PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP.

(1)

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

Siti Sahara (1106508)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

Oleh Siti Sahara

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Siti Sahara 2015

Universitas Pendidikan Indonesia Oktober 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian dengan dicetak ulang, difotokopi atau cara lainnya tanpa izin penulis.


(3)

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya kemampuan komunikasi matematis dan fakta bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa SMP di Indonesia masih rendah. Problem-Based Learning diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis. Berdasarkan alasan tersebut, penelitian ini berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran model Problem-Based Learning dan siswa yang memperoleh pembelajaran langsung serta kualitas peningkatannya dan juga untuk melihat respon siswa terhadap pembelajaran model Problem-Based Learning. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII di salah satu sekolah di Kabupaten Lembang dengan materi penelitian operasi aljabar. Metode penelitian yang dipilih adalah kuasi eksperimen dan instrumen yang digunakan adalah instrumen tes dan non tes. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran model Problem-Based Learning lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran langsung. Kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran model Problem-Based Learning termasuk pada kategori sedang, sedangkan kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran langsung termasuk pada kategori rendah. Selain itu, siswa memberikan respon positif yang tinggi terhadap pembelajaran dengan model Problem-Based Learning.


(5)

ABSTRACT

The background of the conducted research is the importance of mathematical communication and the fact that such skill possessed by Indonesian junior high school is considered low. Problem-based Learning is expected to be one of the alternative learning models that can improve the students' mathematical communication. For that reason, this research is entitled “Implementation of Problem-based Learning to Improve Junior High School Students' Mathematical Communication”. The research aims at discovering the difference of mathematical communication improvements between the students receiving Problem-based Learning and those receiving direct learning as well as the quality of the improvements, and the students' responses toward the implementation of Problem-based Learning. The research was conducted at a junior high school in Lembang regency with eightth graders as the participants, on Algebra operations. The research used quasi-experimental method with both test and non-test instruments. It was found out that the mathematical communication of the students receiving Problem-based Learning is better than that of the students receiving direct learning. As for the quality, the quality of improvement of the mathematical communication of the students receiving Problem-based Learning can be considered medium, while those students receiving direct learning have low quality in their mathematical communication improvement. In addition, the students showed highly positive responses toward the implementation of Problem-based Learning.


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Batasan Masalah ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Struktur Organisasi Skripsi ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Problem-Based Learning ... 9

1. Definisi PBL ... 9

2. Karakteristik PBL ... 10

3. Tahap-tahap Pembelajaran PBL ... 12

4. Kelebihan dan Kekurangan PBL ... 14

B. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 15

C. Keterkaitan Model PBL dengan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 18

D. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) ... 18

E. Penelitian yang Relevan ... 20

F. Hipotesis Penelitian ... 21

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 22

B. Variabel Peneltian ... 23

C. Populasi dan Sampel Peneltian ... 24


(7)

1. Instrumen Pembelajaran . ... 25

2. Instrumen Penelitian . ... 26

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 37

F. Teknik Analisis Data ... 40

1. Pengolahan Data Kuantitatif . ... 40

2. Pengolahan Data Kualitatif . ... 47

BAB IV HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan ... 48

1. Analisis Data Kuantitatif ... 48

2. Analisis Data Kulitatif ... 57

B. Pembahasan ... 64

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan ... 68

B. Implikasi ... 68

C. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tahapan-Tahapan PBL ... 14

3.1 Kriteria Koefisien Validitas ... 28

3.2 Hasil Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Mateatis ... 28

3.3 Uji Keberartian Butir Soal ... 30

3.4 Klasifikasi Derajat Reliabilitas ... 31

3.5 Kriteria Daya Pembeda ... 32

3.6 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal ... 33

3.7 Kriteria Indeks Kesukaran ... 34

3.8 Hasil Analisis Indeks Kesukaran Butir Soal ... 34

3.9 Rekapitulasi Instrumen Kemampuan Komunikasi Mateatis ... 35

3.10 Klasifikasi Distribusi Skala Angket ... 36

3.11 Kriteria Indeks Gain ... 44

3.12 Bobot Skor Pernyataan Angket ... 47

4.1 Statistik Deskriptif Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 48

4.2 Hasil Uji Normalitas Data Pretes ... 50

4.3 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Pretes ... 51

4.4 Hasil Uji Normalitas Data Postes ... 52

4.5 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Postes ... 53

4.6 Hasil Uji Normalitas Data Indeks Gain ... 54

4.7 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Indeks Gain ... 55

4.8 Kualitas Indeks Gain Kelas Eksperimen ... 56

4.9 Kualitas Indeks Gain Kelas Kontrol ... 56

4.10 Sikap Siswa Terhadap Matematika ... 58

4.11 Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika dengan Model PBL .... 59

4.12 Sikap Siswa Terhadap Soal-soal Komunikasi Matematis ... 60

4.13 Hasil Presentase Observasi Kegiatan Guru ... 61


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Alur Metodologi Penelitian ... 39

3.2 Alur Pengujian Hipotesis Penelitian ... 46

4.1 Diagram Presentase Observasi Kegiatan Guru ... 62


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

LAMPIRAN A BAHAN AJAR

A.1 RPP Kelas Eksperimen ... 76

A.2 RPP Kelas Kontrol ... 123

A.3 LKK Kelas Eksperimen ... 171

LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN B.1 Kisi-Kisi Instrumen ... 185

B.2 Skor Kemampuan Matematis ... 190

B.3 Soal Pretest/Posttest ... 191

B.4 Kisi-Kisi Angket Siswa ... 193

B.5 Angket Siswa ... 194

B.6 Lembar Observasi Kegiatan Guru dan Siswa ... 196

LAMPIRAN C DATA HASIL UJI INSTRUMEN C.1 Skor Hasil Uji Instrumen ... 199

C.2 Rekapitulasi Hasil Uji Instrumen ... 200

C.3 Hasil Uji Keberartian Butir Soal ... 205

LAMPIRAN D DATA HASIL PENELITIAN D.1 Daftar Skor Pretest,Posttest dan Indeks Gain Kelas Instrumen ... 207

D.2 Daftar Skor Pretest,Posttest dan Indeks Gain Kelas Kontrol ... 208

D.3 Uji Normalitas Data Pretest ... 209

D.4 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Pretest ... 210

D.5 Uji Normalitas Data Posttest ... 211

D.6 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Posttest ... 212

D.7 Uji Normalitas Data Indeks Gain ... 213

D.8 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Indeks Gain ... 214

D.9 Data Hasil Angket Siswa ... 215

LAMPIRAN E CONTOH DATA HASIL PENELITIAN E.1 Contoh Jawaban Uji Instrumen ... 218

E.2 Contoh Jawaban Pretest ... 220


(11)

E.4 Contoh Jawaban LKK ... 225

E.5 Contoh Angket Siswa ... 237

E.6 Contoh Lembar Observasi ... 239

LAMPIRAN F SURAT PERIZINAN F.1 Surat Izin Uji Instrumen ... 248

F.2 Surat Izin Penelitian ... 249

F.3 Surat Keterangan Telah Melakukan Uji Instrumen ... 250

F.4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 251

F.5 Kartu Bimbingan ... 252

F.6 Surat Tugas ... 254

LAMPIRAN G DOKUMENTASI DAN RIWAYAT HIDUP G.1 Dokumentasi Kegiatan Penelitian Kelas Eksperimen ... 256

G.2 Dokumentasi Kegiatan Penelitian Kelas Kontrol ... 257


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu tonggak penentu kemajuan suatu negara. Terlebih lagi di era globalisasi saat ini, pendidikan menjadi salah satu unsur yang sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan pada saat ini, menjadikan matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang sangat penting dan berpengaruh dalam keberhasilan program pendidikan. Hal ini disebabkan karena matematika merupakan ilmu dasar bagi disiplin ilmu yang lain, sekaligus sebagai sarana bagi siswa agar mampu berpikir logis, kritis dan sistematis. Oleh karena itu, siswa dituntut untuk dapat menguasai konsep matematika secara tuntas. Lebih jauh lagi, siswa diharapkan dapat mengaplikasikan konsep matematika yang mereka dapat dalam kehidupan sehari-hari dan juga dapat membantu dalam menyelesaikan masalah.

Peran lain dari pembelajaran matematika menurut Suherman (dalam Meliana, 2013, hlm.1) adalah supaya siswa dapat berkomunikasi melalui tulisan atau gambar seperti membaca grafik dan presentase, dapat membuat catatan-catatan dengan angka dan lain-lain. Hal ini pun sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika menurut BSNP (2006) yaitu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Di samping itu, kemampuan komunikasi matematis juga merupakan salah satu dari lima kompetensi dasar yang hendaknya dikuasai oleh siswa. Lima kompetensi dasar tersebut dalam draf panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran matematika berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (BSNP, 2006) yaitu:

1. Memahami konsep matematika

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat 3. Memecahkan masalah


(13)

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Berdasarkan uraian di atas, kemampuan komunikasi matematis dianggap penting. Pernyataan ini juga dipertegas oleh pendapat Turmudi (2008, hlm.73) yaitu komunikasi adalah bagian yang esensial dari matematika dan pendidikan matematika dan merupakan cara untuk sharing (tukar pikiran) gagasan dan mengklarifikasi pemahaman. Proses komunikasi membangun makna dan kelengkapan gagasan dan membuat hal ini menjadi milik publik. Di samping itu, pentingnya kemampuan komunikasi matematis juga didukung dengan adanya fakta-fakta berikut:

1. Within (Herdian, 2010) mengungkapkan bahwa kompetensi komunikasi matematika sangat penting karena ketika siswa sudah menguasai kompetensi komunikasi maka siswa dapat menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan dan bekerja sama dan membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika.

2. Mahmudi (2009) mengatakan bahwa proses komunikasi yang terjalin dengan baik dapat membantu siswa membangun pemahamannya terhadap ide-ide matematika dan membuatnya menjadi lebih mudah dipahami.

3. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Depdiknas, 2002) menyatakan bahwa salah satu kompetensi yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika yang berkaitan dengan keterampilan (kemahiran) matematika adalah kompetensi mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah serta pemecahannya.

Kementrian Pendidikan Ontario (Bruce & Ross, 2010) juga mengungkapkan pentingnya komunikasi matematis dalam penyataannya

Mathematical communication is an essensial process for learning mathematics because through communication, students reflect upon, clarify and expand their ideas and understanding of mathematical relationships and mathematical arguments

Komunikasi matematis merupakan proses yang penting untuk pembelajaran matematika karena melalui komunikasi, siswa dapat mencerminkan,


(14)

3

mengklarifikasi dan memperluas ide dan pemahaman mereka terhadap hubungan matematis dan argumen matematis.

Namun sungguh disayangkan, menurut Masykur (dalam Lestari, 2011, hlm. 1), hasil penelitian di Indonesia menunjukkan tingkat penguasaan peserta didik dalam matematika pada semua jenjang pendidikan (SD-PT) masih 34%. Hal ini sangat memprihatinkan banyak pihak, terutama yang menaruh perhatian dan minat pada bidang ini. Anggapan masyarakat, khususnya di kalangan pelajar, matematika masih merupakan mata pelajaran yang sulit, membingungkan dan bahkan ditakuti oleh sebagian besar yang mempelajarinya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika, salah satunya karena kemampuan komunikasi siswa yang masih rendah. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Natawijaya (dalam Holipah, 2011, hlm. 2) bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mencapai konsep belajar sebagaimana yang diharapkan, seperti:

1. Siswa jarang bertanya karena kebanyakan siswa tidak tahu dan tidak memahami apa yang ditanyakan

2. Siswa jarang memberi tanggapan karena belum mampu menjelaskan ide-ide matematika

3. Beberapa siswa mampu menyelesaikan soal matematika, tetapi kurang memahami apa yang terkandung dalam soal tersebut (tidak meaningful)

4. Banyak siswa yang tidak mampu membuat kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.

Di samping itu, dunia pendidikan internasional pun menemukan fakta tentang kemampuan komunikasi matematis siswa yang masih rendah, seperti laporan hasil studi untuk TIMSS 2003 menyebutkan bahwa siswa Indonesia lemah dalam mengerjakan soal-soal yang menuntut kemampuan komunikasi, berargumentasi dan berkomunikasi yaitu hanya 3,0% saja dari siswa yang menjawab benar, sebanyak 4,6% siswa menjawab benar sebagian, sementara 92,4% siswa menjawab salah (PPPPTK, 2011). Selain itu, pada penelitian yang dilakukan Firdaus (Meliana, 2013)


(15)

terdapat lebih dari sepuluh siswa yang memperoleh skor kemampuan komunikasi matematis kurang dari 60% dari skor ideal.

Berdasarkan fakta di atas, tampak bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa belum termasuk dalam kategori baik atau masih rendah. Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa, salah satunya disebabkan oleh pembelajaran matematika masih terpengaruh oleh paradigma lama yang menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Suherman (dalam Meliana, 2013, hlm.3) yang menyatakan bahwa pada umumnya guru masih mendominasi kelas, guru memberitahukan konsep dan siswa menerima bahan jadi. Model pembelajaran langsung merupakan salah satu model yang masih menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari tahapan atau sintaks model pembelajaran langsung menurut Bruce dan Weil (Sudrajat, 2011) yaitu (1) orientasi, (2) presentasi, (3) latihan terstruktur, (4) latihan terbimbing dan (5) latihan mandiri. Pada tahapan-tahapan tersebut, guru sangat berperan aktif sehingga guru menjadi pusat pembelajaran.

Terdapat beberapa alasan penting mengapa kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa SMP. Salah satunya adalah karena matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai alat komunikasi antara guru dan siswa ataupun antara siswa dan siswa, sehingga kemampuan komunikasi matematis sangat diperlukan.

Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis yang dapat membantu dalam proses komunikasi diperlukan suatu model pembelajaran yang efektif dan efisien. Hal ini didukung dengan salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Indonesia. Kemendikbud telah merancang kurikulum baru yaitu kurikulum 2013 dan telah menerapkannya di beberapa sekolah di Indonesia.

Model pembelajaran dalam kurikulum 2013 didesain sedemikian rupa sehingga lebih melibatkan siswa dalam pembelajarannya. Hal ini dimaksudkan untuk mengubah pola pembelajaran sebelumnya, yaitu pembelajaran di dalam kelas lebih


(16)

5

didominasi oleh guru menjadi pembelajaran yang kegiatan-kegiatan di dalamnya didominasi oleh siswa, sehingga siswa aktif dalam kelas. Berdasarkan keadaan tersebut, disusunlah model-model pembelajaran baru dalam kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran saintifik merupakan perpaduan antara proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Salah satu model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Problem-Based Learning yang selanjutnya disingkat PBL.

PBL dikembangkan pertama kali oleh Prof. Howard Barrows sekitar tahun 1970-an dalam pembelajar1970-an ilmu medis di McMaster University C1970-anada d1970-an saat ini telah banyak diadopsi dalam pembelajaran ilmu-ilmu lain seperti pembelajaran matematika (Agung, 2013). Menurut Arends (dalam Trianto, 2007, hlm.68), pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan dirinya.

PBL merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa serta merupakan pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran dengan mengajukan masalah di awal hingga akhir pembelajaran untuk diselesaikan oleh siswa. Hal ini didukung dengan beberapa keunggulan yang dimiliki PBL(Agung, 2003) , diantaranya:

1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa

2. Meningkatkan motivasi dan aktifitas pembelajaran siswa

3. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dunia nyata

4. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

Model pembelajaran ini menitikberatkan pembelajaran pada siswa atau dengan kata lain pembelajaran berpusat pada siswa (student centered learning) dan juga


(17)

melibatkan siswa secara langsung dalam meyelesaikan masalah yang terkait dengan kehidupan nyata. PBL diterapkan dalam pembelajaran matematika bertujuan agar pembelajaran yang dilaksanakan dapat menjadi bermakna yang sesuai dengan teori belajar dari Ausubel yaitu teori meaningful learning. Menurut Ausubel, belajar merupakan asimilasi bernakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (dalam Komalasari, 2010, hlm. 21). Artinya siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan lewat proses belajarnya, namun juga dapat mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan permasalahan matematis yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

Model pembelajaran PBL telah diterapkan dalam beberapa penelitian. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Sabrina (2015) dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa PBL dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa SMP.

Pemilihan model pembelajaran PBL untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dikarenakan terdapat beberapa keterkaitan antara sintaks (tahapan) PBL dan indikator kemampuan komunikasi, diantaranya dapat dilihat pada tahap membimbing penyelidikan individu maupun kelompok dan tahap mengembangkan serta menyajikan hasil. Pada tahap membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, guru membimbing siswa dalam mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan. Dalam mengumpulkan informasi, kemampuan drawing dan mathematical expression siswa dilatih untuk dapat memperoleh informasi penting sebagai bekal eksperimen. Selain itu, pada tahap mengembangkan dan menyajikan hasil, siswa diminta untuk menjelaskan hasil eksperimen yang diperoleh menggunakan bahasanya sendiri. Pada tahap ini kemampuan written text siswa sangat dilatih. Berdasarkan dua tahap tersebut, dapat dilihat bahwa tahapan-tahapan pada PBL dapat membantu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang penerapan model pembelajaran Problem-Based Learning yang berpengaruh terhadap


(18)

7

kemampuan komunikasi matematis, dengan judul penelitian “Penerapan Model Pembelajaran Problem-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP”.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model Problem-Based Learning (PBL) lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran langsung (Direct Instruction)?

2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Problem-Based Learning (PBL) dan kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran langsung (Direct Instruction)?

3. Bagaimana respon siswa terhadap model pembelajaran Problem-Based Learning (PBL)?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model Problem-Based Learning (PBL) lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran langsung (Direct Instruction)?

2. Mengetahui bagaimana kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Problem-Based Learning (PBL) dan kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran langsung (Direct Instruction)?

3. Mengetahui bagaimana respon siswa terhadap model pembelajaran


(19)

D. Batasan Masalah

Agar penelitian yang dihasilkan lebih terarah dan pembahasannya tidak terlalu melebar, maka penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal, yaitu:

1. Materi yang diteliti adalah materi matematika SMP kelas VIII semester ganjil 2. Materi yang dibahas adalah operasi Aljabar.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk kajian pembelajaran matematika yang efektif dan efisien dalam kaitannya dengan mengembangkan kemampuan siswa, khususnya kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi banyak pihak untuk mengembangkan dan menerapkan model pembelajaran PBL

F. Struktur Organisasi Skripsi

Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Pemaparan dari setiap bab adalah sebagai berikut:

1. Bab I memaparkan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi.

2. Bab II memaparkan kajian pustaka yang merupakan tinjauan teoritis dari berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Bab III memaparkan metode dan desain penelitian yang digunakan, variabel penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian, prosedur pelaksanaan penelitian serta teknik pengolahan data.

4. Bab IV memaparkan temuan penelitian serta pembahasannya.

5. Bab V memaparkan simpulan dan implikasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Pada bagian ini juga diungkapkan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain kuasi eksperimen model kelompok kontrol pretes-postes non-ekuivalen

(non-equivalent control group design). Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai

metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random dan pengumpulan data bersifat statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Desain penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen model kelompok kontrol pretes-postes non-ekuivalen (non-equivalent control group

design) dengan tujuan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) lebih besar daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pembelajaran langsung. Gambaran model penelitian ini adalah sebagai berikut:

O X O

O O

Keterangan:

X : Pembelajaran matematika dengan menggunakan model Problem-Based

Learning (PBL)

O : pretest/posttest

--- : Pengambilan sampel tidak secara acak

Desain ini memiliki sedikit perbedaan dengan kelompok kontrol pretest-posttes. Perbedaanya terletak pada pengelompokkan subjek yang tidak secara acak. Hal ini disebabkan karena pengelompokkan baru di lapangan seringkali tidak memungkinkan, karena setiap institusi pendidikan memiliki kewenangan sendiri dan tidak mungkin mengizinkan apabila kelasnya dikelompokkan secara acak.


(21)

B. Variabel Penelitian

Penelitian ini memiliki dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang dimaksud adalah model pembelajaran Problem-Based Learning (PBL), sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi matematis.

Agar penelitian ini tampak jelas dan tidak menimbulkan penafsiran ganda, maka penulis membatasi beberapa istilah yang terkait dengan penelitian ini sesuai dengan yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu:

1. Kemampuan komunikasi matematis

Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan siswa dalam menyatakan, mendemonstrasikan dan menafsirkan gagasan atau ide matematika dari suatu uraian ke dalam model pembelajaran matematika dalam bentuk grafik, tabel, diagram dan persamaan ataupun sebaliknya.

Adapun kemampuan komunikasi yang diteliti adalah kemampuan komunikasi tertulis yang diungkapkan melalui representasi sebagaimana yang diungkapkan Cai, Lane, Jacabsin (dalam Amalia, 2013 hlm.21) yaitu aspek drawing,

mathematical expression dan written texts dengan indikator yang hendak dicapai

adalah sebagai berikut:

a. Aspek drawing (menggambar) yaitu merefleksikan benda-benda nyata ke dalam ide-ide matematika atau sebaliknya, dari ide-ide matematika ke dalam gambar, grafik maupun diagram.

b. Aspek mathematical expression (ekspresi matematis) yaitu mengekspresikan konsep matematikan dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.

c. Aspek written texts (menulis) yaitu memberikan jawaban dengan bahasa sendiri, membuat model situasi menggunakan bahasa lisan, tulisan, konkret, grafik dan aljabar.

2. Problem-Based Learning (PBL)

Problem-Based Learning (PBL) adalah suatu model yang dilaksanakan dengan


(22)

24

menitikberatkan pembelajaran pada siswa atau dengan kata lain berpusat pada siswa (student centered) untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui tahapan-tahapan metode ilmiah.

3. Pembelajaran Langsung

Pembelajaran langsung atau Direct Instruction (DI) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu model pembelajaran dalam kelas yang menitikberatkan pembelajaran pada guru atau dengan kata lain pembelajaran berpusat pada guru

(teacher centered).

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Lembang pada tahun ajaran 2015/2016. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMPN 1 Lembang, sedangkan yang menjadi sampel adalah siswa kelas VIII. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 124). Sampel yang dipilih adalah kelas VIII dengan berbagai pertimbangan, salah satunya adalah karena siswa kelas VIII sudah mampu berpikir abstrak, sehingga sangat memungkinkan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya. Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak sekolah dan guru matematika, terpilihlah kelas VIII F sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII I sebagai kelas kontrol dalam penelitian ini.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari dua instrumen, yaitu instrumen pembelajaran dan instrumen penelitian. Instrumen pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Kelompok (LKK) yang dikembangkan sesuai dengan model pembelajaran Problem-Based

Learning (PBL) untuk mendukung pembelajaran matematika. Instrumen penelitian

berupa instrumen tes (pretest dan posttes) dan non tes (angket dan lembar observasi) yang bertujuan untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematis tertulis


(23)

setelah memperoleh pembelajaran dan respon atau sikap siswa terhadap pembelajaran.

1. Instrumen Pembelajaran

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Menurut tim sosialisasi KTSP dalam website Dikti (Susilawati, 2014), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan telah dijabarkan dalam silabus. RPP pada hakikatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan dan memproyeksi kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran. Pada kelas eksperimen, pembelajaran lebih terpusat pada kegiatan siswa yang terbentuk dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 5-6 orang untuk menyelesaikan permasalahan. Sedangkan pada kelas kontrol, pembelajaran lebih terpusat pada guru sebagai pemberi informasi karena pada kelas ini pembelajaran menggunakan model pembelajaran langsung (Direct Instruction). Penyusunan RPP untuk kelas eksperimen sesuai dengan model pembelajaran PBL dan menggunakan pendekatan saintifik.

b. Lembar Kegiatan Kelompok (LKK)

Menurut tim sosialisasi KTSP dalam website Dikti (Susilawati, 2014), Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kegiatan ini berisi tugas-tugas dan dilengkapi dengan petunjuk serta langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Dalam penyusunannya, LKS paling tidak harus memenuhi kriteria yang berkaitan dengan tercapai atau tidaknya sebuah kompetensi dasar oleh peserta didik.

Dalam penelitian ini, lembar kegiatan yang disusun ditujukan untuk kelompok-kelompok selanjutnya lembar kegiatan ini disebut dengan Lembar Kegiatan Kelompok (LKK). LKK disusun dengan memberikan beberapa tugas yang berupa masalah-masalah matematis untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tertulis yang harus diselesaikan oleh siswa. Hal ini


(24)

26

dimaksudkan untuk melihat bagaimana kemampuan komunikasi matemais siswa untuk memecahkan masalah matematika.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Ada dua macam instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu instrumen tes (pretest dan posttes) dan instrumen non tes (angket dan lembar observasi).

a. Instrumen Tes

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberikan sebelum (pretest) dan setelah (posttes) pembelajaran dilaksanakan, disesuaikan dengan desain penelitian yang digunakan. Pretest diberikan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal pemahaman matematis siswa, sedangkan posttest deiberikan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diberikan pembelajaran dengan model PBL dan dengan model pembelajaran langsung.

Bentuk tes yang diberikan berupa tes uraian. Tes uraian dipilih dengan alasan bahwa dalam pengerjaan tes uraian dapat memperlihatkan bagaimana kemampuan komunikasi matematis siswa dalam memecahkan masalah dan juga tes uraian akan menimbulkan kreatifitas dan aktivitas positif siswa karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sistematik, menyampaikan pendapat dan argumentasi, mengaitkan fakta-fakta yang relevan (Suherman, 2003, hlm. 78)

Penyusunan tes diawali dengan pembuatan kisi-kisi tes. Adapun Pemberian skor tes kemampuan komunikasi matematis berdasarkan Maryland Math

Communication Rubric (dalam Hanif, 2013 hlm.19) dapat dilihat pada lampiran

B.2.

Soal tes akan diujicobakan pada siswa di luar sampel penelitian yang pernah mempelajari materi dan akan diujikan sebelum penelitian dilakukan. Pengujian soal tes tersebut bertujuan untuk mengetahui keterbacaan, validitas butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda, dan tingkat kesukaran butir soal. Uji coba


(25)

instrumen tes dilakukan di SMPN 1 Lembang kelas IX. Data yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian akan diolah. Pengolahan data hasil uji coba instrumen menggunakan software Anates dan Microsoft Excel 2010.

1) Validitas

Valid (absah) atau tidaknya suatu alat evaluasi dapat diketahui dari hasil evaluasi yang dilakukan, apakah mampu mengevaluasi dengan tepat apa yang seharusnya dievaluasi atau tidak. Sehingga validitas atau keabsahan suatu alat evaluasi bergantung pada ketepatan alat evaluasi dalam menjalankan fungsinya.

Suherman (2003, hlm.111) menyebutkan cara yang dapat digunakan untuk mencari koefisien validitas alat evaluasi ada tiga macam, yaitu:

1) Korelasi produk moment memakai simpangan

2) Korelasi produk moment memakai angka kasar (raw score) 3) Korelasi metode rank (rank method correlation)

Pada penelitian ini, koefisien validitas akan dicari menggunakan rumus korelasi produk-moment menggunakan angka kasar (raw-score). Proses perhitungan dengan menggunakan cara ini relative singkat daripada dengan menggunakan rumus simpangan dan masalah kita dihadapkan dengan bilangan-bilangan yang lebih besar sehingga bisa ditanggulangi dengan penggunaan kalkulator (Suherman, 2003, hlm.120)

Berikut rumusnya:

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

= koefisien validitas

X = skor testi pada tiap butir soal Y = skor total tiap testi


(26)

28

Selanjutnya, untuk menentukan tingkat (derajat) validitas atau interpretasi dari alat evaluasi, menurut Guilford (dalam Suherman, 2003, hlm.112) nilai dapat dikelompokkan dalam kriteria berikut ini:

Tabel 3.1

Kriteria Koefisien Validitas

Koefisien Validitas Kriteria

Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat Rendah

Adapun hasil uji validitas terhadap instrumen tes komunikasi matematis yang diujikan dalam penelitian ini menggunakan bantuan software Anates disajikan dalam tabel 3.2 berikut

Tabel 3.2

Hasil Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

No. Soal Validitas

Koefisien validitas Interpretasi

1 0,75 Tinggi

2 0,62 Sedang

3 0,60 Sedang

4 0,78 Tinggi

5 0,72 Tinggi

Berdasarkan hasil uji validitas, ternyata semua butir soal tes kemampuan komunikasi valid. Lebih lengkapnya, butir soal nomor 1, 4 dan 5 memiliki validitas yang tinggi dan butir soal nomor 2 dan 3 memiliki validitas yang sedang. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.2.


(27)

Setelah validitas tiap butir soal diperoleh, perlu dilakukan uji signifikansi untuk menguji keberartian koefisien korelasi dengan menggunakan statistik uji dengan rumus (dalam Sudjana, 2005, hlm. 380)

Keterangan :

t : nilai hitung koefisien validitas

: koefisien korelasi

: banyaknya responden

Kemudian dengan mengambil taraf nyata dan derajat kebebasan

, validitas tiap butir soal berarti jika dengan .

Selanjutnya dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel, diperoleh perhitungan keberartian butir soal sebagai berikut:

1) Butir soal 1

Perumusan hipotesis :

H0 : Validitas butir soal nomor 1 tidak berarti H1 : Validitas butir soal nomor 1 berarti

Selanjutnya akan dihitung dengan dan sehingga diperoleh

Selanjutnya dengan taraf nyata dan melakukan perhitungan, dari tabel distribusi t diperoleh = 2,04. Karena 4,15 2,04 maka H0 ditolak. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa butir soal nomor 1 berarti.

Dengan mneggunakan cara yang sama, hasil pengujian keberartian validitas semua butir soal dapat dilihat pada tabel berikut


(28)

30

Tabel 3.3

Uji Keberartian Butir Soal

Butir Soal t Hitung t Tabel Keterangan

1 6,31

2,04

Berarti

2 4,43 Berarti

3 4,25 Berarti

4 7,06 Berarti

5 5,78 Berarti

Berdasarkan Tabel 3.3 diperoleh bahwa validitas setiap butir soal berarti sehingga soal ini dapat digunakan. Lebih lengkapnya, perhitungan uji signifikansi untuk menguji keberartian dapat dilihat pada lampiran C.3.

2) Reliabilitas

Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap (konsisten, ajeg) jika digunakan untuk subyek yang sama. (Suherman, 2003, hlm.131)

Suherman (2003, hlm.154) menerangkan bahwa untuk menentukan koefisien reliabilitas alat evaluasi berbentuk uraian dapat dilakukan dengan rumus Cronbach Alpha yaitu:

Keterangan:

: koefisien reliabilitas

n : banyak butir soal (item) ∑ : jumlah varians skor tiap item

: varians skor total

Selanjutnya, untuk menentukan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P Guilford (dalam Suherman, 2003, hlm.13) sebagai berikut :


(29)

Tabel 3.4

Klasifikasi Derajat Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas ( ) Derajat Reliabilitas

Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat Rendah

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Software Anates, diperoleh koefisien reliabilitasnya sebesar 0,88. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa soal tes kemampuan komunikasi pada penelitan ini memiliki derajat reliabilitas yang termasuk kategori tinggi atau secara keseluruhan butir soal memiliki derajat reliabilitas dengan kategori tinggi.

Dengan demikian instrumen tes kemampuan komunikasi matematis dalam penelitian ini reliabel, artinya instrumen tes akan memperoleh hasil yang konsisten meskipun dilakukan pada orang, waktu dan tempat yang berbeda. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.2.

3) Daya Pembeda

Suherman (2003, hlm.159) menyebutkan pengertian daya pembeda (DP) dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi (siswa) yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi (siswa) yang tidak dapat menjawab soal tersebut (testi yang menjawab salah). Dengan kata lain daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal untuk membedakan antara testi (siswa) yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang bodoh.

Derajat daya pembeda suatu butir soal dinyatakan dengan Indeks Diskriminasi (Discriminating Index) yang bernilai -1,00 sampai dengan 1,00. Indeks diskriminasi mendekati 1,00 berarti daya pembeda soal makin baik, sedangkan


(30)

32

jika makin mendekati 0,00 berarti daya pembeda soal semakin buruk. Indeks diskriminasi yang bernilai negative (kurang dari 0,00) berarti kelompok siswa kurang pintar menjawab benar untuk soal tersebut, sedangkan siswa yang pintar menjawab salah untuk soal tersebut.

Adapun rumus untuk menghitung daya pembeda pada tipe soal uraian yaitu:

̅ ̅

DP = Daya Pembeda

̅ = Rata-rata siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar atau rata-rata kelompok atas

̅ = Rata-rata siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar atau rata-rata kelompok bawah

SMI = Skor maksimal ideal

Setelah diperoleh hasil perhitungan daya pembeda setiap butir soal, selanjutnya hasil perhitungan diinterpretasikan dalam kriteria daya pembeda yang disajikan dalam tabel 3.5 berikut (Suherman, 2003, hlm.161)

Tabel 3.5

Kriteria Daya Pembeda

Besar DP Daya Pembeda

Sangat Jelek

Jelek

Cukup

Baik

Sangat Baik

Hasil analisis daya pembeda terhadap instrumen tes komunikasi matematis yang diujikan dalam penelitian ini menggunakan bantuan software Anates disajikan dalam tabel berikut


(31)

Tabel 3.6

Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal

No. Soal Daya Pembeda

DP Klasifikasi

1 0,66 Baik

2 0,41 Baik

3 0,16 Jelek

4 0,55 Baik

5 0,52 Baik

Berdasarkan tabel 3.6, soal tes didominasi dengan soal yang memiliki daya pembeda yang baik kecuali pada soal nomor 3. hasil perhitungan daya pembeda secara lengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.2.

4) Indeks Kesukaran (Difficulty Index)

Indeks kesukaran suatu butir soal adalah suatu parameter yang dapat mengidentifikasikan sebuah butir soal dikatakan mudah atau sukar untuk diujikan kepada siswa (Mulyawati, 2015, hlm.30). Selain itu, Suherman (2003) menyebutkan bahwa indeks kesukaran adalah suatu parameter yang mengidentifikasi sebuah soal dikatakan mudah atau sulit untuk disajikan kepada siswa.

Adapun rumus indeks kesukaran untuk tipe soal uraian adalah:

̅

Keterangan :

IK : Indeks Kesukaran

̅ : Rerata tiap butir soal uraian SMI : Skor Maksimal Ideal

Selanjutnya indeks kesukaran yang diperoleh dengan rumus di atas akan diinterpretasikan ke dalam kriteria pada tabel 3.7 berikut (Suherman, 2003, hlm.170)


(32)

34

Tabel 3.7

Kriteria Indeks Kesukaran Besar Indeks Kesukaran

(IK)

Indeks Kesukaran Soal

Terlalu sukar

Sukar

Sedang

Mudah

Terlalu Mudah

Adapun hasil uji indeks kesukaran terhadap instrumen tes komunikasi matematis yang diujikan dalam penelitian ini menggunakan bantuan software

Anates disajikan dalam tabel berikut

Tabel 3.8

Hasil Analisis Indeks Kesukaran Butir Soal

No. Soal Indeks Kesukaran

IK Kategori

1 0,58 Sedang

2 0,71 Mudah

3 0,16 Sukar

4 0,44 Sedang

5 0,51 Sedang

Berdasarkan tabel 3.8 diketahui bahwa terdapat satu soal yaitu nomor 2 yang memiliki indeks kesukaran dalam kategori mudah. Tiga butir soal, yaitu soal nomor 1, 4 dan 5 yang memiliki indeks kesukaran dalam kategori sedang. Selanjutnya satu soal yaitu soal nomor 3 memiliki indeks kesukaran dalam kategori sukar. Hasil perhitungan indeks kesukaran secara lengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.2.


(33)

Berdasarkan hasil analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran yang telah dilakukan, intrumen tes yang berupa soal kemampuan komunikasi matematis termasuk pada kriteria yang baik, sehingga soal ini digunakan oleh peneliti sebagai soal kemampuan komunikasi matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai soal pretest dan posttest. Rekapitulasi hasil uji coba dilihat pada tabel 3.9

Tabel 3.9

Rekapitulasi Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis No.

Soal

Validitas Daya Pembeda Indeks Kesukaran Keterangan Koef. validitas Interpretasi DP Klasifikasi IK Klasifikasi

1 0,75 Tinggi 0,66 Baik 0,58 Sedang Digunakan

2 0,62 Sedang 0,41 Baik 0,71 Mudah Digunakan

3 0,60 Sedang 0,16 Jelek 0,16 Sukar Digunakan

4 0,78 Tinggi 0,55 Baik 0,44 Sedang Digunakan

5 0,72 Tinggi 0,52 Baik 0,51 Sedang Digunakan

Reliabilitas 0,88

b. Instrumen Non Tes 1. Angket

Angket atau kuisioner adalah daftar pertanyaan atau pernyataan oleh orang yang akan dievaluasi (Suherman, 2003, hlm. 56). Angket berfungsi sebagai alat pengumpul data. Angket ini bertujuan untuk mengetahui sikap atau respon siswa selama pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran

Problem-Based Learning. Sikap siswa tersebut berkenaan dengan sikap siswa terhadap

pelajaran matematika, sikap siswa terhadap model pembelajaran Problem-Based

Learning dan sikap siswa terhadap soal-soal komunikasi matematis.

Amgket ini terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Penilaian sikap siswa pada angket berpedoman dengan Skala Likert (dalam Wijaya, 2009 hlm.213) dengan kategori sebagai berikut:

1) Kategori Sangat Setuju (SS) : 5 2) Kategori Setuju (S) : 4 3) Kategori Ragu-ragu (R) : 3


(34)

36

4) Kategori Tidak Setuju (TS) : 2 5) Kategori Sangat Tidak Setuju (STS) : 1

Lebih lengkapnya, menurut Suherman (dalam Hanif, 2013 hlm.26), pemberian skor setiap pernyataan positif adalah 1 (STS), 2 (TS), 4 (S) dan 5 (SS), sedangkan untuk pernyataan negatif 5 (STS), 4 (TS), 2 (S) dan 1 (SS). Empat pilihan digunakan untuk menghindari sikap ragu-ragu dan sikap tidak memihak (netral) responden pada suatu pernyataan.

Selanjutnya klasifikasi interpretasi untuk skala distribusi pendapat responden ini dikelompokkan ke dalam kelas interval, karena data ini merupakan data ordinal. Menurut Dajan (dalam Wijaya, 2009, hlm. 213), interval merupakan kisaran jawaban responden yang diperoleh melalui selisih nilai maksimum dengan nilai minimum disbandingkan jumlah kelas, dengan rumus

Dalam skala Likert ini, nilai interval yang diperoleh adalah

Berdasarkan interval di atas, hasil data angket dapat diinterpretasikan dalam klasifikasi skala distribusi angket yang disajikan dalam tabel 3.10 berikut ini

Tabel 3.10

Klasifikasi Distribusi Skala Angket

Skala Tingkat Respon

Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat Rendah


(35)

2. Lembar Observasi

Suherman (2003, hal. 62) menjelaskan bahwa observasi adalah teknik evaluasi non tes yang menginventarisasikan data tentang sikap dan kepribadian siswa dalam kegiatan belajarnya. Lembar observasi akan digunakan untuk mengamati kegiatan pembelajaran yang dilakukan peneliti secara langsung oleh pengamat (observer). Observasi dilakukan saat pembelajaran berlangsung untuk mengetahui dan memperoleh informasi tentang gambaran mengenai aspek-aspek pembelajaran, cara guru mengajar, interaksi dan keaktifan siswa saat pembelajaran serta kekurangan atau hambatan dalam proses pembelajaran. Data yang diperoleh akan dijadikan bahan evaluasi hasil penelitian. Data ini bersifat relatif karena dapat dipengaruhi oleh keadaan dan subjektifitas pengamat.

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Secara garis besar, prosedur penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Melakukan studi pendahuluan

b. Mengidentifikasi masalah dan kajian pustaka c. Membuat proposal penelitian

d. Menentukan materi ajar

e. Menyusun instrumen penelitian f. Pengujian instrumen penelitian

g. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Kelompok (LKK), angket dan lembar observasi

h. Perizinan untuk penelitian.

i. Pemilihan sampel penelitian sebanyak dua kelas, yang disesuaikan dengan materi penelitian dan waktu pelaksaan penelitian

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pelaksanaan pretest kemampuan komunikasi matematis untuk kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol


(36)

38

b. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan mengimplementasikan pembelajaran dengan model Problem-Based Learning (PBL) untuk kelas eksperimen dan pembelajaran langsung untuk kelas kontrol

c. Pelaksanaan posttest untuk kedua kelas 3. Tahap Pengumpulan dan Analisis Data

a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif

b. Mengolah dan menganalisis data kuantitatif berupa hasil pretest dan hasil

posttest

c. Mengolah dan menganalisis data kualitatif berupa angket dan lembar observasi.

4. Tahap Pembuatan Kesimpulan

a. Membuat kesimpulan dari data kuantitatif yang diperoleh mengenai hasil dari penerapan pembelajaran dengan model Problem-Based Learning

b. Membuat kesimpulan dari data kualitatif yang diperoleh mengenai respon siswa dan kegiatan guru dan siswa selama pembelajaran matematika dengan model Problem-Based Learning

Selanjutnya, alur metodologi penelitian akan disajikan dalam gambar 3.1 berikut ini.


(37)

Gambar 3.1

Alur Metodologi Penelitian Studi Kepustakaan dan Penyusunan

Proposal

Revisi Instrumen

Analisis data

Penyusuna Instrumen dan Bahan Ajar Seminar Proposal

Uji coba instrumen

LKK, angket, lembar observasi Perlakuan pada kelas eksperimen

(pembelajaran model PBL) Pembelajaran langsung pada kelas

kontrol

Pretes


(38)

40

F. Teknik Analisis Data

1. Pengolahan Data Kuantitatif

Teknik analisis data dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal komunikasi matematis siswa dan untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan model PBL lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran langsung. Analisis pengujian data statistika dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 20.0 (Statistical

Product and Service Solution). Untuk menganalisis data tersebut, maka dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut: a. Analisis Data Pretest

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data pretest dari kedua kelas penelitian berdistribusi normal atau tidak. Dalam uji normalitas ini digunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan perumusan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Data pretest berdistribusi normal H1 : Data pretest berdistribusi tidak normal

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian adalah:  Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak

Dari hasil pengujian tersebut, jika data pretest kedua kelas penelitian berdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians. Namun, jika minimal salah satu kelas penelitian berdistribusi tidak normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan statistika nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney.

2) Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah data pretest dari kedua kelas penelitian mempunyai varians yang homogen atau tidak.


(39)

Pengujian homogenitas varians ini digunakan uji Lavene dengan perumusan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Data pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang homogen

H1 : Data pretest Data pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang tidak homogen

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian adalah:  Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak 3) Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah data

pretest dari kedua kelas penelitian mempunyai rata-rata kemampuan

komunikasi matematis yang sama atau berbeda. Jika data pretest berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka pengujian dilakukan menggunakan uji t. Sedangkan jika data pretest berdistribusi normal dan memiliki varians yang tidak homogen, maka pengujian dilakukan menggunakan uji t dengan varians yang tidak homogen. Perumusan hipotesis uji adalah sebagai berikut:

H0 : Rata-rata data pretest kelas eksperimen tidak berbeda dengan kelas kontrol

H1 : Rata-rata data pretest kelas eksperimen berbeda dengan kelas kontrol Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian adalah:  Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak

b. Analisis Data Posttest 1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data posttest dari kedua kelas penelitian berdistribusi normal atau tidak. Dalam uji normalitas


(40)

42

ini digunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan perumusan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Data posttest berdistribusi normal H1 : Data posttest berdistribusi tidak normal

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian adalah:  Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak

Dari hasil pengujian tersebut, jika data posttest kedua kelas penelitian berdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians. Namun, jika minimal salah satu kelas penelitian berdistribusi tidak normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan statistika nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney.

2) Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah data posttest dari kedua kelas penelitian mempunyai varians yang homogen atau tidak. Pengujian homogenitas varians ini digunakan uji Lavene dengan perumusan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang homogen

H1 : Data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang tidak homogen

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian adalah:  Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak 3) Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen lebih besar daripada rata-rata kemampuan komunikasi matematis kelas kontrol. Jika data posttest berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka pengujian dilakukan menggunakan uji t. Sedangkan jika data posttest berdistribusi


(41)

normal dan memiliki varians yang tidak homogen, maka pengujian dilakukan menggunakan uji t dengan varians yang tidak homogen. Namun, jika data

posttest berdistribusi tidak normal, maka pengujian dilanjutkan dengan

menggunakan statistika nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney. Perumusan hipotesis uji adalah sebagai berikut:

H0 : Rata-rata data posttest kelas eksperimen tidak lebih besar dari kelas kontrol

H1 : Rata-rata data posttest kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian adalah:  Jika setengah dari nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima  Jika setengah dari nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak

c. Analisis Data Indeks Gain

Analisis data gain dilakukan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis pada kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan model PBL lebih besar daripada kelas kontrol yang memperoleh pembelajaran langsung. Analisis akan dilakukan dengan mengolah data indeks gain. Indeks gain adalah gain ternormalisasi yang dihitung dengan menggunakan rumus menurut Hake (1999) sebagai berikut

Keterangan :

: indeks gain : nilai postes : nilai pretes

Selanjutnya nilai indeks gain dapat diinterpretasikan dalam tiga kriteria yang disajikan dalam tabel 3.11 berikut


(42)

44

Tabel 3.11 Kriteria Indeks Gain Indeks gain Kriteria

> 0,70 Tinggi 0,30 < ≤ 0,70 Sedang

≤ 0,30 Rendah

Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi pada kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol berbeda secara signifikan atau tidak, akan dilakukan uji statistika berikut:

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data indeks gain dari kedua kelas penelitian berdistribusi normal atau tidak. Dalam uji normalitas ini digunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan perumusan hipotesis sebagai berikut: H0 : Data indeks gain berdistribusi normal

H1 : Data indeks gain berdistribusi tidak normal

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian adalah:  Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak

Dari hasil pengujian tersebut, jika data indeks gain kedua kelas penelitian berdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians. Namun, jika minimal salah satu kelas penelitian tidak berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan statistika non parametrik, yaitu uji

Mann-Whitney.

2) Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah data indeks gain dari kedua kelas penelitian mempunyai varians yang homogen atau tidak. Pengujian homogenitas varians ini digunakan uji Lavene dengan perumusan hipotesis sebagai berikut:


(43)

H0 : Data indeks gain kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang homogen

H1 : Data indeks gain Data pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang tidak homogen

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian adalah:  Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima

 Jika nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak 3) Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah peningkatan rata-rata kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Jika data indeks gain berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka pengujian dilakukan menggunakan uji t. Sedangkan jika data indeks gain berdistribusi normal dan memiliki varians yang tidak homogen, maka pengujian dilakukan menggunakan uji t dengan varians yang tidak homogen. Namun, jika data indeks gain tidak berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan statistika non parametrik, yaitu uji

Mann-Whitney. Perumusan hipotesis uji adalah sebagai berikut:

H0 : Peningkatan rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa SMP yang mendapat pembelajaran model PBL tidak lebih baik daripada siswa SMP yang mendapat pembelajaran langsung

H1 : Peningkatan rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa SMP yang mendapat pembelajaran model PBL lebih baik daripada siswa SMP yang mendapat pembelajaran langsung

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian adalah:  Jika setengah dari nilai signifikansi (Sig.) ≥ α, maka H0 diterima  Jika setengah dari nilai signifikansi (Sig.) < α, maka H0 ditolak

Langkah-langkah untuk menguji hipotesis penelitian disajikan dalam gambar 3.2 berikut


(44)

46

Mulai

Data Kelas Eksperimen

Apakah variansnya homogen?

Data Kelas Kontrol

Uji t

Uji t’ Apakah data berdistribusi

normal? Apakah data

berdistribusi normal?

Selesai

Tidak

Tidak Tidak

Ya Ya

Ya

Statistika Non Parametrik

Mann-Witney Statistika Non

Parametrik Mann-Witney

Gambar 3.2

Alur Pengujian Hipotesis Penelitian (diadaptasi dari Mulyawati, 2015)


(45)

2. Pengolahan Data Kualitatif a. Pengolahan Data Angket

Pengolahan data angket dilakukan dengan menggunakan skala Likert. Setiap jawaban diberikan bobot tertentu sesuai dengan jawabannya. Adapun bobot yang diberikan disajikan dalam tabel di bawah ini

Tabel 3.12

Bobot Skor Pernyataan Angket

No Jawaban Siswa Skor Tiap Pernyataan

Positif Negatif

1 Sangat Setuju (SS) 5 1

2 Setuju (S) 4 2

3 Tidak Setuju (TS) 2 4

4 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 5

Selanjutnya, Hasil perhitungan rata-rata skor angket pada setiap aspek akan diinterpretasikan dalam tabel klasifikasi distribusi skala angket yang disajikan pada Tabel 3.10.

b. Pengolahan Lembar Observasi

Data hasil lembar observasi merupakan data pendukung dalam penelitian ini, yang bermaksud untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran yang diberikan dan juga proses pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Data diolah dan dianalisis secara deskriptif. Keterlaksanaan setiap langkah dalam lembar observasi akan disajikan dalam bentuk presentase. Presentase akan disajikan dalam tabel dan gambar.


(46)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis penelitian pada Bab IV, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan implikasi dan rekomendasi terkait dengan penelitian ini.

A. Simpulan

Beberapa hal yang dapat disimpulkan berdasarkan pengolahan dan analisis data adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Problem-Based Learning (PBL) lebih besar daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)

2. Kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Problem-Based Learning (PBL) tergolong sedang, sedangkan kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) tergolong rendah

3. Pada umumnya, sikap atau respon positif siswa terhadap pembelajaran dengan model Problem-Based Learning (PBL) tergolong tinggi

B. Implikasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta kesimpulan yang diperoleh, maka implikasi penelitian ini adalah model Problem-Based Learning dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa terutama kemampuan komunikasi matematis tertulis.


(47)

C. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta kesimpulan yang diperoleh, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat penulis berikan berkaitan dengan penelitian ini.

1. Pemberian masalah di awal pembelajaran, sebaiknya merupakan masalah nyata (real) yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa lebih mudah membayangkan bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut. 2. Untuk memotivasi siswa yang sulit atau tidak mau mengungkapkan ide, berikan reward (penghargaan) agar lebih semangat dan termotivasi dalam mengungkapkan ide mereka, sehingga setiap siswa mempunyai kesempatan untuk diberikan penghargaan.

3. Pada penelitian ini, kemampuan yang diukur adalah kemampuan komunikasi matematis tertulis dengan materi operasi aljabar. Oleh sebab itu, disarankan untuk penelitian yang akan datang sebaiknya mengukur kemampuan komunikasi matematis, baik tertulis maupun lisan dengan materi yang berbeda.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Agung. (2013). Metode Pembelajaran Modern Problem. [Online]. Diakses dari

http://www.dragung.com/2013/02/metode-pembelajaran-modern-problem.html.

Amalia, L. (2013). Pengaruh penerapan Quantum Learning prinsip TANDUR

Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Pada Siswa SMP. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Bayulikids. (2013). Pembelajaran Problem Based Learning. [Online]. Diakses dari http://bayulikids.blogspot.com/2013/11/pembelajaran-problem-based-learning_30.html.

BSNP. (2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

Bruce, C. & Ross, J. (2010). Report on the field tests of CLIPS: Trigonometry and

Algebra. Submitted to the Ministry of Education, Ontario: Toronto.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata

Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas.

Faiq, M. (2013). Mengenal Direct Instruction (Model Pembelajaran

Langsung/Model Pengajaran Langsung). [Online]. Diakses dari http://penelitiantindakankelas.blogspot.co.id/2013/04/direct-instruction-model-pembelajaran-langsung.html.

Hake, R. R. (1999). Analyzing Change/Gain Score. California: Departement of Physics Indiana University.

Hanif, M. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Collaborative Learning Untuk

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMA Kelas X.

(Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Herdian. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematis. [Online]. Diakses dari https://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/.

Holipah, S. (2011). Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran NOVICK

Terhadap Peningkatan kemampuan Komunikasi Matematik Pada Siswa SMP. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


(49)

Juhara, W.A. (2014). Implementasi Pendekatan Problem Based Learning

Berbantuan 3D Sketchup Untuk Meningkatkan Kemampuan Spatial Sensesiswa SMA. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia,

Bandung.

Kemendikbud. (2013). Pembelajaran Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran

Matematika (Peminatan) Melalui Pendekatan Saintifik. [Online]. Diakses

dari https://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/.

Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT. Refika Aditama.

Kurniawan, D. (2011). Pembelajaran Terpadu. Bandung: CV. Pustaka Cendekia Utama.

Lestari, K.E. (2011). Penerapan Model Pembelajaran M-APOS Untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP.

(Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Mahmudi, A. (2009). Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal

MIPMIPA UNHALU, 8(1), hlm.1412-2318.

Mansyur, Z.. (2014). Kemampuan pemecahan masalah matematiks. [Online]. Diakses dari https://zulfikarmansyur.wordpress.com/2014/01/07/13/. Mayasa. (2012). Komunikasi matematika. [Online]. Diakses dari

http://m4y-a5a.blogspot.com/2012/10/komunikasi-matematika.html.

Meliana, D. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Tipe The Learning Cell

Untuk meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP.

(Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Mulyawati, N.A. (2015). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Melalui Pendekatan problem Based Learning. (Skripsi).

FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Naim, M. (2011). Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Prabawanto, S. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah,

Komunikasi Dan Self-Efficacy Matematis Mahasiswa Melalui

Pembelajaran Dengan Pendekatan Metacognitive Scaffolding. (Disertasi).


(50)

72

PPPPTK. (2011). Instrumen penilaian hasil belajar matematika SMP: belajar

dari PISA dan TIMMS. Kementrian Pendidikan Nasional.

Rahayu, S. (2010). Upaya Meningkatkan Peran Aktif Dan Kemampuan

Pemecahan Masalah Siswa Mts. Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. (Skripsi).

FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sabrina, F. (2015). Penerapan Model Problem-Based Learning (PBL) Untuk

Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP. (Skripsi).

FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sudrajat, A. (2011). Model Pembelajaran Langsung. [Online]. Diakses dari https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/01/27/model-pembelajaran-langsung/

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, Erman. dkk. (2003). Individual Text Book; Evaluasi Pembelajaran

Matematika Bandung : Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Susilawati. (2014). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP

Menggunakan Strategi Konflik Kognitif dengan Pendekatan Open-Ended.

(Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Tan, O. S. (2009). Problem-Based Learning and Creativity. Singapore: Cengage Learning Asia Pte. Ltd.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika

Berparadigma Eksploratif dan Investigati.. Jakarta: PT. Lauser Cita

Pustaka.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wijaya, T. (2009). Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.


(1)

47

Siti Sahara, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

2. Pengolahan Data Kualitatif

a. Pengolahan Data Angket

Pengolahan data angket dilakukan dengan menggunakan skala Likert. Setiap jawaban diberikan bobot tertentu sesuai dengan jawabannya. Adapun bobot yang diberikan disajikan dalam tabel di bawah ini

Tabel 3.12

Bobot Skor Pernyataan Angket

No Jawaban Siswa Skor Tiap Pernyataan

Positif Negatif

1 Sangat Setuju (SS) 5 1

2 Setuju (S) 4 2

3 Tidak Setuju (TS) 2 4

4 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 5

Selanjutnya, Hasil perhitungan rata-rata skor angket pada setiap aspek akan diinterpretasikan dalam tabel klasifikasi distribusi skala angket yang disajikan pada Tabel 3.10.

b. Pengolahan Lembar Observasi

Data hasil lembar observasi merupakan data pendukung dalam penelitian ini, yang bermaksud untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran yang diberikan dan juga proses pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Data diolah dan dianalisis secara deskriptif. Keterlaksanaan setiap langkah dalam lembar observasi akan disajikan dalam bentuk presentase. Presentase akan disajikan dalam tabel dan gambar.


(2)

68

Siti Sahara, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis penelitian pada Bab IV, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan implikasi dan rekomendasi terkait dengan penelitian ini.

A. Simpulan

Beberapa hal yang dapat disimpulkan berdasarkan pengolahan dan analisis data adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Problem-Based Learning (PBL) lebih besar daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)

2. Kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Problem-Based Learning (PBL) tergolong sedang, sedangkan kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) tergolong rendah

3. Pada umumnya, sikap atau respon positif siswa terhadap pembelajaran dengan model Problem-Based Learning (PBL) tergolong tinggi

B. Implikasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta kesimpulan yang diperoleh, maka implikasi penelitian ini adalah model Problem-Based Learning dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa terutama kemampuan komunikasi matematis tertulis.


(3)

69

Siti Sahara, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

C. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta kesimpulan yang diperoleh, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat penulis berikan berkaitan dengan penelitian ini.

1. Pemberian masalah di awal pembelajaran, sebaiknya merupakan masalah nyata (real) yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa lebih mudah membayangkan bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut. 2. Untuk memotivasi siswa yang sulit atau tidak mau mengungkapkan ide, berikan reward (penghargaan) agar lebih semangat dan termotivasi dalam mengungkapkan ide mereka, sehingga setiap siswa mempunyai kesempatan untuk diberikan penghargaan.

3. Pada penelitian ini, kemampuan yang diukur adalah kemampuan komunikasi matematis tertulis dengan materi operasi aljabar. Oleh sebab itu, disarankan untuk penelitian yang akan datang sebaiknya mengukur kemampuan komunikasi matematis, baik tertulis maupun lisan dengan materi yang berbeda.


(4)

70

Siti Sahara, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

DAFTAR PUSTAKA

Agung. (2013). Metode Pembelajaran Modern Problem. [Online]. Diakses dari

http://www.dragung.com/2013/02/metode-pembelajaran-modern-problem.html.

Amalia, L. (2013). Pengaruh penerapan Quantum Learning prinsip TANDUR Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Pada Siswa SMP. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Bayulikids. (2013). Pembelajaran Problem Based Learning. [Online]. Diakses

dari http://bayulikids.blogspot.com/2013/11/pembelajaran-problem-based-learning_30.html.

BSNP. (2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

Bruce, C. & Ross, J. (2010). Report on the field tests of CLIPS: Trigonometry and Algebra. Submitted to the Ministry of Education, Ontario: Toronto.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas.

Faiq, M. (2013). Mengenal Direct Instruction (Model Pembelajaran

Langsung/Model Pengajaran Langsung). [Online]. Diakses dari

http://penelitiantindakankelas.blogspot.co.id/2013/04/direct-instruction-model-pembelajaran-langsung.html.

Hake, R. R. (1999). Analyzing Change/Gain Score. California: Departement of Physics Indiana University.

Hanif, M. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Collaborative Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMA Kelas X. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Herdian. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematis. [Online]. Diakses dari https://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/.

Holipah, S. (2011). Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran NOVICK Terhadap Peningkatan kemampuan Komunikasi Matematik Pada Siswa SMP. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


(5)

71

Siti Sahara, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

Juhara, W.A. (2014). Implementasi Pendekatan Problem Based Learning Berbantuan 3D Sketchup Untuk Meningkatkan Kemampuan Spatial Sensesiswa SMA. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Kemendikbud. (2013). Pembelajaran Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika (Peminatan) Melalui Pendekatan Saintifik. [Online]. Diakses dari https://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/.

Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT. Refika Aditama.

Kurniawan, D. (2011). Pembelajaran Terpadu. Bandung: CV. Pustaka Cendekia Utama.

Lestari, K.E. (2011). Penerapan Model Pembelajaran M-APOS Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Mahmudi, A. (2009). Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal MIPMIPA UNHALU, 8(1), hlm.1412-2318.

Mansyur, Z.. (2014). Kemampuan pemecahan masalah matematiks. [Online]. Diakses dari https://zulfikarmansyur.wordpress.com/2014/01/07/13/. Mayasa. (2012). Komunikasi matematika. [Online]. Diakses dari

http://m4y-a5a.blogspot.com/2012/10/komunikasi-matematika.html.

Meliana, D. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Tipe The Learning Cell Untuk meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Mulyawati, N.A. (2015). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Melalui Pendekatan problem Based Learning. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Naim, M. (2011). Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Prabawanto, S. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah,

Komunikasi Dan Self-Efficacy Matematis Mahasiswa Melalui

Pembelajaran Dengan Pendekatan Metacognitive Scaffolding. (Disertasi). Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


(6)

Siti Sahara, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

PPPPTK. (2011). Instrumen penilaian hasil belajar matematika SMP: belajar dari PISA dan TIMMS. Kementrian Pendidikan Nasional.

Rahayu, S. (2010). Upaya Meningkatkan Peran Aktif Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Mts. Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sabrina, F. (2015). Penerapan Model Problem-Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sudrajat, A. (2011). Model Pembelajaran Langsung. [Online]. Diakses dari https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/01/27/model-pembelajaran-langsung/

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, Erman. dkk. (2003). Individual Text Book; Evaluasi Pembelajaran Matematika Bandung : Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Susilawati. (2014). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP

Menggunakan Strategi Konflik Kognitif dengan Pendekatan Open-Ended. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Tan, O. S. (2009). Problem-Based Learning and Creativity. Singapore: Cengage Learning Asia Pte. Ltd.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika Berparadigma Eksploratif dan Investigati.. Jakarta: PT. Lauser Cita Pustaka.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wijaya, T. (2009). Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.