EUIS KOMARIAH SENIMAN VOKAL SUNDA DI KOTA BANDUNG.

(1)

i

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………..……. i

PERNYATAAN……… ii

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH………. iii

ABSTRAK……….…..…... vi

DAFTAR ISI………... vii

DAFTAR DIAGRAM ……….…. xi

DAFTAR GAMBAR………. xii

DAFTAR TABEL DAN NOTASI……… xiii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH………. 1

B. PERUMUSAN MASALAH………. 9

C. TUJUAN PENELITIAN………... 9


(2)

ii

E. TELAAH PUSTAKA……… 11

F. KERANGKA TEORETIS……… 14

G. METODE PENELITIAN……….. 27

H. TEKNIK PENGUMPULAN DATA………. 30

I. LOKASI DAN SUBYEK PENELITIAN……… 35

J. PENGOLAHAN DATA………. 35

BAB II EKSISTENSI SENI VOKAL SUNDA……… 40

A. SEKILAS TENTANG SAJIAN VOKAL SUNDA ……… 40

B. PENYAJIAN GARAP IRINGAN DALAM VOKAL SUNDA... 48

C. BEBERAPA KETENTUAN BAGI JURU SEKAR……….. 60

D. KREATIVITAS SENIMAN VOKAL SUNDA………... 69

E. GAYA PENYAJIAN VOKAL SUNDA………. 72

BAB III SKETSA KEHIDUPAN TOKOH EUIS KOMARIAH……….. 75

A. LATAR BELAKANG KEHIDUPAN EUIS KOMARIAH……… 75


(3)

iii

2. Setelah Berkeluarga……… 79

B. PENDIDIKAN FORMAL……….. 88

C. PENDIDIKA NON FORMAL……… 93

D. CARA MEWARISKAN VOKAL SUNDA……… 97

BAB IV KESENIMANAN EUIS KOMARIAH………... 103

A. KEAHLIAN (SPESIALISASI) PRIBADI……… 103

1. Penguasaan Teknik Vokal………..……… 105

2. Teknik Ornamentasi Lagu………... 107

3. Kepekaan Musikal……….. 110

4. Penguasaan Vokabuler Lagu……….. 111

B. KEMAMPUAN SEBAGAI PENYAJI (PERFORMER) ………. 112

C. KREATIVITAS EUIS KOMARIAH DALAM VOKAL SUNDA. 115 1. Proses Kreasi... 116

2. Hasil Intepretasi wanda papantunan..………. 118

3. Hasil interpretasi wanda panambih………... 125

4. Hasil Karya Cipta………... 145


(4)

iv

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….... 156

A. KESIMPULAN………... 156

B. SARAN……….... 158

DAFTAR PUSTAKA……….. 159

DAFTAR ISTILAH………. 162

LAMPIRAN………. 169

1. Instrumen Penelitian……….. 169

2. Vokabuler lagu……….. 178

3. Daftar nara sumber………. 210

4. Dokumentasi lapangan……… 212


(5)

v

DAFTAR DIAGRAM

1.1 Kerangka Konseptual……… 26

1.2 Metode Penelitian……… 29

1.3 Pengumpulan Data……… 34


(6)

vi

DAFTAR GAMBAR

2. 1 Euis Komariah Sebelum Berkeluarga……… 78

2. 2 Euis Komariah Bersama Keluarga……… 80

2. 3 Euis Komariah Ketika mengisi pertunjukkan di Bank JABAR……… 81

2. 4 Euis Komariah Tampil Di Grand Hotel Bandung……… 82

2. 5 Euis Komariah mengisi pertunjukkan bersama Eka Gandara……… 82

2. 6 Euis Komariah mengisi pertunjukkan bersama grup Dewi Permanik………… 84

2. 7 Euis Komariah bersama ibu-ibu Dharma Wanita Kota Bandung……… 87

2. 8 Euis Komariah mengajar dan workshop di Amerika………... 102

2. 9 Euis Komariah bersama Gangan Garmana mengadakan pertunjukkan di AS..114


(7)

vii

2. 11 Euis Komariah pertunjukkan AS………... 152

2. 12 Euis Komariah mendapat penghargaan dari Walikota Bandung…………. 152

2. 13 Rekaman piringan hitam……… 155

2. 14 Rekaman Kaset Euis Komariah……… 155

DAFTAR TABEL DAN NOTASI 3. 1 Tabel ornamentasi lagu Mupu Kembang Euis Komariah……….… 122

3.2 Tabel ornamentasi lagu Mupu Kembang A. Tjitjah………. 123

3. 3 Tabel ornamentasi lagu Kulu-kulu Bem……… 138

3. 4 Tabel ornamentasi lagu Kulu-kulu Bem………. 140

4.1 Notasi Mupu Kembang Euis Komariah……….. 118

4. 2 Notasi Mupu Kembang A. Tjitjah……… 120

4. 3 Notasi Kulu-kulu Bem Euis Komariah…..………. 128


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Karya seni Sunda yang berkembang di Jawa Barat tidak dapat dipisahkan dari masyarakatnya yaitu suku Sunda. Hal tersebut merupakan wujud dari berbagai unsur diantaranya: gagasan, perilaku dan hasil kegiatan masyarakat dalam berbagai bidang antara lain bahasa, kesusatraaan, kesenian, ilmu, teknologi sistem kemasyarakatan, mata pencaharian serta sistem religi. Salah satu karya seni yang sampai saat ini menjadi sorotan yaitu seni karawitan, khususnya karawitan Sunda. Dari sekian banyak kesenian karawitan Sunda, salah satu jenisnya yaitu vokal Sunda. Vokal Sunda lebih dikenal dengan sebutan sekar yang dimaksudkan adalah penyajian lagu-lagu dengan media suara manusia.

Sekar di Jawa Barat terdiri dari beberapa genre diantaranya: Kawih, Cianjuran, Cigawiran, Ciawian, Beluk dll. Genre vokal tersebut memiliki ciri dan karakteristik tersendiri yang sangat khas. Kawih merupakan salah satu genre dalam seni vokal/sekar Sunda yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Jawa Barat. Istilah kawih terdapat dalam naskah kuna Sisksakandang Karesian yang ditulis pada tahun 1518 Masehi (Sumardjo, 1996: 120). Di dalam naskah tersebut dijelaskan ada 14 jenis, diantaranya 11 memakai kata kawih dan tiga lagu tidak memakai kata kawih. 11 lagu yang memakai kata kawih dantaranya: kawih bwatuha, kawih panjang, kawih lalanguan, kawih panyaraman, kawih sisindiran, kawih pangpeledan, bangbang kaso, pererane, porod eurih, kawih babahanan, kawih bangbarongan, kawih tangtung, kawih sasambatan dan kawih igel-igelan. Dari 14 nama lagu


(9)

Intan Kartika Wiji, 2010

yang terdapat dalam naskah tersebut tidak ada yang tahu bagaimana menyajikannya. (Danasasmita, 1981: 14).

Pengertian kawih identik dengan vokal/sekar Sunda yang medianya suara manusia. Adapun istilah kawih kepesindenan merupakan salah satu sajian vokal/sekar yang merupakan salah satu bagian dari seni karawitan Sunda dengan menggunakan iringan gending, terutama dalam sajian gamelan berlaras salendro dan pelog pada pertunjukkan wayang golek. Akan tetapi, dalam perkembangannya kepesindenan sering pula disajikan dalam sajian kiliningan, ketuk tilu, celempungan, jaipongan, bajidoran dan sebagainya. Istilah penyaji vokal kawih disebut sinden yaitu lebih mengarah pada profesi seorang wanita yang memiliki keahlian dalam menyanyikan vokal/sekar Sunda. Istilah lain untuk sinden diantaranya juru kawih dan juru sekar. Dengan kata lain, kawih kepesindenan adalah salah satu genre vokal Sunda yang disajikan oleh juru kawih dan membawakan lagu-lagu kawih. Kawih Kepesindenan dibedakan dengan jenis lagu kawih lainnya, seperti kawih Mang Koko-an yang biasanya disebut sebagai kawih kreasi baru (wanda anyar).

Berdasarkan komposisinya, kawih dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni: kawih tradisi dan kawih kreasi baru. Supanggah dalam Meriam (1995: 69) menyatakan bahwa: „eksistensi kesenian tradisi sudah sangat lama, secara tidak langsung dan tidak sadar sudah terseleksi, teruji oleh masyarakat dan zamannya, sehingga mengalami kristalisasi‟. Begitu pula dengan kawih kepesindenan yang sejak dulu disajikan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Kawih kreasi baru merupakan hasil gubahan baru, tetapi masih mengacu pada unsur tradisi. Salmun (1961: 211) menyatakan bahwa: kawih kreasi adalah lagu raehan atau lagu modern pada zamannya. Menurut Ruswandi (2000: 12) menyatakan bahwa: “adapun kawih kreasi baru karya Mang Koko biasanya disebut kawih wanda anyar yang diaransir dan


(10)

dikenal dengan pirigannya yakni menggunakan gamelan pelog salendro ataupun kacapi”. Menurut Salmun (1961: 211), munnculnya kawih kreasi baru sekitar tahun 1935, ketika itu

ditandai dengan pemberitaan yang disiarkan oleh radio “NIROM” (Nederlands Indise Radio

Omroep Maatschappij) sebagai berikut:

Ari rekahna raehan tea, babakuna ti barang di urang aya studio radio, malah sakuringeun mah nyebut klasik jeung modern teh, make watesna teh nya ti lebah dinya pisan, ti mimiti ayana wawaran radio. Lamun tea kudu di cekel taunna, bisa jadi kieu: nepi ka taun 1934 ku kuring diasupkeun kana klasik. Ti taun 1935 disakolompokkeun ka nu modern. Tapi ari eta taun teh ari misti di cekel deleg mah ulah. Nyebut kitu soteh sakadar ancer-ancer bae.

Terjemahan:

Merebaknya lagu tradisi ditandai dengan adanya studio radio, bahkan secara pribadi menyebutkan kreasi dan modern itu batasannya sejak ada pemberitaan radio. Kongkritnya sampai dengan tahun 1934 termasuk klasik, dari tahun 1935 termasuk kreasi baru. Namun batasan tahun tersebut tidak pasti, itu hanya sebagai perkiraan.

Dengan demikian, berdasarkan keterangan tersebut menunjukkan bahwa sejak tahun 1935 kawih kreasi baru sudah ada. Di Jawa Barat selain ada seni vokal kawih juga ada seni vokal Sunda lainnya yaitu tembang Sunda Cianjuran, istilah ini digunakan sebagai sebutan jenis tembang yang mengarah pada nama daerah yaitu Cianjur. Tembang Sunda Cianjuran dipengaruhi oleh genre seni vokal Sunda lain, seperti: beluk, pantun, degung, tembang rancag, wayang golek dan sebagainya. Dengan adanya pengaruh sajian dari genre lain, sehingga lagu-lagu dalam tembang Sunda Cianjuran terbagi menjadi enam kelompok jenis lagu yang lazim disebut sebagai wanda. Wanda-wanda tersebut diantaranya: papantunan, jejemplangan, dedegungan, rarancagan, kakawen dan panambih (lagu ekstra).


(11)

Intan Kartika Wiji, 2010

Penyajian dari setiap genre vokal Sunda, memiliki tingkat kesulitan tersendiri misalnya: juru sekar yang menguasai vokal kawih kesulitan dalam menyajikan tembang Sunda Cianjuran atau sebaliknya, juru sekar yang menguasai vokal kawih, belum tentu menguasai tembang Sunda Cianjuran. Sekarang ini jarang ditemui seorang juru sekar yang bisa menguasai beberapa jenis vokal Sunda tersebut. Kalaupun ada yang menguasai beberapa jenis vokal Sunda hanya satu atau dua orang juru sekar saja. Juru sekar di dalam vokal Sunda, biasanya memiliki gaya tersendiri yang umumnya mengacu dari cara dan dengan siapa ia belajar, sehingga gaya vokalnya mengacu pada vokal gurunya.

Juru sekar yang dipandang dapat menguasai beberapa jenis vokal dan memiliki gaya vokal tesendiri adalah EK. Profesi yang dijalani oleh EK sebagai juru sekar yang dikenal dan disenangi oleh masyarakat luas bahkan beberapa orang menyebutnya sebagai seniman vokal Sunda yang bersuara “emas” karena memiliki gaya yang khas dalam menyajikan vokal Sunda. Karakteristik suara “emas” menurut Wiradireja (wawancara, 10-02-2010) adalah warna suara yang secara kualitas memiliki teknik yang tinggi, ambitus suara cukup lebar, teknik interpretasi yang tinggi, serta selalu enak didengar setiap menyajikan lagu. Tidak diragukan lagi apabila EK dijadikan salah satu tokoh seniman vokal Sunda. Banyak sekali prestasi yang dimiliki oleh EK diantaranya: menjadi juara di berbagai pasanggiri vokal Sunda, sering pentas dalam beberapa pertunjukkan vokal Sunda baik dalam negeri ataupun di luar negeri, juga beberapa penghargaan dari pemerintah baik di dalam maupun luar negeri. Aktivitas yang dilakukan oleh EK dalam bidang vokal Sunda sangat banyak, dimulai dengan menjuarai berbagai pasanggiri vokal Sunda, sebagai pengajar vokal tembang Sunda Cianjuran di salah satu institusi Seni (STSI Bandung), dan menjadi juri dalam berbagai pasanggiri vokal Sunda. Beberapa murid ada yang berasal dari dalam dan luar negeri diantaranya dari Amerika dan Jepang seperti Anita dan Sean. Di STSI Bandung diangkat sebagai dosen luar biasa dalam bidang tembang Sunda Cianjuran. Selain itu, ia pernah


(12)

mengajar vokal kawih dan gamelan degung di beberapa Universitas Amerika selama tiga bulan (wawancara, EK 28-01-2010). Sampai saat ini, EK masih aktif melakukan rekaman vokal kawih dan tembang Sunda Cianjuran dalam bentuk kaset dan CD, ia termasuk seorang seniman yang memiliki rekaman kaset cukup banyak (wawancara, Wiratmaja 16-01-2010).

Mengenai vokal Sunda yang dibawakan oleh EK sangat menarik untuk diteliti, karena EK memiliki gaya khas yang dijadikan acuan oleh sebagian juru sekar khususnya di kota Bandung, seperti: Neneng Dinar, Rina Oesman, Elis Rosliani, Mae Nurhayati, dan Rosyanti. Mereka merupakan juru sekar yang menjuarai beberapa pasanggiri kawih Sunda dan tembang Sunda Cianjuran di Damas. Menurut Gan-Gan Garmana dan Ruk-Ruk Rukmana sebagai salah satu tokoh pemain kacapi yang sering mengiringi EK, dalam menyajikan lagu-lagu selalu menemukan hal-hal baru yakni senggol vokal yang mengejutkan dalam sajian vokalnya. Peneliti memilih Euis Komariah sebagai tokoh dalam subjek pengkajian, adalah karena ia telah memenuhi sejumlah persyaratan sebagai seorang tokoh, sebagaimana telah dirumuskan oleh Waridi (2006: 4), yakni sebagai berikut.

1. Seseorang harus telah ditokohkan oleh masyarakat seni sesuai dengan bidangnya masing-masing.

2. Telah memiliki kontribusi yang kongkrit terhadap bidang yang ditekuninya. Kontribusi tersebut dapat berupa kekaryaan maupun hasil pemikiran yang pada masa berikutnya banyak ditiru atau diacu oleh masyarakat yang menekuni bidang seni seperti yang ditekuni oleh tokoh tersebut.

3. Kekaryaan, cara berkarya, cara penyajian, dan sejumlah pemikirannya dijadikan sebagai salah satu kiblat oleh masyarakat bidang seni yang ditekuninya.


(13)

Intan Kartika Wiji, 2010

5. Memberikan pencerahan dalam bidang seni yang ditekuninya. Mereka masing-masing telah berhasil menjadikan dirinya sebagai ikon-ikon kehidupan seni pada masa hidupnya. Berdasarkan beberapa observasi yang dilakukan, EK telah memenuhi semua persyaratan tersebut sehingga layak untuk ditulis ke dalam bentuk biografi ilmiah. EK sudah diakui sebagai tokoh seniman vokal Sunda khususnya yang ada di kota Bandung terutama para penikmat sajian vokal Sunda dan memiliki julukan “suara emas”, yang dijadikan kiblat oleh para juru sekar lainnya serta sikapnya yang profesional, sehingga dihargai banyak orang.

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis berkeinginan menyoroti keberadaan EK sebagai tokoh seniman Sunda yang telah memberikan kontribusi terhadap pelestarian seni vokal Sunda umumnya di Jawa Barat. Adapun pertimbangan lainnya yang mendasari pemilihan topik ini dikarenakan beberapa hal berikut diantaranya, (1) keahlian EK dalam menyajikan vokal Sunda dengan gaya vokal yang khas; (2) proses belajar yang dilakukan oleh EK dalam mempelajari vokal Sunda; dan (3) cara mengajarkan vokal Sunda pada muridnya hingga mampu berprestasi dalam pasanggiri vokal Sunda. Keberadaan EK penting untuk dikaji sesuai dengan pernyaaan Waridi (2001:12) bahwa:

Seorang seniman yang kehadirannya telah memberikan jasa-jasa yang sangat besar dan bermanfaat, seluruh aspek kesenimanan dan konsep pemikiranya perlu disusun secara sistematis, agar dapat disosialisasikan dan lebih berdaya guna dalam kehidupan karawitan baik dalam segi praktis maupun dari segi kajian.

EK memiliki kontribusi dalam sejarah perkembangan vokal Sunda di Jawa Barat. Kontribusi EK dalam berkarya, adalah memunculkan gaya vokal yang khas, dan kreativitasnya dicontoh oleh seniman-seniman generasi penerusnya. Berdsarkan hal-hal tersebut peneliti akan menggali bagaimana proses perjalanan karir EK, dan prestasinya dalam mengembangkan profesinya sebagai seniman vokal Sunda.


(14)

Penelitian ini difokuskan pada: studi biografi terhadap kajian gaya vokal Euis Komariah sebagai seniman vokal Sunda. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat beberapa masalah yang menarik untuk dikaji, yang akan dirumuskan masalahnya dalam bentuk pertanyaan penelitian yakni:

1. Bagaimana latar belakang kehidupan Euis Komariah sebagai tokoh seniman vokal Sunda di Bandung?

2. Bagaimana proses belajar vokal yang dilakukan Euis Komariah dalam mengembangkan profesinya sebagai seniman vokal Sunda di Bandung?

3. Bagaimana kontribusi Euis Komariah dalam seni vokal Sunda di Bandung?

C. TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan memahami dengan lebih dalam mengenai:

1. Latar belakang kehidupan Euis Komariah sebagai tokoh seniman vokal Sunda di Bandung.

2. Proses belajar vokal yang dilakukan Euis Komariah dalam mengembangkan profesinya sebagai seniman vokal Sunda di Bandung.

3. Kontribusi Euis Komariah dalam seni vokal Sunda di Bandung.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penulis berharap bahwa hasil penelitian yang akan dilakukan ini benar-benar dapat memberikan manfaat, sebagai berikut:


(15)

Intan Kartika Wiji, 2010 1. Peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan terkait dengan genre vokal Sunda, khususnya ihwal keragaman gaya dalam vokal Sunda.

2. Bidang Ilmu

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dan acuan di dalam melakukan dan meningkatkan kualitas pembelajaran vokal Sunda, yang biasa dilakukannya oleh guru vokal Sunda baik formal maupun non formal. Selain itu, bagi guru yang belum memiliki metode dan langkah yang jelas di dalam pembelajarannya, maka hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif di dalam melakukan pembelajarannya.

3. Lembaga Pendidikan dalam Bidang Seni Musik

Bagi lembaga-lembaga pendidikan dalam bidang seni musik, hasil penelitian ini diharapkan tidak saja dapat dijadikan sebagai referensi pembelajaran, tetapi juga sebagai salah satu contoh pembelajaran profesional dalam bidang vokal Sunda. Sebagai tambahan wawasan keilmuan khususnya mengangkat tokoh seniman vokal Sunda.

4. Seniman vokal Sunda

Gaya vokalnya dapat dicontoh dalam rangka menjaga, melestarikan, mewariskan kesenian tradisional, khususnya vokal Sunda.

E. TELAAH PUSTAKA

Agar menghasilkan penelitian yang baik, maka diperlukan beberapa bahan rujukan yang relevan dengan penelitian dan hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Berikut ini akan dipaparkan beberapa tulisan yang sangat bermanfaat bagi peneliti serta memberikan


(16)

kontribusi dalam beberapa buku, hasil penelitian sebelumnya yang dapat membantu dalam membedah juga sebagai pembanding dalam penelitian bidang vokal Sunda.

Enip Sukanda, Ma‟mur Danasasmita, dan Atik Sopandi dalam buku laporan penelitian “Kawih di Priangan” (1985), menggambarkan perkembangan periodesasi keberadaan lagu -lagu kawih, dan menjelaskan unsur-unsur yang mendukung dalam sajian kawih Sunda. Selain itu, dalam buku tersebut juga dijelaskan mengenai klasifikasi lagu berdasarkan kelompok usia dan unsur-unsur musikalitas sebagai pendukung dalam lagu-lagu kawih Sunda.

Julia Kartawinata, dalam tesisnya yang berjudul: “Pirigan Kacapi Indung dalam Tembang Sunda Cianjuran: Studi Komparatif Terhadap Gaya Ruk-Ruk Rukmana dan Gaya Gan-Gan

Garmana (2008)”, mengupas tentang eksistensi dan kreativitas Gan-Gan dan Ruk-Ruk dalam

mendalami pirigan kacapi indung memiliki gaya pribadi yang banyak diikuti atau menjadi kiblat bagi seniman kacapi indung lainnya. Penulisan tesis terbagi ke dalam enam bab. Secara umum, tesisnya berisi landasan penelitian yang menjadi pijakan baik secara teoretis maupun kerangka berpikir, untuk mengkaji persoalan pirigan kecapi indung antara gaya Ruk-ruk Rukmana dan gaya Gan-gan Garmana. Tesis ini memaparkan persoalan sejarah, komponen, musikalitas pirigan kecapi indung dalam tembang Sunda Cianjuran, serta kreativitas seniman tembang Sunda Cianjuran, gaya pirigan dan memaparkan tentang kreativitas dalam tembang Sunda Cianjuran.

Wim Van Zanten dalam bukunya yang berjudul “Tembang Sunda: An Ethnomusicological Study of the Cianjuran Music in West Java” (1987), memaparkan aspek-aspek teknis dan non teknis dalam Tembang Sunda Cianjuran. Buku ini terdiri dari dari beberapa bab, dan bab yang digunakan dalam tesisi ini adalah bab III yaitu mengenai aspek teknis menyanyi dalam tembang Sunda Cianjuran, yang dimulai dari istilah-istilah yang digunakan seperti kawih, tembang, sinden, dan lain sebagainya, beserta lirik-lirik yang


(17)

Intan Kartika Wiji, 2010

digunakan. Buku ini memaparkan proses penyajian karya sampai dengan hubungan antara aliran musik untuk mengikuti gerakan, serta adanya hubungan antara tembang Sunda Cianjuran dengan musik Sunda jenis lainnya. Adanya perbedaan dengan musik Sunda jenis lainnya juga ditelitinya dengan memperhatikan konsep sosial yang berlaku pada masyarakatnya. Zanten menyimpulkan bahwa adanya perbedaan idiom musikal juga memiliki keterkaitan dengan konsep sosial yang berbeda pada masyarakatnya. Tentang tingkatan aspek sosial pemusik dalam kehidupan bermasyarakatnya, proses pembelajaran yang turun temurun, kelompok-kelompok musik beserta organisasinya yang terlibat dalam tembang Sunda Cianjuran.

Teti Affienti dengan tesisnya yang berjudul “Eksistensi Seniman Apung S Wiratmadja

sebagai Tokoh Dalam pekembangan Seni Tembang Sunda Cianjuran” (2009), yang berisi

tentang pemaparan menganai eksistensi tembang Sunda Cianjuran, yang mencakup beberapa aspek di dalamnya, diantaranya: aspek nilai tembang dan pirigan, sumber lisan dan tulisan dalam tembang Sunda Cianjuran, pola sosial seniman serta perkembangan seniman tembang Sunda Cianjuran serta pandangan masa depan tentang tembang Sunda Cianjuran.

Nano S. dan Engkos Warnika, dalam bukunya “Pengetahuan Karawitan Daerah Sunda” (1983), memuat berbagai seni karawitan yang berada di Jawa Barat. Buku tersebut berisi tentang berbagai seni tradisional khususnya seni karawitan yang ada di Jawa Barat, salah satunya adalah tentang jenis-jenis vokal Sunda, bentuk vokal Sunda, serta sajian vokal Sunda. Buku ini sangat berguna bagi peneliti, sebagai masukan dalam penulisan tesis yang lebih mengarah pada vokal Sunda secara umum.

Aam Amilia, dalam bukunya”Daweung Tineung Euis Komariah”, (2010), merupakan sebuah biografi Euis Komariah. Buku tersebut berisi tentang masa kecil, proses perjalanan menuju kesuksesan dalam pertunjukkan vokal Sunda, serta beberapa pendapat tokoh


(18)

masyarakat mengenai sosok Euis Komariah. Buku ini sangat bermanfaat untuk menunjang dalam penulisan penelitian karena memuat latar belakang Euis Komariah dari awal menjajaki karir di dunia seni terutama vokal Sunda. Adapun perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu dalam buku ini yaitu Aam Amalia tidak membahas gaya vokal Sunda yang dimiliki oleh EK.

Dengan adanya telaah pustaka tulisan yang telah di paparkan di atas dapat membantu memberikan kontribusi terhadap penulisan dalam penelitian dan diharapkan akan memperkaya pengetahuan serta khasanah sejarah seni lokal sebagai salah satu kebudayaan Indonesia.

F. KERANGKA KONSEPTUAL

Konsep kajian yang diambil dalam penelitian ini berada pada ruang lingkup Etnomusikologi, mengingat bahwa persoalan vokal Sunda yang dikaji adalah terkait dengan seni musik tradisional. Kajian etnomusikologi juga dimaksudkan untuk mengkaji persoalan yang berkaitan dengan aspek musikal dalam vokal Sunda khususnya mengkaji ciri yang mendasari musiknya. Kesenian ini merupakan jenis kesenian tradisional yang lahir dan berkembang di masyarakat Sunda, diajarkan dengan cara oral tradisi dan sampai sekarang masih hidup sesuai dengan perkembangan jaman. Oleh karena itu prinsip pengkajian ini sesui dengan konsep List dalam Supanggah ed, (1995: 3), bahwa etnomusikologi adalah studi musik tradisional, yaitu musik yang diajarkan atau diwariskan secara lisan, tidak melalui tulisan dan selalu mengalami perubahan. Kajian etnomusikologi tidak hanya meneliti keberadaan musik itu sendiri, melainkan bagaimana peran pelaku seni pada perkembangan seni tersebut. Pada seni vokal Sunda, yang menjadi bahan kajian tidak hanya sebatas pada aspek musik dan vokalnya saja, tetapi juga meliputi aspek pelaku atau para senimannya.


(19)

Intan Kartika Wiji, 2010

Sajian vokal Sunda yang dibawakan oleh setiap juru sekar memiliki gaya yang berbeda. Agar segala keunikan-keunikan atau ciri-ciri yang mendasar pada kedua gaya yang dimiliki oleh Euis Komariah dapat diidentifikasi dengan jelas, peneliti melakukan analisis musikal terhadap struktur sajian karya vokal Sunda yang dibawakannya. Menurut Merriam dalam Supanggah, ed, (1995:115), struktur tersebut dapat dilihat melalui elemen-elemen gaya, di antaranya, teba, tingkatan, arah, dan kontur melodi; interval-interval melodi dan pola-pola interval; ornamentasi dan unsur-unsur melodis; struktur formal; tangga nada, mode, durasi nada, bar dan ritme; dan tempo.Dengan demikian, peneliti akan melakukan analisis terhadap berbagai elemen-elemen gaya tersebut agar ciri khas dari vokal Sunda yang diteliti dapat diketahui dengan jelas.

Berdasarkan topik kajian pada penelitian ini, peneliti akan berupaya untuk mengungkap Euis Komariah sebagai tokoh seniman vokal Sunda yang memberikan kontribusi terhadap pelestarian dan perkembangan vokal Sunda, serta mendapat pengakuan dari masyarakat luas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pembahasan difokuskan pada persoalan gaya vokal Sunda yang dimiliki EK. Pembahasan tersebut tidak akan terlepas dari beberapa aspek persoalan keberadaan seniman tersebut.

Mengkaji aspek pada gaya vokal Sunda terutama pada elemen-elemen gaya vokal yang dibawakan oleh EK, turut ditentukan juga oleh pengiringnya.Dengan demikian, peneliti akan mengkaji beberapa elemen yang dipelajari dalam vokal Sunda, yaitu menganalisis wilayah melodis, garis melodis (contour), interval-interval dan ornamentasi; meter dan ritem; tempo; tangga nada (modus) dan nada-nada akhir dalam melodi (Krader dalam Supanggah ed, 1995:17). Hal tersebut merupakan bagian dari aspek musikalitas dalam sajian vokal Sunda. Pada dasarnya, perbedaan gaya dalam vokal Sunda merupakan salah satu yang dipengaruhi oleh


(20)

setiap juru sekar sangat ditentukan oleh proses kreativitas yang dilakukan dan dikembangkannya. Kreativitas gaya khas yang muncul dari setiap juru kawih tidak terlepas dari sajian garap musikal yang diciptakan oleh seniman dan yang menyajikannya. Seperti yang dikatakan Waridi (2004:133), bahwa sajian garap pada dasarnya adalah suatu tindakan yang menyangkut imajinasi, interpretasi, dan kreativitas. Secara spesifik Soetarno dalam Waridi (2004: 133) mengungkapkan bahwa: garap dalam karawitan merupakan suatu cara untuk mewujudkan lagu atau kalimat lagu dengan racikan instrumen atas dasar gending.

Seniman vokal Sunda yang diteliti memiliki kemampuan dalam mengembangkan teknik vokal serta teknik penyuaraan, yang telah diakui oleh masyarakat dan dipandang sebagai gaya individu. Gaya individu dapat dilihat dari sajian musikal terutama dari ciri-ciri yang mendasar pada elemen-elemen gaya yang telah disebut Merriam (dalam Supanggah, ed, 1995:115). Aspek-aspek lainnya yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan gaya individu antara lain latar belakang kehidupan dari seniman dalam medalami dunia kesenimanannya sebagai bagian dari sejarah hidupnya.

Sesuai dengan topik kajian pada penelitian ini, peneliti akan berupaya untuk mengungkap sosok seniman vokal Sunda yang banyak memberikan kontribusi terhadap perkembangan vokal Sunda, serta mendapat pengakuan baik dari masyarakat luas terutama di kota Bandung. Dengan demikian, penelitian ini peneliti meminjam konsep-konsep yang digunakan oleh Waridi (2001: 17; 100; 221; 331) dalam bukunya yang berjudul “Martopangrawit Empu Karawitan Gaya Surakarta”, yakni sebuah buku yang mengupas kehidupan Martopangrawit secara mendalam. Dalam mengkaji persoalan gaya vokal Sunda, dilakukan penggalian konsep dan keilmuan yang tepat agar hasil penelitian lebih bermakna.

Untuk mempermudah kerja penelitian terutama dalam menelusuri, membedah, dan mengkaji permasalahan, peneliti menggunakan beberapa pendekatan keilmuan, antara lain


(21)

Intan Kartika Wiji, 2010

disiplin ilmu sejarah dan sosiologi. Pendekatan sejarah digunakan untuk melacak jejak kehidupan EK serta proses belajar mengajarnya yang memberikan kontribusi berupa gaya vokal tersendiri dalam dunia vokal Sunda di Jawa Barat. Seperti dikemukakan oleh Sjamsudin (2007: 198), bahwa: “kajian sejarah adalah kajian tentang sebab-sebab dari suatu peristiwa terjadi sehingga hampir merupakan aksioma (kebenaran umum) bahwa segala sesuatu mempunyai sebab-sebab”. Maka, peneliti melakukan kajian dengan cara mendeskripsikan serangkaian kejadian yang terjadi di dalam kehidupan EK sebagai bagian dari masyarakat Sunda. Kemudian pernyataan tersebut dipertegas oleh Kuntowijoyo (2003:45) yang menyatakan bahwa, “rangkaian kejadian yang susul–menyusul tidak saja menjawab mengenai apa yang ada, tetapi mengapa sesuatu itu ada, dan bagaimana terjadinya”. Dalam artian, esensi dari pendekatan ini merupakan keterkaitan antara hubungan kausal, pengaruh, dan perbuatan-perbuatan dengan kesengajaan. Dengan mengkaji realitas sejarah, dapat berarti peneliti juga mengkaji seluruh aspek kehidupan EK. Seperti diungkapkan oleh Narawati (1998: 23) bahwa: “seorang tokoh adalah manusia yang sangat kompleks kehidupannya, sehingga apabila akan menulis biografinya secara lengkap, maka semua sisi kehidupannya perlu dibahas secara rinci”. Dalam mengkaji seluruh aspek kehidupan EK melalui beberapa orang terdekatnya. Pendekatan ini dilakukan oleh peneliti untuk meneliti dalam setting penelitian yang merupakan orang-orang yang memberikan informasi „berbatas konteks‟ (context-bound information) yang membantu menjelaskan gejala-gejala yang diteliti (Alwasilah, 2008).

Peneliti akan mengkaji seniman EK berdasarkan aspek kesejarahan dengan menggunakan pendekatan sinkronis dan diakronis. Seperti yang diungkapkan oleh Kuntowijoyo (2003: 43) bahwa:

Pendekatan sinkronis lebih mengutamakan lukisan yang meluas dalam ruang tidak memikirkan terlalu banyak mengenai dimensi waktunya. Sementara diakronis lebih


(22)

mengutamakan memanjangnya lukisan yang berdimensi waktu, dengan sedikit saja luas ruangan.

Pendekatan sinkronis dilakukan untuk meneliti karya lagu yang disajikan dan telah diinterpretasi oleh EK, yang sampai sekarang masih eksis dalam pertunjukkan. Kemudian pendekatan diakronis digunakan untuk memaparkan liku-liku perjalanan EK sejak kemunculan awal sebagai juru sekar, hingga ia mampu menjadi tokoh seniman vokal Sunda yang terkenal di masyarakat Jawa Barat.

Teori lain yang digunakan adalah disiplin sosiologi seni yang digunakan untuk menempatkan kesenimanan EK sebagai seniman vokal Sunda pada masyarakat di Jawa Barat. Kehidupan masyarakat, khususnya dalam lingkungan tempat EK tinggal dimana pola didik/asuh yang diterapkan dalam keluarganya sangat berpengaruh terhadap perkembangan gaya vokal beliau yang merupakan suatu kesatuan yang utuh. Menurut Gillin dalam Soekanto (1982:55), bahwa: „interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia‟. Dengan demikian upaya memahami gejala memperhatikan gejala lain yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan persoalan yang dikaji. Seperti yang diungkapkan oleh (Soekanto,1982:18) bahwa: “pendekatan sosiologis, yaitu ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial”.

Secara umum sosiologi seni membahas tentang keberlangsungan yang sedang terjadi dalam dunia seni. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi seni dibedakan berdasarkan objek yang dikajinya, penggunaan sudut pandang, dan paradigma berpikir yang dipakai. Sosiologi merupakan disiplin ilmu yang utamanya menjelaskan hubungan interaksi manusia-manusia. Hubungan sosial antar seniman vokal Sunda atau kelompok masyarakat lainnya menjadi suatu persoalan yang menarik untuk dikaji, yaitu dengan adanya hubungan harmonis dan


(23)

Intan Kartika Wiji, 2010

disharmonis. Hal tersebut sebagai akibat dari persaingan dan kompetensi di antara gaya-gaya vokal Sunda yang eksis dan diakui oleh masyarakat luas. Apabila ada praktisi yang mencoba melakukan sebuah anomali baik dalam struktur instrumen, komposisi musik, maupun etika pertunjukkannya, maka akan menimbulkan reaksi luar biasa dari praktisi lainnya. Seniman EK merupakan seniman yang berani melakukan penyimpangan sehingga menimbulkan problem-problem musikal terutama diantara seniman vokal Sunda lainnya.

Sosiologi seni meliputi analisa tentang pelaku-pelaku seni dan hal-hal yang mempengaruhi pelaku tersebut secara menyeluruh. Sosiologi seni merupakan salah satu bidang kajian yang juga bersifat pendidikan seni karena menganalisis dan meneliti karya seni dalam hubungannya dengan masyarakat yang terdapat pada realitas. Dengan demikian, peneliti dapat mengetahui kemunculan dan perkembangan tokoh seniman EK dengan memperhatikan lingkungan kehidupannya, mengingat EK sebagai tokoh seniman vokal Sunda, eksistensinya tidak lepas dari pengaruh-pengaruh lingkungan yang didapatkannya.

Hubungan sosial seorang seniman dengan masyarakat atau kelompok manusia lainnya, menjadi suatu persoalan yang sangat menarik untuk dikaji. Hal ini dapat terlihat dari fenomena-fenomena sosial yang kerap terjadi dalam konteks lahirnya perbedaan dalam sajian vokal Sunda. Tokoh seniman vokal Sunda yang diteliti yaitu EK, merupakan salah satu seniman yang berani melakukan inovasi, sehingga menyebabkan munculnya gaya sebagai bagian dari ciri khas pribadi terutama di antara sesama seniman vokal Sunda. Mengenai persoalan lingkungan sosial seniman vokal Sunda sangat berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Seperti yang diungkapkan oleh Adler dalam Johnson (2006: 227) bahwa „lingkungan membentuk kepribadian atau mengkontruksi pengetahuan orang, percakapan yang sangat singkat pun memiliki tenaga untuk mengikis atau memperkuat pemahaman atas dirinya sendiri‟.


(24)

Berdasarkan hal tersebut, maka EK sebagai individu yang menjadi pendukung kebudayaan khususnya dalam seni Sunda, yang memiliki kepribadian unggul tertentu dapat menjadi teladan (reference behavior) pada masyarakat di lingkungannya. Selaras dengan pernyataan sebelumnya konsep kebudayaan diungkap pula oleh Soemardjan dan Soemardi dalam Sumaatmaja (1996: 48) yakni: „kebudayaan adalah hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat‟. Oleh sebab itu, kebudayaan memiliki konsep yang luas yang meliputi segala aspek perilaku dan kemampuan otentik manusia yang tidak terbatas pada aspek-aspek tradisi, adat istiadat, seni dan kepercayaan. Tetapi kebudayaan meliputi segala aspek yang dihasilkan dari pengalaman, perilaku perasaan, keterampilan, pemikiran, gagasan, dan segala tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Budaya merupakan bagian dari kehidupan manusia yang selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan budaya satu masyarakat berbeda dengan masyarakat lainnya, karena budaya merupakan suatu proses yang berkembang secara dinamis dari zaman ke zaman.

Manusia dan kesenian akan selalu berdampingan karena keduanya memiliki dan menumbuhkan rasa estetis (keindahan). Hal tersebut diuraikan oleh Dewantara (1962: 329) bahwa: “seni adalah perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaanya dan besifat indah, sehingga dapat menggerakkan dijiwa perasaan manusia”. Kesenian yang lahir di daerah tertentu, yang berkembang sejak dulu, dan turun temurun sebagai seni tradisiona yang berada di daerah setempat. Kesenian di dalam pertumbuhannya mengalami perubahan, baik secara disadari maupun tanpa disadari sesui dengan pola hidup dan pandangan masyarakatnya. Berdasarkan ungkapan Latifah dan Sulastianto (1994: 7) bahwa:

Kesenian sebagai salah satu unsur budaya, selalu mengalami perkembangan dan perubahan dari masa ke masa. Perubahan ini didasari oleh pandangan manusia yang dinamis yang semakin lama semakin berkembang dalam konsep proses dan hasil karya berkesenian.


(25)

Intan Kartika Wiji, 2010

Dengan demikian, munculah berbagai ragam kesenian, yang salah satunya yaitu vokal Sunda sebagai ciri khas kebudayaan daerah Sunda. Munculnya seniman dalam konteks seni vokal Sunda tidak lepas dari konsep peradaban yang merupakan refleksi sosial dari perkembangan kebudayaan etnik yang telah mencapai tingkat tertentu. Hal tersebut tercermin pada masyarakat sebagai pendukungnya yang dikatakan beradab atau mencapai peradaban yang tinggi. Dengan kata lain, munculnya seniman dalam kontek seni vokal Sunda tidak lepas dari konsep peradaban yang merupakan refleksi sosial dari perkembangan kebudayaan etnik yang telah mencapai tingkat tertentu. Seperti halnya dengan kemunculan sebuah gaya vokal yang dimiliki EK sebagai hasil/refleksi dari lingkungan masyarakat.

Pada proses regenerasi/pewarisan kebudayaan setiap daerah merupakan produk yang sesuai dengan produk budaya yang sesuai dengan kondisi lingkungan sosial sekitar. Mengenai regenerasi yang berkaitan dengan pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran sangat berpengaruh terhadap munculnya kesenimanan EK, bahkan berpengaruh juga terhadap penerapan nilai sosial dan intelektual dalam mendalami vokal Sunda terutama kemunculan gaya vokal dan menginterpretasi lagu. Seperti yang diungkapkan oleh Piaget (dalam Palmer, ed, 2006: 75) bahwa: pendidikan merupakan gabungan dua buah sisi. Di satu sisi yaitu individu yang sedang tumbuh, di sisi lain yaitu penerapan nilai sosial, intelektual dan moral.

Suatu pewarisan kebudayaan khususnya yang berhubungan dengan pembelajaran vokal Sunda dalam prosesnya, biasanya lebih menekankan pada praktek dengan latihan-latihan agar mampu menguasai teknik dan materi lagu. Akan tetapi, walaupun telah dilaksanakan pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek, tetapi setiap jenis vokal Sunda memiliki teknik penyuaraan dan ornamentasi yang berbeda, sehingga dalam penyampaianya pun akan berbeda antara guru satu dengan yang lainnya.


(26)

Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar dan mengajar, proses pembelajaran dalam prosesnya bisa dilakukan baik secara formal ataupun nonformal. Belajar pada prinsipnya dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda oleh setiap siswa secara individu. Karena pada hakikatnya belajar merupakan proses untuk memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap. Gage dan Spear dalam Yasmin (2003: 99) mendefinisikan bahwa: „belajar adalah perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru‟.

Di dalam sebuah proses pembelajaran tentunya selain belajar ada juga yang mengajar/pengajar. Ada beberapa teori tentang mengajar diantaranya menurut Slameto (2003:

29) bahwa: “Mengajar ialah menyerahkan kebudayaan berupa pengalaman-pengalaman dan

kecakapan kepada anak didik kita. Atau usaha mewariskan kebudayaan masyarakat pada generasi berikutnya sebagai generasi penerus”. Pada prinsipnya seorang pengajar bertanggung jawab untuk membina murid dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya untuk mengaplikasikan ilmu yang di dapatnya, sehingga mereka betul-betul mampu mandiri dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip dan teori-teori yang telah dialami melalui aplikasi ilmu, pengetahuan dan keterampilan.

Aplikasinya adalah pembelajaran pengetahuan secara matang dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi yang merupakan tujuan pembelajaran yang harus dicapai, sehingga mereka mampu memindahkan pengetahuan ke dalam dirinya. Seperti yang dikemukakan Gagne dalam Yamin (2003: 6) bahwa: „keterampilan strategi kognitif sampai pada derajat tertentu dapat dikembangkan menjadi lebih baik dengan pendidikan formal, dan siswa berkembang dengan sendiri, berfikir menjadi mandiri‟.

Secara garis besarnya dalam pembelajaran vokal Sunda dilakukan dengan cara oral yakni berlatih dengan cara meniru dan menuruti apa yang diajarkan oleh guru. Dalam istilah Sunda biasanya disebut ngabeo, proses belajar “ngabeo” ini merupakan cara transmisi seni dimana


(27)

Intan Kartika Wiji, 2010

di dalamnya terdapat sebuah esensi bahwa proses menyajikan imitasi vokal Sunda dengan benar adalah suatu keharusan. Pembelajaran yang terdapat di dalamnya merupakan suatu proses alami yang membangun sebuah naluri untuk menyajikan vokal Sunda secara benar. Cara tersebut dapat dimulai dari proses mendengarkan, dan kemudian mengikuti secara aural/oral saja. Menurut Walters (1989:5), proses belajar seperti itu disebut dengan istilah audition.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan mengungkap latar belakang kehidupan EK dengan mengkaji realitas segala aspek kehidupannya yang menghasilkan sajian seni vokal Sunda terutama gaya vokal khas yang dimilikinya. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan perjalanan liku-liku hidup EK sejak pertama mengenal seni, hingga mampu tampil sebagai seniman vokal Sunda serta beliau mampu mengajarkan pada generasi berikutnya.

Kerangka konseptual dalam studi yang dibuat peneliti digunakan sebagai payung dalam melakukan penelitian, dan digambarkan dengan diagram berikut:

Diagram 1. 1 Kerangka Konseptual


(28)

G. METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan payung etnomusikologi, dengan menggunakan data kualitatif.

Namun demikian, penelitian ini memaparkan mengenai studi biografi Euis Komariah sebagai

seniman vokal Sunda. Sejalan dengan pandangan Bogdan dan Biklen (1982: 27-30) yang menyatakan bahwa:

Sajian vokal Sunda

Ruang Lingkup Etnomusikologi

Kajian terhadap gaya vokal

Metode data kualitatif Paradigma kualitatif

- Kesejarahan

- Sosiologi

Analisis musikal

- Faktor yang mempengaruhi terbentuknya gaya vokal

- Pengaruh gaya vokal

terhadap perkembangan

sajiannya

Bentuk: struktur dan tekstur musikal lagu yang disajikan


(29)

Intan Kartika Wiji, 2010

Ciri penelitian kualitatif adalah: Pertama, mendasarkan diri pada natural setting dalam memperoleh data langsung dimana peneliti itu sendiri menjadi instrumennya. Kedua, mengutamakan data dalam bentuk kalimat dan gambar-gambar. Ketiga, lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan produk. Keempat, dalam menganalisis data dilakukan secara induktif. Kelima, mengutamakan pada makna yang dapat ditangkap dengan alat-idra.

Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan tiga cara, yakni wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Hal tersebut dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan penelitian, terutama yang berhubungan dengan latar belakang kehidupan serta hasil kongkrit berupa gaya vokal yang dimiliki EK. Pengumpulan data tersebut dilakukan pada EK sebagai tokoh seniman yang diangkat dalam penelitian ini, serta beberapa tokoh masyarakat terdekat yang mengetahui lika liku kehidupannya dan beberapa murid yang pernah belajar dengan EK. Dalam analisis data peneliti menggunakan cara analisis interaktif. Penelitian ini berupaya untuk mencari fakta yang mendasar di dalam hubungannya dengan kehidupan EK, yang berpayung pada penelitian etnomusikologi yang dibantu oleh beberapa disiplin ilmu diantaranya sejarah hidup dan sosiologi seni. Seperti yang diungkapkan oleh Meyer dalam Waridi dan Murtiyoso (2005: 66) sebagai berikut.

Pada tahun 1970-1980an dapat dilihat perkembangan kesatuan teori etnomusikologi: penyatuan pendekatan antropologi, musikologi; topik studi mengarah pada tujuannya dari lagu-lagu musik ke pengkajian kreativitas musikal dan pertunjukkan, dan dari fokus koleksi repertoar musik ke fokus pengkajian proses-proses musikal.

Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data di lapangan secara rinci mengenai EK sebagai tokoh seniman yang diteliti, dengan menggunakan beberapa informasi dan prosedur berdasarkan aturan yang ditentukan. Pada penelitian ini peneliti berusaha untuk memahami beberapa permasalahan mengenai latar belakang dan proses regenerasi/pewarisan dalam mempelajari vokal Sunda dan mengajarkan vokal Sunda sehingga EK bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat Jawa Barat khususnya di kota Bandung yaitu berupa gaya vokal Sunda yang dimilikinya dalam ruang lingkup tekstual dan kontekstual.


(30)

Metode penelitian dapat digambarkan dengan diagram berikut:

Diagram 1. 2 Metode Penelitian

Penelitian kualitatif

- Fakta-fakta

- Hubungan antar fenomena

Kesejarahan sosiologi

Pengklasifikasian vokal Sunda


(31)

Intan Kartika Wiji, 2010

H. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Untuk mengungkap gaya vokal Sunda yang dimiliki Euis Komariah dilakukan dengan beberapa cara yaitu sebagai berikut.

1. Wawancara

Penelitian ini memerlukan banyak data maka wawancara dilakukan dengan nara sumber utama yang dilakukan pada Euis Komariah serta beberapa informan lain seperti guru yang masih hidup salah satunya A. Tjitjah, teman seangkatan dan adik angkatan seperti Ida Widawati, Iyus Wiradireja, beberapa murid (Neneng Dinar, Rosyanti) serta beberapa tokoh seniman lainnya (Apung Wiratmaja, Enip Sukanda) yang berhubungan dengan seni vokal Sunda sebagai sumber data. Teknik wawancara yang dilakukan menggunakan wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan dengan cara peneliti menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dengan menggunakan protokol (format) wawancara (Moleong, 2006:190). Wawancara tersebut diantaranya mengenai latar belakang kehidupan dan gaya vokal EK. Teknik wawancara dilakukan kepada setiap nara sumber untuk menggali informasi secara mendalam (in-depth

Proses kreasi


(32)

interview) terkait dengan persoalan gaya vokal Sunda dalam bentuk rekaman untuk kemudian ditranskripsikan serta dianalisis.

Teknik wawancara lainnya yakni wawancara tidak terstruktur, teknik ini digunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal, dengan responden yang memiliki pengetahuan dan mendalami situasi, serta lebih mengetahui informasi yang diperlukan (Moleong, 2006: 190-191). Hal tersebut dilakukan tatkala peneliti ingin menanyakan persoalan sejarah hidup dan keragaman gaya vokal Sunda secara mendalam pada seorang subjek tertentu dalam waktu dan cara bertanya yang berbeda, misalnya dalam suatu pertemuan yang tidak direncanakan (sebuah kejadian sosial antara peneliti dan informan). Wawancara jenis ini, adalah dengan: “peneliti mengajukan pertanyaan secara spontanitas dan luwes, tidak harus sesuai dengan urutan yang dirancang tetapi sesuai kondisi” (Mistortoify, 2003:18). Dengan kata lain, wawancara tidak terstruktur lebih bersifat alami, otobiografis, mendalam, naratif atau nondirektif (Blaxter, Hughes & Thight, 2006:258).

Dalam pelaksanaannya peneliti menampilkan sudut pandang emik, dalam arti fenomena keragaman gaya vokal Sunda yang dikonstruksi oleh informan, sementara peneliti hanya menerjemahkannya. Hal tersebut ditujukan agar informan mengemukakan pendapatnya secara langsung yang dilihat dari beberapa aspek diantaranya: faktor lingkungan sekitarnya, proses pembelajaran dan pengalaman pentas, serta penguasaan terhadap lagu yang disajikan. Peneliti mencoba menemukan bidang atau topik yang diperlukan dari informan terkait dengan gaya vokal Sunda.


(33)

Intan Kartika Wiji, 2010

Dalam kerja lapangan, peneliti mendapatkan data dengan cara melakukan observasi atau pengamatan secara langsung di kediaman EK di Kopo. Menurut Marianto (2006:55), segala sesuatu baru ada ketika ia diobservasi. Artinya, partisipasi aktif dari observer mempengaruhi hasil atas apa yang diobservasi. Pada penelitian ini, peneliti bertindak sebagai participant observer, yaitu dengan cara mengikuti berbagai kegiatan EK secara langsung di lapangan (28-01-2010 dan 10-02-2010). Hal tersebut dimaksudkan agar peneliti mengetahui secara langsung berbagai hal yang berkaitan dengan gaya vokal Sunda yang dimiliki EK, termasuk fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya. Dalam pelaksanaannya peneliti terjun langsung ke lapangan serta mengungkap hal-hal yang terjadi di lapangan. Dengan demikian, berbagai hal yang berkaitan dengan seluruh sisi kehidupan EK, akan mempermudah peneliti dalam mendeskripsikan, menganalisis, dan memaknai gejala-gejala atau fenomena yang terjadi di lapangan.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian dan peralatan yang diperlukan selama observasi, seperti alat perekam audio visual untuk merekam seniman vokal Sunda dalam mempraktekan dan menyajikan berbagai karya-karya vokal Sunda, baik secara personal kepada peneliti maupun secara umum dalam sajian vokal Sunda. Kamera foto digunakan untuk mendokumentasikan semua kegiatan observasi tersebut. Pengamatan dilakukan terhadap tokoh seniman vokal Sunda yang berlokasi di Kopo Bandung, serta beberapa tempat yang biasa digunakan oleh seniman dalam menyajikan vokal Sunda, seperti kegiatan-kegiatan pelatihan rutin dan pertunjukan resmi. Seperti yang diungkapkan Moleong (2006:175), sebagai berikikut:

Pengamatan secara langsung dapat mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, dan perhatian; memungkinkan peneliti untuk melihat fenomena dari segi pengertian subjek, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan anutan para subjek pada keadaan waktu itu; dan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek yang diteliti.


(34)

3. Studi Pustaka

Data dari sumber sekunder diperoleh dalam bentuk tulisan atau bacaan yang berupa buku sumber, tesis, jurnal penelitian seni, laporan penelitian, artikel budaya, tulisan hasil seminar, dokumen pribadi, dan karya ilmiah lainnya yang bahasannya terkait dengan gaya vokal Sunda yang dimiliki Euis Komariah serta proses regenerasi vokal sunda. Selain itu dibutuhkan bacaan atau tulisan yang terkumpul dipilih yang memiliki kesesuaian atau yang cukup relevan dengan penelitian ini.

Selain melakukan beberapa teknik pengumpulan data juga diperlukan sumber-sumber lainnya seperti: dokumentasi dari berbagai rekaman, menyaksikan pergelaran-pergelaran di berbagai pentas, juga menyaksikan pembelajaran vokal disanggarnya. Analisis data dilakukan dengan menggunakan tehnik triangulasi, yaitu dengan cara mengumpulkan informasi (data) sebanyak mungkin dari berbagai sumber (manusia, latar, dan kejadian) melalui bebagai pendekatan. Seperti yang digambarkan dalam diagram berikut:

Diagram 1. 3 Pengumpulan Data

Nara sumber (pelaku , saksi dan pengamat):

- Seniman Euis Komariah

- Pakar/tokoh seniman Sunda


(35)

Intan Kartika Wiji, 2010

I. LOKASI DAN SUBYEK PENELITIAN

Lokasi dan subjek penelitian dilakukan di beberapa tempat salah satunya daerah Kopo Bandung. Alasan memilih sanggar yang dimiliki EK karena banyak mencatak juru sekar/vokal Sunda yang handal dan berprestasi dalam berbagai pasanggiri vokal terutama vokal tembang Sunda Cianjuran. Hal tersebut dilakukan untuk memaparkan lebih jelas mengenai latar belakang kehidupan EK. Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah gaya vokal yang dimiliki Euis Komariah. Sedangkan untuk menganalisis gaya vokal EK sendiri cukup dengan mendengarkan beberapa rekaman audio dari EK.

J. TEKNIK PENGOLAHAN DATA

Pengumpulan data

observasi

Studi dokumentasi dokumentasi Interviu/wawancara

terstruktur Tidak terstruktur

Sumber tulisan Observasi participan


(36)

Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa informasi yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan beberapa sumber (guru dan murid), beberapa orang terdekat serta menganalisis rekaman audio lagu yang dibawakan oleh Euis Komariah. Pengolahan data dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh melalui tiga pendekatan, yaitu analisis data sebelum di lapangan, analisis data selama di lapangan, dan analisis data setelah di lapangan. Analisis data sebelum di lapangan dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, yang digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Analisis data selama di lapangan dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung. Ketika wawancara, peneliti telah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Apabila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel (Sugiyono, 2006:337).

Sebagai contoh dalam sampel penelitian yaitu lagu Kulu-Kulu Bem yang merupakan salah satu lagu yang dianalisis. Untuk mengetahui gaya khas yang dimiliki EK maka peneliti juga melakukan perbadingan dengan juru sekar lainnya dengan lagu yang sama. Peneliti akan mengkajinya dengan cara menganalisis struktur lagu secara keseluruhan berdasarkan kenongan dan goongan setiap frase lagu, melodi dan ornamentasi, dinamika, serta artikulasi dalam sajian lagu tersebut. Dengan demikian, dalam penelitian kualitatif diperlukan ketajaman dalam menginterpretasi dan memaknai semua jawaban yang diberikan oleh responden secara interaktif agar semua data yang dibutuhkan terpenuhi, terutama data yang dapat memberikan gambaran mengenai gaya vokal Sunda serta fenomena yang terjadi di dalamnya.Analisis terhadap data yang diperoleh secara keseluruhan dan berkesinambungan, dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan aktivitas dalam analisis data dengan merujuk


(37)

Intan Kartika Wiji, 2010

pada pertanyaan penelitian, yangkemudian data-data tersebut diolah dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

Tahap pertama yang dilakukan dalam menganalisis yaitu “reduksi data dengan cara merangkum, memilih hal-hal pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu.“ (Sugiyono, 2006: 338). Hal tersebut dilakukan untuk mengambil data yang penting, mengkategorisasi data yang diperlukan sesuai dengan pertanyaan penelitian.

Tahapan yang kedua yaitu melakukan penyajian data seperti yang diungkapkan Alwasilah (2006: 165) bahwa:

Penyajian data dimaksudkan untuk mereduksi data berupa pembentukan gaya serta pengaruh terhadar proses kreasi seniman, dari yang kompleks menjadi lebih sederhana, berdasarkan interpretasi peneliti terhadap data, dan menyajikan data sehingga tampil secara menyeluruh.

Penyajian data disajikan dalam bentuk uraian, peta konsep serta hubungan antar kategori. Hal tersebut diungkapakan oleh Sugiyono (2006: 341) bahwa “yang peling sering digunakan adalah menyajikan data dalam penelitian kualitataif adalah dengan teks yang berbentuk naratif”.

Tahapan yang ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Studi ini sifatnya sementara dan biasanya mengalami perubahan berdasarkan berjalannya waktu sehingga mendapatkan temuan dan interpretasi baru. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Alwasilah (2006: 163) bahwa: “setiap kejadian terus menerus dibandingkan dengan kejadian sebelumnya, maka dimungkinkan ditemukannya dimensi tripologis dan hubungan-hubungan baru”. Oleh karena itu, dengan penarikan kesimpulan adalah sebagai temuan data yang dihasilkan dari wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, serta pemaknaan atau


(38)

kesimpulan peneliti yang dikolerasikan dengan nara sumber berdasarkan bukti yang valid. Analisis data dapat dilihat dari diagram berikut ini:

Diagram 1. 4 Analisis Data

Untuk menganalisis karya, peneliti dibantu dari sampel-sampel karya sajian vokal Sunda yang telah ada, yang didapat dari hasil dokumentasi auditif yakni bentuk rekaman sajian vokal Sunda baik berupa kaset audio, MP3, maupun Audio dan Video CD. Setelah semua sajian vokal Sunda yang di sajikan oleh Euis Komariah berhasil didapatkan, peneliti melakukan pengklasifikasian dan analisis berdasarkan elemen-elemen gaya untuk dicari keunikan-keunikan atau ciri-ciri musikal yang mendasar dan mendeskripsikannya ke dalam bentuk laporan.

Dalam proses pengumpulan data, makin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit, dan untuk menghindari terjadinya penumpukan data, peneliti segera melakukan analisis terhadap data-data yang telah diperoleh.

Kumpulan Data Reduksi data

Penyajia data Kesimpulan dan


(39)

BAB III

SKETSA KEHIDUPAN TOKOH EUIS KOMARIAH

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang kehidupan, pendidikan, cara belajar dan cara mewariskan (proses regenerasi) vokal Sunda Euis Komariah. Hal tersebut dilakukan untuk menelusuri tentang kiprah awal EK memasuki dunia vokal Sunda, dan faktor apa saja yang mempengaruhinya sehingga memiliki gaya vokal yang khas dan dijadikan kiblat bagi beberapa seniman vokal Sunda lainnya. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, yaitu untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai kajian vokal Sunda gaya Euis Komariah sebagai seniman vokal Sunda. Hal tersebut di fokus pada latar belakang kehidupan, proses regenerasi, serta kontribusi Euis Komariah dalam seni vokal Sunda.

A. LATAR BELAKANG KEHIDUPAN EUIS KOMARIAH

1. Sebelum Berkeluarga

Euis Komariah di lahirkan di Majalaya 9 September 1949 dan menghabiskan masa kecilnya di sana, tepatnya di kampung Ciawi Gede, Desa Wangisagara, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung. EK merupakan anak tunggal, dari orang tua yang bernama ibu Idjoh Hadidjah dan bapak Koswara. Tetapi semenjak kedua orang tuanya bercerai ketika EK masih kecil dirawat dan dibesarkan oleh nenek dan kakeknya, yang bernama Iming dan bapak Rohman, dan EK biasa menyebutnya dengan sebutan Ema dan Apa. Setelah Ayah kandung EK bercerai dengan ibunya kemudian menikah lagi dan memiliki enam orang anak. Dan ibu kandungnya juga menikah lagi dan memiliki empat orang anak. EK menyebut ibunya dengan sebutan Euceu (sebutan kakak perempuan bagi orang Sunda) karena sejak kecil dibesarkan


(40)

oleh neneknya. Banyak saudara dari ibu dan ayahnya, namun yang berkecimpung di dunia seni hanya EK saja, dari kedua orang tuanya sendiri tidak ada yang berkecimpung di dunia seni. Ternyata bakat seni EK diturunkan dari buyutnya yang bernama Mama Enur (nama lengkapnya Nurhafidz).

Masa kecil EK berpindah-pindah tempat tinggal terutama pada waktu EK menginjak SR (sekarang SD) diantaranya pernah tinggal di daerah Wangisagara, kecamatan Majalaya dan Jalan Cagak, Kecamatan Pacet, Kewadanaan Ciparay. Tahun 1958 saat EK berusia 9 tahun, mulai mengikuti pentas di berbagai panggung dengan grup/kelompok kesenian dari Majalaya dan menjuarai berbagai perlombaan vokal Sunda. Seringnya EK pentas sesekali ia bertemu dengan Bapak Wedana, sejak saat itu EK sering diundang untuk kaul dalam pergelaran wayang golek dengan dalang Abah Sunarya (alm) yang merupakan ayah kandung Asep Sunandar Sunarya. Sebelum pertunjukan wayang golek dimulai biasanya EK menyajikan lagu-lagu kawih kepesindenan, lagu-lagu yang dibawakan biasa dibawakan seperti: Dermayon, Ekek Paeh, Tablo dan sebagainya. Sejak pertunjukan itu nama EK semakin terangkat dan dikenal dalam masyarakat luas.

EK setelah menyelesaikan sekolah dari SR/SD ke SMP pindah tempat tinggal ke Bandung tepatnya di gang Maos Bandung dan bersekolah di SMPN 5 Bandung di jalan Jawa. Ketika bersekolah di SMPN 5 Bandung sudah mulai mengisi acara di RRI untuk Siaran Angkatan Bersenjata, setiap pukul 07. 30 malam. Menurut Wiraatmadja (wawancara, 09-01-2010) bakat nyanyi EK sudah terlihat sewaktu kecil saat EK bersekolah di bangku SMP mahir bernyanyi dan menjuarai pasanggiri (lagu-lagu Mang Koko).

EK banyak mempelajari vokal Sunda dari berbagai tokoh seniman dan perkumpulan seni Sunda, sehingga beliau memiliki banyak pengalaman dan ilmu mengenai vokal Sunda dan mampu menghasilkan gaya vokal sendiri. Salah satunya yaitu pernah belajar tembang Sunda Cianjuran di Mang Engkos sekitar tahun 1962an selama beberapa tahun, awalnya diajarkan


(41)

lagu papatet, sejak itu EK masuk dalam perkumpulan di siaran RRI Bandung. Selain EK mempelajari vokal Sunda beliau juga pandai bermain degung, bahkan sebagai pendiri grup degung pertama yang beranggotakan perempuan semuanya. Satu saat EK mengisi acara pertunjukan dengan grup degung dan bertemu dengan Gugum yang merupakan kaka kelas yang sudah lulus dari SMA Pasundan. Ketika masih bersekolah di SMA Gugum sangat dikenal dan dituakan oleh teman-temannya. Tahun 1967 bertemu kembali dengan Gugum di sekitar alun-alun Bandung dan mengobrol singkat. Selama aktif dalam berkesenian, hubungan pertemana sudah sangat akrab dan seperti saudara sendiri. Esok harinya Gugum menyaksikan pertunjukan degung di jalan Jakarta, dalam sebuah acara pernikaha. Sejak saat itu Gugum sering datang ke rumah, dan EK sudah pindah sekolah dari SMA ke KOKAR (Konservatori Karawitan). Gugum sering mengajak jalan-jalan, setelah beberapa lama berhubungan baik dan lulus dari KOKAR tiba-tiba Gugum mengajak bertunangan dan EK pun langsung menyetujuinya. Rencana bertunangan antara EK dan Gugum telah disampaikan kepada orang tua EK, tetapi Ma Iming berpendapat alangkah baiknya langsung menikah saja. Setelah mendapat persetujuan dari kedua orang tuanya akhirnya EK melangsungkan pernikahan tepatnya pada tanggal 18 April 1968.


(42)

Gambar 2.1

Euis Komariah sebelum berkeluarga, (koleksi pribadi Euis Komariah)

2. Setelah berkeluarga

Euis Komariah menikah dengan Gugum Gumbira pada 18 April 1968 saat itu EK berusia 19 tahun dan dikaruniai empat anak dan delapan cucu. Anak yang pertama lahir pada 4 Maret 1969 bernama Mira Tejaningrum Gumbira dan menuruni bakat ayahnya dalam bidang seni tari. Anak yang kedua lahir pada 24 Februari 1970 yang bernama Inne Dinar Gumbira yang menuruni bakat ayahnya juga sebagai penari. Semenjak menikah dengan Gugum Gumbira yang merupakan seniman koreografer serta pencipta Jaipongan, karir EK semakin cemerlang. Setelah memiliki anak kedua EK memutuskan untuk lebih berkonsentrasi pada karirya, tiba-tiba Ma Iming pindah kembali ke Majalaya. Kemudian, karena Gugum menginginkan anak laki-laki, EK kembali mengandung dan melahirkan anak ketiga lahir pada 26 Agustus 1973 yang bernama Asye Mantili Gumbira. Asye menunjukkan bakat yang berbeda dengan kedua kakanya ia lebih berbakat dalam bidang musik khususnya vokal pop tetapi tidak bisa menyajikan tembang ataupun kawih. Menurut EK Asye suaranya lumayan bagus kalau menyajikan tembang atupun kawih, tetapi tidak mau mengikuti jejak ibunya sebagai juru sekar/vokal. Walaupun sebenarnya EK menginginkan anaknya ada yang mendalami sebagai


(43)

juru sekar/vokal Sunda, namun EK membebaskan anaknya untuk mendalami apapun dan tidak mau memaksakan kehendak pada anaknya.

Setelah anak ketiga lahir EK pun dan lebih menekuni karirnya, dengan menghasilkan beberapa rekaman lagu-lagu Sunda baik pop Sunda, kawih ataupun tembang Sunda Cianjuran. Rupanya Gugum Gumbira masih beropsesi menginginkan anak laki laki, sehingga EK mengandung kembali anak yang keempat. Anak yang keempat lahir anak perempuan lagi pada 26 Februari 1978 yang bernama Sonda Utami Dewi Gumbira dan lebih berminat pada lagu-lagu pop. Walaupun EK melahirkan anak perempuan lagi Gugum pun tetap menyayangi anak-anaknya, dan semenjak itu EK memutuskan tidak terlalu beropsesi memiliki anak laki-laki dan dengan iklas membesarkan keempat orang anaknya.

Gambar 2.2

Euis Komariah dan keluarga, (koleksi pribadi Euis Komariah)

Berdasarkan pemaparan mengenai kesenimanan EK di atas, selain memiliki bakat sejak kecil, bahkan setelah berumah tangga pun karirnya semakin cemerlang dengan dukungan dari


(44)

keluarganya. Dengan demikian ia lebih bebas mengembangkan bakatnya terutama dalam bidang seni vokal Sunda. Kehidupan EK setelah berkeluarga cukup rumit, tetapi dengan kasabaran dan kegigihannya dalam berkesenian EK tetap eksis hingga sekarang. Euis Komariah sendiri merupakan seorang seniman yang tergolong pada professional terintegrasi (intergrated professional), yang bisa menyesuaikan diri dengan perubahan zaman serta kebutuhan.

Seperti yang di ungkapkan oleh Becker dalam Soedarsono ( 2003: 360) bahwa:

Ada 4 jenis seniman diantaranya: Maverick: yang mengejar kebaruan tanpa pertimbangkan peminat; Folk Artist: yang gayanya mengikuti tradisi yang sudah ada; Naïve Artist: bukan artist tetapi berlagak seperti artist, karena ada gaya seni yang gampang ditiru; Integrated artist: yang mengikuti perkembangan zaman.

Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kegiatan yang dilakukannya sebagai berikut.

Gambar 2.3

Dokumen foto Euis Komariah ketika mengisi acara pertunjukan di salah satu Bank ternama di Jawa Barat


(45)

gambar 2.4

Euis Komariah saat tampil di Grand Pasundan Bandung, ( dokumen foto tribun Jabar)

Gambar 2.5

Pertunjukan Euis Komariah berdutt dengan Eka Gandara, (dokumen Euis Komariah)

a. Sebagai Ketua Lingkung Seni Dewi Pramanik

Sejak gadis tepatnya ketika EK masih di bangku SMP berkeinginan untuk memiliki grup degung wanita. Dengan kesabaran dan ketekuan akhirnya keinginan tersebut dapat terlaksana dengan lahirnya grup degung wanita pertama yang diberi nama Dewi Pramanik. Anggotanya


(46)

saat itu adalah Gagar Garwati (adik Gugum), Sri, Neneng, Itjeu, Eros, Entin, Ade, Wetty, dan Mamah Dasimah. Dengan peniup Suling Hajah Rokayah dan pemain kendangnya Mang Tosin dengan manajernya Gugum suaminya sendiri.

Grup tersebut ketika itu sangat sukses dengan panggilan pentas yang cukup banyak. Grup Dewi Pramanik pun bertambah sibuk, walaupun belum memiliki gamelan sendiri, maka jika ada pentas selalu menyewa gamelan. Dengan Pentas di mana-mana akhirnya mereka menabung, hasilnya dibelikan seperangkat gamelan besi, karena gamelan perunggu harganya belum terjangkau. Saat itu EK dan Gugum masih tinggal di rumah mertua, tahun 1972 memutuskan untuk pindah dari rumah mertua dan bidup mandiri bersama Gugum. Ketika itu perekonomina keluarga belum stabil, Gugum belum diangkat PNS, mereka berdua bahu-membahu saling membantu. Penghasilan manggung pun cukup membantu untuk keperluan rumah tangga. Bersamaan dengan itu, grup Dewi Pramanik pun semakin dikenal oleh masyarakat. Panggilan pentas semakin banyak. Dan sejak saat itu grup tersebut sudah bisa mendatangkan pelatih-pelatih seniman Sunda dari papan atas, seperti Bapak Tjarmedi yang merupakan suami Ibu Imik Suwarsih, salah satu sinden terkenal di Jawa Barat.

Tahun 1972, grup Dewi Pramanik sering mengisi acara di TVRI Jakarta berupa gending karesmen diantaranya: Mungdinglaya Saba Langit, Ngisikan-ngisikan Pijanarieun, Ngilikan-ngilikan Pisalakieun dengan naskah Wahyu Wibisana dan iringan gamelan degung dan salendro. Saat itu EK juga sepanggung dengan Idris Sardi, EK ngawih lagu Es Lilin sambil main kacapi siter disertai permainan biola Idris Sardi. Keadaan ekonomi saat itu semakin maju, pentas hampir tiap malam sehingga pemasukan materi lumayan banyak. Grup Dewi Pramanik merupakan grup terbesar yang ada pada saat itu.


(47)

Gambar 2.6

Euis Komariah sedang mengisi pertunjukan musik degung beserta grup Dewi Permanik, (Dokumen pribadi Euis Komariah)

b. Sebagai pendiri dan pengelola studio Rekaman Jugala

EK produktif mengeluarkan banyak album, dan pertama kali berkecimpung di dunia rekaman dari tahun 1967-1969-an yang awalnya rekaman lagu-lagu pop Sunda salah satunya Modjang Bandoeng, tahun 1970-1978-an rekaman lagu-lagu kepesindenan, kawih degung, kawih Mang Koko, serta tembang Sunda Cianjuran. EK diperkirakan menghasilkan banyak rekaman jika dihitung hingga sekarang beliau memiliki sekitar 50 volume lebih album pop Sunda, tembang Sunda Cianjuran, kawih degung, kawih Mang Koko, jaipongan, dan kiliningan. Setelah sukses dalam rekaman dan pergelaran di mana-mana dan kehidupan ekonomi menjadi lebih baik, Gugum dan EK memiliki gagasan untuk membuat strudio rekaman sendiri. Akhirnya pada tahun 1980 EK dan Gugum mendirikan studio rekaman dan sanggar seni Jugala dengan menyewa studio di Jalan Jakarta. Selain sebagai pendiri studio juga merangkap sebagai produser rekaman.

Pertama kali studio rekaman Jugala digunakan untuk merekam lagu-lagu degung, kemudian tembang Sunda Cianjuran dan kliningan. Juru sekar/vokal saat itu adalah dirinya


(48)

sendiri dan Mamah Iyar Wiyarsih, yang merupakan juru sekar tekenal, selain sebagai teman pentas, Mamah Iyar pun merupakan guru kawih kepesindenan. Ketika itu usaha studio rekaman sangat maju dan mulai dilirik oleh para grosir kaset. Bahkan pada tahun 1978, aset dari studio rekaman Jugala berkisar sampai ratusan juta rupiah perbulan.

Dengan penghasilan studio rekaman yang sedikit berlebih memiliki tanah yang cukup luas, akhirnya tahun 1980 mendirikan studio rekaman sendiri di sekitar rumah. Studio Jugala semakin terkenal kualitasnya dan mulai banyak yang rekaman. Tahun 1983, dikeluarkan peraturan pemerintah yang mengharuskan kaset dikenakan bea cukai. Sehingga kaset yang sudah beredar di tarik kembali karena harus ditempeli bea cukai. Beberapa kotak kaset banyak yang retak dan harus diganti, sehingga memerlukan biaya yang cukup banyak. Kemudian ditambah lagi kesibukan Gugum yang sangat meningkat, dimana saat itu dia sebagai PNS dan mendapatkan kenaikan tingkat. Akhirnya Gugum melepas usaha rekaman Jugala serta EK pun sibuk berkarir di luar Jugala. Hingga saat ini Jugala masih ada, akan tetapi aktifitasnya tidak seperti dulu.

c. Sebagai Ketua Dharma Wanita Dinas Pendapatan Kota Bandung dan Pariwisata Kodya Bandung

Sekitar tahun 1980-an EK menjadi ketua dharma wanita dinas pendapatan Kota Bandung dan pariwisata Kodya Bandung, ketika Gugum suaminya sebagai pegawai pemerintahan di Bandung. Saat itu EK membentuk dan melatih paduan suara dan degung ibu-ibu dharma wanita, yang di pergelarkan saat acara HUT dharma wanita dan HUT Kota bandung. Belum banyak yang dilakukan saat menjabat sebagai ketua dharma wanita, karena suaminya Gugum pensiun dan lebih menghabiskan lebih banyak waktu di rumah dan menjadi juri atau mengajar tembang Sunda Cianjuran.


(49)

Gambar 2.7

Foto Euis Komariah beserta ibu-ibu Dharma Wanita Kota Bandung, (dokumentasi pribadi Euis Komariah)

d. Sebagai Ketua Paguyuban Seniman Tembang

Kiprahnya di dunia seni vokal khusunya vokal Sunda, akhirnya beberapa seniman Sunda memilih EK sebagai ketua paguyuban seniman tembang di Bandung dari tahun 2000 samapai sekarang. Adapun kegiatan yang dilakukan sebagai ketua paguyuban yang salah satunya mendukung beberapa penyelenggaraan pasanggiri, seperti Nonoman Sunda, P dan K, RRI, Yayasan Budi Istri, Paguyuban Pasundan, Dharma Wanita, Bkow, KORPRI, Pemda Kota Bandung. Sebagai pengajar vokal Sunda khususnya tembang Sunda Cianjuran baik secara formal ataupun non formal. Selain itu EK sering menjadi juri dalam berbagai pasanggiri. Awal menjadi juri tahun 1973an, biasanya menjadi juri dipasangkan dengan beberapa orang diantaranya: Uking Sukri, M. Bakang, A. Tjitjah, Saodah, Abah Apung, Enip, Iyus Wiradiredja dll.

B. PENDIDIKAN FORMAL

Euis Komariah memang layak mendapat julukan tokoh seniman vokal Sunda, sampai saat ini tidak banyak seniman yang mau konsisten di jalur musik tradisional. EK dapat dikatakan tokoh yang konsisten dalam menekuni bidangnya walaupun hanya mengenyam pendidikan


(50)

formal sampai KOKAR/sejajar dengan SMA. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dipaparkan mengenai kegiatan EK pada masa-masa sekolah.

a. Sekolah Rakyat (SR)

Pendidikan EK di Sekolah Rakyat (SR) sekarang SD ditempuh selama enam tahun di dua sekolah, yaitu sebagai berikut.

a. SR Wangisagara

Pada tahun 1955, EK memasuki SR Wangisagara, Majalaya Kabupaten Bandung. EK sudah mengenal lagu-lagu pupuh saat bersekolah dari kelas satu di Sekolah Rakyat (SR). Lagu-lagu pupuh tersebut diketahui dari pelajaran bahasa Sunda. Saat itu EK tinggal bersama neneknya Ma Iming, mungkin karena Ma Iming sering mendengar EK ngahariring (bernyanyi), ketika mendengar kabar ada sebuah tempat latihan kawih kepesindenan di Pangkalan (salah satu nama daerah di Majalaya), kemudian Ma Iming mengajak EK untuk ikut berlatih. Jarak rumah ke tempat latihan cukup jauh sekitar tiga kilometer, karena Ma Iming sudah mngetahui EK memiliki bakat bernyanyi, maka meskipun jarak menuju tempat latihan sangat jauh Ma Iming bersedia mengantar untuk berlatih. Latihan kawih kepesindenan biasanya dilakukan malam hari setelah pulang sekolah dan mengaji.

EK latihan vokal dengan Bapak Ansorudin, yang merupakan Juru tulis Desa yang dikenal segala bisa. Walaupun belajar kawih kepesindenan, tetapi tidak diiringi dengan gamelan, iringannya hanya dengan dua kacapi, kendang, rebab, dan goong. Terkadang EK berlatih bernyanyi untuk wayang catur bersama Ceu Uwat Karwita yang merupaka salah satu sinden terkenal di Majalaya. Meskipun baru dalam tahap latihan EK sudah sering dimintai untuk ngawih dalam pertunjukan acara pesta pernikahan/sunatan. Apabila jarak tempat pertunjukan tidak terjangkau kendaraan, terkadang digendong karena masih anak-anak. EK tinggal di Wangisagara hingga kelas tiga SR/SD dan kelas tiga pindah ke SR/SD Lembur Awi.


(51)

Ketika kelas tiga, Ma Iming kemudian pindah ke Jalan Cagak, Kecamatan Pacet, Kewadanaan Ciparay. Tempatnya lebih ramai dibanding tempat tinggal dulu. EK pun pindah sekolah ke SR/SD Negeri Lembur Awi. Saat itu mulailah EK diikutsertakan lomba-lomba kawih Sunda. EK sering bertemu dengan Bapak Wedana dalam sebuah pertunjukan dan karena melihat bakatnya Pak Wedana sering mengudang EK untuk pentas dalam pergelaran wayang golek. Ketika itu EK sering membawakan lagu Dermayon, Ekek Paeh, dan Tablo. Pengaruh seorang Wedana pada saat itu memiliki kekuatan yang cukup besar, tentunya bagi EK yang hanya gadis kecil kemudian diminta untuk pentas dalam sebuah pertunjukkan bergengsi membuat namanya terangkat.

Pada suatu hari Ibu Titim Patimah yang merupakan pesinden terkenal se-Indonesia melihat EK dan menghampirinya. Ibu Titim Patimah merupakan seorang sinden yang diidolakan oleh EK dan sering mencoba menirukan kidung yang dibawakan beliau, ketika itu Kidung ala Titim sangat digemari di masyarakat. EK sering diikut sertakan sebagai sinden dalam wayang golek bersama Diah Cakrawati dan Euis Banowati dengan dalang Abah Sunarya (alm). Suatu saat di Cikoneng ada sebuah pertunjukan untuk menyambut kedatangan Bupati Bandung yang bernama Raden Memed Ardiwilaga. Kemudian EK diikutsertakan menyajikan lagu-lagu kawih oleh Bapak Wedana dalam pergelaran penyambutan tersebut dalam sajian kiliningan. Bupati ketika itu didampingi oleh pejabat dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Bandung, yang bernama bapak Rahmat Sukmaputra yang menyaksikan penampilanya. Setelah bapak Rahmat Sukmaputra mengetahui EK memiliki bakat bernyanyi, kemudian beliau datang ke rumah Ma Iming dan mengajak agar EK sekolah di Bandung, dan Ma Iming pun mengijinkannya. Begitu lulus SR EK pindah ke rumah Bapak Rahmat Sukmasaputra yang beralamat di Gang Maos Bandung dan meneruskan ke SMP.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Penelitian ini menkaji tentang salah satu tokoh vokal Sunda di Kota Bandung yaitu Euis Komariah. Adapun beberapa aspek yang dikaji dalam penelitian ini yaitu mengenai latar belakang dilihat dari aspek sosial, proses regenerasi/pewarisan vokal Sunda yang berhubungan dengan bagaimana cara belajar, dan mengajarkan vokal Sunda yang dilakukan EK, serta kontribusi EK dalam dunia vokal Sunda, berupa ciri khas gaya vokal yang dimilikinya sehingga dijadikan acuan oleh beberapa juru sekar pemula.

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan beberapa aspek yang menyebabkan munculnya gaya khas vokal Euis Komariah sebagai berikut. Pertama, faktor lingkungan yang dipengaruhi oleh turunan dari keluarga, juga lingkungan sekitar tempat tinggalnya, proses pembelajaran vokal dari beberapa genre lagu dan pengalaman saat pentas. Sejak kecil EK sudah mempelajari vokal Sunda dari berbagai genre vokal, selain itu menguasai instrumen kacapi dan gamelan.

Kedua, aspek pendidikan, pendidikan yang paling berpengaruh dalam ciri khas gaya vokal EK adalah pendidikan non formal dengan berlatih di berbagai kelompok seni di sekitar tempat tinggalnya. Penguasaan dan pengalaman dalam pendidikan non formal bisa berlatih vokal dengan leluasa sehingga lebih cepat menguasai lagu karena tidak dibatasi oleh waktu. Ketiga, kreativitas dalam sajian vokal Sunda, EK sering bereskplorasi dan berlatih untuk mematangkan vokalnya yang secara tidak langsung memunculkan gaya tersendiri sebagai


(2)

salah satu bentuk kreativitas. Salah satu ciri khas gaya vokal yang dimiliki oleh EK adalah dalam setiap menyajikan lagu menggunakan ornamentasi sangat sederhana hanya bermain dinamika, jika dibanding juru sekar yang lain lebih menginterpretasikan lagu yang disajikan. Saat EK menggunakan ornamen tepat menempatkan ornamennya. Sajian vokal yang disajikan oleh EK ada bahasa di luar bahasa musik, artinya interpretasi yang disajikan dipengaruhi oleh lingkungan sosial baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakatnya saat itu.

EK berguru kepada beberapa tokoh seniman, selain itu mewariskan keahliannya pada beberapa murid asuhannya dari dalam dan luar negeri baik di lembaga formal ataupun non formal. EK mampu mencetak juru sekar yang berprestasi dengan menjuarai beberapa pasanggiri vokal Sunda. EK pun memberikan kontribusi terhadap masyarakat Jawa Barat khususnya di kota Bandung yaitu mampu menciptakan gaya vokal tersendiri serta melestarikan seni vokal Sunda.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Euis Komariah layak dijadikan sebagai tokoh vokal Sunda, karena selain menguasai/ahli dalam bidangnya juga beliau memiliki kontribusi selain dapat melahirkan gaya vokal yang khas. Selain itu beliau juga mengabdi dalam dunia pendidikan baik formal ataupun non formal sebagai bentuk keperdulian dan tanggung jawabnya sebagai tokoh seniman Sunda. Hal ini menunjukkan eksistensinya sebagai seniman profesional dalam dunia vokal Sunda terutama dalam pelestarian dan pewarisan budaya khususnya vokal Sunda.

B. SARAN

Penelitian ini merupakan penelitian yang lebih menekankan pada deskripsi dan pemahaman serta pemaknaan berdasarkan data yang dipeoleh dari lapangan. Terutama dalam penyelesaian penelitian ini masih kekurangan referensi buku mengenai persoalan gaya vokal


(3)

Sunda, serta dokumetasi. Hasil penelitian ini tidak berlaku untuk objek lain, sehingga banayak persoalan yang muncul dengan adanya penelitian.

Hal yang menarik dalam penelitian ini yaitu mengenai persoalan gaya vokal sebagai ciri khas seorang tokoh seniman, namun tetap di lapangan menemukan beberapa masalah pro dan kontra antar seniman Sunda mengenai perkembangan gaya vokal Sunda baik gendre vokal kawih ataupun tembang Sunda Cianjuran. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya penelitian lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, cetak Keduabelas. Jakarta: Rineka Cipta.

Alwasilah, A. C. (2002). Pokoknya Kualitatif (Dasar-dasar Merangkai dan melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Dunia Pusaka Jaya.

Affienti, Teti (2009). “Eksistensi Seniman Apung S Wiraatmadja sebagai Tokoh Dalam

Perkembangan Seni Tembang Sunda Cianjuran di Jawa Barat (sebuah biografi)”. Tesisi: Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.

Baharudin, (2001). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: AR-Ruzz Media.

Becker, Howard S. (1984). Art Worlds. Berkeley: Univercity of California Press.

Damas. (2001). Pertunjukan Teknis dan Pelaksanaan Pasanggiri Tembang Sunda ke XVI Jawa Barat. Bandung Daya Mahasiswa Sunda. Tidak diterbitkan.

Amilia, Aam. (2010). Daweung Tineung Euis Komariah. Bandung: Jugala Dewantara, Ki Hajar. (1962). Pendidikan. Yogyakarta: Taman Siswa.

Dewantara, Ki Hajar. (1967). Kebudayaan. Yogyakarta: Taman Siswa.

Djohan, (2003). Psikologi Misik. Yogyakarta: Buku Baik.

Eliot, David J. (1994). Music Matters. Wisconsin: Oxford University Press.

Hermawan, Deni. (2002). Etnomusikologi: Beberapa permasalan dalam Musik Sunda. Bandung: STSI Press Bandung.

Hauser, Arnold; translated by Nortchott, Kenneth J. (185). London: The Sociology Of Art. By Univercity of Chicago Press, Ltd.

Johnson, Elaine B. (2006). Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC.

Julia. (2008). “Pirigan Kacapi Indung Dalam Tembang Sunda Cianjuran” (Studi komparatif

terhadap gaya Ruk-ruk Rukmana dan gaya Gan-gan Garmana”). Tesis: Sekolah

Pascasarjana UPI Bandung.


(5)

Kusmayati, Yetty dkk. (1981). Biografi dan Karya Sastrawan Sunda Masa 1966-1980. Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan daerah Jawa Barat: Departemen P dan K.

Lubis, Nina. (1998). Kehidupan Kaum Menak Priangan, 1800-1942. Bandung: Pusat Informasi Kebudayaan Sunda.

Marianto, Dewi. (2006). Quantum Seni. Semarang: Dahara Prize.

Mayakanai, Dewi (1993). Perkembangan Tembang Sunda Cianjuran. 1920-1990. Tesis: Yogyakarta. UGM.

Moleong, Lexy. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.

Narawati, Tati. (1998). Indrawati Koreagrafer Tari Sunda dalam Menghadapi era Globalisasi Sebuah Biografi. Tesis. Yogyakarta: UGM.

Nasir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia.

Rosliani, Elis. (1998). Teknik Vokal A. Tjitjah Dalam Tembang Sunda Cianjuran. Skripsi Sarjana pada STSI Bandung. Tidak diterbitkan.

Sagala, Syaeful. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV Alfabeta.

Sasaki, Maroko. (2007). Laras Pada Karawitan Sunda. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Seni Tradisional (P4ST) UPI.

Surtjadibrata, R. (2005). Kamus Basa Sunda. Bandung: Kiblat.

Supanggah, Rahayu. (1995). Etnomusikologi. Yokyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

S. Nano. (1983). Pengetahuan Karawitan Daerah Sunda. Bandung: Dirjen DIKDASEMEN. Sopandi, Atik. (1994). Pesinden Di Pasundan. Laporan Hasil Penelitian STSI, Bandung. Sumaatmadja, Nursid. (1996). Manusia Dalam Konteks, Sosial, Budaya Dan Lingkungan

Hidup. Bandung: Alfabeta.

Sjamsudin, Helius. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Sopandi, Atik. (1995). Kamus Istilah Karawitan. Bandung: Geger Sunten.

Sukanda, Enip. (1983). Tembang Sunda Cianjuran Sekitar Pembentukan dan Pengembanganya. Proyek Institut Kesenian Indonesia Sub Proyek Akademik Seni Tari Indonesia. STSI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sulastri, Yuyun. (1998). Peningkatan Proses Belajar Mengajar Tembang Sunda di SMKI Bandung. Makalah: IKIP Bandung.

Sumardjo, Jakob. (2000). Estetika Seni. Bandung: ITB.

Sumardjo, Jakob. (2006). Estetika Paradoks. Bandung: Sunan Ambu Press.


(6)

Waridi. (2006). Mengkaji Tokoh Seni Pertunjukkan. Makalah.

Waridi. (2008). Gagasan Dan Kekaryaan Tiga Empu Karawitan Gaya Surakarta.Mahavira: Yogyakarta.

Walres, Darel L. anda Cynthia Crum Taggart. (1989) “Reading in Music Learning

Theorydalam Skil Laerning Sequence”. Chicago: G.I.A Publications. Inc.

Walres, Darel L. anda Cynthia Crum Taggart.. “Reading in Music Theory dalam Audiation.

The Term and Process. Chicago: G.I.A Publications. Inc.

Wikipedia. http://id Wiki Pedia- org/Wiki/Antropologi. (27 Maret 2010).

Wiradiredja, Yusuf at all. (2003). Tembang Sunda Cianjuran. Bandung: kerjasama anatara Dinas P&K Kabupaten Cianjur dan jurusan Karawitan STSI Bandung.

Wiraatmaja, Apung S (1998). Mengenal Seni Tembang Sunda. Bandung: Dinas P&K Provinsi Daerah TK I Jawa Barat.

Zanten, Wim Van. (1987). An Ethnomusicalogical Study of Cianjuran Music in West Java. Dn Haag: Cip-Data Koninklikjke Bibliotheek.