PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING (PBL) DAN MODEL SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, AND INTELLECTUAL (SAVI).

PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN
INDUKTIF SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) ANTARA
YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN MODEL PROBLEM-BASED
LEARNING (PBL) DAN MODEL SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, AND
INTELLECTUAL (SAVI)
(Suatu eksperimen terhadap siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
pada Departemen Pendidikan Matematika

oleh
Rinrin Dewi Nurani
NIM 1002338

DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014


PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN
INDUKTIF SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) ANTARA
YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN MODEL PROBLEM-BASED
LEARNING (PBL) DAN MODEL SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, AND
INTELLECTUAL (SAVI)
(Suatu eksperimen terhadap siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung)

Oleh
Rinrin Dewi Nurani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam

© Rinrin Dewi Nurani 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis.

ABSTRAK

Rinrin Dewi Nurani. (2014). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Penalaran
Induktif Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) antara yang Mendapatkan
Pembelajaran Model Problem-Based Learning (PBL) dan Model Somatic, Auditory,
Visual, and Intellectual (SAVI).
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa
kemampuan penalaran siswa dapat ditingkatkan melalui penerapan model Problem-Based
Learning (PBL) atau model Somatic, Auditory, Visual, and Intellectual (SAVI). Untuk
mengetahui besar perbedaan peningkatan kemampuan penalaran siswa melalui penerapan
kedua model tersebut, maka perlu diteliti mengenai perbandingan kemampuan penalaran
melalui penerapan kedua model tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbandingan peningkatan kemampuan penalaran induktif antara siswa yang
mendapatkan pembelajaran model PBL dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran
model SAVI serta sikap siswa terhadap pembelajaran model PBL maupun model SAVI.
Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian
berupa non-equivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh
siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung tahun 2014/2015 dengan

sampel sebanyak dua kelas. Satu kelas diberikan perlakuan berupa model PBL,
sedangkan kelas lainnya diberikan model SAVI. Pengumpulan data diperoleh melalui tes,
lembar observasi, dan angket. Instrumen tes dianalisis menggunakan uji statistik berupa
uji normalitas (uji Shapiro Wilk) dan uji kesamaan dua rata-rata (uji Mann-Whitney).
Sedangkan lembar observasi dan angket dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan, kesimpulan yang diperoleh yaitu 1) tidak terdapat perbedaan
peningkatan kemampuan penalaran induktif antara siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan menggunakan model PBL dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran model SAVI; 2) kualitas peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa
yang mendapatkan pembelajaran model PBL dan model SAVI masing-masing tergolong
sedang; 3) sikap siswa terhadap model PBL dan model SAVI masing-masing tergolong
positif.
Kata kunci: Kemampuan penalaran induktif, model PBL, model SAVI

Rinrin Dewi Nuraini,2014
Perbandingan peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa sekolah menengah pertM (SMP)
antara yang mendapatkan pembelajaran model problem-based learning (PBU) da model
somatic,auditory,visual,and intelectual (SAVI)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


ABSTRACT

Rinrin Dewi Nurani. (2014). Comparison of Enhancement Junior High School
Student’s Inductive Reasoning Ability between Problem-Based Learning (PBL)
Model and Somatic, Auditory, Visual, and Intellectual (SAVI) Model.
The background of this research is result of previous researchs which showed that
student’s reasoning ability can be enchanced by Problem Based-Learning (PBL) model or
Somatic, Auditory, Visual, and Intellectual (SAVI) model. For knowing different values
of enchancement of student’s reasoning ability, so that is important to be developed by
research about comparison of the enhancement of student’s inductive reasoning ability
through implication both models. The purpose of this research, is aimed for: 1) knowing
comparison of the enhancement of student’s inductive reasoning ability between students
who have PBL model and students who have SAVI model; 2) knowing student’s attitude
both students who have PBL model and students who have SAVI model. The method that
used in this research is quasi experimental, with non-equivalent control group design. The
population of this research is students of
grade in one of junior high schools in
Bandung city academic period 2014/2015, has been selected two classes. One of the class
is given PBL model, and the other SAVI model. Data is collected by test-instrument,
observation sheets, and questionnaire. Test-instrument is analyzed by using sofware

Statistical Products and Service Solutions (SPSS) version 18.0 for Windows, and
observation sheets as well as questionnaire is analyzed descriptively. The result of this
research show that 1) there is no different of enhancement of student’s inductive
reasoning ability between students who have PBL model and students who have SAVI
model; 2) the enhancement of student’s inductive reasoning ability who have PBL model
is in medium level; 3) the enhancement of student’s inductive reasoning ability who have
SAVI model is in medium level; 4) student’s attitude toward PBL model is positive; 5)
student’s attitude toward SAVI model is positive.
Keywords: Inductive reasoning ability, Problem-Based Learning (PBL) model, Somatic,
Auditory, Visual, and Intellectual (SAVI) model.

Rinrin Dewi Nuraini,2014
Perbandingan peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa sekolah menengah pertM (SMP)
antara yang mendapatkan pembelajaran model problem-based learning (PBU) da model
somatic,auditory,visual,and intelectual (SAVI)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Rinrin Dewi Nuraini,2014
Perbandingan peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa sekolah menengah pertM (SMP)
antara yang mendapatkan pembelajaran model problem-based learning (PBU) da model

somatic,auditory,visual,and intelectual (SAVI)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN ...............................................................................................

i

KATA PENGANTAR .....................................................................................

ii

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................

iv

ABSTRAK .......................................................................................................


v

ABSTRACT .......................................................................................................

vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................


xii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah Penelitian ............................................

1

B. Rumusan Masalah Penelitian ......................................................

6

C. Batasan Masalah Penelitian ........................................................

7

D. Tujuan Penelitian ........................................................................


7

E. Manfaat Penelitian ......................................................................

7

F. Definisi Operasional ...................................................................

8

G. Sistematika Penulisan .................................................................

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................

10

A. Kemampuan Penalaran Induktif ................................................


10

B. Model Problem-Based Learning (PBL) .....................................

14

C. Model Somatic, Auditory, Visual, and Intellectual (SAVI) ........

17

D. Kaitan antara Kemampuan Penalaran Induktif dengan
Model Problem-Based Learning (PBL) .....................................

22

E. Kaitan antara Kemampuan Penalaran Induktif dengan
Model Somatic, Auditory, Visual, and Intellectual (SAVI) ........

23


F. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika .......................

23

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

G. Penelitian yang Relevan..............................................................

25

H. Hipotesis Penelitian ....................................................................

26

BAB III METODE PENELITIAN...................................................................

27

A. Desain Penelitian ........................................................................

27

B. Partisipan ....................................................................................

28

C. Populasi dan Sampel ...................................................................

28

D. Instrumen Penelitian ...................................................................

28

E. Perangkat Pembelajaran ..............................................................

35

F. Prosedur Penelitian .....................................................................

35

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................

36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................

43

A. Hasil Penelitian ...........................................................................

43

B. Pembahasan ................................................................................

62

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI .......................

68

A. Simpulan .....................................................................................

68

B. Implikasi .....................................................................................

68

C. Rekomendasi ...............................................................................

68

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

69

LAMPIRAN .....................................................................................................

72

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... 345

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penelitian
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang penting untuk dipelajari.
Hal ini karena matematika lahir dari fakta-fakta yang ada dalam kehidupan
manusia kemudian diterapkan kembali ke dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu,
proses belajar matematika

yang melatih kemampuan berpikir manusia, ikut

berperan dalam penyelesaian suatu masalah melalui ide-ide/gagasan matematis
hasil dari belajar matematika. Karena pentingnya untuk mempelajari matematika
tersebut, oleh karena itu matematika dipelajari di sekolah mulai pendidikan
tingkat dasar hingga pendidikan tingkat tinggi.
Ketika terjadi suatu proses pembelajaran, maka akan terdapat suatu
perubahan baik itu kognitif, afektif, maupun psikomotor dari individu itu sendiri.
Seperti yang dikemukakan Morgan, dkk. (Baharuddin & Wahyuni, 2008, hlm.12)
yang mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku dalam hal
pemahaman, perilaku, persepsi, motivasi, atau gabungan dari semuanya yang
relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Perubahan dari
hasil belajar matematika tersebut menghasilkan berbagai macam kemampuankemampuan matematis dan pembelajaran matematika dapat dikatakan berhasil,
salah satunya dapat diukur melalui kemampuan matematisnya.
Lima standar kemampuan matematik yang harus dimiliki oleh siswa
menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2014) adalah
“kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi
(communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran
(reasoning), dan kemampuan representasi (representation).” Selain itu, tujuan
mata pelajaran matematika dalam kurikulum 2013 bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi

seperti kemampuan pemecahan

masalah, penalaran, dan komunikasi.

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2

Hasil penelitian dari Trends in International Mathematics and Science
Study (TIMSS) (Kemendikbud, 2013) untuk bidang matematika menunjukkan
hasil bahwa:
Lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level
menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50% peserta didiknya
mampu mencapai level tinggi dan advance. Kemudian hasil analisis lebih
jauh untuk studi TIMSS dan Progress in International Reading Literacy
Study (PIRLS) menunjukkan bahwa soal-soal yang digunakan untuk
mengukur kemampuan peserta didik dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
- low mengukur kemampuan sampai level knowing
- intermediate mengukur kemampuan sampai level applying
- high mengukur kemampuan sampai level reasoning
- advance mengukur kemampuan sampai level reasoning with
incomplete information.
Berikut diberikan contoh soal penalaran TIMSS(2011):

Gambar 1.1 Contoh 1 Soal Penalaran TIMSS
Berdasarkan hasil uji soal di atas, persentase siswa Indonesia yang menjawab
benar sebesar 10% dari rata-rata persentase intenasional sebesar 23%. Persentase
siswa Indonesia dalam menjawab soal di atas berada pada peringkat terbawah dari
seluruh sistem pendidikan yang mengikuti uji soal di atas. Hal ini berarti,

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3

kemampuan penalaran siswa Indonesia dalam materi pecahan dan desimal masih
tergolong rendah. Begitu juga dengan soal penalaran berikut ini:

Gambar 1.2 Contoh 2 Soal Penalaran TIMSS
Berdasarkan hasil uji soal di atas, persentase siswa Indonesia yang menjawab
benar sebesar 29% dari rata-rata persentase intenasional 59%. Hal ini juga
menempatkan Indonesia berada pada peringkat terbawah dari seluruh peserta.
Berdasarkan paparan tersebut, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa
Indonesia dalam mengerjakan soal baru mencapai pada kemampuan pengetahuan
dan penerapan, belum sampai kepada penalaran ataupun penalaran siswa masih
berada pada kategori rendah.
Kemudian, penelitian yang dilakukan Sulistiawati (2012) mengenai
analisis kesulitan belajar kemampuan penalaran matematis siswa SMP pada
materi luas permukaan dan volume limas menunjukkan bahwa soal-soal penalaran
matematis belum dikuasai oleh siswa. Hal ini terlihat dari jawaban siswa SMP
Negeri 29 Bandung yang mampu menjawab sebesar 14,29%. Indikator penalaran
matematis yang digunakan dalam penelitian tersebut, yaitu 1) memperkirakan
jawaban dan proses solusi; 2) menganalisis pernyataan-pernyataan dan
memberikan penjelasan/alasan yang dapat mendukung atau bertolak belakang; 3)
mempertimbangkan validitas dari argumen yang menggunakan berpikir deduktif

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

4

atau induktif; 4) menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa
cara yang digunakan serta jawaban adalah benar; 5) memberikan penjelasan
dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan. Dari keenam soal
yang diujikan kepada siswa, diperoleh hasil bahwa rata-rata persentase kesulitan
siswa sebesar 85,71%.

Dari hasil penelitian tersebut, kemampuan penalaran

khususnya induktif perlu diteliti dan dikembangkan kepada siswa SMP.
Keraf (Yulia, 2013) mengemukakan, “penalaran sebagai proses penarikan
kesimpulan yang menghubungkan fakta–fakta atau evidensi-evidensi yang
diketahui menuju suatu kesimpulan.” Dari kesimpulan yang diperoleh melalui
proses bernalar, dapat dijadikan sebagai jalan menuju pemecahan masalah atau
stimulus untuk memunculkan gagasan atau ide baru. Oleh karena itu, kemampuan
penalaran perlu ditingkatkan mengingat bahwa proses bernalar dapat membantu
siswa untuk memberikan ide dalam memecahkan masalah.
Menurut Baroody (Lismiana, 2013) ada tiga tipe utama penalaran, yaitu:
1) penalaran intuitif, adalah penalaran yang mendasar pada dugaan/asumsi yang
benar; 2) penalaran induktif, adalah penarikan konklusi dari yang khusus (contohcontoh) menuju suatu konklusi umum; 3) penalaran deduktif, adalah penarikan
konklusi dari yang umum menuju suatu konklusi khusus. Dari beberapa jenis
penalaran tersebut, jenis penalaran yang digunakan dalam penelitian yaitu
penalaran induktif. Hal ini dikarenakan subjek penelitian yaitu siswa SMP sedang
berada pada tahap konkret menuju abstrak yang dalam pembelajarannya masih
perlu diberikan contoh/fakta/masalah sehingga lebih cocok untuk pengembangan
kemampuan penalaran induktif.
Dalam kurikulum 2013, pendekatan pembelajaran yang dipakai adalah
pendekatan scientific. Pendekatan sicentific merupakan pendekatan pembelaaran
yang berdasarkan teori konstruktivisme. Hal ini mengakibatkan pada model
pembelajaran yang digunakan perlu berlandaskan pada teori konstruktivisme. Dari
paparan akan pentingnya penalaran di atas, hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yanto Permana dan Utari Sumarmo (2007) menunjukkan bahwa kemampuan
penalaran matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem-Based

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

5

Learning (PBL) lebih baik daripada penalaran matematis siswa melalui
pembelajaran biasa, dengan kualifikasi cukup melalui pembelajaran berbasis
masalah dan kualifikasi kurang melalui pembelajaran biasa, serta secara umum,
siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran berbasis masalah dan soal
penalaran. Kemudian, Anggita Suwandi (2012) menyimpulkan hasil penelitiannya
bahwa kemampuan penalaran matematis siswa SMP yang mendapatkan model
pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, and Intellectual (SAVI)

dalam

pembelajaran matematikanya lebih baik daripada siswa yang mendapatkan
pembelajaran matematika secara konvensional. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, dapat dikatakan bahwa kemampuan penalaran siswa dapat meningkat
melalui penerapan model pembelajaran PBL dan SAVI.
Penalaran dapat dilatih melalui pemberian masalah. Pemberian masalah
kepada siswa dapat melatih siswa berpikir tingkat tinggi, salah satunya adalah
kemampuan penalaran. Melalui pemberian masalah, siswa berusaha untuk
mengumpulkan informasi, menyerap informasi, menghubungkan fakta/informasi
yang telah terkumpul, kemudian diperoleh suatu kesimpulan atau pengetahuan
baru yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Model

PBL

merupakan

model

pembelajaran

yang

mengawali

pembelajaran dengan masalah-masalah, yang kemudian dilakukan penyelesaian
masalah oleh peserta didik. Kegiatan yang ada dalam pembelajaran model PBL,
yaitu pemberian masalah, pendefinisian dan pengorganisasian tugas belajar
berkaitan dengan masalah, pengumpulan informasi, dan penyelesaian masalah.
Melalui kegiatan tersebut, siswa diberikan stimulus masalah sehingga mendorong
siswa untuk melakukan proses bernalar. Melalui proses bernalar inilah, masalah
dapat diselesaikan.
Untuk melihat keefektifan dan keefisienan serta pengaruh model PBL
dalam mengukur kemampuan penalaran induktif siswa, maka perlu adanya model
pembelajaran lain yang dapat dibandingkan dengan model PBL. Model
pembelajaran yang dapat dijadikan pembanding untuk model PBL salah satunya
adalah model pembelajaran SAVI.

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

6

Pembelajaran SAVI menurut Suherman (2008) merupakan pembelajaran
yang menekankan pada pemberdayaan semua alat indra yang dimiliki siswa.
Model pembelajaran SAVI merupakan model pembelajaran yang melibatkan
unsur-unsur gaya belajar somatik (kinestetik), auditori, visual, dan intelektual
dalam proses pembelajarannya. Inti dari kegiatan pembelajaran model SAVI
adalah penggunaan semua alat indra untuk mengintegrasikan dan menyerap
pengetahuan. Informasi diperoleh dari unsur somatik, auditori, maupun visual,
disertai kegiatan intelektual sehingga memunculkan terjadinya proses bernalar.
Menurut Baharuddin & Wahyuni (2008, hlm.24) mengemukakan bahwa
dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses
belajarnya. Sikap siswa mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah sikap guru, cara guru memberikan pembelajaran (model/metode/teknik
pembelajaran yang digunakan), bakat dan minat siswa, kebiasaan, dan lingkungan
kelas. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis ketika
melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di sekolah yang dijadikan
tempat penelitian serta pengamatan di sekolah lainnya, diperoleh informasi bahwa
siswa masih

beranggapan bahwa matematika itu sulit,

membosankan,

membingungkan, berkaitan dengan rumus-rumus atau perhitungan angka-angka
serta tidak tahu manfaat belajar matematika sehingga membuat beberapa siswa
malas jika diajak untuk belajar matematika. Kebanyakan siswa juga menganggap
matematika itu hanya belajar berhitung dan hanya melihat hasil akhir serta tidak
perlu penjelasan jika menjawab soal-soal matematika. Sikap atau anggapan
negatif tersebut perlu dikurangi/diganti/dihilangkan dengan sikap positif terhadap
pembelajaran matematika. Oleh karena itu, di samping kemampuan penalaran
induktif siswa yang diukur, perlu juga mengetahui sikap siswa terhadap proses
belajar yang dilakukan.
Berdasarkan paparan tersebut, penelitian yang akan dilakukan oleh penulis
adalah mengetahui perbandingan peningkatan kemampuan penalaran induktif
antara siswa yang mendapatkan pembelajaran model Problem-Based Learning
(PBL) dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran model

Pembelajaran

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

7

Somatic, Auditory, Visual, and Intellectual (SAVI) serta sikap terhadap
pembelajaran model Problem-Based Learning (PBL) dan model Pembelajaran
Somatic, Auditory, Visual, and Intellectual (SAVI).
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah penulis
paparkan sebelumnya, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran induktif
antara siswa yang mendapatkan pembelajaran model PBL dengan siswa
yang mendapatkan pembelajaran model SAVI?
2. Bagaimana kualitas masing-masing peningkatan kemampuan penalaran
induktif siswa yang mendapatkan pembelajaran model PBL dan model
SAVI?
3. Bagaimana sikap siswa terhadap masing-masing pembelajaran model PBL
dan model SAVI?
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dikaji dan agar
lebih terarah serta tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang diangkat,
maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada materi himpunan kelas VII SMP.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini sebagai berikut:
1. Mengetahui perbandingan peningkatan kemampuan penalaran induktif
antara siswa yang mendapatkan pembelajaran model PBL dengan siswa
yang mendapatkan pembelajaran model SAVI.
2. Mengetahui kualitas masing-masing peningkatan kemampuan penalaran
induktif siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model PBL
dan model SAVI.

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

8

3. Mengetahui sikap siswa terhadap masing-masing pembelajaran model
PBL dan model SAVI.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Pembaca
Dapat dijadikan sebagai bahan kajian atau studi literatur mengenai model
PBL, model SAVI, maupun kemampuan penalaran induktif siswa.
2. Bagi Pendidik
Sebagai

bahan

pertimbangan

guru

untuk

melaksanakan

proses

pembelajaran dengan menggunakan model PBL dan model SAVI berbasis
pendekatan scientific.
3. Bagi Siswa
Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif siswa.

F. Definisi Operasional
Untuk menyamakan persepsi antara pembaca dengan peneliti, berikut
disajikan pengertian dari kata kunci yang digunakan dalam penelitian ini.
1. Model PBL yang dimaksud dalam penelitian ini, merujuk pada dokumen
kurikulum 2013 yaitu pembelajaran yang dilakukan dengan adanya
pemberian masalah yang kemudian siswa dapat menyelesaikan dan
menemukan konsep matematika yang terkandung dalam masalah tersebut.
Tahapan pembelajaran model PBL yaitu orientasi peserta didik kepada
masalah, mengorganisasikan peserta didik, membimbing penyelidikan
individu dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya,
kemudian menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
2. Model SAVI merupakan model pembelajaran yang melibatkan unsurunsur gaya belajar somatik (kinestetik), auditori, visual, dan intelektual
dalam proses pembelajarannya. Tahapan pembelajaran model SAVI yaitu
tahap persiapan (kegiatan pendahuluan), tahap penyampaian (kegiatan

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

9

inti), tahap pelatihan (kegiatan inti), dan tahap penampilan hasil (kegiatan
penutup).
3. Kemampuan penalaran induktif adalah kemampuan siswa dalam menarik
kesimpulan umum berdasarkan fakta yang ada atau premis-premis yang
benar atau dianggap benar atau kasus-kasus yang bersifat khusus dengan
indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Memperkirakan jawaban, dan proses solusi
b. Memberi penjelasan terhadap model matematika, fakta, sifat,
hubungan, atau pola yang ada
c. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi matematika
d. Menarik kesimpulan logis
e. Menarik analogi
f. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran kerangka penulisan hasil penelitian ini,
diberikan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Memberikan pengantar yang melatar belakangi dilakukannya penelitian,
meliputi latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah penelitian,
batasan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi
operasional, dan struktur organisasi penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Membahas mengenai landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan
dalam penelitian serta hipotesis untuk penelitian ini.
BAB III METODE PENELITIAN
Berisi hal-hal yang bersifat prosedural dalam penelitian, meliputi metode dan
desain penelitian, perangkat/instrumen penelitian, partisipan, alur penelitian,
dan teori mengenai pengolahan dan analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

10

Berisi paparan hasil penelitian, pengolahan, analisis data, dan pembahasan
mengenai hasil penelitian, serta pengambilan keputusan untuk membuat
kesimpulan.
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
Berisi kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi penelitian berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan pada BAB IV.

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini betujuan untuk membandingkan peningkatan kemampuan
penalaran induktif siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model
PBL dengan model SAVI. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan
metode kuasi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian
ini merupakan jenis penelitian eksperimen karena penelitian ini dilakukan untuk
melihat hubungan sebab akibat antara variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan penerapan
model PBL dan model SAVI, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan
penalaran induktif siswa. Dikatakan kuasi eksperimen karena peneliti tidak
memungkinkan untuk melakukan pengelompokan siswa secara acak.
Fokus penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif yang
digunakan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan penalaran induktif
siswa, sedangkan untuk melengkapi penelitian digunakan juga pendekatan
kualitatif

untuk

memperoleh

gambaran

tentang

sikap

siswa

terhadap

pembelajaran matematika menggunakan model PBL dan model SAVI. Data
mengenai penalaran induktif siswa diperoleh dari hasil pretes dan postes, dimana
soal-soal yang termuat di dalamnya merupakan soal tes yang mengandung
indikator kemampuan penalaran induktif siswa. Disini akan diuji apakah terdapat
perbedaan kemampuan penalaran induktif siswa antara siswa yang mendapatkan
pembelajaran menggunakan model PBL dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran menggunakan model SAVI.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-equivalent control
group design (Ruseffendi, 2010, hlm. 58) dengan rancangan penelitiannya adalah
seperti berikut:

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

27

28

keterangan:
: Pretes/postes (tes kemampuan penalaran induktif siswa)
: Pembelajaran matematika menggunakan model PBL
: Pembelajaran matematika menggunakan model SAVI
: Pengelompokan kelas dilakukan secara tidak acak
B. Partisipan
Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini meliputi testi uji coba
instrumen tes, sampel siswa untuk eksperimen penelitian, dan observer. Testi
untuk untuk menguji validitas muka instrumen tes yaitu siswa kelas 7D SMP
Negeri 5 Bandung tahun ajaran 2014/2015, sedangkan testi untuk menguji coba
kualitas instrumen tes yaitu siswa kelas 8A, 8H, dan 8I SMP Negeri 5 Bandung
tahun ajaran 2014/2015. Subjek utama penelitian (sampel eksperimen) yaitu
siswa kelas 7H dan 7I pada sekolah yang sama. Kemudian, observer dalam
penelitian ini adalah mahasiswa rekan Departemen Pendidikan Matematika.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII Semester 1
Tahun Ajaran 2014/2015 pada salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di
Kota Bandung. Adapun pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik
purposive sampling berdasarkan pertimbangan bahwa seluruh kelas terdiri dari
berbagai kelompok siswa yang memiliki kemampuan tinggi, cukup, dan rendah
sehingga kemampuan siswa di setiap kelas tergolong relatif sama. Berdasarkan
pengambilan sampel tersebut diperoleh dua kelas eksperimen digunakan dalam
penelitian sebagai subjek penelitian. Kedua kelompok (kelas) diberikan pretes
dan postes dengan menggunakan instrumen yang sama. Satu kelas eksperimen
diberikan perlakuan berupa penerapan model PBL dan satu kelas eksperimen
lainnya diberikan perlakuan berupa penerapan model SAVI.

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

29

D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas instrumen tes
dan instrumen non tes. Instrumen tes (data kuantitatif) berupa tes kemampuan
penalaran induktif yang terdiri dari soal pretes dan postes, dan instrumen non tes
(data kualitatif) yang terdiri dari angket dan lembar observasi.
1. Instrumen Tes
Menurut Riduwan (2009, hlm. 76), tes sebagai instrumen pengumpul
data adalah “serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk
mengukur keterampilan pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki oleh individu atau kelompok“. Tes yang digunakan adalah tes
berbentuk uraian. Adapun alasan pemilihan tipe uraian adalah sebagai
berikut:
a. Dengan tes tipe uraian, indikator kemampuan yang tercapai dapat terlihat
lebih jelas.
b. Mengurangi bias evaluasi akibat sistem tebakan atau untung-untungan
pada tes tipe objektif.
c. Menumbuhkembangkan

kemampuan

memahami

konsep/materi

matematika.
Tes ini terdiri dari pretes dan postes yaitu:
a. Tes awal (pretes) dilakukan di awal sebelum pelaksanaan pembelajaran
dimulai. Pretes digunakan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa di
kedua kelas dan untuk mengetahui kesetaraan atau tingkat homogenitas
kemampuan di kedua kelas.
b. Tes akhir (postes) dilakukan setelah pembelajaran selesai. Postes
digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa setelah
pembelajaran.
Format tes kemampuan penalaran induktif siswa pada kedua kelas
eksperimen adalah sama. Melalui kedua tes di atas, maka dapat terlihat

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

30

perbandingan peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa pada kedua
kelas eksperimen sebelum dan sesudah pembelajaran.
Instrumen yang telah disusun, perlu diuji coba terlebih dahulu untuk
mengukur kualitas instrumen tersebut. Untuk mendapatkan kualitas yang
baik, perlu diperhatikan beberapa kriteria yang harus dipenuhi antara lain
adalah sebagai berikut:
1) Validitas
Menurut Sugiyono (2013, hlm. 121), instrumen dikatakan valid
apabila “alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur”. Validitas suatu instrumen terdiri dari validitas
internal/rasional dan validitas eksternal/empiris. Pengertian validitas internal
menurut Ruseffendi (2010) adalah “validitas yang berkenaan dengan
keabsahan atau validitas hasil suatu percobaan, apakah hasil percobaan atau
akibat perlakuan yang tampak disebabkan karena variabel bebasnya atau ada
pengaruh dari variabel lainnya”. Sedangkan yang dimaksud validitas
eksternal menurut Ruseffendi (2010) adalah “validitas yang berkenaan
dengan bisa tidaknya hasil penelitian diperluas penerapannya untuk subjek
dan lingkungan lain”. Validitas internal dibagi ke dalam tiga macam validitas
yaitu validitas isi, validitas muka, dan validitas konstruksi, juga validiitas
eksternal dibagi ke dalam dua macam validitas yaitu validitas banding dan
validitas ramal. Jenis

validitas tersebut terlebih dahulu dikonsultasikan

dengan dosen pembimbing. Setelah instrumen dinyatakan valid, langkah
selanjutnya adalah melakukan uji coba instrumen tersebut untuk mengetahui
kevaliditasan isinya. Cara untuk mengetahui validitas isi (dalam hal ini butir
soal) dilakukan melalui perhitungan koefisien korelasi.
Salah satu cara untuk mencari koefisien validitas alat evaluasi adalah
dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment (Sugiyono, 2013, hlm.
183) dengan rumus yaitu:

√{









}{







}

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

31

keterangan:
: koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
n : banyak siswa
: skor siswa pada tiap butir soal
: skor total tiap siswa
Untuk mengetahui validitas suatu soal dapat pula digunakan kriteria
sebagai berikut (Sugiyono, 2013, hlm. 134): ”biasanya syarat minimun untuk
dianggap memenuhi syarat adalah jika r ≥ 0,3, sehingga jika korelasi antara
butir dengan skor total kurang dari 0,3, maka butir dalam instrumen tersebut
dinyatakan tidak valid” atau koefisien korelasi yang telah diperoleh
diinterpretasikan dengan menggunakan kriterium (Suherman, 2003, hlm. 113)
sebagai berikut:
Tabel 3.1
Klasifikasi Koefisien Validitas
Koefisien Korelasi

Interpretasi Validitas

0,90 ≤
0,70

1,00
0,90

sangat tinggi
tinggi

0,40 ≤

0,70

sedang

0,20 ≤

0,40

rendah

0,00 ≤

0,20

sangat rendah

0,00

tidak valid

Dari hasil uji instrumen yang telah dilakukan sebelum penelitian, diperoleh
data sebagai berikut:
Tabel 3.2
Validasi Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Induktif
Intrepretasi
Intrepretasi
No. Butir
Koefisien
Validitas
Validitas
Soal
Korelasi
(Sugiyono, 2013)
(Suherman, 2003)
1
0,777
valid
tinggi
2
0,591
valid
sedang
3
0,743
valid
tinggi
4
0,659
valid
sedang
5
0,675
valid
sedang
6
0,801
valid
tinggi

Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

32

2) Reliabilitas
Menurut Sugiyono (2013, hlm. 121), instrumen yang reliabel adalah
“instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang
sama, akan menghasilkan data yang sama”. Karena bentuk tes yang
digunakan adalah bentuk uraian, maka rumus yang digunakan untuk mencari
koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha (Suherman,
2003, hlm. 154) seperti di bawah ini:

keterangan:
: banyak butir soal (item)


: jumlah varians skor setiap soal (item)
: varians skor total

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi
menggunakan tolok ukur yang dibuat oleh J.P. Guilford (Suherman, 2003)
sebagai berikut:
Tabel 3.3
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien korelasi
Interpretasi Reliabilitas
sangat tinggi
0,90 ≤
1,00
0,70
0,40 ≤
0,20 ≤

0,90
0,70
0,40
0,20

tinggi
sedang
rendah
sangat rendah

Berdasarkan hasil uji instrumen tes yang telah dilakukan, diperoleh
nilai reliabilitas tes yaitu 0,79. Jika dinterpretasikan, maka reliabilitas
instrumen tes tersebut tergolong tinggi.
3)

Daya Pembeda
Daya pembeda (DP) dari suatu butir soal menyatakan “seberapa jauh

kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang
Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

33

mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat
menjawab soal tersebut (atau testi yang menjawab salah)” (Suherman, 2003).
Dengan kata lain, daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir
soal itu untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan
tinggi dengan siswa berkemampuan rendah. Menurut Galton (Suherman,
2003, hlm. 159) berasumsi bahwa “suatu perangkat alat tes yang baik harus
bisa membedakan antara siswa yang pandai, sedang (rata-rata), dan yang
bodoh, karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari ketiga kelompok
tersebut”. Untuk menentukan derajat daya pembeda, dapat menggunakan
rumus (Suherman, 2003, hlm. 160) sebagai berikut:
̅

̅

dengan:
DP

: daya pembeda

̅

: rata-rata skor kelompok atas

̅

: rata-rata skor kelompok bawah
: Skor Maksimum Ideal
Kriteria daya pembeda tiap butir soal (Suherman, 2003) yang akan

digunakan adalah seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.4
Interpretasi Indeks Daya Pembeda
Nilai
Interpretasi Daya Pembeda
DP ≤ 0
sangat jelek
0 < DP ≤ 0,20
jelek
0,20 < DP ≤ 0,40
cukup
0,40 < DP ≤ 0,70
baik
0,70 < DP ≤ 1,00
sangat baik
Berdasarkan hasil uji instrumen, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 3.5
Interpretasi Indeks Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Induktif
Nilai
Interpretasi Daya Pembeda
0,3125
cukup
0,4688
baik
0,4375
baik
Deden Rahmat Hidayat,2014
Primary students writing strategies in constructing experiences through dialogue journals a case
study in a school in Bandung applying Cambridge curriculum
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

34

0,5000
0,5313
0,4063

baik
baik
baik

4) Indeks Kesukaran
Menurut Erman S. (2003).,
suatu soal dikatakan memiliki derajat kesukaran yang baik apabila
soal tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar Derajat
kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut
indeks kesukaran (difficulty index). Bilangan tersebut adalah bilangan
real pada interval (kontinum) 0,00 sampai 1,00.
Rumus indeks kesukaran untuk soal uraian (Suherman & Sukjaya,
1990, hlm. 201), yaitu:

keterangan:
IK

: Indeks Kesukaran

̅

: Rerata

̅

SMI : Skor Maksimal Ideal yaitu 24
Klasifikasi indeks kesukaran tiap butir soal (Suherman, 2003) yang
digunakan adalah seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.6
Interpretasi Indeks Kesukaran
Nilai
Interpretasi Indeks Kesukaran
IK = 0,00
soal terlalu sukar
soal sukar
0,00 < IK  0,30

soal sedang
0,30 < IK 0,70
0,70 < IK