PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK BERBANTUAN KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN HIGHER-ORDER THINKING SKILLS DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND SISWA SMP.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK.... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah... 11 1. Identifikasi Masalah... 11

2. Perumusan Masalah... 13

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... ... 16

1. Pengertian Berpikir ... 16

2. Dimensi Berpikir... ... 17

3. Kemampuan Berpikir ... 20


(2)

5. Karakteristik Kemampuan Berpikir Tingkat

Tinggi... 34

6. Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 35

7. Aktivitas yang Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 38

8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan dan Peningkatan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 40

B. Kebiasaan Berpikir Matematis... 42

1. Pengertian Kebiasaan... ... 42

2. Kebiasaan Berpikir, Dimensi Kebiasaan Berpikir dan Kebiasaan Berpikir Matematis... 43

3. Mengukur Kebiasaan Berpikir Matematis... 47

4. Aktivitas yang Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis... 49

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan dan Peningkatan Kebiasaan Berpikir Matematis... 52

6. Keterkaitan antara Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Kebiasaan Berpikir Matematis... 54

C. Pendidikan Matematika Realistik... 55

1. Prinsip Pendidikan Matematika Realistik... 55

2. Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik... 56

3. Keunggulan Pendidikan Matematika Realistik... 59

4. Kelemahan Pendidikan Matematika Realistik... 62

D. Pembelajaran Berbantuan Komputer... ... 64

1. Definisi Pembelajaran Berbantuan Komputer... 64

2. Bentuk Aktivitas Pembelajaran Berbantuan Komputer... 65


(3)

4. Kelemahan Pembelajaran Berbantuan Komputer... . 70

5. Karakteristik Pembelajaran Berbantuan Komputer yang Efektif... ... 72 E. PMR Berbantuan Komputer... 74

F. Keterkaitan PMR Berbantuan Komputer dengan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Kebiasaan Berpikir Matematis.... 81

G. Hasil Penelitian yang Relevan ... 90

H. Teori-Teori Belajar... 92

I Hipotesis Penelitian... 97

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian... 100

1. Lokasi Penelitian ... 100

2. Populasi Penelitian ... 100

3. Sampel Penelitian... 101

B. Metode dan Desain Penelitian... ... 102

C. Definisi Operasional... 106

D. Instrumen Penelitian dan Proses Pengembangan Instrumen... 108

1. Tahap Perencanaan... 110

2. Tahap Pengembangan Instrumen dan Validasi... 111

2.1 Perangkat Pembelajaran PMR Berbantuan Komputer... 111 2.2 Tes Pengetahuan Awal Matematis (PAM)... 112

2.3 Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 115

2.4 Angket Kebiasaan Berpikir Matematis... 118

2.5 Wawancara... 119

2.6 Catatan lapangan... 119

E. Prosedur Penelitian... 120


(4)

BAB IV HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Pelaksanaan Penelitian... 128

1. Pelaksanaan Tes PAM dan Pretes... 128

2. Proses Pelaksanaan pada Kelas Eksperimen... 129

3. Proses Pelaksanaan pada Kelas Kontrol... 133

4. Pelaksanaan Postes dan Kinerja Siswa... 134

B. Analisis Data Kesetaraan PAM... 137

1. Kesetaraan Pengetahuan Awal Siswa berdasarkan Pembelajaran... 138

2. Kesetaraan Pengetahuan Awal Siswa berdasarkan Level Sekolah... 139

3. Kesetaraan Pengetahuan Awal berdasarkan Kategori PAM... 141

C. Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 143

1. Analisis Pencapaian dan Peningkatan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi berdasarkan Pembelajaran... 144

2. Analisis Pencapaian dan Peningkatan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa berdasarkan Pembelajaran dan Level Sekolah... 148

3. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa... 152

4. Analisis Pencapaian dan Peningkatan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi berdasarkan Pembelajaran dan PAM... 156

5. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan PAM terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa... 161


(5)

D. Analisis Data Kebiasaan Berpikir Matematis... 165

1. Analisis Pencapaian dan Peningkatan Kebiasaan Berpikir Matematis secara Keseluruhan... 165

2. Analisis Pencapaian dan Peningkatan Kebiasaan Berpikir Matematis berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah... 168

3. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah Terhadap Peningkatan Kebiasaan Berpikir Matematis Siswa... 173

4. Analisis Pencapaian dan Peningkatan Kebiasaan Berpikir Matematis berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan PAM... 177

5. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan PAM terhadap Peningkatan Kebiasaan Berpikir Matematis Siswa... 182

E. Pembahasan 1. Pembelajaran dengan Pendekatan PMR Berbantuan Komputer... 188

2. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa... 193

3. Kebiasaan Berpikir Matematis Siswa... 201

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 206

B. Implikasi... 208

C. Rekomendasi... 210


(6)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1.1 Perbedaan Penelitian Ini dengan Penelitian Sebelumnya... 11

Tabel 2.1 Hubungan Kemampuan Berpikir yang Dikemukan oleh Krulik dan Rudnick, Shafer dan Foster, Bloom, Marzano, dan Burns... 33

Tabel 2.2 Keterkaitan antara Aktivitas Belajar Siswa dan Kegiatan Guru dalam Pengajaran PMRK... 78

Tabel 3.1 Rincian Sampel Level Sekolah dan Pembelajaran... 102

Tabel 3.2 Keterkaitan antara Kemampuan yang Diukur, Pendekatan Pembelajaran, dan Level Sekolah... 105

Tabel 3.3 Keterkaitan antara Kemampuan yang Diukur, Pendekatan Pembelajaran, dan Pengetahuan Awal Matematika ... 105

Tabel 3.4 Rincian Tujuan Penelitian Setiap Pertemuan... 111

Tabel 3.5 Uji Keseragaman Pertimbangan Validitas Isi Soal PAM... 114

Tabel 3.6 Uji Keseragaman Pertimbangan Validitas Muka Soal PAM... 114

Tabel 3.7 Uji Keseragaman Pertimbangan Validitas Isi Soal Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 116

Tabel 3.8 Uji Keseragaman Pertimbangan Validitas Muka Soal Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 116

Tabel 3.9 Hasil Reabilitas dan Uji Validitas Butir Soal, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran... 118

Tabel 3.10 Kategori Pencapaian Hasil Belajar Siswa... 120

Tabel 3.11 Alternatif Pilihan Jawaban Angket... 121

Tabel 3.12 Kategori Kebiasaan Berpikir... 121

Tabel 3.13 Hubungan antara Masalah, Hipotesis, Data yang akan Diolah serta Uji Statistik yang Digunakan... 124


(7)

Tabel 4.2 Gambaran Matematisasi yang Dilakukan Siswa pada

Pembelajaran PMRK... 132 Tabel 4.3 Kinerja Siswa Menyelesaikan Soal Kemampuan Berpikir

Tingkat Tinggi... 135 Tabel 4.4 Kebiasaan Berpikir Matematis... 136 Tabel 4.5 Deskripsi Data Pengetahuan Awal Matematis Siswa

berdasarkan Pembelajaran, Level Sekolah, dan PAM... 137 Tabel 4.6 Uji Normalitas dan Homogenitas PAM berdasarkan

Pembelajaran... 139 Tabel 4.7 Deskripsi Data Pengetahuan Awal Siswa berdasarkan Level

Sekolah... 140 Tabel 4.8 Uji Normalitas dan Homogenitas PAM berdasarkan Level

Sekolah... 141 Tabel 4.9 Analisis Kesetaraan Pengetahuan Awal berdasarkan Level

Sekolah... 141 Tabel 4.10 Deskripsi Data Pengetahuan Awal Siswa berdasarkan

Kategori PAM... 142 Tabel 4.11 Uji Normalitas dan Homogenitas PAM... 143 Tabel 4.12 Analisis Data Kesetaraan Pengetahuan Awal berdasarkan

PAM... 143 Tabel 4.13 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 144 Tabel 4.14 Uji Normalitas Data Pencapaian dan Peningkatan

Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 146 Tabel 4.15 Uji Homogenitas Data Pencapaian dan Peningkatan

Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 146 Tabel 4.16 Analisis Perbedaan Pencapaian dan Peningkatan

Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 147 Tabel 4.17 Deskripsi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa

berdasarkan Level Sekolah... 148 Tabel 4.18 Uji Normalitas Data Pencapaian dan Peningkatan HOTS


(8)

Tabel 4.19 Uji Homogenitas Data Pencapaian dan Peningkatan HOTS

berdasarkan Level Sekolah... 151 Tabel 4.20 Analisis Perbedaan Pencapaian dan Peningkatan HOTS

berdasarkan Level Sekolah... 151 Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Anova Kemampuan Berpikir Tingkat

Tinggi berdasarkan Pembelajaran dan Level Sekolah... 153 Tabel 4.22 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa

berdasarkan Kategori PAM... 157 Tabel 4.23 Uji Normalitas Data Pencapaian dan Peningkatan HOTS

berdasarkan Kategori PAM... 159 Tabel 4.24 Uji Homogenitas Data Pencapaian dan Peningkatan HOTS

berdasarkan Kategori PAM... 159 Tabel 4.25 Analisis Perbedaan Pencapaian dan Peningkatan HOTS

berdasarkan Kategori PAM... 160 Tabel 4.26 Hasil Perhitungan Anova Kemampuan Berpikir Tingkat

Tinggi berdasarkan Pembelajaran dan PAM... 162 Tabel 4.27 Deskripsi Data Kebiasaan Berpikir Matematis... 165 Tabel 4.28 Uji Normalitas Data Pencapaian dan Peningkatan

Kebiasaan Berpikir Matematis... 167 Tabel 4.29 Uji Homogenitas Data Pencapaian dan Peningkatan

Kebiasaan Berpikir Matematis... 167 Tabel 4.30 Analisis Pencapaian dan Peningkatan Kebiasaan Berpikir

Matematis... 168 Tabel 4.31 Deskripsi Kebiasaan Berpikir Matematis Siswa berdasarkan

Level Sekolah... 169 Tabel 4.32 Uji Normalitas Data Pencapaian dan Peningkatan HOM

berdasarkan Level Sekolah... 171 Tabel 4.33 Uji Homogenitas Data Pencapaian dan Peningkatan HOM

berdasarkan Level Sekolah... 172 Tabel 4.34 Analisis Pencapaian dan Peningkatan Kebiasaan Berpikir


(9)

Tabel 4.35 Hasil Perhitungan Anova Kebiasaan Berpikir Matematis

Berdasarkan Pembelajaran dan Level Sekolah... 174 Tabel 4.36 Deskripsi Data Kebiasaan Berpikir Matematis Siswa

berdasarkan Pembelajaran dan Kategori PAM... 178 Tabel 4.37 Uji Normalitas Data Pencapaian dan Peningkatan HOM

berdasarkan Kategori PAM... 180 Tabel 4.38 Uji Homogenitas Data Pencapaian dan Peningkatan HOM

berdasarkan Kategori PAM... 181 Tabel 4.39 Analisis Pencapaian dan Peningkatan Kebiasaan Berpikir

Matematis berdasarkan Level Sekolah... 181 Tabel 4.40 Hasil Perhitungan Anova Kebiasaan Berpikir Matematis

berdasarkan Pembelajaran dan PAM... 183 Tabel 4.41 Hasil Perhitungan Uji Lanjut Scheffe... 187 Tabel 4.42 Respon Siswa dan Scaffolding Guru... 189


(10)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1.1 Soal PISA 2009 Topik Statistika dan Tergolong

Level 5 ... 5

Gambar 1.2 Contoh Soal atau Soal Evaluasi pada Pembelajaran Konvensional... 6

Gambar 2.1 Dimensi Berpikir Teori Marzano... 20

Gambar 2.2 Contoh Soal Analisis...………...…....……...…... 22

Gambar 2.3 Contoh Soal Evaluasi... 23

Gambar 2.4 Contoh Soal Kreasi... 24

Gambar 2.5 Gambar Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi berdasarkan Taksonomi Bloom... 29

Gambar 2.6 Contoh Soal Tipe “Adakah Cara Lain”... 36

Gambar 2.7 Contoh Soal Tipe “Bagaimana Jika”... 37

Gambar 2.8 Kebiasaan Berpikir... 45

Gambar 2.9 Waktu yang Dibutuhkan untuk Membentuk Suatu Kebiasaan... 53

Gambar 2.10 Iceberg PMR sebagai Proses Matematisasi ... 58

Gambar 2.11 Aktivitas Guided Reinvention pada PMRK... 75

Gambar 2.12 Alternatif Penyelesaian Menggunakan Microsoft Excel... 76

Gambar 2.13 Iceberg yang menggambarkan Model of dan Model for... 77

Gambar 2.14 Kegiatan Pembelajaran PMR Berbantuan Komputer... 81

Gambar 2.15 Hubungan Pembelajaran, Kemampuan Berpikir dan Kebiasaan Berpikir... 82

Gambar 2.16 Contoh Soal Berpikir Kreatif... 83

Gambar 2.17 Hubungan antara PMR, PBK, PMRK dengan HOTS dan MHOM... 89

Gambar 2.18 Proses Perkembangan Kognitif dari Piaget... 93

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian... 104


(11)

Gambar 3.3 Tahapan Analisis Data Statistik... 123

Gambar 3.4 Tahapan Analisis Uji Interaksi... 124

Gambar 4.1 Suasana Pembelajaran PMR Berbantuan Komputer... 131

Gambar 4.2 Suasana Pembelajaran PMR ... 134

Gambar 4.3 Kategori Pencapaian Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 135

Gambar 4.4 Kategori Pencapaian Kebiasaan Berpikir Matematis... 136

Gambar 4.5 Diagram Batang Rerata PAM Siswa di Setiap Sekolah... 138

Gambar 4.6 Rerata Skor PAM berdasarkan Level Sekolah... 140

Gambar 4.7 Rerata Skor PAM berdasarkan Kategori PAM... 142

Gambar 4.8 Gambaran Pencapaian Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 145

Gambar 4.9 Rerata N-gain Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 145

Gambar 4.10 Gambaran Pencapaian HOTS berdasarkan Level Sekolah... 149

Gambar 4.11 Rerata N-gain Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa berdasarkan Level Sekolah... 149

Gambar 4.12 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah terhadap Pencapaian Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa... 155

Gambar 4.13 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa... 156

Gambar 4.14 Gambaran Pencapaian HOTS berdasarkan PAM... 157

Gambar 4.15 Rerata N-gain Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelompok berdasarkan Kategori PAM... 158

Gambar 4.16 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan PAM terhadap Pencapaian Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa.... 163

Gambar 4.17 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan PAM terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa.... 164


(12)

Gambar 4.19 Rerata N-gain Kebiasaan Berpikir Matematis... 166 Gambar 4.20 Gambaran Pencapaian HOM berdasarkan Level Sekolah.... 169 Gambar 4.21 Rerata N-gain Kebiasaan Berpikir Matematis berdasarkan

Level Sekolah... 170 Gambar 4.22 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah

terhadap Pencapaian Kebiasaan Berpikir Matematis

Siswa... 176 Gambar 4.23 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah

terhadap Peningkatan Kebiasaan Berpikir Matematis

Siswa... 177 Gambar 4.24 Gambaran Pencapaian HOM berdasarkan Kategori PAM.... 178 Gambar 4.25 Rerata N-gain Kebiasaan Berpikir Matematis berdasarkan

Kategori PAM... 179 Gambar 4.26 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan PAM terhadap

Pencapaian Kebiasaan Berpikir Matematis... 185 Gambar 4.27 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan PAM terhadap

Peningkatan Kebiasaan Berpikir Matematis... 186 Gambar 4.28 Contoh Soal pada LKS Pertemuan Delapan... 28 Gambar 4.29 Siswa Sedang Mempresentasikan Jawaban... 192 Gambar 4.30 Respon Siswa terhadap Pembelajaran PMR Berbantuan

Komputer... 193 Gambar 4.31 Rerata Skor HOTS Setiap Item Soal Ditinjau dari

Keseluruhan Siswa... 194 Gambar 4.32 Rerata Skor HOTS Setiap Item Soal pada Siswa Level

Sekolah Sedang... 195 Gambar 4.33 Rerata Skor HOTS Setiap Item Soal pada Siswa Kategori

PAM Bawah... 196

Gambar 4.34 Rerata Skor HOTS Setiap Item Soal pada Siswa Kategori

PAM Tengah... 197 Gambar 4.35 Kurang Teliti, Argumen Salah, Alasan Salah, dan Tidak 200


(13)

Lengkap...

Gambar 4.36 Jawaban Siswa PMRK... 200 Gambar 4.37 Distribusi N-gain Kebiasaan Berpikir Matematis... 202


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A

Lampiran A.1 SK Pembimbing... 204

A.2 Surat Permohonan Izin Mengadakan Penelitian dari SPS UPI... 206

A.3 Surat Izin Penelitian dari Kepala Dinas Dikpora Kota Palembang... 207

A.4 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari Kepala SMPN 9 Palembang... 208

A.5 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari Kepala SMPN 17 Palembang... 209

A.6 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari Kepala SMPN 10 Palembang ... 210

Lampiran B Lampiran B.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 211

B.2 Buku Petunjuk Guru... 226

B.3 Bahan Ajar Siswa... 235

B.4 Instrumen PAM... 253

B.5 Instrumen Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 269

B.6 Instrumen Kebiasaan Berpikir Matematis... 279

B.7 Pedoman Wawancara... 285

Lampiran C Lampiran C.1 Lembar Pertimbangan Isi PAM... 288

C.2 Data dan Hasil Analisis Lembar Pertimbangan Isi PAM... 290

C.3 Lembar Pertimbangan Muka PAM... 292

C.4 Data dan Hasil Analisis Lembar Pertimbangan Muka PAM... 294


(15)

C.5 Lembar Pertimbangan Isi HOTS... 296

C.6 Data dan Hasil Analisis Lembar Pertimbangan Isi HOTS... 299

C.7 Lembar Pertimbangan Muka HOTS... 301

C.8 Data dan Hasil Analisis Lembar Pertimbangan Muka HOTS... 303

C.9 Lembar Pertimbangan Isi HOM... 312

C.10 Data dan Hasil Analisis Lembar Pertimbangan Isi HOM... 315

C.11 Lembar Pertimbangan Muka HOM... 317

C.12 Data dan Hasil Analisis Lembar Pertimbangan Muka HOM... 320

C.13 Data Uji Coba HOTS... 321

C.14 Analisis Validitas dan Reliabilitas HOTS... 322

C.15 Data Uji Coba HOM... 327

C.16 Validitas dan Reabilitas HOM... 328

Lampiran D Lampiran D.1 Data PAM... 333

D.2 Hasil Analisis Data PAM... 342

D.3 Data HOTS secara Keseluruhan... 367

D.4 Hasil Analisis Data HOTS secara Keseluruhan. 372 D.5 Data HOTS berdasarkan Level Sekolah... 384

D.6 Hasil Analisis Data HOTS berdasarkan Level Sekolah... 389

D.7 Data HOTS berdasarkan PAM... 401

D.8 Hasil Analisis Data HOTS berdasarkan PAM... 403

Lampiran E Lampiran E.1 Data HOM secara Keseluruhan... 421

E.2 Hasil Analisis Data HOM secara Keseluruhan.. 426


(16)

E.4 Hasil Analisis Data HOM berdasarkan Level

Sekolah... 441

E.5 Data HOM berdasarkan PAM... 458

E.6 Hasil Analisis Data HOM berdasarkan PAM... 363

DOKUMENTASI PENELITIAN... 382


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilson (2000) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir merupakan bagian dari intelektual manusia dalam proses kognitif. Kemampuan berpikir didefinisikannya sebagai keterampilan kognitif yang memungkinkan seseorang untuk memahami informasi, menerapkan pengetahuan, mengekspresikan konsep yang kompleks, mengkritik, merevisi sesuai hasil konstruksi, memecahkan masalah, serta membuat keputusan.

Terkait domain kognitif tersebut, Bloom (Anderson dan Krathwohl, 2010) mengidentifikasi ada dua kategori kemampuan berpikir, yaitu kemampuan berpikir tingkat rendah dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat rendah umumnya hanya difokuskan pada kemampuan mengingat informasi, mengumpulkan informasi, dan menjelaskan ulang suatu informasi dengan kata-kata sendiri. Contoh kemampuan berpikir yang tergolong dalam kemampuan berpikir tingkat rendah adalah kemampuan pengetahuan dan pemahaman.

Kategori kedua dari Taksonomi Bloom di atas adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi umumnya selalu dikaitkan dengan kemampuan berpikir yang lebih kompleks dan abstrak. Dalam aplikasinya, seseorang dapat dikategorikan memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi jika ia mampu menghubungkan semua informasi yang dimilikinya secara komprehensif serta menggunakannya untuk membuat suatu kesimpulan. Contoh kemampuan yang tergolong kemampuan ini, yaitu: kemampuan mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi (mengkreasi).

Semua kemampuan berpikir berpikir tingkat tinggi seperti yang telah diuraikan di atas hendaknya dimiliki siswa di Indonesia sebagai bekal mereka dalam menyongsong era global, kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi sebagai imbas teknosains, serta bangkitnya industri kreatif di masa depan (Kemendikbud, 2013). Siswa yang memiliki kemampuan berpikir tingkat


(18)

tinggi yang baik akan memiliki komitmen untuk terus belajar, tumbuh, berkembang, dan berevolusi menjadi lebih maju. Selain itu siswa yang memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi akan lebih mampu menginterpretasikan dan meninjau informasi-informasi yang ada serta mampu menggunakan informasi tersebut untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

Semua kemampuan berpikir yang telah diuraikan di atas dapat dikembangkan melalui pendidikan (Gelder, 2010) dan pembelajaran (Gokhale, 1995). Pendidikan dan pembelajaran dipandang sebagai wahana yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir siswa, karena di dalam keduanya termuat aktivitas berpikir. Dalam konsep pendidikan dan pembelajaran, aktivitas berpikir merupakan jantung dari semua aktivias belajar, dan aktivitas berpikir juga akan muncul selama proses pendidikan dan pembelajaran. Selama aktivitas berpikir berlangsung, seseorang akan melibatkan seluruh perasaan dan kehendak terhadap sesuatu yang akan diselesaikannya. Aktivitas berpikir inilah yang akan memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan seseorang untuk melakukan, menghasilkan, atau menyampaikan suatu informasi. Selain itu, melalui aktivitas berpikir pula siswa dilatih untuk mampu memperoleh, mengelola, menganalisis, mensintesis, serta memanfaatkan informasi untuk menemukan penyelesaian dari suatu keadaan atau masalah yang sulit.

Berdasarkan konsep di atas, peneliti memandang bahwa pendidikan tidak hanya dapat dijadikan salah satu wadah atau wahana dalam meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, tetapi juga berpotensi untuk mengubah dan membentuk kebiasaan atau pola berpikir siswa. Kemampuan berpikir tingkat tinggi, kebiasaan berpikir serta pola berpikir inilah yang nantinya kelak akan menjadi bekal siswa dalam bersaing atau bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif di era global.

Berdasarkan uraian di atas, diduga ada hubungan antara aktivitas berpikir, kemampuan berpikir tingkat tinggi, dan kemampuan seseorang untuk bertahan hidup ketika berhadapan dengan suatu tantangan. Sabandar (2010) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir yang baik akan membuat seseorang memiliki pemahaman yang baik dan mendalam terhadap sesuatu, sehingga akan


(19)

memperbesar potensinya untuk menjadi good problem solver. Berdasarkan konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa makin baik kemampuan berpikir tingkat tinggi seseorang maka makin baik pula kemampuannya untuk menyelesaikan masalah, sehingga makin besar pula potensinya untuk bertahan atau menang dalam kompetisi hidup di persaingan global.

Sayangnya, kondisi ideal seperti yang tergambar pada uraian di atas masih belum sesuai dengan fakta yang ada sekarang. Masih tertinggalnya pertumbuhan perekonomian mengindikasikan masih rendahnya kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kemampuan berkompetisi dalam persaingan global yang dimiliki masyarakat Indonesia. Salah satu penyebab kondisi ini adalah belum mampunya pemerintah Indonesia menciptakan iklim pendidikan yang baik dan mampu mengakomodasi siswa-siswanya dalam meningkatkan kemampuan-kemampuan berpikirnya.

Bukti lain yang menggambarkan masih rendahnya kemampuan berpikir tingkat tinggi di Indonesia tercermin dari hasil penelitian Sudrajat (2009), Susanti (2012), serta rendahnya kemampuan matematika siswa pada Program for International Student Assesment (PISA) tahun 2009 dan tahun 2012 untuk mata pelajaran matematika.

Hasil penelitian Sudrajat (2009) menyimpulkan bahwa rendahnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa tersebut teridentifikasi dari masih banyaknya siswa yang melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal rutin dengan konteks yang sudah familiar pada mata pelajaran matematika. Kesalahan-kesalahan siswa tersebut, teridentifikasi dari: (1) Kesalahan-kesalahan melakukan operasi hitung; (2) kesalahan menterjemahkan kalimat cerita dalam simbol dan kalimat matematika; (3) kesalahan menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari suatu soal; (4) kesalahan mengurutkan, mengelompokkan dan menyajikan data; (5) kesalahan manipulasi matematis; dan (4) kesalahan dalam menarik kesimpulan.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan Susanti (2012) di Palembang juga menyimpulkan bahwa lebih dari 50% siswa yang tidak mampu menyelesaikan soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini tergambar


(20)

dari: (1) siswa masih banyak mengalami kesulitan dalam menganalisis dan menghasilkan informasi yang terdapat dalam masalah; (2) siswa mengalami kesulitan dalam mensintesis, menginterpretasi dan mengevaluasi ide dalam menyelesaikan masalah; dan (3) siswa belum mampu membuat generalisasi umum dari suatu masalah.

Selain itu, minimnya persentase siswa Indonesia yang mampu menyelesaikan soal berpikir tingkat tinggi juga terlihat dari minimnya persentase siswa yang mampu menyelesaikan soal level 5, soal level 6 pada PISA tahun 2009 dan tahun 2012. Khusus untuk soal-soal level 5 dan 6 diperoleh data hanya 0,1% siswa Indonesia yang mampu menyelesaikan soal level 5 dan 6 tersebut pada PISA tahun 2009 dan hanya 0,3% siswa Indonesia yang mampu menyelesaikan soal level 5 dan 6 tersebut pada PISA tahun 2012.

Dari hasil PISA 2009 dan 2012 juga teridentifikasi bahwa siswa Indonesia masih mengalami kesulitan dalam: (1) menyelesaikan masalah yang direpresentasikan dalam bentuk grafik; (2) membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil temuannya; (3) menyajikan kombinasi antara konteks yang familiar dengan situasi yang kompleks, masalah non rutin dan membutuhkan penalaran, pemahaman, dan komunikasi; (3) menggeneralisasi dan menggunakan informasi berdasarkan investigasi dan pemodelan dari situasi atau masalah yang kompleks.

Jika ditinjau dari sudut pandang pembelajaran, rendahnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa tersebut diduga ada dua hal yang mempengaruhinya, yaitu: apa yang siswa pelajari dan bagaimana proses pembelajarannya.

Apa yang siswa pelajari dapat diartikan sebagai apa yang telah dipelajari dan apa yang akan dipelajari siswa. Apa yang telah dipelajari siswa memberikan makna bahwa ada pengetahuan yang telah dimiliki siswa dan tersimpan dalam ingatannya. Selanjutnya, apa yang akan dipelajari siswa memberikan makna bahwa ada pengetahuan baru yang terbentuk dari pengetahuan lama (prior knowledge.

Pengetahuan awal atau pengetahuan lama tersebut sangat berguna dalam proses pembelajaran siswa. Siswa dapat terlibat aktif secara intelektual dalam


(21)

pembelajaran jika pengetahuan awal yang dimilikinya cukup memadai. Selain itu, pengetahuan lama tersebut juga akan menjadi pondasi bagi siswa dalam membangun pengetahuan atau konsep baru. Hal ini sejalan dengan konsep matematika, yaitu: sebagai struktur yang terintegrasi dan selalu saling terhubung dengan konsep dan ilmu lain. Atau dengan kata lain, konsep baru akan terbentuk dari beberapa konsep sebelumnya.

Sayangnya, apa yang telah dipelajari siswa Indonesia selama ini masih belum mampu menjadikan pengetahuan yang telah dimilikinya sebagai dasar dalam membangun pengetahuan baru. Selain itu, kebiasaan siswa Indonesia yang hanya mempelajari atau menyelesaikan soal-soal aplikatif berprosedur rutin dengan konteks yang sudah familiar juga berdampak pada minimnya pengetahuan yang dimiliki siswa. Akibatnya, siswa tidak terbiasa menghadapi dan menyelesaikan masalah atau soal-soal yang kesulitan serta membutuhkan pemikiran kompleks non algoritmik. Berikut ini salah satu contoh soal yang biasa diberikan guru dalam pembelajaran konvensional dan diujikan pada ujian nasional, serta contoh soal yang diujikan pada PISA 2009 dan tergolong level 5.

Gambar 1.1. Contoh Soal yang Biasa Diberikan Guru pada Pembelajaran Konvensional


(22)

Gambar 1.2. Soal PISA 2009 Topik Statistika dan Tergolong Level 5

Faktor kedua yang mempengaruhi rendahnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa adalah proses pembelajaran yang dialami siswa. Faktor kedua ini sangat terkait dengan bagaimana guru mengajar dan bagaimana siswa belajar. Belum jelasnya kemampuan berpikir yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran matematika serta tidak adanya proses pembelajaran yang baku atau ideal untuk mencapai kemampuan tersebut, mengakibatkan munculnya berbagai penafsiran dan kebingungan pada guru dalam mengelola pembelajaran di kelas. Kebanyakan guru masih belum paham tentang pembelajaran yang efektif dan sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran atau meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Akibatnya, muncul kecenderungan pada guru untuk melakukan pembelajaran dengan cara hanya mentransferkan pengetahuan atau materi yang


(23)

mereka ketahui dari buku kepada siswanya (guru mengajari siswa). Selain itu, tidak sedikit pula guru yang memulai pembelajarannya hanya dengan menjelaskan konsep atau prosedur penyelesaian soal, serta selanjutnya memberi soal-soal latihan yang algoritma penyelesaiannya telah diajarkan dan siswa ketahui.

Semua hal yang dilakukan guru di atas juga akan berdampak pada bagaimana siswa belajar. Pembelajaran konvensional yang guru lakukan di atas, menjadikan siswa: (1) sebagai penerima pengetahuan yang pasif; (2) hanya mengingat atau menghafalkan algoritma penyelesaian soal; (3) tidak terlatih untuk menemukan konsep melalui pemecahan masalah; dan (4) tidak terlatih menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki serta strategi sendiri untuk menyelesaikan masalah. Proses pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa seperti di atas akan memberikan dampak pada kemampuan berpikir dan kebiasan berpikir yang akan dimiliki siswa.

Menurut kurikulum 2013, pembelajaran matematika yang ideal harus melibatkan proses berpikir, adanya proses pembangunan pengetahuan, dan abstraksi dengan cara menghubungkan jaringan ide-ide. Selain itu, aktivitas pembelajaran matematika yang didesain guru haruslah memfasilitasi siswa untuk mengeksplorasi idenya. Siswa harusnya menjadi pembelajar aktif yang mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematikanya melalui serangkaian aktivitas pembelajaran. Rangkaian aktivitas pembelajaran yang dialami siswa, hendaknya juga memuat aktivitas yang melatihkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang lebih kompleks, sehingga siswa terbiasa dalam menyelesaikan soal-soal yang membutuhkan pemikiran tingkat tinggi.

Apa yang dipelajari siswa serta bagaimana proses pembelajaran yang dialaminya sangat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir, kecenderungan dalam bertingkah laku, dan kebiasaan berpikir yang akan dimilikinya. Jika iklim dan nuansa pembelajaran yang siswa alami masih belum ideal dan terasa “kering”, maka akan memberikan dampak negatif pada kebiasaan berpikir yang dimiliki siswa nantinya.

Lim dan Selden (2009) mendefinisikan kebiasaan berpikir sebagai kecenderungan berperilaku dan berpikir secara cerdas dalam menyelesaikan


(24)

masalah dan cara mengorganisir pembelajaran secara vocational, rasional, atau akademik, terkait dalam menyelesaikan masalah yang tidak dapat diketahui dengan segera solusinya.

Dari konsep di atas, diduga ada keterkaitan antara pembelajaran, kemampuan berpikir, serta kebiasaan berpikir. Sebagai contoh, siswa yang hanya mempelajari soal-soal rutin dan pembelajarannya dilakukan secara konvensional, diduga miliki kebiasaan berpikir yang berbeda dengan siswa yang mempelajari soal yang membutuhkan kemampuan berpikir kompleks serta melakukan pembelajaran secara aktif dan kreatif.

Idealnya, tidak hanya kemampuan berpikir tingkat tinggi yang harus dimiliki siswa, tetapi kebiasaan berpikir yang baik juga hendaknya dimiliki setiap siswa. Dengan keduanya, akan terbentuk pribadi yang tangguh, yang mampu menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapinya dengan baik. Mengingat pentingnya kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir ini bagi siswa, maka permasalahan yang berkaitan dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir seperti yang terurai di atas haruslah segera diatasi karena jika dibiarkan berlarut-larut akan berpengaruh terhadap kesuksesan siswa.

Ide untuk membangun dan meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran matematika sebenarnya sudah sejak lama tertuang dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013. Dalam kurikulum dipaparkan bahwa kemampuan berpikir tersebut hendaknya dikembangkan mulai dari jenjang sekolah dasar. Tujuannya agar kemampuan berpikir tingkat tinggi tersebut terintegrasi dan menyatu dalam pribadi siswa. Pada kurikulum 2013 dan kurikulum 2006 juga dijelaskan bahwa salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan cara mengubah sudut pandang proses pembelajaran. Pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan basis konstruktivisme ditambah dengan lingkungan belajar yang ‘kaya’ memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan dan kebiasaan berpikirnya. Handa (Ramirez dan Ganaden, 2008) dan Hopson et al. (2002) mengemukakan bahwa technology-enriched environment merupakan salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa,


(25)

karena lingkungan belajar yang ‘kaya’ tersebut berpotensi menjadikan siswa lebih aktif, kreatif, saling berinteraksi, serta memungkinkan mereka untuk lebih banyak bereksplorasi ketika sedang menyelesaikan masalah kompleks.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai dengan konsep pembelajaran ideal di atas adalah Pendidikan Matematika Realistik berbantuan komputer (PMRK). Pendekatan PMR memandang bahwa: (1) matematika merupakan aktivitas manusia; (2) siswa bukan sebagai penerima pengetahuan yang pasif; dan (3) guru hendaknya menjadi pembimbing, fasilitator, dan motivator bagi siswa dalam proses eksplorasi ide atau penemuan suatu konsep. Selain itu, kurikulum 2013 juga memaparkan bahwa mata pelajaran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) haruslah terintegrasi dalam setiap pembelajaran dan mata pelajaran termasuk pada pembelajara matematika, karena penggunaan TIK dalam pembelajaran dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran. Cotton (1991) mempertegas bahwa pembelajaran berbantuan komputer dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, karena program komputer biasanya didesain dan difokuskan pada pengembangan keterampilan berpikir seperti verbal analogies, logical reasoning, dan inductive/deductive. Teori lain juga memaparkan bahwa peran komputer dalam pembelajaran akan memberikan khazanah tersendiri dalam hal pengembangan pengetahuan baru jika ditinjau dari aspek pedagoginya. Selain itu instruksi dan tahapan pada pembelajaran berbantuan komputer juga berpotensi menanamkan sikap kritis pada siswa, karena serangkaian proses berbantuan komputer berpotensi mengembangkan pemahaman dan pengetahuan siswa.

Dari penjabaran di atas, peneliti menduga bahwa PMRK merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berpotensi meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan membentuk kebiasaan berpikir matematis yang baik bagi siswa. Jika nuansa aktif dan kreatif yang tergambar dalam aktivitas pembelajaran PMRK dilakukan secara konsisten, terarah, dan terus-menerus, maka akan memberikan dampak positif dalam pengembangan kemampuan berpikir dan kebiasaan-kebiasaan siwa baik dalam berpikir atau berperilaku.


(26)

Pendekatan PMR yang dikombinasikan dengan pembelajaran berbantuan komputer semakin berpotensi meningkatkan kontak kognitif siswa dengan matematika. Sebagai contoh, pembelajaran matematika yang dilakukan berbantuan komputer memiliki potensi lebih besar dalam membantu dan membimbing siswa pada pemodelan matematika, memperjelas konsep visualisasi, serta memungkinkan siswa melakukan analisis atau sintesis dari konjektur-konjektur yang ada sebelum dilakukannya penarikan kesimpulan.

Hal di atas juga didukung pendapat de Lange (2000), Lewy dkk. (2009), dan Syahputra (2010). De Lange (2000) mengemukakan bahwa pendekatan PMR berpotensi untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat rendah, tingkat sedang, dan tingkat tinggi. Lewy dkk. (2009) juga mengemukakan bahwa 68,18% siswa memiliki kemampuan tingkat tinggi yang baik setelah belajar dengan pendekatan PMR di SMP untuk topik barisan dan deret. Syahputra (2010) juga mengemukakan bahwa siswa yang belajar dengan PMRK memiliki kemampuan spasial yang lebih dari siswa yang belajar secara konvensional.

Selain itu, ada beberapa penelitian lain terkait PMR, PMR berbantuan komputer, kemampuan berpikir tingkat tinggi, dan kebiasaan berpikir matematis yang juga pernah dilakukan sebelumnya. Tabel berikut ini dapat merepresentasikan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya serta kebaruannya.

Tabel 1.1 Perbedaan Penelitian Ini dengan Penelitian Sebelumnya

Peneliti Pendekatan Kemampuan yang Diukur

Hopson et al. (2002) Technology-enriched environment

Higher-OrderThinking Skills

Kesumawati (2010) PMR Pemahaman, Pemecahan Masalah dan

Disposisi Matematis Mahmudi (2010) Mathematical

habits of mind

Berpikir Kritis, Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis

Somakim (2010) PMR Berpikir Kritis dan Self Efficacy Syahputra (2011) PMR berbantuan

computer

Kemampuan Spasial Susanti (2014) PMR berbantuan

computer

Higher-OrderThinking Skills dan Mathematical Habits of Mind


(27)

Hasil penelitian-penelitian di atas, menyimpulkan bahwa:(1) pembelajaran dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan pemahaman, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kritis, disposisi matematis dan self efficacy siswa; (2) enriched environment learning seperti pembelajaran berbantuan komputer dapat meningkatkan kemampuan spasial dan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematis melalui pendekatan PMRK pada jenjang SMP berlandaskan beberapa pertimbangan:

1) Masih rendahnya kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematis siswa berdasarkan studi-studi terdahulu.

2) PMRK yang merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang berpotensi menanamkan sikap kritis, karena melalui proses eksplorasinya siswa dapat mengembangkan pemahaman dan pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tingginya.

3) Penelitian terkait PMRK belum banyak dikaji dan diteliti pada jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah

4) Pembelajaran PMR berbantuan komputer lebih cocok diaplikasikan untuk siswa SMP dari pada siswa sekolah dasar atau siswa sekolah menengah atas.

5) Hasil pembelajaran selama di kelas sebelumnya dapat diidentifikasi sebagai pengetahuan awal, kemampuan, dan kebiasaan bawaan yang telah dimiliki siswa.

Telah dikemukakan sebelumnya, bahwa kemampuan berpikir dan kebiasaan berpikir sangat dipengaruhi oleh: (1) bagaimana siswa belajar; (2) apa yang siswa pelajari; dan (3) bagaimana lingkungan belajarnya. Berdasarkan uraian terdahulu, dapat diidentifikasi beberapa faktor lain yang berpotensi untuk


(28)

mempengaruhi kemampuan berpikir dan kebiasaaan berpikir siswa, di antaranya pengetahuan awal matematika siswa, level sekolah dan pendekatan pembelajaran. Kemampuan berpikir dan kebiasaan berpikir dapat diidentifikasi sebagai outcomes dari belajar. Anderson dan Pichert (1978) mengemukakan "The knowledge a person possesses has a potential influence on what he or she will learn and remember...". Pendapat senada juga dikemukan oleh Arends (2008), yang mengemukakan bahwa kemampuan siswa mempelajari ide-ide baru sangat bergantung pada pengetahuan awal dan struktur kognitif yang sudah dimiliki siswa. Pada penelitian ini pengetahuan awal siswa dalam mata pelajaran matematika dapat diidentifikasi sebagai faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematis siswa.

Kemampuan berpikir dan kebiasaan berpikir siswa juga dipengaruhi oleh lingkungan belajarnya dan strategi pembelajaran yang digunakan gurunya. Selanjutnya King et al. (1998) juga mengemukakan bahwa “Teaching strategies and learning environments facilitate the growth of higher-order thinking ability as do student persistence, self-monitoring, and open-minded, flexible attitudes”. Siswa yang belajar di lingkungan yang ‘kaya’ akan lebih berpotensi untuk aktif membangun pengetahuannya, karena adanya media, sumber belajar, dan fasilitas yang mendukung memungkinkan siswa untuk lebih banyak mengeksplorasi pengetahuan. Lingkungan belajar yang ‘kaya’ biasanya dimiliki oleh sekolah -sekolah yang terakreditasi A atau B. Di kota Palembang, akreditasi -sekolah tersebut cenderung diartikan sebagai peringkat sekolah (pada penelitian ini dikenal dengan istilah level sekolah). Orang awam sering menyimpulkan bahwa sekolah yang memiliki akreditasi A dipandang sebagai sekolah berperingkat tinggi, karena tidak hanya memiliki fasilitas belajar yang sangat baik, tetapi manajemen dan sumber daya manusia (guru dan karyawan) yang ada juga tergolong baik. Sedangkan pada sekolah yang memiliki akreditasi B umumnya memiliki fasilitas, manajemen, dan sumber daya manusia yang baik juga tetapi tingkatannya masih lebih rendah dari sekolah terakreditasi A. Oleh karena itu sekolah yang berakreditasi B sering dipandang sebagai sekolah berperingkat sedang. Adanya sarana dan prasarana yang baik serta sumber daya manusia yang


(29)

baik tersebut diduga menjadi salah satu faktor terciptanya pembelajaran yang kondusif, yang memungkinkan siswa untuk belajar dan mengekplorasi lebih banyak pengetahuan-pengetahuannya. Atas dasar dan pertimbanga di atas, level sekolah dapat digunakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan kemampuan dan kebiasaan berpikir siswa.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi di atas, perlu diteliti lebih lanjut keterkaitan penerapan PMRK untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematis siswa ditinjau dari level sekolah dan pengetahuan awal matematis (PAM).

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah Pendidikan Matematika Realistik berbantuan komputer dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematis siswa SMP?”

Selanjutnya, rumusan masalah di atas dapat diuraikan menjadi beberapa sub rumusan masalah sebagai berikut.

1. Apakah siswa yang belajar dengan PMRK memiliki pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi serta kebiasaan berpikir matematis yang lebih baik daripada siswa yang belajar PMR?

2. Apakah siswa yang belajar dengan PMRK memiliki pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi serta kebiasaan berpikir matematis yang lebih baik daripada siswa yang belajar PMR jika ditinjau dari masing-masing level sekolah (tinggi dan sedang)?

3. Apakah siswa yang belajar dengan PMRK memiliki pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi serta kebiasaan berpikir matematis yang lebih baik daripada siswa yang belajar PMR jika ditinjau dari masing-masing pengetahuan awal matematis (atas, tengah, dan bawah)?


(30)

4. Apakah pendekatan pembelajaran dan level sekolah memberikan pengaruh terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematis siswa?

5. Apakah pendekatan pembelajaran dan pengetahuan awal matematis memberikan pengaruh terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematis siswa?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Mengkaji perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi serta kebiasaan berpikir matematis siswa yang belajar dengan pendekatan PMRK dan PMR.

2. Mengkaji perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi serta kebiasaan berpikir matematis siswa yang belajar dengan pendekatan PMRK dan PMR di masing-masing level sekolah (tinggi dan sedang)

3. Mengkaji perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi serta kebiasaan berpikir matematis siswa yang belajar dengan pendekatan PMRK dan PMR di masing-masing kategori PAM (atas, tengah, dan bawah)

4. Mengkaji pengaruh interaksi antara pendekatan pembelajaran dan level sekolah terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi serta kebiasaan berpikir matematis siswa

5. Mengkaji pengaruh interaksi antara pendekatan pembelajaran dan pengetahuan awal matematis terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi serta kebiasaan berpikir matematis

D. Manfaat Penelitian


(31)

1. Siswa, sebagai alternatif sumber belajar siswa yang berpotensi mampu mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, membangun sikap positif, kebiasaan dan menjadi karakter dalam berpikir. 2. Guru, sebagai sumbangan pemikiran dan masukan dalam merencanakan

dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran, kemampuan berpikir tingkat tinggi serta kebiasaan berpikir siswa.

3. Sekolah, sebagai bahan acuan dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas siswa di sekolah melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran.

4. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dapat digunakan sebagai masukan dalam mengambil kebijakan khususnya dalam bidang pengembangan kurikulum matematika.


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri di kota Palembang. Pemilihan kota Palembang sebagai lokasi penelitian didasari oleh beberapa pertimbangan, yaitu: (1) tidak ada istilah sekolah unggul dan semua sekolah dianggap sama, yang membedakan hanya predikat akreditasinya; (2) banyak konteks di lingkungan masyarakat kota Palembang yang dapat dikaitkan dan dipakai untuk pembelajaran matematika; (3) penelitian yang terkait dengan pengembangan bahan ajar PMR serta efektivitasnya terhadap hasil belajar siswa SMP sudah pernah diteliti di kota Palembang, akibatnya siswa SMP Negeri di Palembang banyak yang sudah terkondisikan dengan bentuk pembelajaran PMR, sehingga lebih berpotensi memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematis yang baik.

Pemilihan SMP Negeri sebagai lokasi penelitian juga didasari oleh beberapa pertimbangan, yaitu: (1) input atau kemampuan siswa SMP Negeri relatif seragam (homogen) dibanding dengan siswa swasta karena sistem penerimaan siswa baru dilakukan secara serentak dan dikoordinasi oleh dinas pendidikan kota Palembang; (2) manajemen di sekolah negeri relatif seragam dan sudah mapan sehingga mempermudah dalam hal pengurusan izin penelitian; (3) SMP Negeri di Palembang memiliki potensi yang besar sebagai lokasi penelitian karena memiliki fasilitas yang memadai dan mayoritas telah terakreditasi A atau B; (4) memiliki kedekatan institusional, karena SMP Negeri biasanya menjadi tempat praktik mengajar atau praktek pengenalan lapangan (PPL) mahasiswa FKIP Unsri; dan (5) siswa sudah familiar dengan pendekatan PMR.

2. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX di kota Palembang dan berasal dari SMP Negeri yang memiliki fasilitas laboratorium komputer yang


(33)

memadai serta terakreditasi A atau B. Alasan pemilihan siswa kelas IX sebagai populasi penelitian didasari beberapa pertimbangan, yaitu: (1) siswa kelas IX dinilai telah memiliki kemampuan dasar matematis yang memadai; (2) siswa kelas IX dinilai telah memiliki kemampuan mengoperasikan komputer yang memadai, karena mata pelajaran komputer telah diberikan di kelas-kelas sebelumnya.

Alasan lainnya yang melandasi pemilihan siswa SMP sebagai populasi penelitian adalah: (1) karakteristik siswa kelas IX yang umumnya berusia 11 sampai dengan 16 tahun dan cenderung berpikir operasional konkret menuju berpikir formal, sangat sesuai jika melakukan pembelajaran PMR; (2) siswa yang berusia pada rentang usia 11 sampai dengan 16 tahun tersebut juga dinilai memiliki penalaran yang lebih baik jika dibanding siswa SD, dan dengan kemampuan penalaran yang dimilikinya tersebut diharapkan mampu menyelesaikan soal-soal kemampuan berpikir tingkat tinggi.

3. Sampel Penelitian

Sebelumnya, telah dikemukakan bahwa populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMP Negeri di kota Palembang yang memiliki fasilitas laboratorium komputer yang memadai dan terakreditasi A atau B. Selanjutnya, dari semua sekolah negeri yang berakreditasi A tersebut dipilihlah satu sekolah sebagai level sekolah tinggi. Dengan cara yang sama, dari semua sekolah negeri yang berakreditasi B dipilih dua sekolah sebagai level sekolah sedang. Kemudian, dari masing-masing sekolah tersebut dipilihlah dua kelas sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Di sekolah, siswa telah dikelompokkan dan disusun berdasarkan kelas-kelas, sehingga teknik sampling yang digunakan tidak dapat dilakukan dengan acak murni. Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling, dan teknik penentuan sampelnya adalah sampling purposive (Sugiyono, 2012). Beberapa realita berikut ini yang melandasi peneliti menggunakan teknik sampling purposive, di antaranya:


(34)

1. Penelitian ini hanya melibatkan sekolah yang memiliki akreditasi A atau B. Sekolah yang terakreditasi C tidak dipakai karena sekolah-sekolah yang terakreditasi C masih belum memiliki sarana dan prasarana (laboratorium komputer) yang memadai.

2. Siswa calon sampel penelitian pernah mendapatkan pelajaran teknologi infomasi dan komunikasi (TIK) di kelas sebelumnya.

3. Sekolah yang dipilih sebagai sampel penelitian memiliki fasilitas komputer yang memadai.

4. Kesediaan pihak sekolah (kepala sekolah dan guru) untuk bekerjasama dalam penelitian dan pembelajaran menggunakan pendekatan PMR berbantuan komputer tersebut.

Berdasarkan pertimbangan di atas, peneliti memilih tiga sekolah negeri untuk dua level sekolah yang berbeda. Tabel 3.1 berikut ini menggambarkan rincian sampel penelitian berdasarkan level sekolah dan pendekatan pembelajarannya.

Tabel 3.1

Level Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran

Level sekolah

Pendekatan Pembelajaran

PMRK PMR

Tinggi 26 27

Sedang 71 61

Total 97 88

B. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain Pretest-Posttest Two Treatment (Cohen, 2007). Pada desain ini, siswa di kelompok eksperimen melakukan pembelajaran PMRK sedangkan siswa di kelompok kontrol melakukan pembelajaran PMR, selanjutnya untuk melihat pengaruh pembelajaran terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi serta kebiasaan berpikir


(35)

matematis siswa dilakukan pretes dan postes di kedua kelompok siswa tersebut. Secara singkat, desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut.

E O X1 O

K O X2 O

Keterangan:

E = kelas eksperimen K = kelas kontrol

X1= pembelajaran dengan pendekatan PMRK X2 = pembelajaran dengan pendekatan PMR

O = pretes, pengukuran awal, postes, atau pengukuran akhir tentang kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematis.

Seperti yang telah dikemukakan di bagian pendahuluan, tujuan penelitian ini adalah mengkaji tentang perbedaan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematis siswa kelas IX SMP di kota Palembang setelah melakukan pembelajaran dengan pendekatan PMRK dan PMR. Pada penelitian ini, dapat diidentifikasi bahwa pembelajaran PMRK dan PMR sebagai valiabel bebas, sedangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematis sebagai variabel terikatnya.

Selain kedua variabel di atas, peneliti menduga ada faktor lain dapat mempengaruhi pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematis. Dalam buku penelitian, faktor-faktor lain tersebut dikenal dengan istilah variabel prediktor. Variabel prediktor adalah variabel yang secara teori diduga akan mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat (Sugiyono, 2012). Variabel prediktor ini digunakan untuk pengkajian yang lebih komprehensif terkait aspek-aspek yang diteliti (kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematis).

Peneliti mengidentifikasi ada dua variabel prediktor, yaitu: level sekolah (LS) dan pengetahuan awal matematis siswa (PAM). Level sekolah ditentukan


(36)

berdasarkan akreditasi sekolah. Khafid (2006) mengemukakan bahwa akreditasi sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti menduga bahwa akreditasi merupakan salah satu faktor yang yang berpotensi mempengaruhi pencapaian kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematis siswa. Khusus dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan dua level sekolah yaitu sekolah yang terakreditasi A dikategori sebagai level sekolah tinggi dan sekolah yang terakreditasi B dikategorikan sebagai level sekolah sedang.

Variabel prediktor berikutnya adalah pengetahuan awal matematis siswa. Pengetahuan awal matematis juga diduga mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran dan hasil belajar. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Rika (2012) yang mengemukakan bahwa pengetahuan awal siswa dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Berdasarkan konsep tersebut, peneliti menduga ada hubungan antara pengetahuan awal matematis yang dimiliki siswa dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kebiasaan berpikir matematisnya. Hubungan antar variabel tersebut dapat direpresentasikan dalam bentuk paradigma penelitian (kerangka penelitian) berikut.

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian PMR

PBK

PAM PMRK LEVEL SEKOLAH

MHoM HOTS


(37)

Selain itu, heterogennya kemampuan siswa di setiap kelas juga mengindikasikan bahwa pengetahuan matematis yang siswa miliki akan beragam. Oleh karena itu, peneliti membagi pengetahuan awal matematis dalam tiga kategori, yaitu: atas, tengah, dan bawah. Keterkaitan ketiga variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2

Keterkaitan antara Kemampuan yang Diukur, Pendekatan Pembelajaran, dan Level sekolah Siswa

Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (H) Kebiasaan Berpikir Matematis (M) PMRK (P) PMR (K) PMRK (P) PMR (K) Level Sekolah Tinggi (A)

HA-P HA-K MA-P MA-K

Sedang (B)

HB-P HB-K MB-P MB-K

Keterangan:

HA-P: Kemampuan berpikir tingkat tinggi (H) siswa pada level sekolah tinggi (A) dan memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMRK (P).

MB-K: Kebiasaan berpikir matematis (M) siswa pada level sekolah sedang (B) dan memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMR (K).

Tabel 3.3

Keterkaitan antara Kemampuan yang Diukur, Pendekatan Pembelajaran, dan Pengetahuan Awal Matematis Siswa

Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (H) Kebiasaan Berpikir Matematis (M) PMRK (P) PMR (K) PMRK (P) PMR (K) Pengetahuan Awal Matematis Tinggi (T)

HT-P HT-K MT-P MT-K

Sedang (S)

HS-P HS-K MS-P MS-K

Rendah (R)


(38)

Keterangan:

HT -P: Kemampuan berpikir tingkat tinggi (H) siswa dengan PAM atas (T) dan memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMRK (P).

MR-K: Kebiasaan berpikir matematis (M) siswa dengan PAM rendah (R) dan memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMR (K).

C. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini terdiri dari:

1. PMR berbantuan komputer adalah proses pembelajaran berbantuan komputer yang diintegrasikan dengan pendekatan PMR, sehingga proses penyampaian topik matematika, proses guieded, matematisasi atau pengembangan model-of dan model-for yang merupakan prinsip dari PMR dilakukan dengan bantuan komputer. Selain itu, proses pembelajaran dan bahan ajar yang digunakan juga sesuai dengan karakteristik PMR, yaitu: (1) menggunakan masalah kontekstual; (2) menggunakan model; (3) menggunakan kontribusi siswa; (4) terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran; dan (5) menggunakan berbagai teori belajar yang relevan, saling terkait, dan terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya.

2. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan siswa dalam menggunakan keterampilan berpikir kritis dan kreatif dengan cara berpikir divergen melalui aktivitas yang bersifat menganalisis, mensintesis, menghasilkan, mengintegrasikan, mengevaluasi dan mengkreasi. Indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari:

1) mampu menganalisis dan menghasilkan berbagai informasi yang terdapat dalam masalah.


(39)

3) mampu menyelesaikan masalah dengan berbagai cara dan tersusun secara sistematis.

4) mampu mensintesis dari berbagai penyelesaian sehingga mampu menghasilkan solusi dengan cara yang ekstrim (tidak biasa).

5) mampu menginterpretasi dan mengevaluasi ide-ide dalam menyelesaikan permasalahan.

6) mampu menarik kesimpulan.

3. Kebiasaan berpikir matematis adalah gabungan dari kemampuan, sikap, isyarat, pengalaman masa lalu, dan kecenderungan yang dimiliki siswa setelah pembelajaran matematika. Kebiasaan berpikir matematis ini meliputi:

1) Kebiasaan mengakses situasi dan mentransfer pengetahuan lama untuk pengetahuan baru.

2) Kebiasaan berpikir tentang diri sendiri, menyadari pikiran, perasaan sendiri, dan efek tindakannya.

3) Kebiasaan mempertanyakan kembali suatu masalah dengan cara membaginya menjadi beberapa pertanyaan yang lebih sederhana sehingga mempermudah dalam menyelesaikan masalah.

4) Kebiasaan akurat dalam komunikasi tulisan dan lisan.

5) Kebiasaan menetapkan standar tinggi dan mencari cara untuk meningkatkannya.

6) Kebiasaan gigih dan tidak menyerah dalam menyelesaikan tugas hingga diperoleh suatu penyelesaian.

7) Kebiasaan berani mengambil resiko dalam setiap tindakan. 8) Kebiasaan membutuhkan waktu sejenak sebelum bertindak. 9) Kebiasaan melihat masalah dari perspektif lain.

10)Kebiasaan untuk mampu bekerjasama dan belajar dengan orang lain dalam tim.

11)Kebiasaan menolak puas dengan apa yang telah dipelajari dan mengakui ketika tidak tahu.


(40)

12)Kebiasaan memperhatikan dunia melalui rasa, sentuhan, bau, pendengaran dan penglihatan.

13)Kebiasaan mempertimbangkan pilihan dan mengubah sudut pandang dalam menyelesaikan masalah.

14)Kebiasaan menghasilkan ide baru.

15)Kebiasan untuk tertarik dengan misteri di dunia.

16)Kebiasaan menikmati keganjilan dan hal yang tak terduga.

D. Instrumen Penelitian dan Proses Pengembangan Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan ajar PMRK, soal tes kemampuan berpikir tingkat tinggi, angket atau skala kebiasaan berpikir matematis, wawancara, dan catatan lapangan (video rekaman). Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini serta proses pengembangan instrumennya tergambar pada Gambar 3.1 sebagai berikut.


(41)

Gambar 3.2. Tahapan-Tahapan Kegiatan Penelitian

Perencanaan

Penulisan Disertasi Analisis

Penelitian Pengembangan

instrumen dan validasi

Analisis Kurikulum

Studi Pustaka Survei Lapangan

Draft Bahan Ajar PMRK Validasi 1 dan ujicoba terbatas

Draft Bahan Ajar PMRK (revisi I) Validasi 2 dan ujicoba meluas Draft Bahan Ajar PMRK (revisi II)

Tes PAM

Pretes

Pembelajaran PMRK (eks) da Pembelajaran PMR (ktrl)

Postes, wawancara

Uji Normalitas

Uji homogenitas Uji parametrik

atau non parametrik

Interpretasi dan kesimputan Draft PAM, HOTS, MHoM

Validasi 1 dan ujicoba terbatas Draft PAM, HOTS, MHoM (revisi I) Validasi 2 dan ujicoba meluas

Draft PAM, HOTS, MHoM (revisi II)


(42)

1. Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan sudah dilakukan mulai bulan Maret sampai September 2012. Tahap ini meliputi analisis kurikulum, survei lapangan dan studi kepustakaan. Dari tahap analisis kurikulum, diperoleh bahwa dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem), dan dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk mengusai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran matematika, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer (Depdiknas, 2006). Hal ini juga sejalan dengan Kurikulum 2013 yang mengemukakan bahwa TIK harus terintegrasi dalam setiap mata pelajaran.

Analisis kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013 ini tidak hanya dilakukan untuk memetakan konsep apa saja yang harus dikembangkan dalam bahan ajar, atau kemampuan apa saya yang harus dimiliki siswa terkait dengan materi prasyarat yang telah dimilikinya, tetapi juga harus memetakan strategi apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan hasil analisis kurikulum, diperoleh kesimpulan bahwa strategi pembelajaran yang relevan adalah PMR berbantuan komputer dan topik statistika merupakan salah satu topik yang sejalan dengan strategi pembelajaran tersebut.

Aktivitas kedua dari tahap perencanaan adalah survei lapangan. Survei lapangan dilakukan untuk menganalisis karakteristik populasi dan sampel penelitian. Hasil survei lapangan menyimpulkan bahwa SMP Negeri di Palembang yang terakreditasi A atau B sudah memiliki fasilitas laboratorium komputer yang cukup memadai. Berdasarkan hasil survei dan berbagai pertimbangan yangan telah dikemukakan sebelumnya, maka SMP Negeri 9 Palembang, SMP Negeri 10 Palembang dan SMP Negeri 17 Palembang dipilih sebagai lokasi dan sampel penelitian.

Aktivitas terakhir dari tahapan ini adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan teori-teori belajar yang relevan dengan pendidikan matematika realistik serta terkait dengan pembelajaran


(43)

berbantuan komputer, kemampuan berpikir tingkat tinggi, dan kebiasaan berpikir matematis siswa. Hasil kajian kepustakaan digunakan untuk mengembangkan instrumen penelitian dan bahan ajar PMR berbantuan komputer.

2. Tahap Pengembangan Instrumen dan Validasi

2.1. Perangkat Pembelajaran PMR Berbantuan Komputer

Terdapat tiga buah perangkat pembelajaran dalam penelitian ini, yaitu: rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), buku petunjuk guru, dan bahan ajar siswa. Berikut ini akan diuraikan masing-masing perangkat pembelajaran.

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) disusun sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses pembelajaran PMR berbantuan komputer. Topik yang dipilih adalah statistika. RPP yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari satu standar kompetensi dan dua kompetensi dasar serta dibuat untuk 9 kali pertemuan. RPP yang telah dikembangkan tersebut, secara lengkap tersaji pada Lampiran B.1. Berikut ini rincian tujuan pembelajaran yang akan dicapai untuk setiap kali tatap muka.

Tabel 3.4

Rincian Tujuan Pembelajaran Setiap Pertemuan

Pertemuan Ke Tujuan Pembelajaran

1 Siswa memahami konsep statistik dan statistika

2 Siswa memahami konsep penyajian data dalam bentuk tabel dan dapat menerapkannya dalam pemecahan masalah 3 Siswa memahami konsep penyajian data dalam bentuk

diagram batang dan dapat menerapkannya dalam pemecahan masalah

4 Siswa memahami konsep penyajian data dalam bentuk diagram titik dan garis dan dapat menerapkannya dalam pemecahan masalah

5 Siswa memahami konsep penyajian data dalam bentuk diagram lingkaran dan dapat menerapkannya dalam pemecahan masalah

6 Siswa memahami konsep pengolahan data statistik (Rerata) dan dapat menerapkannya dalam pemecahan masalah 7 Siswa memahami konsep pengolahan data statistik (Modus)

dan dapat menerapkannya dalam pemecahan masalah 8 Siswa memahami konsep pengolahan data statistik (Median)


(44)

dan dapat menerapkannya dalam pemecahan masalah 9 Siswa dapat mengaplikasi semua konsep statistik dalam

berbagai soal pemecahan masalah

b. Buku Petunjuk Guru

Buku petunjuk guru (BPG) disusun sebagai pedoman pembelajaran. BPG tidak hanya berisi aktivitas yang dilakukan guru tetapi juga memuat alternatif strategi yang mungkin dihasilkan siswa ketika menyelesaikan permasalahan-permasalahan kontekstual yang terdapat dalam bahan ajar. Selain itu, BPG juga memuat tips-tips yang harus dilakukan guru ketika berperan sebagai fasilitator. BPG yang telah dikembangkan secara lengkap tersaji pada Lampiran B.2

c. Bahan Ajar

Pada penelitian ini, bahan ajar yang dikembangkan berbasis pendekatan PMR berbantuan komputer. Bahan ajar yang dikembangkan memuat masalah-masalah kontekstual atau situasional. Penggunaan masalah-masalah kontekstual atau situasional tersebut diharapkan akan mampu menarik minat belajar siswa dan memudahkan siswa dalam mengkonstruksi konsep atau membentuk pengetahuan-pengetahuan baru.

Tahap selanjutnya adalah mengembangkan draft bahan ajar PMR berbantuan komputer. Bahan ajar PMR berbantuan komputer ini harus selalu mengacu pada prinsip dan karakteristik PMR, diantaranya memuat masalah kontekstual, ada proses guided, memungkin siswa untuk melakukan matematisasi vertikal dan horizontal dan membentuk model-of serta model for, memberikan peluang pada siswa untuk berkontribusi selama pembelajaran, adanya interaktivitas, dan terintegrasi dengan topik atau pembelajaran lainnya. Berikut ini contoh draft bahan ajar PMR berbantuan komputer yang dikembangkan dalam penelitian ini.


(45)

Gambar 3.3. Bahan Ajar PMRK yang Sesuai Prinsip dan Karakteristik PMR Draft bahan ajar tersebut, selanjutnya divalidasi. Ada dua macam validasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu validasi muka dan validasi isi. Validasi muka didasarkan pada kejelasan atau keterbacaan teks kalimat, serta kejelasan atau keterbacaan gambar-gambar atau ilustrasi yang digunakan dalam soal tes. Kejelasan atau keterbacaan tersebut ditinjau dari segi penggunaan bahasa atau redaksional, penyajiannya, serta ketepatan (akurasi) gambar atau ilustrasi yang digunakan, sedangkan validitas isi ditinjau dari kesesuaian butir soal yang diujikan dengan: (1) materi pokok yang diberikan; (2) indikator pencapaian kemampuan berpikir tingkat tinggi; (3) indikator pencapaian kebiasaan berpikir matematis; (4) tingkat kesukaran untuk siswa SMP kelas IX; dan (5) kesesuaian dengan prinsip dan karakteristik PMR.

Bahan ajar yang dikembangkan tersebut akan digunakan sebagai sumber belajar siswa. Bahan ajar tersebut memuat pertanyaan-pertanyaan yang akan menggiring siswa menemukan konsep, mulai dari pertanyaan yang mengukur kemampuan berpikir tingkat rendah (pertanyaan yang bersifat pengetahuan dan pemahaman untuk menggiring siswa ke konsep), pertanyaan yang mengukur kemampuan berpikir tingkat menengah (pertanyaan yang bersifat penerapan konsep untuk pengembangan yang lebih luas), sampai pertanyaan yang mengukur

Interaksi dan interaktivitas

Masalah kontekstual


(46)

kemampuan berpikir tingkat tinggi (pertanyaan yang bersifat menganalisis, mensintesis sehingga dihasilkan suatu kesimpulan).

Rekapitulasi hasil uji keseragaman pertimbangan para validator disajikan pada Tabel berikut.

Tabel 3.5

Uji Keseragaman Pertimbangan Validasi Muka dan Isi Bahan Ajar PMRK

Validasi Muka

Validasi Isi

N 4 5

Cochran's Q 1,000(a) 2,000(a)

df 2 2

Asymp. Sig. 0,607 0,368

Hasil analisis di atas, menyimpulkan bahwa para penimbang memberikan pertimbangan yang seragam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi kriteria valid jika ditinjau dari muka dan isi.

Selanjutnya bahan ajar tersebut diujicobakan pada 3 orang siswa. Secara umum siswa tidak mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Hanya saja, ada beberapa konteks yang tidak familiar dengan siswa. Hal ini mengakibatkan perlu adanya perubahan beberapa konteks yang digunakan siswa.

Meskipun hasil statistik menunjukkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan tersebut valid, tetapi berdasarkan hasil uji coba terbatas di atas, peneliti melakukan revisi kecil pada bahan ajar yang digunakan, misalnya redaksional, perubahan konteks, penambahan pertanyaan.

Ada beberapa konteks di Palembang yang diangkat sebagai masalah

kontekstual, diantaranya “Kebun Duku”, “Jembatan Ampera”, “Pempek”. Konteks

tersebut merupakan konteks-konteks yang sudah dikenal dan dekat dengan lingkungan siswa.

Materi yang disajikan dalam bahan ajar ini selalu dimulai dari hal-hal yang kontekstual atau situasional sehingga diharapkan akan mampu menarik minat


(47)

belajar siswa, karena hal-hal siswa ketahui tersebut akan lebih memudahkan siswa dalam membentuk pengetahuan-pengetahuan baru.

Gambar 3.4. Perubahan pada Bahan Ajar PMRK

Bahan ajar PMRK yang dikembangkan tersebut juga harus memenuhi kriteria kemampuan berpikir kritis, seperti kemampuan menganalisis dan menghasilkan berbagai informasi yang terdapat dalam masalah. Contoh aktivitas dalam bahan ajar yang terkategori pada kemampuan ini adalah kemampuan menginvestigasi informasi (misalnya data) yang ditampilkan dalam bentuk diagram, kemampuan menginterpolasi, ekstrapolasi dan melihat kecenderungan data yang ditampilkan dalam bentuk tabel atau diagram, serta kemampuan membandingkan dua kelompok data yang direpresentasikan dalam bentuk diagram. Kemampuan lainnya yang dilatihkan dalam bahan ajar ini adalah kemampuan merumuskan pertanyaan dan membatasi masalah, kemampuan menyelesaikan masalah dengan berbagai cara dan tersusun secara sistematis, dan kemampuan mensintesis dari berbagai penyelesaian sehingga mampu menghasilkan

Masalah kontekstual

Interaksi


(48)

solusi dengan cara yang ekstrim (tidak biasa). Berikut ini contoh masalah kontekstual yang ditampilkan untuk melatihkan kemampuan di atas.

Gambar 3.5. Contoh Masalah Kontekstual yang Melatihkan Kemampuan Mensintesis dan Menghasilkan Solusi dengan Cara yang Ekstrim

Semua kemampuan yang dilatihkan dalam bahan ajar di atas, dapat dilakukan dengan bantuan komputer. Artinya siswa diperbolehkan menggunakan komputer untuk menyelesaikan masalah-masalah kontekstual yang ditampilkan dalam bahan ajar PMRK.

Masalah yang memuat strategi dan solusinya tidak tunggal seperti yang terdapat pada contoh masalah kontektual di atas juga berpotensi membangun kebiasaan berpikir siswa, di antaranya: kebiasaan berpikir kreatif, berpikir fleksibel, kegigihan, mengaplikasikan pengetahuan lama untuk situasi baru, dan managing impulsive.

Bahan ajar yang dikembangkan tersebut juga akan digunakan siswa sebagai sumber belajar siswa dalam penelitian disertasi. Bahan ajar tersebut juga memuat pertanyaan-pertanyaan yang akan menggiring siswa menemukan konsep, mulai dari pertanyaan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat rendah (pertanyaan yang bersifat pengetahuan dan pemahaman untuk menggiring siswa ke konsep);


(49)

pertanyaan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat menengah (pertanyaan yang bersifat penerapan konsep untuk pengembangan yang lebih luas); dan pertanyaan yang mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi (pertanyaan yang bersifat menganalisis, mensintesis sehingga dihasilkan suatu kesimpulan). Bahan ajar yang telah dikembangkan secara lengakap tersaji dalam Lampiran B.3.

2.2.Tes Pengetahuan Awal Matematis (PAM)

Tes pengetahuan awal matematis dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pengetahuan apa dan konsep apa yang telah dikuasai siswa sebelumnya. Materi-materi terdahulu yang telah dimiliki tersebut diharapkan dapat digunakan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam pembelajaran PMRK nantinya.

Tujuan lain dilakukannya tes PAM adalah untuk mengelompokkan siswa menjadi kategori atas, tengah, dan bawah. PAM atas diberikan pada siswa yang memiliki pengetahuan matematis yang baik. PAM tengah untuk siswa yang memiliki pengetahuan matematis yang sedang, dan PAM bawah untuk siswa yang memiliki pengetahuan matematika yang kurang.

Soal tes PAM dalam penelitian ini diadopsi langsung dari soal-soal ujian nasional (UN), tetapi terbatas pada materi kelas VII dan kelas VIII serta terbatas hanya pada materi-materi yang relevan dengan pokok bahasan statistika, misalnya: bilangan bulat dan pecahan, persamaan linear satu variabel, perbandingan, himpunan, dan lingkaran.

Draft awal soal PAM yang telah dihasilkan, selanjutnya dikonsultasikan ke pakar untuk dinilai validitas isi dan validitas mukanya. Pertimbangan validitas muka dan isi untuk soal PAM dilakukan dengan cara meminta pendapat atau pertimbangan para ahli. Pendapat tersebut terkait dengan isi dan bentuk intrumen, serta apakah instrumen yang dikembangkan dapat digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, atau mungkin dirombak total. Suatu instrumen dikatakan memiliki validitas isi yang baik jika instrumen yang dikembangkan memenuhi kriteria tersebut, misalnya: menunjukkan adanya keterkaitan antara topik (materi), indikator yang diukur, indikator soal, dan soalnya sendiri (Sugiyono, 2012). Oleh karenanya,


(1)

Kizlik, B. (2013). Thinking Skills Vocabulary and Definitions. Online] [10 Januari 2014].http://www.adprima.com/thinkskl.htm

Kostolan, dkk. (1992). Identifikasi Jenis-Jenis Kesalahan Menyelesaikan Soal-Soal Matematika yang Dilakukan Peserta Didik kelas II Program A1 SMA Negeri

Se-Kotamadya Malang. Malang: IKIP Malang

Kreijins dan Kirschner. (2002). The Sociability of Computer-Supported Collaborative Learning Environments. Educational Technology & Society, 5(1), pp. 8-22.

Krulik, S dan Rudnick, J. (1999). Innovative Tasks to Improve Critical and Creative Thinking Skills. Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12. National Council of Teachers of Mathematics, pp.138-145

Kusumah, Y.S., Nurjanah, & Sutarno, H. (2005). Desain dan Pengembangan Courseware Berbasis Komputer dalam Implementasi E-learning Matematika untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Lewy. Zulkardi. & Aisyah, N. (2009). Pengembangan Soal untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Pokok Bahasan Barisan dan Deret Bilangan Di Kelas IX Akselerasi SMP Xaverius Maria Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika, 3 (2). pp. 14-28

Lehtinen, et al. (2003). Computer Supported Collaborative Learning: A Review. [Online] [10 Januari 2012]

Lim, K. & Selden, A. (2008). Mathematical Habits of Mind. Proceedings of the 31st annual meeting of the North American Chapter of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. Atlanta, GA: Georgia State University, 5, pp. 1576-1583

Mahmud, R. (2009). Development and Evaluation of a CAI Courseware ‘G

-Reflect’ on Students’ Achievement and Motivation in Learning Mathematics.

European Journal of Social Sciences, 8(4).

Marpaung, J. (2007). Matematisasi Horizontal dan Matematisasi Vertikal. Jurnal Pendidikan Matematika, 1(1).

Marpaung. (2010). Karakteristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia). [Online]. [20 Januari 2012]


(2)

Marpaung. (2011). Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).[Online]. [20 Januari 2012]

Maxwell, K. (2001). Positive Learning Dispositions in Mathematic. ACE Paper, 11(3).

Marzano, R.J., Brandt, R.S., Hughes, C.S., Jones, B.F., Presseisen, B.Z., Rankin, S.C., & Suhor, C. (1988). Dimensions of Thinking: A Framework for Curriculum and Instruction. Virginia: ASCD

Marzano, R. J., Pickering, D.J., Arredondo, D.E., Blackburn, G.J., Brandt, R.S., Moffett, C.A., Paynter, D.E., Pollock, J.E., & Whisler, J.S. (1997)

Dimension of Learning Trainer’s Manual. Colorado: McREL

Millman, R. S. dan Jacobbe. (2008). Fostering Creativity In Preservice Teachers Through Mathematical Habits of Mind. Proceeding of the Discussing Group 9. The 11th International Congress on Mathematical Education. [Online]. [12

Mei 2011]

Muchsin. (2013). Forth Design of RME: Using Clothes Hanger in Comparing the Weight of Two Things. [Online]. [28 Januari 2014]

Naeve. (2004). ICT Enhanced Mathematics Education. International Journal of Learning Technology, 1(3).

Nasoetion, N. (2007). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka

Oetting. (2006). Principles of empirically supported intervention applied to anger management. The Counseling Psychologist, 30(2), pp. 262‐280.

Pierce, W. (2006). Designing Rubrics for Assessing Higher-Order Thinking.

[Online]. [12 Mei 2013].

http://academic.pgcc.edu/~wpeirce/MCCCTR/Designingrubricsassessingthin king.html

PISA. (2009). PISA 2009 Result: What Student Know and Can Do Student Performance in Reading, Mathematics, and Science. OECD

PISA. (2012). PISA 2012 Results in Focus: What 15-Year-Olds Know and What They Can Do with What They Know. OECD

Philip. M.K. (2011). The Effect of Computer-Assisted Instruction on Student’s Attitudes and Achievement in Matrices and Transformations in Secondary Schools in Uasin Gishu District, Kenya. International Journal of Curriculum and Instruction, 1(1), pp. 53- 62.


(3)

Pratiwi. (2012). Kelebihan dan Kelemahan PMRI. [Online]. [12 Agustus 2013] Preisseisen, B.Z. (1986). Critical Thinking and Thinking Skills: State of The Art

Definitions and Practice in Public Schools. A paper presented at the annual meeting, AL Brican Educational Research Association, San Francisco, CA. [Online]. [12 Agustus 2013]. http://files.eric.ed.gov/fulltext/ ED268536.pdf Ragasa. (2008). A Comparison of Computer-Assisted Instruction and The

Traditional Method of Teaching Basic Statistics. Journal of Statistics Education, 16(1).

Ramirez, R.P.B. & Ganaden, M.S. (2008). Creative Activities and Students’ Higher-Order Thinking Skills. Education Quarterly, 66(1), pp. 22-33.

Roblyer, M. D. (1981). Instructional Design Verses Authoring of Courseware: Some Crucial Differences. AEDS Journal, 14, pp. 173-181.

Sabandar, J. (2010). Thinking Classroom dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah. [Online]. [20 Januari 2013].

Selvia. (2012). Landasan dan Keunggulan PMRI dalam Matematika. [Online]. [20 Januari 2013].

Sen, V. (2012). What are the Advantages and Disadvantages of Computer-Assisted Learning?. [Online]. [23 Oktober 2013]

Shafer, M. C., dan Foster, S. (1997). The Changing Face of Assessment. [Online].

[23 Oktober 2013].

http://ncisla.wceruw.org/publications/newsletters/fall97.pdf

Shepard, L. A. (1989). Why We Need Better Assessment. Educational Leadership, 46(7), pp. 4-9

Slavin, R. E. (1995). A Model of Effective Instruction. The Educational Forum, 59, pp. 166-176

Smith, R. (2003). Learning in Virtual Teams: A Summary of Current Literature. [Online]. [23 Oktober 2012]

Sudjana, N. (2012). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


(4)

Sudrajat, A. (2009). Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika. [Online]. [23 Oktober 2010]

Sugiman. (2010). Dampak Pembelajaran Matematika Realistik terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Keyakinan Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Somakim. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Self Efficacy Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Dengan Penggunaan Pendekatan Matematika Realistik. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Suherman, E. (2001). Common Textbook: Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia.

Suma, K., Sudiarta, I.G.P., Arnyana, I.B.P., & Martha, I.N. (2007). Pengembangan Keterampilan Berpikir Divergen Melalui Pemecahan Masalah Matematika-Sains Terpadu Open-Ended Argumentatif. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Undiksha, 4.

Suryadi, D. (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika. Bandung: Rizqi Press.

Stacey, K. (2011). The PISA View of Mathematical Literacy in Indonesia. Indoms: Journal Mathematics Education, 2(2), pp. 95-126.

Studynet. (2013). What is Computer Aided Learning (CAL). [Online]. [27 Juni 2013].

Sternberg. (2006). The Essential Sternberg: Essays on Intelligence, Psychology, and Education. [Online]. [27 Juni 2013].

Susanti, E. (2012). Profil Higher Order Thinking Skills Dan Mathematical Habits Of Mind Siswa: Studi Kasus Pada Siswa Sekolah Menengah Atas Untuk Topik Statistika. Forum MIPA, 15(2), pp. 120-127.

Sutrisno. (2011). Pengantar Pembelajaran Inovatif berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Gaung Persada Press.


(5)

Syahputra, E. (2011). Peningkatan Kemampuan Spasial Dan Disposisi Matematis Siswa Smp Dengan Pendekatan Pmri Pada Pembelajaran Geometri Berbantuan Komputer. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Tandililing, E. (2012) Implementasi Realistic Mathematics Education di Sekolah. [Online]. [20 Januari 2014]

Thomas, A. dan Thorne, G. (2009). Higher-Order Thinking. [Online]. [10 Oktober 2013]. http://www.adlit.org/article/34651/

Thompson, T. (2000). Analysis of Higher-Order Thinking 1: An Analysis of Higher-Order Thinking on Algebra I End-of Couse Test. [Online]. [10 Januari 2013]

Uzel. (2006). Attitudes of 7th Classstudents toward Mathematics in Realistic Mathematics Education. International Mathematical Forum, 39(1), pp. 1951-1959.

Uyanto, S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu Varank. (2006). A Comparison of a Computer-Based and a Lecture-Based

Computer Literacy Course: a Turkish Case. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, 2(3), pp. 43-47.

Widdiharto, R. (2008). Diagnosa Kesulitan Belajar Matematika SMP dan Alternatif Proses Remidinya. Yogyakarta: P4TK Matematika.

Wegerif, R. (2002). Thinking Skills, Technology and Learning. . [Online]. [20 Januari 2012]

Wikipedia. (2011). Habit. [Online]. [20 Januari 2013]

Wikipedia. (2012). Computer-Aided. [Online]. [20 Januari 2013] Wikipedia. (2013). Thinking. [Online]. [20 Januari 2014]

Wikipedia. (2014). Computer Assisted Language Learning. [Online]. [20 Januari 2014]

Wilson, V.(2000). Educational Forum on Teaching Thinking Skills. Edinburgh: Scottish. Executive Education Department.

Wiwatanapataphee, et al. (2010). An Integrated Powerpoint-Maple Based Teaching-Learning Model for Multivariate Integral Calculus. IΣJMΣ: International Electronic Journal of Mathematics Education. 5(1), pp. 5-31.


(6)

Yushau. (2006). Computer Attitude, Use, Experience, Software Familiarity an Perceived Pedagogical Usefulness: The Case of Mathematics Professors. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, 2(3), pp.1-7.

Zaki. (2012). What is "thinking"? How "thinking" can be explained simply?. [Online]. [20 Januari 2013]

Zulkardi. (2005). Pendidikan Matematika Di Indonesia: Beberapa Perrmalasahan dan Upaya Penyelesaian. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Pendidikan Matematika Pada Fkip Unsri. Palembang: Universitas Sriwijaya.

Zulkardi. (2010). How to Design Mathematics Lessons Based on The Realistic Approach?. [Online]. [20 Januari 2012]