Sifat fisis dan mekanis batang penghubung bawah (cushion bottom) shock absorber sepeda motor dengan bahan paduan aluminium silikon magnesium - USD Repository

SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATANG PENGHUBUNG BAWAH

  

(CUSHION BOTTOM) SHOCK ABSORBER SEPEDA MOTOR DENGAN

BAHAN PADUAN ALUMINIUM SILIKON MAGNESIUM

TUGAS AKHIR

  

Untuk memenuhi sebagai prasyarat

Mencapai derajat Sarjana Teknik

di Teknik Mesin

  

Disusun Oleh :

Ferry Anto

NIM : 04 5214 050

  

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

THE PHYSICAL AND MECHANICAL PROPERTIES OF MOTOR

CYCLE SHOCK ABSORBER CUSHION BOTTOM WITH ALUMINIUM

SILICON MAGNESIUM ALLOYS

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements

To Obtain the Sarjana Teknik Degree

  

In Mechanical of Engineering

By :

Ferry Anto

  Student Number : 04 5214 050

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

  

INTISARI

  Shock absorber sepeda motor yang paling umum digunakan di masyarakat di Indonesia adalah yang mono shock dan dual shock. Batang penghubung bawah (cushion bottom) shock absorber sepeda motor yang dual shock, biasanya terbuat dari bahan paduan aluminium. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis batang penghubung bawah

  

(cushion bottom) shock absorber sepeda motor dari bahan paduan aluminium

silikon dengan penambahan bahan magnesium.

  Dalam penelitian ini tindakan yang dilakukan yaitu pembuatan benda uji, pengujian dan pembahasan. Dalam pembuatan benda uji, paduan Al-Si dipadu dengan magnesium yang bervariasi dari 15%, 16%, dan 17%. Jenis pengujian yang dilakukan antara lain : uji impak, uji kekerasan, pengamatan struktur mikro dan pengamatan porositas.

  Dari hasil penelitian dan pengamatan menunjukkan bahwa penambahan magnesium dapat menurunkan keuletan dan prosentase porositas, tetapi penambahan magnesium akan menaikkan kekerasan paduan.

  Sifat fisis dan mekanis batang penghubung bawah (cushion bottom) shock absorber sepeda motor dari bahan paduan aluminium silikon dengan penambahan bahan magnesium adalah nilai kekerasan tertinggi terdapat pada kadar magnesium 17% sebesar 97 HB, nilai keuletan terendah terdapat pada kadar magnesium 17%

  2

  sebesar 8,8 kJ/m . Pada struktur mikro terlihat bahwa variasi magnesium memberi perubahan pada struktur dan kerapatan butiran kristal. Prosentase porositas tertinggi terjadi pada penambahan kadar magnesium 16% yaitu sebesar 6,08%.

  

Kata Kunci: Aluminium, Magnesium, pengujian impak dan pengujian kekerasan.

KATA PENGANTAR

  Terima kasih kepada kebesaran Tuhan yang telah selalu setia memberikan berkat, rahmat, dan karunia-Nya kepada penulis sehingga atas ijin-Nya, Tugas Akhir dalam mencapai gelar sarjana pun akhirnya dapat diselesaikan. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan, fasilitas dan bantuan yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. I Gusti Ketut Puja, S.T.,M.T., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dorongan serta meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.

  3. Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas kuliah, bimbingan , serta fasilitas yang diberikan selama masa kuliah.

  4. Papa, Mama, Ci Viviana dan Willy yang telah memberikan doa, dorongan, motivasi, pengertian, fasilitas, laptop, dana dan curahan kasih sayang yang tak pernah berhenti diberikan kepada penulis.

  5. Seluruh teman-teman Teknik Mesin ’04 di semua fakultas di Universitas Sanata Dharma yang tidak dapat kami sebutkan satu per

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL i TITLE PAGE

  ii

  LEMBAR PENGESAHAN iii DAFTAR DEWAN PENGUJI

  iv

LEMBAR PERNYATAAN

  v

  LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI vi

  

INTISARI vii

KATA PENGANTAR viii DAFTAR ISI x DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR TABEL xiii

BAB I : PENDAHULUAN 1

  1.1. Latar Belakang

  1

  1.2. Batasan Masalah

  2

  1.3. Tujuan Penelitian

  2 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 3

  2.1. Pengetahuan tentang aluminium

  3

  2.2. Sifat-sifat aluminium

  4

  2.3. Aluminium murni

  6

  2.4. Logam aluminium dan paduannya

  7

  BAB III : METODE PENELITIAN 16

  3.5.3. Pengamatan struktur mikro

  5.1. Kesimpulan 38

  BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 38

  4.4. Porositas 35

  34

  4.3. Analisa struktur mikro

  33

  4.2. Pengujian impak

  31

  4.1. Pengujian kekerasan

  28 BAB IV : HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 31

  3.5.4. Pengamatan porositas hasil coran

  27

  22

  3.1. Metode penelitian

  3.5.2. Pengujian impak

  21

  3.5.1. Pengujian kekerasan

  21

  3.5. Pengujian hasil coran

  20

  3.4. Peralatan dan bahan pengujian

  19

  3.3. Pembuatan spesimen benda uji impak

  17

  3.2. Data yang dikumpulkan

  16

  5.2. Saran 39

  

DAFTAR GAMBAR

  26 Gambar 3.8. Proses pengamatan struktur mikro

  34 Gambar 4.4 Grafik pengujian porositas

  c). Al-Si-15%Mg, d). Al-Si-16%Mg, e). Al-Si-17%Mg

  33 Gambar 4.3. Struktur mikro beberapa sample : a). Damper Honda, b). Al-Si,

  32 Gambar 4.2. Grafik hasil pengujian impak

  30 Gambar 4.1. Grafik hasil pengujian kekerasan

  29 Gambar 3.9. Mikroskop mikro dilengkapi dengan kamera

  26 Gambar 3.7. Alat penguji impak

Gambar 2.1. Diagram Fasa Al-Si

  23 Gambar 3.6. Skema alat uji impak

  23 Gambar 3.5. Mesin uji kekerasan ”Brinell Hardness Tester MOD 100 MR”

  22 Gambar 3.4. Lup Mikrometer

  20 Gambar 3.3. Cara pengujian dan perhitungan kekerasan Brinell

  19 Gambar 3.2. Bentuk dan ukuran benda uji impak

  15 Gambar 3.1. Mesin Milling

  14 Gambar 2.2. Diagram Fasa Magnesium-Aluminium

  37

  

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sifat-sifat fisik aluminium

  7 Tabel 2.2. Sifat-sifat mekanik aluminium

  7 Tabel 2.3. Klasifikasi paduan Aluminium Cor

  8 Tabel 2.4. Klasifikasi paduan Aluminium Tempaan

  9 Tabel 2.5. Klasifikasi perlakuan bahan

  10 Tabel 2.6. Pengaruh unsur paduan terhadap Aluminium

  13 Tabel 3.1. Pemilihan diameter penetrator uji kekerasan Brinell

  21 Tabel 3.2 P/D

  2

  berdasarkan jenis bahan pengujian

  21

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Dalam perkembangan dunia industri yang semakin maju banyak muncul penemuan-penemuan logam melalui proses penelitian terhadap paduan berbagai jenis logam. Penelitian-penelitian tersebut biasanya memilih bahan berdasarkan kemudahan pembuatannya, biaya dan pengadaan bahan yang mudah didapatkan dan yang seefisien mungkin. Bahan yang baik adalah bahan yang mempunyai sifat fisis dan mekanis yang baik pula. Salah satu bahan yang mempunyai sifat fisis dan mekanis yang baik adalah aluminium, oleh sebab hal tersebut maka penggunaan dan perkembangan teknologi logam aluminium semakin berkembang dan permintaan pasar juga semakin tinggi. Hal ini diakibatkan oleh faktor harga dan keunggulan aluminium yang bersifat lunak dan mudah direngangkan sehingga mudah dibentuk baik dalam keadaan dingin maupun panas, aluminium juga memiliki bobot yang lebih ringan bila dibandingkan dengan jenis logam-logam lainnya, tahan terhadap korosi dan titik lebur yang rendah.

  Dalam penelitian ini penulis akan membuat batang penghubung bawah (cushion

  

bottom) shock absorber sepeda motor dengan bahan aluminium silikon dengan

  kombinasi penambahan Mg. Penelitian ini dilakukan sebagai tugas akhir dan juga karena penggunaan aluminium yang semakin banyak diperlukan dewasa ini. Hampir dikarenakan unsur paduan dapat memperbaiki sifat-sifat buruk serta memberi pengaruh positif pada aluminium.

  1.2 Batasan Masalah

  Dalam penelitian ini memberikan batasan-batasan agar penulis dapat terarah dan sistemasis agar penulisan tepat pada sasaran yang ditujukan. Batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah dirumuskan sebagai berikut :

  1. Penambahan magnesium (Mg) 15%, 16% dan 17% pada aluminium

  2. Pengujian aluminium dengan variasi magnesium Hasil dari setiap paduan akan dibandingkan dan dilihat pengaruh dari penambahan unsur Mg. Diperkirakan penambahan unsur Mg akan membuat logam aluminium lebih kuat dan tahan terhadap korosi serta akan mempermudah proses penuangan.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis dari bahan paduan Al-Si dengan variasi penambahan Mg yaitu :

  1. Pengujian kekerasan Brinell

  2. Pengujian impak

  3. Pengamatan struktur mikro paduan Al-Si-Mg

  4. Pengamatan Porositas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan Tentang Aluminium

  Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy pada tahun 1809. Sebagai suatu unsur dan pertama direduksi sebagai logam oleh H. C. Oersted tahun 1825. Dia dapat menghasilkan Aluminium Klorida dengan cara melewatkan Chlorine melalui campuran alumina dan arang yang dipanaskan. Kemudian aluminium klorida mengembun pada bagian pendingin dari sistem kedap udara yang diciptakan. Setelah mereaksikan aluminium klorida dengan potasium dan destilasi pada ruang vakum untuk menghilangkan merkuri, dia memperoleh suatu benda yang dilaporkan sebagai mirip timah (Surdia, 1984).

  Secara industri tahun 1886, Chark Martin Hall di Amerika Serikat dan Paul L.T. Heroult di Francis, secara terpisah telah memperolah logam aluminium dari alumina dengan cara elektrolisa dari garamnya yang terfusi. Sampai sekarang proses Heroult Hall masih dipakai untuk memproduksi aluminium. Penggunaan aluminium sebagai logam setiap tahunnya adalah pada urutan yang kedua setelah besi dan baja, yang paling tertinggi di antara logam non fero. Produksi aluminium tahunan di dunia mencapai 15 juta ton per tahun pada tahun 1981 (Surdia, 1984).

  Aluminium merupakan logam ringan mempunyai ketahanan korosi yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat yang baik lainnya sebagai sifat logam. penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dsb, secara satu persatu atau bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dsb. Material ini dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut, konstruksi dsb (Surdia, 1984) .

2.2 Sifat-Sifat Aluminium

  Aluminium merupakan logam non-ferro yang banyak digunakan karena memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Dieter, 1987) : a) Kerapatan (Density)

  3 Aluminium memiliki berat jenis jenis rendah yaitu sebesar 2700 kg/m

  b) Tahan terhadap korosi (corrosion resistance) Untuk logam-logam non-ferro dapat dikatakan bahwa semakin besar kerapatannya maka semakin baik daya tahan korosinya tetapi aluminium merupakan pengecualian. Walaupun aluminium mempunyai daya senyawa tinggi terhadap oksigen (logam aktif) dan oleh sebab itu dikatakan bahwa aluminium mudah sekali mengoksidasi (korosi), tetapi dalam kenyataannya aluminium mempunyai daya tahan sangat baik terhadap korosi. Hal ini disebabkan oleh lapisan atau selaput tipis oksida transparan dan jenuh oksigen diseluruh permukaan. Selaput ini mengendalikan laju korosi dan melindungi lapisan dibawahnya dari serangan atmosfer berikutnya. c) Sifat Mekanis (mechanical properties) Aluminium mempunyai kekuatan tarik, kekerasan, dan sifat mekanis lain sebanding dengan paduan bukan besi (non-ferrous alloys) lainnya, dan juga sebanding dengan beberapa jenis baja.

  d) Penghantar panas dan daya listrik yang baik (heat and electrical

  conductivity)

  Disamping daya tahan yang baik terhadap korosi, aluminium memiliki daya hantar panas dan listrik yang tinggi. Daya hantar listrik aluminium murni sekitar 60% dari daya hantar tembaga

  e) Tidak beracun (nontoxicity) Aluminium dapat digunakan sebagai bahan pembungkus atau kaleng makanan dan minuman. Hal ini disebabkan reaksi kimia antara makanan dan minuman tersebut dengan aluminium tidak menghasilkan zat beracun yang membahayakan manusia.

  f) Sifat mampu bentuk (formability) Aluminium dapat dibentuk dengan mudah. Aluminium mempunyai sifat mudah tempa (malleability) yang memungkinkannya dibuat dalam bentuk plat atau lembaran tipis. g) Titik lebur rendah (melting point) Titik lebur aluminium relatif rendah (660°C) sehingga sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu peleburan relatif singkat dan biaya operasi akan lebih murah. Selain sifat-sifat tersebut, masih banyak sifat-sifat aluminium yang menguntungkan, seperti : anti magnetic, reflektivitas tinggi, nilai arsitektur dan dekoratif, mudah dilakukan proses pengerjaan akhir (finishing) dan lain sebagainya.

2.3 Aluminium Murni

  Al didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya mencapai kemurnian 99,85% berat. Dengan mengelektrolisa kembali dapat dicapai kemurnian 99,99, yaitu dicapai bahan dengan angka sembilannya empat.

Tabel 2.1 menunjukkan sifat-sifat fisik Al dan Tabel 2.2 menunjukkan sifat-sifat mekaniknya. Ketahanan korosi berubah menurut kemurnian, pada umumnya untuk

  kemurnian 99,0% atau di atasnya dapat dipergunakan di udara tahan dalam waktu bertahun-tahun. Hantaran listrik Al, kira-kira 65% dari hantaran listrik tembaga, tetapi masa jenisnya kira-kira sepertiganya sehingga memungkinkan untuk memperluas penampangnya. Oleh karena itu dapat dipergunakan untuk kabel tenaga dan dalam berbagai bentuk umpamanya sebagai lembaran tipis (foil). Dalam hal ini dapat dipergunakan Al dengan kemurnian 99,0%. Untuk reflektor yang memerlukan reflektifitas yang tinggi juga untuk kondensor elektrolitik dipergunakan Al dengan

Tabel 2.1 Sifat-sifat fisik aluminium (Surdia, 1984)Tabel 2.2 Sifat-sifat mekanik aluminium (Surdia, 1984)

  Logam Aluminium dan Paduannya

2.4 Aluminium (Al) adalah unsur logam yang banyak terdapat dalam alam. Bahan

  dasarnya adalah bauksit yang umumnya banyak terdapat di daerah tropis dan sub- tropis yang mempunyai curah hujan tinggi. Proses produksi aluminium dari bauksit terdiri dari dua tahap, yaitu:

  1. Proses pengolahan alumina (A1

2 O3)

  2. Proses elektrolisa alumina menjadi aluminium Paduan aluminium dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok umum, yaitu:

  1. Paduan aluminium tuang/cor antara lain :

  a. Paduan dengan perlakuan panas

  b. Paduan tanpa perlakuan panas

  2. Paduan aluminium tempa antara lain :

  a. Paduan dengan perlakuan panas

  b. Paduan tanpa perlakuan panas Sistem pengelompokan tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3 (Smallman, 1991), tabel 2.4 dan tabel 2.5 (Surdia,1984)

Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor

  Untuk mendapatkan hasil cor paduan aluminium berkualitas baik, perlu diketahui berat jenis dan titik cair masing-masing unsur paduan dalam paduan tersebut. Pada saat proses pembekuan berlangsung, terjadi pemisahan bertahap dari unsur-unsur yang dimiliki berat jenis bahan cor paduan.

  Unsur dengan berat jenis lebih rendah akan terapung di daerah permukaan dan membentuk jaringan struktur kristal sendiri. Unsur dengan berat lebih besar akan terikat bersama dengan unsur larutan padat yang ada dibawah, membentuk ikatan logam atau struktur kristal utama. Agar diperoleh keseragaman unsur yang terdistribusi secara merata pada bahan, maka diperlukan tambahan unsur sebagai katalisator untuk mempermudah terjadinya ikatan dari berbagai macam jenis unsur yang berlainan berat jenis.

Tabel 2.4 Klasifikasi Paduan Aluminium Tempaan

  Terbentuknya cacat pada coran dapat dipengaruhi oleh unsur paduan yang memiliki perbedaan titik cair, maka akan membeku lebih dahulu sehingga kristal padat akan kaya dengan unsur paduan dengan titik cair tinggi.

  Proses pembekuan yang meningkat, mengakibatkan bagian yang telah membeku akan meninggalkan cairan yang telah membeku sehingga akan menimbulkan rongga akibat penyusutan.

  Pada proses pembentukan logam paduan, ada tiga kemungkinan yang terjadi dan berpengaruh terhadap hubungan antar unsur dalam paduan tersebut, yaitu : Unsur tidak saling mempengaruhi, unsur tolak-menolak dan unsur tarik-menarik

Tabel 2.5 Klasifikasi Perlakuan Bahan

  Atom yang tidak dapat membentuk ikatan baik dengan aluminium akan terdispersi secara acak dalam struktur kristal berupa larutan padat substitusi atau larutan padat intersiti. Hal ini akan berpengaruh terhadap struktur paduan, sifat mekanis dan sifat lainnya. Apabila terdapat unsur tidak saling mempengaruhi, baik diakibatkan oleh perbedaan ukuran atom dan struktur elektron terlalu besar maupun oleh ketidak mampuan unsur tersebut membentuk ikatan yang baik dengan aluminium.

  Bila atom unsur-unsur paduan cenderung tolak-menolak, maka pembentukan larutan padat akan sulit terjadi. Tiap atom unsur akan membentuk agregat dengan bentuk kristal tersendiri di dalam bahan. Agregat atom ini biasanya cukup besar dan dapat dilihat dengan bantuan miksoskop optik dan merupakan unsur tersendiri dalam struktur mikro.

  Bila atom unsur-unsur paduan menimbulkan gaya tarik-menarik, berbagai susunan dapat terbentuk. Gaya tarik-menarik besar akan menyebabkan ikatan atom atau ikatan kovalen menghasilkan ikatan kimia non-logam. Pada kasus demikan, hampir seluruh unsur tambahan yang tergabung dengan unsur utama membentuk senyawa tersendiri dalam struktur mikro bahan dalam bentuk partikel-partikel. Senyawa kimia terbentuk dengan cara ini merupakan unsur pengeras penting dalam paduan tersebut.

  Bila gaya tarik-menarik antar atom berbeda kurang kuat, ikatan atom akan terjadi, tetapi kemungkinan akan terjadi efek yang disebut efek pengaturan. Beberapa pengaruh unsur paduan tersebut antara lain (Surdia, 1984) :

  a) Unsur Silikon (Si) Unsur Si dalam paduan aluminium mempunyai pengaruh positif : mempermudah proses pengecoran, meningkatkan daya tahan terhadap korosi dan menurunkan penyusutan dalam hasil cor. Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Si berupa : penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut dan hasil coran akan rapuh jika kandungan silikon b) Unsur Magnesium (Mg) Unsur Magnesium (Mg) memberikan pengaruh baik yaitu : mempermudah proses penuangan, meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin, meningkatkan daya tahan terhadap korosi, meningkatkan kekuatan mekanis, menghaluskan butiran kristal secara efektif, meningkatkan ketahanan terhadap beban kejut/impak dan menaikan suhu peleburan (mempermudah proses pencairan logam) Pengaruh buruk dari unsur Mg : meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil cor

  Struktur mikro paduan aluminium cor berhubungan erat dengan sifat-sifat mekanisnya terutama pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan. Laju pendinginan ini bergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan cetakan logam, pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan cetakan pasir sehingga struktur logam cor yang dihasilkan akan lebih halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Pengaruh unsur paduan terhadap aluminium lainnya dapat dilihat pada tabel 2.6.

2.5 Diagram Fasa Struktur dan sifat logam murni sangat berubah apabila dipadu dengan unsur lain.

  Kelakuan bahan seperti itu dapat dilihat juga pada bahan cair dan gas, tetapi yang sangat mencolok terdapat pada bahan padat. Sifat bahan berubah yang disebabkan jumlah setiap komponen dan fasa yang terjadi dapat dilihat dari diagram fasa yang dapat memberikan informasi mengenai sifat bahan.

Tabel 2.6 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium (Suroto, 1991)

  Keterangan : + + = Sangat meningkatkan = Meningkatkan +

  • = Menurunkan O = Tidak berpengaruh

  Paduan Al-Si merupakan panduan aluminium paling banyak digunakan saat ini, dengan kadar Si bervariasi antara 5-20%. Gambar 2.1 menunjukkan diagram fasa Al- Si. Ini adalah tipe eutektik yang sederhana yang mempunyai titik eutektik pada 577

  C, 11,7%Si, larutan padat terjadi pada sisi Al. Karena batas kelarutan padat sangat kecil maka pengerasan penuaan sukar diharapkan.

  Paduan Al-Si sangat baik kecairannya, yang mempunyai permukaan bagus sekali, tanpa kegetasan panas dan sangat baik untuk paduan coran, sebagai tambahan, ia mempunyai ketahanan korosi yang baik, sangat ringan, koefisien pemuaian yang kecil dan sebagai penghantar yang baik untuk listrik dan panas. Paduan Al-12%Si sangat banyak dipakai untuk paduan cor cetak. Paduan yang memerlukan perlakuan panas ditambah dengan Mg juga Cu serta Ni untuk memberikan kekerasan pada saat panas, bahan ini biasa dipakai untuk torak motor.

  Al-Si, Al-Cu-Si dan Al-Si-Mg adalah deretan dari paduan aluminium yang banyak dipergunakan untuk bagian-bagian mesin, Al-Cu-Ni-Mg dan Al-Si-Cu-Ni-Mg adalah deretan untuk bagian-bagian mesin yang tahan panas, dan Al-Mg adalah untuk bagian-bagian tahan korosi. Paduan Al-Si banyak dipakai sebagai elektroda untuk pengelasan yaitu terutama yang mengandung 5%Si.

Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Si

  Dalam paduan biner Al-Mg satu fasa yang ada dalam kesetimbangan dengan larutan padat Al adalah larutan padat yang merupakan senyawa antar logam yaitu Al

  3 Mg 2 . Titiknya eutektiknya adalah 450 , 35% Mg dan batas kelarutan padatnya

  pada temperatur eutektik adalah 16%Mg. Gambar 2.2 menunjukkan diagram fasa paduan Mg-Al. Paduan Al-Mg mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik, sejak lama disebut hidrnalium dan dikenal sebagai paduan yang tahan korosi.

  Paduan dengan 2-3%Mg dapat mudah ditempa, dirol dan diekstruksi, dan paduan paduan yang paling kuat dalam sistem ini, dipakai setelah dikeraskan oleh pengerasan regangan apabila diperlukan kekerasan tinggi. Paduan 5083 yang dianil adalah paduan antara (4,5%Mg) kuat dan mudah dilas, oleh karena itu sekarang dipakai sebagai bahan untuk tangki LNG.

Gambar 2.2 Diagram Fasa Magnesium-Aluminium

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

  Metode yang digunakan untuk memperoleh data-data atau informasi yang dibutuhkan dalam penelitian dibagi menjadi 3 tahap utama, yaitu: a) Tahap persiapan

  Tahap ini merupakan tahap perumusan masalah yang akan diangkat menjadi topik dalam penulisan, pengumpulan pustaka sebagai sumber informasi yang mendukung penelitian, dan penentuan batasan masalah agar penelitian tidak menyimpang dan topik rencana.

  b) Tahap penelitian Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode penelitian, dengan harapan untuk mencapai hasil seobyektif mungkin, yaitu:

  1. Penelitian pendahuluan Yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keadaan dan sifat- sifat bahan sebelum diadakan pengecoran.

  2. Pelaksanaan penelitian Yaitu penelitian yang dilakukan setelah penelitian pendahuluan selesai dilakukan dan pada tahap ini mulai dilakukan penelitian terhadap pengaruh penambahan variasi Mg (15%, 16% dan 17%) pada pengecoran c) Penelitian Kepustakaan Suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Dasar-dasar teoritis diperoleh dan membaca literatur-literatur, jurnal dan sebagainya yang ada sangkut pautnya dengan masalah yang diteliti.

3.2 Data yang Dikumpulkan

  Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini meliputi:

  a) Data dan grafik pengujian kekerasan brinell

  b) Data dan grafik pengujian impak

  c) Gambar pemotretan struktur mikro

  d) Data perhitungan porositas benda hasil pengecoran Diagram alir penelitian pengecoran dapat digambarkan sebagai berikut: Pengadaan Bahan coran

  Proses peleburan dan Pengecoran Al-Si dengan Variasi kadar Mg :

  • 15% Mg - 16% Mg - 17% Mg Pembuatan Benda Uji Pengujian bahan yang meliputi :

  1. Pengujian impak

  2. Pengujian kekerasan

  3. Pengujian struktur mikro

  4. Pengujian porositas Data hasil penelitian

  Analisa data penelitian Kesimpulan

  Literatur dan buku acuan

3.3 Pembuatan spesimen benda uji impak

  Hasil coran yang berupa plat kotak dengan ukuran 20mm x 20mm x 60mm kemudian dihaluskan dan diratakan dengan menggunakan mesin milling hingga dicapai ketebalan yang sudah ditentukan.

Gambar 3.1 Mesin Milling

  Selanjutnya hasil coran dipotong dengan dimensi 10mm x 10mm x 55mm dengan menggunakan gergaji, ukuran potongan disesuaikan dengan bentuk benda uji impak sesuai standart ASTM, pembuatan tirus/sudut kembali dilakukan dengan mesin milling dengan menggunakan alat potong yang di ubah sedemikian rupa sehingga dapat sudut yang diinginkan.

  Langkah-langkah pembuatan benda uji dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Meratakan permukaan benda kerja menggunakan mesin frais/milling.

  2. Membuat batang-batang benda uji dengan lebar batang benda uji 10mm dengan menggunakan mesin frais/milling.

  3. Pembuatan benda uji dengan menggunakan standar ASTM

Gambar 3.2 Bentuk dan ukuran benda uji impak

3.4 Peralatan dan Bahan Pengujian

  Peralatan yang digunakan dalam proses pengujian antara lain:

  a. Mesin uji kekerasan “Brinell hardness tester MOD 100 MW’ milik Laboratorium ilmu Logam Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

  b. Lup mikrometer untuk mengukur bekas injakan (kekerasan Brinell)

  c. Mikroskop merek Union buatan Jepang, untuk mengetahui porositas dan struktur mikro bahan d. Kamera Nikon FM 2 dengan film berwarna ASA 200, untuk pemotretan struktur mikro e. Aluminium silikon dari velk mobil dengan komposisi (terlampir) g. Amplas ukuran kehalusan 200, 400, 800, 1000

  h. Autosol, kain, batu hijau

3.5 Pengujian Hasil Coran

  3.5.1 Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan dengan menggunakan metode Brinell dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan suatu bahan. Kekerasan dapat ditentukan dari besarnya diameter bekas injakan penetrator. Penentuan beban uji dan pemilihan penetrator disesuaikan dengan jenis bahan dan tebal bahan sesuai dengan tabel 3.1 dan table 3.2.

Tabel 3.1 Pemilihan Diameter Penetrator Uji Kekerasan Brinell (Surdia, 1986)

  

Tebal benda uji (mm) Diameter penetrator

1 - 3 D = 2,5

3 - 6 D = 5

< 6 D = 10

  2 Tabel 3.2 P/D Berdasarkan Jenis Bahan Pengujian (Surdia, 1986) 2 HB rata-rata P/D Bahan yang diuji 2 160 - 450

  30 D Logam keras, baja, besi cor 2 53 - 200

  10 D Paduan tembaga, paduan aluminium keras 2 26 - 100

  

5 D Tembaga, paduan aluminium

2 45893 12,5 D Logam lunak, timah dan yang lainnya 2 46143 D Logam lunak, timah dan yang lainnya

  Prosedur pengujian:

  1. Permukaan benda uji dibersihkan dan dihaluskan dengan amplas sehingga pemukaannya rata dan halus

  2. Diameter penetrator dapat ditentukan dari tabel di atas

  3. Penekanan penetrator selama 30 detik.

  4. Besarnya lekukan bekas penetrator diamati dengan lup mikrometer.

  5. Hitung harga kekerasan dengan persamaan : ) ( .

  2 2 2 D d D D

  P HB

  − − =

  π (3.1)

  HB = Brinell Hardness Number (Angka Kekerasan Brinell) P = Beban yang diberikan pada penetrator/gaya penekan (kg) D = Diameter penetrator (mm) D = Diameter lekukan bekas injakan (mm)

Gambar 3.3 Cara Pengujian dan Perhitungan Kekerasan Brinell

  3.5.2 Pengujian Impak Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk menentukan kecenderungan bahan untuk bersifat getas.

  Benda uji Charpy mempunyai luas penampang lintang bujursangkar (10x10mm) dan mengandung takik V-45 , dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2mm, ditunjukkan pada Gambar 3.2. Benda uji diletakkan pada dengan ayunan bandul (kecepatan impak sekitar 16ft/detik). Benda uji akan

  3 -1 melengkung dan patah pada laju regangan yang tinggi, kira-kira 10 detik .

Gambar 3.4 Lup Mikrometer Pada uji impak kita mengukur energi yang diserap untuk mematahkan benda uji. Setelah benda uji patah, bandul berayun kembali. Makin besar energi yang diserap, makin rendah ayunan kembali dari bandul.

  Keuntungan utama uji impak takik Charpy V adalah mudah dilakukan, murah dan benda ujinya kecil. Pengujian dapat dilakukan pada suhu di bawah suhu ruang. Selain itu, bentuk benda uji yang digunakan sangat cocok untuk mengukur ketangguhan takik pada bahan berkekuatan rendah seperti baja konstruksi. Uji tersebut juga dapat digunakan untuk memperbandingkan pengaruh paduan dan perlakuan panas pada ketangguhan takik; serta sering digunakan untuk keperluan pengendalian kualitas bahan. Kesukaran utama yang dihadapi ialah bahwa hasil uji Charpy kurang mungkin dimanfaatkan dalam perancangan.

  Karena besar level tegangan tidak diberikan, sukar untuk menghubungkan data energi yang diperlukan untuk mematahkan benda uji Charpy (C ) dengan

  v performans pemakaian.

  Persaman yang digunakan adalah : h = R + R cos(180 - α ) = R – R cos α = R (1 – cos α ) (3.2) h = R + R cos(180 -

  1 β )

  = R – R cos β

  = R (1 – cos (3.3) β ) Energi patah = m. g. h – m. g. h

  1

  = m. g (h - h

  1 )

  α ) - R (1 – cos = m. g [R (1 – cos β )]

  α ) - (1 – cos = m. g. R [(1 – cos β )] = G . R (cos β - cosα ) ( joule) (3.4)

  Energi patah

  2 Harga keuletan = joule/mm (3.5)

  Luas Penampang Patahan dengan : m = massa pendulum (kg) g = gaya gravitasi G = berat pendulum (massa dikalikan percepatan gravitasi) (N) R = radius pendulum (m)

  α = sudut ayun awal/sudut yang dibentuk pendulum tanpa beban (benda uji) β = sudut ayun akhir/sudut yang dibentuk pendulum setelah mematahkan benda uji

  Dalam operasi-operasi manufaktur, seperti operasi pengerjaan logam berkecepatan tinggi, contohnya: penempaan jatuh, komponen-komponen yang terlibat didalamnya tentu akan menderita pembebanan kejut (impak atau dynamic loading).

  Dalam uji impak yang dilakukan dengan menggunakan impak tester, spesimen yang telah ditakik dipatahkan dengan bandul yang diayunkan.

  180° h a ß

  1 h R

Gambar 3.6 Skema Alat uji impak

  Dalam operasi-operasi manufaktur, seperti operasi pengerjaan logam berkecepatan tinggi, contohnya: penempaan jatuh, komponen-komponen yang terlibat di dalamnya tentu akan menderita pembebanan kejut (impak atau dynamic loading).

  Dalam uji impak yang dilakukan dengan menggunakan impak tester, spesimen yang telah ditakik dipatahkan dengan bandul yang diayunkan.

  Dari besarnya ayunan bandul, besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen dapat dihitung. Besarnya energi terhitung ini selanjutnya disebut sebagai ketangguhan impak (impak toughness) material. Uji impak secara khusus dimanfaatkan dalam menentukan temperatur transisi ulet–getas material. Material yang mempunyai ketahanan impak yang tinggi umumnya memiliki kekuatan yang tinggi dan keuletan yang tinggi, sehingga dengan sendirinya mempunyai ketangguhan yang tinggi.

  3.5.3 Pengamatan Struktur Mikro Semua benda uji dipolis menggunakan autosol sehingga struktur dasarnya nampak sama. Setelah logam dipoles, pemukaan logam yang halus itu tertutup oleh selaput terdeformasi, dengan etsa selaput tersebut terkikis, permukaan menjadi buram, sebagian batas butir terkikis dan komponen-komponen tertentu akan nampak akibat kikisan selektif dan larutan etsa tadi. Larutan yang biasa dipakai untuk baja adalah larutan 50% asam nitrat (NaOH). Baru setelah di etsa nampak ada perbedaan, untuk aluminium strukturnya relatif lebih kecil-kecil, dengan bantuan mikroskop mikro permukaan logam yang telah dipoles dapat diteliti. Setelah itu bisa dilakukan pemotretan struktur mikro dengan menggunakan kamera struktur mikro.

  Prosedur Pengujian:

  a. Permukaan benda uji (spesimen) dihaluskan dan dibersihkan pada kedua sisinya sehingga permukaan tersebut rata dan sejajar, gunakan amplas mulai dan yang kasar sampai amplas yang halus.

  b. Benda uji tersebut dihaluskan lagi dengan autosol dan batu hijau hingga permukaannya mengkilat c. Etsa benda uji dengan menggunakan larutan NaOH

  d. benda uji di masukkan ke dalam air untuk menetralkan bahan etsa kemudian dilap dan dikeringkan e. Foto benda uji dengan mikroskop atur perbesarannya 200 x.

  3.5.4 Pengamatan Porositas Hasil Coran Porositas atau cacat lubang jarum dapat terjadi apabila gas hidrogen yang terbawa dalam logam cair terjebak selama proses pembekuan. Penyebab utamanya adalah adanya gas yang terserap dalam logam cair selama penuangan coran, maka terjadilah reaksi logam cair dengan uap air dari cetakan. Dalam pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir sangat mungkin terjadinya porositas atau cacat lubang jarum, ini disebabkan karena cetakan dalam posisi yang kurang kering sehingga gas yang akan keluar sangat sulit menembus dinding cetakan yang masih mengandung kadar air, dan bisa juga karena cetakan tidak diberi rongga udara yang berfungsi untuk mengeluarkan udara yang terjebak pada saat pembekuan terjadi karena cetakan pasir mempunyai titik beku yang relatif timbulnya cacat pori-pori ini diantaranya dengan melakukan perencanaan sistem saluran masuk yang baik.

  Proses pengujiannya adalah sebagai berikut:

  1. Foto mikro dengan perbesaran 50 x di scan

  2. Kertas milimeter blok yang sudah dijadikan transparasi di tempelkan ke foto yang sudah di scan tersebut hingga foto tersebut terbagi ke dalam blok-blok kecil.

  3. Hitung luas seluruh daerah hitam (pori-pori) yang mengisi kotak milimeter blok

  4. Bagi jumlah tersebut dengan luas area foto yang discan dan dikalikan dengan 100% untuk mendapatkan prosentase porositasnya.

  Perhitungan dilakukan menggunakan persamaan berikut :

  Luas cacat yang ada di permukaan = × Porositas

  100 %

  (3.6)

  Luas permukaan yang di amati

Gambar 3.9 Mikroskop Mikro dilengkapi dengan Kamera

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Dalam pengujian paduan aluminium ini, penambahan yang diberikan yaitu

  kadar magnesium sebesar 15%, 16%, dan 17%. Penambahan unsur magnesium yang bervariasi bertujuan mengetahui sifat-sifat mekanis yang dihasilkan oleh paduan tersebut. Secara garis besar penambahan unsur magnesium pada paduan aluminium- silikon akan meningkatkan kekuatan mekanis paduan tersebut. Dari salah satu paduan aluminium dengan penambahan kadar magnesium sebanyak 16% diuji komposisi didapat hasil sebesar 15,32%. Dari hasil analisis pengurangan kadar magnesium dikarenakan magnesium terbakar pada saat pencampuran bahan.

4.1 Pengujian Kekerasan

  Dari Gambar 4.1 diatas dapat diketahui bahwa perbedaan tingkat kekerasan cushion buttom honda dibandingkan dengan Al-Si cukup signifikan yaitu 85,19%.

  Perbandingan kekerasan Al-Si dengan Al-Si yang telah dicampur dengan Mg sebanyak 15%Mg, 16%Mg dan 17% berturut-turut yaitu 3,16%, 4,01% dan 1,21%.

  Dari penelitian yang dilakukan membuktikan penambahan kadar magnesium mempengaruhi harga kekerasan pada paduan aluminium. Hal ini disebabkan karena fungsi magnesium adalah untuk memperbaiki kekuatan mekanis diantaranya kekerasan suatu paduan.

  Adapun besar nilai kekerasan untuk paduan aluminium silikon dan penambahan variasi magnesium adalah sebagai berikut :

  • Cushion buttom Honda = 97 HB
  • Al-Si = 180 HB
  • Al-Si-15%Mg = 185 HB
  • Al-Si-16%Mg = 193 HB
  • Al-Si-17%Mg = 195 HB Kenaikan harga kekerasan ini akibat adanya penambahan magnesium yang dapat memperhalus butiran kristal, seperti yang terlihat dalam gambar struktur mikro. Semakin halus butiran kristal yang terbentuk maka harga kekerasannya semakin tinggi.

UJI KEKERASAN

  ll 250 e n

  195 193 185 ri

  180 200 n B a

  150 s

  B)

  97 ra e (H

  100 k e K

  50 a ngk A cushion Al-Si Al-Si-15%Mg Al-Si-16%Mg Al-Si-17%Mg bottom honda

  Bahan

Gambar 4.1 Grafik hasil pengujian kekerasan

4.2 Pengujian Impak

  Dalam pelaksanaan pengujian impak ini, setiap variasi komposisi benda uji menggunakan empat buah spesimen. Dari keempat spesimen yang telah diuji itu ditentukan tenaga patah. Tenaga patah dari keempat spesimen tersebut digunakan untuk menghitung harga keuletan. Harga keuletan didapat dari tenaga patah dibagi dengan luas penampang patahan. Dengan melakukan pengujian impak ini, dapat diperoleh rata-rata harga keuletan dari suatu komposisi tersebut.

UJI IMPAK

  ) 2 0.0152 0.016 m

  0.014 /m e

  0.012 0.0098 0.0094 oul

  0.0088

0.01 J

  n ( 0.008 ta e

  0.006 ul e

  0.004 K

  0.002 rga a H

  Al-Si Al-Si-15%Mg Al-Si-16%Mg Al-Si-17%Mg BAHAN

Gambar 4.2 Grafik hasil pengujian impak

  Dalam gambar 4.2 dapat diketahui bahwa penambahan kadar magnesium 15%, 16%, 17% pada paduan aluminium dapat menurunkan keuletan dari bahan paduan aluminium silikon. Jika keuletan suatu bahan menurun maka bahan tersebut akan semakin getas.

  Besar nilai harga keuletan untuk paduan aluminium silikon dan variasi magnesium adalah sebagai berikut :

  2

  • Al-Si = 0,0152 joule/mm

  2

  • Al-Si-15%Mg = 0,0098 joule/mm

  2

  • Al-Si-16%Mg = 0,0094 joule/mm

  2

  • Al-Si-17%Mg = 0,0088 joule/mm

4.3 Analisa Struktur Mikro

  a)

  b)

  c)

  d)

  e)

Gambar 4.3 Foto Struktur mikro beberapa jenis sample: a). Cushion buttom Honda,

  b). Al-Si, c). Al-Si-15%Mg, d). Al-Si-16%Mg, e). Al-Si-17%Mg

  Pada gambar berikut ini disajikan hasil dari pengamatan struktur mikro. Dalam penyajian foto struktur mikro ini digunakan perbesaran 200X, hal ini dikarenakan perbesaran ini menunjukkan struktur yang paling jelas terlihat. Pada foto struktur mikro cushion buttom honda terlihat bahwa butiran kristal yang halus bila dibandingkan dengan Al-Si dan Al-Si dengan penambahan unsur Mg. Pada foto struktur mikro Al-Si terlihat bahwa bintik-bintik hitam struktur aluminium silikon yang terbentuk akibat proses pengecoran hanya sedikit. Pada foto struktur mikro Al-Si-15%Mg terlihat bintik-bintik hitam yang mulai terbentuk antara paduan Al-Si dan Mg semakin banyak dan mulai membentuk ikatan-ikatan. Pada foto struktur mikro Al-Si-16%Mg mulai terlihat bahwa ikatan yang terbentuk antara paduan Al-Si dan Mg mulai terlihat lebih jelas. Pada foto struktur mikro Al-Si- 17%Mg bintik-bintik hitam yang terbentuk antara Al-Si dan Mg sangat merata dan menghasilkan struktur butiran yang rapat dan ikatan bintik-bintik hitam yang semakin kuat dan jelas. Pada foto struktur mikro Al-Si-17%Mg, disini mulai terlihat ikatan dendrit yang terbentuk sangat jelas. Pada foto struktur mikro Al-Si-15%Mg dan foto struktur mikro Al-Si-16%Mg terlihat adanya perubahan butir kristal yang semula berupa bintik-bintik hitam mulai membentuk ikatan-ikatan menyebar, hal ini diikuti juga dengan terbentuknya endapan dari unsur-unsur paduan. Dari gambar 4.3 dapat terlihat struktur yang terbentuk baik berupa bintik-bintik hitam maupun ikatan- ikatannya semakin banyak dan jelas, hal ini menunjukkan semakin banyaknya kadar magnesium yang ditambahkan.

4.4 Porositas

  Dalam pengamatan untuk memperkirakan porositas dari spesimen dibutuhkan dengan cara dihitung titik-titik hitam yang terdapat dalam coran yang merupakan daerah berpori pada benda uji yang kemudian diperkirakan prosentasenya terhadap seluruh bidang pemotretan. Besarnya porositasnya dapat mempengaruhi nilai kekerasan suatu bahan coran.

Gambar 4.4 menunjukkan perubahan porositas terhadap variasi penambahan magnesium. Dapat dilihat pada bahan cushion buttom honda terbentuk prosentase

  porositas yang kecil, tetapi pada bahan Al-Si-16%Mg prosentase porositas yang besar. Besar nilai prosentase porositas untuk paduan aluminium silikon dan variasi magnesium adalah sebagai berikut :

  = 0,11 %

  • Cushion buttom Honda • Al-Si = 4,25 %

  = 3,28 %

  • Al-Si-15%Mg
  • Al-Si-16%Mg = 6,08 %
  • Al-Si-17%Mg = 5,46 % Pada bahan Al-Si-15%Mg pada saat foto didapat titik yang baik sehingga jumlah porositasnya kecil. Prosentase porositas tertinggi terjadi pada paduan coran Al-Si- 16%Mg. Hal ini disebabkan oleh mampu alir pada saat pengecoran yang kurang baik sehingga waktu pembekuan yang diperlukan lebih lama. Terbentuknya porositas dalam coran juga dipengaruhi oleh unsur paduan yang memiliki titik cair yang berbeda serta proses pembekuan yang tidak sama, biasanya porositas banyak terjadi pada bagian yang paling lambat membeku.

  0.11

  4.25

  3.28

  6.08

  5.46

  0.00

  1.00

  2.00

  3.00

  4.00

  5.00

  6.00

  7.00 cushion bottom honda

  Al-Si Al-Si-15%Mg Al-Si-16%Mg Al-Si-17%Mg

Bahan

  P o ro si ta s (% )

Gambar 4.4 Grafik Pengujian Porositas

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

  Dari hasil-hasil pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Dalam pengujian ini pengaruh kadar magnesium meningkatkan kekerasan pada paduan aluminium silikon. Ini terlihat pada nilai kekerasan tertinggi terdapat pada kadar magnesium 17% sebesar 195 HB.

  2. Pengaruh penambahan magnesium pada aluminium silikon akan menurunkan nilai keuletan bahan. Nilai keuletan dapat dilihat dari pengujian impak. Nilai

  2 keuletan terendah terdapat pada kadar magnesium 17% sebesar 8,8 kJ/m .

  3. Pada struktur mikro terlihat bahwa variasi magnesium memberi perubahan pada struktur dan butiran kristal membesar.

  4. Prosentase porositas tertinggi terjadi pada penambahan kadar magnesium 16% yaitu sebesar 6,08%. Magnesium akan menimbulkan terak pada waktu proses peleburan logam, terak dapat menimbulkan terjadinya porositas.

5.2 Saran

  Dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti dapat memberikan beberapa saran dan masukan sebagai berikut:

  1. Pelaksanaan pengecoran sebaiknya dilakukan di dalam ruang tertutup agar pengaturan api yang digunakan untuk mencairkan logam lebih fokus dan tidak terganggu dengan adanya hembusan angin yang akan mengakibatkan api tidak fokus pada kowi dan terjadi pemborosan bahan bakar, serta dengan adanya angin juga akan mempercepat laju pendinginan logam cair pada waktu akan dituang ke dalam cetakan yang dapat mengakibatkan pembekuan logam cair terlalu cepat sehingga dapat menimbulkan cacat berupa retak maupun porositas yang tinggi pada coran.

  2. Perlu diadakan perawatan dan perbaikan pada alat uji secara berkala sehingga ketelitian alat dapat terjaga dan kalau bias diganti dengan alat yang lebih teliti dan modern.

  3. Perlunya pendamping dari dosen selama melakukan penelitian, supaya bila terjadi permasalahan dapat dikonsultasikan dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA

  Dieter, George, E., Metalurgi Mekanik, ahli bahasa oleh Djaprie, Sriati, Edisi ketujuh, Erlangga, Jakarta, 1987.

  Handout Praktikum Ilmu Logam , Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta 2004.

  Surdia, Tata, dan Chijiiwa Kenji, Teknik Pengecoran Logam, Cetakan kesembilan, PT.

  Pradnya Paramita, Jakarta, 2006. Surdia, Tata, dan Saito Shinroku, Pengetahuan Bahan Teknik, Cetakan keenam, PT.

  Pradnya Paramita, Jakarta, 2005. Suroto, A., Sudibyo, B., Ilmu Logam Dan Metalurgi, Akademi Teknik Mesin Industri, Surakarta.

  Perhitungan Kekerasan Brinell

  Beban (P) = 250 kg Diameter indenter (D) = 5 mm Tabel. data pengujian uji kekerasan