MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KOMUNIKASI, DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI MODEL-ELICITING ACTIVITIES.
ix
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR DIAGRAM... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Pentingnya Masalah ... 11
E. Definisi Operasional... 13
BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS, DISPOSISI MATEMATIS, DAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES A. Pemahaman Matematis ... 15
(2)
x
C. Disposisi Matematis ... 29
D. Model-Eliciting Activities ... 34
E. Penelitian-Penelitian yang Relevan ... 40
F. Teori-Teori yang Mendukung ... 43
G. Hipotesis... 44
BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Disain Penelitian ... 45
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 46
C. Skenario Pembelajaran, Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 47
D. Prosedur Penelitian ... 52
E. Prosedur Pengolahan Data ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 56
1. Analisis Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa ... 58
2. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 85
3. Deskripsi Disposisi Matematis Siswa ... 111
4. Asosiasi antara Kualifikasi Kemampuan Pemahaman Matematis dan Komunikasi Matematis Siswa ... 118
5. Asosiasi antara Kualifikasi Pemahaman Matematis dan Disposisi Matematis ... 120
6. Asosiasi antara Kualifikasi Komunikasi Matematis dan Disposisi Matematis Siswa ... 121
(3)
xi
B. Pembahasan ... 122
1. Pemahaman Matematis ... 122
2. Komunikasi Matematis ... 125
3. Asosiasi antara Kemampuan Pemahaman Matematis dan Komunikasi Matematis ... 127
4. Disposisi Matematis ... 128
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan... 130
B. Implikasi ... 131
C. Rekomendasi ... 132
(4)
xii
DAFTAR TABEL
Hal. Tabel 3.1 Kriteria Pengelompokkan Siswa Berdasarkan KAM ... 46 Tabel 3.2 Karakteristik Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 49 Tabel 3.3 Karakteristik Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 50
Tabel 3.4 Kriteria Pengelompokkan Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 50
Tabel 3.5 Kriteria Pengelompokkan Siswa Berdasarkan Skor Skala Disposisi Matematis Siswa ... 52
Tabel 3.6 Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Berdasarkan Kluster Sekolah dan KAM ... 55
Tabel 4.1 Deskripsi Tes KAM ... 57 Tabel 4.2 Deskripsi Kemampuan Awal Pemahaman Matematis
Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran, Kluster Sekolah dan KAM ... 59
Tabel 4.3 Uji Normalitas Skor Kemampuan Awal Pemahaman Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 67
Tabel 4.4 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Awal Pemahaman Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 67 Tabel 4.5 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Pemahaman
(5)
xiii
Tabel 4.6 Uji Normalitas Skor Kemampuan Awal Pemahaman Matematis Siswa Berdasarkan Kluster Sekolah ... 69 Tabel 4.7 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Awal Pemahaman
Matematis Siswa Sekolah Kluster Tinggi, Menengah dan Rendah... 70 Tabel 4.8 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Pemahaman
Matematis Siswa Sekolah Kluster Tinggi ... 71 Tabel 4.9 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Pemahaman
Matematis Siswa Sekolah Kluster Menengah ... 71 Tabel 4.10 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Pemahaman
Matematis Siswa Sekolah Kluster Rendah ... 72 Tabel 4.11 Uji Normalitas Kemampuan Akhir Pemahaman Matematis
Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Kluster Sekolah ... 73 Tabel 4.12 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Akhir Pemahaman
Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Kluster Sekolah ... 74 Tabel 4.13 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Kemampuan Akhir
Pemahaman Matematis dengan Faktor Kluster Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ... 75 Tabel 4.14 Uji Scheffe Rerata Kemampuan Pemahaman Matematis
(6)
xiv
Tabel 4.15 Uji Normalitas Kemampuan Akhir Pemahaman Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan KAM ... 80 Tabel 4.16 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Akhir Pemahaman
Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan KAM ... 80 Tabel 4.17 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Kemampuan Akhir
Pemahaman Matematis dengan Pendekatan Pembelajaran dan KAM ... 81 Tabel 4.18 Uji Scheffe Skor Rerata Kemampuan Pemahaman Matematis
Siswa Berdasarkan KAM ... 83 Tabel 4.19 Deskripsi Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan
Pendekatan Pembelajaran, Kluster Sekolah dan KAM ... 86 Tabel 4.20 Uji Normalitas Skor Kemampuan Awal Komunikasi
Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 93 Tabel 4.21 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Awal
Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 94 Tabel 4.22 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Komunikasi
Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 95 Tabel 4.23 Uji Normalitas Kemampuan Awal Komunikasi Matematis
(7)
xv
Tabel 4.24 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Awal Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Kluster Tinggi, Menengah dan Rendah... 96 Tabel 4.25 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Sekolah Kluster Tinggi ... 97 Tabel 4.26 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Komunikasi
Matematis Siswa Sekolah Kluster Menengah ... 98 Tabel 4.27 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Komunikasi
Matematis Siswa Berdasarkan Kluster Sekolah ... 98 Tabel 4.28 Uji Normalitas Skor Kemampuan Akhir Komunikasi
Matematis Siswa Berdasarkan Kluster Sekolah ... 99 Tabel 4.29 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Akhir
Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran Kluster Sekolah ... 100 Tabel 4.30 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Kemampuan Komunikasi
Matematis dengan Faktor Pendekatan Pembelajaran dan Kluster Sekolah ... 101 Tabel 4.31 Uji Scheffe Rerata Kemampuan Komunikasi Matematis
Berdasarkan Kluster Sekolah ... 103 Tabel 4.32 Uji Normalitas Kemampuan Akhir Komunikasi Matematis
(8)
xvi
Tabel 4.33 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan KAM ... 106 Tabel 4.34 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Kemampuan Komunikasi
Matematis dengan Pendekatan Pembelajaran dan KAM ... 107 Tabel 4.35 Uji Scheffe Skor Rerata Kemampuan Pemahaman Matematis
Berdasarkan KAM ... 109 Tabel 4.36 Deskripsi Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan
Pendekatan Pembelajaran, Kluster Sekolah, dan KAM ... 112 Tabel 4.37 Uji Normalitas Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan
Pendekatan Pembelajaran ... 116 Tabel 4.38 Uji Homogenitas Varians Skor Disposisi Matematis Siswa
Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran... 116 Tabel 4.39 Uji Perbedaan Rerata Skor Disposisi Matematis Siswa
Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran... 117 Tabel 4.40 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kualitas Kemampuan
Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 119 Tabel 4.41 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman dan
Disposisi Matematis ... 121 Tabel 4.42 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Komunikasi dan
(9)
xvii
DAFTAR DIAGRAM
Hal. Diagram 4.1 Kemampuan Awal dan Akhir Pemahaman Matematis
Berdasarkan Kluster Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran .. 65 Diagram 4.2 Kemampuan Awal dan Akhir Pemahaman Matematis
Berdasarkan KAM dan Pendekatan Pembelajaran ... 65 Diagram 4.3 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Kluster Sekolah
dalam Pemahaman Matematis ... 77 Diagram 4.4 Kemampuan Pemahaman Matematis Berdasarkan Kluster
Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ... 78 Diagram 4.5 Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dan KAM dalam
Pemahaman Matematis ... 84 Diagram 4.6 Kemampuan Pemahaman Matematis Berdasarkan KAM dan
Pendekatan Pembelajaran ... 85 Diagram 4.7 Kemampuan Awal dan Akhir Komunikasi Matematis
Berdasarkan Kluster Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran . 92 Diagram 4.8 Kemampuan Awal dan Akhir Komunikasi Matematis
Berdasarkan KAM dan Pendekatan Pembelajaran ... 92 Diagram 4.9 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Kluster Sekolah
dalam Komunikasi Matematis ... 104 Diagram 4.10 Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan Kluster
(10)
xviii
Diagram 4.11 Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dan KAM dalam Komunikasi Matematis ... 110 Diagram 4.12 Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan KAM dan
Pendekatan Pembelajaran ... 110 Diagram 4.13 Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan Kluster Sekolah dan
(11)
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran A Instrumen Penelitian
A-1 Kisi-Kisi Tes Pemahaman Matematis ... 140
A-2 Tes Pemahaman Matematis ... 141
A-3 Kisi-Kisi Tes Komunikasi Matematis ... 143
A-4 Tes Komunikasi Matematis ... 144
A-5 Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 146
A-6 Kisi-Kisi Skala Disposisi Matematis ... 153
A-7 Skala Disposisi Matematis ... 154
A-8 Contoh Skenario Pembelajaran ... 156
A-9 Contoh Bahan Ajar ... 161
Lampiran B Hasil Uji Coba B-1 Hasil Analisis Uji Coba Soal Pemahaman Matematis ... 165
B-2 Hasil Analisis Uji Coba Soal Komunikasi Matematis ... 168
Lampiran C Hasil Penelitian C-1 Hasil Tes Awal Pemahaman Matematis ... 171
C-2 Hasil Tes Awal Komunikasi Matematis ... 177
C-3 Hasil Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 183
C-4 Hasil Tes Akhir Pemahaman Matematis Berdasarkan Kluster Sekolah ... 189
(12)
xx
C-5 Hasil Tes Akhir Pemahaman Matematis Berdasarkan KAM ... 195 C-6 Hasil Tes Akhir Komunikasi Matematis Berdasarkan
Kluster Sekolah ... 204 C-7 Hasil Tes Akhir Komunikasi Matematis Berdasarkan
KAM ... 210 C-8 Hasil Tes Skala Disposisi Matematis ... 219 C-9 Data untuk Asosiasi Kontingensi ... 225
Lampiran D Uji Hipotesis
D-1 Analisis Tes Awal Pemahaman Matematis ... 231 D-2 Analisis Tes Awal Komunikasi Matematis ... 239 D-3 Uji Normalitas dan Homogenitas Tes Akhir Pemahaman
Matematis ... 247 D-4 Uji Normalitas dan Homogenitas Tes Akhir Komunikasi
Matematis ... 252 D-5 Uji Normalitas dan Homogenitas Tes Akhir Pemahaman
Matematis Berdasarkan KAM ... 257 D-6 Uji Normalitas dan Homogenitas Tes Akhir Komunikasi
Matematis Berdasarkan KAM ... 262 D-7 Analisis Data Tes Skala Disposisi Matematis ... 267 D-8 Anova Dua Jalur dan Uji Scheffe Tes Akhir Pemahaman
(13)
xxi
D-9 Anova Dua Jalur dan Uji Scheffe Tes Akhir Komunikasi
Matematis Berdasarkan Kluster Sekolah dan KAM... 271
D-10 Analisis Asosiasi Kontingensi ... 273
Lampiran E Perizinan ... 276
Lampiran F Riwayat Hidup ... 279
(14)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya fikir manusia. Dengan belajar matematika siswa dapat berlatih menggunakan fikirannya secara logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta memiliki kemampuan bekerjasama dalam menghadapi berbagai masalah serta mampu memanfaatkan informasi yang diterimanya. Menurut NCTM (2000), dalam belajar matematika siswa dituntut untuk memiliki kemampuan: pemahaman, pemecahan masalah, komunikasi, dan koneksi matematis.
Sejalan dengan pernyataan di atas Sumarmo (2000) mengatakan bahwa pembelajaran matematika hendaknya mengutamakan pada pengembangan daya matematik (mathematical power) siswa yang meliputi: kemampuan menggali, menyusun konjektur dan menalar secara logik, menyelesaikan masalah yang tidak rutin, menyelesaikan masalah (problem solving), berkomunikasi secara matematika dan mengaitkan ide matematika dengan kegiatan intelektual lainnya (koneksi matematik).
Kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis merupakan kemampuan yang esensial untuk dikembangkan pada siswa sekolah menengah. Pentingnya pemilikan kedua kemampuan matematis dan disposisi
(15)
2
matematis di atas termuat dalam tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) untuk Sekolah Menengah Atas antara lain: siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika dan kemampuan mengkomunikasikan gagasan atau idea matematika dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, atau media lain, serta memiliki sikap positip (diposisi) terhadap kegunaan matematika dalam kehidupan, misalnya rasa ingin tahu, perhatian, dan minat mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
KTSP 2006 menganjurkan agar pembelajaran matematika dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem), kemudian secara bertahap siswa dibimbing memahami konsep matematika secara komprehensif. Pada dasarnya pencapaian pemahaman tersebut tidak sekadar untuk memenuhi tujuan pembelajaran matematika saja namun diharapkan muncul efek iringan dari pembelajaran tersebut. Efek iringan yang dimaksud antara lain adalah siswa lebih: (1) memahami keterkaitan antar topik matematika; (2) menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang lain; (3) memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia; (4) mampu berfikir logis, kritis dan sistematis; (5) kreatif dan inovatif dalam mencari solusi; dan (6) peduli pada lingkungan sekitarnya.
Matematika juga merupakan ilmu yang bernilai guna. Wahyudin (2003) mengatakan bahwa kebergunaan matematika lahir dari kenyataan bahwa matematika menjelma sebagai alat komunikasi yang tangguh, singkat, padat dan tidak memiliki makna ganda. Bagi dunia keilmuan, matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang
(16)
3
cermat dan tepat. Dengan demikian komunikasi matematis memegang peranan penting baik sebagai representasi pemahaman siswa terhadap konsep matematika sendiri maupun bagi dunia keilmuan yang lain.
Komunikasi matematis menjadi kemampuan yang harus digali oleh guru agar siswa memiliki kemampuan memberikan informasi yang padat, singkat dan akurat melalui nilai-nilai yang dibahasakan. Kenyataan ini jelas karena matematika banyak digunakan dalam bidang ilmu lain yang berhubungan langsung dengan kehidupan kita. Matematika menjadi sangat penting peranannya bagi kegiatan-kegiatan dibidang bisnis, perdagangan, industri bahkan untuk dunia perkantoran yang memberikan jasa produksi.
Komunikasi matematis merupakan suatu cara untuk bertukar ide-ide dan mengklarifikasi pemahaman siswa. Melalui komunikasi matematis, ide-ide menjadi objek-objek yang direfleksikan untuk didiskusikan dan diubah. Proses komunikasi membantu membangun makna dan ketetapan ide-ide dan membuatnya menjadi sesuatu yang umum. Dalam mengeksplor kemampuan komunikasi matematis siswa, guru perlu menghadapkan siswa pada berbagai masalah yang merupakan situasi nyata untuk memberikan kesempatan kepada siswa yang mengkomunikasikan gagasannya dan mengkonsolidasi pemikirannya untuk memecahkan permasalahan yang ada.
Kenyataan di lapangan, Mettes (1979) mengatakan bahwa dalam belajar matematika siswa hanya mencontoh dan mencatat bagaimana cara menyelesaikan soal yang telah dikerjakan oleh gurunya. Jika mereka di beri soal yang berbeda dengan soal latihan, maka mereka bingung karena tidak tahu harus memulai dari
(17)
4
mana mereka bekerja. Menurut Cockcroft (1981), matematika merupakan pelajaran yang sulit untuk diajarkan dan dipelajari. Kesulitan ini terjadi karena matematika merupakan pelajaran yang berstuktur vertikal. Keadaan ini diperparah dengan proses pembelajaran matematika di dalam kelas yang kurang komunikatif yang hanya menggunakan bahasa-bahasa angka.
Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa selama ini dalam proses pembelajaran matematika di kelas, pada umumnya siswa mempelajari matematika hanya diberi tahu oleh gurunya dan bukan melalui kegiatan eksplorasi.
Selain itu pada umumnya terindikasi bahwa pembelajaran matematika kurang melibatkan aktivitas siswa secara optimal. Hal ini sesuai hasil studi Sumarmo (1993) terhadap siswa SMU, SLTP dan guru di Kodya Bandung yang hasilnya antara lain pembelajaran matematika pada umumnya kurang melibatkan aktivitas secara optimal sehingga siswa kurang aktif dalam belajar. Guru matematika pada umumnya mengajar dengan metoda ceramah dan ekspositori. Sumarmo (1994) mengatakan bahwa pola pembelajaran ceramah dan ekspositori ini kurang menanamkan pemahaman konsep, karena siswa kurang aktif. Sehingga, jika siswa diberi soal yang berbeda dengan soal yang telah diselesaikan oleh gurunya, maka siswa akan kesulitan untuk menyelesaikannya, karena mereka tidak memahami konsep. Temuan Sumarmo didukung oleh temuan Wahyudin (1999) yaitu sebagian siswa tampak mengikuti dengan baik setiap penjelasan atau informasi dari guru, siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan pada guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah disiapkannya, berarti siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru.
(18)
5
Slettenhaar (2000) menyatakan bahwa pada model pembelajaran sekarang ini, umumnya aktivitas siswa hanya mendengar dan menonton guru melakukan kegiatan matematik, kemudian guru menyelesaikan sendiri dengan satu cara penyelesaian dan memberi soal latihan untuk diselesaikan sendiri oleh siswanya. Menurut Rif’at (2001) kegiatan belajar seperti ini membuat siswa cenderung belajar menghafal dan tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan oleh gurunya. Kondisi seperti ini sering tidak disadari oleh guru matematika dalam proses pembelajaran yang lebih dikenal dengan sebutan rote learning.
Hal yang sama juga dikemukakan juga oleh Abdi (2004) bahwa sebagian siswa merasakan sangat sulit untuk bisa secara cermat menyerap dan memahami mata pelajaran matematika, tetapi sulitnya siswa memahami pelajaran matematika yang diajarkan itu diperkirakan berkaitan dengan cara mengajar guru di kelas yang tidak membuat siswa merasa senang dan simpatik terhadap matematika, pendekatan yang dilakukan guru matematika pada umumnya kurang bervariasi. Untuk siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi, sikap dan tindakan serta cara mengajar apapun tidak menjadi masalah. Tetapi, bagi siswa yang memiliki tingkat kecerdasan rata-rata dan rendah, pelajaran matematika akan menjemukan yang mengakibatkan tidak senang belajar matematika.
Selain cara mengajar guru, rendahnya hasil belajar siswa juga disebabkan lemahnya siswa dalam kemampuan dasar bermatematika lainnya. Jenning dan Dunne (1998) mengatakan bahwa pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari, indikasinya adalah pada pembelajaran matematika selama ini, dunia nyata hanya dijadikan
(19)
6
tempat mengaplikasikan konsep. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika dirasakan kurang bermakna. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan pengetahuan sebelumnya (prior-knowledge) yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvention) dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Wahyudin (1999) mengatakan bahwa salah satu penyebab siswa lemah dalam matematika adalah kurang memiliki kemampuan untuk memahami (pemahaman) untuk mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksiomatik, definisi, kaidah dan teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan.
Selain dari temuan yang belum memuaskan di atas, terdapat beberapa studi yang mengimplementasikan pembelajaran inovatif terhadap siswa sekolah menengah memberikan temuan yang positif. Beberapa studi tersebut di antaranya adalah: kemampuan pemahaman dan koneksi matematik siswa yang memperoleh pendekatan open-ended (Yaniawati, 2001), kemampuan komunikasi matematik dan pandangan siswa yang memperoleh Survey, Question, Review, Write (Sudrajat, 2001), dan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah
siswa yang memperoleh reciprocal teaching, probing and scaffolding (Hendriana, 2002), dan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa yang belajar dengan pendekatan IMPROVE (Rohaeti, 2004) semuanya lebih baik dari kemampuan siswa pada kelas konvensional. Demikian pula Nindiasari (2004) dengan menggunakan pendekatan metakognitif melaporkan keunggulan siswa tahap formal dari siswa tahap konkret dalam kemampuan pemahaman dan
(20)
7
penalaran matematik dari kemampuan siswa pada kelas konvensional. Temuan lainnya di antaranya adalah: kemampuan komunikasi dan penalaran matematik siswa yang mendapat pendekatan berbasis masalah dalam kelompok kecil lebih baik dari kemampuan siswa kelas konvensional (Afgani, 2004), dan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa melalui strategi Think Talk and Write (Ansyari, 2004), melalui strategi transactional reading (Sukmadewi, 2004),
dan melalui pendekatan Methaporical Thinking (Hendriana, 2009) lebih baik dari kemampuan siswa pada kelas konvensional.
Mengingat matematika adalah ilmu yang terstruktur artinya untuk menguasai suatu konsep matematika diperlukan penguasaan konsep dasar matematika lainnya, maka kemampuan kognitif awal siswa yang dinyatakan dalam kemampuan awal matematik (KAM) memegang peranan yang sangat penting untuk penguasaan konsep baru matematika. Kulpe (2009) menyimpulkan bahwa pada waktu berpikir, aku atau pribadi orang itu memegang peranan penting. Si aku bukanlah faktor yang pasif melainkan faktor yang mengemudikan perbuatan standar.
Selain itu usia siswa yang masih remaja, pada umumnya memiliki kondisi emosi yang masih labil. Adzikriyah (2000) berpendapat bahwa individu dengan kondisi masih labil tentu akan berbeda dalam menghadapi suatu situasi, jika dibandingkan dengan individu yang telah mencapai taraf kematangan emosi. Mereka yang telah mencapai taraf kematangan emosi tinggi lebih dapat mengontrol emosinya melalui suatu tahap pemikiran dan pertimbangan rasional akan baik buruknya serta kemungkinan apa saja yang bisa ditimbulkan atau
(21)
8
mampu mentolelir peningkatan emosinya tersebut, cenderung tenang dan tidak mengalami perasaan tertekan. Pada usia remaja seperti ini, kondisi pembelajaran yang tidak kondusif serta kurangnya penguasaan kemampuan dasar bermatematika akan mempengaruhi disposisi siswa dalam belajar matematika.
Berkaitan dengan pentingnya komponen pemahaman dalam matematika, Sumarmo (2000) juga menyatakan visi pengembangan pembelajaran matematika untuk memenuhi kebutuhan masa kini yaitu pembelajaran matematika perlu diarahkan untuk pemahaman konsep dan prinsip matematika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah dalam disiplin ilmu lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Carreira (2001) memberikan gambaran bahwa menemukan hubungan antara matematika dan fenomena nyata adalah sebuah proses dan usaha memainkan model yang penting. Model matematika merupakan rangkuman sejumlah konsep matematika dan rangkuman sejumlah interpretasi yang memerlukan interpretasi yang akurat. Perlu proses yang integratif antara model dan aplikasi matematika dalam pembelajarannya di kelas. Seluruh aktivitas diharapkan mempunyai pengaruh positif pada belajar matematika sehingga belajar matematika menjadi bermakna.
Berhubungan dengan pembelajaran matematika, Lesh dan Doerr (2003), mengajukan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada kemampuan menghubungkan ide matematika dan fenomena nyata yang kemudian dinamakannya model-eliciting activities. Model ini merupakan jembatan antara model dan interpretasi, dan memberi peluang yang besar kepada siswa untuk
(22)
9
mengeksploitasi pengetahuannya dalam belajar matematika. Dengan menggunakan model-eliciting activities belajar siswa menjadi bermakna karena ia dapat menghubungkan konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang sudah dikenalnya. Uraian di atas, melukiskan bahwa model-eliciting activities merupakan jembatan antara model dan interpretasi, memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk mengeksploitasi pengetahuannya dalam belajar matematika. Hal ini diharapkan membuat siswa mengubah pandangannya bahwa matematika sebagai pelajaran yang sulit dan siswa sebenarnya mampu mempelajari matematika.
Uraian, temuan-temuan sejumlah studi dan analisis di atas memberikan dugaan bahwa pendekatan model-eliciting activities seperti pendekatan inovatif lainnya yang menekankan pada siswa belajar aktif akan memberikan hasil belajar siswa yang lebih baik dari pada pembelajaran konvensional. Rasional tersebut mendorong peneliti untuk melaksanakan suatu eksperimen yang mengimplementasikan pendekatan model-eliciting activities untuk mengembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa SMA. Memperhatikan sifat matematika yang sistimatik sehingga untuk mempelajari suatu konsep matematika memerlukan penguasaan materi dan proses matematika sebelumnya, maka diperkirakan kemampuan awal matematika siswa dan kluster sekolah yang juga menggambarkan kemampuan matematika siswa sebelum pembelajaran akan memberikan peranan terhadap pencapaian kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa SMA
(23)
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah pencapaian dan perolehan (gain) pemahaman matematis, komunikasi matematis, dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan model-eliciting activities lebih baik daripada yang menggunakan pembelajaran konvensional ditinjau dari siswa secara keseluruhan, tingkat kemampuan awal matematika siswa dan kluster sekolah?
2. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kluster sekolah terhadap kemampuan pemahaman matematis dan terhadap komunikasi matematis siswa?
3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan tingkat kemampuan awal matematika (KAM) terhadap kemampuan pemahaman matematis dan terhadap komunikasi matematis siswa?
4. Apakah terdapat asosiasi antara (a) kemampuan pemahaman dan kualitas kemampuan komunikasi matematis siswa; (b) kemampuan pemahaman matematis dengan disposisi matematis siswa; dan antara (c) kemampuan komunikasi matematis dengan disposisi matematis siswa?
(24)
11
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah:
1. Secara mendalam tentang peranan MEAs, kluster sekolah, dan tingkat kemampuan awal matematika (KAM) siswa terhadap pencapaian kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis
2. Adanya interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kluster sekolah dalam menghasilkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis 3. Adanya interaksi antara pendekatan pembelajaran dan tingkat kemampuan
awal matematika (KAM) dalam menghasilkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis
4. Asosiasi antara (a) kualitas kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa; (b) disposisi matematis dan kualitas kemampuan pemahaman matematis siswa; dan (c) disposisi matematis dan kualitas komunikasi matematis siswa
D. Pentingnya Masalah
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi siswa, penerapan pembelajaran dengan model-eliciting activities sebagai salah satu sarana untuk melibatkan aktivitas siswa secara optimal dalam memahami konsep matematika sehingga konsep yang semula abstrak akan lebih cepat dipahami secara integrasi. Model-eliciting activities merupakan jembatan antara model dan interpretasi,
(25)
12
memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk mengeksploitasi kemampuannya dalam belajar matematika. Dengan menggunakan model-eliciting activities belajar siswa menjadi bermakna karena ia dapat
melihat hubungan antara konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang dikenalnya. Hal ini diharapkan membuat siswa mengubah pandangannya dengan tidak lagi menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan siswa sebenarnya memiliki kemampuan untuk mempelajari mata pelajaran ini sehingga pada akhirnya siswa diharapkan lebih mempunyai disposisi matematis dalam belajar matematika.
2. Bagi guru yang terlibat dalam penelitian ini, diharapkan mendapat pengalaman nyata menerapkan pendekatan pembelajaran model-eliciting activities. Pendekatan pembelajaran model-eliciting activities dapat
dijadikan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan sehari-hari untuk mengembangkan pemahaman dan komunikasi matematis serta mengembangkan disposisi matematis siswa. 3. Bagi peneliti, merupakan pengalaman yang berharga sehingga dapat
dijadikan bahan pertimbangan untuk mengembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis pada berbagai jenjang pendidikan.
(26)
13
E. Definisi Operasional
1. Pendekatan model-eliciting activities (MEAs) adalah pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan dan mengkomunikasikan konsep-konsep yang terkandung dalam suatu masalah melalui tahapan proses pemodelan matematika:
a. mengidentifikasi dan menyederhanakan situasi masalah b. membangun model matematis
c. mentransformasi dan menyelesaikan model d. menginterpretasi hasil
2. Pemahaman matematis adalah kemampuan yang meliputi:
a. mengemukakan pengertian suatu konsep dengan menggunakan bahasanya sendiri
b. mengidentifikasi konsep matematika yang terkandung dalam suatu masalah dan memanfaatkan hubungan antar konsep tersebut dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya
c. membandingkan dan membedakan konsep-konsep matematika d. mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk representasi lainnya 3. Komunikasi matematis adalah kemampuan yang meliputi:
a. mengekspresikan, mendemonstrasikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, tabel, grafik atau model matematika lain.
b. menganalisis, mengevaluasi dan mengajukan pertanyaan terhadap suatu informasi yang diberikan
(27)
14
c. menyatakan gambar atau diagram ke dalam ide-ide matematika
4. Disposisi matematis adalah kecenderungan untuk berpikir dan berbuat dengan cara yang positif terhadap matematika yang meliputi:
a. kepercayaan diri b. keingintahuan c. ketekunan d. fleksibilitas
(28)
45
BAB III
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
A. Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dengan disain kelompok kontrol pretes-postes (Ruseffendi, 2005). Disain penelitiannya sebagai berikut :
A O X O A O O Keterangan:
A : Pemilihan sampel secara acak terhadap kelas
O : Tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa
X : Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan model-eliciting activities Penelitian ini melibatkan dua kelompok siswa yang diteliti tentang kemampuan pemahaman matematis dan komunikasi matematis. Kelompok pertama menggunakan pendekatan model-eliciting activities (kelompok eksperimen) dan kelompok kedua menggunakan cara konvensional (kelompok kontrol). Sebelum diberikan perlakuan pembelajaran, diadakan tes awal kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa kemudian dilakukan tes akhir untuk mengetahui kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa setelah diberi perlakuan.
Di dalam proses belajar mengajar banyak faktor yang mempengaruhinya yang meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Untuk itu dalam mengkaji pengaruh penggunaan pendekatan pembelajaran yang digunakan terhadap kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa, dilibatkan 3 faktor lain
(29)
46
yaitu kluster sekolah sebagai faktor eksternal, kemampuan matematika secara umum (KAM) dan disposisi matematis siswa (DMS) sebagai faktor internal.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Subyek penelitian ini adalah sebanyak 219 siswa kelas X dari tiga SMA Negeri masing-masing dari kluster rendah, menengah, dan tinggi di Cimahi. Penentuan sampel penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut. Dari tiap kluster SMA (tinggi, menengah, dan rendah) yang ditetapkan Dinas pendidikan Kota Cimahi, masing-masing diambil satu SMA secara acak, dan dari tiap SMA terpilih dipilih dua kelas X secara acak dari kelas X yang ada, dan terakhir pada dua kelas yang terpilih ditetapkan secara acak juga satu kelas untuk kelas eksperimen dan lainnya sebagai kelas kontrol.
Pada penelitian ini dikelompokkan pula kemampuan awal matematika (KAM) pada masing-masing kelas meliputi KAM baik, KAM sedang dan KAM kurang. Untuk mengetahuinya dilakukan tes KAM dengan menggunakan seperangkat alat tes dari soal-soal UAN SMP tahun 2009. Dari hasil tes KAM ini kemudian dikelompokkan siswa baik, sedang dan kurang dengan kriteria sebagai berikut :
Tabel 3.1
Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan KAM
Interval Skor Tes KAM Kategori
xi 80 Baik
55< xi <80 Sedang
(30)
47
C. Skenario Pembelajaran, Instrumen Penelitian dan Pengembangannya 1. Skenario Pembelajaran
Skenario Pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat pembelajaran dalam bentuk tulisan sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan model-eliciting activities. Bahan ajar ini dikembangkan melalui langkah-langkah :
a. Kememadaian materi dan langkah-langkah pembelajaran yang disajikan didasarkan pada literatur tentang model-eliciting activities dan pertimbangan dosen pembimbing.
b. Mengujicobakan skenario pembelajaran ini secara terbatas dengan tujuan: (1) Mengukur berapa pertemuan waktu yang diperlukan siswa untuk menyelesaikan satu skenario pembelajaran untuk satu kelompok bahasan; (2) Untuk melihat kesesuaian latihan-latihan yang disajikan dengan tujuan pemahaman dan komunikasi matematis; (3) Untuk melihat kememadaian materi yang disajikan.
c. Setelah ujicoba dilakukan, diadakan revisi seperlunya terhadap skenario pembelajaran tersebut. Revisi tersebut dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru matematika.
2. Pengembangan Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini berupa seperangkat alat tes untuk tes pemahaman matematis, dan tes komunikasi matematis. Tes pemahaman dan komunikasi matematis siswa disusun oleh peneliti, untuk pengembangannya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
(31)
48
a. Membuat kisi-kisi soal berdasarkan indikator kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis serta indikator hasil belajar siswa
b. Menyusun soal tes
c. Menilai kesesuaian antara materi, indikator dan soal-soal tes untuk mengetahui validitas isi. Kesesuaian tersebut diperoleh melalui konsultasi dengan dosen pembimbing dan guru matematika.
d. Setelah validitas isi dipenuhi, selanjutnya penulis mengujicobakan soal tes ini.
Setelah ujicoba dilakukan, maka penulis menghitung reliabilitas, validitas butir, daya pembeda dan indeks kesukaran tes. Karena baik tes kemampuan pemahaman matematis maupun tes komunikasi matematis bentuknya soal uraian, maka untuk menghitung reliabilitas tes digunakan rumus cronbach alpha (Sudjono, 1998). Untuk menghitung validitas tes digunakan korelasi Product Moment Pearson. Untuk menginterpretasikan koefisien korelasi validitas dan
reliabilitas tes digunakan klasifikasi dari Guilford (Ruseffendi, 2005).
Untuk menghitung daya pembeda terlebih dahulu ditentukan jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah. Setelah data diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil maka siswa kelompok atas adalah 27% siswa teratas dari jumlah siswa keseluruhan, dan siswa kelompok bawah 27% siswa terbawah dari jumlah siswa keseluruhan. Untuk Selanjutnya digunakan rumus daya pembeda dari Jauhara dan Zauhari (1999). Untuk menghitung indeks kesukaran tiap butir soal dan menginterpretasikan daya pembeda digunakan rumus dan klasifikasi dari Suherman dan Sukjaya (1990).
(32)
49
Rangkuman dari hasil pengolahan data hasil ujicoba mengenai validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran dari tes pemahaman matematis yang mencerminkan karakteristik dari tes kemampuan pemahaman matematis disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Karakteristik Tes Kemampuan Pemahaman Matematis
No. Soal
Reliabilitas Validitas
Butir DP IK
Ket Nilai Inter
pretasi Nilai
Inter
pretasi Nilai
Inter
pretasi Nilai
Inter pretasi 1
0,72 Tinggi
0,60 Sedang 0,42 baik 0,27 Sukar Dipakai 2 0,73 Tinggi 0,55 baik 0,39 Sedang Dipakai 3 0,75 Tinggi 0,44 baik 0,59 Sedang Dipakai 4 0,71 Tinggi 0,30 cukup 0,35 Sedang Dipakai 5 0,62 Sedang 0,36 cukup 0,41 Sedang Dipakai
Sedangkan rangkuman dari hasil pengolahan data hasil ujicoba mengenai validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran dari tes komunikasi matematis yang mencerminkan karakteristik dari tes kemampuan komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3.3.
(33)
50
Tabel 3.3
Karakteristik Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
No. Soal
Reliabilitas Validitas
Butir DP IK
Ket Nilai Inter
pretasi Nilai
Inter
pretasi Nilai
Inter
pretasi Nilai
Inter pretasi 1
0,75 Tinggi
0,70 Tinggi 0,69 baik 0,59 Sedang Dipakai 2 0,72 Tinggi 0,53 baik 0,61 Sedang Dipakai 3 0,74 Tinggi 0,50 baik 0,47 Sedang Dipakai 4 0,62 Sedang 0,44 baik 0,55 Sedang Dipakai 5 0,54 Sedang 0,25 cukup 0,27 Sukar Dipakai
Hasil tes kemampuan pemahaman matematis dengan SMI = 40, siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu baik, sedang dan kurang. Demikian pula untuk tes kemampuan komunikasi matematis dengan SMI = 30, siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu baik, sedang dan kurang. Kriterianya disajikan pada Tabel 3.4
Tabel 3.4
Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kemampuan Komunikasi Matematis
Kemampuan Siswa SMI
Interval Skor tes Kemampuan Pemahaman/ Komunikasi matematis Kategori Kemampuan Pemahaman Matematis 40
Xi ≥ 32 Baik
22 < xi <32 Sedang
Xi ≤ 22 Kurang
Kemampuan Komunikasi Matematis
30
Xi ≥ 24 Baik
16,5 < xi <24 Sedang
(34)
51
Untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis sebelum dan setelah kegiatan pembelajaran, dilakukan analisis skor gain ternormalisasi yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
< g > =
Awal Tes Rerata -SMI Awal Tes Rerata -Akhir Tes Rerata (Hake, 1999) Keterangan:
< g > adalah skor gain ternormalisasi
Tingkat perolehan skor gain ternormalisasi dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu:
(< g >) > 0,70 : tinggi 0,30 ≤ (< g >) ≤ 0,70 : sedang
(< g >) < 0,30 : rendah (Hake, 1999)
3. Skala Disposisi Matematis Siswa
Dalam penelitian ini disusun skala disposisi matematis siswa yang disusun berdasarkan indikator menurut Wardani (2009) yang meliputi: (1) Percaya diri terhadap kemampuan/keyakinan terdiri dari 8 item; (2) Mengajukan pertanyaan, melakukan penyelidikan, antusias dalam belajar, dan banyak membaca dari sumber lain terdiri dari 13 item; (3) Kegigihan/ketekunan terdiri dari 6 item; (4) Kerjasama, menghargai pendapat yang berbeda, dan berusaha mencari solusi lain terdiri dari 7 item; dan (5) Bertindak dan berhubungan dengan matematika, serta menyukai/memiliki rasa senang terhadap matematika terdiri dari 6 item.
(35)
52
Hasil skala disposisi matematis dengan SMI = 40, siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu baik, sedang dan kurang. Kriterianya disajikan pada Tabel 3.5
Tabel 3.5
Kriteria Pengelompokkan Siswa Berdasarkan Skor Skala Disposisi Matematis Siswa
SMI Interval Skor Skala Disposisi Matematis Kategori
200
Xi ≥ 160 Baik
110 < xi <160 Sedang
Xi ≤ 110 Kurang
Untuk melihat signifikansi perbedaan rata-rata disposisi matematis siswa yang menggunakan pendekatan model-eliciting activities dan cara konvensional diolah dengan menggunakan minitab 15. Selain itu dilihat pula hubungan antara kemampuan pemahaman dan disposisi matematis siswa serta kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa dengan menggunakan asosiasi kontingensi.
D. Prosedur Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan terlebih dahulu diadakan persiapan-persiapan yang dipandang perlu, antara lain: melakukan studi kepustakaan tentang pemahaman matematis, komunikasi matematis dan pendekatan model-eliciting activities. Setelah persiapan dianggap cukup, kemudian dilanjutkan dengan
(36)
53
tiap-tiap kluster sekolah untuk dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Langkah kerja selanjutnya adalah memberikan tes awal terhadap kedua kelompok tersebut. Tes awal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelompok pada awal penelitian mengenai kemampuan pemahaman matematis dan komunikasi matematis siswa. Di samping itu, berdasarkan kepada tes akhir, tes awal ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa pada kedua kelompok antara sebelum dan sesudah penelitian dilaksanakan.
Di samping tes awal, karena dalam penelitian ini selain kluster sekolah dikelompokan pula siswa berdasarkan kemampuan awal matematika (KAM). Sehingga dilakukan tes KAM pada awal penelitian dengan menggunakan soal-soal UAN SMP tahun 2009.
Sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan model-eliciting activities di kelas eksperimen, maka diadakan sosialisasi dalam
memberikan penjelasan mengenai aturan-aturan yang diterapkan dalam pembelajaran dengan pendekatan model-eliciting activities. Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai guru yang mengajar dan memimpin diskusi kelas. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan untuk lebih terjaminnya pelaksanaan pendekatan pembelajaran model-eliciting activities. Selain itu, aktivitas siswa yang menggunakan pendekatan model-eliciting activities juga diamati oleh peneliti ketika pembelajaran berlangsung.
(37)
54
Sebagai langkah terakhir yaitu pemberian tes akhir pemahaman dan komunikasi matematis serta skala disposisi matematis siswa kepada kedua kelompok. Hasil tes ini kemudian dianalisis untuk menguji hipotesis yang dirumuskan dalam bagian sebelumnya.
E. Prosedur Pengolahan Data
Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB–15, SPSS V.16., dan Microsoft-Office-Excel 2007, dengan tingkat kepercayaan 95%. Analisis data menggunakan Uji t, Anova Dua jalur, dan uji Scheffe, tetapi sebelumnya data telah melalui pengujian normalitas dan homogenitas.
Berdasarkan kluster sekolah dan kemampuan matematis siswa secara umum, kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa disajikan pada Tabel 3.6
Data yang berasal dari tes awal dan tes akhir yang diberikan kepada kedua kelompok siswa diolah dengan perincian langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menguji normalitas data dari distribusi masing-masing kelompok b. Melakukan pengetesan homogenitas kedua varians
c. Melakukan uji signifikansi perbedaan dua rata-rata
d. Untuk melihat asosiasi antara kemampuan pemahaman matematis, komunikasi matematis, dan disposisi matematis siswa digunakan uji chi kuadrat
(38)
55
Tabel 3.6
Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Berdasarkan Kluster Sekolah dan KAM
Kluster
Sekolah KAM
Pendekatan Pembelajaran
MEAs Konvensial Rerata SD n Rerata SD n
Tinggi
Baik TB STB NTB TB’ STB’ NTB’ Sedang TS STS NTS TS’ STS’ NTS’ Kurang TK STK NTK TK’ STK’ NTK’ Sub Total TST STST NTST TST’ STST’ NTST’
Menengah
Baik MB SMB NMB MB’ SMB’ NMB’ Sedang MS SMS NMS MS’ SMS’ NMS’ Kurang MK SMK NMK MK’ SMK’ NMK’ Sub Total MST SMST NMST MST’ SMST’ NMST
’
Rendah
Baik RB SRB NRB RB’ SRB’ NRB’ Sedang RS SRS NRS RS’ SRS’ NRS’ Kurang RK SRK NRK RK’ SRK’ NRK’ Sub Total RST SRST NRST RST’ SRST’ NRST’
Total
Baik B SB NB B’ SB’ NB’ Sedang S SS NS S’ SS’ NS’ Kurang K SK NK K’ SK’ NK’ Total TST STST NTST TST’ STST’ NTST’
Contoh keterangan:
TB: rerata kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah tinggi untuk KAM baik dengan pembelajaran MEAs
STS: simpangan baku kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah tinggi untuk KAM sedang dengan pembelajaran MEAs
NRK: jumlah siswa pada kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah rendah untuk KAM kurang dengan pembelajaran MEAs
MS’: kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah menengah untuk KAM sedang dengan pembelajaran konvensional
(1)
Tabel 3.3
Karakteristik Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
No. Soal
Reliabilitas Validitas
Butir DP IK
Ket Nilai Inter
pretasi Nilai
Inter
pretasi Nilai
Inter
pretasi Nilai
Inter pretasi 1
0,75 Tinggi
0,70 Tinggi 0,69 baik 0,59 Sedang Dipakai 2 0,72 Tinggi 0,53 baik 0,61 Sedang Dipakai 3 0,74 Tinggi 0,50 baik 0,47 Sedang Dipakai 4 0,62 Sedang 0,44 baik 0,55 Sedang Dipakai 5 0,54 Sedang 0,25 cukup 0,27 Sukar Dipakai
Hasil tes kemampuan pemahaman matematis dengan SMI = 40, siswa
dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu baik, sedang dan kurang. Demikian
pula untuk tes kemampuan komunikasi matematis dengan SMI = 30, siswa
dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu baik, sedang dan kurang. Kriterianya
disajikan pada Tabel 3.4
Tabel 3.4
Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kemampuan Komunikasi Matematis
Kemampuan Siswa SMI
Interval Skor tes Kemampuan Pemahaman/ Komunikasi matematis Kategori Kemampuan Pemahaman Matematis 40
Xi ≥ 32 Baik
22 < xi <32 Sedang
Xi ≤ 22 Kurang
Kemampuan Komunikasi Matematis
30
Xi ≥ 24 Baik
16,5 < xi <24 Sedang Xi ≤ 16,5 Kurang
(2)
Untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan pemahaman dan
komunikasi matematis sebelum dan setelah kegiatan pembelajaran, dilakukan
analisis skor gain ternormalisasi yang dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
< g > =
Awal Tes Rerata
-SMI
Awal Tes Rerata -Akhir Tes Rerata
(Hake, 1999)
Keterangan:
< g > adalah skor gain ternormalisasi
Tingkat perolehan skor gain ternormalisasi dikelompokkan ke dalam tiga
kategori, yaitu:
(< g >) > 0,70 : tinggi
0,30 ≤ (< g >) ≤ 0,70 : sedang
(< g >) < 0,30 : rendah (Hake, 1999)
3. Skala Disposisi Matematis Siswa
Dalam penelitian ini disusun skala disposisi matematis siswa yang disusun
berdasarkan indikator menurut Wardani (2009) yang meliputi: (1) Percaya diri
terhadap kemampuan/keyakinan terdiri dari 8 item; (2) Mengajukan pertanyaan,
melakukan penyelidikan, antusias dalam belajar, dan banyak membaca dari
sumber lain terdiri dari 13 item; (3) Kegigihan/ketekunan terdiri dari 6 item; (4)
Kerjasama, menghargai pendapat yang berbeda, dan berusaha mencari solusi lain
terdiri dari 7 item; dan (5) Bertindak dan berhubungan dengan matematika, serta
(3)
Hasil skala disposisi matematis dengan SMI = 40, siswa dikelompokkan
ke dalam tiga kategori yaitu baik, sedang dan kurang. Kriterianya disajikan pada
Tabel 3.5
Tabel 3.5
Kriteria Pengelompokkan Siswa Berdasarkan Skor Skala Disposisi Matematis Siswa
SMI Interval Skor Skala Disposisi Matematis Kategori
200
Xi ≥ 160 Baik
110 < xi <160 Sedang
Xi ≤ 110 Kurang
Untuk melihat signifikansi perbedaan rata-rata disposisi matematis siswa
yang menggunakan pendekatan model-eliciting activities dan cara konvensional
diolah dengan menggunakan minitab 15. Selain itu dilihat pula hubungan antara
kemampuan pemahaman dan disposisi matematis siswa serta kemampuan
komunikasi dan disposisi matematis siswa dengan menggunakan asosiasi
kontingensi.
D. Prosedur Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan terlebih dahulu diadakan
persiapan-persiapan yang dipandang perlu, antara lain: melakukan studi kepustakaan tentang
pemahaman matematis, komunikasi matematis dan pendekatan model-eliciting
activities. Setelah persiapan dianggap cukup, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan sampel yaitu dengan memilih 2 kelas dari kelas paralel yang ada di
(4)
tiap-tiap kluster sekolah untuk dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol.
Langkah kerja selanjutnya adalah memberikan tes awal terhadap kedua
kelompok tersebut. Tes awal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal
kedua kelompok pada awal penelitian mengenai kemampuan pemahaman
matematis dan komunikasi matematis siswa. Di samping itu, berdasarkan kepada
tes akhir, tes awal ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan
kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa pada kedua kelompok
antara sebelum dan sesudah penelitian dilaksanakan.
Di samping tes awal, karena dalam penelitian ini selain kluster sekolah
dikelompokan pula siswa berdasarkan kemampuan awal matematika (KAM).
Sehingga dilakukan tes KAM pada awal penelitian dengan menggunakan
soal-soal UAN SMP tahun 2009.
Sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
model-eliciting activities di kelas eksperimen, maka diadakan sosialisasi dalam memberikan penjelasan mengenai aturan-aturan yang diterapkan dalam
pembelajaran dengan pendekatan model-eliciting activities. Dalam penelitian ini
peneliti berperan sebagai guru yang mengajar dan memimpin diskusi kelas. Hal
itu dilakukan dengan pertimbangan untuk lebih terjaminnya pelaksanaan
pendekatan pembelajaran model-eliciting activities. Selain itu, aktivitas siswa
yang menggunakan pendekatan model-eliciting activities juga diamati oleh
(5)
Sebagai langkah terakhir yaitu pemberian tes akhir pemahaman dan
komunikasi matematis serta skala disposisi matematis siswa kepada kedua
kelompok. Hasil tes ini kemudian dianalisis untuk menguji hipotesis yang
dirumuskan dalam bagian sebelumnya.
E. Prosedur Pengolahan Data
Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan perangkat lunak
MINITAB–15, SPSS V.16., dan Microsoft-Office-Excel 2007, dengan tingkat
kepercayaan 95%. Analisis data menggunakan Uji t, Anova Dua jalur, dan uji
Scheffe, tetapi sebelumnya data telah melalui pengujian normalitas dan
homogenitas.
Berdasarkan kluster sekolah dan kemampuan matematis siswa secara
umum, kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa disajikan pada
Tabel 3.6
Data yang berasal dari tes awal dan tes akhir yang diberikan kepada kedua
kelompok siswa diolah dengan perincian langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menguji normalitas data dari distribusi masing-masing kelompok
b. Melakukan pengetesan homogenitas kedua varians
c. Melakukan uji signifikansi perbedaan dua rata-rata
d. Untuk melihat asosiasi antara kemampuan pemahaman matematis,
komunikasi matematis, dan disposisi matematis siswa digunakan uji chi
(6)
Tabel 3.6
Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Berdasarkan Kluster Sekolah dan KAM
Kluster
Sekolah KAM
Pendekatan Pembelajaran
MEAs Konvensial
Rerata SD n Rerata SD n
Tinggi
Baik TB STB NTB TB’ STB’ NTB’
Sedang TS STS NTS TS’ STS’ NTS’
Kurang TK STK NTK TK’ STK’ NTK’
Sub Total TST STST NTST TST’ STST’ NTST’
Menengah
Baik MB SMB NMB MB’ SMB’ NMB’
Sedang MS SMS NMS MS’ SMS’ NMS’
Kurang MK SMK NMK MK’ SMK’ NMK’
Sub Total MST SMST NMST MST’ SMST’ NMST
’
Rendah
Baik RB SRB NRB RB’ SRB’ NRB’
Sedang RS SRS NRS RS’ SRS’ NRS’
Kurang RK SRK NRK RK’ SRK’ NRK’
Sub Total RST SRST NRST RST’ SRST’ NRST’
Total
Baik B SB NB B’ SB’ NB’
Sedang S SS NS S’ SS’ NS’
Kurang K SK NK K’ SK’ NK’
Total TST STST NTST TST’ STST’ NTST’
Contoh keterangan:
TB: rerata kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah tinggi untuk KAM baik dengan pembelajaran MEAs
STS: simpangan baku kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah tinggi untuk KAM sedang dengan pembelajaran MEAs
NRK: jumlah siswa pada kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah rendah untuk KAM kurang dengan pembelajaran MEAs
MS’: kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah menengah untuk KAM sedang dengan pembelajaran konvensional