TPA INANG MATUTU sebagai bagian dari Pend Masyarakat

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan secara umum adalah sebagai suatu usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak dan budi
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Pada intinya pendidikan adalah suatu proses yang disadari untuk
mengembangkan potensi individu sehingga memiliki kecerdasan pikir,
emosional, berwatak dan berketerampilan untuk siap hidup di tengah-tengah
masyarakat. Prinsip dasar dari pendidikan adalah untuk memanusiakan
manusia, mengembangkan potensi dasar peserta didik agar berani dan mampu
menghadapi problema yang dihadapi tanpa rasa tertekan, mampu, dan senang
meningkatkan fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi, sehingga terdorong
untuk memelihara diri sendiri maupun hubungannya dengan Tuhan Yang
Maha Esa.
Pendidikan atau belajar adalah sebagai proses menjadi dirinya sendiri
(process of becoming) bukan proses untuk dibentuk (process of beings haped)
menurut kehendak orang lain, maka kegiatan belajar harus melibatkan

individu atau klien dalam proses pemikiran apa yang mereka inginkan,
mencari apa yang dapat dilakukan untuk memenuhi keinginan itu,
1

menentukan tindakan apa yang harus dilakukan, dan merencanakan serta
melakukan apa saja yang perlu dilakukan untuk mewujudkan keputusan itu.
Dapat dikatakan disini tugas pendidik pada umumnya adalah
menolong orang belajar bagaimana memikirkan diri mereka sendiri, mengatur
urusan kehidupan mereka sendiri dan mempertimbangkan pandangan dan
interest orang lain. Dengan singkat menolong orang lain untuk berkembang
dan matang. Dalam andragogi, keterlibatan orang dewasa dalam proses belajar
jauh lebih besar, sebab sejak awal harus diadakan suatu diagnosa kebutuhan,
merumuskan

tujuan,

dan

mengevaluasi


hasil

belajar

serta

mengimplementasikannya secara bersama-sama.
Berdasarkan pengertian ini pembelajaran dapat dipandang sebagai
suatu kegiatan pendidikan disamping bimbingan dan latihan. Dalam
membantu penyediaan pendidikan bagi masyarakat yang karena sesuatu hal
tidak terlayani dalam jalur sekolah formal. Secara konsep pendidikan
nonformal harus bertumpu pada kebutuhan masyarakat, bukan pada keinginan
pemerintah (Aliasar 2005). Artinya bahwa sebelum program pendidikan
masyarakat dikembangkan perlu dipahami dengan benar apa dan bagaimana
kebutuhan masyarakat sesungguhnya. Untuk itu perlu kajian analisis
kebutuhan (need assesment) sehingga program yang disuguhkan kepada
masyarakat betul-betul mereka butuhkan dan ditunjang dengan sumber daya
alam sekitarnya yang dapat menunjang kepada kompetensi yang mereka

2


miliki. Begitupun untuk pengelolaannya harus diserahkan pada masyarakat,
dominasi pemerintah harus dikurangi.
Pendidikan berbasis masyarakat pada dasarnya dirancang oleh
masyarakat untuk membelajarkan dirinya sendiri melalui interaksi dengan
lingkungannya, dan dengan demikian konsep pendidikan berbasis masyarakat
menjadi “dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat

.

Menurut Young, (1980) mengatakan bahwa pendidikan berbasis masyarakat
menekankan pada pentingnya pemahaman akan kebutuhan masyarakat dan
cara pemecahan oleh masyarakat dengan menggunakan potensi yang ada di
lingkungannya. Aspek yang sangat penting dalam pendidikan berbasis
masyarakat anatara lain pendidikan sepanjang hayat, keterlibatan masyarakat,
keterlibatan organisasi kemasyarakatan, dan pemanfaatan sumber daya yang
kurang termanfaatkan sebagai tempat sosial.
Selain itu, Brookfield (1987) membandingkan antara pendidikan
berbasis masyarakat (community-based education) dengan pendidikan
berbasis sekolah (school-based education). Antara lain ditunjukkan bahwa

kurikulum pendidikan berbasis masyarakat terintegrasi dengan kehidupan
sehari-hari, masalah yang diangkat harus relevan dengan kebutuhan
masyarakat, urutan pembelajarannya tergantung pada warga belajar, waktu
belajarnya

fleksibel,

menggunakan

konsep

keterampilan

fungsional,

menggunakan pendekatan andragogi (pendidikan orang dewasa), dan tidak
mengutamakan ijazah.
3

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan berbasis

masyarakat adalah pendidikan yang berada di masyarakat, pendidikan yang
menjawab kebutuhan masyarakat, dikelola oleh masyarakat, memanfaatkan
fasilitas yang ada di masyarakat, dan menuntut partisipasi masyarakat.
Dari uraian latar belakang di atas telah kita pahami bahwa pendidikan
masyarakat itu merupakan hal yang sangat mendesak untuk diutamakan saat
ini. Pendidikan masyarakat itu dapat kita temui dimana dan kapan saja seperti
konsep dari pendidikan non formal “dimana dan kapan saja”.
Pendidikan non formal atau pendidikan masyarakat diselenggarakan
bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi
sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Berfungsi mengembangkan
potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
profesional.
Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, PAUD,
Pendidikan kepemudaan, pemberdayaan perempuan, keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pekerjaan, pendidikan kesetaraan serta masih banyak lagi.
Membahas mengenai pendidikan masyarakat bahwasanya tujuannya
adalah memberdayakan masyarakat.
Seperti telah disebutkan sebelumnya salah satu bagian dari pendidikan

non

formal

atau

pendidikan

masyarakat

adalah

PAUD,

Dengan
4

dikeluarkannya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas), maka pengembangan pendidikan usia dini
mulai dilakukan dengan baik. Baik peran pemerintah secara langsung maupun

peran pemerintah untuk mendorong pengembangan PAUD yang lebih
berkualitas. Dalam hal ini UU No, 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
menyatakan bahwa yang dimaksud pendidikan usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Salah satu jenis layanan pendidikan anak usia dini adalah Taman
Penitipan Anak (TPA) bagi anak usia 0-6 tahun. Layanan ini merupakan salah
satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) nonformal yang diarahkan
pada kegiatan pengasuhan anak bagi orang tua yang mempunyai kesibukan
kerja, sehingga memerlukan sebuah layanan pengasuhan anak yang selain
berfungsi untuk menjaga anak-anak mereka juga memberikan pendidikan
yang sesuai dengan usia anak-anak mereka.
Taman Penitipan Anak merupakan bentuk layanan Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) Non-Formal yang keberadaannya terus berkembang
jumlahnya. Pada awalnya Taman Penitipan Anak telah dikembangkan oleh
Departemen Sosial sejak tahun 1963 sebagai upaya untuk mengisi
kesenjangan akan pengasuhan, pembinaan, bimbingan, sosial anak balita
5


selama ditinggal orang tuanya bekerja atau melaksanakan tugas. Sejak
dibentuknya Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (Dit PADU) tahun 2000,
maka pembinaan untuk pendidikan menjadi tanggung jawab Departemen
Pendidikan Nasional. Kebijakan Direktorat PAUD untuk seluruh bentuk
layanan PAUD termasuk TPA adalah memberikan layanan yang holistik dan
integratif. Holistik berarti seluruh kebutuhan anak (kesehatan, gizi,
pendidikan, perlindungan, berkembang dan mempertahankan kelangsungan
hidup) dilayani dalam lembaga penyelenggara TPA. Integratif berarti semua
lembaga TPA melakukan koordinasi dengan instansi-instansi Pembina.
Kajian yang lebih mendalam terhadap berbagai aspek dalam program
PAUD terutama TPA harus terus dilakukan. Dalam hal ini uraian yang
membahas hal itu diupayakan dengan tujuan mengembangkan pemahaman
terhadap TPA sebagai salah satu bentuk PAUD. baik melalui kajian
kepustakaan maupun pengalaman penulis dalam mengelola program PAUD.
Agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut. Salah satu bentuk dari PAUD dari pendidikan Non Formal

atau


pendidikan masyarakat adalah TPA (taman penitipan anak). Pada kesempatan
kali ini kelompok kami mengambil salah satu lembaga pendidikan non formal
yang betujuan memberdayakan masyarakat dalam hal ini anak usia dini yaitu
UPTD PPSTA INANG MATUTU (Unit Pelaksana Teknis Dinas Pusat
Pelayanan Sosial Taman Penitipan Anak Inang Matutu) Kota Makassar.

6

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana konsep dasar dari Taman Penitipan Anak (TPA)?
2. Seperti apa gambaran umum dari UPTD PPSTPA INANG MATUTU
KOTA MAKASSAR?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari taman penitipan anak
2. Untuk mengetahui seperti apa gambaran umum dari UPTD PPSTPA
INANG MATUTU KOTA MAKASSAR?


D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini, yaitu :
1. Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai lembaga-lembaga
pendidikan non formal
2. Dapat memberikan informasi mengenai UPTD PPSTPA INANG
MATUTU KOTA MAKASSAR

7

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Dasar Pendidikan NonFormal
Pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia.
Artinya, pendidikan merupakan upaya manusia untuk mengubah dirinya
ataupun orang lain selama ia hidup. Pendidikan hendaknya lebih dari sekedar
masalah akademik atau perolehan pengetahuan, skill dan mata pelajaran
secara konvensional, melainkan harus mencakup berbagai kecakapan yang
diperlukan untuk menjadi manusia yang lebih baik. Karena itu, pendidikan
hendaknya meliputi keterampilan kerumahtanggaan, apresiasi terhadap

estetika, berpikir analitik, pembentukan sikap, pembentukan nilai-nilai dan
aspirasi, asimilasi pengetahuan yang berguna, dan informasi tentang berbagai
hal dalam kehidupan.
Pendidikan adalah proses berkelanjutan. Pendidikan dimulai dari bayi
sampai dewasa dan berlanjut sampai mati yang memerlukan berbagai metode
dan sumber-sumber belajar. Dalam hubungan ini, Philips H.Coombs
mengkategorikan metode menjadi tiga, yaitu informal, formal, dan nonformal.
Yang dimana dalam makalah ini yang dibahas adalah bagian dari
pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal adalah proses belajar terjadi
secara terorganisasikan di luar sistem persekolahan atau pendidikan formal,
baik dilaksanakan terpisah maupun merupakan bagian penting dari suatu

8

kegiatan yang lebih besar yang dimaksudkan untuk melayani sasaran didik
tertentu dan belajar tertentu pula.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan

pendidikan

yang berfungsi

sebagai

pengganti,

penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta
didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan
pendidikan

anak

nonformal
usia

meliputi

dini,

pendidikan

pendidikan

kecakapan

kepemudaan,

hidup,

pendidikan

pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan
dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan
Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis
taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Sedangkan satuan penyelenggara pendidikan nonformal adalah :


Kelompok bermain (KB)



Taman penitipan anak (TPA)

9



Lembaga kursus



Sanggar



Lembaga pelatihan



Kelompok belajar



Pusat kegiatan belajar masyarakat



Majelis taklim



Lembaga Ketrampilan dan Pelatihan

Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang
memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap
untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri,
dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

B. Konsep dasar Taman Penitipan Anak
Tempat Penitipan Anak (TPA) merupakan salah satu bentuk
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang secara tegas diamanatkan oleh
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa PAUD adalah “suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Dalam pelaksanaannya
PAUD dapat dilaksanakan melalui jalur formal maupun jalur nonformal. Jalur

10

formal antara lain melalui Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudhatul Anfal
(RA) sedangkan jalur nonformal dapat berbentuk Taman Penitipan Anak
(TPA), Kelompok Bermain (Kober) dan bentuk lainnya yang sederajat.
Khususnya mengenai TPA menurut modul Pendidikan Anak Usia Dini
yang dikeluarkan oleh Direktorat PAUD, yang dimaksud dengan TPA adalah
salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan nonformal sebagai wahana
kesejahteraan yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu
tertentu bagi anak yang orang tuanya bekerja. TPA merupakan layanan PAUD
yang menyelenggaran pendidikan sekaligus pengasuhan terhadap anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun (dengan prioritas anak usia di bawah 4
tahun).
Dengan demikian, TPA merupakan salah satu bentuk layanan PAUD
yang berusaha mengabungkan dua tujuan, yaitu tujuan pengasuhan karena
orang tua anak bekerja serta tujuan pendidikan melalui program-program
pendidikan anak usia dini. Dalam hal ini TPA merupakan solusi terbaik bagi
orang tua yang keduanya bekerja yang diharapkan anak-anak mereka aman
dan memperoleh pendidikan yang baik.
C. Kelembagaan TPA
Seperti diuraikan di atas bahwa TPA merupakan salah satu bentuk
PAUD nonformal dengan fungsi ganda, yaitu layanan pengasuhan dan
layanan pendidikan. Pengertian PAUD nonformal adalah kelembagaan PAUD
yang tidak diformalkan. Organisasi maupun kurikulumnya lebih bersifat
11

fleksibel sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Hal itu, menurut M.
Solehhudin (1997:56) bahwa pendidikan prasekolah (sekarang dikenal dengan
PAUD) memiliki karakteristik dan cara belajar tersendiri, program
pendidikannya tampak tidak terstruktur, bersifat informal, dan bahkan
kelihatan solah-olah ”tidak terencana”.
Namun sesungguhnya, karakteristik di atas hanya salah satu wujud
dari pendekatan pendidikan anak usia dini yang disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak. Sekarang ini, seiring perkembangan, jalur PAUD
nonformal pun dewasa ini telah memiliki organisasi dan kurikulum yang lebih
baik,

sehingga

mampu

mencapai

tujuan-tujuannya,

baik

tujuan

kelembagaannya maupun tujuan pendidikan nasional itu sendiri.
D. Konsep Dasar Anak Usia Dini
Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus
banyak dikembangkan. Ia memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak
sama dengan orang dewasa serta akan berkembang menjadi manusia dewasa
seutuhnya. Dalam hal ini anak merupakan seseorang manusia atau individu
yang memiliki pola perkembangan dan kebutuhan tertentu yang berbeda
dengan orang dewasa. Anak memiliki berbagai macam potensi yang harus
dikembangkan. Meskipun pada umumnya anak memiliki pola perkembangan
yang sama, tetapi ritme perkembangannya anak berbeda satu sama lainnya
karena pada dasarnya anak bersifat individual.

12

Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu
proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan
selanjutnya. Ia memiliki dunia dan karakteristik sendiri yang jauh berbeda dari
orang dewasa. Anak selalu aktif, dinamis, antusias, dan ingin tau terhadap apa
yang dilihat dan didengarnya, seolah-olah tak pernah berhenti belajar. Anak
usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0 – 8 TAHUN ( NAEYC,
1992).
Berkaitan dengan pendidikan anak usia dini, terdapat beberapa masa
yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi bagaimana
seharusnya seorang pendidik menghadapai anak usia dini, yaitu sebagai
berikut :
a. Masa peka
b. Masa egosentris
c. Masa meniru
d. Masa berkelompok
e. Masa bereksplorasi
f. Masa pembangkangan

13

E. Gambaran tentang UPTD PPSTPA INANG MATUTU Kota Makassar
Menghadapi permasalahan kesejahteraan sosial

yang semakin

meningkat dan kompleks serta munculnya tuntunan masyarakat akan hakhaknya, maka pelayanan sosial harus dapat dilaksanakan dengan lebih
berkualitas dan profesional secara terarah, sehingga pelaksanaan pemberian
pelayanan sosial tersebut lebih terarah sampai pada sasaran dan dirasakan
langsung oleh para penerima manfaat pelayanan. Pemerintah saat ini telah
menetapkan kebijakan pembangunan sosial sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas dan efektivitas pelayanan sosial, sehingga mampu
menumbuh kembangkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan
masyarakat dalam rangka peningkatan sumber daya manusia
2. Memperluas jangkauan pelayanan yang semakin adil dan merata
3. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan sosial baik yang
diselenggarakan oleh masyarakat maupun pemerintah
4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan sosial secara
terencana, terarah, terorganisir, dan melembaga atas dasar swadaya.
Sebagai salah satu wujud nyata dan eksistensi sampai saat ini,
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan khususnya Dinas Sosial dalam
memberikan pelayanan kesejahteraan sosial pada anak usia Balita adalah
UPTD PPSTPA INANG MATUTU Kota Makassar. Lembaga ini secara
khusus memberikan pembinaan, bimbingan, dan asuhan terhadap anak balita
(usia dua tahun sampai dengan usia 5 tahun) yang memiliki kedua orang
14

tuanya bekerja mencari nafkah secara rutinitas, sehingga fungsinya sebagai
orang tua yang seharusnya dapat memberikan pengasuhan dan perlindungan
tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
1) Sejarah UPTD PPSTPA INANG MATUTU
Berdiri awal pada tanggal 01 April 1979, yang diprakarsai oleh Drs. H.
Syamsul Bachri yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Kanwil Depsos
Prov. Sul-Sel dan berlokasi di Jl. Bungaya No. 77 dengan nama “TAMAN
PENITIPAN ANAK UJUNG PANDANG” . Tanggal 09 September 1981,
menempati gedung barunya di JL. Tamalate I No. 26 yang diresmikan oleh
Bapak Drs. Soejono Dirjen Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI, dan
pada saat itu namanya diganti menjadi “SASANA PENITIPAN ANAK
INANG MATUTU”. Pada Tahun 1989, berdasarkan keputusan Menteri Sosial
RI No 23/HUK/89, namanya berubah lagi menjadi “PANTI SOSIAL
TAMAN PENITIPAN ANAK INANG MATUTU”
Sejak otonomi daerah pada tahun 200, berubah nama menjadi sub unit
pelaksanan teknis dinas PPSTPA “INANG MATUTU” Makassar. Pada tahun
2009 melalui SK GUB SUL-SEL No.34 Tahun 2009 tanggal 18 Februari
2009, nama Sub UPTD PPSTPA Inang Matutu berubah menjadi UPTD
PPSTPA INANG MATUTU MAKASSAR.

15

2) Visi dan Misi UPTD PPSTPA Inang Matutu Makassar
Adapun Visinya yaitu :
Mensejahterakan anak, khususnya anak balita dan keluarga, agar kelak
menjadi generasi yang memiliki kualitas manusia seutuhnya
Adapun misinya yaitu :
 Terwujudnya pengetahuan dasar bagi anak
 Terwujudnya rasa kebangsaan dan cinta tanah air
 Timbulnya rasa percaya diri ke arah kemandirian
 Tertanamnya raa disiplin sedini mungkin
3) Tenaga pendidik
Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No 34
Tahun 2009, tanggal 18 Februari 2009 tentang organisasi dan tata kerja UPTD
PPSTPA Inang Matutu pada Dinas Sosial Sulawesi Selatan adalah :
a. Kepada UPTD PPSTPA

: 1 orang

b. Kepala Bagian Tata Usaha

: 1 Orang

c. Pekerja Sosial Fungsional

: 28 Orang

d. Staf dan petugas non organik

: 9 orang

Jumlah seluruh pegawai atau tenaga pendidik adalah 39 Orang
4) Model pembelajaran pada UPTD PPSTPA Inang Matutu Makassar
Model pembelajaran yang diterapkan pada Lembaga adalah bermain
sambil belajar. Bermain adalah hal yang sangat penting bagi anak-anak karena
dengan bermain mereka dapat mengaktualisasikan dirinya sendiri. Selain itu
16

penting juga bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka karena bermain
merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam periode perkembangan diri
anak, meliputi dunia fisik, sosial dan sistem komunikasi.
Para ahli berpendapat, anak-anak harus bermain agar mereka dapat
mencapai perkembangan yang optimal. Seperti Herbert Spencer (Catron &
Allen,1999) menyatakan bahwa anak senang bermain karena mereka
mempunyai energi berlebih. Energi ini yang mendorong mereka melakukan
aktivitas sehingga mereka terbebas dari perasaan tertekan.
Seorang anak dapat mengembangkan rasa harga diri melalui bermain,
karena dengan bermain dia memperoleh kemampuan untuk menguasai
tubuhnya, benda-benda, dan keterampilan sosial. Anak-anak bermain dengan
cara berinteraksi dan belajar mengkreasikan pengetahuan. Bermain juga
merupakan cara dan jalan anak berpikir dan menyelesaikan masalah, mereka
membutuhkan pengalaman langsung dalam interaksi sosial agar mereka
memperoleh dasar kehidupan sosial.
Bermain bagi anak berkaitan dengan peristiwa, situasi, interaksi dan
aksi. Mereka mengacu pada aktifitas seperti berlaku pura-pura dengan benda,
sosiodrama, dan permainan yang beraturan. Bermain juga berkaitan dengan
tiga hal, yakni keikutsertaan dalam kegiatan, aspek afektif dan orientasi
tujuan. Bagi anak-anak, bermain adalah aktifitas yang dilakukan karena ingin,
bukan karena harus memenuhi tujuan atau keinginan orang lain. Anak-anak

17

juga memandang bermain sebagai kegiatan yang tidak memiliki target.
Mereka dapat saja meninggalkan kegiatan bermain kapanpun mereka mau.
Oleh sebab itu kita melihat bahwa bermain adalah hal yang penting
dan sangat berpengaruh pada anak. Alangkah baiknya bila aktifitas-aktifitas
di kelas yang dirancang oleh guru dapat menyediakan berbagai pilihan bagi
anak, menyenangkan dan ada interaksi diantara anak. Bagi guru suatu
kegiatan dapat dikatakan bermain apabila mengandung unsur eksplorasi,
eksperimentasi, dan penemuan. Para pendidik harus dapat merancang kegiatan
membaca, menulis, berhitung, menggambar yang dapat memenuhi kriteria
bermain anak. Selain itu juga dapat menyajikan pembelajaran yang bersifat
sukarela, tanpa evaluasi benar salah, tanpa usaha besar (setidaknya dalam
kacamata anak), dengan sedikit perintah dari guru memungkinkan aktifitas
fisik dan ada pilihan untuk berhenti. Ini berarti perlu diciptakan permainan
yang bermuatan akademis tetapi tetap memenuhi kriteria bermain dalam
persepsi anak.
5) Program Kemitraan
Mitra kerja UPTD PPSTPA Inang Matutu dalam pelaksanaan progam
melibatkan antara lain :
a. Dinas pendidikan, dalam hal ini bermitra kerja dengan Dinas Pendidikan
yaitu menjalin kerjasama dalam penyusunan kurikulum untuk diterapkan
pada lembaga

18

b. Dinas kesehatan, sedangkan mitra dengan Dinas Kesehatan merupakan
jalinan kerjasama yang rutin dilaksanakan pada setiap bulannya yaitu
check up kesehatan Anak-anak
c. Organisasi forum taman penitipan anak/kelompok bermain Se Kab/Kota
Prov Sul-Sel
d. Organisasi sosial atau yayasan yang bergerak di bidang kesejahteraan anak

6) Kelebihan dan Kekurangan TPA Inang Matutu
Kelebihan:
 Para staf pengasuh memiliki dasar pendidikan anak sekaligus ilmu
kesehatan dasar anak yang diawasi langsung oleh pengelola PPSTPA
Inang Matutu
 Program di PPSTPA Inang Matutu dirancang sesuai perkembangan
bayi dan balita. Untuk balita, PPSTPA Inang Matutu biasanya
menerapkan kurikulum pendidikan anak usia dini (PAUD).
 Anak akan memiliki aktivitas dan alat bermain yang beragam serta
ruang bermain (baik di dalam maupun diluar ruang) yang relatif lebih
luas bila dibandingkan ruang mereka di rumah sendiri.
 Anak akan berkenalan dengan suasana baru, orang baru dan
bertemu/mengenal anak-anak seusianya. Kemampuan sosial anak bisa
terasah sejak dini.

19

 Karena staf pengasuh yang bertugas mengurus dan merawat si kecil
tidak hanya satu, maka ia tidak lengket dengan sang pengasuhnya saja.
 Biaya

pengasuhan

di

PPSTPA

Inang

Matutu

lebih

murah

dibandingkan dengan pengasuhan baby sitter di rumah.
 Jika lokasi PPSTPA Inang Matutu dekat dengan tempat Ayah atau
Bunda bekerja atau bahkan berada dalam satu gedung tempat bekerja,
memungkinkan Ayah atau Bunda bisa menengok si kecil secara
langsung ketika waktu istirahat kerja.
Kekurangan:
 Karena sistem pengasuhan di PPSTPA Inang Matutu adalah satu orang
pengasuh untuk 2-3 orang anak, sehingga sang pengasuh tidak bisa
fokus memberikan perhatian penuh pada si kecil.
 Si kecil sangat berisiko tertular penyakit dari orang di sekitar PPSTPA
Inang Matutu
 Membawa serta si kecil ke PPSTPA Inang Matutu menciptakan
kondisi yang merepotkan, karena Bunda harus membereskan beberapa
pakaian, alat makan, dan perlengkapan mandi, dan lain-lainnya milik
si kecil
 Jika si kecil sedang sakit, Anda tidak diperbolehkan untuk
membawanya ke PPSTPA Inang Matutu. Kondisi ini menyebabkan
Bunda harus siap untuk mengasuhnya sendiri atau menyiapkan
pengasuh cadangan.
20

 Di PPSTPA Inang Matutu, Bunda lah yang harus siap menerima
kondisi bahwa si kecil harus mengikuti aturan dan nilai kebiasaan di
PPSTPA Inang Matutu tersebut. Jika aturan tersebut tidak sesuai
dengan kebiasaan yang Bunda lakukan di rumah, si kecil akan
kesulitan untuk menyesuaikan diri dan akan membuatnya kurang
nyaman.
 Jika jam kerja Bunda melebihi jam operasional PPSTPA Inang
Matutu, maka mau tidak mau, Bunda harus mengambil si kecil lebih
cepat dan membawanya ke tempat kerja Bunda sampai Bunda pulang.
Atau Bunda harus mencari penyedia jasa pengasuhan anak lainnya.
7) Sarana dan Prasarana
UPTD PPSTPA Inang Matutu berdiri di atas tanah seluas 1.200 m2
dengan status tanah Hak Pakai dan bersertifikat, memiliki luas bangunan
1,196 m2 dan berlantai dua.
Fasilitas PPSTPA Inang Matutu terdiri dari : ruang konsultasi,
ruang belajar yang terdiri dari ruang belajar untuk Kelas A, B dan C,
ruang makan, ruang perawatan /Isolasi, taman bermain, ruang tidur, ruang
loker, telepon, sumber air dari PDAM, peralatan medis, mesin cuci listrik.

21

8) Manajemen Mutu Penyelenggaraan
Membahas mengenai manajemen mutu penyelenggaraan adalah
gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang
menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang
diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu
mencakup input, proses, dan output pendidikan.
a) Input
Dalam manajemen mutu penyelenggaraan terdapat tiga aspek penting
di dalamnya yaitu input, proses, dan outputnya. Pada PPSTPA INANG
MATUTU KOTA MAKASSAR tentunya memiliki tenaga-tenaga
yang memiliki skill dalam proses pelayanan anak. PPSTPA Inang
Matutu memiliki tenaga pendidik sebanyak 39 orang dengan latar
belakang pendidikan yaitu sebagai berikut :


Kepala UTD PPSTPA Inang Matutu, bernama Ibu Dra. Siti
Nurbaya, M.Si berasal dari Dinas Sosial. Ditugaskan di TPA
sebagai kepala lembaga pada tahun 2009.



Kepala bagian Tata Usaha, bernama Pak Muh Amin, S.Sos, juga
berasal dari Dinas Sosial.



Pekerja Sosial Fungsional terdiri dari 28 Orang, pekerja fungsional
ini semuanya berlatar belakang pendidikan Sarjana Sosial (S.Sos)
yang dimana semuanya adalah pekerja social yang berkompeten.

22



Staf dan petugas non organik, yang dimaksud dengan staf dan
petugas non organik adalah mereka yang menunjang atau
membantu proses pelayanan sehari-harinya. Staf dan petugas non
organik ini terdiri dari petugas dapur (tukang masak), pembuat
susu, petugas cuci baju anak penerima manfaat, satuan
pengamanan (satpan), cleaning service, dan petugas yang tinggal
di lembaga dalam hal ini yang menutup lembaga pada malam
harinya dan yang membuka lembaga pada pagi harinya.

b) Proses
Pada bagian ini akan dibahas mengenai proses serta tahapan pelayanan
dalam melaksanakan program pelayanan sosial yaitu dimana dalam
melaksanakan pelayanan program pelayanan sosial, di UPTD PPSTPA
Inang Matutu Makassar memiliki pola pendekatan antara lain :
 Pendekatan survival, yaitu pendekatan melalui pemenuhan
kebutuhan kelangsungan hidup dan pertumbuhan, melalui
pemberian makan, perawatan kesehatan dan Tidur
 Pendekatan

development,

yaitu

pendekatan

melalui

pengembangan potensi kreativitas, daya cipta, inisiatif serta
pembentukan kepribadian anak
 Pendekatan preventif, yaitu pendekatan melalui pencegahan
terjadinya penyimpangan tumbuh kembang dan pembentukan
kepribadian anak
23

 Pendekatan protection, yaitu pendekatan melalui pemberian
perlindungan anak dari keterlantaran dan perlakuan anak serta
menghindarkan anak dari kemungkinan tumbuh kembang yang
menyimpang.
Tahapan pelayanan kegiatan kesejahteraan sosial :
 Tahap kegiatan awal
 Tahap pengungkapan dan pemahaman masalah
 Tahap penyusunan rencana pemecahan masalah
 Tahap pemecahan masalah
 Tahap evaluasi, terminasi dan rujukan
 Tahap bimbingan dan pembinaan lanjut

Materi kegiatan dalam proses pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial:
o Hari senin : pendidikan moral keagamaan yang diberikan dalam
bentuk dongeng dan berlatih sholat serta menghapal doa-doa pendek
o Hari selasa : kemampuan berbahasa, diberikan dalam bentuk bercerita
dengan menggunakan konsep yang sederhana yang dapat dipahami
oleh anak serta membebaskan anak untuk berbicara, bercerita
semampunya anak tersebut
o Hari rabu : daya cipta dan kreativitas, diberikan dalam bentuk
menggambar dan mewarnai, melipat kertas serta menyulan, bermain

24

sepeda dan bermain bola, bermain bongkar pasang dan mengenal
warna
o Hari kamis : daya pikir dan kecerdasan diberikan dalam bentuk
mengenal dan mempelajari fungsi benda yang ada disekitarnyya,
memainkan semua alat peraga yang ada, dapat mengenal nama-nama
hari dan bulan serta berhitung dari satu sampai 50 dan mengenal huruf
abjad
o Hari jumat : pendidikan jasmani dan rohani diberikan dalam bentuk
olahraga, menghafal doa-doa pendek serta latihan sholat dan mengenal
huruf dan angka arab
o Hari sabtu : daya guna, diberikan dalam mempelajari kegunaan
anggota tubuh dan dapat menyebutkan semua benda yang ada
disekitarnya dan menyebutkan fungsinya
c) Output
Hasil yang telah dibina sejak tahun 1981 sampai tahun 2011 sebanyak
965 anak. Di TPA Inang Matutu anak harus tamat ketika sudah berusia
5 tahun ke atas. TPA tidak memikirkan bahwasanya anak tersebut
sudah pintar atau tidak, namun sudah ketentuan bahwasanya anak
tersebut harus tamat dari TPA ketika sudah berumur 5 tahun keatas.
Hasil binaan yang telah tamat dari UPTD PPSTPA INANG MATUTU
sebanyak 80 % (772 anak) melanjutkan ke jenjang pendidikan taman

25

kanak-kanak dan 20 % (193 anak) melanjutkan ke jenjang pendidikan
sekolah dasar.
TPA adalah salah satu bentuk layanan PAUD pada jalur pendidikan
nonformal sebagai wahana kesejahteraan yang berfungsi sebagai pengganti
keluarga untuk jangka waktu tertentu bagi anak yang orang tuanya bekerja.
TPA merupakan layanan PAUD yang menyelenggaran pendidikan sekaligus
pengasuhan terhadap anak sejak umur dua tahun sampai dengan usia lima
tahun (dengan prioritas anak usia di bawah 4 tahun).

26

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada Bab II maka kesimpulan yang dapat
diambil adalah :
1. Konsep dasar taman penitipan anak adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut
2. Gambaran umum mengenai UPTD PPSTPA Inang Matutu dapat dilihat
dari sejarah pembentukan, visi dan misi lembaga, tenaga pendidik, model
pembelajaran

PNF,

program

kemitraan,

serta

manajemen

mutu

penyelenggaraan.

B. Saran
Dalam hal ini penulis menyarankan agar pemerintah meningkatkan
perannya dalam pendidikan anak usia dini, baik dari pendanaan, perekrutan
tutor yang sesuai dengan kualifikasi maupun membuka ruang seluas-luasnya
kepada masayarakat untuk mengembangkan PAUD khususnya TPA yang
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakatnya.

27

DAFTAR PUSTAKA

________2011. Profil UPTD PPSTPA INANG MATUTU Kota Makassar

http://fb-education.com/pendidikan-orang-dewasa-dalam-masyarakat-belajar2.html
http://anisachoeriah-paud.blogspot.com/2011/04/makalah-konsep-dasartpa.html
http://www.yski.info/index.php?option=com_content&view=article&id=182:a
syiknya-belajarmelalui-bermain&catid=58:parenting&Itemid=137
http://www.blog-guru.web.id/2012/09/manajemen-mutu-dalam
penyelenggaraan.html
DARI Hany M Saidi
http://www.facebook.com/hanysaidi/

Universitas Negeri Makassar
Angkatan 2014 · Nonformal Education FIP UNM 2010 · Kota
Makassar

Di arsipkan oleh www.imadiklus.com

28