KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Oleh :
AHMAD ROIKAN NIM : 22108010 JURUSAN SYARIAH PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Oleh :
AHMAD ROIKAN NIM : 22108010 JURUSAN SYARIAH PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
SKRIPSI
KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI ALAT BUKTI
DALAM PERKARA PERCERAIAN
DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI
DISUSUN OLEH
AHMAD ROIKAN
NIM: 21208010
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Hukum Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 31 Juli 2013 dan
telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh
gelar sarjana S1 Hukum Islam
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Drs. Mubasirun, M.Ag __________________
Sekretaris Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag. __________________
Penguji I : Prof. Dr. Muh Zuhri, M.A __________________
Penguji II : Dr. Adang Kuswaya, M.Ag. __________________
Penguji III : Luthfiana Zahriani, S. H., M.H. __________________
Salatiga, 31 Juli 2013Ketua STAIN Salatiga Dr. Imam Sutomo, M. Ag NIP. 19580827 198303 1 002
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ahmad Roikan NIM : 21208010 Jurusan : Syari’ah Program Studi : Ahwal Al-Syakhshiyyah
menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakana hasil karya saya
sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.Salatiga,10 Mei 2013 Yang menyatakan, Ahmad Roikan
NIM : 21208010
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjaga
engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum
(hakim) sedangkan harta terhukum. Kalau harta itu akan
berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan
bertambah apabila dibelanjakan. (Sayidina Ali bin Abi
Thalib)
PERSEMBAHAN
Untuk orang tuaku, isteri dan buah hatiku yang tercinta
Almira Syafa Al Raihani dan Amanda Raisya Al Raihani,
para Guru dan Dosen STAIN Salatiga, saudara-
saudaraku, sahabat-sahabat seperjuanganku, serta
teman-teman yang selalu memotivasiku.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan taufiq serta hidayah-Nya, tak lupa shalawat serta salam saya sampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jalan yang gelap menuju
ke jalan yang terang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul :
“Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat Bukti Perceraian Di Pengadilan Agama Boyolali”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan program S-1 Jurusan Syari’ah, Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah,
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.Penulisan skripsi ini tidak akan selesai bila tanpa bantuan dari berbagai pihak
yang telah berkenan meluangkan waktunya guna memberikan bimbingan dan petunjuk
yang berharga demi terselesainya skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis
menghaturkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag Selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Salatiga.
2. Bapak Drs. Mubasirun, M.Ag Selaku Kepala Jurusan Syari’ah Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.
3. Bapak Ilyya Muhsin, S.HI, M.Si Selaku Kepala Program Studi Ahwal Al-
Syakhshiyyah (AHS) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun dan menyelesaikan skripsi.
4. Ibu Heny Satar Nurhaida, SH, M.Si Selaku pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Hj. Andi Mulyani Hasyim, SH.MH.MSI Selaku Ketua Pengadilan Agama
Boyolali yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian dan bapak Hakim, bapak Panitera, Wakil Panitera dan seluruh pegawai, karyawan dan karyawati Pengadilan Agama Boyolali yang telah membantu selama kegiatan penelitian di Pengadilan Agama Boyolali.
6. Bapak Tanwir Winoto dan Ibu Sobiroh Selaku Orang tua saya dan istri beserta anak
anak tercinta yang telah banyak memberi bantuan moral dan spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman semuanya yang telah bersedia memberikan kritik, saran dan dorongan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.Semoga amal kebaikannya mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak kekurangannya, untuk itu
diharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini.Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi almamater dan semua pihak yang membutuhkannya.
Amiiin yaa rabbal ‘alamiin.
Salatiga, 10 Mei 2013 penulis, Ahmad Roikan
viii
ABSTRAK
Roikan, Ahmad. 2013. Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat Bukti Perceraian Di
Pengadilan Agama Boyolali). Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi AhwalAl-Syakhshiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Heny Satar Nurhaida, SH.M.Si Kata Kunci: Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat bukti Perceraian
Dalam pelaksanaan Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Agama sama dengan
Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Umum, namun terdapat penambahan pada hal
yang pokok saja. Sehingga, di perlukan kesempurnaan pada masa yang akan datang. Agar
masing-masing peradilan dapat menegakkan hukum secara sempurna dan berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Menurut kebanyakan ahli Hukum Islam dalam Hukum
beracara peradilan Islam bahwa seorang saksi itu mutlak harus beragama Islam kecuali
dalam masalah wasiat ditengah perjalanan. Sedangkan pada Hukum Acara Peradilan
Umum tidak di tentukan mengenai perbedaan agama tersebut. Salah satu alat pembuktian
dalam Hukum Acara adalah keterangan saksi, keterangan saksi diperlukan untuk
menguatkan suatu gugatan untuk menghasilkan putusan yang tepat. Keterangan saksi
membutuhkan aturan yang tetap khususnya bagi Peradilan Agama, sehingga tidak terjadi
perbedaan dalam memutuskan perkara oleh Hakim.Dari paparan di atas, penelitian memfokuskan pada “ Kesaksian Non Muslim
Sebagai Alat Bukti Perceraian”, sehingga peneliti mengetahui apakah diterimanya saksi
non muslim sebagai alat bukti perceraian itu sudah sesuai dengan Hukum Peradilan Islam
dan Perundang-undangan yang berlaku. Dan apakah alasan-alasan/ faktor yang melatar
belakangi dan dasar hukumnya bahwa saksi non muslim dapat diterima sebagai alat bukti
perkara perceraian di Pengadilan Agama Boyolali. Metode penelitian yang digunakan
peneliti untuk menjawab rumusan masalah tersebut diatas adalah menggunakan metode
penelitian kwalitatif yang memfokuskan penelitian pada studi kasus . Adapun pendekatan
yang digunakan yaitu pendekatan yuridis murni dan Pendekatan Yuridis Sosiologis.Hasil peneliti ini menunjukkan bahwa keterangan saksi non muslim tidak dapat
diterima oleh ahli fiqih dan sebagai kalangan imam-imam mazhab. Menurut Hukum
positif bahwa keterangan saksi yang beda agama tidak disebutkan secara terperinci hanya
menyebutkan bahwa saksi itu harus yang menyaksikan kejadian tersebut. Sedangkan
menurut Majelis Hakim Pengadilan Agama Boyolali pada dasarnya tidak menerima
kesaksian non muslim namun tidak secara mutlak, Jika saksi non muslim tidak dapat
diterima maka para pencari keadilan akan dirugikan dengan hal tersebut. Artinya
keterangan saksi harus diterima karena keterangan saksi merupakan upaya untuk
mengungkapkan kebenaran dari suatu peristiwa.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i
HALAMAN LOGO STAIN SALATIGA...........………………………. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN …………………………. iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ……………….. v
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN……......……………… vi
KATA PENGANTAR.......………………………………………………. vii
ABSTRAK.. ……….…………………………………………………….. ix
DAFTAR ISI............................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………………………………...
1 B. Rumusan Masalah ……………………………………….
3 C. Tujuan Penelitian. ………………………………………...
4 D. Kegunaan Penelitian …...................……………………….
4 E. Penegasan Istilah ………………………………………….
6 F. Tinjauan Pustaka ………………………………………….
7 G. Metode Penelitian …………………………………………
8 H. Sistematika Penulisan …………………………………......
11
BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG ALAT BUKTI
A. Pengertian Alat Bukti ………………...…........…………..
13 B. Macam-Macam Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktiannya..
14 C. Persangkaan …......………………………………………..
17 D.
19 Pengakuan ...........................................................................
E.
20 Sumpah ................................................................................
Bukti Saksi ………………………………………………...
F.
25 X
Saksi Menurut Hukum Islam dan Perundang Undangan yang berlaku ……………………………………………….
G.
27 PERKARA KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI
BAB III ALAT BUKTI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Boyolali ..................
31 B. Perkara-Perkara Dengan Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat
Bukti Pengadilan Agama Boyolali ...………………
44 C. Alasan dan Faktor-Faktor yang melatar belakangi Pengadilan Agama Boyolali Menerima Perkara Kesaksian non muslim sebagai alat bukti Perceraian ........................…
56
BAB IV ANALISIS KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI A. Analisis Terhadap Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Boyolali Menurut Hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku ..................................................
58 B. Analisis Terhadap Alasan / Faktor yang melatar belakangi Saksi non Muslim dapat diterima sebagi alat bukti Perceraian di Pengadilan Agama Boyolali ………………..
65 BAB V PENUTUP A Kesimpulan ……………………………………………...
69 B Saran …………………………………………………….
70 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada prinsipnya penyelesaian perkara di Pengadilan Agama adalah
mengacu pada hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan di lingkungan Peradilan umum kecuali yang telah diatur secara khusus sebagaimana yang diatur pada Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa perkawinan pada umumnya dan utamanya dalam perkara perceraian berlaku hukum acara khusus yaitu diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan Kompilasi Hukum Islam.
Diantara tugas hakim dalam penyelesaian perkara perceraian adalah mengkonstatir artinya hakim harus menilai apakah peristiwa atau fakta yang dikemukakan oleh para pihak adalah benar-benar terjadi dan hal ini hanya dapat dilakukan melalui pembuktian.
Membuktikan artinya mempertimbangkan secara logis kebenaran suatu fakta berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum pembuktian yang berlaku.
Tujuan pembuktian adalah untuk memperoleh kepastian bahwa suatu fakta atau peristiwa yang diajukan itu benar-benar terjadi, guna mendapatkan putusan hakim yang benar dan adil.
Adapun alat bukti yang sering diajukan dalam perkara perceraian adalah berupa bukti saksi. Menurut Ibnu Rusyd, para ahli Hukum Islam sepakat bahwa persyaratan dalam menerima kesaksian dari seorang saksi harus beragama Islam sehingga saksi non muslim tidak dapat diterima kesaksiannya. Demikian pula mayoritas para Hakim Peradilan Agama dalam menyelesaikan perkara perceraian tetap mensyaratkan saksi sebagai alat bukti harus beragama Islam dan saksi non muslim tidak dapat diterima kesaksiannya, tetapi untuk saat sekarang ini pendapat diatas sudah sulit untuk dipertahankan.
Masyarakat dalam era globalisasi dunia sekarang ini, kehidupan masyarakat menjadi sangat komplek, termasuk kehidupan masyarakat diwilayah hukum Pengadilan Agama Boyolali. Di dalam masyarakat yang majemuk sudah terjadi pembauran dalam segala aspek kehidupan sehingga banyak peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan rumah tangga / keluarga muslim kebetulan disaksikan oleh non muslim dan peristiwa tersebut menjadi suatu kasus yang memerlukan penyelesaian dan putusan oleh Pengadilan Agama.
Seperti halnya kasus terjadinya pertengkaran antara suami istri dalam suatu rumah tangga yang hidup dikawasan perumahan, kebetulan yang menyaksikan adalah tetangganya yang non muslim, penganiayaan seorang suami terhadap istrinya kemudian dilakukan visum oleh dokter non muslim.
Jika kesaksian mereka tidak dapat diterima, padahal saksi tersebut yang kebetulan melihat secara langsung peristiwa-peristiwa yang dijadikan dalil gugatanya, maka para pihak yang berpekara akan merasa dirugikan dan menganggap diperlakukan tidak adil, bahkan para hakim pun akan mengalami kendala dalam menyelesaikan perkara tersebut.
Saksi non muslim yang diajukan sebagai alat bukti dalam perkara perceraian adalah merupakan permasalahan yang sering terjadi di Pengadilan Agama Boyolali dan merupakan sebagian kendala Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara tersebut.
Berdasarkan abstraksi diatas, penulis mengangkat topik permasalahan ini dalam sebuah skripsi dengan judul: “ KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI “.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka terdapat beberapa pokok permasalahan yang menjadi topik pembahasan dalam skripsi yaitu:
1. Apakah diterimanya saksi non muslim sebagai alat bukti perkara perceraian itu sesuai dengan Hukum Islam dan Perundang-undangan yang berlaku ?
2. Apakah alasan-alasan / faktor yang melatar belakangi dan dasar hukumnya bahwa saksi non muslim dapat diterima sebagai alat bukti perkara perceraian di Pengadilan Agama Boyolali ? C.
Tujuan Penelitian
Tujuan pembahasan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui diterimanya saksi non muslim sebagai alat bukri tersebut apakah sesuai dengan hukum Islam dan Peraturan perundang- undangan yang berlaku .
2. Untuk mengetahui alasan atau faktor-faktor yang melatar belakangi dan dasar hukumnya bahwa saksi non muslim dapat diterima sebagai alat bukti dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Boyolali.
D. Kegunaan Penelitian
Untuk memberikan hasil penelitian yang berguna secara kompreherensif, maka penelitian ini sekiranya bermanfaat di antaranya:
1. Teoritis
Dapat memberikan sumbangsih pemikiran terhadap kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada ilmu hukum yang memiliki kaitan dengan persoalan kesaksian non muslim sebagai alat bukti dalam perkara perceraian, sehingga dapat mengungkap permasalahan- permasalahan dan menemukan solusinya.
2. Praktis a. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya penyelesaian permasalahan-permasalahan hukum Islam kontemporer yang sedang dihadapi oleh umat Islam sekaligus dapat memberikan wawasan dan pemahaman kepada masyarakat bahwa hukum Islam selalu berkembang dan dinamis.
b. Bagi Pengadilan Agama
Bagi kalangan praktisi hukum dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih dan masukan yang bermanfaat dan berharga dalam melaksanakan tugas negara. Selain itu juga agar pengadilan agama dapat memberi solusi pemecahan terbaik bagi para pencari keadilan sehingga masyarakat puas dan mendapatkan keadilan atas kinerja penegak hukum dalam mengambil suatu keputusan.
c. Bagi STAIN Salatiga
Bagi kalangan akademisi, dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi ilmiah guna melakukan pengkajian lebih lanjut dan mendalam sehingga dapat dijadikan referensi dalam menghadapi persoalan-persoalan yang mungkin timbul di kemudian hari.
d. Bagi penulis
Dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan maupun pembentukan pola fikir dalam pembaharuan perdata Islam sehingga dapat menjadi pedoman di dalam melangkah meniti kehidupan sosial bermasyarakat.
E. Penegasan Istilah
Sebelum penulis membahas permasalahan, maka lebih dahulu perlu dijelaskan pengertian istilah yang dipergunakan dalam judul skripsi ini, dengan tujuan untuk mengetahui gambaran yang jelas dan tidak terjadi salah penafsiran terhadap masalah yang dibahas. Oleh karena itu yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:
1. Saksi : Orang yang memberikan keterangan dimuka sidang dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut. (Muktiarto, 1996 : 160) 2. Non Muslim : Tidak, bukan penganut Agama Islam.
(Depdikbud, 1995 : 692)
3. Alat Bukti : Berbagaima tambahan yang dibutuhkan oleh Hakim baik yang diketahui sendiri oleh Hakim maupun yang diajukan oleh pihak saksi untuk membenarkan atau menggagalkan dakwaan atau gugatan. (Depdikbud, 1995 : 675)
4. Perceraian : Dalam istilah ahli Fiqih disebut thalak atau
Furqoh; Thalak berarti membuka ikatan;
membatalkan perjanjian. Furqoh berarti bercerai, kemudian kedua perkataan ini dijadikan istilah oleh ahli fiqih yang berarti “Perceraian antara suami istri”. (Depag, 1986 : 58)
5. Pengadilan Agama : Salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam, mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang. (Muktiarto, 1996 : 16)
6. Boyolali : Kota di Karesidenan Surakarta (Jawa Tengah) letaknya di jalan raya antara Surakarta dan Semarang. (Depag, 2004 : 84)
Dari uraian kata demi kata diatas, maka dapat diketahui maksud dari judul skripsi yaitu menelaah dan membahas tentang saksi non muslim yang diajukan sebagai alat bukti dalam perkara perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Boyolali jika ditinjau dari hukum Islam yang bertitik tolak dari nash, kitab fiqih serta perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
F. Tinjauan Pustaka
Skripsi tentang Kesaksian atau saksi yang pernah ada yaitu tentang kekuatan kesaksian testimonium de audito dalam hukum acara perdata, dimana kesaksian seseorang berdasarkan sumber dari orang lain yang tidak dilihat, didengar, ataupun dialami sendiri dan tidak dapat dijadikan satu- satunya alat bukti saksi untuk diputuskanya suatu perkara tersebut, namun tidak ada larangan kepada Majelis Hakim untuk mendengarnya di dalam sidang untuk dijadikan sebagai bahan persangkaan guna menyusun bukti- bukti yang lebih kuat. Berbeda dengan yang penulis teliti tentang kesaksian saksi non muslim sebagai alat bukti dalam perceraian dimana diperbolehkan kesaksian non muslim sebagai saksi dalam kasus perceraian.
Disini penulis ingin mendalami dan meneliti mengapa Pengadilan Agama Boyolali menerima kesaksian non muslim sebagai alat bukti dalam perkera perceraian. Selain itu juga untuk mengetahui pertimbangan- pertimbangan apa saja yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan perkara tersebut.
G. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Berangkat dari judul dan permasalahan atau kasus yang mendasari penelitian, jenis penelitian ini adalah penelitian kwalitatif. Peneliti akan memfokuskan penelitian pada studi kasus yang dilengkapi dengan data- data di lapangan.
Dan dalam penelitian ini penulis menggunakan dua macam pendekatan yaitu :
- Pendekatan yuridis murni normatif,yaitu penulis meneliti sesuatu kasus berdasarkan nash-nash yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum.
- Pendekatan Yuridis Sosiologis, yaitu penulis meneliti peristiwa- peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Peneliti akan berpartisipan penuh dalam mengumpulkan data.
3. Lokasi Penelitian
Peneliti mengambil lokasi penelitian di Pengadilan Agama Boyolali yang beralamat di Jl. Pandanaran No 167 Boyolali. Peneliti memilih lokasi tersebut karena kasus saksi non muslim terdapat di Pengadilan Agama Boyolali.
4. Sumber Data
Berdasarkan sumbernya, sumber data penelitian dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu.
a. Data Primer
Data primer menurut Cahya Suryana, SH adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya.
Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi, wawancara, diskusi terfokus dan penyebaran kuesioner.
b. Data Sekunder
Data sekunder menurut Cahya Suryana, SH adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan berkas perkara.
Pemahaman terhadap kedua jenis data di atas diperlukan sebagai landasan dalam menentukan teknik serta langkah-langkah pengumpulan data penelitian.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data adalah proses untuk menghimpun data yang diperlukan, relevan, serta dapat memberikan gambaran yang jelas dari aspek yang akan diteliti baik penelitian pustaka ataupun penelitian lapangan.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: a.
Dokumentasi
Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi dengan cara mengumpulkan bahan-bahan pustaka, baik yang berupa buku-buku literature maupun dokumen-dokumen. Disini yang penulis maksud adalah data-data yang didapatkan dari Pengadilan Agama Boyolali berupa salinan putusan dan arsip-arsip berkas perkara.
b. Wawancara (interview)
Pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara langsung (direct interview) dengan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. Penulis melakukan wawancara langsung dengan hakim-hakim dan panitera yang menangani perkara tersebut, juga mewawancarai hakim yang lainnya yaitu bapak Drs.Romadhon dan Drs.H.Asrori,SH.MH.
6. Analisis Data
Yang dimaksud dengan analisis data yaitu suatu cara yang dipakai untuk menganalisa, mempelajari serta mengolah kelompok data tertentu, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang kongkret tentang permasalahan yang diteliti dan dibahas. Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisa data deduktif yaitu cara memberi alasan dengan berpikir dan bertolak dari pernyataan yang bersifat umum kemudian ditarik pada persoalan yang berkaitan dengan penelitian yakni dengan merujuk pada teori-teori setelah itu dikaitkan dengan kenyataan dilapangan. Metode ini digunakan dalam rangka mengetahui bagaimana penerapan kaidah-kaidah normatif dan yuridis dalam perkara kesaksian saksi non muslim sebagai alat bukti dalam perceraian.
H. Sistematika Penulisan
Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis mencoba memberikan gambaran seluruh penelitian dengan sistematika penulisan sebagai berikut : Bab pertama pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian, (pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data), dan sistematika penulisan.
Bab kedua membahas pengertian alat bukti, macam-macam alat bukti dan kekuatan pembuktiannya, persangkaan, pengakuan, sumpah, bukti saksi, saksi menurut hukum islam dan perundang-undang yang berlaku.
Bab ketiga berisi hasil penelitian dalam perkara kesaksian non muslim sebagai alat bukti dalam perkara perceraian di pengadilan agama boyolali yang meliputi gambaran umum Pengadilan Agana Boyolali (sejarah singkat Pengadilan Agama Boyolali, nama nama Ketua Pengadilan Agama Boyolali, wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Boyolali,), Perkara-perkara dengan kesaksian non muslim sebagai alat bukti di Pengadilan Agama Boyolali, Alasan dan faktor-faktor yang melatar belakangi Pengadilan Agama Boyolali menerima perkara kesaksian non muslim sebagai alat bukti perceraian.
Bab keempat berisi analisis terhadap perkara kesaksian non muslim sebagai alat bukti dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Boyolali yang meliputi analisis terhadap kesaksian non muslim sebagai alat bukti dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Boyolali menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, analisis terhadap alasan / faktor yang melatar belakangi kesaksian non muslim dapat diterima sebagai alat bukti perceraian di Pengadilan Agama Boyolali.
Bab kelima adalah penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran
BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG ALAT BUKTI 1. PENGERTIAN , MACAM-MACAM ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIANNYA 1. Pengertian Alat Bukti
1.1 Menurut Bahasa Kata alat bukti berasal dari dua kata yaitu : “alat” dan “bukti”.
Alat artinya : perkakas, berbagai-bagai alat.(Depdikbud, 1995 : 39) Bukti artinya : tanda kebenaran, memberi bukti, menerangkan dengan bukti.(Depdikbud, 1995 : 47)
1.2 Menurut Istilah Menurut Prof.Dr.Sudikno Mertokusumo, SH alat bukti adalah segala sesuatu yang dimaksudkan untuk memberi kepastian kepada hakim tentang adanya peristiwa-peristiwa tertentu.
Menurut Prof.Subekti, SH alat bukti adalah segala sesuatu yang dipergunakan sebagai pembuktian di depan hakim tentang terjadinya peristiwa atau keadaan.
Dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa alat bukti adalah macam-macam bahan yang dibutuhkan oleh hakim baik yang diketahui sendiri oleh hakim maupun yang diajukan oleh pihak saksi untuk membenarkan atau menggagalkan dakwaan atau gugatan.(Fauzan, 2005 :36) Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat diambil pengertian bahwa alat bukti adalah : Segala sesuatu yang dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada hakim tentang adanya peristiwa atau keadaan baik yang diketahui sendiri oleh hakim maupun yang diajukan oleh pihak untuk membenarkan atau menggagalkan dakwaan atau gugatan.
2. Macam-Macam Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktiannya.
Alat-alat bukti dalam acara perdata yang disebutkan dalam Undang- Undang (pasal 164 HIR, 284 Rbg, 1866 BW) ada 5 macam yaitu :
2.1 Alat bukti tertulis / surat Alat bukti tertulis yaitu segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian.
Alat bukti ini diatur dalam pasal 138,165,167 HIR, pasal 164, 285, 305 Rbg dan pasal 1867-1894 BW. Alat bukti tertulis yang diajukan dalam acara perdata harus dibubuhi dengan meterai yang cukup, hal ini untuk memenuhi pasal 2 (1) a Undang-Undang nomor 13 tahun 1985 yang berbunyi :
“dikenakan bea meterai atas dokumen yang berbentuk surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan dan keadaan yang bersifat perdata”.(Amin, 1995 : 23)
2.2. Macam-macam alat bukti surat :
2.2.1. Akta yaitu surat yang diberi tanda tangan, yang menurut peristiwa-peristiwa suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Akta dibagi menjadi 2 yaitu :
- Akta otentik
Yaitu “akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan dalam bentuk menurut ketentuan yang ditetapkan untuk itu, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, di tempat mana pejabat berwenang menjalankan tugasnya”.
- Akta di bawah tangan yaitu akta yang dibuat oleh para pihak dengan sengaja untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat.(Subekti, 1983 : 419)
2.2.2. Surat-surat lainnya yang bukan akta, yaitu surat yang dibuat tidak dengan tujuan sebagai alat bukti dan belum tentu ditandatangani.
Sebagai alat bukti, kekuatan pembuktian akta otentik merupakan bukti sempurna dan lengkap sebagai berikut :
1. Kekuatan bukti lahiriyah.
Sebagai asas berlaku akta publica probant sescipsa artinya bahwa suatu akta yang ujudnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, maka akta itu berlaku sebagai akta otentik, kecuali bila terbukti sebaliknya.
2. Kekuatan bukti formil.
Dalam arti formil, akta otentik menjadi bukti kebenaran dari apa yang dilihat, didengar dan dilakukan oleh pejabat.
3. Kekuatan bukti materiil Kekuatan pembuktian materiilnya yaitu tentang kebenaran isi dari suatu perbuatan atau penyataan yang dimuat di dalam akta tersebut.
Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan, diatur dalam pasal 2 dan 3 S, 1867 Nomor 29, pasal 288-290 Rbg, pasal 1875-1977 sebagai berikut : 1. Kekuatan pembuktian lahir.
Apabila tanda tangan diakui oleh para pihak yang bersangkutan, maka mempunyai kekuatan hukum dan menjadi bukti sempurna bagi para pihak yang bersangkutan dan isi disangkal.Apabila tulisan atau tanda tangan akta itu dipungkiri, maka ia tidak mempunyai kekuatan pembuktian lain.
2. Kekuatan pembuktian formil.
Apabila tanda tangan akta di bawah tangan telah diakui, berarti bahwa keterangan atau pernyataan diatas tanda tangan itu benar dari orang yang menandatanganinya. Kekuatan pembuktian formil akta tersebut sama dengan kekuatan pembuktian akta otentik.
3. Kekuatan bukti materiil.
Menurut pasal 1875 BW, akta di bawah tangan yang diakui mempunyai kekuatan pembuktian materiil seperti akta otentik yaitu bukti sempurna, bagi orang yang terhadap siapa akta itu digunakan, bagi para pihak, bagi ahli warisnya, serta orang yang mendapat hak dari padanya.
2.3. Persangkaan Yaitu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata, dari peristiwa itu ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa lain yang harus dibuktikan juga telah terjadi.(Subekti, 1980 :
181)
Alat bukti persangkaan ini diatur dalam pasal 173 HIR dan 1916 BW. Dalam hukum pembuktian, ada 2 macam persangkaan yaitu :
2.3.1 Persangkaan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang misalnya panggilan melalui Mass Media dianggap sah dan patut (pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975).
2.3.2 Persangkaan yang ditetapkan oleh hakim dan keadaan yang timbul di persidangan Sebagai alat bukti saksi kekuatan bukti persangkaan juga dilakukan oleh majelis hakim dikarenakan, Persangkaan merupakan pembuktian sementara dan pada hakekatnya merupakan alat bukti yang bersifat tidak langsung.Hakim bebas dalam menemukan persangkaan berdasarkan kenyataan, setiap peristiwa yang telah terbukti dalam persidangan dapat digunakan sebagai persangkaan jika memenuhi syarat-syaratnya.
Kekuatan bukti persangkaan menurut Undang-Undang bersifat memaksa, hakim terikat pada ketentuan Undang-Undang kecuali jika dilumpuhkan oleh bukti lawan.
Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, SH bukti persangkaan hakim yang berdasarkan kenyataan, kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim, maka hakim wajib mempertimbangkannya secara logis.
2.4. Pengakuan Yaitu pernyataan seseorang tentang dirinya sendiri, bersifat sepihak dan tidak memerlukan persetujuan pihak lain.(Fauzan, 2005 :52) Pengakuan sebagai alat bukti diatur dalam pasal 174,175,176,HIR, pasal 311,312,313 Rbg dan pasal 1923-1928 BW.
Pengakuan ini dapat diberikan di muka hakim di persidangan atau di luar persidangan dan dapat pula diberikan secara tertulis maupun lisan didepan sidang. Bentuk pengakuan ada 3 macam yaitu : 2.4.1. Pengakuan murni.
2.4.2. Pengakuan dengan kualifikasi 2.4.3. Pengakuan dengan klausula.
Sebagai bentuk kekuatan pembuktian pengakuan dengan pengertian dan penjelasan bahwa : `
1. Pengakuan murni di muka sidang merupakan bukti yang sempurna terhadap yang melakukannya, dan bersifat menentukan karena tidak memungkinkan pembuktian lawan (pasal 174 HIR, pasal 311 Rbg, pasal 1925 BW).
2. Pengakuan dengan kualifikasi ini merupakan pengakuan yang karena itu pengakuan seperti ini harus diterima seutuhnya dan tidak boleh dipisah-pisahkan, sehingga merugikan pihak yang memberikan pengakuan. Pengakuan ini harus diterima bulat dan pengakuan ini disebut “ Pengakuan tidak boleh dipisah-pisahkan”.(Fauzan, 2005 :
53)
3. Pengakuan dengan klausula merupakan suatu pengakuan yang disertai dengan keterangan tambahan yang bersifat membebaskan. Pengakuan ini juga tidak boleh dipisah- pisahkan, harus diterima seutuhnya.
2.5. Sumpah Adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat Maha Kuasa dari pada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum olehnya.(Mukti, 1996 : 179)
Pada hakekatnya sumpah merupakan tindakan yang bersifat relegius yang dipergunakan dalam peradilan.
Sumpah ada 2 macam yaitu :
2.5.1. Sumpah Promissoir
Yaitu sumpah / janji untuk melakukan atau tidak melakukan dan ini mempunyai fungsi formil yaitu syarat sah dilakukanya suatu tindakan yang menurut hukum harus dilakukan diatas sumpah itu.
Sumpah ini ada 6 macam :
1. Sumpah Jabatan
2. Sumpah PNS
3. Sumpah Saksi
4. Sumpah Ahli
5. Sumpah Juru Bahasa / Tplk
6. Sumpah Hakim.(Mukti, 1996 : 179)
2.5.2 Sumpah Assertoir / Confirmatoir Yaitu sumpah / janji untuk memberikan keterangan guna meneguhkan bahwa sesuatu itu benar demikian atau tidak benar.
Sumpah ini mempunyai fungsi materiil yaitu sebagai alat bukti di muka pengadilan untuk menyelesaikan sengketa.
Sumpah ini ada 3 macam yaitu :
1. Sumpah Suppletoir / Pelengkap
2. Sumpah Decissoir / Pemutus
3. Sumpah Penaksir Kekuatan alat bukti sumpah Kekuatan pembuktian sumpah suppletoir bersifat : a) Menyelesaikan perkara
b) Memiliki kekuatan pembuktian sempurna
c) Masih memungkinkan adanya bukti lawan dapat dibatalkan dengan putusan hakim yang lebih tinggi.
d) Apabila sumpah itu terbukti palsu, dapat dijadikan alasan mohon peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.(Mukti, 1996 : 185) Apabila pihak yang diperintahkan tersebut telah mengucapkan sumpah, maka ia dimenangkan, sedangkan apabila pihak tersebut menolak untuk bersumpah, maka ia akan dikalahkan dalam perkara.
Kekuatan hukum dari sumpah decissoir ialah bersifat : a. Kebenaran peristiwa menjadi pasti.
b. Merupakan alat bukti yang bersifat menentukan.
c. Tidak memungkinkan bukti lawan.
d. Pihak lawan tidak boleh membuktikan bahwa sumpah itu palsu.
e. Tidak dapat dibatalkan oleh hakim yang lebih tinggi.
f. Apabila sumpah itu palsu berdasarkan putusan hakim pidana, maka tidak dapat diajukan Peninjauan Kembali.(Mukti, 1996 : 190)
Kekuatan sumpah penaksiran sama dengan sumpah suppletoir yakni bersifat sempurna dan masih memungkinkan pembuktian lawan.
Disamping 3 macam sumpah tersebut di atas, dalam
1. Sumpah Li’an Sumpah ini diatur dalam pasal 88 ayat (1) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989, pasal 127 Kompilasi Hukum Islam dan Alqur’an Surat Annur ayat 6-9.
Sumpah ini menyebabkan putusnya perkawinan antara suami istri untuk selama lamanya karena suami menuduh isterinya berbuat zina dan atau mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari isterunya, sedangkan isterinya menolak tuduhan tersebut.(Mukti, 1996 : 190)
2. Yaminul Istidhhar Yaitu sumpah penegasan yang berfungsi sama dengan sumpah suppletoir, tetapi hanya bisa dipakai dalam sengketa perkawinan, perceraian dan kelahiran, dimana pihak lawan tidak hadir dalam sidang.
Sumpah ini hanya sebagai syarat penetapan hakim terhadap orang yang ghaib, sehingga dalil-dalil gugat harus dibuktikan dengan alat bukti lain yang cukup.(Mukti, 1996 : 193)
Kekuatan pembuktian Yaminul Istidhhar ini sama dengan sumpah suppletoir.
Disamping 5 macam alat bukti yang diuraikan di atas menurut pasal 164 HIR, maka masih terdapat alat bukti yang dapat digunakan untuk memperoleh kepastian mengenai kebenaran suatu peristiwa yang menjadi sengketa yaitu antara lain :
1. Pemeriksaan di tempat / Descente Yaitu pemeriksaan mengenai perkara oleh hakim karena jabatannya, yang dilakukan diluar gedung atau tempat kedudukan Pengadilan, agar hakim dengan melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang peristiwa yang menjadi sengketa.(Mukti, 1996 : 193) Pemeriksaan setempat ini diatur dalam pasal 153 HIR, pasal 180 Rbg dan pasal 211 RV.
Kekuatan pembuktian hasil pemeriksaan di tempat ini diserahkan kepada pertimbangan hakim.
2. Keterangan Ahli / Saksi Ahli Yaitu keterangan dari pihak ketiga yang obyektif dan bertujuan untuk membantu hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan hakim sendiri. Di dalam praktek pengadilan sering disebut saksi ahli hal ini diatur dalam pasal 154 HIR, pasal 181 Rbg dan 215 RV. Hakim menggunakan keterangan ahli bertujuan untuk :
- Memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang sesuatu hanya dimiliki oleh seorang ahli tertentu, misalnya : hal yang bersifat tehnis, ilmu kedokteran dan lain-lain.
- Memperoleh kebenaran dan keadilan pada masalah yang bersangkutan.
Kekuatan pembuktian saksi ahli ini adalah bebas, hakim tidak wajib mengikuti pendapat ahli tertentu dan bebas untuk menilai pendapat saksi ahli. Hakim tidak terikat pada keterangan ahli, bahkan boleh berpendapat lain daripada keterangan ahli, jika bertentangan dengan keyakinannya. Apabila hakim akan mengikuti pendapat saksi ahli, maka harus yakin bahwa hal tersebut adalah benar sesuai dengan keyakinannya.
2.6. Bukti saksi Yaitu orang yang memberikan keterangan di muka sidang dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut.(Mukti, 1996 : 116) Alat bukti saksi ini diatur dalam pasal 168-172 HIR. Adapun kewajiban saksi adalah sebagai berikut:
1. Menghadiri sidang sesuai dengan panggilan.