan.
Dasar Negara dan Pasal-Pasal UUD 1945

Sila-sila Pancasila dalam kaitannya dengan pasal-pasal UUD 1945 sebagai
berikut:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa berhubungan erat dengan pasal 29 (1,2)
UUD 1945
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab berhubungan erat dengan pasal
27, 28, 28 A-28 J, 29, 30, 31, 32, 33, 34 UUD 1945
3. Sila Persatuan Indonesia berhubungan erat dengan pasal 1 (1), 32, 35, 36
UUD 1945

4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan berhubungan erat dengan pasal 1 (2), 2, 3,
22 E, 28, 37 UUD 1945
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berhubungan erat
dengan pasal 23, 27 (2), 31, 33, 34 UUD 1945