TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN HASIL CETAK FOTO SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA DIKAITKAN DENGAN HUKUM PEMBUKTIAN.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN HASIL CETAK FOTO
SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI
PENGADILAN AGAMA DIKAITKAN DENGAN HUKUM PEMBUKTIAN
ADE YUDHA PURNAWAN
110110100227
ABSTRAK
Kesulitan dalam hal pembuktian di persidangan perkara perceraian
memberikan kemungkinan kepada pihak yang berperkara mengajukan
alat bukti selain alat bukti surat atau saksi. Tidak jarang dalam
persidangan perkara perceraian di Pengadilan Agama hasil cetak foto
diajukan sebagai alat bukti untuk membuktikan dalil-dalil yang diajukan
oleh pihak yang berperkara, karena dinilai dapat menjelaskan suatu
keadaan atau peristiwa pada suatu tempat dan waktu tertentu, namun
masih terdapat suatu permasalahan terhadap hasil cetak foto tersebut
yaitu terkait kedudukan dan kekuatan pembuktiannya di dalam
persidangan. Tujuan penulisan ini adalah untuk menentukan mengenai
kepastian hukum mengenai kedudukan dan kekuatan pembuktian hasil
cetak foto sebagai alat bukti dalam perkara perceraian di Pengadilan
Agama berdasarkan hukum pembuktian.
Penulisan skripsi ini berdasarkan spesifikasi penelitian yang
bersifat deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif

yang mengutamakan data sekunder dengan didukung data primer,
kemudian dianalisa berdasarkan ketentuan dalam perundang-undangan
terkait Hukum Pembuktian Perdata di Indonesia, literatur serta bahan lain
yang berhubungan dengan penelitian dan studi lapangan untuk
memperoleh data primer, selanjutnya data dianalisis secara yuridis
kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: Pertama, Kedudukan dari alat
bukti elektronik berupa hasil cetak foto pada dasarnya sudah diakui
sebagai alat bukti yang sah sebagaimana telah diatur dalam Pasal 5 UU
ITE khususnya dalam perkara-perkara perceraian di Pengadilan Agama,
namun dalam praktiknya masih terdapat perbedaan pemahaman bagi
hakim dalam memberlakukan ketentuan tersebut karena perbedaan
pengetahuan hakim mengenai hukum yang berlaku di Indonesia. Kedua,
kekuatan pembuktian dari alat bukti foto belum diatur secara normatif.
Belum terdapat sumber hukum mengenai kekuatan pembuktian dari alat
bukti hasil cetak foto. Yurisprudensi yang ada tidak dapat digunakan
sebagai sumber hukum karena belum terdapat kecocokan, hal ini sesuai
dengan asas yang berlaku dalam sistem hukum di Indonesia yaitu The
Persuasive Force of Precedent. Berdasarkan hal tersebut maka alat bukti
hasil cetak foto penilaiannya diserahkan kepada hakim yang memeriksa

dan memutus suatu perkara.

iv