PENERAPAN METODE ACTIVE LEARNING TERHADAP PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP.

(1)

PENERAPAN METODE ACTIVE LEARNING TERHADAP PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA SMP

(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII di SMP Negeri 9 Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika

Oleh

Fenny Nur Komala Sari 0802707

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Penerapan Metode

Active Learning

terhadap Pembelajaran Matematika untuk

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa SMP

Oleh

Fenny Nur Komala Sari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu dari syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Fenny Nur Komala Sari 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

FENNY NUR KOMALA SARI

PENERAPAN METODE ACTIVE LEARNING TERHADAP PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA SMP

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Elah Nurlaelah, M.Si. NIP. 196411231991032002

Pembimbing II

Tia Purniati, S.Pd., M.Pd. NIP.197703062006042001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D. NIP.196101121987031003


(4)

ABSTRAK

Fenny Nur Komala Sari (0802707). Penerapan Metode Active Learning terhadap Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa SMP kelas VII di Indonesia padahal kemampuan ini merupakan salah satu kemampuan yang penting untuk dikuasai oleh setiap siswa SMP. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis pada pembelajaran matematika siswa yang menggunakan metode active learning lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional, serta untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan metode active learning. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non ekuivalen pada pokok bahasan Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel yang dilakukan terhadap siswa kelas VII di SMP Negeri 9 Bandung. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Pembelajaran dengan metode active learning diterapkan pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional diterapkan pada kelas kontrol. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen soal pretes dan postes kemampuan komunikasi matematis, angket sikap siswa, dan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran metode active learning lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Kemudian hasil pengolahan instrumen non tes menunjukkan bahwa siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan metode active learning.

Kata Kunci : metode active learning, komunikasi matematis, pembelajaran matematika.


(5)

ABSTRACT

Fenny Nur Komala Sari (0802707). Application of Active Learning Method on Mathematics Learning to Enhance Junior High School Students Mathematical Communication Skills.

This research was motivated by the low mathematical communication ability of junior high school students in Indonesia while this ability is one of the important skills to be mastered by every student. The puposes of this research were to determine wether the increase in mathematical communication skills of the students using active learning methods in learning math better than students using the conventional learning, and to investigate the students’ attitudes towards learning mathematics with active learning methods. This research is a quasi-experiment on the subject The Equality and Inequality Linear One Variabel conducted on students of first grade in SMP Negeri 9 Bandung. The sampling technique used in this study was purposive sampling. Active learning methods applied to a class of experimental and conventional learning applied to control class. The data obtained by using pretest and posttest mathematical communication skills, students’ attitude questionnaires and observation sheets. The results showed that an increasing in mathematical communication skills of the students by using active learning methods in learning math is better than students by using the conventional learning. Then the processing of non-test instruments showed that the students gave positive attitudes towards learning mathematics with active learning methods.

Keywords : active learning methods, mathematical communication, mathematical learning.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Operasional ... 8

F. Batasan Masalah ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 10

B. Metode Active Learning ... 13

C. Keterkaitan antara Metode Active Learning dengan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 15


(7)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... 18

B. Populasi dan Sampel ... 19

C. Variabel Penelitian ... 19

D. Instrumen Penelitian ... 20

E. Bahan Ajar ... 28

F. Prosedur Penelitian ... 29

G. Analisis Data ... 31

1. Analisis Data Kuantitatif... 31

2. Analisis Data Kualitatif... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 36

B. Pembahasan ... 51

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... x

LAMPIRAN ... 59


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kriteria Validitas Instrumen... 22

Tabel 3.2 Validitas Tiap Butir Soal... 22

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas ... 23

Tabel 3.4 Kriteria Indeks Kesukaran ... 25

Tabel 3.5 Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 25

Tabel 3.6 Kriteria Daya Pembeda ... 26

Tabel 3.7 Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 27

Tabel 3.8 Data Hasil Uji Instrumen ... 27

Tabel 3.9 Kriteria Indeks Gain ... 34

Tabel 3.10 Kriteria Presentase Angket... 35

Tabel 3.11 Kriteria Pemberian Skor Angket ... 35

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Skor Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 36

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Pretes ... 37

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Data Pretes ... 38

Tabel 4.4 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Pretes ... 39

Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Skor Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 40

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data Postes... 41

Tabel 4.7 Hasil Uji Mann-Whitney U Data Postes ... 43

Tabel 4.8 Deskriptif Data Indeks Gain ... 43

Tabel 4.9 Skor Angket Siswa dan Kategori Sikap Siswa Berdasarkan Angket... 45

Tabel 4.10 Kegiatan Hasil Observasi Aktivitas Guru Secara Umum ... 49


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN A

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 59

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 74

A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 89

LAMPIRAN B B.1 Kisi-kisi Soal Pretes dan Postes ... 101

B.2 Soal Pretes dan Postes ... 103

B.3 Kunci Jawaban Soal Pretes dan Postes ... 105

B.4 Format Kisi-kisi Angket Sikap Siswa ... 107

B.5 Format Angket Sikap Siswa ... 108

B.6 Format Lembar Observasi Guru ... 109

B.7 Format Lembar Observasi Siswa ... 112

LAMPIRAN C C.1 Validitas Butir Soal ... 115

C.2 Reliabilitas Tes ... 116

C.3 Indeks Kesukaran ... 117

C.4 Daya Pembeda ... 118

LAMPIRAN D D.1 Daftar Nilai dan Indeks Gain Kelas Active Learning ... 119


(10)

D.3 Hasil Uji Statistik Data Pretes ... 121

D.4 Hasil Uji Statistik Data Postes ... 125

D.5 Data Hasil Angket Siswa ... 128

LAMPIRAN E E.1 Beberapa Hasil Jawaban Pretes Kelas Eksperimen ... 130

E.2 Beberapa Hasil Jawaban Pretes Kelas Kontrol ... 133

E.3 Beberapa Hasil Jawaban Postes Kelas Eksperimen ... 136

E.4 Beberapa Hasil Jawaban Postes Kelas Kontrol... 139

E.5 Beberapa Hasil Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 142

E.6 Beberapa Hasil Jawaban Angket Siswa ... 154

E.7 Beberapa Hasil Lembar Observasi Guru ... 157

E.8 Beberapa Hasil Lembar Observasi Siswa ... 160

LAMPIRAN F F.1 Surat Izin Instrumen ... 163

F.2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Uji Instrumen ... 164

F.3 Surat Izin Penelitian ... 165

F.4 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 166

F.5 Surat Tugas ... 167

F.6 Kartu Bimbingan Skripsi ... 168

LAMPIRAN G G.1 Dokumentasi ... 170


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Interaksi belajar mengajar yang baik adalah guru sebagai pengajar tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan motivasi agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh karena itu dalam pembelajarannya, faktor keaktifan sebagai subjek belajar sangat menentukan.

Matematika memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Namun, beberapa siswa tidak suka pada pelajaran matematika. Seperti yang diungkapkan Ruseffendi (2005), matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak dan secara umumnya merupakan pelajaran yang tidak disenangi atau pelajaran yang dibenci.

Kurikulum yang sedang diterapkan di Indonesia saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Di dalam KTSP (BSNP, 2006 : 140) dijelaskan bahwa, tujuan diberikannya mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan pernyataan matematika.


(12)

2

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

KTSP juga merinci empat jenis kemampuan penting yang harus dikuasai oleh siswa, di antaranya: pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication) dan menghargai kegunaan matematika sebagai tujuan pembelajaran matematika SD, SMP, SMA dan SMK, disamping tujuan yang berkaitan dengan pemahaman konsep seperti yang sudah dikenal selama ini.

Berdasarkan keterangan tersebut terlihat bahwa kemampuan komunikasi dalam matematika itu perlu dikuasai oleh setiap siswa. National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (2000 : 8) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi dalam matematika perlu dibangun agar siswa dapat : (1) merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi, (2) memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik dan secara aljabar, (3) mengembangkan pemahaman terhadap gagasan matematik termasuk peranan definisi dalam berbagai situasi matematika, (4) menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematik, (5) mengkaji gagasan matematik melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan,


(13)

3

(6) memahami nilai dari notasi peran matematika dalam pengembangan gagasan matematik.

Menurut Herdian (2010), komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Di dalam berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain. Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematis. Beliau juga menyampaikan bahwa kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau Metode penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara lisan maupun tertulis.

Jadi, kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk mengomunikasikan ide-ide atau gagasan-gagasan matematis kepada orang lain, baik dalam bentuk lisan, tulisan maupun gambar.

Berdasarkan penjelasan tersebut, terlihat bahwa kemampuan komunikasi matematis sangat penting dan perlu ditingkatkan. Sementara


(14)

4

masih banyak sekolah di Indonesia yang tidak memberi peluang bagi siswa untuk lebih meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dari sudut pandang siswa, peneliti beranggapan bahwa siswa hanya akan belajar jika ada PR, ada tugas dari guru, atau akan ujian saja. Hal ini merupakan realita budaya siswa di Indonesia yang perlu segera disikapi.

Kurangnya kemampuan komunikasi siswa di Indonesia juga dapat dilihat dari rendahnya peringkat Indonesia dalam Programme for International Student Assessment (PPPTK, 2011) yaitu pada tahun 2006 berada pada peringkat 52 dari 57 negara dan pada tahun 2009 berada pada peringkat 61 dari 65 negara. Padahal Soal-soal matematika dalam studi PISA lebih banyak mengukur kemampuan bernalar, pemecahan masalah, berargumentasi dan berkomunikasi dari pada soal-soal yang mengukur kemampuan teknis baku yang berkaitan dengan ingatan dan perhitungan semata (PPPTK, 2011).

Begitupun hasil observasi yang dilakukan oleh Irjayanti (2011 : 7) pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010 dan wawancara dengan guru matematika, diperoleh informasi bahwa secara umum kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan: (1) sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam mengubah suatu permasalahan kontekstual (soal cerita) ke dalam kalimat matematika, artinya kemampuan siswa dalam menyampaikan ide/ gagasan matematika baik lisan maupun tertulis dari permasalahan kontekstual masih kurang, (2) sebagian besar siswa masih kurang tepat dalam menuliskan rumus volume bangun


(15)

5

ruang dan proses perhitungannya masih belum tepat, artinya kemampuan siswa dalam menggunakan simbol/ notasi matematika serta melakukan operasi matematika belum tepat, dan (3) kemampuan siswa dalam menjelaskan gambar ke dalam uraian kontekstual masih kurang. Artinya memang kemampuan komunikasi matematis siswa SMP masih rendah dan perlu ditingkatkan lagi.

Kemudian berdasarkan hasil observasi peneliti di SMP Negeri 9 Bandung ketika melakukan kegian PPL (Program Pengalaman Lapangan) pada semester ganjil 2012/2013, diperoleh bahwa pada pembelajaran matematika kegiatan hanya berpusat pada guru (teacher centered) sehingga siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat seperlunya. Hal ini sering menyebabkan siswa jenuh dan tidak berkonsentrasi dalam belajar. Siswa hanya mampu menyelesaikan soal sejenis yang sudah diselesaikan oleh guru dan siswa menginginkan guru yang menyelesaikan soal yang jenisnya berbeda dengan yang diterangkan. Selain itu, siswa tidak dapat menginterpretasikan soal uraian ke dalam model matematika. Ini menunjukkan bahwa hal tersebut menyebabkan kemampuan komunikasi matematis tertulis beberapa siswa SMP Negeri 9 Bandung masih kurang.

Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, guru hendaknya memfasilitasi siswa dengan pembelajaran yang dapat memicu siswanya untuk berperan aktif dalam mengkomunikasikan suatu permasalahan matematika, sehingga ia dapat meningkatkan hasil belajar matematikanya. Salah satu metode yang dapat memberi kesempatan kepada


(16)

6

siswa untuk berperan aktif dalam mengkomunikasikan pengetahuan yang ia miliki adalah metode Active Learning. Menurut Hartono (2008), metode ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu Active Learning juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/ peserta didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Silberman (2009 : 10) mengatakan bahwa kegiatan belajar aktif adalah pada saat siswa melakukan sebagian besar pekerjaan yang harus dilakukan. Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan, mendukung dan secara pribadi menarik hati. Beliau juga menerangkan bahwa belajar aktif merupakan sebuah kesatuan sumber dari kumpulan strategi-strategi pembelajaran yang komprehensif. Dengan berbagai ungkapan tersebut diharapkan metode Active Learning dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siwa khususnya siswa SMP.

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, judul yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Penerapan Metode Active Learning terhadap Pembelajaran Matematika untuk Meningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP”.


(17)

7

B. Rumusan Masalah

Masalah utama penelitian ini secara umum adalah “Bagaimana peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP yang mendapat pembelajaran dengan metode Active Learning?”

Masalah tersebut dapat diuraikan menjadi pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Active Learning lebih baik dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional?

2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Active Learning?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Active Learning lebih baik dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional.

2. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan metode Active Learning setelah pembelajaran.


(18)

8

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Bagi siswa, pembelajaran matematika dengan metode Active Learning diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Bagi guru, dapat menjadi salah satu alternatif untuk lebih kreatif dalam menciptakan suasana kelas yang lebih efektif sehingga dapat meningkatkan kualitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika. 3. Bagi peneliti, merupakan suatu wahana dalam menemukan dan

menghadapi berbagai permasalahan dalam pembelajaran matematika serta memperoleh pengalaman dari penelitian yang akan dilakukan.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kekeliruan dalam memahami istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini, maka diperlukan definisi beberapa istilah sebagai berikut:

1. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk mengomunikasikan ide-ide atau gagasan-gagasan matematis kepada orang lain, baik dalam bentuk lisan, tulisan maupun gambar. Indikator kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) memunculkan model konseptual seperti gambar, diagram, tabel


(19)

9

atau grafik, (2) membuat model matematis/ persamaan aljabar, dan (3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. 2. Metode active learning adalah suatu proses pembelajaran yang berpusat

pada siswa bersifat strategis dan inovatif. Strategis karena memfasilitasi siswa aktif dan menempatkan siswa sebagai subyek yang bertanggungjawab atas proses pembelajaran. Inovatif memfasilitasi siswa memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar. Metode active learning pada penelitian ini menggunakan proses pembelajaran yang dijelaskan oleh Dananjaya (2010 : 31), yaitu pembelajaran tipe diskusi, tipe proyek, dan tipe games.

3. Pembelajaran konvensional adalah cara mengajar yang berpusat pada guru. Guru terlebih dahulu menjelaskan materi yang akan dipelajari, memberi contoh soal, kemudian memberikan latihan soal untuk diselesaikan oleh siswa.

F. Batasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak meluas, maka ruang lingkup untuk permasalahan dibatasi, yakni:

1. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel.

2. Kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah kemampuan komunikasi matematis tertulis.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Perlakuan pada penelitian ini yakni metode Active Learning, diatur secara sengaja sehingga terdapat suatu kondisi yang dimanipulasi. Menurut Ruseffendi (2005 : 32), penelitian yang di dalamnya terdapat manipulasi baik sampel atau perlakuan disebut penelitian kuasi eksperimen. Pengambilan sampel pada penelitian ini tidak secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan siswa seadanya. Hal ini disebabkan pengelompokkan baru di lapangan sering tidak memungkinkan. Sehingga berdasarkan metodenya, penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen (Ruseffendi, 2005 : 50).

Dengan demikian desain kelompok kontrol non-ekuivalen dari penelitian ini (Ruseffendi, 2005 : 53) adalah sebagai berikut:

O X O O O

dengan X : Pembelajaran dengan metode Active Learning. O : Pretes dan postes.

Menurut Ruseffendi, (2005 : 53) garis putus-putus pada desain kelompok kontrol non-ekuivalen tersebut menandakan sampel yang diambil tidak secara acak. Kedua kelas masing-masing diberi pretes dan postes.


(21)

19

Perbedaan hasil pretes dan postes diasumsikan efek dari metode pembelajaran yang diberikan.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester ganjil tahun akademik 2012/2013 pada SMP Negeri 9 Bandung yang berjumlah 13 kelas. Penentuan/ pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan peneliti (Sudjana, 1996 : 168). Pertimbangan tersebut diambil karena guru yang bersangkutan merupakan guru yang merangkap sebagai wakil kepala sekolah sehingga sering tidak hadir mengajar. Oleh karena itu wakil kepala sekolah bidang kurikulum meminta peneliti untuk mengambil kelas sampel dari kelas yang diajar oleh guru tersebut. Dengan teknik tersebut diambil dua kelas sampel, yaitu kelas VII-5 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-6 sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen mendapat perlakuan yang pembelajarannya menggunakan metode Active Learning, sedangkan kelas kontrol mendapatkan pembelajaran secara konvensional.

C. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua buah variabel, yaitu variabel bebas dan variable terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode Active Learning, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi matematis siswa.


(22)

20

D. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Data Kuantitatif

Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Tes kemampuan komunikasi matematis siswa dikembangkan berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis. Instrumen tes yang digunakan adalah pretes dan postes. Pretes ini diberikan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum perlakuan, sedangkan postes diberikan dengan tujuan melihat kemampuan komunikasi matematis siswa setelah perlakuan. Tes yang digunakan adalah tes tertulis berbentuk uraian (subjektif). Soal uraian diberikan dengan tujuan agar peneliti dapat melihat proses pengerjaan soal oleh siswa sehingga dapat diketahui apakah siswa sudah mampu mengembangkan atau meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya atau belum.

Untuk memperoleh alat evaluasi yang kualitasnya baik, perlu diperhatikan beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yaitu validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda dari instrumen tes. Selain itu juga dikonsultasikan kepada dosen pembimbing sebelum dan setelah pengujian.

a. Validitas

Valid (absah) atau tidaknya suatu alat evaluasi dapat diketahui dari hasil evaluasinya apakah mampu mengevaluasi dengan tepat apa


(23)

21

yang seharusnya dievaluasi atau tidak. Validitas atau keabsahan alat evaluasi tergantung pada ketepatan alat evaluasi dalam menjalankan fungsinya. Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu alat untuk mengevaluasi karekteristik X valid apabila yang dievaluasi itu karakteristik X pula. Alat evaluasi yang valid untuk suatu tujuan tertentu belum tentu valid untuk tujuan yang lain. Dengan kata lain, validitas suatu alat evaluasi harus ditinjau dari karakteristik tertentu.

Korelasi koefisien dihitung menggunakan program Anates Uraian. Selain itu dapat menggunakan rumus (Suherman, 2003 : 121) sebagai berikut.

 

  ) ) ( )( ) ( ( ) )( ( 2 2 2 2 y y n x x n y x xy n rxy

dengan rxy= Koefisien korelasi antara nilai yang diperoleh

dengan nilai total.

n = Banyaknya siswa.

x = Nilai yang diperoleh tiap butir soal.

y = Skor total yang diperoleh tiap siswa.

Kriteria dari koefisien validitas menurut Guilford (Suherman, 2003 : 113) tercantum dalam Tabel 3.1 berikut.


(24)

22

Tabel 3.1

Kriteria Validitas Instrumen Koefisien Validitas (rxy) Kriteria

0,90 ≤rxy≤ 1,00 validitas sangat tinggi (sangat baik)

0,70 ≤rxy < 0,90 validitas tinggi (baik)

0,40 ≤rxy < 0,70 validitas sedang (cukup)

0,20 ≤rxy < 0,40 validitas rendah (kurang)

0,00 ≤rxy < 0,20 validitas sangat rendah rxy < 0,00 tidak valid

Untuk menghitung validitas butir soal, penulis menggunakan bantuan program Anates. Validitas yang diperoleh untuk tiap butir soal disajikan pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2

Validitas Tiap Butir Soal No. Soal Koefisien Korelasi Interpretasi

1 0,58 validitas sedang (cukup)

2 0,56 validitas sedang (cukup)

3 0,71 validitas tinggi (baik)

4 0,67 validitas sedang (cukup)

5 0,79 validitas tinggi (baik)

b. Reliabilitas

Reabilitas suatu alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (relatif sama) jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda pula. Alat evaluasi yang reabilitasnya tinggi disebut alat evaluasi yang reliabel. Suatu alat evaluasi (tes dan non tes) disebut reliabel apabila hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang


(25)

23

sama. Relatif tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami perubahan yang tak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan. Perubahan hasil evaluasi ini disebabkan adanya unsur pengalaman dari peserta tes dan kondisi lainnya. Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal uraian, karena itu untuk mencari koefisien reliabilitas (r11) digunakan rumus Alpha yang

dirumuskan (Suherman, 2003 : 154) sebagai berikut:

r11 =

-

(

)

dengan r11 = Koefisien reliabilitas instrumen.

n = Banyaknya butir soal.

= Jumlah varians skor setiap soal.

= Varians skor total.

Kriteria dari koefisien reliabilitas yang dibuat oleh Guilford (Suherman, 2003 : 139) tercantum dalam Tabel 3.3 berikut ini.

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas (r11) Kriteria

r110,20 derajat reliabilitas sangat rendah

40 , 0 20

,

0 r11 derajat reliabilitas rendah 70

, 0 40

,

0 r11 derajat reliabilitas sedang 90

, 0 70

,

0 r11 derajat reliabilitas tinggi 00

, 1 90

,

0 r11 derajat reliabilitas sangat tinggi

Untuk menghitung reliabilitas butir soal, penulis kembali menggunakan bantuan program Anates. Reliabilitas yang diperoleh


(26)

24

dalam hasil uji instrumen adalah 0,61. Nilai ini menunjukkan bahwa reliabilitas instrumen yang digunakan tergolong ke dalam kategori sedang.

c. Indeks kesukaran

Alat evaluasi yang baik akan menghasilkan skor yang berdistribusi normal. Jika suatu alat evaluasi terlalu sukar, maka frekuensi distribusi yang paling banyak terletak pada skor yang rendah, karena sebagian besar mendapat nilai yang jelek. Jika alat evaluasi seperti ini seringkali diberikan akan mengakibatkan siswa menjadi putus asa, sebaliknya jika soal yang diberikan terlalu mudah, hal ini kurang merangsang siswa untuk berpikir tinggi. Suatu soal dikatakan memiliki derajat kesukaran yang baik bila soal tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar.

Suherman (2003 : 169) mengatakan, derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut Indeks Kesukaran (Difficulty Index). Bilangan tersebuat adalah bilangan real pada interval (kontinum) 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran 1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah.

Rumus menentukan Indeks Kesukaran untuk soal uraian dalam Depdiknas (Dainah, 2010 : 33) yaitu :


(27)

25

SMI X IK

dengan IK = Indeks Kesukaran.

̅ = Rata-rata skor tiap soal. SMI = Skor Maksimal Ideal

Klasifikasi indeks kesukaran tiap butir soal yang paling banyak digunakan menurut Suherman (2003 : 170) adalah seperti pada Tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4

Kriteria Indeks Kesukaran

Indeks Kesukaran (IK) Kriteria Soal IK = 0,00 soal terlalu sukar 0,00 < IK  0,30 soal sukar 0,30 < IK  0,70 soal sedang

0,70 < IK < 1,00 soal mudah IK = 1,00 soal terlalu mudah

Penulis juga menggunakan bantuan program Anates untuk menguji indeks kesukaran. Berdasarkan hasil uji coba diperoleh hasil seperti yang tercantum dalam Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5

Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal

No. Soal Indeks Kesukaran (IK) Kriteria Soal

1 0,6 soal sedang

2 0,52 soal sedang

3 0,54 soal sedang

4 0,45 soal sedang


(28)

26

d. Daya pembeda

Daya pembeda (DP) dari suatu butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang menjawab salah menurut Suherman (2003 : 159). Dengan kata lain, daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah.

Rumus untuk menentukan daya pembeda untuk soal uraian dalam Depdiknas (Dainah, 2010 : 32) adalah sebagai berikut.

DP = ̅ -̅ dengan DP = Daya Pembeda.

̅ = Rata-rata skor siswa kelompok Atas.

̅ = Rata-rata skor siswa kelompok Bawah. SMI = Skor Maksimal Ideal.

Kriteria daya pembeda tiap butir soal yang akan digunakan (Suherman, 2003 : 161) adalah seperti pada Tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6

Kriteria Daya Pembeda

Daya Pembeda (DP) Kriteria DP ≤ 0,00 sangat jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 cukup 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 sangat baik


(29)

27

Dalam pengujian ini, penulis juga menggunakan bantuan program Anates. Hasil uji coba yang diperoleh adalah seperti pada Tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.7

Daya Pembeda Tiap Butir Soal No. Soal Daya Pembeda (DP) Kriteria

1 0,32 Cukup

2 0,22 Cukup

3 0,41 Baik

4 0,45 Baik

5 0,68 Baik

Setelah melihat validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda dari setiap soal yang diuji cobakan maka soal yang digunakan sebagai instrument ter disajikan dalam Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8

Data Hasil Uji Instrumen

Validitas Indeks Kesukaran (IK)

Daya Pembeda

(DP) Keterangan

1 Sedang Sedang Cukup Diperbaiki

2 Sedang Sedang Cukup Diperbaiki

3 Tinggi Sedang Baik Digunakan

4 Sedang Sedang Baik Digunakan

5 Tinggi Sedang Baik Digunakan

2. Instrumen Data Kualitatif a. Angket Sikap Siswa

Instrumen angket yang digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran, bahan ajar, dan guru yang


(30)

28

mengajar. Skala yang digunakan dalam angket adalah skala Likert. Ada dua jenis pernyataan dalam skala Likert yaitu pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Setiap pernyataan memiliki empat alternative pilihan, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).

b. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengetahui pembelajarannya menggunakan metode Active Learning atau tidak, dan tujuan lain dari lembar observasi adalah memperoleh data tentang aktivitas yang dilakukan guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi yang digunakan mengandung berbagai pernyataan apakah peneliti melaksanakan tindakan sesuai dengan metodenya atau tidak dengan terdiri dari dua macam jawaban (Ya atau Tidak). Lembar observasi ini diisi oleh observer yang terdiri dari guru dari mata pelajaran matematika atau rekan mahasiswa.

E. Bahan Ajar

Bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran di penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk


(31)

29

mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. RPP untuk kelas eksperimen menggunakan pembelajaran dengan metode active learning, sedangkan RPP untuk kelas kontrol menggunakan pembelajaran secara konvensional. RPP dalam penelitian ini disusun untuk 3 (tiga) kali pertemuan. Pada kelas eksperimen untuk pertemuan pertama, RPP menggunakan metode active learning tipe diskusi, pertemuan kedua menggunakan metode active learning tipe proyek, dan pertemuan ketiga menggunakan metode active learning tipe games.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar kegiatan siswa adalah suatu media atau alat pembelajaran, karena dipergunakan guru sebagai perantara dalam melaksanakan kegiatan pengajaran untuk mencapai tujuan instruksional khusus atau tujuan pembelajaran khusus. LKS berupa beberapa lembar kertas yang berisi sekumpulan soal-soal yang diberikan guru untuk dikerjakan oleh siswa. Sedangkan bahan ajar yang dipakai sebagai sumber pembelajaran adalah buku matematika SMP yang relevan.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan


(32)

30

a. Membuat rancangan penelitian yang dilanjutkan dengan seminar proposal.

b. Menetapkan pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian. c. Membuat surat izin penelitian.

d. Menentukan subjek penelitian yaitu menentukan kelas eksperimen yang diberi pembelajaran dengan metode active learning dan kelas kontrol yang diberi pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

e. Menyusun bahan ajar yang meliputi silbus, RPP dan LKS.

f. Membuat instrumen penelitian yang meliputi kisi-kisi soal, tes kompetensi komunikasi matematis, dan pedoman penilaian.

g. Melakukan uji coba instrumen tes kemampuan komunikasi matematis. h. Melakukan analisis hasil uji coba instrumen tes terhadap valisitas,

reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran tiap butir soal. i. Merevisi instrumen penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap pelaksanaan, yaitu: a. Memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode Active Learning pada kelas eksperimen dan melaksanakan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

c. Melakukan observasi.


(33)

31

e. Memberikan angket pada pertemuan terakhir kepada siswa untuk mengetahui kesan dan respon siswa di kelas eksperimen terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.

3. Tahap Pengolahan Data

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap pengolahan data, yaitu sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data hasil penelitian. b. Mengolah data hasil penelitian. c. Menganalisis data hasil penelitian. 4. Tahap Pembuatan Kesimpulan

Tahap ini merupakan tahap pembuatan kesimpulan berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat.

G. Analisis Data

1. Analisis Data Kuantitatif

Langkah-langkah pengolahan data kuantitatif yang diperoleh sebagai berikut:

a. Pengolahan data hasil pretes dan postes kelas active learning dan kelas konvensional

Pengolahan data hasil pretes dan postes yang menggunakan

software SPSS versi 17.0 ini digunakan untuk mengetahui apakah kemampuan awal kedua kelas sampel setara atau tidak, serta untuk mengetahui peningkatan kualitas kemampuan komunikasi matematis


(34)

32

siswa kedua kelas sampel tersebut. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:

1) Deskriptif Statistik

Deskriptif statistik merupakan deskripsi data hasil perhitungan yang meliputi mean, standar deviasi, maksimun dan minimum. Hal ini diperlukan untuk memberikan gambaran mengenai kemampuan pada kedua kelompok.

2) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data pretes dan postes/ indeks gain kedua kelas sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5%. Jika hasil pengujian menunjukkan bahwa sebaran data berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas, sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan bahwa salah satu atau kedua data tidak berdistribusi normal maka tidak dilanjutkan dengan uji homogenitas melainkan uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji non-parametrik Mann-Whitney. 3) Uji Homogenitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data pretes dan postes/ indeks gain kedua kelas sampel memiliki varians yang homogen atau tidak.


(35)

33

4) Uji Kesamaan Dua Rata-rata/ Perbedaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata skor pretes kedua kelas sampel sama atau tidak. Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata yang signifikan antara kemampuan komunikasi matematis siswa kelas active learning dan kelas konvensional.

Jika hasil pengujian menunjukkan bahwa data kedua kelas sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka dilanjutkan dengan uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan Independent Sample T-Test untuk uji t, sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan bahwa data kedua kelas sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal tetapi memiliki varians yang tidak homogen, maka selanjutnya digunakan Independent Sample T-Test untuk uji t’.

b. Analisis data peningkatan kualitas kemampuan komunikasi matematis Data peningkatan kualitas kemampuan komunikasi matematis siswa dapat terlihat dari data indeks gain. Indeks gain adalah gain

yang ternormalisasi dinamakan Indeks gain yang dihitung dengan menggunakan rumus dari Hake (Dahlia, 2008 : 35) sebagai berikut:

Indeks gain (g) = t - t


(36)

34

Kriteria indeks gain menurut beliau disajikan dalam Tabel 3.9 Tabel 3.9

Kriteria Indeks Gain

Indeks gain Kriteria g 0,7 Tinggi 0,3 g 0,7 Sedang g 0,3 Rendah 2. Analisis Data Kualitatif

a. Angket

Angket ini digunakan untuk mengukur sikap siswa terhadap matematika dan metode active learning yang sedang dilaksanakan. Data yang diperoleh dari angket kemudian diolah. Data disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui sebaran frekuensi, persentase, dan skor serta mempermudah interpretasi data dari masing-masing pernyataan. Untuk menghitung persentase data digunakan rumus sebagi berikut:

P = × 100% dengan P = Persentase jawaban f = Frekuensi jawaban n = Banyaknya responden

Penafsiran data angket siswa dilakukan dengan menggunakan kategori persentase berdasarkan Hendro (Rachmawati, 2002 : 40) yang disajikan pada Tabel 3.10 sebagai berikut:


(37)

35

Tabel 3.10

Kriteria Persentase Angket Presentase Jawaban Kriteria

p = 0 Tak seorang pun

0 < p < 25 Sebagian kecil 25 p < 50 Hampir setengahnya

p = 50 Setengahnya

50 < p < 75 Sebagian besar 75 p < 100 Pada umumnya

p = 100 Seluruhnya

Pengolahan data angket menggunakan skala Likert (Suherman, 2003 : 190), pada Tabel 3.11 berikut tercantum pemberian skor yang digunakan:

Tabel 3.11

Kriteria Pemberian Skor Angket

Jenis Pertanyaan Skor

SS S TS STS

Positif 5 4 2 1

Negatif 1 2 4 5

b. Lembar Observasi Kelas

Lembar observasi digunakan untuk menggambarkan suasana pembelajaran matematika dengan menggunakan metode active learning. Data yang terkumpul ditulis dan dikumpulkan dalam tabel berdasarkan permasalahan yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi untuk kegiatan guru dan lembar observasi untuk kegiatan siswa.


(38)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab IV, terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan, yaitu:

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode active learning

lebih baik dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

2. Pada umumnya siswa di kelas eksperimen memberikan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan metode active learning.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan, yaitu:

1. Pada pembelajaran dengan menggunakan metode active learning saat pembentukan kelompok sebaiknya tiap kelompok terdapat siswa yang cukup pintar dalam pembelajaran matematika, agar semua kelompok memiliki kemampuan yang seimbang.


(39)

58

2. Pada pembelajaran dengan menggunakan metode active learning tipe

games sebaiknya menggunakan permainan yang lebih menarik agar siswa lebih termotivasi untuk belajar matematika.

3. Pada pembelajaran dengan metode active learning sebaiknya guru memberikan arahan yang tepat untuk membimbing siswa dalam menggunakan langkah-langkah pembelajaran.

4. Sebaiknya menyusun bahan ajar yang dapat dipahami oleh siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

5. Bantuan guru pada saat siswa mengerjakan lembar kerja hendaknya tidak tergesa-gesa dan terlalu sering agar siswa mampu mengembangkan kemampuan matematika yang ingin dicapai dengan optimal.

6. Penelitian terhadap metode active learning disarankan untuk dilanjutkan dengan karakteristik populasi yang berbeda serta kompetensi matematis lainnya dengan materi atau pokok bahasan yang berbeda pula.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B. I. (2005). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi Doktor pada PPS UPI: tidak diterbitkan.

BSNP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Dahlia, D. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Trefinger dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Adaptif Siswa (Suatu Penelitian terhadap Siswa Kelas VII SMPN 12 Bandung). Skripsi pada jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Dananjaya, U. (2010). Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Penerbit NUANSA. Dainah, E. (2010). Implementasi Model Pembelajaran Advance Organizer dengan

Bantuan Macromedia Flash untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMA. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Fitriah, P. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar 7 E untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Hartono, (2008). Strategi Pembelajaran Active Learning. [Online]. Tersedia:

http://sditalqalam.wordpress.com/2008/01/09/strategi-pembelajaran-active-learning/. [7 Agustus 2012].

Herdian. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematis. [Online]. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/. [24 Januari 2012].

Irjayanti, P. R. (2011). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dalam Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Reciprocal Teaching dengan Model Pembelajaran Kooperatif Di Kelas VIII-D SMP

Negeri 4 Magelang. [Online]. Tersedia:

eprints.uny.ac.id/.../SKRIPSI_RUNTYANI._IP.pdf . [5 Januari 2013]. Jacob, C. (2002). Matematika Sebagai Komunikasi. Jurnal Matematika atau

Pembelajarannya: tidak diterbitkan.


(41)

Nugraha, A. (2010). Penggunaan Metode CO-OP CO-OP dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Nuharini, D, dkk. (2008). Konsep dan Aplikasinya untuk Kelas VII SMP dan MTs. Jakarta: DEPDIKNAS.

Rahman, N. W. (2008). Rujukan Filsafat, Teori, da Praktis ilmu pendidikan.

Bandung: UPI Press.

Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: PT. Tarsito.

Setiawan. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Silberman, M (2009). Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif.

Yogyakarta: YAPPENDIS.

Silitonga, R. H. Y. (2010). Penerapan Metode Accelerated Learning dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Sudjana. (1996). Media Statistika Edisi Ke-6. Bandung: Tarsito.

Suherman, E, dkk. (2003). Individual Textbook Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI.

Suherman, E, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung: UPI.

Suherman, H. (2011). Penerapan Model Kooperatif Tipe Three-Step Interview dengan Pendekatan Berbasis Masalah dalam Upaya Meningkatkan Komunikasi Matematika Siswa. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Yusniati. (2009). Pengaruh Model Penemuan Terbimbing Berbasis Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Skripsi pada jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.


(1)

Kriteria indeks gain menurut beliau disajikan dalam Tabel 3.9

Tabel 3.9 Kriteria Indeks Gain

Indeks gain Kriteria

g 0,7 Tinggi 0,3 g 0,7 Sedang g 0,3 Rendah 2. Analisis Data Kualitatif

a. Angket

Angket ini digunakan untuk mengukur sikap siswa terhadap matematika dan metode active learning yang sedang dilaksanakan. Data yang diperoleh dari angket kemudian diolah. Data disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui sebaran frekuensi, persentase, dan skor serta mempermudah interpretasi data dari masing-masing pernyataan. Untuk menghitung persentase data digunakan rumus sebagi berikut:

P = × 100% dengan P = Persentase jawaban f = Frekuensi jawaban n = Banyaknya responden

Penafsiran data angket siswa dilakukan dengan menggunakan kategori persentase berdasarkan Hendro (Rachmawati, 2002 : 40) yang disajikan pada Tabel 3.10 sebagai berikut:


(2)

35

Tabel 3.10

Kriteria Persentase Angket Presentase Jawaban Kriteria

p = 0 Tak seorang pun

0 < p < 25 Sebagian kecil 25 p < 50 Hampir setengahnya

p = 50 Setengahnya

50 < p < 75 Sebagian besar 75 p < 100 Pada umumnya

p = 100 Seluruhnya

Pengolahan data angket menggunakan skala Likert (Suherman, 2003 : 190), pada Tabel 3.11 berikut tercantum pemberian skor yang digunakan:

Tabel 3.11

Kriteria Pemberian Skor Angket

Jenis Pertanyaan Skor

SS S TS STS

Positif 5 4 2 1

Negatif 1 2 4 5

b. Lembar Observasi Kelas

Lembar observasi digunakan untuk menggambarkan suasana pembelajaran matematika dengan menggunakan metode active learning. Data yang terkumpul ditulis dan dikumpulkan dalam tabel berdasarkan permasalahan yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi untuk kegiatan guru dan lembar observasi untuk kegiatan siswa.


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab IV, terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan, yaitu:

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode active learning lebih baik dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

2. Pada umumnya siswa di kelas eksperimen memberikan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan metode active learning.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan, yaitu:

1. Pada pembelajaran dengan menggunakan metode active learning saat pembentukan kelompok sebaiknya tiap kelompok terdapat siswa yang cukup pintar dalam pembelajaran matematika, agar semua kelompok memiliki kemampuan yang seimbang.


(4)

58

2. Pada pembelajaran dengan menggunakan metode active learning tipe games sebaiknya menggunakan permainan yang lebih menarik agar siswa lebih termotivasi untuk belajar matematika.

3. Pada pembelajaran dengan metode active learning sebaiknya guru memberikan arahan yang tepat untuk membimbing siswa dalam menggunakan langkah-langkah pembelajaran.

4. Sebaiknya menyusun bahan ajar yang dapat dipahami oleh siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

5. Bantuan guru pada saat siswa mengerjakan lembar kerja hendaknya tidak tergesa-gesa dan terlalu sering agar siswa mampu mengembangkan kemampuan matematika yang ingin dicapai dengan optimal.

6. Penelitian terhadap metode active learning disarankan untuk dilanjutkan dengan karakteristik populasi yang berbeda serta kompetensi matematis lainnya dengan materi atau pokok bahasan yang berbeda pula.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B. I. (2005). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi Doktor pada PPS UPI: tidak diterbitkan.

BSNP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Dahlia, D. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Trefinger dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Adaptif Siswa (Suatu Penelitian terhadap Siswa Kelas VII SMPN 12 Bandung). Skripsi pada jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Dananjaya, U. (2010). Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Penerbit NUANSA. Dainah, E. (2010). Implementasi Model Pembelajaran Advance Organizer dengan

Bantuan Macromedia Flash untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMA. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Fitriah, P. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar 7 E untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Hartono, (2008). Strategi Pembelajaran Active Learning. [Online]. Tersedia:

http://sditalqalam.wordpress.com/2008/01/09/strategi-pembelajaran-active-learning/. [7 Agustus 2012].

Herdian. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematis. [Online]. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/. [24 Januari 2012].

Irjayanti, P. R. (2011). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dalam Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Reciprocal Teaching dengan Model Pembelajaran Kooperatif Di Kelas VIII-D SMP

Negeri 4 Magelang. [Online]. Tersedia:

eprints.uny.ac.id/.../SKRIPSI_RUNTYANI._IP.pdf . [5 Januari 2013].

Jacob, C. (2002). Matematika Sebagai Komunikasi. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya: tidak diterbitkan.


(6)

Nugraha, A. (2010). Penggunaan Metode CO-OP CO-OP dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Nuharini, D, dkk. (2008). Konsep dan Aplikasinya untuk Kelas VII SMP dan MTs. Jakarta: DEPDIKNAS.

Rahman, N. W. (2008). Rujukan Filsafat, Teori, da Praktis ilmu pendidikan. Bandung: UPI Press.

Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: PT. Tarsito.

Setiawan. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Silberman, M (2009). Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: YAPPENDIS.

Silitonga, R. H. Y. (2010). Penerapan Metode Accelerated Learning dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Sudjana. (1996). Media Statistika Edisi Ke-6. Bandung: Tarsito.

Suherman, E, dkk. (2003). Individual Textbook Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI.

Suherman, E, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.

Suherman, H. (2011). Penerapan Model Kooperatif Tipe Three-Step Interview dengan Pendekatan Berbasis Masalah dalam Upaya Meningkatkan Komunikasi Matematika Siswa. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Yusniati. (2009). Pengaruh Model Penemuan Terbimbing Berbasis Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Skripsi pada jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.