69d24 pcd 02 pengenalan dasar citra digital
Pengenalan Dasar
Citra
Setelah bab ini berakhir, diharapkan pembaca memahami hal-hal berikut beserta contoh penerapannya.
Representasi citra digital
Kuantisasi citra
Kualitas citra
Cara membaca citra
Cara mendapatkan ukuran citra
Cara menampilkan citra
Pemahaman jenis citra Konversi jenis citra
(2)
2.1 Representasi Citra Digital
Citra digital dibentuk oleh kumpulan titik yang dinamakan piksel (pixel atau “picture element”).Setiap piksel digambarkan sebagai satu kotak kecil.Setiap piksel mempunyai koordinat posisi.Sistem koordinat yang dipakai untuk menyatakan citra digital ditunjukkan pada Gambar 2.1.
0 N-1
M-1 0
x
y
Posisi sebuah piksel
Gambar 2.1Sistem koordinat citra berukuran MxN (M baris dan N kolom)
Dengan sistem koordinat yang mengikuti asas pemindaian pada layar TV standar itu, sebuah piksel mempunyai koordinat berupa
(x, y) Dalam hal ini,
• x menyatakan posisi kolom; • y menyatakan posisi baris;
(3)
• piksel pojok kiri-atas mempunyai koordinat (0, 0) dan piksel pada pojok kanan-bawah mempunyai koordinat (N-1, M-1).
C a t a t a n
Dalam praktik, penggunaan koordinat pada sistem tertentu mempunyai sedikit perbedaan. Misalnya, padaOctavedanMATLAB, piksel pojok kanan-atas tidak mempunyai koordinat (0, 0) melainkan (1, 1). Selain itu, setiap piksel pada OctavedanMATLAB diakses melalui notasi (baris, kolom). Mengingat buku ini menggunakan contoh dengan Octave dan MATLAB, maka notasi yang digunakan disesuaikan dengan Octavedan MATLAB. Sebagai contoh, koordinat piksel akan ditulis dengan (y, x) dan koordinat pojok kanan-atas akan dinyatakan dengan (1, 1).
Dengan menggunakan notasi pada Octave dan MATLAB, citra dinyatakan dengan
f(y, x)
Sebagai contoh, citra yang berukuran 12x12 yang terdapat pada Gambar 2.2(a) memiliki susunan data seperti terlihat pada Gambar 2.2(b). Adapun Gambar 2.3 menunjukkan contoh penotasian f(y,x). Berdasarkan gambar tersebut maka:
• f(2,1) bernilai 6 • f(4,7) bernilai 237
(4)
(a) Citra berukuran 12 x 12
6 6 6 6 6 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237 6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237 6 6 6 6 6 6 6 89 237 237 237 237 6 6 6 6 6 6 89 237 237 237 237 237 6 6 89 237 237 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237 6 6 89 237 237 237 237 237 6 6 89 237
(b) Data penyusun citra 12 x 12
Gambar 2.2Citra dan nilai penyusun piksel
f(4,7) = 237
6 6 6 6 6 6 6 89 237 237 237 237
6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237 6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237
6 6 6 6 6 6 6 89 237 237 237 237
6 6 6 6 6 6 89 237 237 237 237 237 6 6 89 237 237 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237 6 6 89 237 237 237 237 6 6 89 237 237 6 6 89 237 237 237 237 237 6 6 89 237 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
f(2,1) = 6
(5)
2.2 Kuantisasi Citra
Citra digital sesungguhnya dibentuk melalui pendekatan yang dinamakan kuantisasi. Kuantisasi adalah prosedur yang dipakai untuk membuat suatu isyarat yang bersifat kontinu ke dalam bentuk diskret. Untuk mempermudah pemahaman konsep ini, lihatlah Gambar 2.4.Gambar 2.4 (a) menyatakan isyarat analog menurut perjalanan waktu t, sedangkan Gambar 2.4 (b) menyatakan isyarat diskret.
(a) Isyarat analog (b) Isyarat diskret
t t
Gambar 2.4 Perbandingan isyarat analog dan isyarat diskret
Pada isyarat digital, nilai intensitas citra dibuat diskret atau terkuantisasi dalam sejumlah nilai bulat. Gambar 2.5(a) menunjukkan contoh citra biner dua nilai intensitas berupa 0 (hitam) dan 1 (putih). Selanjutnya, gambar tersebut ditumpangkan pada grid 8x8 seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.5 (b). Bagian gambar yang jatuh pada kotak kecil dengan luas lebih kecil dibanding warna putih latar belakang, seluruh isi kotak dibuat putih. Sebaliknya, jika mayoritas hitam, isi kotak seluruhnya dibuat hitam. Hasil pengubahan ke citra digital tampak pada Gambar 2.5(c). Adapun Gambar 2.5(d) memperlihatkan bilangan yang mewakili warna hitam (0) dan putih (1). Dengan demikian, citra digital akan lebih baik (lebih sesuai aslinya) apabila ukuran piksel diperkecil atau jumlah piksel diperbanyak.
(6)
(a) Citra yang akan dinyatakan dalam isyarat digital
(b) Citra ditumpangkan pada grid
1 1 1 1 1 0 1 1
1 1 1 1 0 1 1 1
1 0 0 0 0 0 1 1
1 0 0 0 0 0 0 1
0 0 0 0 0 0 0 1
1 0 0 0 0 0 0 1
1 0 0 0 0 0 0 1
1 1 1 1 0 1 1 1
Gambar 2.5 Digitalisasi citra biner 8x8 piksel untuk memperlihatkan bentuk piksel ideal
Bagaimana halnya kalau gambar mengandung unsur warna (tidak sekadar hitam dan putih)? Prinsipnya sama saja, tetapi sebagai pengecualian, warna hitam diberikan tiga unsur warna dasar, yaitu merah (R = red), hijau (G = green), dan biru (B = blue). Seperti halnya pada citra monokrom (hitam-putih) standar, dengan variasi intensitas dari 0 hingga 255, pada citra berwarna terdapat 16.777.216 variasi warna apabila setiap komponen R, G, dan B mengandung 256 aras intensitas. Namun, kepekaan mata manusia untuk membedakan macam warna sangat terbatas, yakni jauh di bawah enam belas juta lebih tersebut.
Untuk beberapa keperluan tertentu, jumlah gradasi intensitas saling berbeda. Tabel 2.1 memberikan lima contoh untuk citra beraras keabuan dan Tabel 2.2 menunjukkan empat contoh penggunaan citra berwarna (RGB). Perhatikan bahwa
(7)
jumlah gradasi juga bisa dinyatakan dalam jumlah digit biner atau bit 0 dan 1 sebagai sandi digital per piksel.
Tabel 2.1Jangkauan nilai pada citra keabuan
Komponen warna
Bit per Piksel
Jangkauan Penggunaan
1 1 0-1 Citra biner: dokumen
faksimili
8 0-255 Umum: foto dan hasil
pemindai
12 0-4095 Kualitas tinggi: foto dan hasil pemindai
14 0-16383 Kualitas profesional: foto dan hasil pemindai
16 0-65535 Kualitas tertinggi: citra kedokteran dan astronomi
Tabel 2.2Jangkauan nilai pada citra berwarna Komponen
Warna
Bit per Piksel
Jangkauan Penggunaan
3 24 0-1 RGB umum
36 0-4095 RGB kualitas tinggi 42 0-16383 RGB kualitas profesional
4 32 0-255 CMYK (cetakan digital)
Dalam pengolahan citra, kuantisasi aras intensitas menentukan kecermatan hasilnya. Dalam praktik, jumlah aras intensitas piksel dapatdinyatakan dengankurang dari 8 bit. Contoh pada Gambar 2.6 menunjukkan citra yang dikuantisasi dengan menggunakan 8, 5, 4, 3, 2, dan 1 bit.
(8)
(a) 8 bit (b) 5 bit (c) 4 bit
(d) 3 bit (e) 2 bit (f) 1 bit
Gambar 2.6Kuantisasi citra dengan menggunakan berbagai bit
Pada kuantisasi dengan 1 bit, jumlah level sebanyak 2 (21).Oleh karena itu, warna yang muncul berupa hitam dan putih saja. Perlu diketahui, penurunan jumlah aras pada tingkat tertentu membuat mata manusia masih bisa menerima citra dengan baik. Sebagai contoh, citra dengan 4 bit (Gambar 2.6(c)) dan citra dengan 8 bit (Gambar 2.6(a)) praktis terlihat sama. Hal seperti itulah yang mendasari gagasan pemampatan data citra, mengingat citra dengan jumlah bit lebih rendah tentu akan membutuhkan tempat dan transmisi yang lebih hemat.
2.3 Kualitas Citra
Di samping cacah intensitas kecerahan, jumlah piksel yang digunakan untuk menyusun suatu citra mempengaruhi kualitas citra. Istilah resolusi citra biasa dinyatakan jumlah piksel pada arah lebar dan tinggi. Resolusi piksel biasa dinyatakan dengan notasi m x n, dengan m menyatakan tinggi dan n menyatakan
(9)
lebar dalam jumlah piksel. Contoh pada Gambar 2.5 menunjukkan bahwa kalau gambar apel hanya dinyatakan dalam 8 x 8 piksel, citra yang terbentuk sangat berbeda dengan aslinya. Seandainya jumlah piksel yang digunakan lebih banyak, tentu akan lebih mendekati dengan gambar aslinya. Contoh pada Gambar 2.6 memperlihatkan efek resolusi piksel untuk menampilkan gambar yang sama.
(a) Citra berukuran 512 x 512 piksel
(b) Citra berukuran 256 x 256 piksel
(c) Citra berukuran 128 x 128 piksel (d) Citra berukuran 64 x 64 piksel
Gambar 2.7 Efek resolusi berdasar jumlah piksel pada citra ketika gambar disajikan dengan ukuran yang sama
Terlihat bahwa pada resolusi tertentu citra menjadi kabur kalau dinyatakan dengan jumlah piksel yang makin sedikit.
(10)
Resolusi spasial ditentukan oleh jumlah piksel per satuan panjang. Istilah seperti dpi (dot per inch) menyatakan jumlah piksel per inci. Misalnya, citra 300 dpi menyatakan bahwa citra akan dicetak dengan jumlah piksel sebanyak 300 sepanjang satu inci. Berdasarkan hal itu, maka citra dengan resolusi ruang spasial sebesar 300 dpi dicetak di kertas dengan ukuran lebih kecil daripada yang mempunyai resolusi ruang sebesar 150 dpi, meskipun kedua gambar memiliki resolusi piksel yang sama.
2.4 Membaca Citra
Untuk kepentingan memudahkan dalam memahami hasil proses pengolahan citra, Anda perlu mengenal perintah yang berguna untuk membaca citra yang tersimpan dalam bentuk file. Octave menyediakan fungsi bernama imread. Bentuk pemanggilannya:
Img= imread(nama_file_citra)
Dalam hal ini, nama_file_citramenyatakan namafilecitra yang hendak dibaca dan Img menyatakan larik (array) yang menampung data citra yang dibaca.Perlu diketahui, format-format gambar yang bisa dibaca oleh imread ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3Daftar formatfile gambar yang bisa dibaca oleh imread
Format Gambar
Ekstensi Keterangan
TIFF .tif, .tiff Tagged Image File Format merupakan format citra yang mula-mula dibuat boleh Aldus. Kemudian, dikembangkan oleh Microsoft dan terakhir oleh Adobe.
JPEG .jpg, .jpeg Joint Photographics Expert Group adalah format citra yang dirancang agar bisa memampatkan data dengan rasio
(11)
Format Gambar
Ekstensi Keterangan
1:16.
GIF .gif Graphics Interface Format
merupakan format yang memungkinkan pemampatan data hingga 50%. Cocok untuk citra yang memiliki area yang cukup besar dengan warna yang sama.
BMP .bmp Windows Bitmap merupakan
format bitmap pada Windows. PNG .png Portable Network Graphics biasa
dibaca ‘ping’. Asal mulanya dikembangkan sebagai pengganti format GIF karena adanya penerapan lisensi GIF. Mendukung pemampatan data tanpa menghilangkan informasi aslinya.
XWD .xwd XWindow Dump
C a t a t a n • Daftar file citra pada Tabel 2.3 berlaku untuk MATLAB.
• Saat buku ini ditulis, Octave hanya mampu membaca file citra berformat PNG. Format lain hanya bisa dibaca dengan melibatkan utilitas lain seperti ImageMagick. Itulah sebabnya, seluruh contoh file citra dalam buku ini menggunakan format PNG.
(12)
Contoh berikut digunakan untuk membaca filecitra bernama mandrill.png yang terdapat pada folder C:\Image.
>>Img = imread(’C:\Image\mandrill.png’); >>
C a t a t a n • Dengan cara seperti itu, data citra pada file mandrill.png disimpan diImg. Dalam hal ini, Img berupa larikyang mengandung M baris dan N baris. Mengingat file tersebut berisi data citra berskala keabuan, maka nilai pada setiap elemen dalam matriks menyatakan intensitas piksel. Nilai intensitas itu berupa bilangan bulat antara 0 sampai dengan 255.
• Berbagai jenis citra (antara lain yang berskala keabuan) akan segera dibahas.
• imread juga mendukung pembacaan citra 16 bit. Namun, pembahasan di buku ini menggunakan semua file citra berukuran 8 bit (tipeuint8).
2.5 Mengetahui Ukuran Citra
Secara umum, ukuran matriks Imgadalah M x N. Untuk mengetahui nilai M dan N yang sesungguhnya, dapatdigunakan fungsi pada Octave yang bernama
size. Contoh untuk mengetahui dimensi pada matriksImg:
>>Ukuran = size(Img) Ukuran =
512 512 >>
Dengan cara seperti itu, terlihat bahwa Imgberisi512 baris dan 512 kolom piksel. Untuk mendapatkan jumlah baris dan jumlah kolom secara tersendiri, perlu diberikan perintah seperti berikut:
(13)
>> jum_baris = Ukuran(1); >> jum_kolom = Ukuran(2); >>
Angka 1 dan 2 pada ukuran menyatakan indeks. Dengan cara seperti itu, jum_baris berisi jumlah baris padalarikImg dan jum_kolom berisi jumlah kolom pada larikImg.
Sebagai alternatif, dapat ditulis perintah seperti berikut:
>> [jum_baris, jum_kolom] = size(Img);
Dengan cara seperti itu, jum_barisberisi jumlah baris pada larikImg dan jum_kolomberisi jumlah kolom pada larikImg.
2.6 Menampilkan Citra
Citra dapat ditampilkan dengan mudah melalui fungsi imshow. Contoh berikut digunakan untuk menampilkan citra yang terdapat diImg:
>>imshow(Img); >>
Hasilnya berupa jendela yang menampilkan citra pada Img, seperti terlihat pada Gambar 2.8.
(14)
Gambar 2.8Contoh penampilan gambar pada Img
Apabila dikehendaki untuk menampilkan dua citra di dua jendela masing-masing, fungsi figureperlu dipanggil terlebih dulu sebelum memanggil imshow. Contoh:
>> Sungai = imread('C:\Image\innsbruck.png'); >> Bangunan = imread('C:\Image\altstadt.png'); >>figure(1); imshow(Sungai);
>>figure(2); imshow(Bangunan);
Hasilnya, gambar sungai ditampilkan di jendela 1 dan gambar bangunandiletakkan di jendela 2.Gambar 2.9 memperlihatkan keadaan pada kedua jendela, yaitu kebetulan sebagian jendela 2 menutup jendela 1.
(15)
Gambar 2.9Menampilkan dua citradi jendela masing-masing
Octave menyediakan fasilitas yang memungkinkan dua buah citra diletakkan dalam satu jendela. Berdasarkan larik Sungai dan Bangunan di depan, dapat dicoba untuk memberikan perintah berikut:
>> close all;
>>subplot(1,2,1); imshow(Sungai); >>subplot(1,2,2); imshow(Bangunan);
(16)
Gambar 2.10Contoh pemakaian subplot
Perintah close all digunakan untuk menutup semua jendela. Adapun pada
subplot, argumen pertama menyatakan jumlah baris citra dan argumen kedua menyatakan jumlah kolom citra dalam jendela. Argumen ketiga menyatakan indeks citra dalam jendela yang bernilai antara 1 sampai dengan jumlah baris x jumlah kolom.
2.7 Mengenal Jenis Citra
Ada tiga jenis citra yang umum digunakan dalam pemrosesan citra. Ketiga jenis citra tersebut yaitu citra berwarna, citra berskala keabuan, dan citra biner.
2.7.1 Citra Berwarna
Citra berwarna, atau biasa dinamakan citra RGB, merupakan jenis citra yang menyajikan warna dalam bentuk komponen R (merah), G (hijau), dan B (biru). Setiap komponen warna menggunakan 8 bit (nilainya berkisar antara 0 sampai dengan 255). Dengan demikian, kemungkinan warna yang bisa disajikan
(17)
mencapai 255 x 255 x 255 atau 16.581.375 warna. Tabel 2.4 menunjukkan contoh warna dan nilai R,G, dan B.
Tabel 2.4 Warna dan nilai penyusun warna
Warna R G B
Merah 255 0 0
Hijau 0 255 0
Biru 0 0 255
Hitam 0 0 0
Putih 255 255 255
Kuning 0 255 255
Gambar 2.12 menunjukkan pemetaan warna dalam ruang tiga dimensi. Adapun Gambar 2.13 menunjukkan keadaan suatu citra dan representasi warnanya.
R
B
G 0
Putih
Cyan Biru
255
255
255 Hitam
Merah Kuning
Hijau Magenta
(18)
Gambar 2.13 Citra berwarna dan representasi warnanya. Setiap piksel dinyatakan dengan nilai R, G, dan B
C a t a t a n
Perlu diketahui, sebuah warna tidak hanya dinyatakan dengan komposisi R, G, dan B tunggal. Pada Tabel 2.4 terlihat bahwa warna merah mempunyai R=255, G=0, dan B=0. Namun, komposisi R=254, G=1, B=1 juga berwarna merah.
Citra berwarna pun dibaca melaluiimread. Contoh:
>> Kota = imread('C:\Image\innsbruckcity.png');
Nah, sekarang dapatdicoba untuk mengenakansizepadaKota:
>>size(Kota) ans =
(19)
>>
Hasilnya menunjukkan bahwaKotaberupa larikberdimensi tiga, dengan dimensi ketiga berisi tiga buah nilai.Hal inilah yang membedakan dengan citra berskala keabuan.Secara umum, larik hasil pembacaan citra berwarna dapat digambarkan seperti berikut.
1
M
1 N
1 2
3 Komponen B
Komponen G
Komponen R
2
2 M-1
N-1
Gambar 2.14Hasil pembacaan citra berwarna
Dimensi ketiga menyatakan komponen R, G, B. Indeks pertama menyatakan komponen R, indeks kedua menyatakan komponen G, dan indeks ketiga menyatakan komponen B.
Berikut adalah cara untuk mendapatkan komponen R, G, dan B pada larikKotadi depan:
>> R = Kota(:,:,1); >> G = Kota(:,:,2); >> B = Kota(:,:,3);
(20)
Untuk menampilkan gambar berwarna, imshow bisa digunakan seperti kalau mau menampilkan gambar berskala keabuan. Contoh:
>>figure(1); >>imshow(Kota);
Hasilnya seperti berikut.
Gambar 2.15 Citra berwarna
2.7.2 Citra Berskala Keabuan
Sesuai dengan nama yang melekat, citra jenis ini menangani gradasi warna hitam dan putih, yang tentu saja menghasilkan efek warna abu-abu. Pada jenis gambar ini, warna dinyatakan dengan intensitas. Dalam hal ini, intensitas berkisar
(21)
antara 0 sampai dengan 255.Nilai 0 menyatakan hitam dan nilai 255 menyatakan putih. Contoh citra berskala keabuan telah dibahas pada Subbab 2.5.
2.7.3 Citra Biner
Citra biner adalah citra dengan setiap piksel hanya dinyatakan dengan sebuah nilai dari dua buah kemungkinan (yaitu nilai 0 dan 1). Nilai 0 menyatakan warna hitam dan nilai 1 menyatakan warna putih. Citra jenis ini banyak dipakai dalam pemrosesan citra, misalnya untuk kepentingan memperoleh tepi bentuk suatu objek.Sebagai contoh, perhatikan Gambar 2.16. Bagian kiri menyatakan citra beraras keabuan, sedangkan bagian kanan adalah hasil konversi ke citra biner.
(a) Citra daun berskala keabuan (b) Citra biner
Gambar 2.16 Citra di kanan menyatakan bentuk citra di kiri dengan mengabaikan komposisi warna
Contoh berikut menunjukkan cara membaca dan menampilkan citra biner.
>>Img = imread('c:\Image\daun_bin.png'); >>imshow(Img);
>>
(22)
Gambar 2.17Tampilan citra biner
2.8 Mengonversi Jenis Citra
Dalam praktik, seringkali diperlukan utuk mengonversi citra berwarna ke dalam bentuk citra berskala keabuan mengingat banyak pemrosesan citra yang bekerja pada skala keabuan. Namun, terkadang citra berskala keabuan pun perlu dikonversikan ke citra biner, mengingat beberapa operasi dalam pemrosesan citra berjalan pada citra biner.
Bagaimana cara mengubah citra berwarna ke dalam citra berskala keabuan? Secara umum citra berwarna dapat dikonversikan ke citra berskala keabuan melalui rumus:
= + + , + + = 1 (2.1)
dengan R menyatakan nilai komponen merah, G menyatakan nilai komponen hijau, dan B menyatakan nilai komponen biru. Misalnya, sebuah piksel mempunyai komponen R, G, B sebagai berikut:
(23)
R = 50 G = 70 B = 61
Jika a, b, dan c pada Persamaan 2.1 dibuat sama, akan diperoleh hasil seperti berikut:
I = (50 + 70 + 60) / 3 = 60
Salah satu contoh rumus yang biasa dipakai untuk mengubah ke skala keabuan yaitu:
= 0,2989 + 0,5870 + 0,1141 (2.2) Contoh berikut menunjukkan cara melakukan konversi dari citra berwarna ke citra biner.
>>Img = imread('C:\Image\innsbruckcity.png'); >> Abu=uint8(0.2989 * double(Img(:,:,1)) + ... 0.5870*double(Img(:,:,2)) + ...
0.1141 * double(Img(:,:,3))); >>imshow(Abu);
C a t a t a n • Tanda … menyatakan bahwa perintah pada baris tersebut masih mempunyai lanjutan pada baris berikutnya.
• Tanda : berarti semua nilai.
• double dipakai untuk melakukan konversi dari tipe bilangan bulat 8 bit (uint8) ke tipe double
(yang memungkinkan pemrosesan bilangan real berpresisi ganda).
• uint8 berguna untuk mengonversi dari tipe
doublekeuint8(tipe bilangan bulat 8 bit).
(24)
Gam
Bagaimana halny keabuan ke citra biner yang dikenal sebaga menentukan suatu inte matematis, konversi di
0, 1,
Contoh berikut m keabuan ke dalam citr
Program :
% KEBINER Digunaka
ambar 2.18Hasil konversi citra berwarna ke citra berskala keabuan
lnya kalau dikehendaki untuk mengonversikan ner? Strategi yang dipakai yaitu dengan menera
gai nilai ambang (threshold). Nilai tersebut intensitas akan dikonversikan menjadi 0 atau m si dinyatakan dengan rumus:
kut menunjukkan cara melakukan konversi dar itra biner.
: kebiner.m
kan untuk mengonversi file
kan citra berskala nerapkan suatu nilai but dipakai untuk u menjadi 1. Secara
(2.3) dari citra berskala
(25)
% daun_gray.png ke citra biner
Img = imread('c:\Image\daun_gray.png'); [tinggi, lebar] = size(Img);
ambang = 210; % Nilai ini bisa diubah-ubah biner = zeros(tinggi, lebar);
for baris=1 : tinggi for kolom=1 : lebar
if Img(baris, kolom) >= ambang Biner(baris, kolom) = 0; else
Biner(baris, kolom) = 1; end
end end
imshow(Biner);
Akhir Program
Sebelum mencoba program di atas, akan dibahas dulu kode yang mendasari program. Tanda % mengawali komentar.Semua tulisan dimulai dari tanda tersebut hingga akhir baris tidak dianggap sebagai perintah, melainkan sebagai penjelas bagi pembaca program. Kode
Img= imread('c:\Image\daun_gray.png');
merupakan perintah untuk membaca citra daun_gray.png. Hasilnya disimpan diImg. Lalu,
[tinggi, lebar] = size(Img); berguna untuk mendapatkan lebar dan tinggi citra.
Pernyataan ambang = 210;
digunakan untuk menentukan nilai ambang bagi penentuan konversi suatu piksel menjadi 0 atau 1. Nilai ambang berkisar antara 0 sampai dengan 255.
Pernyataan
for baris=1 : tinggi for kolom=1 : lebar
(26)
ifImg(baris, kolom) >= ambang Biner(baris, kolom) = 0; else
Biner(baris, kolom) = 1; end
end end
menangani penentuan nilai 0 atau 1 pada citra biner untuk semua piksel dalam citra (ditangani dengan dua buah for). Penentuan dilakukan melalui pernyataanif. Dalam hal ini,
Img(baris, kolom)
menyatakan nilai intensitas piksel pada (baris, kolom). Setelah
for baris=1 : tinggi
berakhir, makaBiner berisi citra biner. Selanjutnya, citra ditampilkan melalui imshow(Biner);
Untuk menjalankan program di depan, berikan perintah >>kebiner;
(27)
Gambar 2.19Hasil konversi daun_gray.png ke bentuk biner
Gambar 2.20 memperlihatkan berbagai bentuk hasil konversi citra dengan menggunakan berbagai nilai ambang.
(28)
Ambang = 210 Ambang = 160 Ambang = 130
Ambang = 110 Ambang = 100 Ambang = 70
Gambar 2.20 Hasil konversi ke citra biner dengan berbagai nilai ambang
Contoh-contoh yang telah dibahas memberikan gambaran tentang cara mewujudkan sendiri konversi antarjenis citra. Hal tersebut tentu saja penting untuk dipahami agar memudahkan di dalam mewujudkan sendiri penulisan program seandainya menggunakan bahasa pemrograman yang lain.Namun, sebagai penambah wawasan, sesungguhnya Octavemenyediakan beberapa fungsi untuk kepentingan konversi citra. Tabel 2.5 memperlihatkan dua fungsi penting yang terkait dengan konversi citra.
(29)
Tabel 2.5Fungsi yang disediakanOctave
untuk kepentingan konversi ke aras keabuan
Fungsi Kegunaan
im2bw(I, level) im2bw(RGB, level)
Berguna untuk mengonversikan citra berskala keabuan (I) ataupun berwarna (RGB) ke dalam citra biner dengan menggunakan level sebagai ambang konversi. Di MATLAB, jika argumen kedua (yaitu level) tidak disertakan, nilai 0,5 secara bawaan digunakan sebagai ambang konversi. Pada Octave, argumen kedua harus disertakan. Nilai balik fungsi ini berupa citra biner
rgb2gray(RGB) Berguna untuk mengonversi citra berwarna (RGB) ke citra berskala keabuan. Nilai balik fungsi ini berupa citra berskala keabuan
Pada beberapa contoh yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya, dua fungsi pada Tabel 2.5 akan digunakan dengan tujuan untuk menyederhanakan permasalahan dalam menuliskan kode.
Agar terbiasa dengan kedua fungsi tersebut, berikut disajikan contoh penggunaannya. Contoh pertama:
>>Img= imread('C:\Image\daun_gray.png'); >> BW = im2bw(Img, 0.6);
>>imshow(BW);
(30)
Gambar 2.21Hasil pembentukan citra biner melalui im2bw
Adapun contoh pemakaianrgb2gray:
>> RGB = imread('C:\Image\innsbruckcity.png'); >> Abu = rgb2gray(RGB);
>>imshow(Abu);
(31)
Gambar 2.22 Hasil pembentukan citra berskala keabuan melalui rgb2gray
2.9 Menyimpan Citra
Untuk kepentingan menyimpan citra ke dalam file, fungsi imwrite pada Octavedapat digunakan. Pemakaiannya:
imwrite(A,nama_file)
Adapat berupa larik dua dimensi (citra berskala keabuan) ataupunlarik berdimensi tiga (citra RGB).
Contoh:
>>Img = imread('C:\Image\daun_gray.png'); >>X = 255 – Img;
(32)
Perlu diketahui,
X = 255 – Img;
digunakan untuk memperoleh citra negatif dari citra daun_gray.png. Setelah
imwrite dieksekusi,akan terbentuk negatif_daun.png pada folder kerja. Hasilnya diperlihatkan pada Gambar 2.23.
Gambar 2.23 Hasil penyimpanan citra negatif_daun.png
1. Jelaskan mengenai koordinat citra.
2. Apa yang dimaksud dengan kuantisasi citra?
3. Jelaskan hubungan jumlah bit dalam kuantisasi citra dengan kompresi data.
4. Jelaskan makna kualitas citra. 5. Jelaskan pengertian :
a) citra berwarna
Latihan
(33)
b) citra berskala keabuan c) citra biner
6. Jelaskan mekanisme untuk mengubah citra berwarna ke dalam citra berskala keabuan.
7. Bagaimana prinsip untuk mengubah citra berskala keabuan ke citra biner? 8. Ubahlah innsbruckcity.png ke citra berskala keabuan dan kemudian
simpan dengan nama inns_gray.png.
9. Buatlah program untuk memproses citra daun_gray.png agar diperoleh hasil seperti berikut.
10. Gunakanlah fungsi im2bw untuk mengonversikan citra innsbruckcity.png ke dalam bentuk citra biner dengan menggunakan level sebesar 0,7, 0,5, dan 0,3.Bagaimana kesan Anda mengenai hasil-hasil yang diperoleh? 11. Buatlah program untuk menguantisasi citra daun_gray.png dengan 2 bit.
Tampilkan hasilnya. Apakah hasilnya masih terlihat seperti aslinya? Bila tidak, dengan menggunakan berapa bit agar gambar tersebut terlihat sesuai dengan aslinya?
(1)
Ambang = 210 Ambang = 160 Ambang = 130
Ambang = 110 Ambang = 100 Ambang = 70
Gambar 2.20 Hasil konversi ke citra biner dengan berbagai nilai ambang
Contoh-contoh yang telah dibahas memberikan gambaran tentang cara mewujudkan sendiri konversi antarjenis citra. Hal tersebut tentu saja penting untuk dipahami agar memudahkan di dalam mewujudkan sendiri penulisan program seandainya menggunakan bahasa pemrograman yang lain.Namun, sebagai penambah wawasan, sesungguhnya Octavemenyediakan beberapa fungsi untuk kepentingan konversi citra. Tabel 2.5 memperlihatkan dua fungsi penting yang terkait dengan konversi citra.
(2)
Tabel 2.5Fungsi yang disediakanOctave untuk kepentingan konversi ke aras keabuan
Fungsi Kegunaan
im2bw(I, level) im2bw(RGB, level)
Berguna untuk mengonversikan citra berskala keabuan (I) ataupun berwarna (RGB) ke dalam citra biner dengan menggunakan level
sebagai ambang konversi. Di MATLAB, jika argumen kedua (yaitu level) tidak disertakan, nilai 0,5 secara bawaan digunakan sebagai ambang konversi. Pada Octave, argumen kedua harus disertakan. Nilai balik fungsi ini berupa citra biner
rgb2gray(RGB) Berguna untuk mengonversi citra berwarna (RGB) ke citra berskala keabuan. Nilai balik fungsi ini berupa citra berskala keabuan
Pada beberapa contoh yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya, dua fungsi pada Tabel 2.5 akan digunakan dengan tujuan untuk menyederhanakan permasalahan dalam menuliskan kode.
Agar terbiasa dengan kedua fungsi tersebut, berikut disajikan contoh penggunaannya. Contoh pertama:
>>Img= imread('C:\Image\daun_gray.png'); >> BW = im2bw(Img, 0.6);
>>imshow(BW);
(3)
Gambar 2.21Hasil pembentukan citra biner melalui im2bw
Adapun contoh pemakaianrgb2gray:
>> RGB = imread('C:\Image\innsbruckcity.png');
>> Abu = rgb2gray(RGB); >>imshow(Abu);
(4)
Gambar 2.22 Hasil pembentukan citra berskala keabuan melalui rgb2gray
2.9 Menyimpan Citra
Untuk kepentingan menyimpan citra ke dalam file, fungsi imwrite pada
Octavedapat digunakan. Pemakaiannya: imwrite(A,nama_file)
Adapat berupa larik dua dimensi (citra berskala keabuan) ataupunlarik berdimensi tiga (citra RGB).
Contoh:
>>Img = imread('C:\Image\daun_gray.png');
>>X = 255 – Img;
(5)
X = 255 – Img;
digunakan untuk memperoleh citra negatif dari citra daun_gray.png. Setelah
imwrite dieksekusi,akan terbentuk negatif_daun.png pada folder kerja. Hasilnya diperlihatkan pada Gambar 2.23.
Gambar 2.23 Hasil penyimpanan citra negatif_daun.png
1. Jelaskan mengenai koordinat citra.
2. Apa yang dimaksud dengan kuantisasi citra?
3. Jelaskan hubungan jumlah bit dalam kuantisasi citra dengan kompresi data.
4. Jelaskan makna kualitas citra. 5. Jelaskan pengertian :
a) citra berwarna
(6)
b) citra berskala keabuan c) citra biner
6. Jelaskan mekanisme untuk mengubah citra berwarna ke dalam citra berskala keabuan.
7. Bagaimana prinsip untuk mengubah citra berskala keabuan ke citra biner? 8. Ubahlah innsbruckcity.png ke citra berskala keabuan dan kemudian
simpan dengan nama inns_gray.png.
9. Buatlah program untuk memproses citra daun_gray.png agar diperoleh hasil seperti berikut.
10. Gunakanlah fungsi im2bw untuk mengonversikan citra innsbruckcity.png ke dalam bentuk citra biner dengan menggunakan level sebesar 0,7, 0,5, dan 0,3.Bagaimana kesan Anda mengenai hasil-hasil yang diperoleh? 11. Buatlah program untuk menguantisasi citra daun_gray.png dengan 2 bit.
Tampilkan hasilnya. Apakah hasilnya masih terlihat seperti aslinya? Bila tidak, dengan menggunakan berapa bit agar gambar tersebut terlihat sesuai dengan aslinya?