Majikan dan Budaya Organisasi.

.~
/

..

"

1

(

[(OMPAS
_..

---

17

._

2

18

Sellill
~

3

\_

4

19

Selasa
...
. .-.

5
20


-_..

Rabll.

6
21

~=~! J~-;;-~- .Peb --;:-5
Ma~ -u-)-A;;

7

~

-.

Kamis

-..-----.


8

9

23

~-:)M;j

10
24

J~/f1

() .il/mat
~

0 Sabtu

()


25
() )(11

Q_~~_~Q~:~___~Okt

Majikan dan Budaya Organisasi
O/eh

ASEP

SUM

ARYAN

udaya organisasi tidak berdiri sendiri. Kedudukan
majikan menjadi penting dalam membangun kekuatan organisasi. Kemampuan koordinasi atas seluruh
kekuatan organisasi perlu diikat dalam sebuah budaya yang
mencerminkan kekhasan organisasi tersebutdari organisasi
yang lain.


B

Untuk itu, perlu menggalangseluruh komponen organisasi untuk
menyampaikan dan membuat kesepakatan atas komitmen yang digelorakan menjadi tradisi organisasi keseharian.
Melalui ing ngarsa sung tulada,
majikan mulai melaksanakan komitmen. Dengan ing madya mangun karsa, dibangkitkan semangat pengamalan komitmen di kalangan organisasi.Adapun tut wuri
handayani mendukung setiap
langkah yang dilakukan pegawai
dalam melaksanakan dan menegakkankomitmen.
Pelanggaran komitmen tentu
perlu diluruskan, sedangkan penegaknya perlu didukung bersama.
Dengan demikian, terdapat pola
dan kebiasaan yang serasi dalam
melaksanakan komitmen yang dibuat.
Kontraproduktif
Komitmen serta kapasitas memadai majikan dalam organisasi
menjadi iklimuntuk berkembangnya budaya organisasi. Bisa jadi
Stephen Robbin (1996)bena:!>e-

I


ngan iklim yang sehat, komponen
organisasi dapat melakukan inovru;i dalam melaksanakan tugasnya. Dengan inovasi, kreativitas
kerja bisa dibangun sehinggatidak
perlu menunggu perintah majikan. Konsekuensinya tentu pada
risikoyangmungkin terjadi. Setiap
kreativitas bisa berdampak risiko.
Untuk itu, diperlukan kemampuan pemimpin untuk bisa menekan
risiko yang keeil dari kreativitas
yangbesar.
Keeermatan dalam memilih
dan memilah langkah yang perlu
dilakukan menjadi amat penting
untuk kemudian dianalisis dan difokuskan pada hasil akhir.Bisajadi
ada yang tergusur dalam proses
inovasiyangdilakukan pegawaisehingga yang kreatif yang mampu
melaju dengan balk, sementara
yang tidak akan tergusur dinamika
organisasi. Kondisi ini tentu tidak
dapat dibiarkan karena akan menjadi kontraproduktif sehingga melahirkan gangguan dalam merealisasikanbudaya kerjayang sehat.

Lahimya perilaku eari muka bis~~~abkan- oleh kelompok
.--. pe-

K lip in 9 Hum a sUn

pod

A

""-

gawai yang tidak kreatif dalam
bekerja. Yang dilakukan bisa
jadi mengintip kehadiran majikan sehingga bisa ada dan
terkesan rajin ketika sang
majikan datang. Bisa jadi
simbolkeI;ljinan pun direkayasa, seperti
presensi
atau
mendahulukan

kepentingan
majikan. Tentu saja semua

tidak meneer- ~
minkan

inovasi

.(

yangdiharapkanorga-

~
V

LUHUR

~

nisasi, keeuali meneobamenyenangkan majikan.

Bagi majikan yang eerdas dan
bijak, tentu hal tesebut menjadi
bahan evaluasi agar perilaku semaeam itu bisa diubah lebih proporsional dan menjadi produktif.
Dari pandangan sistem, figur seperti itu dipandang sebagaipenentu keberhasilan sebuah sistem.
Lambannya sistem berjalanjustru
disebabkan perilaku yang lamban
mengakomodasi komitmen seeara
eerdas.
Dampaknya, budaya yang ingin
digerakkan menjadi terganggu dan
justru menjadi lumpuh layuh.
Oleh sebab itu, perlu digunakan
mekanisme kreatif untuk mendorong kreativitas kerja, seperti penilaian berbasis komponen komitmen yang diturunkan dalam pelaksanaan tugas pegawai.
Dengan basis pelaksanaan tu-

2009------

gas semacam itu, penilaian
tidak lagi pada kehadiran tanpa kinerja, tetapi
lebihpadahasilyangtelah diukir pegawai.Bisa

jadi ada pegawai yang
jarang bertatap muka
dengan majikan justru
yang
mendapatkan
penghargaan
karena
prestasi besarnya bagiorganisasi.
Dengan cara ini bisa saja
persaingan akan berkembang
antarpegawai secara sehat untuk
dapat menunjukkan prestasi gemilangnya. Tugas majikan tentu
memantau dan mengkaji proses
pencapaian prestasinya agar tidak
menimbulkan benturan yang
mengganggu.
Standar ganda
Standar ganda pasti menghancurkan terbangunnya budaya itu
sendiri. Untuk itu, majikan perlu
konsisten menegakkan komitmen. Komunikasi dibangun dengan jelas dan tegas. Aturan kerja

serta segala hal yang mendorong
inovasi dipertahankan secara gigih. Jika perlu, dibentuk sebuah
tim independen yang sanggupmenegakkan komitmen dari berbagai
kalangan yang ada. Tim ini tidak
boleh subyektif dalam memberikan penilaian. Hubungan dengan
pegawai didasarkan pada prinsip
impersonal untuk menjaga obyektivitas.

Dengan membuang standar
ganda, pegawai didorong bersikap
profesional dan proporsional dalam melaksanakan tugas. Tidak
boleh ada yang takut dengan majikan, tidak boleh ada juga oknum
yang ditugaskan memata-matai
aktivitas pegawai karena semua
aturan mainnya sudah jelas. Tatkalaada yangmerasa dekat dengan
majikan, itu sama artinya masih
ada standar ganda. Biladibiarkan,
kinerja akan menjadi turun dan semangat bekerja jatuh. Hal seperti
itu sarna saja dengan meluluhlantakkan komitmen yang dibangun
dan dipelihara dengan susah payah.
Membuang standar ganda
membutuhkan kaludeungan majikan. Konteks ini terkait dengan kemungkinan adanya gangguan dari
pegawai yang merasa dirugikan.
Yangpasti, pengganggunyabukan
orang produktif. Sementara yang
mengganggu ketika standar masih
ganda pastilah orang yang menghendaki kemajuan organisasi dalam suasana berkeadilan.
Yang pasti, musuh organisasi
tentu adalah hama organisasiyang
tidak memilOOkinerja, tetapi ingin
mendapatkan perhatian lebih dari
majikan tanpa kerja keras. Oleh
sebab itu, Moeljono (2004) mensyaratkan agar majikan, selain
memiliki keberanian, juga memi100 visi dan nilai. Maka, nilai
itulah yang kemudian dikembangkan -menjadi
- budaya organisasi

yangdipimpinnya.
Dalam iklim yang sehat, stiara
(Hirschman, 1970)atas kekacauan
perlu dipandang sebagai loyalitas
dan diapresiasi. Untuk itu, keberanian pulalah yang diperlukan untuk menuangkan kebijakan menjadi dokumen yang dapat dijadikan standar. Setelahnya, kebijakan
tersebut perlu ditegakkan tanpa
pandang bulu. Dengan demOOan,
pejabat yang dipilih pun bukan
mantan ternan atau orang yang
pernah menolong, satu partai, dan
yang mau menunggui saat sakit
atau yang menjaga rumah ketika
ditinggal pergi keluar kota. Namun, yang dipilih adalah yang memilOOprestasi serta loyalitas pada
organisasi,bukan kepada pribadi.
Bisa jadi kejatuhan organisasi
dimulai dari mengeroposnya manusia yang loyal terhadap organisasi; ketidakadilan majikan; berkembangbiaknya penjilat yang
memperoleh fasilitas ketimbang
orang yangprestasi sesungguhnya;
serta majikan yang tidak skeptis,
kritis, dan bijak. Untuk itu, komitmen majikan terhadap tujuan organisasi merupakan langkah yang
perlu diselaraskan agar menjadi
kekuatan untuk memperkokoh pilar-pilarorganisasi melaluibudaya
yang sehat dan kuat.
ASEP SUMARYANA

Sekretaris LP3AN dan
Lektor Kepalapada Jurusan
llmuAdministrasi Negara
FISIP Unpad