PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN, KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN EKSPLORATIF.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN,

KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI

PEMBELAJARAN EKSPLORATIF

(Studi Quasi Experiment pada Siswa SMP di Kabupaten Agam)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

SRI ULFA SENTOSA 1103042


(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN,

KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI

PEMBELAJARAN EKSPLORATIF

(Studi Quasi Experiment pada Siswa SMP di Kabupaten Agam)

Oleh Sri Ulfa Sentosa S.Pd. UPI Bandung, 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Sri Ulfa Sentosa, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Sri Ulfa Sentosa (2013): Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Eksploratif Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif dan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvesional serta mengetahui kemandirian belajar siswa melalui pembelajaran eksploratif. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non ekivalen dan menggunakan teknik purposive sampling. Populasi penelitian adalah siswa kelas VII pada salah satu SMPN di Kabupaten Sungai Pua tahun ajaran 2012/2013. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas VII1 dan VII2. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, serta skala kemandirian belajar matematis siswa. Analisis data yang digunakan adalah uji perbedaan rataan Mann-Whitney dan Uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional; 2) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik daripada dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional; dan 3) Tidak terdapat perbedaan kemandirian belajar belajar siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; 4) Guru telah melaksanakan hampir keseluruhan rangkaian aktivitas tahapan pembelajaran eksploratif.

Kata kunci: pembelajaraneksploratif, kemampuan penalaran

matematis, kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar matematis siswa


(7)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya, Sri Ulfa Sentosa menyatakan bahwa tesis dengan judul “Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Eksploratif” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko/sangsi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juni 2013 Yang Membuat Pernyataan

Sri Ulfa Sentosa 1103042


(8)

ABSTRAK

Sri Ulfa Sentosa (2013): Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Eksploratif Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif dan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvesional serta mengetahui kemandirian belajar siswa melalui pembelajaran eksploratif. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non ekivalen dan menggunakan teknik purposive sampling. Populasi penelitian adalah siswa kelas VII pada salah satu SMPN di Kabupaten Sungai Pua tahun ajaran 2012/2013. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas VII1 dan VII2. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, serta skala kemandirian belajar matematis siswa. Analisis data yang digunakan adalah uji perbedaan rataan Mann-Whitney dan Uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional; 2) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik daripada dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional; dan 3) Tidak terdapat perbedaan kemandirian belajar belajar siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; 4) Guru telah melaksanakan hampir keseluruhan rangkaian aktivitas tahapan pembelajaran eksploratif.

Kata kunci: pembelajaraneksploratif, kemampuan penalaran

matematis, kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar matematis siswa


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena penulis telah dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Eksploratif” Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Pada penelitian ini penulis mengkaji penerapan pembelajaran eksploratif dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama. Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri pada salah satu SMP Negeri di kabupaten Agam

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh upaya untuk mendukung ketercapaian kompetensi siswa pada mata pelajaran matematika, dan juga didasarkan pada kenyataan bahwa pembelajaran matematika masih kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat secara aktif baik secara mental, fisik, maupun sosial dalam mengkontruksi pengetahuannya. Dilihat dari perbedaan peningkatan hasil, siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif mengalami peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

Tesis ini terdiri dari lima bab yaitu. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional. Bab II memuat kajian pustaka yang memaparkan tentang kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, kemandirian belajar matematis


(10)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ini masih terdapat banyak kekurangan, namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun.

Demikian, semoga karya tulis ini dapat manfaat bagi para pembaca dalam upaya meningkatkan prestasi siswa dalam belajar matematika.

Bandung, Juni 2013


(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis ini berkat bantuan, bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak H. Bana G. Kartasasmita, Ph.D selaku Pembimbing I dan Pembimbing Akademis yang di tengah-tengah kesibukannya, telah memberikan bimbingan, arahan dan kritis terhadap berbagai permasalahan.

2. Bapak Dr. Jarnawi Afghani Dahlan., M. Kes selaku Pembimbing II yang di tengah-tengah kesibukannya, telah menyempatkan waktu memberikan bimbingan, petunjuk, arahan dan kritis terhadap berbagai permasalahan,

3. Bapak Turmudi, M.Ed., M,Sc., Ph.D selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis dan masa studi.

4. Bapak pimpinan SPs beserta jajaran stafnya dan Dosen Program Magister Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia atas layanan terbaiknya selama penulis mengikuti studi di Universitas Pendidikan Indonesia.

5. Bapak Mardison, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Sungai Pua Kabupaten Agam yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin dan juga Bapak Nofiandri, S.Pd selaku guru mata pelajaran matematika yang banyak membantu penulis selama pelaksanaan penelitian di lapangan.

6. Kepada keluarga besar penulis khususnya kedua orangtua penulis, Ama (Hj Zurnailis) dan Apa (Syahrial St. Rajo Alam) yang telah mendoakan kebaikan bagi


(12)

pemikiran, dorongan motivasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Terkhusus buat teman seperjuanganku Audra Pramitha Muslim. Terima kasih juga buat adik-adikku Riska Novia Sari, Rezkiyana Hikmah dan Hafizah Delyana. Diiringi dengan doa yang tulus, semoga Allah SWT. membalas semua budi baik Bapak/Ibu dan saudara semua. Amin.

Bandung, Juni 2013


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN……… ... …… i

LEMBAR PERNYATAAN……… .. ………... ii

ABSTRAK ... ….. iii

KATA PENGANTAR……… .. ………. iv

UCAPAN TERIMAKASIH ……… ... ……… vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Definisi Operasional ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematis... 13

B. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 16

C. Kemandirian Belajar ... 19


(14)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... 31

B. Populasi dan Sampel ... 32

C. Instrumen Penelitian ... 32

1. Tes Kemampuan Penalaran Matematis dan Komunikasi Matematis... ... 32

a. Analisis Validitas Tes ... 34

b. Analisis Reliabilitas Tes... ... 37

c. Analisis Daya Pembeda ... ... ... 38

d. Analisis Tingkat Kesukaran ... .40

e. Analisa dan Kesimpulan Hasil Uji Coba Instrumen.... ... ....42

2. Skala kemandirian matematis siswa ... 43

3. Lembar Obsevasi ... 44

4. Pengembangan Bahan Ajar... ... 44

D. Prosedur Penelitian... ... 45

E. Teknik Analisis Data ... ... 46

1. Tes Kemampuan Penalaran Matematis dan Komunikasi Matematis... ... 46

2. Lembar Observasi... ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 51

1. Analisis Statistik Deskriptif Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis sera Kemandirian Belajar Matematis Siswa ... 53

2. Analisis Statistik Inferensial Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis sera Kemandirian Belajar Matematis Siswa ... 57


(15)

B. Pembahasan.. ... ...71

C. Keterbatasan Penelitian.. ... 90

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 92

B. Implikasi ... 93

C. Rekomendasi ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tahapan Pembelajaran Eksploratif ……….... 26

3.1 Kriteria Penilaian Kemampuan Penalaran Matematis …………... 33

3.2 Kriteria Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis………… 33

3.3 Klasifikasi Koefisien Korelasi Validitas ……… 36

3.4 Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis ………. 36

3.5 Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ……… 37

3.6 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ……….. 38

3.7 Hasil Uji Coba Koefisien Reabilitas……….. 38

3.8 Klasifikasi Daya Pembeda Tes………. 39

3.9 Daya Pembeda Butir Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis... 39

3.10 Daya Pembeda Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi Masalah Matematis ………...……….. 40

3.11 Klasifikasi Koefisien Indeks Kesukaran ……… 41

3.12 Tingkat Kesukaran Butir Tes Kemampuan Penalaran Matematis.. 41

3.13 Tingkat Kesukaran Butir Tes Kemampuan Komunikasi Matematis……….. 42

3.14 Rekapitulasi dan Kesimpulan Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa……… 42

3.15 Rekapitulasi dan Kesimpulan Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Penalaran Matematis Siswa …………. 43 3.16 Skor Gain Ternormalisasi………... 46

4.1 Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Penalaran , Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa ……… 53 4.2 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ………... 59


(17)

4.3 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

Matematis Siswa……… 62

4.4 Uji Kesamaan Dua Rerata Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa………...….……… 64 4.5 Uji Perbedaan Dua Rerata Posttest dan N-Gain Kemampuan

Penalaran Matematis Siswa………... 66 4.6 Uji Perbedaan Dua Rerata Posttest dan N-Gain Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa………... 67 4.7 Uji Perbedaan Dua Rerata Kemandirian Belajar

Siswa……….………. 68 4.8 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru selama Proses Pembelajaran


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kegiatan Eksplorasi menurut Buchberger …………..……… 24 4.1 Skor Rataan Kemampuan Penalaran Matematis ……… 54 4.2 Skor Rataan Kemampuan Komunikasi Matematis ……… 55 4.3 Perbandingan Skor Rataan N-Gain Kemampuan Penalaran dan

Komunikasi Matematis pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol………...

56

4.4 Perbandingan Skor Rataan Postskala Kemandirian Belajar Siswa pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol……….

57

4.5 Aktivitas Siswa Berdiskusi Dengan Teman Sekelompoknya……….. 74

4.6 Jawaban Siswa Kelompok Kontrol pada Butir Soal Nomor 1…… 78 4.7 Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen pada Butir Soal Nomor

1………

80

4.8 Aktivitas Guru pada Tahap Apersepsi……… 86

4.9 Aktivitas Siswa dan Guru pada Tahap Pengajuan Masalah Eksplorasi………

87

4.10 Aktivitas Siswa pada Tahap Melaksanakan Eksplorasi………. 88 4.11 Aktivitas Siswa dalam Tahap Pengumpulan Data dan Informasi….. 88 4.12 Aktivitas Guru pada Tahap Analisis Data ……….……….. 89

4.9 Aktivitas Siswa dalam Mempresentasikan Hasil Diskusi Kelompok………... 90


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A Instrumen Penelitian………. 100

B Analisis Hasil Uji Coba ……… 199 C Analisis Data Hasil Peneltian Instrumen Tes……… 212

D Analisis Data Hasil Penelitian Skala Sikap dan Obsevasi…………... 215


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah membawa berbagai perubahan hampir di setiap aspek kehidupan. Berbagai aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi mewarnai dan menjadi salah satu faktor penting penunjang aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Ini menunjukkan betapa pentingnya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu berkontribusi serta memiliki kesempatan yang lebih baik lagi dalam menghadapi persaingan yang semakin terus berkembang. Untuk menjawab tantangan tersebut maka pendidikan menjadi pilar utama. Salah satu tujuan pendidikan adalah mempersiapkan generasi mendatang yang mampu menjawab tantangan dan problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat, maupun sebagai warga negara.

Salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan, yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah. Hal ini dikarenakan, matematika adalah salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di sekolah. Matematika sebagai proses yang aktif dan dinamis melalui kegiatan matematika (doing math), memberikan sumbangan penting kepada siswa dalam pengembangan nalar, berfikir logis, sistematis, kritis, cermat, dan bersikap objektif serta terbuka dalam menghadapi berbagai permasalahan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pendapat Wahyudin (2008) bahwa, matematika berperan penting dalam pengembangan nalar seseorang dikarenakan orang-orang yang menggunakan nalar cenderung memperhatikan pola-pola, struktur, atau keteraturan-keteraturan baik itu dalam situasi-situasi dunia nyata maupun dalam obyek-obyek simbolis. Sehingga seseorang yang mampu mengembangkan penalarannya akan cenderung lebih tanggap terhadap permasalahan di sekitarnya.

Departemen pendidikan nasional (Depdiknas) (2006) menyatakan beberapa kompetensi matematika yang harus dicapai oleh siswa setelah belajar matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai berikut: (1) memahami


(21)

2

konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkombinasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Demikian pula halnya tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 2000, yang menetapkan enam kemampuan penting yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika, yaitu pemahaman konsep (conceptual understanding), pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connection), representasi (representation). Berdasarkan kompetensi-kompetensi pembelajaran matematika yang harus dicapai siswa menurut Depdiknas tersebut serta prinsip dan standar matematika yang tertuang dalam NCTM, nampak bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi matematis merupakan aspek penting dalam pembelajaran matematika.

Pentingnya kemampuan penalaran juga diungkapkan oleh Wahyudin (2008), bahwa kemampuan untuk menggunakan nalar sangatlah penting untuk memahami matematika. Dengan mengembangkan ide-ide, mengeksplorasi fenomena, menjustifikasi hasil-hasil, dan memanfaatkan dugaan-dugaan


(22)

3

penalaran matematis diperlukan oleh siswa untuk mengemukakan pendapat maupun idenya secara runtut dan logis, siswa mampu menilai sesuatu secara kritis dan objektif, mampu memecahkan masalah dengan tepat serta mampu meminimalisir gejala-gejala pada dirinya yang dapat membuat kemampuan matematikanya rendah.

Selain kemampuan penalaran matematis siswa juga perlu dibekali dengan kemampuan komunikasi matematis, karena dengan komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan berfikir matematisnya baik secara lisan maupun secara tulisan yang terjadi dalam proses pembelajaran. Menurut Kusumah (2008) komunikasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Melalui komunikasi matematis, ide matematis dapat dieksploitasi dalam berbagai perspektif, cara berfikir siswa dipertajam, pertumbuhan pemahaman dapat diukur, pemikiran siswa dapat dikonsolidasikan dan diorganisir, pengetahuan matematika siswa dapat dikonstruksi, penalaran siswa dapat ditingkatkan.

Pentingnya kemampuan komunikasi matematis dapat juga dilihat dari standar kemampuan komunikasi yang ditetapkan oleh NCTM pada tahun 2000, menetapkan bahwa standar kemampuan komunikasi matematis ditingkat sekolah dasar dan menengah adalah siswa harus mampu: (1) mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan pemikiran matematis mereka melalui komunikasi; (2) mengkomunikasikan (menyampaikan) pemikiran matematis mereka secara jelas dan terarah kepada teman, guru dan orang lain; (3) menganalisis dan mengevaluasi matematis dan strategi yang dibuat orang lain; dan (4) menggunakan bahasa matematika untuk mengungkapkan ide matematika dengan tepat.

Menyadari keadaan tersebut maka menggali dan mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa haruslah menjadi komitmen guru matematika sebagai bagian dari tugas utamanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Siswa mestinya mendapat kesempatan yang banyak untuk menggunakan kemampuan bernalarnya, berlatih, merumuskan konsep, berkecimpung dalam memecahkan masalah yang kompleks yang


(23)

4

menuntut usaha-usaha yang sangat besar dari siswa dan kemudian siswa didorong untuk merefleksi pemikirannya dalam menarik suatu kesimpulan yang akurat.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi siswa masih jauh dari yang diharapkan. Dari segi kemampuan penalaran matematis, hasil studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2003 dalam bidang matematika dan IPA untuk kelas dua SMP (eighth grade), memperlihatkan bahwa soal matematika tidak rutin yang memerlukan kemampuan penalaran matematis pada umumnya tidak berhasil dijawab benar oleh siswa Indonesia yang menjadi sampel dalam studi TIMSS tersebut. Salah satu soal yang dikembangkan dalam studi TIMSS tahun 2003 adalah sebagai berikut.

Oranges are packed in boxes. The average diameter of the oranges is 6 cm, and the boxes are 60 cm long, 36 cm wide, and 24 cm deep. Which of these is the BEST approximation of the number of oranges that can be packed in a box?

A. 30 C. 360

B. 240 D. 1,920

Soal ini menuntut siswa menerapkan pengetahuannya tentang kemampuan penalaran matematis. Persentase internasional yang menjawab benar soal penalaran ini adalah sebesar 44%, dan persentase siswa Indonesia yang menjawab benar hanya mencapai 31%. Hal ini sangat memprihatinkan kalau dibandingkan siswa-siswa dari negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, Singapura, dan Korea persentase siswa yang menjawab benar berada diatas 50%. Pada TIMSS 2007, Untuk jenis soal yang sama hanya sekitar 17% siswa Indonesia yang menjadi sampel mampu menjawab, sedangkan siswa Singapura sekitar 59%.


(24)

5

memprihatinkan kalau dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Singapura (peringkat ke-2), China (peringkat ke-3), Korea (peringkat ke-4) dan Jepang (peringkat ke-9), masing-masing dengan skor rata-rata kemampuan matematisnya diatas 500. Selain itu, PISA tahun 2009 juga menunjukkan rendahnya kemampuan matematis siswa Indonesia jika dibandingkan negara-negara lain didunia.

Rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa juga terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya seperti studi yang dilakukan oleh Priatna (2003) mengenai penalaran matematis, diperoleh temuan bahwa kualitas kemampuan penalaran (analogi dan generalisasi) rendah dengan skornya hanya 49% dari skor ideal 100. Hasil yang sama juga ditemukan pada studi Muin (2005) yang menemukan bahwa kualitas kemampuan siswa dalam penalaran (analogi dan generalisasi) belum mempunyai hasil yang memuaskan. Dari beberapa studi yang dilakukan oleh peneliti di atas, memberikan gambaran bahwa kemampuan penalaran khususnya pada indikator analogi dan generalisasi perlu ditingkatkan. Hal tersebut membuat penulis ingin mengkaji lebih jauh tentang kedua indikator tersebut. Tidak hanya itu peneliti juga ingin mengkaji tentang kemampuan penalaran dengan indikator yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu kemampuan siswa dalam melakukan perhitungan.

Hal yang sama juga terjadi pada kemampuan komunikasi matematis siswa, rendahnya kemampuan komunikasi matematis dapat terlihat dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Rohaeti (2003), Wihatma (2004) dan Orton (Ramdani, 2012) yang menyatakan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa berada pada kualifikasi kurang. Hal ini disebabkan siswa memiliki kelemahan dalam mengkomunikasikan ide-ide matematis secara tertulis. Selain itu hasil temuan Firdaus (2005) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran tipe Team-Assisted Individualization (TAI) berbasis masalah masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari perolehan skor kemampuan komunikasi matematis siswa 60% dari skor ideal.


(25)

6

Hasil laporan PISA, TIMSS dan beberapa penelitian sebelumnya tersebut menunjukkan bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa masih tergolong rendah. Meskipun hal tersebut bukan merupakan alat ukur mutlak bagi keberhasilan pembelajaran Indonesia, tetapi hal ini dapat dijadikan sebagai evaluasi untuk memotivasi semua pihak dalam dunia pendidikan sehingga prestasi belajar matematis siswa di Indonesia dapat ditingkatkan.

Rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa ternyata menimbulkan dampak pada sikap yang harus dimiliki siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yaitu kemandirian belajar siswa. Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Pape, Bell dan Yetkin (2003) pada siswa kelas VII (seventh grade) menemukan bahwa siswa yang memiliki kemandirian belajar mempunyai pengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi dan penalarannya. Siswa yang mempunyai kemandirian dalam kualifikasi rendah mengakibatkan rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Hasil studi di atas didukung juga oleh studi yang dilakukan oleh Borkowski dan Thorpe (Izzati, 2012) menyatakan bahwa siswa yang memiliki kemandirian belajar yang rendah dalam proses belajar menjadi penyebab utama dari rendahnya prestasi belajar. Berbeda halnya dengan siswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi, mereka cenderung belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara effektif, menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya, mengatur belajar dan waktu secara efisien Hargis (Sumarmo, 2004). Selain itu menurut Zimmerman (Izzati, 2012) siswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi dapat menerapkan serangkaian strategi-strategi berkenaan dengan kemauan, dengan tujuan untuk menghindari ganguan internal dan eksternal, untuk menjaga kosentrasi, usaha, dan motivasi mereka ketika melakukan tugas akademik.


(26)

7

Kemandirian belajar berkaitan dengan bagaimana siswa menjadi dirinya sendiri dalam kegiatan belajarnya. Menurut Darr dan Fisher (2004), seorang siswa mandiri adalah seseorang yang secara aktif terlibat dalam memaksimalkan kesempatan dan kemampuannya untuk belajar, mengontrol aktivitas kognitif, mengembangkan keterampilan pengaturan terhadap sikap, lingkungan dan perilaku untuk meningkatkan hasil belajar yang positif. Selanjutnya, Zimmerman (Woolfolk, 2007) mendefenisikan kemandirian sebagai suatu proses mengaitkan dan mempertahankan pikirannya secara terus menerus, tindakan dan emosi untuk mencapai tujuan tertentu. Jika tujuan yang akan dicapai berkaitan dengan belajar matematika, maka dinamakan sebagai kemandirian belajar matematika (mathematics self-regulated learning).

Menyadari pentingnya kemampuan penalaran dan komunikasi serta kemandirian belajar matematis siswa tersebut. Salah satu cara dalam menggali dan mengembangkan kemampuan matematis dan sikap siswa tersebut yaitu dengan menciptakan suasana belajar yang mendorong siswa mengkonstruksi kemampuan matematis serta sikapnya. Namun kenyataan di lapangan, menunjukkan kondisi yang berbeda. Pembelajaran matematika cenderung abstrak dan diberikan secara klasikal melalui metode ceramah tanpa banyak melihat kemungkinan penerapan metode lain yang sesuai dengan jenis materi, bahan dan alat yang tersedia. Sebagaimana dijelaskan oleh Mullis (Suryadi, 2012) bahwa secara umum, pembelajaran matematika masih terdiri atas rangkaian kegiatan berikut: awal pembelajaran dimulai dengan sajian masalah oleh guru, selanjutnya dilakukan demonstrasi penyelesaian masalah tersebut, dan terakhir guru meminta siswa untuk melakukan latihan penyelesaian soal. Rangkaian kegiatan tersebut menyebabkan siswa hanya menghafal rumus dan langkah-langkah pengerjaan soal tanpa melibatkan daya nalar yang optimal. Jika siswa diberikan permasalahan diluar konteks yang diajarkan, siswa merasa bingung karna tidak bisa mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka peroleh kedalam situasi lain atau konteks yang berbeda, sehingga siswa tidak terbiasa dalam mengerjakan soal-soal atau permasalahan yang tidak rutin.


(27)

8

Keadaan diatas juga terjadi di Sumatera Barat khususnya di kabupaten Agam. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu guru SLTP di kabupaten Agam, rendahnya hasil belajar matematika terlihat dari banyaknya siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yakni 65 pada Mid Semester ganjil matematika siswa kelas VII tahun ajaran 2012/2013. Persentase ketuntasan nilai mid semester ganjil masih banyak berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu kurang dari 50%. Sedikitnya siswa yang mencapai ketuntasan pada mid semester ini disebabkan karena pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan guru masih belum bisa menfasilitasi siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Pembelajaran cenderung abstrak dan diberikan secara klasikal melalui metode ceramah tanpa banyak melihat kemungkinan penerapan metode lain yang sesuai dengan jenis materi, bahan dan alat yang tersedia.

Hal ini sejalan dengan pendapat Turmudi (2009) yang menyatakan bahwa pembelajaran selama ini, guru bertindak sebagai penggerak utama proses belajar mengajar, sehingga orientasinya adalah bagaimana guru mengajar, bagaimana guru menyampaikan bahan matematika, bagaimana guru menuliskan uraian, bagaimana guru menilai, dan aktivitas-aktivitas guru lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Inilah yang dikenal sebagai Teacher-Centered Approach. Artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja. Kegiatan belajar mengajar hanya berlangsung satu arah. Siswa jarang diberi kesempatan untuk mengemukakan idenya atau menyampaikan gagasannya.

Meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis serta mengembangkan kemandirian belajar siswa diperlukan keterampilan guru dalam menerapkan pembelajaran yang mampu mengkonstruksi mengembangkan sifat kemandirian belajar siswa. Salah satu pembelajaran dalam matematika yang


(28)

9

Mengenai peran penting dari pembelajaran eksplorasi, NCTM (1989) telah menyarankan bahwa pembelajaran matematika seharusnya mencakup pengertian bahwa esensi utama dari belajar matematika adalah matematika itu sendiri sebagai sebuah latihan dalam mengeksplorasi, membuat terkaan, menguji dan menilai semua aspek pemecahan masalah. Pembelajaran eksploratif merupakan suatu pembelajaran yang bertujuan untuk menggali ide-ide, argument-argumen dan cara-cara yang berbeda dari siswa melalui sejumlah pertanyaan-pertanyaan terbuka dan perintah-perintah sehingga dapat mengantarkan siswa kepada pemahaman suatu konsep serta penyelesain masalah-masalah. Dalam pendekatan ini siswa menjadi penjelajah aktif (active eksplorer) dan guru hanya berperan sebagai pembimbing dan fasilitator eksplorasi tersebut.

Tujuan dari kegiatan eksplorasi matematika adalah agar siswa terlibat secara luas dalam pemecahan masalah. Peran guru dalam kegiatan eksplorasi adalah sebagai fasilitator dan guide selama proses kegiatan berlangsung, guru menfasilitasi kemungkinan terungkapnya kemampuan siswa dalam mengemukakan ide-ide, argumen-argumen, dan cara-cara yang berbeda dalam menemukan konsep atau memecahkan masalah melalui masalah eksploratif.

Kegiatan pembelajaran eksploratif pada pembelajaran matematika diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Dengan kegiatan yang melibatkan siswa dalam penalaran dan komunikasi matematis terdapat beberapa aspek yaitu: (1) inisiatif belajar, (2) Mendiagnosis kebutuhan belajar sendiri, (3) Menetapkan target atau tujuan belajar, (4) Memilih dan menggunakan sumber, (5) Memilih strategi belajar, (6) Mengevaluasi proses dan hasil belajar, (7) Bekerja sama, (8) Membangun makna, (9) Mengontrol diri yang merupakan indikator-indikator dari kemandirian belajar siswa.

Berdasarkan latar belakang di atas maka diusulkan untuk melakukan

penelitian dengan judul “Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah


(29)

10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

3. Apakah kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

4. Bagaimanakah gambaran aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran eksploratif?

C. Tujuan Penelitian

1. Menelaah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Menelaah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Menelaah kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

4. Mengetahui gambaran aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran eksploratif.


(30)

11

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi guru, siswa dan peneliti.

1. Bagi guru, dapat menjadi model pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis, kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar siswa

2. Bagi siswa, dapat melatih untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran serta melatih dalam menemukan konsep matematika dengan cara bereksplorasi, sehingga kompetensi matematinya menjadi lebih baik.

3. Bagi para peneliti, dapat menjadi sarana bagi pengembangan diri peneliti dan dapat dijadikan sebagai acuan/referensi untuk peneliti lain (penelitian yang relevan) dan pada penelitian yang sejenis.

E. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Pembelajaran eksploratif merupakan rangkaian kegiatan siswa menjelajahi atau menyelidiki permasalahan matematika untuk mendapatkan pemecahan masalah sebagai esensi pembelajaran matematika mencapai tujuannya, dengan tahapan pembelajaran; pengajuan masalah, pengenalan masalah, pemecahan masalah eksplorasi melalui kegiatan kelompok, siswa diberikan kesempatan untuk mengumpulkan data dan informasi serta membuat dan menguji dugaan atas permasalahan tersebut, siswa mempresentasikan dan menyimpulkan hasil laporan diskusi kelompok.

2. Kemampuan penalaran matematis merupakan kemampuan menemukan fakta

–fakta khusus dan menemukan pola atau aturan yang melandasinya (generalisasi), menemukan keserupaan dari dua hal yang berbeda dan menarik kesimpulan atas dasar keserupaan itu (analogi), dan melakukan perhitungan.


(31)

12

3. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menyatakan gambar atau diagram ke dalam ide-ide matematika (representasi), mengekspresikan, mendemonstrasikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, tabel, grafik atau model matematika lain.

4. Kemandirian belajar matematika adalah sikap siswa terhadap dirinya dalam belajar yang meliputi :(1) inisiatif belajar, (2) mendiagnosis kebutuhan belajar sendiri, (3) menetapkan target atau tujuan belajar, (4) memilih dan menggunakan sumber, (5) memilih strategi belajar (6) mengevaluasi proses dan hasil belajar, (7) bekerja sama, (8) membangun makna dan mengontrol diri.


(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, serta mengetahui kemandirian belajar matematis siswa melalui pembelajaran eksploratif. Tujuan diberikannya pengukuran sebelum perlakuan (pretes) adalah untuk melihat kesetaraan kemampuan awal kedua kelompok, sedangkan pemberian postes dilakukan setelah proses belajar mengajar berlangsung, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan akhir kedua kelompok, serta gain ternormalisasi untuk melihat peningkatan dari masing-masing kelompok pada kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa setelah mendapatkan perlakuan.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment. Pada quasi eksperiment, subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 1994). Penggunaan desain ini dilakukan dengan pertimbangan untuk mengefektifkan waktu penelitian supaya tidak membentuk kelas baru yang akan menyebabkan perubahan jadwal yang telah ada. Desain rencana penelitian untuk eksperimen ini adalah desain yang menggunakan pretes dan posttes dengan kelompok-kelompok yang tidak diacak (desain kelompok kontrol non ekivalen), yang diilustrasikan sebagai berikut:

Kelas Eksperimen : O X O

...

Kelas Kontrol : O O

Sumber : (Sugiyono, 2012) Keterangan :

O : Pretes dan posttes kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi matematis (Skala kemandirian belajar siswa diberikan di akhir pembelajaran)


(33)

32

... : Subjek tidak dikelompokkan secara acak.

Dalam penelitian ini, instrumen tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis yang digunakan di awal (pretes) dan akhir (posttes) sama karena melihat ada tidaknya peningkatan akibat perlakuan akan lebih baik jika diukur dengan alat yang sama.

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VII pada salah satu sekolah menengah pertama di Kabupaten Agam semester genap tahun ajaran 2012/2013 dengan materi Bangun Datar Segiempat. Peneliti memilih populasi siswa kelas VII dari salah satu sekolah menengah pertama di Kabupaten Sungai Pua tersebut, karena siswa tersebut merupakan kelompok siswa yang dirasa siap untuk menerima perlakuan penelitian ini baik secara waktu dan materi yang tersedia. Dari populasi tersebut dipilih dua kelas secara acak sebagai sampel penelitian yaitu kelas VII-1 dan VII-2. Dari dua kelas tersebut kemudian dipilih lagi secara acak kelas yang menjadi kelompok eksperimen, dan kelas yang menjadi kelompok kontrol. Terpilih siswa kelas VII-1 sebagai kelompok eksperimen dan kelas VII-2 sebagai kelompok kontrol masing-masing berjumlah 23 dan 25 siswa.

C. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data yang diperlukan, penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen yaitu instrumen tes dan instrumen non-tes. Instrumen dalam bentuk tes terdiri dari pretes dan postes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Instrumen dalam bentuk non-tes terdiri dari skala kemandirian belajar matematis siswa, lembar observasi yang memuat item-item aktivitas guru dalam pembelajaran. Berikut ini merupakan uraian dari masing-masing instrumen yang digunakan.


(34)

33

tertulis dalam bentuk uraian. Tes disusun berdasarkan pokok bahasan yang dipelajari siswa kelas VII SMP dengan tahap-tahap sebagai berikut: Pertama, menyusun kisi-kisi soal yang mencakup aspek penalaran yang diukur, indikator, nomor soal, serta skor penilaian. Kedua, menyusun soal beserta alternatif jawaban dari masing-masing butir soal. Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan penalaran matematis dari holistic scoring rubrics Cai, Lane dan Jakabscin, (Ansari 2003). Kriteria skor untuk tes ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Kriteria Penilaian Kemampuan Penalaran Matematis

Skor Kriteria

4 Semua aspek pertanyaan tentang penalaran matematis dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap.

3 Hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar.

2 Hanya sebagian aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar

1 Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang penalaran atau menarik kesimpulan salah

0 Tidak ada jawaban

Dalam penyusunan soal tes kemampuan komunikasi matematis, diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun alternatif jawaban untuk masing-masing butir soal. Pedoman penskoran tes kemampuan komunikasi matematis diadaptasi dari holistic scoring rubrics Cai, Lane dan Jakabcsin, (Ansari 2003)

Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis

Skor Kriteria

4 Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang komunikasi matematis dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap.

3 Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang komunikasi dan dijawab dengan benar.

2 Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang komunikasi dan dijawab dengan benar

1 Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang komunikasi atau menarik kesimpulan salah


(35)

34

0 Tidak ada jawaban

Sebelum soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis diuji coba secara empiris, pada soal tes dilakukan pengujian validitas logis atau teoritik yakni validitas isi dan muka yang bertujuan untuk menentukan kesesuain antara soal dan materi.

a. Analisis Validitas Tes

Suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003). Oleh karena itu, keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan fungsinya. Dengan demikian suatu alat evaluasi disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi itu (Suherman, 2003). Dalam penelitian ini, untuk memperoleh suatu instrumen yang dapat mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dengan baik dilakukan dengan menggunakan validitas logis dan validitas empirik.

1) Validitas Logis

Validitas logis atau validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan teori dan ketentuan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis berkenaan dengan validitas muka dan validitas isi.

Validitas muka dilakukan dengan melihat dari sisi muka atau tampilan dari instrumen itu sendiri (Suherman, 2003). Validitas muka dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat apakah kalimat atau kata-kata dari instrumen tes yang digunakan sudah tepat dan layak digunakan sehingga tidak menimbulkan tafsiran lain termasuk juga kejelasan gambar dan soal. Sedangkan validitas isi berkenaan dengan keshahihan instrumen tes dengan materi yang akan ditanyakan, baik tiap


(36)

35

Validitas muka dan isi dalam penelitian ini dilakukan dengan meminta pertimbangan ahli (judgment) yang berkompeten dengan kemampuan dan materi yang dipelajari, dalam hal ini yang bertindak sebagai ahli adalah tiga orang dosen (dua orang dosen pemimbing dan satu dosen ahli geometri), 1 orang mahasiswa S3 dan satu guru matematika SMP.

Setelah instrumen tes dianalisis validitas logisnya, instrumen tes kemudian dilakukan uji coba. Soal tes penalaran dan komunikasi diujicobakan kepada siswa kelas VIII-1 SMPN 3 Sungai Pua di Kabupaten Agam yang merupakan anggota populasi penelitian ini. Pelaksanaan uji coba dilakukan dua tahap, hal ini dikarenakan soal yang diujicobakan berjumlah 16 butir soal dengan total alokasi waktu pelaksanaan 150 menit, sedangkan waktu yang tersedia untuk satu kali pertemuan hanya 90 menit. Uji coba tahap 1 dilaksanakan pada tanggal 5 maret 2013 dengan jumlah butir soal sebanyak 8 soal (4 butir soal penalaran dan 4 butir soal komunikasi) dan alokasi waktu 75 menit. Uji coba tahap 2 dilaksanakan pada tanggal 12 maret 2013 dengan jumlah butir soal sebanyak 8 soal (5 butir soal penalaran dan 3 butir soal komunikasi) dan alokasi waktu yang sama dengan alokasi waktu pada uji coba tahap 1 yaitu 75 menit.

2) Validitas Empiris

Validitas empiris adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu. Kriteria ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi product moment dengan menggunakan angka kasar (Arikunto, 2003) yaitu:

r xy ∑ ∑ ∑ √ ∑ ∑ ∑ ∑ Keterangan :

rxy = Koefisian korelasi antara variabel X dan variabel Y X = Skor siswa suatu butir tes

Y = Jumlah skor total suatu butir tes N = Jumlah subyek


(37)

36

Dengan mengambil taraf signifikan 0,05 dan taraf kebebasan (dk) = n – 2 , sehingga didapat kemungkinan interpretasi:

(i) Jika thit ≤ ttabel , maka soal tidak valid (ii) Jika thit > ttabel , maka soal valid

Dengan ketentuan klasifikasi koefisien korelasi validitas sebagai berikut: Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Korelasi Validitas

Koefisien Validitas Interpretasi

0,80 < rxy ≤ 1,00 Sangat tinggi 0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi 0,40 < rxy ≤ 0,60 Sedang 0,20 < rxy ≤ 0,40 Rendah 0,00 < rxy≤ 0,20 Sangat Rendah

rxy ≤ 0,00 Tidak Valid Sumber : Guilford (Suherman, 2003)

Pengujian Validitas tes dilakukan dengan menggunakan bantuan software Anates V.4 for Windows untuk soal uraian, Hasil perhitungan validitas dari soal yang telah di uji cobakan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.4 Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Butir

Soal rxy thitung Kriteria Interpretasi

5(a) 0,76 4,96 Tinggi Valid

5(b) 0,725 4,46 Tinggi Valid

5(c) 0,691 4,05 Tinggi Valid

6(a) 0,770 5,12 Tinggi Valid

6(b) 0,617 3,33 Tinggi Valid

6(c) 0,429 2,01 Sedang Tidak Valid

7 0,646 3,59 Tinggi Valid

8 0,695 4,10 Tinggi Valid

9 0,663 3,75 Tinggi Valid

Catatan: ttabel ( dengan N=20 Dari 9 soal kemampuan penalaran matematis yang diujicobakan, diperoleh 8


(38)

37

Tabel 3.5 Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Butir

Soal rxy thitung Kriteria Interpretasi

1(a) 0,863 7,25 Sangat Tinggi Valid

1(b) 0,818 6,03 Sangat Tinggi Valid

2(a) 0,784 5,36 Tinggi Valid

2(b) 0,821 6,10 Sangat Tinggi Valid

3(a) 0,785 5,38 Tinggi Valid

3(b) 0,774 5,19 Tinggi Valid

4 0,772 5,15 Sedang Valid

Catatan: ttabel ( dengan N=20

Dari tujuh soal kemampuan komunikasi matematis yang diujicobakan, seluruh soal memiliki kriteria validitas sangat tinggi, yang berarti semua soal sudah memiliki validitas yang baik. Selain itu masing-masing thitung soal kemampuan komunikasi matematis lebih besar dari ttabel yaitu 2,101, yang berarti seluruh soal kemampuan komunikasi matematis yang diujicobakan signifikan.

b. Analisis Reabilitas Tes

Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama (Arikunto, 2003). Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama. Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes ini adalah rumus Cronbach’s Alpha (Arikunto, 2003).

[ ] ∑ Keterangan:

r11 = Reliabilitas instrumen

∑σi2 = Jumlah varians skor suatu butir tes σt2 = Varians total


(39)

38

Dengan ketentuan klasifikasi koefisien reliabilitas sebagai berikut: Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Besarnya nilai r11 Interpretasi 0,80 < r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi 0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi 0,40 < r11 ≤ 0,60 Cukup 0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

r11 ≤ 0,20 Sangat rendah

Sumber : Guilford (Suherman, 2003)

Pengujian reliabilitas tes dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software Anates V.4 for Windows untuk soal uraian. Hasil reliabilitas soal kemampuan penalaran dan komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3.7 berikut:

Tabel 3.7 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Kemampuan r11 Klasifikasi

Penalaran

Matematis 0,83 Sangat Tinggi Komunikasi

Matematis 0,78 Tinggi

Hasil analisis reliabilitas pada Tabel 3.7 soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi yang diujicobakan menunjukkan bahwa kedua soal kemampuan tersebut telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan dalam penelitian yaitu reliabel dengan klasifikasi sedang untuk soal kemampuan penalaran matematis dan tinggi untuk soal kemampuan komunikasi matematis.

c. Analisis Daya Pembeda


(40)

39

(Sundayana, 2010) Keterangan:

DP = Daya pembeda

SA = Jumlah skor kelompok atas suatu butir tes SB = Jumlah skor kelompok bawah suatu butir tes JA = Jumlah skor ideal suatu butir tes

Ketentuan klasifikasi interpretasi daya pembeda soal sebagai berikut: Tabel 3.8 Klasifikasi Daya Pembeda Tes

Kriteria Daya Pembeda

Interpretasi

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup 0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

DP ≤ 0,00 Sangat Jelek Sumber: (Suherman, 2003)

Perhitungan daya pembeda instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software Anates V.4 for Windows untuk soal uraian. Untuk hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B. Berikut disajikan hasil ringkasan daya pembeda tes pada Tabel 3.9 berikut.

Tabel 3.9 Daya Pembeda Butir Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Butir

Soal DP Interpretasi

5(a) 0,50 Baik

5(b) 0,60 Baik

5(c) 0,55 Baik

6(a) 0,70 Baik

6(b) 0,45 Baik

6(c) 0,20 Jelek

7 0,45 Baik

8 0,45 Baik


(41)

40

Hasil analisis daya pembeda tes kemampuan penalaran matematis di atas menunjukkan bahwa, semua butir soal menunjukkan interpretasi baik dan cukup kecuali butir soal 6(c). Sehingga dapat disimpulkan, butir soal no 6(c) sebaiknya diganti, dibuang atau diperbaiki.

Tabel 3.10 Daya Pembeda Butir Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Butir

Soal DP Interpretasi

1(a) 0,65 Baik

1(b) 0,55 Baik

2(a) 0,50 Baik

2(b) 0,70 Baik

3(a) 0,50 Baik

3(b) 0,55 Baik

4 0,50 Baik

Hasil analisis daya pembeda tes kemampuan penalaran matematis di atas memperlihatkan bahwa, seluruh butir soal yang diujicobakan menunjukkan interpretasi daya beda baik. Sehingga dapat disimpulkan seluruh butir soal tersebut mampu membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.

d. Analisis Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal tes (Arikunto, 2003). Tingkat kesukaran untuk soal uraian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(Sumdayana, 2010) Keterangan:


(42)

41

Ketentuan klasifikasi tingkat kesukaran soal sebagai berikut: Tabel 3.11 Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Kriteria Tingkat Kesukaran

Interpretasi

TK = 0,00 Soal Sangat Sukar 0,00  TK  0,30 Soal Sukar 0,30 TK ≤ 0,70 Soal Sedang 0,70 TK ≤ 1,00 Soal Mudah TK = 1,00 Soal Sangat

Mudah Sumber: (Suherman, 2003)

Perhitungan tingkat kesukaran instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software Anates V.4 for Windows untuk soal uraian. Untuk hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B. Berikut disajikan hasil ringkasan tingkat kesukaran tes pada Tabel 3.12 berikut.

Tabel 3.12 Tingkat Kesukaran Butir Tes Kemampuan Penalaran Matematis

No

Soal TK Interpretasi

5(a) 0,70 Sedang 5(b) 0,55 Sedang 5(c) 0.,37 Sedang 6(a) 0,45 Sedang 6(b) 0,22 Sukar 6(c) 0,10 Sukar

7 0,47 Sedang

8 0,67 Sedang

9 0,27 Sukar

Berdasarkan hasil analisis tingkat kesukaran tes kemampuan penalaran matematis menunjukkan bahwa terdapat 6 butir soal yang memiliki interpretasi sedang sedangkan butir soal yang lainnya berada pada interpretasi sukar. Berikut


(43)

42

disajikan analisis tingkat kesukaran butir tes kemampuan komunikasi matematis pada Tabel 3.13

Tabel 3.13 Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

No Soal TK Interpretasi

1(a) 0,58 Sedang 1(b) 0,46 Sedang 2(a) 0,55 Sedang 2(b) 0,55 Sedang 3(a) 0,45 Sedang 3(b) 0,42 Sedang

4 0,40 Sedang

Untuk analisis tingkat kesukaran butir tes kemampuan komunikasi matematis, semua butir soal menunjukkan tingkat kesukaran sedang.

e. Analisis dan Kesimpulan Hasil Uji Coba Instrumen

Setelah melakukan uji validitas, uji reabilitas dan terakhir menganalisis daya beda dan tingkat kesukaran butir soal. Untuk mendapatkan soal yang mampu mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa maka tahap berikutnya dilakukan analisis dan penarikan kesimpulan terhadap hasil uji coba instrumen tes. Analisis dan kesimpulan terhadap hasil uji coba instrumen tes bertujuan untuk menenukan soal mana yang di pakai, dibuang, atau di perbaiki. Berikut akan disajikan tabel analisis dan penarikan kesimpulan terhadap hasil uji coba instrumen tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa

Tabel 3.14.Rekapitulasi dan Kesimpulan Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

No Soal

Koefisien


(44)

43

6(c) 0,429 Tidak Signifikan Jelek Sukar Dibuang 7 0,646 Signifikan Baik Sedang Dipakai 8 0,695 Signifikan Baik Sedang Dipakai 9 0,663 Signifikan Cukup Sukar Diperbaiki Berdasarkan Tabel 3.14 dapat disimpulan seluruh butir soal bisa digunakan kecuali butir soal no 6 (c) harus dibuang, sedangkan butir soal no 9 diperbaiki. Tetapi dari semua soal tes kemampuan penalaran yang di ujicobakan, hanya butir soal no 6 yang tidak digunakan. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu pelaksanaan pretes dan posttes yang tersedia.

Tabel 3.15.Rekapitulasi dan Kesimpulan Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

No Soal

Koefisien

(rxy) Kriteria DP TK Kesimpulan

1(a) 0.863 Sangat Signifikan Baik Sedang Dipakai 1(b) 0,818 Sangat Signifikan Baik Sedang Dipakai 2(a) 0,784 Sangat Signifikan Baik Sedang Dipakai 2(b) 0,821 Sangat Signifikan Baik Sedang Dipakai 3(a) 0,785 Sangat Signifikan Baik Sedang Dipakai 3(b) 0,772 Sangat Signifikan Baik Sedang Dipakai 4 0,772 Sangat Signifikan Baik Sedang Dipakai

Berdasarkan Tabel 3.15 dapat disimpulan seluruh soal bisa di gunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi siswa. Tetapi dari semua soal tes kemampuan komunikasi yang di ujicobakan, hanya beberapa soal yang digunakan dalam pelaksanan pretes dan posttes kemampuan komunikasi. Soal yang digunakan untuk pretest dan posttes adalah soal no 1 (a), 1(b), 3(a) dan 3(b).

2. Skala Kemandirian matematis Siswa

Skala kemandirian belajar diberikan kepada siswa di kelas eksperimen dan disebarkan sesudah perlakuan untuk mengetahui kemandirian belajar matematis siswa selama pembelajaran. Skala kemandirian belajar yang digunakan untuk mengukur kemandirian belajar adalah skala sikap Likert. Jawaban dari pernyataan skala likert ada empat, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Skala kemandirian belajar ini terdiri dari butir-butir skala kemandirian yang telah disesuaikan dengan indikator kemandirian belajar


(45)

44

yang diadopsi dan modifikasi dari skala kemandirian belajar matematis Sumarmo (2012).

Sebelum instrumen ini digunakan, dilakukan uji validitas expert. Dalam hal ini yang bertindak sebagai ahli atau evaluator adalah tiga dosen (dua dosen pembimbing dan salah satu dosen mata kuliah Evaluasi Pengajaran Matematika), 1 orang mahasiswa S3, 1 orang mahasiswa Program Studi Bahasa Indonesia, 1 orang guru sekolah menengah pertama. Kemudian skala kemandirian belajar matematis ini diujicobakan pada beberapa orang siswa di luar sampel penelitian. Tujuan dari uji coba ini adalah untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa dan sekaligus memperoleh gambaran apakah pernyataan-pernyataan dari skala kemandirian belajar matematis siswa dapat dipahami oleh siswa. Uji coba terbatas dilakukan kepada 5 orang siswa. Setelah dilakukan uji coba keterbacaan skala kemandirian siswa diperoleh 5 dari 37 butir skala harus diperbaiki. Setelah dilakukan uji validitas dan uji coba maka diperoleh 32 butir skala yang memenuhi kriteria yang memadai dalam penelitian ini.

3. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan semua data tentang aktivitas guru selama proses pembelajaran dilaksanakan di kelas eksperimen untuk setiap kali pertemuan. Aktivitas guru yang akan diamati adalah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran eksploratif. Tujuannya adalah untuk dapat memberikan refleksi pada proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik daripada pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat.

4. Pengembangan Bahan Ajar


(46)

45

bahasan segiempat, dengan langkah-langkah pembelajaran eksploratif yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

D. Prosedur Penelitian

Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini:

Kelompok Eksperimen:

Pembelajaran matematika dengan eksploratif

Kelompok Kontrol: Pembelajaran matematika dengan

konvensional

Observasi, Angket Angket

Studi Pendahuluan: Identifikasi dan Perumusan Masalah,Studi Literatur

Penyusunan Instrumen

Uji Coba Instrumen

Analisis validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda, dan Tingkat Kesukaran

Tes Akhir (postes)

Analisis Data

Kesimpulan Tes Awal (pretes) Penetapan Subjek Penelitian

Pengolahan data: Kemampuan Penalaran, Komunikasi matematis, angket skala sikap, observasi


(47)

46

Gambar 3.1

Bagan Prosedur Penelitian

E. Teknik Analisis Data

Data yang akan dianalisis adalah data kuantatif berupa hasil tes kemampuan penalaran, komunikasi matematis siswa dan data skala kemandirian belajar siswa serta data kualitatif berupa hasil observasi.

1. Tes Kemampuan Penalaran Matematis dan Komunikasi Matematis Siswa

Sebelum data hasil penelitian diolah, terlebih dahulu dipersiapkan beberapa hal, antara lain:

a. Membuat tabel skor pretest dan posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Membandingkan skor pretest dan posttest untuk mencari peningkatan (gain) yang terjadi sesudah pembelajaran pada masing-masing kelompok yang dihitung dengan rumus gain ternormalisasi Hake (Meltzer, 2002) yaitu:

Gain ternomalisasi (g) =

Dengan kriteria indeks gain seperti pada tabel dibawah ini: Tabel 3.16 Skor Gain Ternormalisasi

Skor Gain Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g Sedang

g < 0,3 Rendah


(48)

47

Sebelum dilakukan uji tersebut sebelumnya dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas varians. Karena penelitian ini menggunakan skala kemandirian belajar matematis yang merupakan data ordinal, maka uji persyaratan analisis data skala kemandirian belajar matematis tidak perlu dilakukan. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (1993) menyatakan bahwa uji Mann-Whitney adalah uji nonparametrik yang cukup kuat sebagai pengganti uji-t dengan asumsi yang mendasarinya ialah, jenis skalanya paling tidak ordinal sedangkan normalnya distribusi dan homogenitas variansi tidak perlu di uji.

1) Uji Normalitas

Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pretes, postes dan gain kemampuan penalaran dan komunikasi matematis kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Adapun rumusan hipotesisnya adalah:

Ho: Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal Ha: Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal

Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov pada software SPSS 17 for Windows dengan taraf signifikan α =0,05. Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α maka Ho ditolak Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α maka Ho diterima

2) Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok homogen. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : (varians skor kelas eksperimen dan kontrol homogen) H1 : (varians skor kelas eksperimen dan kontrol tidak homogen)

Keterangan:

varians skor kelas eksperimen varians skor kelas kontrol

Uji homogenitas varians dilakukan dengan uji levene pada software SPSS 17 for Windows, Dengan kriteria uji sebagai berikut:


(49)

48

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α = 0,05), maka Ho ditolak Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α = 0,05), maka Ho diterima

3) Uji kesamaan Dua Rerata

Untuk mengetahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada kemampuan awal siswa kelompok eksperimen yang memperoleh pembelajaran eksploratif dan siswa kelompok kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional maka dilakukan pengujian kesamaan dua rerata.

Hipotesis yang diajukan adalah :

H0 : : Tidak terdapat perbedaan kemampuan awal (kemampuan penalaran dan komunikasi matematis) siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

H1 : : Terdapat perbedaan kemampuan awal (kemampuan penalaran dan komunikasi matematis) siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Jika data kelompok eksperimen dan kontrol berdistribusi normal dan homogen, maka uji kesamaan rerata dilakukan dengan menggunakan uji-t, sedangkan untuk data yang tidak memenuhi syarat normalitas, uji kesamaan dua rerata dilakukan dengan uji non-parametrik. Jika data yang tidak memenuhi syarat homogenitas varians, maka uji kesamaan dua rerata dilakukan dengan uji-t’ (dalam output SPSS yang diperhatikan adalah equal varians not assumed). Uji kesamaan dua rerata dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software SPSS 17 for Windows dengan taraf signifikan α = 0,05. Kriteria pengujian, jika Sig > 0,05 maka H0 diterima, dan jika Sig ≤ 0,05 maka H0 ditolak.


(50)

49

penelitian ini keduanya dibahas. Perhitungan statistik dalam menguji perbedaan dua rerata dilakukan dengan bantuan software SPSS 17 for Windows. Berikut ini adalah rumusan hipotesisnya:

HIPOTESIS 1:

“Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.”

HIPOTESIS 2 :

“Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.”

Jika data kelompok eksperimen dan kontrol berdistribusi normal dan homogen, maka uji perbedaan dua rerata dilakukan dengan menggunakan uji-t, sedangkan untuk data yang tidak memenuhi syarat normalitas, uji perbedaan dua rerata dilakukan dengan uji non-parametrik. Jika data yang tidak memenuhi syarat homogenitas varians, maka uji perbedaan dua rerata dilakukan dengan uji-t’ (dalam output SPSS yang diperhatikan adalah equal varians not assumed). Uji perbedaan dua rerata dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software SPSS 17 for Windows dengan taraf signifikan α = 0,05.

HIPOTESIS 3 :

“Kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional”

Dalam pengujian hipotesis 3, dilakukan dengan uji Mann Whitney karena Uji Mann Whitney merupakan uji non parametrik yang paling kuat sebagai pengganti uji-t dengan asumsi yang mendasarinya ialah, jenis skalanya ordinal. Uji Mann Whitney dilakukan dengan taraf signifikansi = 0,05, Kriteria pengujiannya yaitu terima H0 untuk –z1/2(1-α) < z < z1/2(1-α), sedangkan tolak H0 jika


(51)

50

sebaliknya. Uji perbedaan dua rerata dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software SPSS 17 for Windows dengan taraf signifikan α = 0,05.

2. Lembar Observasi

Data hasil observasi yang akan dianalisis adalah aktivitas guru selama proses pembelajaran eksploratif. Dari lembar observasi tersebut akan dihitung persentase aktivitas guru tersebut dalam setiap pertemuan. Persentase aktivitas guru dihitung dengan menggunakan rumus (Sudjana, 2008) berikut ini:

Keterangan: P = Aktivitas

F = Frekuensi aktivitas N = Jumlah pertemuan


(52)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, yaitu kemampuan penalaran awal siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional lebih baik daripada kemampuan penalaran matematis awal siswa yang mendapatkan pembelajaran eksploratif. Selain itu, karena materi matematika yang diajarkan kepada siswa pada penelitian ini adalah Bangun datar Segiempat, yaitu materi matematika yang sangat berkaitan dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan berkaitan pula dengan materi matematika lainnya. Jadi, untuk siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, guru menjelaskan materi dan memberikan permasalahan tentang materi kepada siswa dengan menghubungkan materi Bangun Datar Segiempat dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan dengan materi-materi matematika lainnya yang telah dipelajari. Kegiatan yang dilakukan guru pada siswa yang pembelajaran konvensional tersebut, sejalan dengan indikator dari kemampuan penalaran matematis siswa yang digunakan dalam penelitian ini.

Berdasarkan keadaan tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

1. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

3. Tidak terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional

4. Hasil observasi menunjukkan bahwa guru telah melaksanakan hampir keseluruhan rangkaian aktivitas tahapan pembelajaran eskploratif.


(53)

93

B. IMPLIKASI

Implikasi yang ditemukan dari simpulan di atas dan pembahasan di bab IV adalah sebagai berikut:

1. Secara umum: Penggunaan pembelajaran eksploratif dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

2. Penerapan Pembelajaran eksploratif direspon dengan baik oleh siswa sehingga pembelajaran ini dipandang berpotensi untuk mengubah cara pandang siswa bahwa belajar matematika bukan hanya sekedar belajar tentang rumus melainkan belajar memahami matematika dari masalah yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari.

3. Penerapan pembelajaran eksploratif yang dikelola dengan baik oleh guru dapat mengembangkan kemandirian belajar siswa.

C. REKOMENDASI

Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian, berikut ini disajikan beberapa rekomendasi yang bersesuaian, di antaranya:

1. Pembelajaran eksploratif hendaknya menjadi alternatif pembelajaran bagi guru SMP khususnya dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa, komunikasi matematis siswa dan mengembangkan kemandirian belajar siswa terhadap pembelajaran matematika.

2. Untuk menerapkan pembelajaran dengan pembelajaran eksploratif sebaiknya guru membuat sebuah skenario dan perencanaan yang matang, sehingga pembelajaran dapat terjadi secara sistematis sesuai dengan rencana, dan pemanfaatan waktu yang efektif dan tidak banyak waktu yang terbuang oleh hal-hal yang tidak relevan.


(54)

94

4. Penelitian ini hanya terbatas pada satu pokok bahasan, yaitu bangun datar segiempat, dan terbatas pada kemampuan penalaran dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar siswa terhadap matematika, oleh karena itu disarankan kepada peneliti lain dapat melanjutkan penelitian pada pokok bahasan dan kemampuan matematis yang lain.

5. Pembelajaran matematika dengan pembelajaran eksploratif sebaiknya diterapkan untuk kategori semua kategori baik siswa tinggi sedang dan rendah dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).

6. Penelitian ini belum mampu mengembangkan kemandirian belajar untuk semua indikator kemandirian belajar matematis siswa secara optimal, disarankan kepada peneliti lain untuk lebih mengembangkan indikator-indikator kemandirian belajar khusunya pada indikator-indikator inisiatif belajar dan mengontrol diri.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

American Dictionary Online [Online]. Tersedia: http://dictionary.reference.com/.

[17 Mei 2012].

Ansari, B. (2003). Menumbuhkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi pada SPs UPI Bandung. tidak diterbitkan

Anwar, V. N. (2012). Pengaruh Pembelajaran Eksploratif terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran, Kemampuan Komunikasi dan Karakter Matematis Siswa Sekolah Menegah Pertama. Tesis pada SPs UPI Bandung : tidak diterbitkan

Arikunto, S. (2003). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Baig, S., & Halai, A. (2006). “Learning Mathematical Rules with Reasoning”.

Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education. 2, (2), 15-39.

Barrody, A.J. (1993). Problem Solving Reasoning and Communicating. K-8 Helping Children Think Mathematically. New York; Machmillan Publishing. Company

Buchberger, B. (2006). Mathematical Theory Exploration. Research Institute for Symbolic Computation, Johrannes Kepler University, Australia : Linz Darr, C. dan Fisher, J. (2004). Self-Regulated Learning in the Mathematics Class

[Online]. Tersedia: http://www.nzcer.org.nz//pdfs/13903.pdf. [10 Oktober 2012]

Dasari, D. (2009) Meningkatkan Kemampuan Penalaran Statistis Mahasiswa melalui Pembelajaran Model Pace. Disertasi pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). (2003). Standar Penilaian Buku Pelajaran Matematika. Jakarta: Pusat Perbukuan.

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Pusat Perbukuan.


(1)

94

4. Penelitian ini hanya terbatas pada satu pokok bahasan, yaitu bangun datar segiempat, dan terbatas pada kemampuan penalaran dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar siswa terhadap matematika, oleh karena itu disarankan kepada peneliti lain dapat melanjutkan penelitian pada pokok bahasan dan kemampuan matematis yang lain.

5. Pembelajaran matematika dengan pembelajaran eksploratif sebaiknya diterapkan untuk kategori semua kategori baik siswa tinggi sedang dan rendah dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).

6. Penelitian ini belum mampu mengembangkan kemandirian belajar untuk semua indikator kemandirian belajar matematis siswa secara optimal, disarankan kepada peneliti lain untuk lebih mengembangkan indikator-indikator kemandirian belajar khusunya pada indikator-indikator inisiatif belajar dan mengontrol diri.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

American Dictionary Online [Online]. Tersedia: http://dictionary.reference.com/. [17 Mei 2012].

Ansari, B. (2003). Menumbuhkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi

Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi pada

SPs UPI Bandung. tidak diterbitkan

Anwar, V. N. (2012). Pengaruh Pembelajaran Eksploratif terhadap Peningkatan

Kemampuan Penalaran, Kemampuan Komunikasi dan Karakter Matematis Siswa Sekolah Menegah Pertama. Tesis pada SPs UPI Bandung : tidak

diterbitkan

Arikunto, S. (2003). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Baig, S., & Halai, A. (2006). “Learning Mathematical Rules with Reasoning”. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education. 2, (2),

15-39.

Barrody, A.J. (1993). Problem Solving Reasoning and Communicating. K-8

Helping Children Think Mathematically. New York; Machmillan

Publishing. Company

Buchberger, B. (2006). Mathematical Theory Exploration. Research Institute for Symbolic Computation, Johrannes Kepler University, Australia : Linz Darr, C. dan Fisher, J. (2004). Self-Regulated Learning in the Mathematics Class

[Online]. Tersedia: http://www.nzcer.org.nz//pdfs/13903.pdf. [10 Oktober 2012]

Dasari, D. (2009) Meningkatkan Kemampuan Penalaran Statistis Mahasiswa

melalui Pembelajaran Model Pace. Disertasi pada SPs UPI Bandung: tidak

diterbitkan

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). (2003). Standar Penilaian Buku

Pelajaran Matematika. Jakarta: Pusat Perbukuan.

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). (2006). Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Jakarta: Pusat Perbukuan.

Dwirahayu, G. (2006). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Analogi terhadap Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis pada PPs UPI


(3)

96

. (2012). Pengaruh Strategi Pembelajaran Eksploratif terhadap

Peningkatan Kemampuan Visualisasi, Pemahaman Konsep Geometri, dan Karakter Bangsa. Disertasi pada SPs UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Firdaus. (2005). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa

melalui pembelajaran dalam Kelompok Kecil Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan Pendekatan Berbasis Masalah. Tesis pada

PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Hake, R. R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores [Online]. Tersedia: http://www.physicsIndiana.edu/sdi/AnalyzingChangeGain.pdf. [13 Desember 2012].

Hutapea, N.M (2013). Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi

Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMA Melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan

Izzati, N (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan

Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Disertasi pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan

Keraf, G. (1981). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia

Kosko, K.W dan Wilkins, J.L.M. (2010). “Mathematical Communication and Its

Relation to the Frequency of Manipulative Use”. International Electronic

Journal of Mathematics Education. 5, (2), 79-90.

Kusumah, Y. (2008). Konsep pengembangan dan Implementasi Computer Based

Learning dalam Meningkatkan Kemampuan High Order Mathematical Thinking. Pidato pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang

Pendidikan Mathematika pada FPMIPA UPI. Bandung.

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in

Diagnostics Pretest Scores. American Journal of Physics [Online],Vol 70 (7), 1259-1268. Tersedia: http://www.physics.iastate.Edu/per/docs/AJP-Dec-2002-vol.70-1259-1268.pdf [11 Oktober 2012]

Muin, A (2005). Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan

Matematika Siswa SMA. Tesis pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (1989) Curriculum and

Evaluation Standard For School Mathematics [Online]. Tersedia:

http://www.nctm.org. [29 Oktober 2012]

, (2000), Principle and Standard of Mathematics Education


(4)

Pape, S.J, Bell, C.V and Yetkin, I.E. (2003). “Developing Mathematical Thinking and Self-Regulated Learning: A Teaching Experimen in A Seventh-Grade Mathematics Classroom”. Educational Studies in Mathematics. 53, (2),

179-202.

Programme for International Student Assessment (PISA). (2009). PISA 2009 Plus

Results Performance of 15-years-olds in reading, mathematics and science for 10 additional participants [Online]. Tersedia: http://nces.ed.gov/surveys/pisa. [5 Oktober 2012]

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran Induktif dan Deduktif serta Kaitannya

dengan Pemahaman Matematis Siswa Kelas 3 SLTP Negeri di Kota Bandung. Disertasi pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan

Qahar, A. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan

Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Reciprocal Teaching. Disertasi pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan. Rahmi, D.A. (2012). “Program Pengalaman Lapangan Kependidikan (PPLK)

SMP Negeri 3 Sungai Pua”. Laporan Observasi pada PPLK UNP, Padang.

Ramdani, Y. (2012). “Pengembangan Instrumen dan Bahan Ajar untuk

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi, Penalaran, dan Koneksi

Matematis dalam Konsep Integral”. Jurnal Penelitian Pendidikan, 13, (1),

44 - 51

Rohaeti, E. E. (2003). Pembelajaran dengan Metode IMPROVE untuk

meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SLTP. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Rohaeti, E. E. (2008). “ Critical and Creative Mathematical Thinking of Junior

High School Student”. Educationist. 4, (2), 99-106

Ruseffendi, E.T. (1993). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung. Direktorat jenderal pendidikan tinggi

(1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non

Eksakta Lainnya. Cetakan Pertama. Semarang : IKIP semarang Press

. (1998). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan da Bidang Non-Eksakta

Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.

Shadiq. (2004). “Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi”. Makalah pada PPPG, Yogyakarta.

Sudjana, N. (2008). Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


(5)

98

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantatif,

Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta

Suherman, E. dan Winataputra, U. (1993). Strategi Belajar Mengajar

Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Suherman, E. dkk. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI Sukirwan. (2008). Kegiatan Pembelajaran Eksploratif untuk Meningkatkan

Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa SD. Tesis pada SPs

UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa

SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi pada UPI Bandung: tidak

diterbitkan

. (2002). Pengukuran dan Evaluasi dalam Pendidikan. Makalah. Bandung : PPS UPI

. (2004). Kemandirian Belajar. Apa, Mengapa, dan Bagaimana

Dikembangkan. Pada Peserta Didik [Online]. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/wp-content . [5 Oktober 2012]

. (2005). Pengembangan Berfikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa

SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata 1 (S1) Melalui Berbagai Pembelajaran. Laporan Lemlit. UPI. Tidak diterbitkan

. (2010). “Evaluasi dalam Pembelajaran Matematika”, dalam Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia. Bandung: FPMIPA

. (2012). “Pendidikan Karekter serta Pengembangan Berfikir dan

Disposisi Matematik dalam Pembelajaran Matematika”. Makalah pada

Seminar Pendidikan Matematika. NTT

Sundayana, R. (2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut: STKIP Garut Press.

Suriasumantri, J.S. (1998). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Sinar Harapan

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta

Pendekatan Gabungan Lansung dan Tidak lansung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Bandung:


(6)

.(2012). Membangun Budaya Baru dalam Berfikir Matematika. Bandung: Rizqi Press

Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). (2003). TIMSS

2003 8th - Grade Mathematics Concepts and Mathematics Items [Online].

Tersedia: http://nces.ed.gov/timss. [5 Oktober 2012]

.(2007). Mathematics. Framework. [Online]. Tersedia: http://timss.bc.edu/timss2007i/pdf/t03_af_math.pdf [13 Maret 2013]

Tahar, I dan Enceng. (2006). “Hubungan antara Kemandirian Belajar dan Hasil

Belajar pada Pendidikan Jarak Jauh” Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak

Jauh, 7, (2), 91-101

Turmudi. (2009). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika

Berparadigma Eksploratif dan Investigasi. Jakarta Pusat: PT Leuser Cita

Pustaka

Turmudi. (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta Pusat: PT Leuser Cita Pustaka

Tilmam, K.J & Weiss, M (2000). Self-Regulated Learning as cross-Curriculer

Conpetence (PISA) [Online]. Tersedia: http://www.pisa.no/pdf/ turmoionste2004.pdf. [10 Oktober 2012]

Tandililing, E. (2011). Peningkatan Pemahaman dan Komunikasi Matematis serta

Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Strategi PQ4R dan Bacaan Refutation Text. Disertasi pada SPs UPI Bandung : tidak diterbitkan

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran (Pelengkap

untuk Meningkatkan Kompetensi Pendagogis Para Guru dan calon Guru Profesional). Jakarta: CV. Ipa Abong

Wihatma, U. (2004). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SLTP melalui Cooperatif Learning Tipe STAD. Tesis Magister pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.