MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KOMUNIKASI, DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI MODEL-ELICITING ACTIVITIES.

(1)

LEMBAR PERSETUJUAN

DISETUJUI

UNTUK MELAKSANAKAN UJIAN TAHAP II

Prof.Dr. Utari Sumarmo Promotor

Prof. Jozua Sabandar, M.A., Ph.D Ko-Promotor

Prof. Dr. Didi Suryadi, M.Ed Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia


(2)

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan sesungguhnya saya, Yanto Permana menyatakan bahwa Disertasi yang berjudul “Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Model-Eliciting Activities” adalah benar-benar karya ilmiah asli yang saya susun berdasarkan hasil penelitian. Karya ilmiah ini bebas dari unsur-unsur penjiplakan atau pengutipan dengan cara yang tidak sesuai dengan etika dan norma ilmiah. Apabila jika dikemudian hari ternyata dalam penulisan karya ilmiah ini ditemukan adanya unsur-unsur penjiplakan atau pengutipan yang tidak sesuai dengan etika dan norma ilmiah, maka saya siap menerima sangsi yang berlaku.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan sehat, sehingga pernyataan ini dapat dipertanggungjawabkan.

Bandung, Oktober 2010 Promovendus,


(3)

!

"

#

!

"

#

!

"

#

!

"

#

$%

$%

$%

$%

""""

%%%%

""

""

""

""

&'

&'

&'

&'

%%%%

(%

(%

(%

(%

)

)

)

)

*

*

*

*

"

"

"

"

+

+

+

+

)

"

)

)

"

"

)

"

%

"" %

%

%

"" %

"" %


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini sebagaimana mestinya. Disertasi ini berjudul “Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Model-Eliciting Activities”. Tujuan penulisan disertasi adalah untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan dalam bidang Pendidikan Matematika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Penulisan disertasi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian disertasi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Ibu Prof. Dr. Utari Sumarmo, selaku promotor yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulisan disertasi ini. Beliau telah memberikan sumbangan pikiran yang amat berharga dari segi keilmuan, sejak awal pemunculan ide sampai dengan tersusunnya disertasi. Pertanyaan-pertanyaan dan saran-saran beliau, dapat meningkatkan motivasi dan menambah/memperluas wawasan penulis.

2. Bapak Prof. Jozua Sabandar, M.A., Ph.D, selaku ketua program studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana UPI dan ko-promotor yang


(5)

memberikan sumbangan pikiran yang amat berharga dari segi keilmuan, sejak awal pemunculan ide sampai tersusunnya disertasi.

3. Bapak Prof. Didi Suryadi, M.Ed selaku anggota promotor yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulisan disertasi ini. Beliau telah menciptakan suasana diskusi dan bimbingan yang kondussif dalam menyususn bahan ajar dan instrumen penelitian yang benar dan tepat. 4. Kepala Sekolah dan guru-guru Matematika di SMAN 2 Cimahi, SMAN 3

Cimahi dan SMAN 6 Cimahi, yang telah memberikan fasilitas dalam melakukan penelitian.

5. Rekan-rekan mahasiswa program S-3 Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana UPI angkatan 2007 yang telah memberikan dorongan moril sehingga penulis dapat meyelesaikan studi.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu penyelesaian studi penulis secara langsung maupun tidak langsung.

Demikianlah ucapan terima kasih penulis, kiranya Allah SWT memberikan pahala yang setimpal kepada semua yang telah memberikan bantuannya. Amin.

Bandung, Oktober 2010


(6)

ABSTRAK

Yanto Permana. Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui model-eliciting activities

Penelitian ini merupakan suatu eksperimen berdisain kelompok kontrol pretes-postes yang membahas permasalahan pokok mengenai pengaruh model-eliciting activities, kluster sekolah, dan kemampuan awal matematika siswa terhadap pencapaian dan perolehan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis siswa Sekolah Menengah Atas. Subyek penelitian sebanyak 219 siswa kelas X SMA yang berasal dari tiga SMA Negeri kluster tinggi, menengah, dan rendah di Kota Cimahi. Instrumen penelitian terdiri dari dua tes yaitu tes pemahaman matematis dan tes komunikasi matematis dan satu skala disposisi matematis siswa. Analisis data menggunakan Anova dua jalur, uji Scheffe dan uji-t. Penelitian menemukan bahwa: pendekatan model-eliciting activities (MEAs), kluster sekolah, dan kemampuan awal matematika (KAM) siswa memberi pengaruh terhadap pencapaian dan perolehan (gain) kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis. Semakin tinggi kluster sekolah dan KAM siswa, semakin tinggi pula pencapaian dan perolehan pemahaman dan komunikasi dan disposisi matematisnya. Namun, pengaruh pendekatan MEAs lebih unggul dibandingkan dengan pengaruh kluster sekolah, KAM siswa, dan pembelajaran konvensional dalam pencapaian dan perolehan kemampuan pemahaman dan komunikasi, dan disposisi matematis siswa. Siswa yang berasal dari sekolah kluster rendah dan menengah yang mendapat pembelajaran MEAs mencapai dan memperoleh gain kemampuan pemahaman dan komunikasi serta disposisi matematisnya lebih baik dari siswa yang berasal dari sekolah kluster tinggi yang mendapat pembelajaran konvensional. Temuan lainnya adalah tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kluster sekolah dan antara pendekatan pembelajaran dan KAM siswa terhadap pencapaian kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Terdapat asosiasi yang tinggi antara kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis, antara kemampuan pemahaman dan disposisi matematis, dan antara kemampuan komunikasi dan disposisi matematis.

Kata-kata kunci: pendekatan model-eliciting activities, pemahaman matematis, komunikasi matematis, disposisi matematis


(7)

ABSTRACT

Yanto Permana. Improving Senior High School Student’s Mathematical Understanding and Communication Abilities and Mathematical Disposition by using model-eliciting activities.

This study is an experimental prettest-posttest control group design conducted to investigate the role of model-eliciting activities approach, school cluster, and prior mathematics ability on student’s mathematical understanding and communication and mathematical disposition. The study involved 219 tenth grade students from three senior high school of high, medium, and low cluster in Cimahi. The instrumen were a mathematical understanding test, a mathematical communication test, and a mathematical disposition scale. The data were analyzed by using two paths Annova, Scheffe test, and t-test. The study found that model-eliciting activities approach, school cluster, and prior mathematical ability have influence toward attaining and gaining mathematical understanding and communication and disposition. The higher school cluster and student’s prior mathematical ability, the higher student’s mathematical understanding, communication and disposition. However, model-eliciting activities (MEAs) approach give the best role compare to the role of conventional teaching, school cluster, and students’ prior mathematics ability on attaining and gaining student’s mathematical understanding, communication and disposition. Students of low and medium school cluster taught by using model-eliciting activities approach attained higher on mathematical understanding and communication than that of students of high school level taught by conventional approach. Besides those findings, the study also found that there are no interaction between learning approach and school cluster, and between learning approach and student’s prior mathematics ability as well on mathematical understanding and communication abilities. There is high association between mathematical understanding and communication, between mathematical understanding and mathematical disposition, and between mathematical communication and mathematical disposition

Key Words: model-eliciting activities approach, mathematical understanding, mathematical communication, mathematical disposition.


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR DIAGRAM ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Pentingnya Masalah ... 11

E. Definisi Operasional ... 13

BAB II PEMAHAMAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS, DISPOSISI MATEMATIS, DAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES A. Pemahaman Matematis ... 15


(9)

C. Disposisi Matematis ... 29

D. Model-Eliciting Activities ... 34

E. Penelitian-Penelitian yang Relevan ... 40

F. Teori-Teori yang Mendukung ... 43

G. Hipotesis ... 44

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Disain Penelitian ... 45

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 46

C. Skenario Pembelajaran, Instrumen Penelitian dan Pengembangannya... 47

D. Prosedur Penelitian ... 52

E. Prosedur Pengolahan Data ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 56

1. Analisis Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa ... 58

2. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 85

3. Deskripsi Disposisi Matematis Siswa ... 111

4. Asosiasi antara Kualifikasi Kemampuan Pemahaman Matematis dan Komunikasi Matematis Siswa ... 118

5. Asosiasi antara Kualifikasi Pemahaman Matematis dan Disposisi Matematis ... 120

6. Asosiasi antara Kualifikasi Komunikasi Matematis dan Disposisi Matematis Siswa ... 121


(10)

B. Pembahasan ... 122

1. Pemahaman Matematis ... 122

2. Komunikasi Matematis ... 125

3. Asosiasi antara Kemampuan Pemahaman Matematis dan Komunikasi Matematis ... 127

4. Disposisi Matematis ... 128

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 130

B. Implikasi ... 131

C. Rekomendasi ... 132


(11)

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel 3.1 Kriteria Pengelompokkan Siswa Berdasarkan KAM... 46 Tabel 3.2 Karakteristik Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 49 Tabel 3.3 Karakteristik Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 50

Tabel 3.4 Kriteria Pengelompokkan Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 50

Tabel 3.5 Kriteria Pengelompokkan Siswa Berdasarkan Skor Skala Disposisi Matematis Siswa... 52

Tabel 3.6 Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Berdasarkan Kluster Sekolah dan KAM ... 55

Tabel 4.1 Deskripsi Tes KAM ... 57 Tabel 4.2 Deskripsi Kemampuan Awal Pemahaman Matematis

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran, Kluster Sekolah dan KAM ... 59

Tabel 4.3 Uji Normalitas Skor Kemampuan Awal Pemahaman Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 67

Tabel 4.4 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Awal Pemahaman Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 67 Tabel 4.5 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Pemahaman


(12)

Tabel 4.6 Uji Normalitas Skor Kemampuan Awal Pemahaman Matematis Siswa Berdasarkan Kluster Sekolah ... 69 Tabel 4.7 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Awal Pemahaman

Matematis Siswa Sekolah Kluster Tinggi, Menengah dan Rendah ... 70 Tabel 4.8 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Pemahaman

Matematis Siswa Sekolah Kluster Tinggi ... 71 Tabel 4.9 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Pemahaman

Matematis Siswa Sekolah Kluster Menengah ... 71 Tabel 4.10 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Pemahaman

Matematis Siswa Sekolah Kluster Rendah ... 72 Tabel 4.11 Uji Normalitas Kemampuan Akhir Pemahaman Matematis

Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Kluster Sekolah ... 73 Tabel 4.12 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Akhir Pemahaman

Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Kluster Sekolah ... 74 Tabel 4.13 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Kemampuan Akhir

Pemahaman Matematis dengan Faktor Kluster Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ... 75 Tabel 4.14 Uji Scheffe Rerata Kemampuan Pemahaman Matematis


(13)

Tabel 4.15 Uji Normalitas Kemampuan Akhir Pemahaman Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan KAM ... 80 Tabel 4.16 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Akhir Pemahaman

Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan KAM ... 80 Tabel 4.17 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Kemampuan Akhir

Pemahaman Matematis dengan Pendekatan Pembelajaran dan KAM ... 81 Tabel 4.18 Uji Scheffe Skor Rerata Kemampuan Pemahaman Matematis

Siswa Berdasarkan KAM ... 83 Tabel 4.19 Deskripsi Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran, Kluster Sekolah dan KAM ... 86 Tabel 4.20 Uji Normalitas Skor Kemampuan Awal Komunikasi

Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 93 Tabel 4.21 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Awal

Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 94 Tabel 4.22 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Komunikasi

Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 95 Tabel 4.23 Uji Normalitas Kemampuan Awal Komunikasi Matematis


(14)

Tabel 4.24 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Awal Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Kluster Tinggi, Menengah dan Rendah ... 96 Tabel 4.25 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa Sekolah Kluster Tinggi ... 97 Tabel 4.26 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Komunikasi

Matematis Siswa Sekolah Kluster Menengah ... 98 Tabel 4.27 Uji Perbedaan Rerata Kemampuan Awal Komunikasi

Matematis Siswa Berdasarkan Kluster Sekolah ... 98 Tabel 4.28 Uji Normalitas Skor Kemampuan Akhir Komunikasi

Matematis Siswa Berdasarkan Kluster Sekolah ... 99 Tabel 4.29 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Akhir

Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran Kluster Sekolah ... 100 Tabel 4.30 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Kemampuan Komunikasi

Matematis dengan Faktor Pendekatan Pembelajaran dan Kluster Sekolah ... 101 Tabel 4.31 Uji Scheffe Rerata Kemampuan Komunikasi Matematis

Berdasarkan Kluster Sekolah ... 103 Tabel 4.32 Uji Normalitas Kemampuan Akhir Komunikasi Matematis


(15)

Tabel 4.33 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan KAM ... 106 Tabel 4.34 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Kemampuan Komunikasi

Matematis dengan Pendekatan Pembelajaran dan KAM ... 107 Tabel 4.35 Uji Scheffe Skor Rerata Kemampuan Pemahaman Matematis

Berdasarkan KAM ... 109 Tabel 4.36 Deskripsi Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran, Kluster Sekolah, dan KAM ... 112 Tabel 4.37 Uji Normalitas Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran ... 116 Tabel 4.38 Uji Homogenitas Varians Skor Disposisi Matematis Siswa

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 116 Tabel 4.39 Uji Perbedaan Rerata Skor Disposisi Matematis Siswa

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 117 Tabel 4.40 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kualitas Kemampuan

Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 119 Tabel 4.41 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman dan

Disposisi Matematis ... 121 Tabel 4.42 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Komunikasi dan


(16)

DAFTAR DIAGRAM

Hal. Diagram 4.1 Kemampuan Awal dan Akhir Pemahaman Matematis

Berdasarkan Kluster Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran .. 65 Diagram 4.2 Kemampuan Awal dan Akhir Pemahaman Matematis

Berdasarkan KAM dan Pendekatan Pembelajaran ... 65 Diagram 4.3 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Kluster Sekolah

dalam Pemahaman Matematis ... 77 Diagram 4.4 Kemampuan Pemahaman Matematis Berdasarkan Kluster

Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ... 78 Diagram 4.5 Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dan KAM dalam

Pemahaman Matematis ... 84 Diagram 4.6 Kemampuan Pemahaman Matematis Berdasarkan KAM dan

Pendekatan Pembelajaran ... 85 Diagram 4.7 Kemampuan Awal dan Akhir Komunikasi Matematis

Berdasarkan Kluster Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran . 92 Diagram 4.8 Kemampuan Awal dan Akhir Komunikasi Matematis

Berdasarkan KAM dan Pendekatan Pembelajaran ... 92 Diagram 4.9 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Kluster Sekolah

dalam Komunikasi Matematis ... 104 Diagram 4.10 Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan Kluster


(17)

Diagram 4.11 Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dan KAM dalam Komunikasi Matematis ... 110 Diagram 4.12 Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan KAM dan

Pendekatan Pembelajaran ... 110 Diagram 4.13 Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan Kluster Sekolah dan


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal. Lampiran A Instrumen Penelitian

A-1 Kisi-Kisi Tes Pemahaman Matematis... 140

A-2 Tes Pemahaman Matematis ... 141

A-3 Kisi-Kisi Tes Komunikasi Matematis... 143

A-4 Tes Komunikasi Matematis ... 144

A-5 Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 146

A-6 Kisi-Kisi Skala Disposisi Matematis ... 153

A-7 Skala Disposisi Matematis ... 154

A-8 Contoh Skenario Pembelajaran ... 156

A-9 Contoh Bahan Ajar ... 161

Lampiran B Hasil Uji Coba B-1 Hasil Analisis Uji Coba Soal Pemahaman Matematis ... 165

B-2 Hasil Analisis Uji Coba Soal Komunikasi Matematis ... 168

Lampiran C Hasil Penelitian C-1 Hasil Tes Awal Pemahaman Matematis ... 171

C-2 Hasil Tes Awal Komunikasi Matematis ... 177

C-3 Hasil Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 183

C-4 Hasil Tes Akhir Pemahaman Matematis Berdasarkan Kluster Sekolah ... 189


(19)

C-5 Hasil Tes Akhir Pemahaman Matematis Berdasarkan KAM ... 195 C-6 Hasil Tes Akhir Komunikasi Matematis Berdasarkan

Kluster Sekolah ... 204 C-7 Hasil Tes Akhir Komunikasi Matematis Berdasarkan

KAM ... 210 C-8 Hasil Tes Skala Disposisi Matematis... 219 C-9 Data untuk Asosiasi Kontingensi ... 225

Lampiran D Uji Hipotesis

D-1 Analisis Tes Awal Pemahaman Matematis ... 231 D-2 Analisis Tes Awal Komunikasi Matematis ... 239 D-3 Uji Normalitas dan Homogenitas Tes Akhir Pemahaman

Matematis... 247 D-4 Uji Normalitas dan Homogenitas Tes Akhir Komunikasi

Matematis... 252 D-5 Uji Normalitas dan Homogenitas Tes Akhir Pemahaman

Matematis Berdasarkan KAM ... 257 D-6 Uji Normalitas dan Homogenitas Tes Akhir Komunikasi

Matematis Berdasarkan KAM ... 262 D-7 Analisis Data Tes Skala Disposisi Matematis ... 267 D-8 Anova Dua Jalur dan Uji Scheffe Tes Akhir Pemahaman


(20)

D-9 Anova Dua Jalur dan Uji Scheffe Tes Akhir Komunikasi

Matematis Berdasarkan Kluster Sekolah dan KAM ... 271

D-10 Analisis Asosiasi Kontingensi ... 273

Lampiran E Perizinan ... 276

Lampiran F Riwayat Hidup ... 279


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya fikir manusia. Dengan belajar matematika siswa dapat berlatih menggunakan fikirannya secara logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta memiliki kemampuan bekerjasama dalam menghadapi berbagai masalah serta mampu memanfaatkan informasi yang diterimanya. Menurut NCTM (2000), dalam belajar matematika siswa dituntut untuk memiliki kemampuan: pemahaman, pemecahan masalah, komunikasi, dan koneksi matematis.

Sejalan dengan pernyataan di atas Sumarmo (2000) mengatakan bahwa pembelajaran matematika hendaknya mengutamakan pada pengembangan daya matematik (mathematical power) siswa yang meliputi: kemampuan menggali, menyusun konjektur dan menalar secara logik, menyelesaikan masalah yang tidak rutin, menyelesaikan masalah (problem solving), berkomunikasi secara matematika dan mengaitkan ide matematika dengan kegiatan intelektual lainnya (koneksi matematik).

Kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis merupakan kemampuan yang esensial untuk dikembangkan pada siswa sekolah menengah. Pentingnya pemilikan kedua kemampuan matematis dan disposisi


(22)

2

matematis di atas termuat dalam tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) untuk Sekolah Menengah Atas antara lain: siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika dan kemampuan mengkomunikasikan gagasan atau idea matematika dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, atau media lain, serta memiliki sikap positip (diposisi) terhadap kegunaan matematika dalam kehidupan, misalnya rasa ingin tahu, perhatian, dan minat mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

KTSP 2006 menganjurkan agar pembelajaran matematika dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem), kemudian secara bertahap siswa dibimbing memahami konsep matematika secara komprehensif. Pada dasarnya pencapaian pemahaman tersebut tidak sekadar untuk memenuhi tujuan pembelajaran matematika saja namun diharapkan muncul efek iringan dari pembelajaran tersebut. Efek iringan yang dimaksud antara lain adalah siswa lebih: (1) memahami keterkaitan antar topik matematika; (2) menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang lain; (3) memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia; (4) mampu berfikir logis, kritis dan sistematis; (5) kreatif dan inovatif dalam mencari solusi; dan (6) peduli pada lingkungan sekitarnya.

Matematika juga merupakan ilmu yang bernilai guna. Wahyudin (2003) mengatakan bahwa kebergunaan matematika lahir dari kenyataan bahwa matematika menjelma sebagai alat komunikasi yang tangguh, singkat, padat dan tidak memiliki makna ganda. Bagi dunia keilmuan, matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang


(23)

3

cermat dan tepat. Dengan demikian komunikasi matematis memegang peranan penting baik sebagai representasi pemahaman siswa terhadap konsep matematika sendiri maupun bagi dunia keilmuan yang lain.

Komunikasi matematis menjadi kemampuan yang harus digali oleh guru agar siswa memiliki kemampuan memberikan informasi yang padat, singkat dan akurat melalui nilai-nilai yang dibahasakan. Kenyataan ini jelas karena matematika banyak digunakan dalam bidang ilmu lain yang berhubungan langsung dengan kehidupan kita. Matematika menjadi sangat penting peranannya bagi kegiatan-kegiatan dibidang bisnis, perdagangan, industri bahkan untuk dunia perkantoran yang memberikan jasa produksi.

Komunikasi matematis merupakan suatu cara untuk bertukar ide-ide dan mengklarifikasi pemahaman siswa. Melalui komunikasi matematis, ide-ide menjadi objek-objek yang direfleksikan untuk didiskusikan dan diubah. Proses komunikasi membantu membangun makna dan ketetapan ide-ide dan membuatnya menjadi sesuatu yang umum. Dalam mengeksplor kemampuan komunikasi matematis siswa, guru perlu menghadapkan siswa pada berbagai masalah yang merupakan situasi nyata untuk memberikan kesempatan kepada siswa yang mengkomunikasikan gagasannya dan mengkonsolidasi pemikirannya untuk memecahkan permasalahan yang ada.

Kenyataan di lapangan, Mettes (1979) mengatakan bahwa dalam belajar matematika siswa hanya mencontoh dan mencatat bagaimana cara menyelesaikan soal yang telah dikerjakan oleh gurunya. Jika mereka di beri soal yang berbeda dengan soal latihan, maka mereka bingung karena tidak tahu harus memulai dari


(24)

4

mana mereka bekerja. Menurut Cockcroft (1981), matematika merupakan pelajaran yang sulit untuk diajarkan dan dipelajari. Kesulitan ini terjadi karena matematika merupakan pelajaran yang berstuktur vertikal. Keadaan ini diperparah dengan proses pembelajaran matematika di dalam kelas yang kurang komunikatif yang hanya menggunakan bahasa-bahasa angka.

Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa selama ini dalam proses pembelajaran matematika di kelas, pada umumnya siswa mempelajari matematika hanya diberi tahu oleh gurunya dan bukan melalui kegiatan eksplorasi.

Selain itu pada umumnya terindikasi bahwa pembelajaran matematika kurang melibatkan aktivitas siswa secara optimal. Hal ini sesuai hasil studi Sumarmo (1993) terhadap siswa SMU, SLTP dan guru di Kodya Bandung yang hasilnya antara lain pembelajaran matematika pada umumnya kurang melibatkan aktivitas secara optimal sehingga siswa kurang aktif dalam belajar. Guru matematika pada umumnya mengajar dengan metoda ceramah dan ekspositori. Sumarmo (1994) mengatakan bahwa pola pembelajaran ceramah dan ekspositori ini kurang menanamkan pemahaman konsep, karena siswa kurang aktif. Sehingga, jika siswa diberi soal yang berbeda dengan soal yang telah diselesaikan oleh gurunya, maka siswa akan kesulitan untuk menyelesaikannya, karena mereka tidak memahami konsep. Temuan Sumarmo didukung oleh temuan Wahyudin (1999) yaitu sebagian siswa tampak mengikuti dengan baik setiap penjelasan atau informasi dari guru, siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan pada guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah disiapkannya, berarti siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru.


(25)

5

Slettenhaar (2000) menyatakan bahwa pada model pembelajaran sekarang ini, umumnya aktivitas siswa hanya mendengar dan menonton guru melakukan kegiatan matematik, kemudian guru menyelesaikan sendiri dengan satu cara penyelesaian dan memberi soal latihan untuk diselesaikan sendiri oleh siswanya. Menurut Rif’at (2001) kegiatan belajar seperti ini membuat siswa cenderung belajar menghafal dan tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan oleh gurunya. Kondisi seperti ini sering tidak disadari oleh guru matematika dalam proses pembelajaran yang lebih dikenal dengan sebutan rote learning.

Hal yang sama juga dikemukakan juga oleh Abdi (2004) bahwa sebagian siswa merasakan sangat sulit untuk bisa secara cermat menyerap dan memahami mata pelajaran matematika, tetapi sulitnya siswa memahami pelajaran matematika yang diajarkan itu diperkirakan berkaitan dengan cara mengajar guru di kelas yang tidak membuat siswa merasa senang dan simpatik terhadap matematika, pendekatan yang dilakukan guru matematika pada umumnya kurang bervariasi. Untuk siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi, sikap dan tindakan serta cara mengajar apapun tidak menjadi masalah. Tetapi, bagi siswa yang memiliki tingkat kecerdasan rata-rata dan rendah, pelajaran matematika akan menjemukan yang mengakibatkan tidak senang belajar matematika.

Selain cara mengajar guru, rendahnya hasil belajar siswa juga disebabkan lemahnya siswa dalam kemampuan dasar bermatematika lainnya. Jenning dan Dunne (1998) mengatakan bahwa pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari, indikasinya adalah pada pembelajaran matematika selama ini, dunia nyata hanya dijadikan


(26)

6

tempat mengaplikasikan konsep. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika dirasakan kurang bermakna. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan pengetahuan sebelumnya (prior-knowledge) yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvention) dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Wahyudin (1999) mengatakan bahwa salah satu penyebab siswa lemah dalam matematika adalah kurang memiliki kemampuan untuk memahami (pemahaman) untuk mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksiomatik, definisi, kaidah dan teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan.

Selain dari temuan yang belum memuaskan di atas, terdapat beberapa studi yang mengimplementasikan pembelajaran inovatif terhadap siswa sekolah menengah memberikan temuan yang positif. Beberapa studi tersebut di antaranya adalah: kemampuan pemahaman dan koneksi matematik siswa yang memperoleh pendekatan open-ended (Yaniawati, 2001), kemampuan komunikasi matematik dan pandangan siswa yang memperoleh Survey, Question, Review, Write (Sudrajat, 2001), dan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah siswa yang memperoleh reciprocal teaching, probing andscaffolding (Hendriana, 2002), dan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa yang belajar dengan pendekatan IMPROVE (Rohaeti, 2004) semuanya lebih baik dari kemampuan siswa pada kelas konvensional. Demikian pula Nindiasari (2004) dengan menggunakan pendekatan metakognitif melaporkan keunggulan siswa tahap formal dari siswa tahap konkret dalam kemampuan pemahaman dan


(27)

7

penalaran matematik dari kemampuan siswa pada kelas konvensional. Temuan lainnya di antaranya adalah: kemampuan komunikasi dan penalaran matematik siswa yang mendapat pendekatan berbasis masalah dalam kelompok kecil lebih baik dari kemampuan siswa kelas konvensional (Afgani, 2004), dan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa melalui strategi Think Talk and Write (Ansyari, 2004), melalui strategi transactional reading (Sukmadewi, 2004), dan melalui pendekatan Methaporical Thinking (Hendriana, 2009) lebih baik dari kemampuan siswa pada kelas konvensional.

Mengingat matematika adalah ilmu yang terstruktur artinya untuk menguasai suatu konsep matematika diperlukan penguasaan konsep dasar matematika lainnya, maka kemampuan kognitif awal siswa yang dinyatakan dalam kemampuan awal matematik (KAM) memegang peranan yang sangat penting untuk penguasaan konsep baru matematika. Kulpe (2009) menyimpulkan bahwa pada waktu berpikir, aku atau pribadi orang itu memegang peranan penting. Si aku bukanlah faktor yang pasif melainkan faktor yang mengemudikan perbuatan standar.

Selain itu usia siswa yang masih remaja, pada umumnya memiliki kondisi emosi yang masih labil. Adzikriyah (2000) berpendapat bahwa individu dengan kondisi masih labil tentu akan berbeda dalam menghadapi suatu situasi, jika dibandingkan dengan individu yang telah mencapai taraf kematangan emosi. Mereka yang telah mencapai taraf kematangan emosi tinggi lebih dapat mengontrol emosinya melalui suatu tahap pemikiran dan pertimbangan rasional akan baik buruknya serta kemungkinan apa saja yang bisa ditimbulkan atau


(28)

8

mampu mentolelir peningkatan emosinya tersebut, cenderung tenang dan tidak mengalami perasaan tertekan. Pada usia remaja seperti ini, kondisi pembelajaran yang tidak kondusif serta kurangnya penguasaan kemampuan dasar bermatematika akan mempengaruhi disposisi siswa dalam belajar matematika.

Berkaitan dengan pentingnya komponen pemahaman dalam matematika, Sumarmo (2000) juga menyatakan visi pengembangan pembelajaran matematika untuk memenuhi kebutuhan masa kini yaitu pembelajaran matematika perlu diarahkan untuk pemahaman konsep dan prinsip matematika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah dalam disiplin ilmu lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Carreira (2001) memberikan gambaran bahwa menemukan hubungan antara matematika dan fenomena nyata adalah sebuah proses dan usaha memainkan model yang penting. Model matematika merupakan rangkuman sejumlah konsep matematika dan rangkuman sejumlah interpretasi yang memerlukan interpretasi yang akurat. Perlu proses yang integratif antara model dan aplikasi matematika dalam pembelajarannya di kelas. Seluruh aktivitas diharapkan mempunyai pengaruh positif pada belajar matematika sehingga belajar matematika menjadi bermakna.

Berhubungan dengan pembelajaran matematika, Lesh dan Doerr (2003), mengajukan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada kemampuan menghubungkan ide matematika dan fenomena nyata yang kemudian dinamakannya model-eliciting activities. Model ini merupakan jembatan antara model dan interpretasi, dan memberi peluang yang besar kepada siswa untuk


(29)

9

mengeksploitasi pengetahuannya dalam belajar matematika. Dengan menggunakan model-eliciting activities belajar siswa menjadi bermakna karena ia dapat menghubungkan konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang sudah dikenalnya. Uraian di atas, melukiskan bahwa model-eliciting activities merupakan jembatan antara model dan interpretasi, memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk mengeksploitasi pengetahuannya dalam belajar matematika. Hal ini diharapkan membuat siswa mengubah pandangannya bahwa matematika sebagai pelajaran yang sulit dan siswa sebenarnya mampu mempelajari matematika.

Uraian, temuan-temuan sejumlah studi dan analisis di atas memberikan dugaan bahwa pendekatan model-eliciting activities seperti pendekatan inovatif lainnya yang menekankan pada siswa belajar aktif akan memberikan hasil belajar siswa yang lebih baik dari pada pembelajaran konvensional. Rasional tersebut mendorong peneliti untuk melaksanakan suatu eksperimen yang mengimplementasikan pendekatan model-eliciting activities untuk mengembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa SMA. Memperhatikan sifat matematika yang sistimatik sehingga untuk mempelajari suatu konsep matematika memerlukan penguasaan materi dan proses matematika sebelumnya, maka diperkirakan kemampuan awal matematika siswa dan kluster sekolah yang juga menggambarkan kemampuan matematika siswa sebelum pembelajaran akan memberikan peranan terhadap pencapaian kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa SMA


(30)

10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pencapaian dan perolehan (gain) pemahaman matematis, komunikasi matematis, dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan model-eliciting activities lebih baik daripada yang menggunakan pembelajaran konvensional ditinjau dari siswa secara keseluruhan, tingkat kemampuan awal matematika siswa dan kluster sekolah?

2. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kluster sekolah terhadap kemampuan pemahaman matematis dan terhadap komunikasi matematis siswa?

3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan tingkat kemampuan awal matematika (KAM) terhadap kemampuan pemahaman matematis dan terhadap komunikasi matematis siswa?

4. Apakah terdapat asosiasi antara (a) kemampuan pemahaman dan kualitas kemampuan komunikasi matematis siswa; (b) kemampuan pemahaman matematis dengan disposisi matematis siswa; dan antara (c) kemampuan komunikasi matematis dengan disposisi matematis siswa?


(31)

11

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah:

1. Secara mendalam tentang peranan MEAs, kluster sekolah, dan tingkat kemampuan awal matematika (KAM) siswa terhadap pencapaian kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis

2. Adanya interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kluster sekolah dalam menghasilkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis 3. Adanya interaksi antara pendekatan pembelajaran dan tingkat kemampuan

awal matematika (KAM) dalam menghasilkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis

4. Asosiasi antara (a) kualitas kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa; (b) disposisi matematis dan kualitas kemampuan pemahaman matematis siswa; dan (c) disposisi matematis dan kualitas komunikasi matematis siswa

D. Pentingnya Masalah

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Bagi siswa, penerapan pembelajaran dengan model-eliciting activities sebagai salah satu sarana untuk melibatkan aktivitas siswa secara optimal dalam memahami konsep matematika sehingga konsep yang semula abstrak akan lebih cepat dipahami secara integrasi. Model-eliciting activities merupakan jembatan antara model dan interpretasi,


(32)

12

memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk mengeksploitasi kemampuannya dalam belajar matematika. Dengan menggunakan model-eliciting activities belajar siswa menjadi bermakna karena ia dapat melihat hubungan antara konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang dikenalnya. Hal ini diharapkan membuat siswa mengubah pandangannya dengan tidak lagi menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan siswa sebenarnya memiliki kemampuan untuk mempelajari mata pelajaran ini sehingga pada akhirnya siswa diharapkan lebih mempunyai disposisi matematis dalam belajar matematika.

2. Bagi guru yang terlibat dalam penelitian ini, diharapkan mendapat pengalaman nyata menerapkan pendekatan pembelajaran model-eliciting activities. Pendekatan pembelajaran model-eliciting activities dapat dijadikan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan sehari-hari untuk mengembangkan pemahaman dan komunikasi matematis serta mengembangkan disposisi matematis siswa. 3. Bagi peneliti, merupakan pengalaman yang berharga sehingga dapat

dijadikan bahan pertimbangan untuk mengembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis pada berbagai jenjang pendidikan.


(33)

13

E. Definisi Operasional

1. Pendekatan model-eliciting activities (MEAs) adalah pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan dan mengkomunikasikan konsep-konsep yang terkandung dalam suatu masalah melalui tahapan proses pemodelan matematika:

a. mengidentifikasi dan menyederhanakan situasi masalah b. membangun model matematis

c. mentransformasi dan menyelesaikan model d. menginterpretasi hasil

2. Pemahaman matematis adalah kemampuan yang meliputi:

a. mengemukakan pengertian suatu konsep dengan menggunakan bahasanya sendiri

b. mengidentifikasi konsep matematika yang terkandung dalam suatu masalah dan memanfaatkan hubungan antar konsep tersebut dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya

c. membandingkan dan membedakan konsep-konsep matematika d. mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk representasi lainnya 3. Komunikasi matematis adalah kemampuan yang meliputi:

a. mengekspresikan, mendemonstrasikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, tabel, grafik atau model matematika lain.

b. menganalisis, mengevaluasi dan mengajukan pertanyaan terhadap suatu informasi yang diberikan


(34)

14

c. menyatakan gambar atau diagram ke dalam ide-ide matematika

4. Disposisi matematis adalah kecenderungan untuk berpikir dan berbuat dengan cara yang positif terhadap matematika yang meliputi:

a. kepercayaan diri b. keingintahuan c. ketekunan d. fleksibilitas


(35)

BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dengan disain kelompok kontrol pretes-postes (Ruseffendi, 2005). Disain penelitiannya sebagai berikut :

A O X O A O O Keterangan:

A : Pemilihan sampel secara acak terhadap kelas

O : Tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa

X : Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan model-eliciting activities Penelitian ini melibatkan dua kelompok siswa yang diteliti tentang kemampuan pemahaman matematis dan komunikasi matematis. Kelompok pertama menggunakan pendekatan model-eliciting activities (kelompok eksperimen) dan kelompok kedua menggunakan cara konvensional (kelompok kontrol). Sebelum diberikan perlakuan pembelajaran, diadakan tes awal kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa kemudian dilakukan tes akhir untuk mengetahui kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa setelah diberi perlakuan.

Di dalam proses belajar mengajar banyak faktor yang mempengaruhinya yang meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Untuk itu dalam mengkaji pengaruh penggunaan pendekatan pembelajaran yang digunakan terhadap kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa, dilibatkan 3 faktor lain


(36)

46

yaitu kluster sekolah sebagai faktor eksternal, kemampuan matematika secara umum (KAM) dan disposisi matematis siswa (DMS) sebagai faktor internal.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Subyek penelitian ini adalah sebanyak 219 siswa kelas X dari tiga SMA Negeri masing-masing dari kluster rendah, menengah, dan tinggi di Cimahi. Penentuan sampel penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut. Dari tiap kluster SMA (tinggi, menengah, dan rendah) yang ditetapkan Dinas pendidikan Kota Cimahi, masing-masing diambil satu SMA secara acak, dan dari tiap SMA terpilih dipilih dua kelas X secara acak dari kelas X yang ada, dan terakhir pada dua kelas yang terpilih ditetapkan secara acak juga satu kelas untuk kelas eksperimen dan lainnya sebagai kelas kontrol.

Pada penelitian ini dikelompokkan pula kemampuan awal matematika (KAM) pada masing-masing kelas meliputi KAM baik, KAM sedang dan KAM kurang. Untuk mengetahuinya dilakukan tes KAM dengan menggunakan seperangkat alat tes dari soal-soal UAN SMP tahun 2009. Dari hasil tes KAM ini kemudian dikelompokkan siswa baik, sedang dan kurang dengan kriteria sebagai berikut :

Tabel 3.1

Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan KAM

Interval Skor Tes KAM Kategori

xi 80 Baik

55< xi <80 Sedang


(37)

47

C. Skenario Pembelajaran, Instrumen Penelitian dan Pengembangannya 1. Skenario Pembelajaran

Skenario Pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat pembelajaran dalam bentuk tulisan sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan model-eliciting activities. Bahan ajar ini dikembangkan melalui langkah-langkah :

a. Kememadaian materi dan langkah-langkah pembelajaran yang disajikan didasarkan pada literatur tentang model-eliciting activities dan pertimbangan dosen pembimbing.

b. Mengujicobakan skenario pembelajaran ini secara terbatas dengan tujuan: (1) Mengukur berapa pertemuan waktu yang diperlukan siswa untuk menyelesaikan satu skenario pembelajaran untuk satu kelompok bahasan; (2) Untuk melihat kesesuaian latihan-latihan yang disajikan dengan tujuan pemahaman dan komunikasi matematis; (3) Untuk melihat kememadaian materi yang disajikan.

c. Setelah ujicoba dilakukan, diadakan revisi seperlunya terhadap skenario pembelajaran tersebut. Revisi tersebut dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru matematika.

2. Pengembangan Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini berupa seperangkat alat tes untuk tes pemahaman matematis, dan tes komunikasi matematis. Tes pemahaman dan komunikasi matematis siswa disusun oleh peneliti, untuk pengembangannya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :


(38)

48

a. Membuat kisi-kisi soal berdasarkan indikator kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis serta indikator hasil belajar siswa

b. Menyusun soal tes

c. Menilai kesesuaian antara materi, indikator dan soal-soal tes untuk mengetahui validitas isi. Kesesuaian tersebut diperoleh melalui konsultasi dengan dosen pembimbing dan guru matematika.

d. Setelah validitas isi dipenuhi, selanjutnya penulis mengujicobakan soal tes ini.

Setelah ujicoba dilakukan, maka penulis menghitung reliabilitas, validitas butir, daya pembeda dan indeks kesukaran tes. Karena baik tes kemampuan pemahaman matematis maupun tes komunikasi matematis bentuknya soal uraian, maka untuk menghitung reliabilitas tes digunakan rumus cronbach alpha (Sudjono, 1998). Untuk menghitung validitas tes digunakan korelasi Product Moment Pearson. Untuk menginterpretasikan koefisien korelasi validitas dan reliabilitas tes digunakan klasifikasi dari Guilford (Ruseffendi, 2005).

Untuk menghitung daya pembeda terlebih dahulu ditentukan jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah. Setelah data diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil maka siswa kelompok atas adalah 27% siswa teratas dari jumlah siswa keseluruhan, dan siswa kelompok bawah 27% siswa terbawah dari jumlah siswa keseluruhan. Untuk Selanjutnya digunakan rumus daya pembeda dari Jauhara dan Zauhari (1999). Untuk menghitung indeks kesukaran tiap butir soal dan menginterpretasikan daya pembeda digunakan rumus dan klasifikasi dari Suherman dan Sukjaya (1990).


(39)

49

Rangkuman dari hasil pengolahan data hasil ujicoba mengenai validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran dari tes pemahaman matematis yang mencerminkan karakteristik dari tes kemampuan pemahaman matematis disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Karakteristik Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

No. Soal

Reliabilitas Validitas

Butir DP IK

Ket Nilai Inter

pretasi Nilai

Inter

pretasi Nilai

Inter

pretasi Nilai

Inter pretasi 1

0,72 Tinggi

0,60 Sedang 0,42 baik 0,27 Sukar Dipakai

2 0,73 Tinggi 0,55 baik 0,39 Sedang Dipakai

3 0,75 Tinggi 0,44 baik 0,59 Sedang Dipakai

4 0,71 Tinggi 0,30 cukup 0,35 Sedang Dipakai

5 0,62 Sedang 0,36 cukup 0,41 Sedang Dipakai

Sedangkan rangkuman dari hasil pengolahan data hasil ujicoba mengenai validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran dari tes komunikasi matematis yang mencerminkan karakteristik dari tes kemampuan komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3.3.


(40)

50

Tabel 3.3

Karakteristik Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

No. Soal

Reliabilitas Validitas

Butir DP IK

Ket Nilai Inter

pretasi Nilai

Inter

pretasi Nilai

Inter

pretasi Nilai

Inter pretasi 1

0,75 Tinggi

0,70 Tinggi 0,69 baik 0,59 Sedang Dipakai

2 0,72 Tinggi 0,53 baik 0,61 Sedang Dipakai

3 0,74 Tinggi 0,50 baik 0,47 Sedang Dipakai

4 0,62 Sedang 0,44 baik 0,55 Sedang Dipakai

5 0,54 Sedang 0,25 cukup 0,27 Sukar Dipakai

Hasil tes kemampuan pemahaman matematis dengan SMI = 40, siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu baik, sedang dan kurang. Demikian pula untuk tes kemampuan komunikasi matematis dengan SMI = 30, siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu baik, sedang dan kurang. Kriterianya disajikan pada Tabel 3.4

Tabel 3.4

Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kemampuan Komunikasi Matematis

Kemampuan Siswa SMI

Interval Skor tes Kemampuan Pemahaman/ Komunikasi matematis Kategori Kemampuan Pemahaman Matematis 40

Xi ≥ 32 Baik

22 < xi <32 Sedang

Xi ≤ 22 Kurang

Kemampuan Komunikasi Matematis

30

Xi ≥ 24 Baik

16,5 < xi <24 Sedang


(41)

51

Untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis sebelum dan setelah kegiatan pembelajaran, dilakukan analisis skor gain ternormalisasi yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

< g > =

Awal Tes Rerata -SMI Awal Tes Rerata -Akhir Tes Rerata (Hake, 1999) Keterangan:

< g > adalah skor gain ternormalisasi

Tingkat perolehan skor gain ternormalisasi dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu:

(< g >) > 0,70 : tinggi 0,30 ≤ (< g >) ≤ 0,70 : sedang

(< g >) < 0,30 : rendah (Hake, 1999)

3. Skala Disposisi Matematis Siswa

Dalam penelitian ini disusun skala disposisi matematis siswa yang disusun berdasarkan indikator menurut Wardani (2009) yang meliputi: (1) Percaya diri terhadap kemampuan/keyakinan terdiri dari 8 item; (2) Mengajukan pertanyaan, melakukan penyelidikan, antusias dalam belajar, dan banyak membaca dari sumber lain terdiri dari 13 item; (3) Kegigihan/ketekunan terdiri dari 6 item; (4) Kerjasama, menghargai pendapat yang berbeda, dan berusaha mencari solusi lain terdiri dari 7 item; dan (5) Bertindak dan berhubungan dengan matematika, serta menyukai/memiliki rasa senang terhadap matematika terdiri dari 6 item.


(42)

52

Hasil skala disposisi matematis dengan SMI = 40, siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu baik, sedang dan kurang. Kriterianya disajikan pada Tabel 3.5

Tabel 3.5

Kriteria Pengelompokkan Siswa Berdasarkan Skor Skala Disposisi Matematis Siswa

SMI Interval Skor Skala Disposisi Matematis Kategori

200

Xi ≥ 160 Baik

110 < xi <160 Sedang

Xi ≤ 110 Kurang

Untuk melihat signifikansi perbedaan rata-rata disposisi matematis siswa yang menggunakan pendekatan model-eliciting activities dan cara konvensional diolah dengan menggunakan minitab 15. Selain itu dilihat pula hubungan antara kemampuan pemahaman dan disposisi matematis siswa serta kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa dengan menggunakan asosiasi kontingensi.

D. Prosedur Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan terlebih dahulu diadakan persiapan-persiapan yang dipandang perlu, antara lain: melakukan studi kepustakaan tentang pemahaman matematis, komunikasi matematis dan pendekatan model-eliciting activities. Setelah persiapan dianggap cukup, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan sampel yaitu dengan memilih 2 kelas dari kelas paralel yang ada di


(43)

53

tiap-tiap kluster sekolah untuk dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Langkah kerja selanjutnya adalah memberikan tes awal terhadap kedua kelompok tersebut. Tes awal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelompok pada awal penelitian mengenai kemampuan pemahaman matematis dan komunikasi matematis siswa. Di samping itu, berdasarkan kepada tes akhir, tes awal ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa pada kedua kelompok antara sebelum dan sesudah penelitian dilaksanakan.

Di samping tes awal, karena dalam penelitian ini selain kluster sekolah dikelompokan pula siswa berdasarkan kemampuan awal matematika (KAM). Sehingga dilakukan tes KAM pada awal penelitian dengan menggunakan soal-soal UAN SMP tahun 2009.

Sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan model-eliciting activities di kelas eksperimen, maka diadakan sosialisasi dalam memberikan penjelasan mengenai aturan-aturan yang diterapkan dalam pembelajaran dengan pendekatan model-eliciting activities. Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai guru yang mengajar dan memimpin diskusi kelas. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan untuk lebih terjaminnya pelaksanaan pendekatan pembelajaran model-eliciting activities. Selain itu, aktivitas siswa yang menggunakan pendekatan model-eliciting activities juga diamati oleh peneliti ketika pembelajaran berlangsung.


(44)

54

Sebagai langkah terakhir yaitu pemberian tes akhir pemahaman dan komunikasi matematis serta skala disposisi matematis siswa kepada kedua kelompok. Hasil tes ini kemudian dianalisis untuk menguji hipotesis yang dirumuskan dalam bagian sebelumnya.

E. Prosedur Pengolahan Data

Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB–15, SPSS V.16., dan Microsoft-Office-Excel 2007, dengan tingkat kepercayaan 95%. Analisis data menggunakan Uji t, Anova Dua jalur, dan uji Scheffe, tetapi sebelumnya data telah melalui pengujian normalitas dan homogenitas.

Berdasarkan kluster sekolah dan kemampuan matematis siswa secara umum, kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa disajikan pada Tabel 3.6

Data yang berasal dari tes awal dan tes akhir yang diberikan kepada kedua kelompok siswa diolah dengan perincian langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menguji normalitas data dari distribusi masing-masing kelompok b. Melakukan pengetesan homogenitas kedua varians

c. Melakukan uji signifikansi perbedaan dua rata-rata

d. Untuk melihat asosiasi antara kemampuan pemahaman matematis, komunikasi matematis, dan disposisi matematis siswa digunakan uji chi kuadrat


(45)

55

Tabel 3.6

Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Berdasarkan Kluster Sekolah dan KAM

Kluster

Sekolah KAM

Pendekatan Pembelajaran

MEAs Konvensial

Rerata SD n Rerata SD n

Tinggi

Baik TB STB NTB TB’ STB’ NTB’ Sedang TS STS NTS TS’ STS’ NTS’ Kurang TK STK NTK TK’ STK’ NTK’ Sub Total TST STST NTST TST’ STST’ NTST’

Menengah

Baik MB SMB NMB MB’ SMB’ NMB’ Sedang MS SMS NMS MS’ SMS’ NMS’ Kurang MK SMK NMK MK’ SMK’ NMK’ Sub Total MST SMST NMST MST’ SMST’ NMST

Rendah

Baik RB SRB NRB RB’ SRB’ NRB’ Sedang RS SRS NRS RS’ SRS’ NRS’ Kurang RK SRK NRK RK’ SRK’ NRK’ Sub Total RST SRST NRST RST’ SRST’ NRST’

Total

Baik B SB NB B’ SB’ NB’ Sedang S SS NS S’ SS’ NS’ Kurang K SK NK K’ SK’ NK’ Total TST STST NTST TST’ STST’ NTST’

Contoh keterangan:

TB: rerata kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah tinggi untuk KAM baik dengan pembelajaran MEAs

STS: simpangan baku kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah tinggi untuk KAM sedang dengan pembelajaran MEAs

NRK: jumlah siswa pada kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah rendah untuk KAM kurang dengan pembelajaran MEAs

MS’: kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah menengah untuk KAM sedang dengan pembelajaran konvensional


(46)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada BAB sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Ditinjau dari siswa secara keseluruhan maupun menurut kluster sekolah dan tingkat kemampuan awal matematika, pencapaian dan perolehan (gain) kemampuan pemahaman matematis dan komunikasi matematis untuk siswa yang pembelajarannya menggunakan model-eliciting activities tergolong cukup baik dan lebih baik daripada siswa dengan pembelajaran konvensional yang tergolong sedang. Demikian pula disposisi matematis siswa kelas MEAs lebih baik dari disposisi matematis siswa kelas konvensional dan keduanya tergolong cukup baik. Kemampuan matematis dan disposisi siswa kelas MEAs tergolong cukup baik.

2. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kluster sekolah terhadap pencapaian kemampuan pemahaman matematis dan komunikasi matematis siswa.

3. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan tingkat kemampuan awal matematika (KAM) terhadap pencapaian kemampuan pemahaman matematis dan komunikasi matematis siswa.

4. Terdapat asosiasi yang tinggi antara (1) kemampuan pemahaman dengan kemampuan komunikasi matematis; (2) kemampuan pemahaman dengan


(47)

131

disposisi matematis; dan (3) kemampuan komunikasi dengan disposisi matematis.

B. Implikasi

Implikasi dari kesimpulan hasil penelitian ini adalah:

1. Pendekatan model-eliciting activities efektif diimplemenasikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) berbagai kluster dan tingkat kemampuan awal matematika siswa sebagai suatu alternatif dalam proses pembelajaran matematika.

2. Pendekatan model-eliciting activities berhasil mengubah paradigma pembelajaran dimana guru sebagai pusat pembelajaran menjadi paradigma siswa menjadi pusat pembelajaran dan guru sebagai motivator dan fasilitator. Pendekatan tersebut juga mengubah paradigma pembelajaran yang merupakan pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge) ke arah paradigma baru dimana pembelajaran merupakan kegiatan eksploratif, interaktif, kooperatif dan konstruktif untuk mendapatkan pengetahuan baru.

3. Proses pembelajaran dengan pendekatan model-eliciting activities berhasil mengembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa dengan siswa dan siswa dengan guru, sehingga mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, menghormati dan saling tolong menolong dalam kebaikan pada proses pembelajaran.

4. Penerapan pendekatan pembelajaran model-eliciting activities mendorong kreativitas guru dalam menyiapkan bahan ajar, sehingga diharapkan dapat


(48)

132

mengembangkan profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika.

5. Penerapan pendekatan pembelajaran model-eliciting activities mendukung program pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional dimana dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) guru dapat mengembangkan model pembelajaran tersebut sesuai dengan kebutuhan.

C. Rekomendasi

Dari hasil penelitian ini, peneliti memberikan rekomendasi atau saran sebagai berikut:

1. Pendekatan model-eliciting activities agar diterapkan dalam proses pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sebagai alternatif model pembelajaran matematika untuk mengembangkan kemampuan matematis lainnya.

2. Dalam mengimplementasikan pembelajaran melalui pendekatan MEAs hal-hal penting yang perlu diperhatikan guru adalah: (1) Berikan arahan dan pertanyaan yang tepat untuk membimbing siswa dalam membuat model matematika yang tepat dan mempresentasikan penguasaan konsepnya, (2) Bantuan guru hendaknya tidak tergesa-gesa diberikan agar kecakapan potensial siswa dapat berkembang lebih optimal; (3) Guru hendaknya memperhatikan setting pembelajaran, dimana siswa belajar dalam kelompok kecil sehingga komunikasi yang terjalin lebih berkualitas dan lebih multi arah.


(49)

133

3. Karena kemampuan pemahaman matematis, komunikasi matematis dan disposisi matematis adalah hal-hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, maka kemampuan-kemampuan tersebut perlu terus diteliti dan dikembangkan mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.

4. Pengetahuan awal siswa memiliki peran yang besar terhadap kemampuan siswa dalam menguasai dan mengkomunikasikan konsep yang dipelajarinya, untuk itu sebelum konsep baru disajikan, hendaklah terlebih dahulu dilakukan penguatan konsep prasyarat siswa melalui tehnik scaffolding dan probing yang dapat membantu siswa memperjelas pemikirannya.

5. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya diteliti penggunaan pendekatan model-eliciting activities yang diterapkan dengan bantuan komputer agar bisa lebih menarik perhatian siswa.


(1)

Sebagai langkah terakhir yaitu pemberian tes akhir pemahaman dan

komunikasi matematis serta skala disposisi matematis siswa kepada kedua

kelompok. Hasil tes ini kemudian dianalisis untuk menguji hipotesis yang

dirumuskan dalam bagian sebelumnya.

E. Prosedur Pengolahan Data

Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan perangkat lunak

MINITAB–15, SPSS V.16., dan Microsoft-Office-Excel 2007, dengan tingkat

kepercayaan 95%. Analisis data menggunakan Uji t, Anova Dua jalur, dan uji

Scheffe, tetapi sebelumnya data telah melalui pengujian normalitas dan

homogenitas.

Berdasarkan kluster sekolah dan kemampuan matematis siswa secara

umum, kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa disajikan pada

Tabel 3.6

Data yang berasal dari tes awal dan tes akhir yang diberikan kepada kedua

kelompok siswa diolah dengan perincian langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menguji normalitas data dari distribusi masing-masing kelompok

b. Melakukan pengetesan homogenitas kedua varians

c. Melakukan uji signifikansi perbedaan dua rata-rata

d. Untuk melihat asosiasi antara kemampuan pemahaman matematis,

komunikasi matematis, dan disposisi matematis siswa digunakan uji chi


(2)

55

Tabel 3.6

Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Berdasarkan Kluster Sekolah dan KAM

Kluster

Sekolah KAM

Pendekatan Pembelajaran

MEAs Konvensial

Rerata SD n Rerata SD n

Tinggi

Baik TB STB NTB TB’ STB’ NTB’

Sedang TS STS NTS TS’ STS’ NTS’

Kurang TK STK NTK TK’ STK’ NTK’

Sub Total TST STST NTST TST’ STST’ NTST’

Menengah

Baik MB SMB NMB MB’ SMB’ NMB’

Sedang MS SMS NMS MS’ SMS’ NMS’

Kurang MK SMK NMK MK’ SMK’ NMK’

Sub Total MST SMST NMST MST’ SMST’ NMST

Rendah

Baik RB SRB NRB RB’ SRB’ NRB’

Sedang RS SRS NRS RS’ SRS’ NRS’

Kurang RK SRK NRK RK’ SRK’ NRK’

Sub Total RST SRST NRST RST’ SRST’ NRST’

Total

Baik B SB NB B’ SB’ NB’

Sedang S SS NS S’ SS’ NS’

Kurang K SK NK K’ SK’ NK’

Total TST STST NTST TST’ STST’ NTST’

Contoh keterangan:

TB: rerata kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah tinggi untuk KAM baik dengan pembelajaran MEAs

STS: simpangan baku kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah tinggi untuk KAM sedang dengan pembelajaran MEAs

NRK: jumlah siswa pada kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah rendah untuk KAM kurang dengan pembelajaran MEAs

MS’: kemampuan pemahaman atau komunikasi matematis siswa kluster sekolah menengah untuk KAM sedang dengan pembelajaran konvensional


(3)

130 BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada

BAB sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Ditinjau dari siswa secara keseluruhan maupun menurut kluster sekolah dan

tingkat kemampuan awal matematika, pencapaian dan perolehan (gain)

kemampuan pemahaman matematis dan komunikasi matematis untuk siswa

yang pembelajarannya menggunakan model-eliciting activities tergolong

cukup baik dan lebih baik daripada siswa dengan pembelajaran konvensional

yang tergolong sedang. Demikian pula disposisi matematis siswa kelas MEAs

lebih baik dari disposisi matematis siswa kelas konvensional dan keduanya

tergolong cukup baik. Kemampuan matematis dan disposisi siswa kelas MEAs

tergolong cukup baik.

2. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kluster

sekolah terhadap pencapaian kemampuan pemahaman matematis dan

komunikasi matematis siswa.

3. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan tingkat

kemampuan awal matematika (KAM) terhadap pencapaian kemampuan

pemahaman matematis dan komunikasi matematis siswa.

4. Terdapat asosiasi yang tinggi antara (1) kemampuan pemahaman dengan


(4)

131

disposisi matematis; dan (3) kemampuan komunikasi dengan disposisi

matematis.

B. Implikasi

Implikasi dari kesimpulan hasil penelitian ini adalah:

1. Pendekatan model-eliciting activities efektif diimplemenasikan di Sekolah

Menengah Atas (SMA) berbagai kluster dan tingkat kemampuan awal

matematika siswa sebagai suatu alternatif dalam proses pembelajaran

matematika.

2. Pendekatan model-eliciting activities berhasil mengubah paradigma

pembelajaran dimana guru sebagai pusat pembelajaran menjadi paradigma

siswa menjadi pusat pembelajaran dan guru sebagai motivator dan fasilitator.

Pendekatan tersebut juga mengubah paradigma pembelajaran yang merupakan

pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge) ke arah paradigma baru

dimana pembelajaran merupakan kegiatan eksploratif, interaktif, kooperatif

dan konstruktif untuk mendapatkan pengetahuan baru.

3. Proses pembelajaran dengan pendekatan model-eliciting activities berhasil

mengembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa dengan

siswa dan siswa dengan guru, sehingga mampu menumbuhkan sikap saling

menghargai, menghormati dan saling tolong menolong dalam kebaikan pada

proses pembelajaran.

4. Penerapan pendekatan pembelajaran model-eliciting activities mendorong


(5)

mengembangkan profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran

matematika.

5. Penerapan pendekatan pembelajaran model-eliciting activities mendukung

program pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional dimana

dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) guru dapat

mengembangkan model pembelajaran tersebut sesuai dengan kebutuhan.

C. Rekomendasi

Dari hasil penelitian ini, peneliti memberikan rekomendasi atau saran

sebagai berikut:

1. Pendekatan model-eliciting activities agar diterapkan dalam proses

pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sebagai

alternatif model pembelajaran matematika untuk mengembangkan kemampuan

matematis lainnya.

2. Dalam mengimplementasikan pembelajaran melalui pendekatan MEAs

hal-hal penting yang perlu diperhatikan guru adalah: (1) Berikan arahan dan

pertanyaan yang tepat untuk membimbing siswa dalam membuat model

matematika yang tepat dan mempresentasikan penguasaan konsepnya, (2)

Bantuan guru hendaknya tidak tergesa-gesa diberikan agar kecakapan

potensial siswa dapat berkembang lebih optimal; (3) Guru hendaknya

memperhatikan setting pembelajaran, dimana siswa belajar dalam kelompok


(6)

133

3. Karena kemampuan pemahaman matematis, komunikasi matematis dan

disposisi matematis adalah hal-hal yang sangat penting dalam pembelajaran

matematika, maka kemampuan-kemampuan tersebut perlu terus diteliti dan

dikembangkan mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.

4. Pengetahuan awal siswa memiliki peran yang besar terhadap kemampuan

siswa dalam menguasai dan mengkomunikasikan konsep yang dipelajarinya,

untuk itu sebelum konsep baru disajikan, hendaklah terlebih dahulu dilakukan

penguatan konsep prasyarat siswa melalui tehnik scaffolding dan probing yang

dapat membantu siswa memperjelas pemikirannya.

5. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya diteliti penggunaan pendekatan

model-eliciting activities yang diterapkan dengan bantuan komputer agar bisa